7 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Lestaridan Produk Hayati Perluasan perkebunan yang umumnya ke arah Timur Indonesia mengharuskan pemanfaatan lahan-lahan marjinal dengan kadar bahan organik rendah, sehingga untuk mempertahankan kesuburannya perlu ditambahkan pupuk kimia(Sagiman 2007). Dengan keterbatasan pupuk kimia dan penggunaannya yang belum efisien, tanaman hanya mampu memanfaatkan sebagian kecil pupuk kimia yang diberikan, sementara sisanya hilang oleh proses pencucian, penguapan,dan fiksasi tanah. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia yang terusmenerus dan dalam jumlah besar menimbulkan dampak negatif terhadap kesuburan tanah. Kondisi pertanian saat ini jelas menunjukkan kecenderungan rendahnya kandungan C organik tanah,lebih dari 73% tanah berada dalam kondisi kandungan C organik kurang dari 2%. Meningkatnya pencemaran lingkungan baik tanah, air, maupun udara, serta efisiensi pemupukan yang masih rendah berdampak pada rendahnya produktivitas (Sagiman 2007) padahal pupuk dan fungisida merupakan komponen penting yang memberikan porsi terbesar (40-60%) biaya kebun.Di sisi lainada kecenderunganpeningkatan penggunaan pupuk organik dan hayatidalam praktek pertanian, seiring dengan kepedulian akan kelestarian alam. Penggunaan pupuk dan fungisida hayati dalam praktek pertanian mengarah kepada pemakaian mikroba sebagai agensia hayati pupuk dan pestisida.Pada tahun 2008, Pusat Perizinan dan Investasi Kementerian Pertanian mencatat 17 produk pupuk mikroba dan 174 pupuk hayatidan mengalami peningkatan menjadi 110 produk pupuk mikroba dan 832 pupuk organik pada tahun 2011.Persyaratan dan mutu produk hayati diatur dalam Lampiran Permentan nomor 70 tahun 2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Alasan meningkatnya gerakan pupuk organik, diantaranya kesadaran akan terbatasnya pupuk kimia dalam memberi unsur N, P dan K yang hanya berperan untuk memperbaiki sifat kimia tanah. Kelebihan pupuk organik adalah kandungan elemen yang lebih kaya dan berperan dalam memperbaiki semua sifat tanah 8 baikfisik, kimiawi maupun biologis. Kedua jenis pupuk harus digunakan secara bersama untuk mencapai produktivitas tanaman yang tinggi guna pemenuhan kebutuhan manusia.Sedangkan pupuk hayati merupakan alternatif yang ramah lingkungan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan menggunakan mikroba sebagai agensia aktif dalam menguraikan bahan organik tanah sehingga tidak terakumulasi dalam tanah dan menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Sistem Pertanian Lestari Prinsip nomor 4 dalam Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari mengatur praktek usaha terbaik tepat guna oleh para produsen dan pabrik pengolah mewajibkan diberlakukannya praktek peningkatan kesuburan tanah, menghindari degradasi tanah, minimisasi penggunaan bahan kimia dalam penanganan hama dan penyakit tanaman. Kesuburan jangka panjang akan tergantung pada pemeliharaan struktur tanah, kandungan organik, status zat hara dan kesehatan mikrobiologis tanah. Kesuburan tanah sangat ditentukan oleh aktivitas mikroba melalui kemampuannya dalam merombak, menghasilkan produk yang mampu mengikat nitrogen bebas, meningkatkan penyerapan hara tanaman, menghasilkan fitohormon, antibiotik yang melindungi tanaman dari hama dan penyakit, memiliki sifat antagonis terhadap mikroba lain dan dapat meningkatkan reaksi biokimia sebanyak 300 sampai 1.000 kali. Komunitas mikroba dan bahan organik tanah sangat besar peranannya dalam meningkatkan dan melestarikan kesuburan fisik, kimiawi, dan biologi tanah.Peranan mikroba tanah sangat penting dalam pertanian yang berkelanjutan dibidang tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan maupun perikanan. Taniwiryono dan Isroi (2008) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan aktivitas mikroba yang terbukti efektif berfungsi sebagai pupuk, dapat dilakukan dengan mengintroduksi mikroba bersangkutan ke dalam tanah dalam satu kemasan yang menjamin efektivitas mikroba di dalamnya. Secara umum penambahan mikroba sangat diperlukan tanah untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap penambahan pupuk kimia. