TERHADAP PERFORMA ITIK LOKAL

advertisement
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma
domestica Val.) TERHADAP PERFORMA
ITIK LOKAL (Anas sp.)
SKRIPSI
Oleh:
JIHADULHAQ BIN MARRA
I 111 12 046
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma
domestica Val.) TERHADAP PERFORMA
ITIK LOKAL (Anas sp.)
SKRIPSI
Oleh:
JIHADULHAQ BIN MARRA
I111 12 046
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh………………………………………
Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang
senantiasa tercurahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
Skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
telah menjadi panutan serta telah membawa ummat dari zaman jahiliah menuju
zaman yang beradab.
Luapan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara kepada
Ayahanda Drs. Marra dan Ibunda Fatmawati Rustam yang telah melahirkan,
mendidik dan membesarkan dengan penuh ketulusan kepada penulis sampai saat
ini dan senantiasa memanjatkan do’a dalam kehidupannya untuk keberhasilan
penulis.
Buat
saudaraku
tercinta,
Syahidatulhaq
Bin
Marra,
dan
Amirulhaq Bin Marra yang telah menjadi penyemangat kepada penulis. Serta
keluarga besar yang selama ini banyak memberikan do’a, semangat dan saran.
Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepadaNya.
Terima kasih tak terhingga kepada bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc
selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu Prof. Dr. Ir. Laily agustina, M.S. selaku
Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah diluangkan
untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam membimbing
penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi ini.
v
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan
segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada:
1.
Ibunda drh. Farida Nur Yuliati, M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang
begitu banyak meluangkan waktunya sebagai orang tua pengganti dalam
memberikan nasehat, bimbingan dan dukungan bagi penulis.
2.
Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh
Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan Bapak
Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA. DES. selaku pembimbing Seminar
pustaka dan Dr. Syahdar Baba, S.Pt, M.Si selaku Pembimbing Praktek Kerja
Lapangan.
4.
Sahabat-Sahabat FM [B] : Sang sesepuh Nurhamdayani, Caman Kekar, Fatma,
Tuti Batu, Kandi, Rahim, Kanzul Krinyol, Tika Behel, Akbar Kojo, Amal
kumis, Hap, Dani, Cond, Anwar Kece, Arif, Azwar, Didik, Eka, Furqan, Mila,
Ipul Homo, Salim, Yasin, Rifal, Epunk, Indah Bot, Ebi, Erik, dan Reski Bolla’
yang selalu melakukan tindak kejahatan menyenangkan kepada penulis, Kalian
tak terlupakan.
5.
Rakan-rekan setim peneliti : Rahim harianto, Sukandi dan Nur Atika Pasang,
semoga skripsi kalian terbit bersamaan dengan terbitnya skripsi ini, tak ada tim
yang lebih baik dari kalian.
6.
Nuraeni, Auliya, Yessi Oriflame, Appe, Imu, Rita Massolo, Zuhal, Andriyan,
Bambang, Fatma Lilia, Eko yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya
kepada penulis.
vi
7.
Teman angkatan Flock Mentality 012 yang kompak selalu, X-Perd Rama,
Skenswal, ant 014, larva 013, solandeven 011, Lion 010, dan Merpati 09.
8.
Rekan lab fister : Auliya, Nesma, Tenri, Hikma, Airin, Arda, Awi, Thifah, Fira
atas segala bantuan kerjasama dan kebersamaannya.
9.
Lembaga Tercinta Himaprotek_UH, Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberi wadah terhadap penulis
untuk berproses dan belajar.
Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat diharapkan
adanya oleh penulis demi perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuan
nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri. AAMIIN YA
ROBBAL AALAMIN.
Akhir Qalam Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar,
November 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
JIHADULHAQ BIN MARRA. I111 12 046. Pengaruh penggunaan tepung kunyit
(Curcuma domestica Val) terhadap performa itik lokal (Anas Sp). Dibawah
bimbingan : Wempie Pakiding dan Laily Agustina.
Penelitian dilakukan untuk menguji pengaruh pakan yang diberi tepung
kunyit (Curcuma domestica Val) terhadap performa itik lokal (Anas Sp). Sebanyak
64 ekor itik lokal umur 1 hari dipelihara hingga umur 70 hari berdasarkan rancangan
acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan berupa penambahan
tepung kunyit pada pakan basal dengan level yang berbeda (masing-masing 0 %,
0,5 %, 1%, dan 2 %). Parameter yang diamati yaitu pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, dan mortalitas. Penimbangan
bobot badan dan sisa pakan dilakukan setiap 7 hari selama masa pemeliharaan.
Hasil menunjukkan pakan yang diberi tepung kunyit tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap performa itik lokal pada kelima parameter yang diamati
(P>0,05).
Kata kunci : Tepung Kunyit, Itik Lokal, Performa Itik
viii
ABSTRACT
JIHADULHAQ BIN MARRA. I111 12 046. The influence of the use of turmeric
powder (Curcuma domestica Val) on the performance of local ducks (Anas Sp).
Supervised by: Wempie Pakiding and Laily Agustina.
The study was conducted to examine the effect of feed by turmeric powder
(Curcuma domestica Val.) on the performance of local ducks (Anas Sp). A total of
64 day old ducks kept until the age of 70 days, and arranged as a completely
randomized design with 4 treatments and 4 replications. The treatments were the
addition of turmeric powder on the basal feed with different levels (respectively
0%, 0.5%, 1% and 2%). The parameters observed were weight gain, feed intake,
final body weight, feed conversion, and mortality. Weighing body weight and feed
residue is done every 7 days during the maintenance period. The results showed
that the feed given turmeric powder does not have a significant influence on the
performance of local ducks in five parameters were observed (P> 0.05).
Key Words: Turmeric Powder, Local Duck, Duck Performance
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..............................................................................
i
HALAMAN JUDUL .................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
ABSTRAK .................................................................................................
viii
ABSTRACT ...............................................................................................
ix
DAFTAR ISI ..............................................................................................
x
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran umum itik .........................................................................
3
Gambaran umum kunyit ....................................................................
5
Aktifitas zat aktif pada kunyit ...........................................................
9
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat ..............................................................................
16
Materi penelitian ................................................................................
16
Rancangan penelitian .........................................................................
16
Prosedur penelitian ............................................................................
17
Parameter yang diukur .......................................................................
19
x
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan Bobot Badan ................................................................
22
Konsumsi Pakan ................................................................................
23
Bobot Badan Akhir ............................................................................
24
Feed Convertion Ratio .......................................................................
26
Mortalitas ...........................................................................................
28
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
32
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
No.
Teks
1. Berbagai penelitian pemanfaatan kunyit sebagai feed aditif ...............
8
2. Pemberian pakan berdasarkan umur pemeliharaan. .............................
18
3. Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrisi pakan ........................
18
4. Performa itik lokal umur 10 minggu yang diberi tepung kunyit dalam
pakan ....................................................................................................
22
5. Mortalitas itik lokal yang diberi tepung kunyit selama 10 minggu
penelitian ..............................................................................................
30
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
No.
Teks
1. Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan itik lokal yang diberi
tepung kunyit dalam pakan ..................................................................
36
2. Hasil analisis ragam konsumsi pakan itik lokal yang diberi tepung
kunyit dalam pakan ..............................................................................
37
3. Hasil analisis ragam bobot badan akhir itik lokal yang diberi tepung
kunyit dalam pakan ..............................................................................
38
4. Hasil analisis ragam feed convertion ratio itik lokal yang diberi tepung
kunyit dalam pakan ..............................................................................
39
5. Hasil analisis ragam Mortalitas itik lokal yang diberi tepung kunyit
dalam pakan .........................................................................................
40
6. Dokumentasi penelitian .......................................................................
41
xiii
xiv
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kebutuhan masyarakat Indonesia akan daging terus meningkat.
Pada tahun 2015, industri peternakan menghasilkan sekitar 2.925.210 ton daging
dengan pemasok daging terbesar yaitu daging ayam ras (56 %), daging sapi (17 %),
daging ayam buras (10 %) dan lain-lain (17 %). Kontribusi daging itik hanya sekitar
38.840 ton atau hanya sebesar 1.32 % dari total produksi daging Indonesia
(Ditjennak, 2015). Data tersebut menunjukkan bahwa produksi daging itik masih
sangat rendah padahal itik memiliki potensi yang besar sebagai sumber protein
hewani unggas.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan daging, diperlukan suatu upaya
untuk meningkatkan performa ternak itik agar kontribusinya dalam penyediaan
sumber protein hewani lebih besar, namun juga tentunya memperhatikan keamanan
pangan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Penggunaan obat-obatan dan
pemicu pertumbuhan sintetis mulai dihindari karena dapat menghasilkan residu
yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Pada kondisi tersebut, pemanfaatan
ramuan herbal sebagai upaya untuk memperbaiki performa dapat dijadikan sebagai
alternatif. Di Indonesia, berbagai tanaman herbal dapat ditemukan dengan mudah
dalam jumlah yang tercukupi. Salah satu tanaman herbal yang telah banyak diteliti
dan dibuktikan manfaatnya yaitu kunyit (Curcuma domestica Val.).
