BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sunyoto (2012) manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Menurut Jackson (2006), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara baik guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Marwansyah (2010:3) menyatakan manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekruitmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan hubungan industrial. Menurut Hariandja (2007:3) menjemen sumber daya manusia adalah keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, kebijakan, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektifitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan. Aktivitas berarti melakukan berbagai kegiatan, misalnya melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis jabatan, rekruitmen, seleksi, orientasi, memotivasi dan lain-lain. Menentukan berbagai kebijakan sebagai arah tindakan seperti lebih mengutamakan sumber dari dalamuntuk mengisis jabatan dan lain-lain, dan program seperti melakukan program pelatihan dalam aspek metode yang dilakukan, orang yang terlibat , dan lain-lain. Secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan artinya semua aktivitas dilakukan dengan tidak bertentangan dengan norma dalam masyarakat yang berlaku. Dessler (2013:4) menyatakan manajemen sumber daya manusia adalah proses merekrut, melatih, menilai, dan mengkompensasikan 9 karyawan dengan 10 memperhatikan pertimbangan hubungan antar karyawan, keamanan dan kesehatan, serta keadilan. Berdasarkan definisi diatas, maka sebagian besar pengertian menejemen sumber daya manusia mengandung unsur unsur persamaan: perencanaan sumber daya manusia, pengembangan, kompensasi, kesehatan dan keselamatan, serta hubungan kerja untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa menejemen sumber daya manusia adalah keseluruhan program, kebijakan, dan tindakan, untuk mengelola tenaga kerja dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dan meningkatkan efektifitas organisasi. 2.1.1 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sunyoto (2012), kegiatan atau aktivitas manajemen sumber daya manusia secara umum dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu persiapan dan pengadaan, pengembangan dan penilaian, pengkompensasian dan perlindungan, dan hubungan-hubungan kepegawaian. a. Persiapan dan pengadaan Kegiatan persiapan dan pengadaan meliputi banyak kegiatan diantaranya adalah kegiatan analisis jabatan, yaitu kegiatan untuk mengetahui jabatan-jabatan yang ada dalam organisasi beserta tugas-tugas yang dilakukan dan persyaratan yang harus dimiliki oleh pemegang jabatan tersebut dan lingkungan kerja dimana kegiatan tersebut dilakukan. b. Pengembangan dan penilaian Setelah mereka bekerja secara berkala harus dilakukan pelatihanpelatihan. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai dan menjaga terjadinya keusangan kemampuan pegawai akibat perubahan-perubahan terjadi dalam lingkungan kerja. Kemudian dilakukan penilaian yang bertujuan untuk melihat apakah unjuk kerja pegawai sesuai dengan yang diharapkan, dan memberikan umpan balik untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja. c. Pengkompensasian dan perlindungan Untuk mempertahankan dan memelihara semangat kerja dan motivasi, para pegawai diberi kompensasi dan beberapa keuntungan lainnya dalam bentuk program-program kesejahteraan. Hal ini disebabkan pegawai 11 menginginkan balas jasa yang layak sebagai konsekuensi pelaksanaan pekerjaan. d. Hubungan-hubungan kepegawaian Hubungan ini meliputi usaha untuk memotivasi pegawai, memberdayakan pegawai yang dilakukan melalui penataan pekerjaan yang baik, meningkatkan disiplin pegawai agar mematuhi aturan, kebijakan-kebijakan yang ada dan melakukan bimbingan. 2.2 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya (Sunyoto, 2012:210). Ivancevich, (2011:77) menyatakan kepuasan kerja sebagai perilaku yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya dan derajat kesesuaian antara individu dengan organisasi. Menurut Tangkilisan (2007:164), kepuasan kerja adalah tingkat kesenangan yang dirasakan oleh seseorang atas peranan atau pekerjaan yang dilakukannya dalam sebuah organisasi. Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu dimana mereka merasa mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat mereka bekerja. Jadi, kepuasan kerja menyangkut psikologis individu di dalam organisasi yang diakibatkan oleh keadaan yang ia rasakan dari lingkungannya Menurut Luthans (2006) dalam Sopiah (2008), kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Menurut Kalleberg (1977) dalam Tricia (2008:359) kepuasan kerja mengacu pada perasaan secara keseluruhan pada individu terhadap peran yang saat ini mereka duduki. Berdasarkan definisi diatas, maka sebagian besar pengertian kepuasan kerja mengandung unsur unsur persamaan: keadaan emosional yang menyenangkan terhadap pekerjaannya. 12 Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif dan menyenangkan dari seorang karyawan terhadap pekerjaannya. 2.2.1 Faktor Penyebab Kepuasan Kerja Menurut Luthans (2006) dalam Sopiah (2008:171) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan kerja yaitu: 1. Pekerjaan itu sendiri. Isi dari pekerjaan itu sendiri adalah sumber utama dari kepuasan kerja, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan kecakapan serta menawarkan variasi pekerjaan, kebebasan dan umpan balik dari atasan tentang sejauh mana pekerjaan mereka 2. Kompensasi (upah atau gaji) Pemberian kompensasi merupakan imbalan dari perusahaan untuk karyawan atas pelayanan yang telah diberikan oleh karyawan. Gaji dikatakan penentu penting dalam menentukan kepuasan kerja, karena diperlukan untuk memenuhi banyak kebutuhan hidup pegawai. Hal terpenting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai keadilan yang didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja 3. Promosi jabatan Promosi jabatan merupakan faktor yang berhubungan dengan ada atau tidak adanya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Promosi menunjuk pada suatu kesempatan untuk memperoleh jenjang tertentu yang lebih tinggi dalam organisasi. Kesempatan tersebut bisa timbul karena berbagai faktor diantaranya pengetahuan dan kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan. Pencapaian 13 prestasi tertentu juga memungkinkan diberikanya kesempatan untuk mendapatkan jenjang jabatan yang lebih menantang 4. Hubungan dengan rekan kerja Faktor ini berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasanya dan pegawai yang lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaanya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu, bila mempunyai rekan kerja, kelompok kerja yang kohesif, ramah dan menyenangkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Dukungan, motivasi, perhatian, dan tingkat pemahaman ditunjukan sebagai suatu proses positif dari sebuah interaksi antar sesama pegawai dalam organisasi. Kesetiakawanan, kerukunan dan kesediaan untuk saling bekerjasama antar teman sekerja merupakan sumber peningkatan kepuasan kerja. 5. Supervisi Supervisi adalah kemampuan seorang atasan untuk memberikan bantuan secara teknis maupun memberikan dukungan, baik dalam hal mengarahkan, memimpin, dan mengembangkan karyawan yang bekerja dibawah divisinya. Para atasan umumnya menaruh perhatian yang cukup untuk memperhatikan bawahannya, tapi beberapa diantaranya tidak cukup menaruh perhatian. Cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut, dan hal ini memengaruhi kepuasan kerja. Hubungan antara bawahan dan atasan sangat penting gunanya dalam perusahaan, oleh sebab itu, penting bagi para bawahan untuk mengetahui harapan atasan mereka. Atasan yang baik mampu menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi karyawan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah atau ibu atau teman, sekaligus atasan. Dengan kata lain, konsep ini adalah sejauh mana atasan memberikan peluang kepada karyawannya melalui tugas-tugas yang mereka berikan dan umpan balik dari karyawan. 14 6. Lingkungan kerja Faktor ini lebih banyak berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja. Jika kondisi kerjanya berkualitas baik misalnya tampak bersih dan menarik, maka individu akan dapat lebih semangat melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya jika kondisi lingkungan kerja tidak berkualitas baik misalnya kotor, berisik dan panas, maka individu seringkali tidak betah dan mengeluh dalam bekerja. 