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan penambahan pupuk hayati ke dalam tanah. Mikroba-mikroba sebagai 9 bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa dalam bentuk cair atau padat.Pupuk hayati ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang terdiri dari bermacam-macam mikroba.Salah satu kelemahan mikroba adalah ketergantungannya terhadap faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Produk-Produk Hayati dan Perannya dalam Pertanian Lestari Akar tanaman mendukung pertumbuhan dan kegiatan serangkaian mikroorganisme yang dapat berpengaruh besar dalam pertumbuhan dan kesehatan tanaman dengan menghasilkan senyawa-senyawa. Pengaturan mekanisme pertumbuhan tanaman oleh mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi (i) fiksasi langsung nitrogen secara non simbiotik, (ii) pelarutan mineral seperti P, (iii) produksi zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin, sitokinin, dan etilen, (iv) produksi tidak langsung senyawa serupa HCN, antibiotik, siderofor, (v) sintesis enzim pelisis membran sel, dan (vi) kompetisi tempat pada perakaran. Penelitian mengenai peran kapang sebagai agensia pupuk dan fungisida hayati telah banyak dilakukan.Pupuk hayati merupakan formula hidup mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertanian, yang diaplikasikan pada benih, akar ataupun tanah, yang dapat meningkatkan ketersediaan hara melalui aktivitas biologisnya dan membantu meningkatkan kesehatan tanah. Mikroba yang terlibat dalam formula tidak hanya meningkatkan unsur fosfor P dan nitrogen N namun juga mensekresikan berbagai senyawa pemicu pertumbuhan. Pupuk hayati juga dikenal dengan namabiofertilizer, yang dapat diartikan sebagai pupuk yang hidup. Pupuk hayati umumnya tidak mengandung hara mineral melainkan mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman.Dalam ruang lingkup luas, istilah pupuk hayati dapat mencakup semua sumber organik bagi pertumbuhan tanaman menjadi bentuk tersedia bagi penyerapan oleh asosiasi mikroba-tanaman atau interaksinya. Mikroba memegang peranan besar sebagai perombak terakhir, membantu menyediakan unsur hara bagi tanaman, dengan merombak komponen kimia yang ada dalam udara dan tanah menjadi komponen yang siap dipakai oleh tanaman.Tanpa keikutsertaan mikroba, substansi organik akan terakumulasi dan 10 unsur hara lambat laun akan tidak tersedia bagi tanaman. Banyak reaksi penyediaan hara tanah diperankan oleh mikroba.Ketersediaan unsur hara dalam tanah belum tentu mencukupi kebutuhan tanaman dan karenanya tanaman perkebunan membutuhkan tambahan hara yang konsisten untuk mencapai tingkat produksi yang ekonomis, terutama di tanah dengan kandungan bahan organik rendah. Rendahnya kadarbahan organik tanah juga mengakibatkan jumlah dan aktivitas mikroba tanah yang rendah. Tanah yang berdaya dukung tinggi adalah tanah yang memiliki efisiensi dan kemampuan yang tinggi dalam memanfaatkan komponen-komponen yang ada di dalam tanah untuk pertumbuhannya.Salah satu hal yang menentukan adalah kandungan mikroba di dalam tanah tersebut.Populasi dan keanekaragaman mikroba tanah bergantung kepada ketersediaan hara dan keadaan lingkungannya.Rendahnya aktivitas mikroba mengakibatkan rendahnya daya dukung tanah karena sebagian besar nutrisi tambahan yang diberikan dalam bentuk pupuk tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman dan terbuang dalam pencucian atau terfiksasi oleh partikel tanah.Selain dari ketersediaan unsur hara, pertumbuhan tanaman secara tidak langsung dapat didorong atau dihambat oleh perubahan struktur tanah.Mikroba berperan dalam pembentukan agregasi tanah yang baik dan struktur tanah yang gembur. Salah satu unsur hara yang diperlukan tanaman adalah fosfat.Pada tanah muda dan dalam bahan induk tanah, fosfat dan silikat terdapat dalam bentuk tak terlarut.Peranan mikroba cukup penting dalam pelarutan fosfat tanah untuk dapat tersedia bagi tanaman. Mikroba pelarut fosfat (P) dilaporkan pertama kali oleh peneliti Rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948 yaitu Bacillus megatherium var. phosphaticum, dan mulai digunakan sebagai inokulum pertanian sejak tahun 1950-an. Beberapa mikroba yang diketahui dapat melarutkan P dari sumbersumber yang sukar larut ditemukan baik dari kelompok kapang seperti Penicillium sp. dan Aspergillus sp.