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman yang
banyak dikembangbiakkan di negara beriklim tropis seperti Indonesia, India, China,
Malaysia, dan lain lain. Kunyit diketahui mengandung curcuminoid yang memiliki
aktifitas antioksidan, hepatoprotektif, anti-inflamasi, antifungi, dan antibakteri
1
(Akram et. al, 2010). World Health Organization mendeklarasikan bahwa kunyit
dan curcumin (coloring agent) aman digunakan pada produk makanan manusia
maupun ternak (WHO, 1987) sehingga kunyit dapat dijadikan sebagai alternatif
dalam upaya menghasilkan produktifitas yang lebih baik pada peternakan itik lokal.
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut “performa ternak itik yang kurang baik membuat produksi daging
itik di Indonesia masih sangat rendah. Maka dari itu diperlukan suatu upaya untuk
memperbaiki performa ternak itik agar kontribusinya dalam penyediaan daging
semakin meningkat. Namun, demi keamanan pangan bagi konsumen, penggunaan
obat-obatan dan pemacu pertumbuhan sintetis mulai dihindari karena residu yang
dihasilkan dapat berakibat buruk bagi manusia. Pemanfaatan tanaman herbal yang
aman dikonsumsi manusia menjadi solusi yang dapat diterapkan. Kunyit (Curcuma
domestica Val.) yang mengandung senyawa curcuminoid diketahui memiliki
aktivitas antimikroba, antioksidan, anti-inflamasi, antiviral, dan antifungi sehingga
diharapkan dapat memperbaiki performa ternak itik.”
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian
tepung kunyit pada pakan terhadap performa itik lokal. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi ilmiah bagi akademisi dan
peneliti serta dasar pengetahuan bagi pelaku industri peternakan itik. Dengan
mengetahui pengaruh pemberian kunyit dalam pakan terhadap performa itik lokal,
diharapkan dapat dijadikan acuan dalam manajemen pemeliharaan itik pedaging.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Itik
Itik merupakan hewan omnivora (pemakan segala) yang hidup berpasangan
dan biasa diternakkan untuk diambil daging dan telurnya. Itik lokal adalah itik asli
indonesia yang dikelompokkan berdasarkan lokasi geografis dimana itik tersebut
dipelihara. Proses domestikasi dalam waktu yang cukup lama pada lingkungan
geografis yang berbeda menghasilkan beragam sifat dan karasteristik berbeda pula.
Penamaan itik lokal sesuai nama tempat itik tersebut dipelihara. Di Pulau Jawa,
terdapat dua breed itik yang penyebarannya cukup luas, yaitu itik tegal dan itik
mojosari. Di kalimantan selatan terdapat itik alabio yang memiliki karasteristik
agak berbeda dengan kebanyakan itik lokal lainnya (Presetyo, 2000). Taksonomi
itik dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Scanes, et. al., 2004) :
Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Klas
: Aves
Super ordo
: Carinatae
Ordo
: Anseriformes
Famili
: Anatidae
Genus
: Anas
Spesies
: Anas platryhynchos (mallard dan domestik)
Di Indonesia sebagian besar itik dipelihara secara tradisional yaitu dengan
sistim gembala di sawah-sawah lepas panen. Beberapa peternak di Indonesia telah
mencoba menerapkan sistem intensif pada ternak itik, namun dengan alasan
3
ekonomis dan kurangnya pengetahuan, tidak sedikit dari mereka yang mengalami
kegagalan (Setioko, 1997)
Menurut Petheram dan Thahar (1983) yang dikutip dalam Setioko (1997)
pemeliharaan itik gembala di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu
fully mobile, semi mobile, home based dan opportunist . Fully mobile adalah cara
pemeliharaan itik yang selalu berpindah-pindah mengikuti panen padi, dan peternak
tidak memiliki rumah tinggal yang tetap. Pada malam hari mereka tinggal di tendatenda didekat kandang itik yang dikelilingi dengan pagar bambu di desa pinggiran
areal persawahan . Biasanya mereka pindah cukup jauh dengan menggunakan alat
transportasi, secara bersama-sama untuk mengurangi biaya. Namun pada saat
sekarang, cara ini sudah semakin sulit untuk dijumpai. Kelompok kedua yaitu semi
mobile, yaitu sama dengan kelompok Fully mobile, tetapi peternak memiliki rumah
tinggal untuk hidup dengan keluarganya. Pada saat itik mengalami rontok bulu
(molting) peternak akan pulang ke rumah dan tinggal bersama keluarga sampai itik
mulai bertelur kembali. Cara pemeliharaan home based adalah cara penggembalaan
itik yang hanya mengikuti panen di sekitar kampungnya saja, sehingga tidak
memindahkan itiknya ke daerah lain . Bila tidak ada panen, biasanya itik dibiarkan
berkeliaran di saluran irigasi, kolam, atau genangan air disekitar sawah. Pakan
tambahan diberikan berupa jagung, menir, dedak atau gaplek. Pemeliharaan itik
secara opportunist adalah peternak membeli itik pada saat menjelang musim panen
di kampungnya, dan menjual lagi bila panen usai . Untuk daerah yang memiliki
panen padi dua kali per tahun, biasanya peternak memelihara sampai dua periode
panen sebelum itiknya dijual.
4
Itik gembala mendapatkan pakan dari sawah selain dari pakan tambahan yang
diberikan peternak. Pada saat panen, pakan yang dikonsumsi itik umumnya berupa
padi, keong, serangga, daun-daunan dan bahan lain yang tidak dapat dikenal. Bahan
tersebut jumlahnya sangat bervariasi antara individual itik, waktu dan tempat atau
kondisi sawah. Kandungan nutrisinya juga bervariasi, tetapi rata-rata kandungan
protein kasarnya hanya 9,3% dibawah standar kebutuhan untuk itik petelur menurut
NRC (Setioko, 1997).
Gambaran Umum Kunyit
Kunyit adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan
sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan. Kunyit memiliki nama latin
Curcuma domestica yang menggantikan nama sebelumnya yaitu Curcuma longa.
Nama latin Curcuma domestica untuk kunyit diperkenalkan oleh Valeton pada
tahun 1918 (Sihombing, 2007). Berikut klasifikasi kunyit (Lal, 2012)
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division
: Magnoliophyta
Subclass
: Zingiberidae
Ordo
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma domestica Val.
5
Tanaman kunyit termasuk jenis tanaman herba yaitu tanaman tahunan yang
memiliki tinggi hampir mencapai 1 meter, berbatang pendek, dan berdaun jumbai.
Tanaman kunyit dapat tumbuh dimana saja, baik dataran rendah maupun dataran
tinggi (Sihombing, 2007). Pada dataran tinggi, tanaman kunyit dapat tumbuh di
ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Pertumbuhannya didukung oleh tanah
yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, dan di tempat
yang sedikit terlindung. Di Indonesia, tanaman kunyit mudah tumbuh hampir di
seluruh wilayah, di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, sulawesi, Maluku, lrian, dan
lain-lain. Selain di Indonesia, kunyit juga banyak ditanam di Malaysia, Thailand,
Cina, India, dan Vietnam (Sihombing, 2007)
Kunyit memiliki umbi utama yang terletak di dasar batang, berbentuk
elipsoidal, dan berukuran 5 x 2.5 cm. Umbi utama membentuk rimpang yang sangat
banyak jumlahnya pada sisi-sisinya. Rimpang-rimpang tersebut berbentuk pendek,
tebal, dan lurus atau melengkung, bagian luar rimpang berwarna jingga kecoklatan,
sedangkan di bagian dalamnya berwarna jingga terang atau kuning. Rimpang
memiliki rasa yang agak getir dan berbau khas (Sihombing, 2007).
Menurut Lal (2012) kunyit memiliki banyak unsur pokok yang
memperlihatkan berbagai macam aktivitas biologis, misalnya setidaknya ada 20
molekul antibiotik, 14 cancer preventives, 12 anti-tomor, 12 anti-inflamasi, dan
setidaknya 10 antioksidan yang berbeda. Molekul yang paling banyak dikaji oleh
para peneliti pada kunyit yaitu tiga zat pewarna curcuminoids, yakni curcumin,
demetoksicurcumin,
dan
bis-demetoksicurcumine.