2.2.2 Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja Menurut Jackson (2000) dalam Sopiah (2008:171), dimensi kepuasan kerja terdiri dari: 1) Pekerjaan itu sendiri: tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak 2) Gaji: jumlah dan rasa keadilannya 3) Kesempatan untuk berkembang: peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi 4) Kerjasama yang baik dengan rekan kerja: rekan kerja yang kompeten dan menyenangkan 5) Peran atasan: keadilan dan standar kompetensi penugasan managerial oleh manager. Menurut Sanusi (1989) maupun Purnomosidhi (1990) dalam Sopiah (2008:171) mengemukakan bahwa indikator kepuasan kerja terdiri dari: kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, gaji, rasa aman dalam bekerja, kemajuan, kesempatan untuk maju, hubungan dengan kelompok, kepuasan terhadap atasan. Menurut Atmajawati (2007:21) indikator kepuasan kerja terdiri dari: • Pekerjaan itu sendiri yaitu pembagian tugas yang jelas sesuai dengan posisi karyawan • Promosi merupakan penghargaan berupa kenaikan pangkat jika seseorang tersebut berprestasi • Kondisi kerja meupakan segala sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas. Sedangkan menurut Kalleberg (1977) dalam Tricia (2008:359) menemukan bahwa kepuasan kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu dimensi intrinsik (mengacu pada pekerjaan itu sendiri) dan dimensi ektrinsik 15 (mewakili aspek eksternal pekerjaan). Indikator dari dimensi intrinsik adalah sejauh mana pekerjaan itu menarik, dan dapat dikerjakan secara mandiri. Sedangkan indikator dari dimensi ekstrinsik terdiri dari : • Finansial, mengacu pada item seperti gaji, tunjangan, manfaat lainnya • Karir, mengacu pada peluang yang disediakan pekerjaan untuk kemajuan karir • Kenyamanan, mengacu pada tempat yang bersih, menarik, tidak bising, dan tidak panas • Hubungan dengan sesama karyawan, mengacu pada hubungan dengan rekan kerja dan termasuk kesempatan untuk berteman dengan orangorang ditempat kerja serta keramahan, kemauan untuk membantu. • Kecukupan sumber daya, mengacu pada tingkat dimana sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan baik tersedia untuk pekerja. Berdasarkan definisi di atas, maka sebagian besar dimensi kepuasan kerja mengandung unsur unsur persamaan: pekerjaan itu sendiri, karir, dan kerja sama dengan rekan kerja. Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi kepuasan kerja terdiri dari: dimensi intrinsik (mengacu pada pekerjaan itu sendiri) dan dimensi ekstrinsik (mewakili aspek eksternal pekerjaan). 2.2.3 Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Seorang manajer sumber daya manusia sangat berkepentingan untuk memahami dan memenuhi berbagai dimensi kepuasan kerja serta mengantisipasi berbagai kemungkinan konsekuensi tertutama yang bernuasa negatif. Menurut Judge (2007:83) mengungkapkan dampak kepuasan kerja jika dipenuhi dapat meningkatkan produktifitas, menurunkan absensi, menekan turnover. Menurut Judge (2007:82), tingkat kepuasan kerja karyawan yang rendah akan berdampak pada tindakan-tindakan : 1. Keluar (Exit) Ketidakpuasan kerja diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain (turnover) 16 2. Menyuarakan (Voice) Ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif, memperbaiki kondisi, memberi saran perbaikan dan diskusi masalah. 3. Mengabaikan (Neglect) Ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, sering absen, terlambat, malas, dan kinerja menurun 4. Kesetiaan (Loyalty) Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dan percaya bahwa organisasi akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi. Gambar 2.1 EVLN Model Sumber : Perilaku Organisasi (Judge, 2013:83) 2.3 Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Jackson (2000) dalam Sopiah (2008:155), komitmen organisasi merupakan tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut. Mowday dalam Sopiah (2008:155), komitmen organisasi adalah keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. Judge (2007:74) berpendapat bahwa komitmen organisasi adalah sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi. Berdasarkan definisi diatas, maka sebagian besar pengertian komitmen organisasi mengandung unsur unsur persamaan: penerimaan terhadap tujuan 17 organisasi dan keinginan untuk mempertahankan atau memelihara keanggotaan dalam organisasi. Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat penerimaan karyawan terhadap tujuan dan nilai nilai organisasi serta memiliki hasrat untuk bertahan di organisasi. 