(Pradhan& Sukhar 2005), atau dari kelompok bakteri seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. (Karti et al. 2012). Kelompok bakteri Rhizobium sudah sangat dikenal sebagai mikroba penambat nitrogen yang dapat memberikan pasokan unsur nitrogen bagi tanaman sehingga mengurangi penggunaan pupuk urea.Mikroba lain yang juga sering 11 digunakan adalah mikoriza yang mampu bersimbiosis dengan tanaman. Mikoriza terbagi dalam dua kelompok utama, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza.Endomikoriza atau mikoriza arbuskula vesikula (VAM) umumnya adalah kapang tingkat rendah sedangkan ektomikoriza adalah kapang tingkat tinggi. Mikoriza memiliki peran yang cukup kompleks, di antaranya membantu penyerapan hara P, melindungi dari serangan penyakit dan memberikan nutrisi lain bagi tanaman. Salah satu peran kapang dalam tanah adalah menguraikan bahan organik dan meningkatkan agregasi tanah.Beberapa spesies kapang, misalnyaAlternaria, Aspergillus, Cladosporium, Dematium, Gliocladium, Helminthosporium, Humicola dan Metarhizium mampu menghasilkan senyawa mirip humus dalam tanah, yang dapat berperan dalam menjaga bahan organik tanah. Beberapa kapang mampu membentuk asosiasi ektotrofik pada sistem perakaran tanaman budidaya yang membantu dalam mobilisasi fosfat dan nitrogen tanah ke dalam tanaman. Produksi siderofor oleh kapang memungkinkan penyerapan elemen besi yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan mikro-organisme.Permasalahan yang dijumpai di lapang adalah, pada lingkungan aerob, besi Fe berada dalam bentuk feri, yang tidak larut pada kondisi netral dan alkali.Pada pH 7, Fe bebas yang tersedia adalah sekitar 10-17 ppm, yang sangat jauh dari kebutuhan. Untuk menanganinya, mikroba memiliki sistem yang diatur secara genetis untuk transport Fe dengan afinitas tinggi, sehingga meningkatkan ketersediaan Fe di sekitar perakaran, oleh karena adanya kohabitasi akar dan mikroba rizosfer. Beberapa mikroba lainnya diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman.Mikroba dari kelompok bakteri sering disebut dengan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR), antara lain Pseudomonas sp., Azosprillium sp.. Saat ini juga diketahui adanya kapangyang berperan serupa dengan bakteri di perakaran yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Pandyadan Saraf (2010) menjelaskan bahwa di dunia tercatat 7.270 genus kapang dan terdapat berbagai fungsi kapang dalam pertanian, diantaranya meningkatkan pertumbuhan tanaman pada beberapa kapang rizosfer yang tumbuh dengan cara mengkoloni di perakaran, yang dinamakan plant-growth-promoting-fungi (PGPF) diantaranya dari genus Penicillium, Trichoderma,Fusarium and Phoma. Beberapa spesies 12 PGPFtelah dibuktikan mampu memicu ketahanan sistemik terhadap berbagai patogen. PGPF merupakan saprofit non-patogen dalam tanah yang bermanfaat bagi tanaman pangan, tidak hanya meningkatkan pertumbuhannya, namun juga melindungi dari penyakit, diantaranya pada Phoma sp. dan Penicilliumsp.. Kapang pemicu pertumbuhan tanaman atau Plant growth promoting fungi (PGPF) sangat dikenal dalam memproduksi metabolit sekunder. Kemampuan kapang endofitik sebagian disebabkan oleh produksi fitohormon seperti asam 3 indol asetat (IAA), sitokinin, dan lainnya, karena endofitik dapat meningkatkan penyerapan hara seperti N dan P. PGPF berasosiasi dengan akar dan mensekresikan sejumlah metabolit sekunder ke rizosfer, diantaranya giberelin. Menurut Muhammad et al. (2010), giberelin (GA) berperan dalam kondisi tanaman yang mengalami defisiensi hara. Penambahan tiamin (Vitamin B1) pada media akan meningkatkan pertumbuhan kapang, namun akan menghambat produksi IAA. Produksi IAA berkorelasi erat dengan jumlah triptofan. Sebagai agensia pengendali hayati (Biological Control Agent/ BCA), dengan sifat antagonistiknya, kapangmemiliki peran penting dan mampu bekerja sama bahkan menggantikan produk kimia. Hal ini didukung oleh spektrum kapang yang luas dalam penanganan penyakit tanaman, dan efektivitasnya.Kapang dari genus Trichoderma spp. merupakan pengendali hayati yang berperan penting sebagai BCA dari beberapa fitopatogen tular tanah.Naseby et al. (2000) menyatakanselain mekanisme penghambatan organisme patogen pada umumnya, Trichoderma juga menstimulasi pertumbuhan tanaman dengan memodifikasi kondisi tanah. T.harzianum adalah BCA yang sangat banyak digunakan untuk mencegah pertumbuhan beberapa kapang patogen tular tanah. Menurut Ghahfarokhidan Goltapeh (2010) berbagai mekanisme aktivitas pengendalian hayati yang mungkin, diantaranya kompetisi tempat tinggal dan nutrien, sekresi enzim kitinolitik, mikoparasitisme dan produksi senyawa penghambat. Selain itu, kapang filamen dari genus Trichoderma telah lama dikenal sebagai agensia pengendali hayati penyakit tanaman. Trichoderma sp. dapat secara langsung menyerang miselia atau propagul kapang lainnya, melalui produksi metabolit sekunder toksik, pembentukan struktur yang khusus, dan sekresi enzim perusak