Kurkumin
diketahui
mengandung aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, anti viral, anti fungi, dan
6
antibiotik. Akram, et. al.(2010) menyatakan bahwa kurkumin tidak bersifat toksik
bagi manusia.
Dalam ilmu unggas, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
manfaat kunyit untuk meningkatkan performa ternak. Sultan, et. al. (2003)
melaporkan pemberian kunyit pada level 0.5 % dalam pakan ayam broiler dapat
meningkatkan bobot badan, menurunkan konsumsi pakan, yang menghasilkan Feed
Convertion Ratio (FCR) yang lebih baik. Selain itu, hasil yang serupa pada
penelitian Durrani, et. al. (2006), suplementasi kunyit dengan level 0.5 % pada
pakan secara signifikan dapat meningkatkan bobot badan dan menurunkan tingkat
konsumsi sehingga nilai FCR lebih baik. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil
bahwa pemberian kunyit dapat meningkatkan kualitas karkas, mengurangi
persentasi lemak, dan meningkatkan bobot daging dada, paha, dan jeroan.
Peningkatan bobot badan dan kualitas karkas pada penelitian tersebut dihubungkan
pada aktifitas antioksidan pada kunyit melalui stimulasi sintesis protein pada usus
oleh aktifitas enzimatis. Pada penelitian Radwan, et. al. (2008), pemberian 0.5 %
tepung kunyit secara signifikan menurunkan nilai FCR, meningkatkan bobot badan,
meningkatkan produksi telur, bobot telur, serta massa telur pada ayam petelur.
World Health Organization (1987) menyatakan bahwa kunyit dan pigmen
warna kuning yang terkandung di dalamnya (curcumin) aman digunakan pada
makanan manusia dan hewan. Sejauh ini, belum ada publikasi ilmiah yang
melaporkan adanya efek negatif tepung kunyit pada pakan unggas ketika digunakan
pada konsentrasi yang rendah hingga sedang (Dono, 2012). Berbagai penelitian
7
yang membuktikan manfaat kunyit sebagai pemacu pertumbuhan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Berbagai Penelitian Pemanfaatan Kunyit Sebagai Feed Additive
No
1
2
3
4
5
6
Level
kunyit
Hasil
(%)
Effect of different levels of 0,25 a) Pada level 0,5 %
feed
added
turmeric 0,50
meningkatkan bobot
(Curcuma longa) on the 1,00
badan, menurunkan
performance of broiler
konsumsi dan FCR
chicks
pada fase finisher
b) Menurunkan
FCR
pada fase starter
c) Meningkatkan bobot
karkas
Effect of turmeric rhizome 0,25 a) Meningkatkan status
powder on the activity of 0,50
kesehatan
melalui
some blood enzymes in 0,75
aktifitas enzim pada
broiler chicken
hati
Pengaruh
suplementasi 0,05 a) Kunyit dengan level
kunyit
(Curcuma 0,10
0,2
meningkatkan
domestica Val.) terhadap 0,20
jumlah
eritrosit,
perubahan
beberapa 0,40
hematokrit,
dan
komponen
darah
dan
pertambahan
bobot
pertumbuhan ayam broiler
hidup pada suhu panas
yang mengalami cekaman
panas
Turmeric (Curcuma longa) 0,10 a) Meningkatkan
root
powder
and 0,20
pertumbuhan
dan
mannanoligosaccharides as 0,30
efisiensi pakan setara
alternative to antibiotic in
dengan antibiotik
broiler chicken diet
b) Meningkatkan
pemanfaatan energi
dan nutrisi
c) Memiliki
aktifitas
antimikroba
yang
setara dengan feed
antibiotics
Judul
The effect of Curcuma
longa (turmeric) on overll
performance of broiler
chicken
Effect
of
dietary
supplementation
of
curcumin
on
growth
performance,
intestinal
morphology and nutrient
Peneliti
Durrani,
al., 2006
et.
Ernadi M dan
kermanshasi
H, 2007
Kusnadi dan
Rachmat,
2010
Samarasinghe
et. al., 2003
0,25
0,50
1,00
a) Meningkatkan
Sultan , 2003
performa secara umum
pada ayam broiler
0,10
0,15
0,20
a) Pada level 0,2 % Rajput et. al.,
meningkatkan bobot 2012
badan dan efisiensi
pakan
serta
8
utilization
chicken
7
of
broiler
The biochemical protective
role of some herbs against
aflatoxins in duckling :
turmeric
0,50
1,00
2,00
menurunkan
lemak
abdominal
b) Mengefisienkan
penyerapan
nutrisi
pada usus halus
a) Menghambat
Ayoub et. al.
pertumbuhan
dan 2011
produksi
aflatoxins
dari Aspergillus flafus
Dari berbagai penelitian yang tertera pada Tabel 1, membuktikan bahwa
kunyit dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan alami yang berfungsi untuk
meningkatkan performa ternak unggas serta memperlihatkan efek positif bahkan
jika digunakan dalam dosis yang rendah (0.2 % dari berat pakan). Namun, informasi
mengenai manfaat kunyit pada ternak itik masih minim dan memerlukan kajian
lebih lanjut.
Aktifitas Zat Aktif Pada Kunyit
Kunyit merupakan salah satu tanaman obat yang banyak diteliti khasiatnya.
Sejauh ini, kunyit memiliki 235 senyawa yang telah ditemukan dan diisolasi dari
daun, bunga, akar, dan umbinya termasuk diantaranya 22 diarylheptanoids dan
diarylpentanoids, 8 phenylpropene dan senyawa fenol lainnya, 68 monoterpenes,
109 ses- quiterpenes, 5 diterpenes, 3 triterpenoids, 4 sterols, 2 alkaloids, dan 14
senyawa lain (Li, et. al., 2011)
Kunyit diketahui memiliki aktifitas antibakteri (Lawhavinit, et. al., 2010,
Moghadamtousi, et. al., 2014), antioksidan (Nisar, et. al., 2015, Osawa, et. al.,
1995), anti-inflamasi (Akram, et. al., 2014, Chainani, 2003), antiviral
(Moghadamtousi, et. al., 2010, Chen, et. al., 2010), antifungal (Moghadamtousi, et.
al., 2014), anticoccidial (Abbas, et. al., 2010), nematocidal (Kiuchi, et. al., 1993),
dan hepatoprotektif (Akram, et. al.,2010, Ayoub, et. al., 2011).
9
1. Antibakteri
Infeksi bakteri merupakan salah satu kendala utama dalam peternakan
unggas. Ekstrak kurkumin diketahui memiliki aktifitas antibakteri dan sangat
efektif dalam menghambat serangan berbagai strain bakteri patogen. Mekanisme
aksi kunyit sebagai antibakteri sangat bervariasi misalnya ikatan hidrogen senyawa
phenol pada membran protein, perusakan membran sel, mengganggu rantai transpor
elektron dan perusakan dinding sel. Pada studi yang dilakukan Lawhavinit, et. al.
(2010) diketahui ekstrak etanol dan heksana kunyit dan kurkuminoid menghambat
24 strain bakteri patogen yang diisolasi dari ayam dan undang. Ekstrak etanol dan
heksana kunyit menghambat 13 strain bakteri antara lain Vibrio harveyi, V.
Cholerae, V. Alginolyticus, V. cholerae, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus, V.
vulnificus, Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae, Staphylococcus
aureus, Staph. epidermidis, Staph. intermidis, Bacillus subtilis, B. cereus dan
Edwardsiella tarda, sedangkan kurkuminoid menghambat 8 strain bakteri yaitu A.
hydrophila, Str. agalactiae, Staph. aureus, Staph. epidermidis, Staph. intermidis, B.
subtilis, B. cereus and Ed. tarda. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak
etanol kunyit, kurkominoid, dan ekstrak heksana kunyit berturut turut yaitu berkisar
3.91-125, 3.91-500, dan 125-1000 ppt. Lawhavinit, et. al. (2010) juga menyebutkan
bahwa minyak atsiri dari kunyit yang dikombinasikan dengan asam askorbat
menunjukkan aktifitas antibakteri terhadap Salmonella typhimurium dan Listeria
monocytogenesis. Lebih lanjut Moghadamtousi et. al. (2014) menyatakan minyak
atsiri kunyit diketahui aktif dalam menghambat Bacillus coagulans, Staphilococcus
aureus, Bacillus subtilis dan E. coli.