2.3.1 Faktor-Faktor Pengaruh Komitmen Organisasi Minner (2007:34) mengemukakan empat faktor yang memengaruhi komitmen karyawan antara lain : 1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian 2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan 3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan 4. Pengalaman kerja, dimana pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tersebut ,tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan Sedangkan menurut Asikgil (2011:53) juga mengemukakan empat faktor yang memengaruhi komitmen karyawan antara lain: 1. Faktor personal Telah ditemukan pada dua jenis variabel: variabel demografis (misalnya jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, rasdan ciri-ciri kepribadian) dan variabel disposisional (misalnya kepribadian, nilainilai) 2. Faktor yang berhubungan dengan peran Adanya Ambiguitas peran dan konflik peran 3. Pengalaman kerja Banyaknya pengalaman kerja karyawan di organisasi saat ini, memengaruhi komitmen organisasi 18 4. Faktor budaya Nilai-nilai budaya sangat memengaruhi ide-ide dan praktek kerja manajemen dan perusahaan. Menurut Porter dalam (Sopiah, 2008: 164) mengemukakan ada sejumlah faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu 1. Faktor personal yang meliputi kontrak psikologis dan karakteristik personal 2. Faktor organisasi, yang meliputi pengalaman kerja, lingkup pekerjaan, pengawasan, konsistensi tujuan organisasi 3. Faktor yang bukan dari dalam organisasi, yang meliputi ada tidaknya alternatif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu pegawai akan meninggalkannya. Berdasarkan definisi diatas, maka sebagian besar faktor- faktor pengaruh komitmen organisasi mengandung unsur unsur persamaan: faktor personal, konflik peran dan pengalaman kerja Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor pengaruh komitmen organisasi adalah faktor personal, faktor organisasi, dan faktor diluar organisasi 2.3.2 Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasi Judge (2007:76), mengklasifikasikan komitmen organisasi ke dalam 3 dimensi, yaitu sebagai berikut: 1) Komitmen afektif (affective comitment), yaitu keterikatan emosional karyawan dengan organisasi dan keterlibatan dalam organisasi. Keterikatan emosional ini terbentuk karena karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi serta setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Sedangkan keterlibatan dalam organisasi dapat dilihat dari karyawan yang memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk mendukung organisasi dalam mencapai misinya (want) 19 2) Komitmen berkelanjutan (continuence commitment), yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Semakin lama seseorang tinggal dalam organisasi, akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka investasikan di organisasi selama bertahun-tahun, misalnya senioritas, kesempatan promosi, persahabatan dengan rekan kerja. Karyawan dengan komitmen ini akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin mengambil resiko kehilangan hal-hal tersebut (need) 3) Komitmen normatif (normative commiment), yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena tindakan tersebut merupakan hal wajib dan keharusan. Karyawan dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya bekerja. Karyawan ini akan merasa enggan untuk mengecewakan majikannya dan khawatir akan dicap buruk oleh rekan sekerjanya bila ia keluar dari pekerjaan tersebut (should) 2.3.3 Dampak dari Komitmen Organisasi Menurut Asikgil (2011) dampak dari tidak adanya komitmen organisasi antaralain: 1. Ketidakhadiran Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara ketidakhadiran dan komitmen organisasi. Dengan kata lain, personil yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang lebih rendah cenderung tidak hadir 2. Turnover Penelitian di daerah ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara turnover dan komitmen organisasi. Dengan kata lain, personil yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang lebih rendah cenderung meningkatkan turnover. 