dinding sel. Beberapa galur menginduksi produksi 13 fitoaleksin dan ketahanan sistemik. T. virens menghasilkan metabolit sekunder seperti gliotoksin, gliovirin, dan peptaibol dengan aktivitas antimikroba yang bersinergis dengan enzim litik dalam meningkatkan degradasi dinding sel inang (Djonovicet al. 2006). Pandya dan Saraf (2010) melaporkan bahwa kapangT. harzianum telah lama dikenal sebagai pengendali hayati terhadap beberapa patogen tular tanah dan terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Peningkatan ini terkait denganmenurunnyaserangan penyakit pada tanaman. T.harzianum juga terbukti mampu melarutkan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman. Selain itu, kapangT.harzianum selulolitik yang diaplikasikan pada jerami gandum dan mikoriza menunjukkan peningkatan unsur Ca, Mg, K dan N pada batang dan akar tanaman, serta peningkatan berat kering. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah nodul akar, aktivitas nitrogenase, serta fiksasi N. Penggunaan T. harzianum sebagai produk hayati diharapkan mampu mengurangi pemakaian fungisida, zat pengatur tumbuh sintetik dan biaya pekerja serta ramah lingkungan. Hasil penelitian aplikasi kapang pelarut fosfat A.tubingensis dan A. niger dalam melarutkan fosfat batuan (rock phosphate /RP) pada tanaman jagung menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan kandungan P batang serta peningkatan P tersedia dan C organik pada tanah dan penurunan pH.Kapang yang banyak berperan dalam pelarutan fosfat adalah kapang berfilamen yang banyak menghasilkan asam-asam organik seperti Aspergillus dan beberapa spesiesPenicillium. Aplikasi kapang ini terbukti meningkatkkan sifat-sifat fisika, kimiawi dan biologis tanah, meningkatkan P terlarut, tingkat agregasi tanah, peningkatan C organik, peningkatan aktivitas enzim dan penurunan pH. Kapang bekerja melarutkan Aspergillus,Penicillium P terbaik pada kondisi tanah masam. Spesies dan khamir dilaporkan mampu melarutkan berbagai fosfor anorganik. Kapang memiliki kemampuan pelarutan P lebih besar dibandingkan bakteri. 14 KapangT.AsperellumSebagai Agensia Fungisida Hayati Guigon-Lopez et al. (2010) menyatakan meskipun sampai saat ini produk berbasis bahan kimia sintetis masih digunakan untuk mengendalikan penyakit dan hama tanaman, agensia biologis merupakan cara yang efektif untuk pengendalian yang lebih cepat dan aman yang dapat dimasukan ke dalam praktek manajemen hama dan penyakit terpadu. Di antara mikroba tanah, mikroba pengendali hayati hama dan penyakit tanaman bekerja efektif melalui proses alami antibiosis dan parasitisme alami. Pendekatan utama untuk pengendali hayati adalah mikroba antagonistik tanah yang efektif dan penggunaan biologis yang aman. KapangTrichoderma spp. telah banyak dipelajari dan digunakan sebagai agensia pengendali hayati, terutama bagi patogen tanaman tular tanah. Faktor kunci terhadap efek antagonis adalah laju metabolit yang cepat, menghasilkan metabolit anti mikroba, dan karakteristik fisiologis anti mikroba. Namun, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai karakteristik biokimia, genetik dan fisiologis mikroorganisme, diperlukan klasifikasi taksonomi yang akurat (Kullnig et al. 2001). Secara taksonomi, Spesies Trichoderma sp. termasuk dalam Kingdom Myceteae atau jamur, Divisio Deuteromycota, Kelas Deuteromycetes, Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae dan Genus Trichoderma. Terdapat sekitar 40 Genus Trichoderma. Taksonomi Genus ini sering membingungkan, salah satu hal yang menyulitkan adalah identifikasinya karena banyak spesies yang mirip morfologi makroskopis dan mikroskopisnya. Keanekaragaman karakteristik morfologis spesies Trichodermaspp. menjadikan klasifikasinya tidak mudah dilakukan. Terdapat pola penyebaran spora beragam radial maupun konsentris(Gambar 2). Dengan digunakannya teknik molekuler, karakterisasi sistematik menjadi lebih maju sehingga metode morfologi lambat laun akan ditinggalkan (Druzhinina et al. 2006). Gambaran mengenai daerah rRNA 5,8S, juga ITS1 dan ITS2 serta teknik lainnya menyimpulkan bahwa galur T. harzianumtelah diklasifikasikan sebagai galur T. asperellum.Demikian juga, T. atrovirideatauT. viridetelah diklasifikasikan sebagai T. asperellum (Watanabe et al. 2005). 