10
2. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat mencegah dan menghambat
terjadinya reaksi oksidatif akibat serangan radikal bebas. Radikal bebas yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan dapat terbentuk pada proses metabolisme
normal maupun dalam kondisi patologis. Senyawa yang dapat terserang oleh
radikal bebas berpotensi menyebabkan berbagai penyakit. Antioksidan memiliki
peranan penting dalam melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat dari radikal
bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS). Radikel bebas juga diketahui sebagai
penyebab terjadinya peroksidasi lipid yang mengakibatkan kerusakan membran sel
dan kerusakan pada jaringan tubuh (Nisar, et. al., 2015). Mujahid et. al., (2007)
menyatakan keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas
tubuh untuk menetralkannya disebut stress oksidatif.
Kunyit dan berbagai komponennya diketahui memiliki aktifitas antioksidan
yang kuat dibandingkan dengan vitamin E, C, dan A. Studi menunjukan bahwa
kurkumin memiliki efek antioksidan delapan kali lebih kuat dibandingkan vitamin
E dalam menghambat peroksidasi lipid (Nisar, et. al., 2015). Osawa, et. al., (1995)
dalam penelitiannya secara in vitro pada sel darah kelinci menemukan bahwa
diantara tiga senyawa curcuminoid yang dominan pada kunyit ( curcumin,
demetoksikurkumin, dan bis-demetoksikurkumin) curcumin memiliki aktifitas
antioksidan yang paling kuat. Hal tersebut mejadikan kunyit sebagai kandidat kuat
dalam penyediaan antioksidan alami bagi pakan unggas.
11
3. Anti-Inflamasi
Serangan agen patogen pada ternak unggas dapat menyebabkan peradangan
atau inflamasi pada organ dan jaringan tubuh yang mengarah pada menurunnya
produktifitas ternak.
Kunyit yang mengandung minyak atsiri dan kurkumin
berpotensi sebagai agen anti-inflamasi yang baik. Pemberian kurkumin secara oral
pada kasus inflamasi akut diketahui seefektif kortisone dan phenylbutazone, dan
satu setengah kali lebih efektif pada kasus inflamasi kronis. Pada tikus, pemberian
kunyit secara oral dapat mengurangi peradangan secara signifikan dibandingkan
dengan kontrol (Akram, 2010).
Studi secara in vitro maupun in vivo menunjukkan mekanisme aksi kunyit
sebagai antiinflamasi bervariasi. Kurkumin diketahui dapat menghambat sintetis
beberapa molekul yang berperan dalam proses inflamasi seperti phospolipase,
lipoxygenase, leukotrines, thromboxane, prostaglandin, nitrit oksida, colagenase,
elastase, hyalurodinase, interferon-inducible protein, Tumor Necrosis Factor
(TNF), dan interrleukin-12 (IL-12) (Chainani, 2003)
4. Antiviral
Kunyit
yang mengandung kurkumin diketahui dapat menghambat
perkembangan berbagai varietas virus, misalnya Parainfluenza virus type 3 (PIV3), Feline infectious peritonitis virus (FIPV), Vesicular stomatitis virus (VSV),
Herpes simplex virus (HSV), Flock house virus (FHV), and Respiratory syncytial
virus (RSV) (Moghadamtousi, et. al., 2010). Selain itu,
studi in vitro yang
dilakukan Chen, et. al. (2010) menunjukkan bahwa penggunaan 30 µm curcumin
menguragi koloni virus hingga 90 % pada kultur yang dilakukan. Pada studi
12
tersebut juga memperlihatkan efek langsung kurkumin dalam mengurangi infeksi
virus melalui penghambatan haemagglutinasi pada virus H1N1 dan H6N1. Lebih
lanjut penggunaan kunyit tidak memperlihatkan adanya perkembangan virus yang
resisten, berbeda dengan penggunaan amantadine (obat yang bisa digunakan dalam
pengobatan influenza) terhadap virus H1N1 dan H6N1.
5. Antifungal
Kunyit diketahui memiliki aktifitas antifungal. Moghadamtousi, et. al. (2014)
menyatakan pemberian tepung kunyit dengan dosis 0.8 dan 1.0 g/L pada kultur
jaringan tumbuhan menunjukkan aktifitas menghambat kontaminasi fungi. Selain
itu, ekstrak metanhol kunyit menunjukkan aktifitas antifungi terhadap
Cryptococcus neoformans dan Candida altican dengan nilai MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) 128 -256 µ/ml. Ekstrak heksana kunyit pada dosis 100
mg/L juga menunjukkan aktifitas antifungi terhadap Rhizoctonia solani,
Phytophthora infestans, dan Erysiphe graminis. Ekstrak etil asetat kunyit dengan
dosis 1000 mg/L menghambat pertumbuhan R. solani, P. infestans, Puccinia
recondita, dan Botrytis cinerea. Kurkumin dengan dosis 500 mg/L juga
menunjukkan aktifitas antifungi terhadap R. solani, Pu. recondita, dan P. Infestans.
6. Anticoccidial
Koksidiosis merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya bagi
unggas. Tingkat mortalitas bagi flock yang terinfeksi cukup tinggi. Pada studi yang
dilakukan Abbas, et. al. (2010) menunjukkan bahwa kunyit memiliki aktivitas
anticoccidial. Pemberian kunyit dengan dosis 3 % memberikan pengaruh yang sama
dengan salinomycin sodium pada ayam broiler. Dalam penelitian tersebut juga
13
menunjukkan bobot badan yang semakin tinggi seiring meningkatnnya dosis kunyit
yang diberikan pada grup yang terinfeksi Emeiria tanella.
7. Nematocidal
Studi yang dilakukan Kiuchi et. al., (1993) menunjukkan kunyit juga
memiliki aktifitas nematocidal. Pada studi tersebut, dilaporkan bahwa salah satu
komponen kurkuminoid, yaitu cyclocurcumin berperan penting dalam aksi sinergis
bersama kurkuminoid lainnya dan menunjukkan efek nematocidal yang kuat pada
larva Toxocara canis.
8. Hepatoprotektif
Kunyit diketahui memiliki karasteristik hepatoprotektif yang serupa dengan
silymarin. Studi menunjukkan bahwa kunyit memiliki efek hepatoprotektif
terhadap berbagai gangguan toxic seperti carbon tetra chloride, galactosamine,
acetaminophene (paracetamol) dan Aspergillus aflatoxin. Pada tikus yang diberi
carbon tetraclhoride level akut dan sub akut menunjukkan pemberian kunyit secara
signifikan mengurani kerusakan pada hati. Selain itu, ekstrak kunyit menghambat
produksi aflatoxin sebesar 90 % pada anak itik yang diinfeksi Aspergillus
parasiticus (Akram, et. al., 2010). Lebih lanjut, studi yang dilakukan
Ayoub et. al., (2011) menyatakan aflatoksin memiliki efek hepatotoxic dengan
menurunkan total protein serum, albumin, dan glutathione dan meningkatkan kadar
kolesterol, dan kadar peroksidasi lipid. Dalam penelitian tersebut membuktikan
kunyit memiliki efek hepatoprotektif dengan meningkatkan total protein serum,
albumin, dan glutathion serta menurunkan kadar kolesterol dan level peroksidasi
14
lipid. Pemberian kunyit dalam pakan dengan dosis 2,0 % juga dapat menghambat
produksi aflatoksin dari Aspergillus flavus hingga 59,46 %.
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2016 yang
bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Jurusan Produksi Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik lokal sebanyak 64 ekor
yang didatangkan dari penetasan rakyat di Kabupaten Sidenreng Rappang dengan
jenis kelamin campuran (unsexed), tepung kunyit, air minum dan vita stres. Pakan
yang digunakan terdiri dari jagung kuning, pollard, bungkil kedelai, Meat and Bone
Meal (MBM), dedak, grit, lysin dan methionin.
Alat yang digunakan adalah kandang terbuka (open house), sekat bambu,
tempat pakan, tempat minum, lampu pijar, wadah, dan timbangan digital merek
Electronic Scale SCA-301 dengan keakuratan 1 g.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Tiap ulangan terdiri dari 4 ekor
itik sebagai sub-ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu pemberian 4 jenis pakan
yang berbeda yaitu :
K0 = Pakan basal + 0 % tepung kunyit
K1 = Pakan basal + 0,5 % tepung kunyit
K2 = Pakan basal + 1 % tepung kunyit
K3 = Pakan basal + 2 % tepung kunyit
16
Perlakuan pemberian tepung kunyit dilakukan melalui pakan dan dimulai
pada hari pertama hingga akhir periode pemeliharaan yaitu pada umur 70 hari
dengan level penambahan sesuai perlakuan.