20 Koch (1978) dalam Sopiah (2008: 166), mengemukakan bahwa dampak komitmen organisasi yang rendah ditinjau dari segi organisasi adalah turnover, tingginya absensi, meningkatnya keterlambatan kerja, kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai karyawan di organisasi. Jansen (1983) dalam Sopiah (2008:166) menambahkan bahwa bila komitmen karyawan rendah maka ia bisa memicu perilaku karyawan yang kurang baik, misalnya tindakan kerusuhan yang dampak lebih lanjutnya adalah reputasi organisasi menurun, kehilangan kepercayaan, dan dampak lebih jauh lagi adalah menurunnya laba perusahaan. Ditinjau dari sudut karyawan, komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan karir karyawan itu sendiri. Ditinjau dari segi perusahaan karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi akan memberikan sumbangan terhadap organisasi dalam hal stabilitas tenaga kerja (Sopiah,2008:166) Menurut Guinon (1995) dalam Sopiah (2008), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan berdampak pada karyawan tersebut yaitu dia lebih puas dalam pekerjaanya, tingkat absensinya menurun dan tetap bertahan dalam organisasi. Menurut Zajac (1990) dalam Sopiah (2008:167) dampak komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi dan lebih puas dalam kehidupan mereka secara keseluruhan. Berdasarkan definisi diatas, maka sebagian besar dampak komitmen organisasi yang rendah mengandung unsur unsur persamaan: turnover dan ketidakhadiran. Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak komitmen organisai yang rendah adalah turnover, ketidakhadiran tinggi, keterlambatan kerja dan kurangnya intensitas untuk bertahan, demikian juga dampak komitmen organisasi yang tinggi adalah absensi menurun dan keinginan untuk bertahan dalam organisasi dan kepuasan kerja. 2.3.4 Cara Membangun Komitmen Organisasi Dessler dalam (Sopiah, 2008: 159) mengemukakan cara cara yang dapat digunakan untuk membangun komitmen dalam organisasi, 5 diantaranya yaitu: 21 1. Make it Charismatic : jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku dan bertindak 2. Build the tradition : segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya 3. Two-way communication : jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan 4. Create a sense of community : jadikan semua unsure dalam organisasi sebagai suatu komunitas dimana didalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerjasama, berbagi dan lainnya 5. Build value-based homogeneity : membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, minat, motivasi, kinerja tanpa ada diskriminasi 2.4 Turnover dan Turnover Intention 2.4.1 Pengertian Turnover Turnover adalah pemisahan yang sebenarnya dari organisasi (Asikgil ,2011). Turnover adalah pemberhentian pegawai yang bersifat permanen dari perusahaan baik yang dilakukan oleh pegawai sendiri secara sukarela maupun yang dilakukan oleh perusahaan (Judge, 2013:508). Menurut Cascio dalam Novliadi (2007) mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. Menurut Gunawan (2013) mendefinisikan turnover sebagai kenyataan akhir yang dihadapi perusahaan (kehilangan sejumlah karyawan) pada periode tertentu. Menurut Jackson (2006:221), mengatakan bahwa turnover adalah suatu proses dimana seorang karyawan meninggalkan suatu organisasi dan harus digantikan. 22 Berdasarkan definisi diatas, maka sebagian besar pengertian turnover mengandung unsur unsur persamaan: berhentinya pegawai secara permanen dari perusahaan. Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian turnover adalah tindakan nyata karyawan meninggalkan perusahaan secara permanen. 2.4.2 Pengertian Turnover Intention Turnover intention adalah sikap seseorang perilaku menarik diri dari organisasi (Asikgil, 2011). Turnover intention mengacu kepada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan sebuah perusahaan yang belum diwujudkan dalam tindakan nyata meninggalkan perusahaan tersebut (Wijayanti, 2005). Turnover intention (keinginan pindah kerja) adalah keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan sengaja dan sadar (Mutiara, 2004:91). Harnoto (2002) dalam Widjaja (2008) mendefinisikan turnover intention keinginan karyawann untuk berpindah dari satu tempat ke tempat kerja lainnya, turnover intention berarti belum sampai tahap realisasi melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat kerja lainnya. Staffelbach (2008:34) mengatakan turnover intention adalah probabilitas atau keinginan dari seseorang akan pindah dari pekerjaannya dalam jangka waktu tertentu dan merupakan pendahuluan akan terjadinya turnover sebenarnya. Berdasarkan definisi diatas, maka sebagian besar pengertian turnover intention mengandung unsur unsur persamaan: keinginan karyawan untuk berpindah kerja. Jadi dari unsur unsur persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian turnover intention keinginan karyawan untuk pindah kerja meningggalkan organisasi 2.4.3 Penyebab Turnover Intention Menurut Staffelbach (2008 : 