15 Analisis genetik sekuensialdari T. asperellum yang memiliki aktivitas mikopasrasitisme menunjukkan beberapa dariTrichoderma spp. yang sering terjadi, cara pengendalian hayati yaitu mikoparasitisme, kompetisi wilayah pertumbuhandan nutrisi, antibiosis enzimatis atau produksi metabolit sekunder, dan juga induksi sistem ketahanan tanaman. Percobaan antagonisme in vitro merupakan metode yang berguna dan dapat dipercaya untuk membuktikan kemampuan pengendalian hayati, terutama sebagai alat untuk menduga kemampuan penghambatan pertumbuhan sebelum dilakukan percobaan lainnya yang memakan waktu lama dan menghabiskan biaya. (a) Gambar (b) (c) (d) (e) 2Keragaman morfologiT. asperellum (Guigon-Lopez et al.2010).Keterangan: Secara morfologi (a, c,d) adalahT.harzianum, (b, e) adalah T. viride. Pola penyebaran spora radial pada a,b,c, dan e, sedangkan d menunjukkan pola garis-garis konsentris. Guigon-Lopezet al. (2010) melaporkan bahwahasil amplifikasi PCR menggunakan primer daerah-daerah ITS 1, ITS 2 dan RNA 5,8S jamur dan analisis sekuen nukleotida dengan BLAST menunjukkan beberapa strain T.harzianum dan T.viride atau T.artroviride memiliki homologi sebesar 99 hingga 100% dengan T. asperellum. Penamaan sebagai spesies baru terhadap T. asperellumdiberikan oleh Samuels pada tahun1999 (Guigon-Lopez et al. 2010), dan ditempatkan dalam Subgroup T. viride II yang dikonfirmasi dengan metode molekuler oleh Lieckfeldt et al. (1999). T. asperellum memiliki kemampuan antagonis yang besar dan tidak terdapat sifat fitopatogen (Watanabe 2005). Menurut Harman (2000), Trichoderma spp. dapat dijumpai pada berbagai jenis tanah sebagai kapang yang paling sering ditemukan. Beberapa galur Trichoderma spp. jenis rizosfer sangat kompeten karena mampu menginfeksi dan tumbuh di akar tanaman, misalnya Pinus contorta, tembakau, kentang, bit gula, gandum, dan rerumputan. Galur rizosfer yang kuat kompetensinya dapat 16 ditambahkan ke tanah atau bibit, masuk dan kontak dengan akar, dapat menginfeksi permukaan akar atau korteks. Dengan demikian, jika ditambahkan sebagai perlakuan benih, galur terbaik akan menginfeksi permukaan akar akar bahkan pada kedalaman akar satu meter atau lebih di bawah permukaan tanah dan dapat bertahan hingga 18 bulan setelah aplikasi. Namun, sebagian besar galur kurang memiliki kemampuan ini. spp. pada media potato dextrose agar PDA tumbuh Koloni Trichodermaspp. dengan cepat dan dapat mencapai diameter 9 cm hanya dalam 4 hari pada suhu 20ºC, bahkan pada suhu 25ºC hanya membutuhkan 3 hari (Lubis 1993). Mula Mulamula pertumbuhan Trichodermaspp. Trichoderma berbentuk anyaman miselia dengan permukaan mulus, putih berair dan kemudian berhifa banyak, akibat pembentukan hifa-hifa sangat cepat.Selanjutnya elanjutnya koloni Trichodermaspp. akan berubah warna menjadi hijau pekat. Bagian bawahnya tetap tidak berwarna. Penampilan warna ini disebabkan pewarnaan fialospora, jumlah spora dan adanya perpanjangan perpanjangan hifa steril.Klaster Klaster konidiofor teratur dan bercabang sangat banyak. Fialid berbentuk lonjong hingga bulat, baik sendiri maupun berkelompok (2-3). (2 Konidia sel tunggal bulat maupun lonjong, membentuk klaster k di ujung fialid (Gambar 3). Gambar 3 Pengamatan mikroskopisspora mikroskopis kapangT. asperellum T13.Keterangan Keterangan: spora T. asperellum terbentuk dari percabangan konidiofor. Di ujung konidiofor, terbentuk fialid. Konidia atau spora terletak di ujung fialid. Trichoderma ditemukan hampir di seluruh tanah di dunia. Tiga spesies T.viride, T.harzianum, T.koningii biasanya dijumpai di dalam bangunan pada wallpaper,, lantai, dan kayu yang kaya akan selulosa. Pada umumnya, spesies 17 Trichoderma memerlukan aktivitas air yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapang bangunan lainnya, seperti Penicillium dan Aspergillus. Sama seperti Stachybotrys, Trichoderma memproduksi spora dalam matriks yang lengket, sehingga sporanya tidak mudah diterbangkan, berbeda dengan spora Penicillium, namun dapat menyebar melalui hujan, serangga, percikan air dan angin saat mengering. Spora Trichoderma memiliki tampak dan ukuran mirip dengan Penicillium dan Aspergillus, tetapi lebih cenderung berbentuk bulatan-bulatan dengan pigmen hijau dibandingkan dengan bentuk rantai. Dengan tampilan morfologis ini, Trichoderma akan mudah diidentifikasi. Biasanya pertumbuhan Trichoderma di permukaan berkesan hijau dengan berbagai penampilan yang mirip Penicillium dan Aspergillus. Beberapa diantaranya dapat tumbuh sangat cepat, 24-48 jam, sehingga sangat mampu mendominasi dan menghambat pertumbuhan kapang lainnya. Beberapa spesies menghasilkan aroma yang khas, seperti aroma kelapa oleh T.viride dan beberapa spesies Trichoderma