Prosedur Penelitian
1. Kandang unit percobaan
Kandang yang digunakan adalah kandang terbuka berdinding bambu.
Didalam kandang, dibuat petak untuk setiap unit percobaan menggunakan sekat
bambu yang berukuran panjang 120 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 70 cm dan
dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, dan lampu sebagai penerangan.
Adapun alas kandang menggunakan litter dari serbuk gergaji. Tiap petak berisi 4
ekor itik umur satu hari (DOD, Day Old Duck) berjenis kelamin campuran
(unsexed) yang diperoleh dari penetasan rakyat di Kabupaten Sidenreng Rappang.
2. Pembuatan tepung kunyit
Kunyit yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional yang ada di Kota
Makassar. Cara pembuatan tepung kunyit adalah kunyit dicuci sampai bersih, diiris
tipis, kemudian disebar dalam oven tray (kotak berisi talang) pada udara panas
dengan suhu sekitar 55 – 60o C. Sumber panas berasal dari 3 buah lampu pijar 40
watt yang digantung sekitar 40 cm diatasnya yang dilengkapi dengan kipas angin
untuk menyebarkan panas. Proses pengeringan berlangsung sekitar 4-6 hari untuk
memastikan konsistensinya telah siap digiling dalam bentuk tepung.
3. Pakan dan air minum
Pakan yang digunakan berbentuk tepung (mash) dan diformulasikan sesuai
rekomendasi (SNI, 2006). Pakan diberikan dua kali dalam sehari dan ditimbang
17
dengan jumlah pemberian sesuai dengan Tabel 2. Komposisi pakan dan kandungan
nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3. Air minum yang diberikan merupakan air
bersih yang berasal dari sumur bor.
Tabel 2. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Umur Pemeliharaan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Umur (hari)
1–7
8 – 14
15 – 21
22 – 28
29 – 35
36 – 42
43 – 49
50 – 56
57 – 63
64 – 70
Jumlah pakan yang diberi (g/ekor/hari)
15
41
53
79
108
108
125
125
143
150
Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan Dan Kandungan Nutrisi Pakan Basal Starter
Uraian
Jagung kuning
Pollard
Bungkil kedelai
MBM
Dedak
Grit
Lysin
Methionin
Kandungan nutrisi*
Air
Abu
Protein (%)
LK (%)
SK (%)
BETN (%)
*Berdasarkan hasil analisis
Universitas Hasanuddin
Komposisi (%)
40,0
10,0
15,0
9,0
25,0
0,4
0,3
0,3
12,21
8,06
19,57
11,90
7,42
53,05
di
Laboratorium
Kimia
Makanan
Ternak,
4. Pemeliharaan ternak
Pemeliharaan ternak dilakukan selama 70 hari. Pada umur 1 – 14 hari, itik
ditempatkan pada kandang unit percobaan dengan kepadatan 1 m2 untuk 4 ekor dan
digunakan lampu pijar dan digantung setinggi 30 cm sebagai pemanas pengganti
indukan. Pada umur 15 – 70 hari, lampu pijar dinaikkan untuk menyesuaikan suhu
18
dan sebagai sumber cahaya. Pada malam hari, sisi kandang ditutup menggunakan
tirai untuk melindungi itik dari angin dan suhu dingin.
Petak kandang unit
percobaan ditempatkan secara berjejer dan pengacakan dilakukan setiap unit
percobaan dengan masing masing petak diisi 4 ekor itik. Lama pencahayaan selama
penelitian adalah 24 jam.
Parameter yang diukur
1. Pertambahan bobot badan
Pertambahan bobot badan yaitu selisih bobot hidup pada saat akhir tertentu
dengan bobot hidup semula (Purba, 2011).
PBB = BBt – BBt-1
Keterangan :
PBB
= Pertambahan Bobot Badan
BB
= Bobot Badan
t
= Umur (minggu)
2. Konsumsi pakan
Menurut Purba (2011) konsumsi pakan merupakan banyaknya pakan yang
diberikan dikurangi sisa pakan atau angka yang menunjukkan rata-rata jumlah
pakan yang dapat dikonsumsi seekor ternak dengan periode pemeliharaan.
Perhitungan konsumsi dilakukan
tiap 7 hari selama pemeliharaan. Secara
matematis, konsumsi pakan dapat dihitung dengan rumus :
Konsumsi pakan (g/ekor) = Pakan pemberian – Pakan sisa
19
3. Konversi pakan (Feed Convertion Ratio, FCR)
Konversi pakan adalah pembagian antara jumlah pakan yang dikonsumsi
pada minggu tertentu dengan pertambahan bobot hidup yang didapat pada minggu
itu pula (Purba, 2011).
FCR =
KP
PBM
Keterangan :
FCR
= Feed Convertion Ratio (Konversi Pakan)
KP
= Konsumsi Pakan Mingguan (g)
PBM
= Pertambahan Bobot Mingguan (g)
4. Mortalitas
Mortalitas merupakan persentasi jumlah ternak yang mati. Angka mortalitas
dapat diperoleh dengan cara menghitung total ternak yang mati selama penelitian
dibagi dengan jumlah ternak awal dikalikan 100 % (Purba, 2011)
Mortalitas (%) =
jumlah ternak mati
jumlah ternak dipelihara
x 100 %
Analisis Data
Data yang dperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam sesuai
Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan model matematika
sebagai berikut:
Yij = μ + τi + єj
i
= 1, 2, 3 dan 4
j
= 1, 2, 3 dan 4
20
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan dari peubah pada penggunaan tepung kunyit ke-i
dengan ulangan ke-j
μ = Rata-rata pengamatan
τi = Pengaruh perlakuan tepung kunyit ke-i
є
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Perlakuan yang berbeda nyata terhadap perubah yang diukur maka
dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991).
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Performa itik lokal yang diberi tepung kunyit dengan level berbeda umur 10
minggu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Performa Itik Lokal Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Kunyit dalam
Pakan
Perlakuan
Parameter
K0
K1
K2
K3
Pertambahan
103,78±7,59
107,45±6,97
108,16±10,02
106,01±3,90
bobot badan
(g/ekor/minggu)
Konsumsi
5842,13±400,39 5728,29±299,58 6168,93±205,08 6159,17±272,38
(g/ekor)
Bobot Badan
1100,62±75,58 1139,16±70,40 1144,58±98,15 1124,37±43,43
akhir (g)
Feed convertion
5,32±0,50
5,05±0,53
5,41±0,49
5,48±0,40
ratio (FCR)
12,50±14,43
12,50±14,43
12,50±14,43
12,50±14,43
Mortalitas (%)
Keterangan : K0 (0 % tepung kunyit); K1 (0,5 % tepung kunyit); K2 (1% tepung
kunyit); K3 (2 % tepung kunyit)
Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Pertambahan bobot badan didefinisikan sebagai pertambahan dalam bentuk
dan berat jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh yang lain
(Anggorodi, 1990). Rata-rata pertumbuhan bobot badan yang diperoleh selama
penelitian berkisar 103,78 – 108,16 g / minggu. Dilihat dari Tabel 4, secara numerik
terdapat kecendrungan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada kelompok
itik yang diberi tepung kunyit pada level 0,5 % dan 1 % dan menurun pada level 2
% namun masih lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Meskipun begitu, hasil
analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh signifikan dari pemberian
tepung kunyit pada pakan pada pertambahan bobot badan (P>0,05). Hal ini berarti
pemberian tepung kunyit hingga 2
% dalam pakan tidak mengganggu laju
pertumbuhan dari ternak itik. Hal tersebut diduga karena jumlah konsumsi pakan
22
itik tidak jauh berbeda satu sama lain sementara kuantitas dan kualitas pakan yang
diberikan sama sehingga laju pertumbuhan juga tidak berbeda nyata. Ensminger
(1992) menyatakan laju pertumbuhan merupakan sifat yang diturunkan (terkait
genetik) dan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan lingkungan. Pernyataan
tersebut didukung oleh Campbell (1997) yang menyatakan kecepatan pertumbuhan
mempunyai variasi yang cukup besar salah satunya bergantung kepada kualitas
pakan yang digunakan
Beberapa bangsa itik lokal petelur seperti yang banyak diternakkan di
Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang paling tnggi diperoleh pada anak itik
jantan Bali, Mojosari, Tegal, Turi, Magelang dan Alabio (Iskandar et.al. 1994).
Setioko et.al. (1994) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan maksimum itik
terjadi pada umur 4-10 minggu dan menurun cepat setelah itu, Sedangkan
Brahmantyo et.al. (2007) yang dikutip oleh Putra (2007) mendapatkan hasil yang
sedikit berbeda yaitu peningkatan pertumbuhan bobot badan itik jantan Pengagan
hanya terjadi sampai umur 9 minggu, kemudian turun setelah itu.
