PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) TERHADAP PERFORMA ITIK LOKAL (Anas sp.) SKRIPSI Oleh: JIHADULHAQ BIN MARRA I 111 12 046 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 i PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) TERHADAP PERFORMA ITIK LOKAL (Anas sp.) SKRIPSI Oleh: JIHADULHAQ BIN MARRA I111 12 046 Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 ii iii iv KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh……………………………………… Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang senantiasa tercurahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi panutan serta telah membawa ummat dari zaman jahiliah menuju zaman yang beradab. Luapan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara kepada Ayahanda Drs. Marra dan Ibunda Fatmawati Rustam yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkan dengan penuh ketulusan kepada penulis sampai saat ini dan senantiasa memanjatkan do’a dalam kehidupannya untuk keberhasilan penulis. Buat saudaraku tercinta, Syahidatulhaq Bin Marra, dan Amirulhaq Bin Marra yang telah menjadi penyemangat kepada penulis. Serta keluarga besar yang selama ini banyak memberikan do’a, semangat dan saran. Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepadaNya. Terima kasih tak terhingga kepada bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu Prof. Dr. Ir. Laily agustina, M.S. selaku Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah diluangkan untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam membimbing penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi ini. v Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada: 1. Ibunda drh. Farida Nur Yuliati, M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang begitu banyak meluangkan waktunya sebagai orang tua pengganti dalam memberikan nasehat, bimbingan dan dukungan bagi penulis. 2. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA. DES. selaku pembimbing Seminar pustaka dan Dr. Syahdar Baba, S.Pt, M.Si selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan. 4. Sahabat-Sahabat FM [B] : Sang sesepuh Nurhamdayani, Caman Kekar, Fatma, Tuti Batu, Kandi, Rahim, Kanzul Krinyol, Tika Behel, Akbar Kojo, Amal kumis, Hap, Dani, Cond, Anwar Kece, Arif, Azwar, Didik, Eka, Furqan, Mila, Ipul Homo, Salim, Yasin, Rifal, Epunk, Indah Bot, Ebi, Erik, dan Reski Bolla’ yang selalu melakukan tindak kejahatan menyenangkan kepada penulis, Kalian tak terlupakan. 5. Rakan-rekan setim peneliti : Rahim harianto, Sukandi dan Nur Atika Pasang, semoga skripsi kalian terbit bersamaan dengan terbitnya skripsi ini, tak ada tim yang lebih baik dari kalian. 6. Nuraeni, Auliya, Yessi Oriflame, Appe, Imu, Rita Massolo, Zuhal, Andriyan, Bambang, Fatma Lilia, Eko yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis. vi 7. Teman angkatan Flock Mentality 012 yang kompak selalu, X-Perd Rama, Skenswal, ant 014, larva 013, solandeven 011, Lion 010, dan Merpati 09. 8. Rekan lab fister : Auliya, Nesma, Tenri, Hikma, Airin, Arda, Awi, Thifah, Fira atas segala bantuan kerjasama dan kebersamaannya. 9. Lembaga Tercinta Himaprotek_UH, Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberi wadah terhadap penulis untuk berproses dan belajar. Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri. AAMIIN YA ROBBAL AALAMIN. Akhir Qalam Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Makassar, November 2016 Penulis vii ABSTRAK JIHADULHAQ BIN MARRA. I111 12 046. Pengaruh penggunaan tepung kunyit (Curcuma domestica Val) terhadap performa itik lokal (Anas Sp). Dibawah bimbingan : Wempie Pakiding dan Laily Agustina. Penelitian dilakukan untuk menguji pengaruh pakan yang diberi tepung kunyit (Curcuma domestica Val) terhadap performa itik lokal (Anas Sp). Sebanyak 64 ekor itik lokal umur 1 hari dipelihara hingga umur 70 hari berdasarkan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan berupa penambahan tepung kunyit pada pakan basal dengan level yang berbeda (masing-masing 0 %, 0,5 %, 1%, dan 2 %). Parameter yang diamati yaitu pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, dan mortalitas. Penimbangan bobot badan dan sisa pakan dilakukan setiap 7 hari selama masa pemeliharaan. Hasil menunjukkan pakan yang diberi tepung kunyit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap performa itik lokal pada kelima parameter yang diamati (P>0,05). Kata kunci : Tepung Kunyit, Itik Lokal, Performa Itik viii ABSTRACT JIHADULHAQ BIN MARRA. I111 12 046. The influence of the use of turmeric powder (Curcuma domestica Val) on the performance of local ducks (Anas Sp). Supervised by: Wempie Pakiding and Laily Agustina. The study was conducted to examine the effect of feed by turmeric powder (Curcuma domestica Val.) on the performance of local ducks (Anas Sp). A total of 64 day old ducks kept until the age of 70 days, and arranged as a completely randomized design with 4 treatments and 4 replications. The treatments were the addition of turmeric powder on the basal feed with different levels (respectively 0%, 0.5%, 1% and 2%). The parameters observed were weight gain, feed intake, final body weight, feed conversion, and mortality. Weighing body weight and feed residue is done every 7 days during the maintenance period. The results showed that the feed given turmeric powder does not have a significant influence on the performance of local ducks in five parameters were observed (P> 0.05). Key Words: Turmeric Powder, Local Duck, Duck Performance ix DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................... ix DAFTAR ISI .............................................................................................. x DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum itik ......................................................................... 3 Gambaran umum kunyit .................................................................... 5 Aktifitas zat aktif pada kunyit ........................................................... 9 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan tempat .............................................................................. 16 Materi penelitian ................................................................................ 16 Rancangan penelitian ......................................................................... 16 Prosedur penelitian ............................................................................ 17 Parameter yang diukur ....................................................................... 19 x HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan ................................................................ 22 Konsumsi Pakan ................................................................................ 23 Bobot Badan Akhir ............................................................................ 24 Feed Convertion Ratio ....................................................................... 26 Mortalitas ........................................................................................... 28 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 32 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi DAFTAR TABEL Halaman No. Teks 1. Berbagai penelitian pemanfaatan kunyit sebagai feed aditif ............... 8 2. Pemberian pakan berdasarkan umur pemeliharaan. ............................. 18 3. Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrisi pakan ........................ 18 4. Performa itik lokal umur 10 minggu yang diberi tepung kunyit dalam pakan .................................................................................................... 22 5. Mortalitas itik lokal yang diberi tepung kunyit selama 10 minggu penelitian .............................................................................................. 30 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman No. Teks 1. Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan .................................................................. 36 2. Hasil analisis ragam konsumsi pakan itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan .............................................................................. 37 3. Hasil analisis ragam bobot badan akhir itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan .............................................................................. 38 4. Hasil analisis ragam feed convertion ratio itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan .............................................................................. 39 5. Hasil analisis ragam Mortalitas itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan ......................................................................................... 40 6. Dokumentasi penelitian ....................................................................... 41 xiii xiv PENDAHULUAN Dewasa ini, kebutuhan masyarakat Indonesia akan daging terus meningkat. Pada tahun 2015, industri peternakan menghasilkan sekitar 2.925.210 ton daging dengan pemasok daging terbesar yaitu daging ayam ras (56 %), daging sapi (17 %), daging ayam buras (10 %) dan lain-lain (17 %). Kontribusi daging itik hanya sekitar 38.840 ton atau hanya sebesar 1.32 % dari total produksi daging Indonesia (Ditjennak, 2015). Data tersebut menunjukkan bahwa produksi daging itik masih sangat rendah padahal itik memiliki potensi yang besar sebagai sumber protein hewani unggas. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan daging, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan performa ternak itik agar kontribusinya dalam penyediaan sumber protein hewani lebih besar, namun juga tentunya memperhatikan keamanan pangan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Penggunaan obat-obatan dan pemicu pertumbuhan sintetis mulai dihindari karena dapat menghasilkan residu yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Pada kondisi tersebut, pemanfaatan ramuan herbal sebagai upaya untuk memperbaiki performa dapat dijadikan sebagai alternatif. Di Indonesia, berbagai tanaman herbal dapat ditemukan dengan mudah dalam jumlah yang tercukupi. Salah satu tanaman herbal yang telah banyak diteliti dan dibuktikan manfaatnya yaitu kunyit (Curcuma domestica Val.). Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dikembangbiakkan di negara beriklim tropis seperti Indonesia, India, China, Malaysia, dan lain lain. Kunyit diketahui mengandung curcuminoid yang memiliki aktifitas antioksidan, hepatoprotektif, anti-inflamasi, antifungi, dan antibakteri 1 (Akram et. al, 2010). World Health Organization mendeklarasikan bahwa kunyit dan curcumin (coloring agent) aman digunakan pada produk makanan manusia maupun ternak (WHO, 1987) sehingga kunyit dapat dijadikan sebagai alternatif dalam upaya menghasilkan produktifitas yang lebih baik pada peternakan itik lokal. Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut “performa ternak itik yang kurang baik membuat produksi daging itik di Indonesia masih sangat rendah. Maka dari itu diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki performa ternak itik agar kontribusinya dalam penyediaan daging semakin meningkat. Namun, demi keamanan pangan bagi konsumen, penggunaan obat-obatan dan pemacu pertumbuhan sintetis mulai dihindari karena residu yang dihasilkan dapat berakibat buruk bagi manusia. Pemanfaatan tanaman herbal yang aman dikonsumsi manusia menjadi solusi yang dapat diterapkan. Kunyit (Curcuma domestica Val.) yang mengandung senyawa curcuminoid diketahui memiliki aktivitas antimikroba, antioksidan, anti-inflamasi, antiviral, dan antifungi sehingga diharapkan dapat memperbaiki performa ternak itik.” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian tepung kunyit pada pakan terhadap performa itik lokal. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi ilmiah bagi akademisi dan peneliti serta dasar pengetahuan bagi pelaku industri peternakan itik. Dengan mengetahui pengaruh pemberian kunyit dalam pakan terhadap performa itik lokal, diharapkan dapat dijadikan acuan dalam manajemen pemeliharaan itik pedaging. 2 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Itik Itik merupakan hewan omnivora (pemakan segala) yang hidup berpasangan dan biasa diternakkan untuk diambil daging dan telurnya. Itik lokal adalah itik asli indonesia yang dikelompokkan berdasarkan lokasi geografis dimana itik tersebut dipelihara. Proses domestikasi dalam waktu yang cukup lama pada lingkungan geografis yang berbeda menghasilkan beragam sifat dan karasteristik berbeda pula. Penamaan itik lokal sesuai nama tempat itik tersebut dipelihara. Di Pulau Jawa, terdapat dua breed itik yang penyebarannya cukup luas, yaitu itik tegal dan itik mojosari. Di kalimantan selatan terdapat itik alabio yang memiliki karasteristik agak berbeda dengan kebanyakan itik lokal lainnya (Presetyo, 2000). Taksonomi itik dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Scanes, et. al., 2004) : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Klas : Aves Super ordo : Carinatae Ordo : Anseriformes Famili : Anatidae Genus : Anas Spesies : Anas platryhynchos (mallard dan domestik) Di Indonesia sebagian besar itik dipelihara secara tradisional yaitu dengan sistim gembala di sawah-sawah lepas panen. Beberapa peternak di Indonesia telah mencoba menerapkan sistem intensif pada ternak itik, namun dengan alasan 3 ekonomis dan kurangnya pengetahuan, tidak sedikit dari mereka yang mengalami kegagalan (Setioko, 1997) Menurut Petheram dan Thahar (1983) yang dikutip dalam Setioko (1997) pemeliharaan itik gembala di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu fully mobile, semi mobile, home based dan opportunist . Fully mobile adalah cara pemeliharaan itik yang selalu berpindah-pindah mengikuti panen padi, dan peternak tidak memiliki rumah tinggal yang tetap. Pada malam hari mereka tinggal di tendatenda didekat kandang itik yang dikelilingi dengan pagar bambu di desa pinggiran areal persawahan . Biasanya mereka pindah cukup jauh dengan menggunakan alat transportasi, secara bersama-sama untuk mengurangi biaya. Namun pada saat sekarang, cara ini sudah semakin sulit untuk dijumpai. Kelompok kedua yaitu semi mobile, yaitu sama dengan kelompok Fully mobile, tetapi peternak memiliki rumah tinggal untuk hidup dengan keluarganya. Pada saat itik mengalami rontok bulu (molting) peternak akan pulang ke rumah dan tinggal bersama keluarga sampai itik mulai bertelur kembali. Cara pemeliharaan home based adalah cara penggembalaan itik yang hanya mengikuti panen di sekitar kampungnya saja, sehingga tidak memindahkan itiknya ke daerah lain . Bila tidak ada panen, biasanya itik dibiarkan berkeliaran di saluran irigasi, kolam, atau genangan air disekitar sawah. Pakan tambahan diberikan berupa jagung, menir, dedak atau gaplek. Pemeliharaan itik secara opportunist adalah peternak membeli itik pada saat menjelang musim panen di kampungnya, dan menjual lagi bila panen usai . Untuk daerah yang memiliki panen padi dua kali per tahun, biasanya peternak memelihara sampai dua periode panen sebelum itiknya dijual. 