lainnya. Kekhususan aroma ini dapat dijadikan sebagai petunjuk keberadaan Trichoderma spp. Suhu dan pH merupakan dua parameter kunci dalam mengatur pertumbuhan, sporulasi dan kemampuan saprofitik dan juga produksi metabolit baik volatil maupun non-volatil, kompetisi, mikoparasitisme, yang terkait dengan nutrisi, dan enzim ekstra sel yang mengurai dinding sel cendawan. Karenanya, informasi mengenai efek pH dan suhu penting terhadap pertumbuhan miselia. Trichoderma mempunyai daya hambat tertinggi pada pH 5 - 6,4, sedangkan pH optimumnya antara 3,7 - 4,7 pada tekanan CO2 normal. Kredics et al. (2003) melaporkan bahwa galur Trichoderma aktif pada berbagai pH. Suhu optimum bagi pertumbuhan bervariasi diantara isolat Trichoderma spp. meskipun sebagian besar galur Trichoderma spp. adalah mesofil.Suhu optimum untuk pertumbuhannya pada kisaran 15 – 35 ºC, dengan rerata suhu yang terbaik 3036ºC. Suhu optimum pertumbuhan T. asperellummenurut Watanabe (2005)adalah antara KonidiaTrichoderma 27-30 spp. °C, optimum dengan pada maksimum kelembaban suhu 30% et 35 di al. °C. tanah. Perkecambahan kapang memerlukan sumber nutrisi luar dan CO2 pada kondisi 18 miskin nutrisi. Bahkan pada kondisi masam, presentase perkecambahannya lebih besar apabila dibandingkan dengan kondisi netral. Berbagai galur Trichoderma memproduksi beraneka senyawa metabolit sekunder yang bersifat antibakteri, antinematoda, antifungi, dan antikhamir. Trichoderma spp. dikenal menghasilkan berbagai antibiotik seperti trichodermin, trichodermol, harzianum A dan harzianolide maupun beberapa enzim pelisis dinding sel.Berbagai antibiotik dan antifungi yang telah diisolasi dari Trichoderma antara lain senyawa steroid seperti viridiol, azaphilon (Vinale et al.2006), derivat terpenil, peptaibol dan peptaibiotik (Degenkolb et al. 2008). Golongan peptaibol dan peptaibiotik merupakan kandidat antibiotik baru yang dinilai penting, karena adanya kecenderungan resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik. Umumnya peptaibol menghambat bakteri gram positif, Mycoplasma dan Spiroplasma. T.asperellum juga menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, fungi patogen dan khamir. Hampir separuh dari 300 peptaibol bersumber dari genus Trichodermamembuktikan pentingnya peran Trichoderma di bidang antibiotik(Jasril et al. 2006). Peptaibiotik adalah antibiotik peptida non-ribosomal rantai pendek (umumnya kurang dari 20 residu) yang kaya dengan asam amino unik nonproteinogenik, yaitu asam aminoisobutirat, dan pada beberapa kasus juga mengandung asam amino teralkilasi seperti isovalin, atau asam imino hidroksiprolin. Diversitas peptaibiotik, selain disebabkan variasi dari asam amino pembentuknya, juga disebabkan gugus yang terdapat pada ujung C dari peptida tersebut. Peptaibiotik yang juga mengandung gugus 1,2-amino alkohol pada ujung C-nya disebut peptaibol (Krause et al.2006). Secara komersial, Trichoderma dikenal berpotensi besar dalam menghasilkan berbagai jenis enzim yang sangat bermanfaat dalam bidang industri. Beberapa enzim komersial antara lain kitinase, xilanase, selulase, endo dan ektoglukanase, dan glukosaminidase (Lampiran 1). Pandya dan Saraf (2010) menyatakan bahwaTrichoderma sp. memiliki kemampuan selulolitik yang tinggi, dan sangat bermanfaat bagi penguraian limbah pertanian seperti jerami gandum dan padi. Potensi ini dapat diaplikasikan untuk pembuatan bahan organikatau kompos dari sisa-sisa industri 19 pertanian.Banyak spesies Trichoderma menunjukkan kemampuannya dalam mengendalikan berbagai patogen tanaman. Hal ini disebabkan kemampuannya tumbuh di atas hifa kapang lainnya, melilitnya dan menghancurkan dinding sel kapang sasaran, yang dinamakan mikoparasitisme, yang menghalangi aktivitas dan pertumbuhan kapang patogen. Karakteristik anti kapang ini dikenal sejak 1930 an dan sekarang telah diproduksi dan dipasarkan. Salah satu kesusksesan Trichoderma adalah dalam pengendalian busuk Botrytis tanaman apel dan strawberi. Produksi enzim kitinolitik merupakan karakteristik yang sudah sangat dikenal pada T. asperellum (Viterbo et al. 2004), selain dihasilkannya β1,3glukanase, β 1,6-glukanase, selulase dan protease,juga mampu menginduksi ketahanan sistemik terhadap patogen daun (Yedidia et al. 2003), mengkolonisasi epidermis akar korteks bagian luar (Shoresh et al. 2005) maupun batang dan daun. Trichoderma sp. dikenal sebagai kapang tanah, namun penelitian in-situ Friedl dan Druzhinina (2012) menggunakan pendekatan metagenomik spesifik takson menunjukkan hanya sebagian kecil saja galur yang beradaptasi hidup di tanah. Pada umumnya kapang ini berinteraksi dengan cara mengkolonisasi akar tanaman, membentuk komunikasi kimiawi dan secara sistematis mempengaruhi berbagai gen tanaman inangnya. Harman et al.