Konsumsi Pakan
Rataan konsumsi pakan yang diperoleh selama penelitian berkisar 5728,29 –
5842,13 g/ekor. Secara numerik, Tabel 4 menunjukkan perlakuan K1
(0,5 % kunyit) mengkonsumsi pakan sedikit lebih rendah dibanding kelompok
perlakuan lainnya dan kelompok perlakuan K2 (1 % kunyit) dan K3 (2 % kunyit)
mengkonsumsi pakan sedikit lebih tinggi dibandingkan kontrol dan memperoleh
bobot badan yang lebih tinggi pula. Namun, analisis ragam menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang signifikan dari pemberian tepung kunyit terhadap konsumsi
23
pakan (P>0,05). Sejalan dengan hasil penelitian ini Samarasinghe et.al. (2003)
melaporkan tidak adanya pengaruh yang signifikan pada konsumsi ayam broiler
yang diberi tepung kunyit hingga 3 g/kg pada pakan. Hal yang sama juga dilaporkan
oleh Rajput et.al. (2012) bahwa penambahan tepung kunyit hingga 200 mg/kg
pakan pada ayam broiler tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi
pakan.
Tidak adanya pengaruh signifikan pada konsumsi pakan diduga karena
tepung kunyit diberikan dalam jumlah yang sangat kecil membuat zat aktif pada
kunyit belum mampu memberikan pengaruh yang nyata. Wahyu (1997)
menyatakan bahwa hewan ternak akan berhenti makan jika kebutuhan nutrisinya
telah terpenuhi. Zat antibakteri pada kunyit yang dapat meningkatkan efisiensi
penyerapan nutrisi di usus (Samarasinghe, 2003) diduga belum cukup dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang lebih cepat dalam tubuh itik dan menyebabkan
konsumsi pakan pada tiap perlakuan tidak berbeda nyata.
Bobot Badan Akhir
Rataan bobot badan itik lokal yang diberi tepung kunyit disajikan pada
Tabel 4 berkisar antara 1100,62 – 1144,58 g. Dilihat dari Tabel 4, secara numerik
terdapat kecendrungan peningkatan bobot badan pada kelompok itik yang diberi
tepung kunyit pada level 0,5 % dan 1 % dan menurun pada level 2 % namun masih
lebih tinggi dibanding kontrol. Meskipun begitu berdasarkan hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa pemberian tepung kunyit dengan level berbeda ( 0 %, 0,5 %,
1 %, dan 2 %) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan itik (P > 0,05), yang
berarti pemberian tepung kunyit hingga 2 % tidak memberikan efek negatif
24
terhadap bobot badan itik lokal. Hal tersebut diduga disebabkan karena konsumsi
pakan ternak itik tidak jauh berbeda, sehingga nutrisi yang diserap oleh tubuh ternak
juga hampir sama menghasilkan bobot hidup yang tidak berbeda secara signifikan.
Sonjaya (2013) menyatakan konsumsi makanan merupakan faktor penting dalam
menunjang pertumbuhan, baik jenis pakan maupun komposisi zat-zat penyusun
pakan tersebut. Peranan nutrisi dalam mempengaruhi pertumbuhan didasarkan atas
tiga hal yaitu ada tidaknya unsur esensial makanan, komposisi pakan atau
keseimbangan antara zat zat makanan, dan level energi pakan.
Serupa dengan hasil penelitian ini, Sinurat et. al. (2009) dalam penelitiannya
terhadap ayam broiler menyatakan bahwa pemberian tepung kunyit hingga
500 mg/kg pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot hidup ayam
broiler. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Asmarasari dan Suprijatna (2008)
bahwa penambahan kunyit dalam pakan hingga 9 % tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap bobot akhir pada ayam broiler. Namun hasil yang berbeda
dilaporkan oleh Sultan et.al. (2003) bahwa pemberian tepung kunyit 0,5 % secara
signifikan dapat meningkatkan bobot hidup pada ayam broiler. Dalam penelitian
tersebut peningkatan bobot badan ayam dihubungkan pada aktifitas antioksidan
yang dimiliki oleh kunyit. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rajput et.al.
(2013) menunjukkan pemberian tepung kunyit 0,2 % secara signifikan
meningkatkan bobot badan ayam broiler. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
adanya aktifitas antioksidan dan antibakteri dari senyawa kurkuminoid pada kunyit.
Kehadiran antioksidan dalam pakan dapat mencegah kerusakan jaringan tubuh
akibat serangan radikal bebas sehingga ternak menjadi lebih sehat, sedangkan
25
antibakteri dapat mengurangi populasi koloni bakteri dalam saluran pencernaan
sehingga penyerapan nutrisi makanan menjadi lebih baik dan berakibat pada bobot
badan yang lebih tinggi.
Bobot badan yang diperoleh pada penelitian ini seperti tersaji pada Tabel 4
lebih rendah dibandingkan bobot hidup Itik Alabio dan Itik Cihateup yaitu 1315 g
dan 1236 g (Randa, 2007), Itik Tegal 1270 g dan Itik Mojosari 1223 g (Arifah,
2013) pada umur yang sama. Sedangkan lebih tinggi dibandingkan Itik Magelang
yakni 1021 g (Arifah, 2013). Bervariasinya bobot hidup berbgai itik lokal tersebut
diduga disebabkan oleh perbedaan jenis ternak (Randa, 2007) jenis kelamin,
tatalaksana pemeliharaan, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan (North and
Bell, 1990 dikutip oleh Putra, 2007), bentuk fisik pakan serta tataletak tempat pakan
dan tempat minum (Putra, 2007).
Feed Convertion Ratio (FCR)
FCR (feed convertion ratio) merupakan salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam setiap pemeliharaan ternak untuk melihat seberapa efisien
pakan digunakan. Semakin kecil nilai FCR menunjukkan semakin efisien
panggunaan pakan yang diberikan. Rataan nilai FCR yang diperoleh pada penelitian
ini yaitu 5,05 – 5,48 g. Secara numerik, Tabel 4 menunjukkan perlakuan K1 (0,5 %
kunyit) memiliki nilai FCR sedikit lebih rendah dibanding kelompok perlakuan
lainnya dan kelompok perlakuan K2 (1 % kunyit) dan K3 (2 % kunyit) memiliki
nilai FCR sedikit lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Meskipun begitu, hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh
yang signifikan pemberian level kunyit yang berbeda terhadap nilai FCR (P>0,05)
26
yang berarti pemberian kunyit tidak menurunkan efisiensi pakan yang digunakan.
Hal ini diduga karena ternak itik yang dipelihara secara intensif dalam kandang
tertutup menyebabkan serangan patogen menjadi lebih rendah dan ternak tidak
dalam kondisi terserang patogen, membuat pakan yang dikonsumsi ternak itik
diserap lebih baik sehingga kehadiran kurkumin dalam kunyit dengan dosis kecil
memperlihatkan pengaruh yang tidak begitu besar. Namun dalam kondisi ternak
mengalami serangan patogen yang tinggi, kunyit menunjukkan pengaruh yang
cukup besar. Abbas et. al. (2010) melaporkan bobot badan ayam broiler yang diberi
kunyit 3% dalam pakan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok yang
tidak diberi kunyit pada ayam yang terinfeksi E. tenella, namun memiliki bobot
badan yang sama dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang tidak terinfeksi.
Selain itu, Dono (2012) menyatakan aktifitas antibiotik yang dimiliki kurkumin
dalam kunyit dapat meningkatkan efisiensi pakan dengan melindungi ternak dari
serangan patogen dan menghasilkan kualitas daging yang lebih baik.
Nilai konversi pakan yang diperoleh pada penelitian ini terbilang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai konversi pakan itik magelang, itik tegal dan itik mojosari
yang berkisar antara 4,10 sampai 4,45 (Arifah dkk., 2013), namun lebih rendah
dibanding nilai konversi pakan itik alabio dan itik cihateup pada penelitian Randa
(2007) yaitu 8,88 dan 8,92. Nilai konversi pakan yang hampir serupa dengan hasil
penelitian ini dikemukakan oleh Putra (2007) pada itik lokal jantan yaitu berkisar
antara 5,11 sampai 5,64. Bervariasinya nilai konversi pakan pada berbagai jenis itik
lokal indonesia ini diduga disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain genetik itik,
27
pakan yang digunakan, kondisi lingkungan serta metode pemeliharaan yang
diterapkan.