4 Itik gembala mendapatkan pakan dari sawah selain dari pakan tambahan yang diberikan peternak. Pada saat panen, pakan yang dikonsumsi itik umumnya berupa padi, keong, serangga, daun-daunan dan bahan lain yang tidak dapat dikenal. Bahan tersebut jumlahnya sangat bervariasi antara individual itik, waktu dan tempat atau kondisi sawah. Kandungan nutrisinya juga bervariasi, tetapi rata-rata kandungan protein kasarnya hanya 9,3% dibawah standar kebutuhan untuk itik petelur menurut NRC (Setioko, 1997). Gambaran Umum Kunyit Kunyit adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan. Kunyit memiliki nama latin Curcuma domestica yang menggantikan nama sebelumnya yaitu Curcuma longa. Nama latin Curcuma domestica untuk kunyit diperkenalkan oleh Valeton pada tahun 1918 (Sihombing, 2007). Berikut klasifikasi kunyit (Lal, 2012) Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Subclass : Zingiberidae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val. 5 Tanaman kunyit termasuk jenis tanaman herba yaitu tanaman tahunan yang memiliki tinggi hampir mencapai 1 meter, berbatang pendek, dan berdaun jumbai. Tanaman kunyit dapat tumbuh dimana saja, baik dataran rendah maupun dataran tinggi (Sihombing, 2007). Pada dataran tinggi, tanaman kunyit dapat tumbuh di ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Pertumbuhannya didukung oleh tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, dan di tempat yang sedikit terlindung. Di Indonesia, tanaman kunyit mudah tumbuh hampir di seluruh wilayah, di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, sulawesi, Maluku, lrian, dan lain-lain. Selain di Indonesia, kunyit juga banyak ditanam di Malaysia, Thailand, Cina, India, dan Vietnam (Sihombing, 2007) Kunyit memiliki umbi utama yang terletak di dasar batang, berbentuk elipsoidal, dan berukuran 5 x 2.5 cm. Umbi utama membentuk rimpang yang sangat banyak jumlahnya pada sisi-sisinya. Rimpang-rimpang tersebut berbentuk pendek, tebal, dan lurus atau melengkung, bagian luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, sedangkan di bagian dalamnya berwarna jingga terang atau kuning. Rimpang memiliki rasa yang agak getir dan berbau khas (Sihombing, 2007). Menurut Lal (2012) kunyit memiliki banyak unsur pokok yang memperlihatkan berbagai macam aktivitas biologis, misalnya setidaknya ada 20 molekul antibiotik, 14 cancer preventives, 12 anti-tomor, 12 anti-inflamasi, dan setidaknya 10 antioksidan yang berbeda. Molekul yang paling banyak dikaji oleh para peneliti pada kunyit yaitu tiga zat pewarna curcuminoids, yakni curcumin, demetoksicurcumin, dan bis-demetoksicurcumine. Kurkumin diketahui mengandung aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, anti viral, anti fungi, dan 6 antibiotik. Akram, et. al.(2010) menyatakan bahwa kurkumin tidak bersifat toksik bagi manusia. Dalam ilmu unggas, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat kunyit untuk meningkatkan performa ternak. Sultan, et. al. (2003) melaporkan pemberian kunyit pada level 0.5 % dalam pakan ayam broiler dapat meningkatkan bobot badan, menurunkan konsumsi pakan, yang menghasilkan Feed Convertion Ratio (FCR) yang lebih baik. Selain itu, hasil yang serupa pada penelitian Durrani, et. al. (2006), suplementasi kunyit dengan level 0.5 % pada pakan secara signifikan dapat meningkatkan bobot badan dan menurunkan tingkat konsumsi sehingga nilai FCR lebih baik. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa pemberian kunyit dapat meningkatkan kualitas karkas, mengurangi persentasi lemak, dan meningkatkan bobot daging dada, paha, dan jeroan. Peningkatan bobot badan dan kualitas karkas pada penelitian tersebut dihubungkan pada aktifitas antioksidan pada kunyit melalui stimulasi sintesis protein pada usus oleh aktifitas enzimatis. Pada penelitian Radwan, et. al. (2008), pemberian 0.5 % tepung kunyit secara signifikan menurunkan nilai FCR, meningkatkan bobot badan, meningkatkan produksi telur, bobot telur, serta massa telur pada ayam petelur. World Health Organization (1987) menyatakan bahwa kunyit dan pigmen warna kuning yang terkandung di dalamnya (curcumin) aman digunakan pada makanan manusia dan hewan. Sejauh ini, belum ada publikasi ilmiah yang melaporkan adanya efek negatif tepung kunyit pada pakan unggas ketika digunakan pada konsentrasi yang rendah hingga sedang (Dono, 2012). Berbagai penelitian 7 yang membuktikan manfaat kunyit sebagai pemacu pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Berbagai Penelitian Pemanfaatan Kunyit Sebagai Feed Additive No 1 2 3 4 5 6 Level kunyit Hasil (%) Effect of different levels of 0,25 a) Pada level 0,5 % feed added turmeric 0,50 meningkatkan bobot (Curcuma longa) on the 1,00 badan, menurunkan performance of broiler konsumsi dan FCR chicks pada fase finisher b) Menurunkan FCR pada fase starter c) Meningkatkan bobot karkas Effect of turmeric rhizome 0,25 a) Meningkatkan status powder on the activity of 0,50 kesehatan melalui some blood enzymes in 0,75 aktifitas enzim pada broiler chicken hati Pengaruh suplementasi 0,05 a) Kunyit dengan level kunyit (Curcuma 0,10 0,2 meningkatkan domestica Val.) terhadap 0,20 jumlah eritrosit, perubahan beberapa 0,40 hematokrit, dan komponen darah dan pertambahan bobot pertumbuhan ayam broiler hidup pada suhu panas yang mengalami cekaman panas Turmeric (Curcuma longa) 0,10 a) Meningkatkan root powder and 0,20 pertumbuhan dan mannanoligosaccharides as 0,30 efisiensi pakan setara alternative to antibiotic in dengan antibiotik broiler chicken diet b) Meningkatkan pemanfaatan energi dan nutrisi c) Memiliki aktifitas antimikroba yang setara dengan feed antibiotics Judul The effect of Curcuma longa (turmeric) on overll performance of broiler chicken Effect of dietary supplementation of curcumin on growth performance, intestinal morphology and nutrient Peneliti Durrani, al., 2006 et. Ernadi M dan kermanshasi H, 2007 Kusnadi dan Rachmat, 2010 Samarasinghe et. al., 2003 0,25 0,50 1,00 a) Meningkatkan Sultan , 2003 performa secara umum pada ayam broiler 0,10 0,15 0,20 a) Pada level 0,2 % Rajput et. al., meningkatkan bobot 2012 badan dan efisiensi pakan serta 8 utilization chicken 7 of broiler The biochemical protective role of some herbs against aflatoxins in duckling : turmeric 0,50 1,00 2,00 menurunkan lemak abdominal b) Mengefisienkan penyerapan nutrisi pada usus halus a) Menghambat Ayoub et. al. pertumbuhan dan 2011 produksi aflatoxins dari Aspergillus flafus Dari berbagai penelitian yang tertera pada Tabel 1, membuktikan bahwa kunyit dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan alami yang berfungsi untuk meningkatkan performa ternak unggas serta memperlihatkan efek positif bahkan jika digunakan dalam dosis yang rendah (0.2 % dari berat pakan). Namun, informasi mengenai manfaat kunyit pada ternak itik masih minim dan memerlukan kajian lebih lanjut. Aktifitas Zat Aktif Pada Kunyit Kunyit merupakan salah satu tanaman obat yang banyak diteliti khasiatnya. Sejauh ini, kunyit memiliki 235 senyawa yang telah ditemukan dan diisolasi dari daun, bunga, akar, dan umbinya termasuk diantaranya 22 diarylheptanoids dan diarylpentanoids, 8 phenylpropene dan senyawa fenol lainnya, 68 monoterpenes, 109 ses- quiterpenes, 5 diterpenes, 3 triterpenoids, 4 sterols, 2 alkaloids, dan 14 senyawa lain (Li, et. al., 2011) Kunyit diketahui memiliki aktifitas antibakteri (Lawhavinit, et. al., 2010, Moghadamtousi, et. al., 2014), antioksidan (Nisar, et. al., 2015, Osawa, et. al., 1995), anti-inflamasi (Akram, et. al., 2014, Chainani, 2003), antiviral (Moghadamtousi, et. al., 2010, Chen, et. al., 2010), antifungal (Moghadamtousi, et. al., 2014), anticoccidial (Abbas, et. al., 2010), nematocidal (Kiuchi, et. al., 1993), dan hepatoprotektif (Akram, et. al.,2010, Ayoub, et. al., 2011). 9 1. Antibakteri Infeksi bakteri merupakan salah satu kendala utama dalam peternakan unggas. Ekstrak kurkumin diketahui memiliki aktifitas antibakteri dan sangat efektif dalam menghambat serangan berbagai strain bakteri patogen. Mekanisme aksi kunyit sebagai antibakteri sangat bervariasi misalnya ikatan hidrogen senyawa phenol pada membran protein, perusakan membran sel, mengganggu rantai transpor elektron dan perusakan dinding sel. Pada studi yang dilakukan Lawhavinit, et. al. (2010) diketahui ekstrak etanol dan heksana kunyit dan kurkuminoid menghambat 24 strain bakteri patogen yang diisolasi dari ayam dan undang. Ekstrak etanol dan heksana kunyit menghambat 13 strain bakteri antara lain Vibrio harveyi, V. Cholerae, V. Alginolyticus, V. cholerae, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus, V. vulnificus, Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae, Staphylococcus aureus, Staph. epidermidis, Staph. intermidis, Bacillus subtilis, B. cereus dan Edwardsiella tarda, sedangkan kurkuminoid menghambat 8 strain bakteri yaitu A. hydrophila, Str. agalactiae, Staph. aureus, Staph. epidermidis, Staph. intermidis, B. subtilis, B. cereus and Ed. tarda. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak etanol kunyit, kurkominoid, dan ekstrak heksana kunyit berturut turut yaitu berkisar 3.91-125, 3.91-500, dan 125-1000 ppt. Lawhavinit, et. al. (2010) juga menyebutkan bahwa minyak atsiri dari kunyit yang dikombinasikan dengan asam askorbat menunjukkan aktifitas antibakteri terhadap Salmonella typhimurium dan Listeria monocytogenesis. Lebih lanjut Moghadamtousi et. al. (2014) menyatakan minyak atsiri kunyit diketahui aktif dalam menghambat Bacillus coagulans, Staphilococcus aureus, Bacillus subtilis dan E. coli. 10 2. Antioksidan Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat mencegah dan menghambat terjadinya reaksi oksidatif akibat serangan radikal bebas. Radikal bebas yang memiliki elektron yang tidak berpasangan dapat terbentuk pada proses metabolisme normal maupun dalam kondisi patologis. Senyawa yang dapat terserang oleh radikal bebas berpotensi menyebabkan berbagai penyakit. Antioksidan memiliki peranan penting dalam melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat dari radikal bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS). Radikel bebas juga diketahui sebagai penyebab terjadinya peroksidasi lipid yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan kerusakan pada jaringan tubuh (Nisar, et. al., 2015). Mujahid et. al., (2007) menyatakan keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya disebut stress oksidatif. Kunyit dan berbagai komponennya diketahui memiliki aktifitas antioksidan yang kuat dibandingkan dengan vitamin E, C, dan A. Studi menunjukan bahwa kurkumin memiliki efek antioksidan delapan kali lebih kuat dibandingkan vitamin E dalam menghambat peroksidasi lipid (Nisar, et. al., 2015). Osawa, et. al., (1995) dalam penelitiannya secara in vitro pada sel darah kelinci menemukan bahwa diantara tiga senyawa curcuminoid yang dominan pada kunyit ( curcumin, demetoksikurkumin, dan bis-demetoksikurkumin) curcumin memiliki aktifitas antioksidan yang paling kuat. Hal tersebut mejadikan kunyit sebagai kandidat kuat dalam penyediaan antioksidan alami bagi pakan unggas. 11 3. Anti-Inflamasi Serangan agen patogen pada ternak unggas dapat menyebabkan peradangan atau inflamasi pada organ dan jaringan tubuh yang mengarah pada menurunnya produktifitas ternak. Kunyit yang mengandung minyak atsiri dan kurkumin berpotensi sebagai agen anti-inflamasi yang baik. Pemberian kurkumin secara oral pada kasus inflamasi akut diketahui seefektif kortisone dan phenylbutazone, dan satu setengah kali lebih efektif pada kasus inflamasi kronis. Pada tikus, pemberian kunyit secara oral dapat mengurangi peradangan secara signifikan dibandingkan dengan kontrol (Akram, 2010). Studi secara in vitro maupun in vivo menunjukkan mekanisme aksi kunyit sebagai antiinflamasi bervariasi. Kurkumin diketahui dapat menghambat sintetis beberapa molekul yang berperan dalam proses inflamasi seperti phospolipase, lipoxygenase, leukotrines, thromboxane, prostaglandin, nitrit oksida, colagenase, elastase, hyalurodinase, interferon-inducible protein, Tumor Necrosis Factor (TNF), dan interrleukin-12 (IL-12) (Chainani, 2003) 4. Antiviral Kunyit yang mengandung kurkumin diketahui dapat menghambat perkembangan berbagai varietas virus, misalnya Parainfluenza virus type 3 (PIV3), Feline infectious peritonitis virus (FIPV), Vesicular stomatitis virus (VSV), Herpes simplex virus (HSV), Flock house virus (FHV), and Respiratory syncytial virus (RSV) (Moghadamtousi, et. al., 2010). Selain itu, studi in vitro yang dilakukan Chen, et. al. (2010) menunjukkan bahwa penggunaan 30 µm curcumin menguragi koloni virus hingga 90 % pada kultur yang dilakukan. Pada studi 12 tersebut juga memperlihatkan efek langsung kurkumin dalam mengurangi infeksi virus melalui penghambatan haemagglutinasi pada virus H1N1 dan H6N1. Lebih lanjut penggunaan kunyit tidak memperlihatkan adanya perkembangan virus yang resisten, berbeda dengan penggunaan amantadine (obat yang bisa digunakan dalam pengobatan influenza) terhadap virus H1N1 dan H6N1. 5. Antifungal Kunyit diketahui memiliki aktifitas antifungal. Moghadamtousi, et. al. (2014) menyatakan pemberian tepung kunyit dengan dosis 0.8 dan 1.0 g/L pada kultur jaringan tumbuhan menunjukkan aktifitas menghambat kontaminasi fungi. Selain itu, ekstrak metanhol kunyit menunjukkan aktifitas antifungi terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida altican dengan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) 128 -256 µ/ml. Ekstrak heksana kunyit pada dosis 100 mg/L juga menunjukkan aktifitas antifungi terhadap Rhizoctonia solani, Phytophthora infestans, dan Erysiphe graminis. Ekstrak etil asetat kunyit dengan dosis 1000 mg/L menghambat pertumbuhan R. solani, P. infestans, Puccinia recondita, dan Botrytis cinerea. Kurkumin dengan dosis 500 mg/L juga menunjukkan aktifitas antifungi terhadap R. solani, Pu. recondita, dan P. Infestans. 6. Anticoccidial Koksidiosis merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya bagi unggas. Tingkat mortalitas bagi flock yang terinfeksi cukup tinggi. Pada studi yang dilakukan Abbas, et. al. (2010) menunjukkan bahwa kunyit memiliki aktivitas anticoccidial. Pemberian kunyit dengan dosis 3 % memberikan pengaruh yang sama dengan salinomycin sodium pada ayam broiler. Dalam penelitian tersebut juga 13 menunjukkan bobot badan yang semakin tinggi seiring meningkatnnya dosis kunyit yang diberikan pada grup yang terinfeksi Emeiria tanella. 7. Nematocidal Studi yang dilakukan Kiuchi et. al., (1993) menunjukkan kunyit juga memiliki aktifitas nematocidal. Pada studi tersebut, dilaporkan bahwa salah satu komponen kurkuminoid, yaitu cyclocurcumin berperan penting dalam aksi sinergis bersama kurkuminoid lainnya dan menunjukkan efek nematocidal yang kuat pada larva Toxocara canis. 8. Hepatoprotektif Kunyit diketahui memiliki karasteristik hepatoprotektif yang serupa dengan silymarin. Studi menunjukkan bahwa kunyit memiliki efek hepatoprotektif terhadap berbagai gangguan toxic seperti carbon tetra chloride, galactosamine, acetaminophene (paracetamol) dan Aspergillus aflatoxin. Pada tikus yang diberi carbon tetraclhoride level akut dan sub akut menunjukkan pemberian kunyit secara signifikan mengurani kerusakan pada hati. Selain itu, ekstrak kunyit menghambat produksi aflatoxin sebesar 90 % pada anak itik yang diinfeksi Aspergillus parasiticus (Akram, et. al., 2010). Lebih lanjut, studi yang dilakukan Ayoub et. al., (2011) menyatakan aflatoksin memiliki efek hepatotoxic dengan menurunkan total protein serum, albumin, dan glutathione dan meningkatkan kadar kolesterol, dan kadar peroksidasi lipid. Dalam penelitian tersebut membuktikan kunyit memiliki efek hepatoprotektif dengan meningkatkan total protein serum, albumin, dan glutathion serta menurunkan kadar kolesterol dan level peroksidasi 14 lipid. Pemberian kunyit dalam pakan dengan dosis 2,0 % juga dapat menghambat produksi aflatoksin dari Aspergillus flavus hingga 59,46 %. 15 METODE PENELITIAN Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2016 yang bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik lokal sebanyak 64 ekor yang didatangkan dari penetasan rakyat di Kabupaten Sidenreng Rappang dengan jenis kelamin campuran (unsexed), tepung kunyit, air minum dan vita stres. Pakan yang digunakan terdiri dari jagung kuning, pollard, bungkil kedelai, Meat and Bone Meal (MBM), dedak, grit, lysin dan methionin. Alat yang digunakan adalah kandang terbuka (open house), sekat bambu, tempat pakan, tempat minum, lampu pijar, wadah, dan timbangan digital merek Electronic Scale SCA-301 dengan keakuratan 1 g. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Tiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik sebagai sub-ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu pemberian 4 jenis pakan yang berbeda yaitu : K0 = Pakan basal + 0 % tepung kunyit K1 = Pakan basal + 0,5 % tepung kunyit K2 = Pakan basal + 1 % tepung kunyit K3 = Pakan basal + 2 % tepung kunyit 16 Perlakuan pemberian tepung kunyit dilakukan melalui pakan dan dimulai pada hari pertama hingga akhir periode pemeliharaan yaitu pada umur 70 hari dengan level penambahan sesuai perlakuan. Prosedur Penelitian 1. Kandang unit percobaan Kandang yang digunakan adalah kandang terbuka berdinding bambu. Didalam kandang, dibuat petak untuk setiap unit percobaan menggunakan sekat bambu yang berukuran panjang 120 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 70 cm dan dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, dan lampu sebagai penerangan. Adapun alas kandang menggunakan litter dari serbuk gergaji. Tiap petak berisi 4 ekor itik umur satu hari (DOD, Day Old Duck) berjenis kelamin campuran (unsexed) yang diperoleh dari penetasan rakyat di Kabupaten Sidenreng Rappang. 2. Pembuatan tepung kunyit Kunyit yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional yang ada di Kota Makassar. Cara pembuatan tepung kunyit adalah kunyit dicuci sampai bersih, diiris tipis, kemudian disebar dalam oven tray (kotak berisi talang) pada udara panas dengan suhu sekitar 55 – 60o C. Sumber panas berasal dari 3 buah lampu pijar 40 watt yang digantung sekitar 40 cm diatasnya yang dilengkapi dengan kipas angin untuk menyebarkan panas. Proses pengeringan berlangsung sekitar 4-6 hari untuk memastikan konsistensinya telah siap digiling dalam bentuk tepung. 3. Pakan dan air minum Pakan yang digunakan berbentuk tepung (mash) dan diformulasikan sesuai rekomendasi (SNI, 2006). Pakan diberikan dua kali dalam sehari dan ditimbang 17 dengan jumlah pemberian sesuai dengan Tabel 2. Komposisi pakan dan kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3. Air minum yang diberikan merupakan air bersih yang berasal dari sumur bor. Tabel 2. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Umur Pemeliharaan. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Umur (hari) 1–7 8 – 14 15 – 21 22 – 28 29 – 35 36 – 42 43 – 49 50 – 56 57 – 63 64 – 70 Jumlah pakan yang diberi (g/ekor/hari) 15 41 53 79 108 108 125 125 143 150 Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan Dan Kandungan Nutrisi Pakan Basal Starter Uraian Jagung kuning Pollard Bungkil kedelai MBM Dedak Grit Lysin Methionin Kandungan nutrisi* Air Abu Protein (%) LK (%) SK (%) BETN (%) *Berdasarkan hasil analisis Universitas Hasanuddin Komposisi (%) 40,0 10,0 15,0 9,0 25,0 0,4 0,3 0,3 12,21 8,06 19,57 11,90 7,42 53,05 di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, 4. Pemeliharaan ternak Pemeliharaan ternak dilakukan selama 70 hari. Pada umur 1 – 14 hari, itik ditempatkan pada kandang unit percobaan dengan kepadatan 1 m2 untuk 4 ekor dan digunakan lampu pijar dan digantung setinggi 30 cm sebagai pemanas pengganti indukan. Pada umur 15 – 70 hari, lampu pijar dinaikkan untuk menyesuaikan suhu 18 dan sebagai sumber cahaya. Pada malam hari, sisi kandang ditutup menggunakan tirai untuk melindungi itik dari angin dan suhu dingin. Petak kandang unit percobaan ditempatkan secara berjejer dan pengacakan dilakukan setiap unit percobaan dengan masing masing petak diisi 4 ekor itik. Lama pencahayaan selama penelitian adalah 24 jam. Parameter yang diukur 1. Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot badan yaitu selisih bobot hidup pada saat akhir tertentu dengan bobot hidup semula (Purba, 2011). PBB = BBt – BBt-1 Keterangan : PBB = Pertambahan Bobot Badan BB = Bobot Badan t = Umur (minggu) 2. Konsumsi pakan Menurut Purba (2011) konsumsi pakan merupakan banyaknya pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan atau angka yang menunjukkan rata-rata jumlah pakan yang dapat dikonsumsi seekor ternak dengan periode pemeliharaan. Perhitungan konsumsi dilakukan tiap 7 hari selama pemeliharaan. Secara matematis, konsumsi pakan dapat dihitung dengan rumus : Konsumsi pakan (g/ekor) = Pakan pemberian – Pakan sisa 19 3. Konversi pakan (Feed Convertion Ratio, FCR) Konversi pakan adalah pembagian antara jumlah pakan yang dikonsumsi pada minggu tertentu dengan pertambahan bobot hidup yang didapat pada minggu itu pula (Purba, 2011). FCR = KP PBM Keterangan : FCR = Feed Convertion Ratio (Konversi Pakan) KP = Konsumsi Pakan Mingguan (g) PBM = Pertambahan Bobot Mingguan (g) 4. Mortalitas Mortalitas merupakan persentasi jumlah ternak yang mati. Angka mortalitas dapat diperoleh dengan cara menghitung total ternak yang mati selama penelitian dibagi dengan jumlah ternak awal dikalikan 100 % (Purba, 2011) Mortalitas (%) = jumlah ternak mati jumlah ternak dipelihara x 100 % Analisis Data Data yang dperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan model matematika sebagai berikut: Yij = μ + τi + єj i = 1, 2, 3 dan 4 j = 1, 2, 3 dan 4 20 Keterangan: Yij = Hasil pengamatan dari peubah pada penggunaan tepung kunyit ke-i dengan ulangan ke-j μ = Rata-rata pengamatan τi = Pengaruh perlakuan tepung kunyit ke-i є = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Perlakuan yang berbeda nyata terhadap perubah yang diukur maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991). 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa itik lokal yang diberi tepung kunyit dengan level berbeda umur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Lokal Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Kunyit dalam Pakan Perlakuan Parameter K0 K1 K2 K3 Pertambahan 103,78±7,59 107,45±6,97 108,16±10,02 106,01±3,90 bobot badan (g/ekor/minggu) Konsumsi 5842,13±400,39 5728,29±299,58 6168,93±205,08 6159,17±272,38 (g/ekor) Bobot Badan 1100,62±75,58 1139,16±70,40 1144,58±98,15 1124,37±43,43 akhir (g) Feed convertion 5,32±0,50 5,05±0,53 5,41±0,49 5,48±0,40 ratio (FCR) 12,50±14,43 12,50±14,43 12,50±14,43 12,50±14,43 Mortalitas (%) Keterangan : K0 (0 % tepung kunyit); K1 (0,5 % tepung kunyit); K2 (1% tepung kunyit); K3 (2 % tepung kunyit) Pertambahan Bobot Badan (PBB) Pertambahan bobot badan didefinisikan sebagai pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh yang lain (Anggorodi, 1990). Rata-rata pertumbuhan bobot badan yang diperoleh selama penelitian berkisar 103,78 – 108,16 g / minggu. Dilihat dari Tabel 4, secara numerik terdapat kecendrungan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada kelompok itik yang diberi tepung kunyit pada level 0,5 % dan 1 % dan menurun pada level 2 % namun masih lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Meskipun begitu, hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh signifikan dari pemberian tepung kunyit pada pakan pada pertambahan bobot badan (P>0,05). Hal ini berarti pemberian tepung kunyit hingga 2 % dalam pakan tidak mengganggu laju pertumbuhan dari ternak itik. Hal tersebut diduga karena jumlah konsumsi pakan 22 itik tidak jauh berbeda satu sama lain sementara kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan sama sehingga laju pertumbuhan juga tidak berbeda nyata. Ensminger (1992) menyatakan laju pertumbuhan merupakan sifat yang diturunkan (terkait genetik) dan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan lingkungan. Pernyataan tersebut didukung oleh Campbell (1997) yang menyatakan kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar salah satunya bergantung kepada kualitas pakan yang digunakan Beberapa bangsa itik lokal petelur seperti yang