35) faktor-faktor penyebab turnover intention dikategorikan sebagai berikut : 23 1. Faktor Psikologis Faktor psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan, seperti harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja atau efektifitas. Konsep turnover secara psikologis berkaitan dengan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh emosi karyawan, sikap atau persepsi. Faktor psikologi dikaitkan dengan : • Kontrak psikologis Keyakinan individu mengenai syarat dan ketentuan perjanjian dalam pertukaran jasa antara orang itu dan pihak lain. Sebenarnya konsep ini didasarkan untuk motivasi kerja karyawan dan tingkat kinerja mereka harus dipertahankan melalui insentif dan imbalan • Kepuasan kerja Keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya • Komitmen organisasi Sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi. • Job insecurity Diartikan sebagai keprihatinan tentang kelangsungan pekerjaan. Karyawan bisa merasa tidak aman / insecure walaupun sebenarnya tidak ada alasan untuk itu. Namun yang menjadikan karyawan merasakan Job Insecurity adalah kepastian masa depan dan pekerjaan di masa depannya. Job insecurity terjadi apabila seseorang akan kehilangan pekerjaan atau akan mengalami kerugian besar. 2. Faktor Ekonomi Ketika reward sama dengan di tempat kerja lain, karyawan akan memutuskan untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi menganalisis proses turnover lebih menekankan pada gaji, peluang dan ukuran organisasi. Faktor-faktor ekonomi terdiri dari : 24 • Upah Upah yang tinggi dalam pekerjaan akan mengurangi turnover • Peluang eksternal Ketersediaan alternatif, daya tarik dan attainability dari lapangan pekerjaan di lingkungan. Ketersediaan ini terutama tentang sejumlah peluang di luar organisasi. Daya tarik mengacu pada upah di tingkat peluang tersebut, attainability diartikan dengan memiliki keahlian yang dibutuhkan dalam pekerjaan tertentu • Ukuran organisasi Organisasi yang lebih kecil dihadapkan dengan tingkat turnover tinggi, sedangkan organisasi yang lebih besar mampu mempertahankan karyawan mereka dengan membayar gaji yang lebih tinggi dan memiliki peluang promosi yang lebih luas, serta menawarkan keselamatan kerja yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu terdapat hubungan terbalik antara ukuran perusahaan dan turnover intention. 3. Faktor Demografis Faktor demografis yang sering disebut juga sebagai karakteristik personal, yaitu : • Usia Faktor usia berkorelasi negatif dengan turnover intention. Orang yang lebih muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan profesional mereka, sehingga lebih sering berpindah kerja. • Masa jabatan Individu memiliki masa jabatan yang lebih lama kemudian meninggalkan organisasi akan dianggap tidak proporsional 2.4.4 Indikator Turnover Intention Lum et. al. (1998) dalam Widjaja et al (2008 : 75) menyatakan bahwa turnover intention dapat diukur dengan 3 indikator berikut ini: 1. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru di bidang yang sama di perusahaan lain. 25 Melihat perusahaan lain yang mampu memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan tempat dia bekerja saat ini, dapat menjadi alasan utama bagi individu untuk memicu keinginannya keluar dari perusahaan. 2. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru bidang yang berbeda dengan dasar keahlian yang sama di perusahaan lain. Seorang individu yang merasa selama ini kurang mengalami kemajuan pada pekerjaan akan mencoba untuk beralih pada bidang yang berbeda. individu tersebut mencari pekerjaan di bidang yang berbeda namun tidak 100% baru dengan dasar keahlian yang sama yang dia miliki saat ini. 3. Keinginan untuk mencari profesi baru. Dengan memiliki keahlian yang cukup banyak maka akan mudah bagi seseorang untuk timbul keinginan mencari pekerjaan baru di bidang dan keahlian yang baru yang sebelumnya tidak pernah dia kerjakan. 2.4.5 Jenis- Jenis Turnover Jenis turnover menurut Mathis dan Jackson (2008) diklasifikasikan dalam gambar dan tabel berikut: Turnover Involuntary Voluntary Functional Dysfunctional Unavoidable Avoidable Gambar 2.2 Jenis Turnover Sumber : Jackson (2008) 26 Tabel 2.1 Jenis Turnover Voluntary Involuntary Pemecatan karena kinerja yang Karyawan meninggalkan perusahaan buruk dan pelanggaran peraturan karena keinginannya sendiri kerja Functional Dysfunctional Karyawan keluar atau berpindah pada saat memiliki kinerja yang rendah Unavoidable Karyawan keluar atau berpindah pada saat memiliki kinerja yang tinggi di saat yang mendesak. Avoidable Terjadi karena alasan pengaruh organisasi Sumber : Jackson (2008) diluar Terjadi karena alasan yang dapat dipengaruhi oleh organisasi . 