Sejalan dengan penelitian ini, Sinurat et.al. (2009) melaporkan pemberian
tepung kunyit 500 mg/kg tidak berpengaruh nyata terhadap nilai FCR pada ayam
broiler. Asmarasari dan Suprijatna (2008) juga melaporkan pemberian tepung
kunyit dalam pakan hingga 9 % tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai FCR pada ayam broiler. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Durrani
et.al. (2006), Samarasinghe et.al. (2003), Rajput et.al. (213), dan Sultan (2003)
pada percobaan terhadap ayam broiler menyatakan pemberian tepung kunyit dalam
pakan pada berbagai level secara signifikan dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pakan dan menurunkan nilai FCR. Meningkatnya efisiensi pakan dapat
disebabkan oleh senyawa curcuminoid yang terdapat dalam kunyit yang memiliki
aktifitas antibakteri (Lawhavinit et.al. 2010 dan Moghaadamtousi et.al. 2014).
Menurut Dhama et.al. (2014) keberadaan antibakteri pada saluran pencernaan
unggas dapat menjaga keseimbangan mikroflora dalam usus dimana bakteri
patogen seperti E.coli atau bakteri Gram-negatif lainnya yang dapat menyebabkan
inflamasi pada mukosa usus dapat dihambat, sehingga penyerapan nutrisi pakan
lebih baik. Selain itu antibakteri dalam pakan juga dapat mengurangi persaingan
nutrisi antara mikroba dan ternak inang itu sendiri sehingga nutrisi pakan yang
tersedia lebih banyak. Lebih lanjut Dhama et.al. (213) menyatakan antibakteri dapat
meningkatkan penyerapan nutrisi karena dinding usus lebih tipis akibat
berkurangnya koloni mikroba sehingga permukaan usus yang bertugas menyerap
nutrisi pakan lebih luas.
28
Mortalitas
Mortalitas merupakan persentase jumlah ternak yang mati. Nilai mortalitas
pada penelitian ini yaitu 12,5 % baik perlakuan yang diberi kunyit maupun
perlakuan kontrol. Hal ini berarti kunyit tidak memiliki kandungan yang dapat
menyebabkan kematian pada ternak itik. Dono (2012) menyatakan belum ada
publikasi ilmiah yang melaporkan adanya efek buruk penggunaan kuyit yang diberi
pada dosis sedang. Selain itu, World Health Organization (WHO) (1987)
menyatakan kunyit dan kandungan kurkumin didalamnya aman digunakan pada
makanan manusia dan ternak. Meskipun begitu, nilai mortalitas yang diperoleh
pada penelitian ini terbilang cukup tinggi yaitu 12,5 % dari total populasi (64 ekor).
Hal tersebut diduga karena keadaan lingkungan yang berubah-ubah, variasi suhu
yang cukup tinggi, serta kehadiran berbagai predator yang menyebabkan tingkat
cekaman dan stress meningkat, menjadi penyebab meningkatnya nilai mortalitas
ternak itik.
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian tepung kunyit dalam pakan hingga taraf 2 % tidak berpengaruh
nyata terhadap performa itik lokal yang meliputi pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, bobot badan akhir, FCR (Feed Convenrtion Ratio), dan mortalitas.
Saran
Penelitian mengenai penggunaan tepung kunyit pada ternak itik sebaiknya
dilakukan peningkatan level pemberian kunyit serta diberi perlakuan dimana ternak
mengalami cekaman atau terserang organisme patogen .
30
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, R.Z., Z. Iqbal, M.N. Khan, M.A. Zafar, and M.A. Zia. 2010. Anticoccidial
activity of Curcuma longa L. in broilers. Braz. Arch. Biol. Technol. 53 (1) :
63-67.
Akram, M., S. Uddin, A. Afzal, K. Usmanghani, A. Hannan, E. Muhiuddin, and M.
Asif. 2010. Curcuma longa and curcumine : a review article. Rom. J. Biol.Plant Biol. 55 (2) : 65 – 70.
Alyandari N.R. 2014. Performa itik rambon jantan fase pertumbuhan pada
pemberian ransum dengan kandungan energi-protein berbeda. Skripsi.
Universitas Padjadjaran : Bandung.
Arifah N., ismoyowati, dan N. Iriyanti. 2013. Tingkat pertumbuhan dan konversi
pakan pada berbagai itik lokal jantan (Anas plathyrhinchos) dan itik manila
jantan (Cairrina moschata). Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (2) : 718-725.
Asmarasari S.A. dan E. Suprijatna. 2008. Pengaruh penggunaan kunyit dalam
ransum terhadp performans ayam broiler. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. P : 657-662.
Ayoub, M., A. El-far, N. Taha, M. Karshom, A. Mandour, A. Abdul-hamied, and
M.S. El-neweshi. 2011. The biochemical protective role of some herb against
aflatoxicosis in duckling : I. Turmeric. Lucrari Stiintifice. 50 : 150 – 159.
Campbell, T.W. 1997. Avian Hematology and Cytology. 3th Ed. Llowa State
University Press. Ames.
Chainani, W. 2003. Safety and anti-inflammatory activity of curcumin: a
component of tumeric ( Curcuma longa). J. Alter. Compl. Med. 9 (1) : 161168.
Chen, D.Y., J.H. Shien, L. Tiley, S.S. chiou, S.Y. Wang, T.J. Chang, J.Y. Lee,
K.W. Chan, W.L. Hsu. 2010. Curcumin inhibits influenza virus infection and
haemagglutination activity. Food Chem. 119 (4) : 1346–1351.
Dhama K., R. Tiwari, R.R. khan, S. Chakraborti, M. Gopi, K. Karthik, M.
Saminathan, P.A. Desingu, and L.T. Sungkara. 2014. Growth promotor and
novel feed additives amproving poultry production and health, bioactive
principles and beneficial application : the trends and advances – a review.
Inter. J. Pharmacol. P : 1-31.
Ditjennak. 2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktoran Jendral
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI : Jakarta
Dono, N. D. 2012. Nutritional strategies to improve enteric health and growth
performance of poultry in the post antibiotic era. PhD Thesis Collage of
Medical, Veterinary and Life Science, University of Glasgow : Scotland.
32
Durrani, F. R., M. Ismail, A. Sultan, S. M. Suhail, N. Chand, and Z. Durrani. 2006.
Effect of different levels of feed added turmeric (Curcuma longa) on the
performance of broiler chicks. J. Agrl. Bio. Sci. 1 : 9-11.
Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series).3th
Ed.Interstate Publisher, Inc. Danville, Illionis.
Ernadi, M., and H. Kermanshashi. 2007. Effect of turmeric rhizome powder on the
activity of some blood enzymes in broiler chicken. Inter. J. Poul. Sci.. 6 (1) :
48 – 51.
Gaspersz, 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito: Bandung
Iskandar S., T. Antawijaya, A. Lasmini, D. Zainuddin, T. Murtisari, B. Wibowo, T.
Susanti. 1994. Respon pertumbuhan anak itik jantan jenis tegal, magelang,
turi, mojosari, bali, dan alabio terhadap ranssum berbeda kepadatan gizi.
Prosiding pengolahan dan komunikasi hasil-hasil penelitian. Balai penelitian
ternak ciawi, bogor. Hlm. 549-559.
Kiuchi, F., Y. Goto, N. Sugimoto, N. Akao, and Y. Tsuda. 1993. Nematocidal
activity of turmeric : synergistic action of curcuminoids. Chem. Pharm. Bull.
41 (9) : 1640-1643.
Kusnadi, E., dan A. Rachmat. 2010. Pengaruh suplementasi kunyit (Curcuma
domestica Val.) terhadap perubahan komponen darah dan pertumbuhan ayam
broiler yang mengaami cekaman panas. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Pp: 760 – 765.
Lal, J. 2012. Turmeric, curcumin and our Life: a review. Bull. Environ. Pharmacol.
Life Sci. 1 (7) : 11 – 17.
Lawhavinit, O., N. Kongkathip, and B. Kongkathip. 2010. Antimicrobial activity
of curcuminoids from curcuma longa l. on pathogenic bacteria of shrimp and
chicken. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 44 : 364 – 371.
Li, S., W. Yuan, G. Deng, P. Wang, and P. Yang. 2011. Chemical compotition and
product quality control of turmeric (Curcuma longa L.). Phar. Crops. 2 : 2854.
Moghadamtousi, S. Z., H. A. Kadir, P. Hassandarvish, H. Tajik, S. Abubakar, and
K. Zandi. 2014. A Review on antibacterial, antiviral, and antifungal activity
of curcumin. BioMed Research International. P : 1-12.