banyak diternakkan di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang paling tnggi diperoleh pada anak itik jantan Bali, Mojosari, Tegal, Turi, Magelang dan Alabio (Iskandar et.al. 1994). Setioko et.al. (1994) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan maksimum itik terjadi pada umur 4-10 minggu dan menurun cepat setelah itu, Sedangkan Brahmantyo et.al. (2007) yang dikutip oleh Putra (2007) mendapatkan hasil yang sedikit berbeda yaitu peningkatan pertumbuhan bobot badan itik jantan Pengagan hanya terjadi sampai umur 9 minggu, kemudian turun setelah itu. Konsumsi Pakan Rataan konsumsi pakan yang diperoleh selama penelitian berkisar 5728,29 – 5842,13 g/ekor. Secara numerik, Tabel 4 menunjukkan perlakuan K1 (0,5 % kunyit) mengkonsumsi pakan sedikit lebih rendah dibanding kelompok perlakuan lainnya dan kelompok perlakuan K2 (1 % kunyit) dan K3 (2 % kunyit) mengkonsumsi pakan sedikit lebih tinggi dibandingkan kontrol dan memperoleh bobot badan yang lebih tinggi pula. Namun, analisis ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari pemberian tepung kunyit terhadap konsumsi 23 pakan (P>0,05). Sejalan dengan hasil penelitian ini Samarasinghe et.al. (2003) melaporkan tidak adanya pengaruh yang signifikan pada konsumsi ayam broiler yang diberi tepung kunyit hingga 3 g/kg pada pakan. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Rajput et.al. (2012) bahwa penambahan tepung kunyit hingga 200 mg/kg pakan pada ayam broiler tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi pakan. Tidak adanya pengaruh signifikan pada konsumsi pakan diduga karena tepung kunyit diberikan dalam jumlah yang sangat kecil membuat zat aktif pada kunyit belum mampu memberikan pengaruh yang nyata. Wahyu (1997) menyatakan bahwa hewan ternak akan berhenti makan jika kebutuhan nutrisinya telah terpenuhi. Zat antibakteri pada kunyit yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi di usus (Samarasinghe, 2003) diduga belum cukup dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang lebih cepat dalam tubuh itik dan menyebabkan konsumsi pakan pada tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Bobot Badan Akhir Rataan bobot badan itik lokal yang diberi tepung kunyit disajikan pada Tabel 4 berkisar antara 1100,62 – 1144,58 g. Dilihat dari Tabel 4, secara numerik terdapat kecendrungan peningkatan bobot badan pada kelompok itik yang diberi tepung kunyit pada level 0,5 % dan 1 % dan menurun pada level 2 % namun masih lebih tinggi dibanding kontrol. Meskipun begitu berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung kunyit dengan level berbeda ( 0 %, 0,5 %, 1 %, dan 2 %) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan itik (P > 0,05), yang berarti pemberian tepung kunyit hingga 2 % tidak memberikan efek negatif 24 terhadap bobot badan itik lokal. Hal tersebut diduga disebabkan karena konsumsi pakan ternak itik tidak jauh berbeda, sehingga nutrisi yang diserap oleh tubuh ternak juga hampir sama menghasilkan bobot hidup yang tidak berbeda secara signifikan. Sonjaya (2013) menyatakan konsumsi makanan merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan, baik jenis pakan maupun komposisi zat-zat penyusun pakan tersebut. Peranan nutrisi dalam mempengaruhi pertumbuhan didasarkan atas tiga hal yaitu ada tidaknya unsur esensial makanan, komposisi pakan atau keseimbangan antara zat zat makanan, dan level energi pakan. Serupa dengan hasil penelitian ini, Sinurat et. al. (2009) dalam penelitiannya terhadap ayam broiler menyatakan bahwa pemberian tepung kunyit hingga 500 mg/kg pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot hidup ayam broiler. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Asmarasari dan Suprijatna (2008) bahwa penambahan kunyit dalam pakan hingga 9 % tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot akhir pada ayam broiler. Namun hasil yang berbeda dilaporkan oleh Sultan et.al. (2003) bahwa pemberian tepung kunyit 0,5 % secara signifikan dapat meningkatkan bobot hidup pada ayam broiler. Dalam penelitian tersebut peningkatan bobot badan ayam dihubungkan pada aktifitas antioksidan yang dimiliki oleh kunyit. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rajput et.al. (2013) menunjukkan pemberian tepung kunyit 0,2 % secara signifikan meningkatkan bobot badan ayam broiler. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya aktifitas antioksidan dan antibakteri dari senyawa kurkuminoid pada kunyit. Kehadiran antioksidan dalam pakan dapat mencegah kerusakan jaringan tubuh akibat serangan radikal bebas sehingga ternak menjadi lebih sehat, sedangkan 25 antibakteri dapat mengurangi populasi koloni bakteri dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan nutrisi makanan menjadi lebih baik dan berakibat pada bobot badan yang lebih tinggi. Bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini seperti tersaji pada Tabel 4 lebih rendah dibandingkan bobot hidup Itik Alabio dan Itik Cihateup yaitu 1315 g dan 1236 g (Randa, 2007), Itik Tegal 1270 g dan Itik Mojosari 1223 g (Arifah, 2013) pada umur yang sama. Sedangkan lebih tinggi dibandingkan Itik Magelang yakni 1021 g (Arifah, 2013). Bervariasinya bobot hidup berbgai itik lokal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan jenis ternak (Randa, 2007) jenis kelamin, tatalaksana pemeliharaan, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan (North and Bell, 1990 dikutip oleh Putra, 2007), bentuk fisik pakan serta tataletak tempat pakan dan tempat minum (Putra, 2007). Feed Convertion Ratio (FCR) FCR (feed convertion ratio) merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam setiap pemeliharaan ternak untuk melihat seberapa efisien pakan digunakan. Semakin kecil nilai FCR menunjukkan semakin efisien panggunaan pakan yang diberikan. Rataan nilai FCR yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 5,05 – 5,48 g. Secara numerik, Tabel 4 menunjukkan perlakuan K1 (0,5 % kunyit) memiliki nilai FCR sedikit lebih rendah dibanding kelompok perlakuan lainnya dan kelompok perlakuan K2 (1 % kunyit) dan K3 (2 % kunyit) memiliki nilai FCR sedikit lebih tinggi dibandingkan kontrol. Meskipun begitu, hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan pemberian level kunyit yang berbeda terhadap nilai FCR (P>0,05) 26 yang berarti pemberian kunyit tidak menurunkan efisiensi pakan yang digunakan. Hal ini diduga karena ternak itik yang dipelihara secara intensif dalam kandang tertutup menyebabkan serangan patogen menjadi lebih rendah dan ternak tidak dalam kondisi terserang patogen, membuat pakan yang dikonsumsi ternak itik diserap lebih baik sehingga kehadiran kurkumin dalam kunyit dengan dosis kecil memperlihatkan pengaruh yang tidak begitu besar. Namun dalam kondisi ternak mengalami serangan patogen yang tinggi, kunyit menunjukkan pengaruh yang cukup besar. Abbas et. al. (2010) melaporkan bobot badan ayam broiler yang diberi kunyit 3% dalam pakan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak diberi kunyit pada ayam yang terinfeksi E. tenella, namun memiliki bobot badan yang sama dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang tidak terinfeksi. Selain itu, Dono (2012) menyatakan aktifitas antibiotik yang dimiliki kurkumin dalam kunyit dapat meningkatkan efisiensi pakan dengan melindungi ternak dari serangan patogen dan menghasilkan kualitas daging yang lebih baik. Nilai konversi pakan yang diperoleh pada penelitian ini terbilang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai konversi pakan itik magelang, itik tegal dan itik mojosari yang berkisar antara 4,10 sampai 4,45 (Arifah dkk., 2013), namun lebih rendah dibanding nilai konversi pakan itik alabio dan itik cihateup pada penelitian Randa (2007) yaitu 8,88 dan 8,92. Nilai konversi pakan yang hampir serupa dengan hasil penelitian ini dikemukakan oleh Putra (2007) pada itik lokal jantan yaitu berkisar antara 5,11 sampai 5,64. Bervariasinya nilai konversi pakan pada berbagai jenis itik lokal indonesia ini diduga disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain genetik itik, 27 pakan yang digunakan, kondisi lingkungan serta metode pemeliharaan yang diterapkan. Sejalan dengan penelitian ini, Sinurat et.al. (2009) melaporkan pemberian tepung kunyit 500 mg/kg tidak berpengaruh nyata terhadap nilai FCR pada ayam broiler. Asmarasari dan Suprijatna (2008) juga melaporkan pemberian tepung kunyit dalam pakan hingga 9 % tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai FCR pada ayam broiler. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Durrani et.al. (2006), Samarasinghe et.al. (2003), Rajput et.al. (213), dan Sultan (2003) pada percobaan terhadap ayam broiler menyatakan pemberian tepung kunyit dalam pakan pada berbagai level secara signifikan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan menurunkan nilai FCR. Meningkatnya efisiensi pakan dapat disebabkan oleh senyawa curcuminoid yang terdapat dalam kunyit yang memiliki aktifitas antibakteri (Lawhavinit et.al. 2010 dan Moghaadamtousi et.al. 2014). Menurut Dhama et.al. (2014) keberadaan antibakteri pada saluran pencernaan unggas dapat menjaga keseimbangan mikroflora dalam usus dimana bakteri patogen seperti E.coli atau bakteri Gram-negatif lainnya yang dapat menyebabkan inflamasi pada mukosa usus dapat dihambat, sehingga penyerapan nutrisi pakan lebih baik. Selain itu antibakteri dalam pakan juga dapat mengurangi persaingan nutrisi antara mikroba dan ternak inang itu sendiri sehingga nutrisi pakan yang tersedia lebih banyak. Lebih lanjut Dhama et.al. (213) menyatakan antibakteri dapat meningkatkan penyerapan nutrisi karena dinding usus lebih tipis akibat berkurangnya koloni mikroba sehingga permukaan usus yang bertugas menyerap nutrisi pakan lebih luas. 28 Mortalitas Mortalitas merupakan persentase jumlah ternak yang mati. Nilai mortalitas pada penelitian ini yaitu 12,5 % baik perlakuan yang diberi kunyit maupun perlakuan kontrol. Hal ini berarti kunyit tidak memiliki kandungan yang dapat menyebabkan kematian pada ternak itik. Dono (2012) menyatakan belum ada publikasi ilmiah yang melaporkan adanya efek buruk penggunaan kuyit yang diberi pada dosis sedang. Selain itu, World Health Organization (WHO) (1987) menyatakan kunyit dan kandungan kurkumin didalamnya aman digunakan pada makanan manusia dan ternak. Meskipun begitu, nilai mortalitas yang diperoleh pada penelitian ini terbilang cukup tinggi yaitu 12,5 % dari total populasi (64 ekor). Hal tersebut diduga karena keadaan lingkungan yang berubah-ubah, variasi suhu yang cukup tinggi, serta kehadiran berbagai predator yang menyebabkan tingkat cekaman dan stress meningkat, menjadi penyebab meningkatnya nilai mortalitas ternak itik. 29 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian tepung kunyit dalam pakan hingga taraf 2 % tidak berpengaruh nyata terhadap performa itik lokal yang meliputi pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, bobot badan akhir, FCR (Feed Convenrtion Ratio), dan mortalitas. Saran Penelitian mengenai penggunaan tepung kunyit pada ternak itik sebaiknya dilakukan peningkatan level pemberian kunyit serta diberi perlakuan dimana ternak mengalami cekaman atau terserang organisme patogen . 30 DAFTAR PUSTAKA Abbas, R.Z., Z. Iqbal, M.N. Khan, M.A. Zafar, and M.A. Zia. 2010. Anticoccidial activity of Curcuma longa L. in broilers. Braz. Arch. Biol. Technol. 53 (1) : 63-67. Akram, M., S. Uddin, A. Afzal, K. Usmanghani, A. Hannan, E. Muhiuddin, and M. Asif. 2010. Curcuma longa and curcumine : a review article. Rom. J. Biol.Plant Biol. 55 (2) : 65 – 70. Alyandari N.R. 2014. Performa itik rambon jantan fase pertumbuhan pada pemberian ransum dengan kandungan energi-protein berbeda. Skripsi. Universitas Padjadjaran : Bandung. Arifah N., ismoyowati, dan N. Iriyanti. 2013. Tingkat pertumbuhan dan konversi pakan pada berbagai itik lokal jantan (Anas plathyrhinchos) dan itik manila jantan (Cairrina moschata). Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (2) : 718-725. Asmarasari S.A. dan E. Suprijatna. 2008. Pengaruh penggunaan kunyit dalam ransum terhadp performans ayam broiler. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. P : 657-662. Ayoub, M., A. El-far, N. Taha, M. Karshom, A. Mandour, A. Abdul-hamied, and M.S. El-neweshi. 2011. The biochemical protective role of some herb against aflatoxicosis in duckling : I. Turmeric. Lucrari Stiintifice. 50 : 150 – 159. Campbell, T.W. 1997. Avian Hematology and Cytology. 3th Ed. Llowa State University Press. Ames. Chainani, W. 2003. Safety and anti-inflammatory activity of curcumin: a component of tumeric ( Curcuma longa). J. Alter. Compl. Med. 9 (1) : 161168. Chen, D.Y., J.H. Shien, L. Tiley, S.S. chiou, S.Y. Wang, T.J. Chang, J.Y. Lee, K.W. Chan, W.L. Hsu. 2010. Curcumin inhibits influenza virus infection and haemagglutination activity. Food Chem. 119 (4) : 1346–1351. Dhama K., R. Tiwari, R.R. khan, S. Chakraborti, M. Gopi, K. Karthik, M. Saminathan, P.A. Desingu, and L.T. Sungkara. 2014. Growth promotor and novel feed additives amproving poultry production and health, bioactive principles and beneficial application : the trends and advances – a review. Inter. J. Pharmacol. P : 1-31. Ditjennak. 2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktoran Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI : Jakarta Dono, N. D. 2012. Nutritional strategies to improve enteric health and growth performance of poultry in the post antibiotic era. PhD Thesis Collage of Medical, Veterinary and Life Science, University of Glasgow : Scotland. 32 Durrani, F. R., M. Ismail, A. Sultan, S. M. Suhail, N. Chand, and Z. Durrani. 2006. Effect of different levels of feed added turmeric (Curcuma longa) on the performance of broiler chicks. J. Agrl. Bio. Sci. 1 : 9-11. Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series).3th Ed.Interstate Publisher, Inc. Danville, Illionis. Ernadi, M., and H. Kermanshashi. 2007. Effect of turmeric rhizome powder on the activity of some blood enzymes in broiler chicken. Inter. J. Poul. Sci.. 6 (1) : 48 – 51. Gaspersz, 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito: Bandung Iskandar S., T. Antawijaya, A. Lasmini, D. Zainuddin, T. Murtisari, B. Wibowo, T. Susanti. 1994. Respon pertumbuhan anak itik jantan jenis tegal, magelang, turi, mojosari, bali, dan alabio terhadap ranssum berbeda kepadatan gizi. Prosiding pengolahan dan komunikasi hasil-hasil penelitian. Balai penelitian ternak ciawi, bogor. Hlm. 549-559. Kiuchi, F., Y. Goto, N. Sugimoto, N. Akao, and Y. Tsuda. 1993. Nematocidal activity of turmeric : synergistic action of curcuminoids. Chem. Pharm. Bull. 41 (9) : 1640-1643. Kusnadi, E., dan A. Rachmat. 2010. Pengaruh suplementasi kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap perubahan komponen darah dan pertumbuhan ayam broiler yang mengaami cekaman panas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pp: 760 – 765. Lal, J. 2012. Turmeric, curcumin and our Life: a review. Bull. Environ. Pharmacol. Life Sci. 1 (7) : 11 – 17. Lawhavinit, O., N. Kongkathip, and B. Kongkathip. 2010. Antimicrobial activity of curcuminoids from curcuma longa l. on pathogenic bacteria of shrimp and chicken. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 44 : 364 – 371. Li, S., W. Yuan, G. Deng, P. Wang, and P. Yang. 2011. Chemical compotition and product quality control of turmeric (Curcuma longa L.). Phar. Crops. 2 : 2854. Moghadamtousi, S. Z., H. A. Kadir, P. Hassandarvish, H. Tajik, S. Abubakar, and K. Zandi. 2014. A Review on antibacterial, antiviral, and antifungal activity of curcumin. BioMed Research International. P : 1-12. Mujahid, A., N.R. Pumford, W. Bottje, K. Nakagawa, T. Miyazawa, Y. Akiba, and M. Toyomizu. 