(2012) menyatakanTrichoderma sp. juga dikenal sebagai kapang endofitik yang bersimbiosis dengan tanaman, terutama di bagian akar, namun mempengaruhi perubahan ekspresi gen terutama di bagian atas. Menurut Samolski et al. (2012) mekanisme simbiosis mengakibatkan peningkatan luas permukaan akar yang disebabkan oleh sekresi protein kecil kaya akan sistein. Perubahan ini mempengaruhi fisiologi tanaman yang dapat meningkatkan ketahanan cekaman abiotik, efisiensi penggunaan pupuk nitrogen, ketahanan terhadap patogen dan efisiensi fotosintesis. Keuntungan T. asperellum sebagai pengendali hayati yaitu aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbulkan residu bahan kimia, mampu merangsang pertumbuhan tanaman, meningkatkan hasil produksi tanaman dan secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dari pada penggunaan pupuk kimia (El Ahwany & Mohamed 2008). 20 KapangA.nigersebagai Agensia Pupuk Hayati A. nigermerupakan jeniskapang yang pada umumnya dijumpai dalambentuk aseksual. A. niger bersifat saprofit yang tumbuh pada serasah daun, biji-bijian, tumpukan kompos dan tanaman melapuk lainnya, namun umumnya dijumpai di semua tempat, karena mampu berkoloni pada berbagai substrat. Kapang ini banyak ditemukan di daerah beriklim tropis, subtropis, dan mudah diisolasi.Sporanya tersebar luas, dan sering berada bersama dengan bahan organik dan tanah. Koloni pada media PDA dapat mencapai diameter 4-5 cm dalam tempo 7 hari, yang terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga kuning. Lapisan konidia yang lebat berwarna cokelat tua hingga hitam. Kepala konidia berbentuk bulat, dinding konidiofor tipis berwarna putih dapat juga berwarna kecokelatan. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat dan berdiameter 50-100 µm. Fialid terbentuk pada metula dan berukuran (7,0-9,5 ) x ( 3,0-4,0 ) µm. Metula berwarna putih hingga cokelat. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berukuran 3,5-5,0 µm, berwarna cokelat. Secara taksonomi spesies A. niger termasuk dalam Kingdom Myceteae, Divisio Ascomycota, Kelas Eurotiomycetes, Ordo Eurotiales, Famili Trichocomaceae, dan Genus Aspergillus. Taksonomi Aspergillus terutama berdasarkan morfologi dibandingkan fisiologi, biokimia maupun molekuler, seperti umumnya dilakukan pada bakteri. Genus Aspergillus biasanya dinyatakan sebagai kapang saprofit aseksual yang memproduksi konidia cokelat hingga hitam oleh filiad yang tersusun dalam suatu kepala globos yang keluar dari suatu konidiofor vesikel ataupun bulat. Ada sekitar 132 spesies dalam 18 grup. A. niger merupakan spesies yang meliputi 15 subspesies yang memiliki konidia hitam. Miseliumterdiri atas hifa yang bercabang-cabang dan bersekat, berwarnaterang atau tidak berwarna, sebagian kedalam dansebagian keluar. Sel kaki kadang terdapat di dalam medium dan kadang-kadang di luar, lebih besar dari bagian lain serta berdinding lebih tebal. Dari sel kaki timbul batang konidioforyang tumbuh tegak lurus. Apeks atau ujung sebelah atas membentuk vesikel yang membesar dan ditumbuhi sterigmata primerdan sekunder, serta menghasilkan konidiayang terbentuk oleh pemanjangan atau pembelahan sel 21 sterigmata(Gambar 4).Kepala Kepala spora bervariasi dalam pengaturan warna, ukuran dan bentuk, contohnya pada A.terricola var. americana berbentuk setengah bola, A.clavatus berbentuk lonjong, lonjong A.vulvipes berbentuk kolumnar, dan bentuk bentuk-bentuk lainnya. Manfaat utama penggunaan A. niger dalam industri adalah untuk produksi enzim dan asam-asam asam organik terutama asam sit sitrat rat dan asam glukonat melalui proses fermentasi. A. niger dinyatakan aman untuk digunakan sejak penggunaannya dalam memproduksi enzim enzim-enzim enzim untuk industri makanan seperti α-amilase, amilase, amiloglukosidase, selulase, laktase, invertase, pektinase dan protease asam.Galur Galur yang mampu memproduksi asam sitrat cukup banyak, tetapi hanya mutan A. niger dan A.wentii yang banyak digunakan untuk memproduksi asam sitrat secara komersial. l. Gambar4Pengamatan Pengamatan mikroskopisspora mikroskopis kapangA. niger A1.Keterangan:: Konidiofor tidak bercabang, ujung menggembung membentuk vesikel. Vesikel menghasilkan fialid . Konidia tersusun atas rantai