Mujahid, A., N.R. Pumford, W. Bottje, K. Nakagawa, T. Miyazawa, Y. Akiba, and
M. Toyomizu. 2007. Mitochondrial oxidative damage in chicken skeletal
muscle induced by acute heat stress. J. Poult. Sci. 44 (4) : 439-445.
National research council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry : Ninth Revised
Edition. National Academy Press : Washington, D.C.
33
Nisar, T., M. Iqbal, A. Raza, M. Safdar, F. Iftikar, and M. Waheed. 2015. Turmeric:
a promising spice for phytochemical and antimicrobial activities. AmericanEurasian J. Agric. & Environ. Sci., 15 (7): 1278-1288.
Osawa, T., Y. Sugiyama, M. Inayoshi, and S. Kawakishi. 2015. Antioxidative
activity of tetrahydrocurcuminoids. Biosci. Biotech. Biochem., 59 (9) : 16091612.
Prasetyo, L.H. 2000. Village breeding programme for local breed of duck in
indonesia. Proceeding of Worksop on Developing Breeding Strategies for
Lower Input Animal Production Environment. Italy, September 22 – 25,
2000. Pp 479 - 483
Putra C.N.A. 2007. Pengaruh Penempatan Tempat Air Minum dan Bentuk Fisik
Pakan terhadap Performa Itik Lokal Jantan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
: Bogor.
Radwan, N. L., R. A. Hassan, E. M Qota, and H. M. Fayek. 2008. Effect of natural
antioxidant on oxidative stability of eggs and productive and reproductive
performance of laying hens. Inter. J. Poult. Sci. 7 : 134-150.
Rajput, N., N. Muhammah, R. Yan, X. Zhong, and T. Wang. 2013. Effect of dietary
supplementation of curcumin on growth performance, intestinal morphology
and nutrients utilization of broiler chicks. J. Poult. Sci. 50 : 44-52.
Randa S.Y. 2007. Bau Daging dan Performa Itik Akibat Pengaruh Perbedaan Galur
dan Jenis Lemak serta Kombinasi Komposisi Antioksidan (Vitamin A, C, dan
E) dalam Pakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor :
Bogor.
Samarasinghe, K., C. Wenk, K. S. F. T. Silva, and J. M. D. M. Gunasekera. 2003.
Turmeric (Curcuma longa) root powder and mannanoligosaccharides as
alternative to antibiotic in broiler chicken diet. Asian-aust. J. Anim. Sci.
16 (10) : 1495 -1500.
Scanes, C.G., G. Brat and M. E. Ensminger, 2004. Poultry Science. 4th Edition
Prentince Hall : New Jersey.
Setioko, A.R. 1997. Prospek dan kendala peternakan itik gembala di Indonesia.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pp : 254 – 261
Setioko, A.R., L.H. Prasetyo, dan T. Susanto. 1994. Seleksi awal itik lokal.
Prosiding. Seminar Peternakan Unggas dan Aneka Ternak. Balai Penelitian
Ternak, Ciawi, Bogor.
Sihombing, P. A. 2007. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) sebagai
Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor : Bogor
34
Sinurat A.P., T. Purwadaria, I.A.K. Bintang, P.P. Ketaren, N. Bermawie, M.
Raharjo, dan M. Rizal. 2009. Pemanfaatan kunyit dan temulawak sebagai
imbuhan pakan untuk ayam broiler. Jurnal Ilmu dan Teknologi Veteriner. 14
(2) : 90-96.
Sonjaya, H. 2013. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press : Bogor
Sultan, S.I. 2003. The effect of Curcuma longa (turmeric) on overall performance
of broiler chickens. Inter. J. Poult. Sci. 2 : 351-353.
Wahyu, Y. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.
WHO .1987. Principles for the Safety Assessment of Food Additives and
Contaminants in Food. World Health Organization (WHO), International
Programme on Chemical Safety (IPCS), in Cooperation with the Joint
WHO/FAO Expert Committee on Food Additives (JECFA), Geneva,
Switzerland. World Health Organization No. 70.
35
Lampiran 1. Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan itik lokal yang diberi
tepung kunyit dalam pakan
Descriptive Statistics
Dependent Variable:PBB
Perlakuan
dimension1
Mean
Std. Deviation
N
K0
103,7900
7,59371
4
K1
107,4550
6,97006
4
K2
108,1650
10,01816
4
K3
106,0200
3,90329
4
Total
106,3575
6,88112
16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:PBB
Source
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
44,710a
3
14,903
,269
,847
180990,685
1
180990,685
3263,365
,000
44,710
3
14,903
,269
,847
Error
665,536
12
55,461
Total
181700,931
16
710,246
15
Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = ,063 (Adjusted R Squared = -,171)
36
Lampiran 2. Hasil analisis ragam konsumsi pakan itik lokal yang diberi tepung
kunyit dalam pakan
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Total_konsumsi
Perlakuan
dimension1
Mean
Std. Deviation
N
K0
5842,1375
400,39057
4
K1
5728,2950
299,58391
4
K2
6168,9300
205,08599
4
K3
6159,1725
272,38714
4
Total
5974,6338
336,56390
16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Total_konsumsi
Source
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
600174,476a
3
200058,159
2,185
,143
5,711E8
1
5,711E8
6236,546
,000
600174,476
3
200058,159
2,185
,143
Error
1098954,444
12
91579,537
Total
5,728E8
16
1699128,921
15
Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = ,353 (Adjusted R Squared = ,192)
37
Lampiran 3. Hasil analisis ragam bobot badan akhir itik lokal yang diberi tepung
kunyit dalam pakan
Descriptive Statistics
Dependent Variable:BBakhir
Perlakuan
dimension1
Mean
Std. Deviation
N
K0
1100,6250
75,58453
4
K1
1139,1650
70,40097
4
K2
1144,5825
98,15191
4
K3
1124,3750
43,43564
4
Total
1127,1869
68,89964
16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Bbakhir
Source
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
4638,092a
3
1546,031
,279
,840
2,033E7
1
2,033E7
3664,536
,000
4638,092
3
1546,031
,279
,840
Error
66569,308
12
5547,442
Total
2,040E7
16
71207,401
15
Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = ,065 (Adjusted R Squared = -,169)
38
Lampiran 4. Hasil analisis ragam feed convertion ratio itik lokal yang diberi tepung
kunyit dalam pakan
Descriptive Statistics
Dependent Variable:FCR
Perlakuan
dimension1
Mean
Std. Deviation
N
K0
5,3250
,50474
4
K1
5,0525
,53519
4
K2
5,4175
,49169
4
K3
5,4875
,40352
4
Total
5,3206
,46718
16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:FCR
Source
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
,437a
3
,146
,615
,618
452,945
1
452,945
1915,656
,000
,437
3
,146
,615
,618
Error
2,837
12
,236
Total
456,219
16
3,274
15
Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Corrected Total
a. R Squared = ,133 (Adjusted R Squared = -,083)
39
Lampiran 5. Hasil analisis ragam Mortalitas itik lokal yang diberi tepung kunyit
dalam pakan
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Mortalitas
Perlakuan
dimension1
Mean
Std. Deviation
N
K0
12,5000
14,43376
4
K1
12,5000
14,43376
4
K2
12,5000
14,43376
4
K3
12,5000
14,43376
4
Total
12,5000
12,90994
16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Mortalitas
Source
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
,000a
3
,000
,000
1,000
2500,000
1
2500,000
12,000
,005
,000
3
,000
,000
1,000
Error
2500,000
12
208,333
Total
5000,000
16
Corrected Total
2500,000
15
Corrected Model
Intercept
Perlakuan
a. R Squared = ,000 (Adjusted R Squared = -,250)
40
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
Pemeliharaan masa starter
Pencampuran kunyit pada
pakan basal
Penimbangan pakan
pemberian
Koleksi pakan sisa
Pemberian pakan
Penimbangan bobot badan itik
41
RIWAYAT HIDUP
Jihadulhaq Bin Marra, lahir di Rappang, Kabupaten
Sidenreng Rappang (Sidrap) pada tanggal 03 September 1994,
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak
Marra dan Ibu Fatmawati.
Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah
sebagai murid akademik di SD Negeri 3 Carawali. Kemudian setelah lulus tahun
2006, malanjutkan studi di SMPS Rahmatul Asri, lulus tahun 2009 dan melanjutkan
di sekolah menengah atas di SMK Negeri 1 Watang Pulu, lulus tahun 2012
Setelah menyelesaikan sekolah menengah atas, pada tahun yang sama penulis
diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur undangan Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar. Selama berada di bangku perkuliahan, sselain
sempat aktif sebagai asisten laboratorium di Laboratorium Fisiologi Ternak, penulis
juga sempat aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak dan
Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
42
Download