2007. Mitochondrial oxidative damage in chicken skeletal muscle induced by acute heat stress. J. Poult. Sci. 44 (4) : 439-445. National research council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry : Ninth Revised Edition. National Academy Press : Washington, D.C. 33 Nisar, T., M. Iqbal, A. Raza, M. Safdar, F. Iftikar, and M. Waheed. 2015. Turmeric: a promising spice for phytochemical and antimicrobial activities. AmericanEurasian J. Agric. & Environ. Sci., 15 (7): 1278-1288. Osawa, T., Y. Sugiyama, M. Inayoshi, and S. Kawakishi. 2015. Antioxidative activity of tetrahydrocurcuminoids. Biosci. Biotech. Biochem., 59 (9) : 16091612. Prasetyo, L.H. 2000. Village breeding programme for local breed of duck in indonesia. Proceeding of Worksop on Developing Breeding Strategies for Lower Input Animal Production Environment. Italy, September 22 – 25, 2000. Pp 479 - 483 Putra C.N.A. 2007. Pengaruh Penempatan Tempat Air Minum dan Bentuk Fisik Pakan terhadap Performa Itik Lokal Jantan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Radwan, N. L., R. A. Hassan, E. M Qota, and H. M. Fayek. 2008. Effect of natural antioxidant on oxidative stability of eggs and productive and reproductive performance of laying hens. Inter. J. Poult. Sci. 7 : 134-150. Rajput, N., N. Muhammah, R. Yan, X. Zhong, and T. Wang. 2013. Effect of dietary supplementation of curcumin on growth performance, intestinal morphology and nutrients utilization of broiler chicks. J. Poult. Sci. 50 : 44-52. Randa S.Y. 2007. Bau Daging dan Performa Itik Akibat Pengaruh Perbedaan Galur dan Jenis Lemak serta Kombinasi Komposisi Antioksidan (Vitamin A, C, dan E) dalam Pakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor : Bogor. Samarasinghe, K., C. Wenk, K. S. F. T. Silva, and J. M. D. M. Gunasekera. 2003. Turmeric (Curcuma longa) root powder and mannanoligosaccharides as alternative to antibiotic in broiler chicken diet. Asian-aust. J. Anim. Sci. 16 (10) : 1495 -1500. Scanes, C.G., G. Brat and M. E. Ensminger, 2004. Poultry Science. 4th Edition Prentince Hall : New Jersey. Setioko, A.R. 1997. Prospek dan kendala peternakan itik gembala di Indonesia. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pp : 254 – 261 Setioko, A.R., L.H. Prasetyo, dan T. Susanto. 1994. Seleksi awal itik lokal. Prosiding. Seminar Peternakan Unggas dan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Sihombing, P. A. 2007. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) sebagai Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor : Bogor 34 Sinurat A.P., T. Purwadaria, I.A.K. Bintang, P.P. Ketaren, N. Bermawie, M. Raharjo, dan M. Rizal. 2009. Pemanfaatan kunyit dan temulawak sebagai imbuhan pakan untuk ayam broiler. Jurnal Ilmu dan Teknologi Veteriner. 14 (2) : 90-96. Sonjaya, H. 2013. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press : Bogor Sultan, S.I. 2003. The effect of Curcuma longa (turmeric) on overall performance of broiler chickens. Inter. J. Poult. Sci. 2 : 351-353. Wahyu, Y. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press : Yogyakarta. WHO .1987. Principles for the Safety Assessment of Food Additives and Contaminants in Food. World Health Organization (WHO), International Programme on Chemical Safety (IPCS), in Cooperation with the Joint WHO/FAO Expert Committee on Food Additives (JECFA), Geneva, Switzerland. World Health Organization No. 70. 35 Lampiran 1. Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan Descriptive Statistics Dependent Variable:PBB Perlakuan dimension1 Mean Std. Deviation N K0 103,7900 7,59371 4 K1 107,4550 6,97006 4 K2 108,1650 10,01816 4 K3 106,0200 3,90329 4 Total 106,3575 6,88112 16 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:PBB Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. 44,710a 3 14,903 ,269 ,847 180990,685 1 180990,685 3263,365 ,000 44,710 3 14,903 ,269 ,847 Error 665,536 12 55,461 Total 181700,931 16 710,246 15 Corrected Model Intercept Perlakuan Corrected Total a. R Squared = ,063 (Adjusted R Squared = -,171) 36 Lampiran 2. Hasil analisis ragam konsumsi pakan itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan Descriptive Statistics Dependent Variable:Total_konsumsi Perlakuan dimension1 Mean Std. Deviation N K0 5842,1375 400,39057 4 K1 5728,2950 299,58391 4 K2 6168,9300 205,08599 4 K3 6159,1725 272,38714 4 Total 5974,6338 336,56390 16 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Total_konsumsi Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. 600174,476a 3 200058,159 2,185 ,143 5,711E8 1 5,711E8 6236,546 ,000 600174,476 3 200058,159 2,185 ,143 Error 1098954,444 12 91579,537 Total 5,728E8 16 1699128,921 15 Corrected Model Intercept Perlakuan Corrected Total a. R Squared = ,353 (Adjusted R Squared = ,192) 37 Lampiran 3. Hasil analisis ragam bobot badan akhir itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan Descriptive Statistics Dependent Variable:BBakhir Perlakuan dimension1 Mean Std. Deviation N K0 1100,6250 75,58453 4 K1 1139,1650 70,40097 4 K2 1144,5825 98,15191 4 K3 1124,3750 43,43564 4 Total 1127,1869 68,89964 16 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Bbakhir Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. 4638,092a 3 1546,031 ,279 ,840 2,033E7 1 2,033E7 3664,536 ,000 4638,092 3 1546,031 ,279 ,840 Error 66569,308 12 5547,442 Total 2,040E7 16 71207,401 15 Corrected Model Intercept Perlakuan Corrected Total a. R Squared = ,065 (Adjusted R Squared = -,169) 38 Lampiran 4. Hasil analisis ragam feed convertion ratio itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan Descriptive Statistics Dependent Variable:FCR Perlakuan dimension1 Mean Std. Deviation N K0 5,3250 ,50474 4 K1 5,0525 ,53519 4 K2 5,4175 ,49169 4 K3 5,4875 ,40352 4 Total 5,3206 ,46718 16 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:FCR Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. ,437a 3 ,146 ,615 ,618 452,945 1 452,945 1915,656 ,000 ,437 3 ,146 ,615 ,618 Error 2,837 12 ,236 Total 456,219 16 3,274 15 Corrected Model Intercept Perlakuan Corrected Total a. R Squared = ,133 (Adjusted R Squared = -,083) 39 Lampiran 5. Hasil analisis ragam Mortalitas itik lokal yang diberi tepung kunyit dalam pakan Descriptive Statistics Dependent Variable:Mortalitas Perlakuan dimension1 Mean Std. Deviation N K0 12,5000 14,43376 4 K1 12,5000 14,43376 4 K2 12,5000 14,43376 4 K3 12,5000 14,43376 4 Total 12,5000 12,90994 16 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Mortalitas Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. ,000a 3 ,000 ,000 1,000 2500,000 1 2500,000 12,000 ,005 ,000 3 ,000 ,000 1,000 Error 2500,000 12 208,333 Total 5000,000 16 Corrected Total 2500,000 15 Corrected Model Intercept Perlakuan a. R Squared = ,000 (Adjusted R Squared = -,250) 40 Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian Pemeliharaan masa starter Pencampuran kunyit pada pakan basal Penimbangan pakan pemberian Koleksi pakan sisa Pemberian pakan Penimbangan bobot badan itik 41 RIWAYAT HIDUP Jihadulhaq Bin Marra, lahir di Rappang, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) pada tanggal 03 September 1994, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marra dan Ibu Fatmawati. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah sebagai murid akademik di SD Negeri 3 Carawali. Kemudian setelah lulus tahun 2006, malanjutkan studi di SMPS Rahmatul Asri, lulus tahun 2009 dan melanjutkan di sekolah menengah atas di SMK Negeri 1 Watang Pulu, lulus tahun 2012 Setelah menyelesaikan sekolah menengah atas, pada tahun yang sama penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Selama berada di bangku perkuliahan, sselain sempat aktif sebagai asisten laboratorium di Laboratorium Fisiologi Ternak, penulis juga sempat aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak dan Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. 42