2.4.6 Dampak Turnover Turnover bisa berdampak negatif dan positif bagi perusahaan. Dengan adanya turnover berarti perusahaan kehilangan sejumlah tenaga kerja dan kehilangan ini harus diganti dengan karyawan baru. Perusahaan harus mengeluarkan biaya mulai dari perekrutan hingga mendapatkan tenaga kerja siap pakai. Karyawan baru juga membutuhkan waktu untuk proses penyesuaian dan adaptasi. Selain mengalami kerugian dalam hal biaya dan waktu, turnover dapat berpengaruh juga terhadap kelangsungan operasional perusahaan. Selain itu keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan bersama, tidak lepas dari tingkat konsentrasi yang tinggi untuk semua bagian. Jika manajemen disibukkan dengan keluar masuknya karyawan, hal ini akan memengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Karena itu, perusahaan harus dapat mengendalikan tingkat turnover karyawan agar dapat menghemat biaya, waktu, dan tetap menjaga kelangsungan operasional perusahaan (Widjaja,2008) Semakin besar tingkat turnover yang terjadi dalam perusahaan, maka semakin besar pula biaya kerugian yang harus ditanggung perusahaan. (Mathis dan Jackson, 2008:138) 27 a) Biaya Perekrutan Biaya perekrutan meliputi beban perekrutan dan iklan, biaya pencarian, waktu dan gaji pewawancara dan staf SDM, biaya penyerahan karyawan, biaya relokasi dan pemindahan, waktu dan gaji supervisor dan manajerial, biaya pengujian perekrutan, dan waktu pemeriksaan referensi. b) Biaya Pelatihan Biaya pelatihan meliputi waktu orientasi yang dibayar, waktu dan gaji staf pelatihan, biaya materi pelatihan, waktu dan gaji para supervisor dan manajer. c) Biaya Produktivitas Biaya produktivitas adalah produktivitas yang hilang karena waktu pelatihan karyawan baru, hilangnya hubungan dengan pelanggan, tidak biasa dengan produk dan jasa perusahaan, lebih banyak waktu untuk menggunakan sumber dan sistem perusahaan. d) Biaya Pemberhentian Separation cost meliputi waktu dan gaji staf dan supervisor SDM untuk mencegah pemberhentian, waktu wawancara keluar kerja, beban pengangguran, biaya sengketa hukum yang dituntut oleh karyawan yang diberhentikan. Kemudian sebaliknya menurut Sullivan (2009) dalam Widjaja (2008) jika perusahaan kehilangan orang yang dirasakannya mempunyai performance yang rendah, maka hal ini berdampak positif bagi perusahaan karena dapat diganti dengan orang yang memiliki performance yang lebih baik dan berdasarkan studi yang ada karyawan yang mempunyai performance tinggi memiliki kontribusi 10 kali lipat dari pada karyawan umumnya .Hal demikian juga didukung oleh Mello (2002) dalam Widjaja (2008) dengan adanya turnover perusahaan dapat memperkerjakan karyawan-karyawan baru yang membawa ide-ide baru yang mungkin dapat menjadi hal penting bagi perusahaan yang memerlukan inovasi. 28 2.5 Kerangka Pemikiran Kepuasan Kerja X Komitmen Organisasi Y Turnover Intention Z Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2015 2.6 Hipotesis Berdasarkan identifikasi masalah, maka perumusan hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis T-1 : H0 : Tidak ada pengaruh antara Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi karyawan PT. Primasindo Makmur Kencana Ha : Ada pengaruh antara Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi karyawan PT. Primasindo Makmur Kencana Hipotesis T-2 : H0 : Tidak ada pengaruh antara Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention PT. Primasindo Makmur Kencana Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap turnover intention PT. Primasindo Makmur Kencana Hipotesis T-3 : H0 : Tidak ada pengaruh antara komitmen organisasi terhadap Turnover Intention karyawan PT. Primasindo Makmur Kencana Ha : Ada pengaruh antara komitmen organisasi terhadap Turnover Intention karyawan PT. Primasindo Makmur Kencana 29 Hipotesis T-4 : H0 : Tidak ada pengaruh antara kepuasan kerja terhadap Komitmen Organisasi dan dampaknya terhadap Turnover Intention karyawan PT. Primasindo Makmur Kencana Ha : Ada pengaruh antara kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi dan dampaknya terhadap Turnover Intention karyawan PT. Primasindo Makmur Kencana