basipetal membentuk formasi kolom,, melingkar , atau gabungan keduanya. Secara alami asam sitrat merupakan produk metabolism prime primer, tidak diekskresi oleh mikroorganisme dalam jumlah besar dan penggunaanA. penggunaan niger dapat menekan produk-produk produk samping yang tidak diinginkan yaitu asam oksalat, asam isositrat itrat dan asam glukonat. glukonat Dalam pembentukannya terdapat erdapat beberapa komponen media yang diketahui berpengaruh terhadap fermentasi asa asam sitrat, meliputi konsentrasi si gula tinggi, konsentrasi fosfat rendah, pH rendah (dibawah 2,0), tekanan oksigen tinggi dan tidak terdapatnya terdapat unsur Mn2+, Fe2+, Zn2+. Dari 22 kondisi tersebut perlu dilakukan upaya untuk mempertahankan kondisi yang menguntungkan dalam memproduksi asam sitrat. A. niger juga dimanfaatkan dalam bentuk mikroorganismehidup, oleh karena kemampuan anti-kapang yang dimilikinya, sehingga digunakan dalam pengujian perlakuan pengawetan pada makanan. A. niger menunjukkan kepekaan terhadap defisiensi mikro nutrisi sehingga dijadikan alat untuk pengujian tanah. Aplikasi lainnya adalah pemanfaatannya di dalampenambahan spesifik reaksi kimia pada steroid dan cincin kompleks lainnya.Price et al. (2001) menyatakanA. niger dapat dimanfaatkan untuk mengurangi logam-logam berat yang membahayakan manusia seperti Cu dan Zn antara lain mutanA. niger mampumenyerap Cd dan beberapa genus Aspergillus bermannfaat untuk bioleachingZn, Cu, Pb, Mn dan Fe yang bermanfaat dalam bioremediasi tanah. Hasan (2002) melaporkan kemampuan kapang seperti A. niger dalam menghasilkan fitohormon seperti asam giberelat (GA) dan asam indol asetat (IAA) dalam kondisi cekaman tinggi garam (NaCl 0,5%) namun berkurang apabila cekaman garam semakin tinggi. Dihasilkannya kedua asam ini merupakan respon adaptif untuk mempertahankan stabilitas fungsi membran.Namun pemberianion kalsium Ca2+ akan menurunkan cekaman salinitas tersebut dan meningkatkan produksi GA. Kalsium menyebabkan penyerapan Na+ oleh dinding sel kapang berkurang dan meningkatkan permeabilitas terhadap ion Cl-. Menurut Barosso et al. (2006)A. niger merupakankapang yang banyak diteliti oleh karena kemampuannya didalam melarutkan fosfat anorganik melalui produksi asam-asam organik, dan oleh penurunan pH. Sumber C dan N mempengaruhi produksi asam dan penurunan pH oleh mikroorganisme.Pelarutan P ini juga dipengaruhi oleh sumber P yang tersedia dalam substrat. Teknologi Produksi Fungisida dan Pupuk Hayati Tahapan Persiapan dan Produksi Spora Pupuk hayati adalah produk kemasan inokulum mikroba dalam satu formula khusus, berisikan mineral dan sumber nutrisi yang memadai, seperti gambut, zeolit dan gipsum. Formula bahan aktif dapat dirakit berdasarkan tujuan 23 aplikasinya. Secara teknis, tahapan proses produksi dimulai dari perolehan isolat potensial, lalu isolat potensial teruji tersebut disimpan sebaga kultur stok. Penyimpanan kultur stok dapat dilakukan dengan cara sederhana seperti dalam tabung miring sampai kering beku dalam ampul kaca atau freeze drying (Ilyas 2007). Pilihan metode penyimpanan berpengaruh terhadap lamanya daya hidup isolat. Secara berkala, stok kultur harus diremajakan dan diuji kembali. Saat produksi massal akan dilakukan, isolat diremajakan terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke bioreaktor. Pemindahan dilakukan saat fase logaritmik, yang diketahui dari kurva pertumbuhan. Pertumbuhan aktif peremajaan pada umumnya berlangsung sejak hari pertama, sedangkan dalam bioreaktor dimulai pada hari ke tiga karena memerlukan waktu adaptasi yang lebih lama di lingkungan dengan skala yang lebih besar. Satu bioreaktor digunakan untuk perbanyakan satu isolat. Dosis kultur yang dipindahkan adalah sebanyak 5% (v/v) volume bioreaktor. Hasil perbanyakan dari masing-masing bioreaktor diencerkan sebanyak 10 kali untuk memperoleh tingkat kapasitas produksi yang efisien (Goenadi et al. 2000). Tahapan selanjutnyaadalah pelapisan bertahap dari inti butiran (granula). Sistem ini dikembangkan atas dasar proses produksi dengan menggunakan rotary spraying drum mixer. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk spora unggulan, yaitu (i)menumbuhkan kapang dalam media sporulasi cair, atau menumbuhkan kapang dalam media agar yang sesuai, (ii) setelah permukaan penuh spora dipanen dan ditambahkan karbon aktif atau dibilas dengan larutan garam dan (iii) kapangditambahkan pada substrat padat. Setelah sporaberkembang dapat langsung diinokulasi atau dijadikan suspensi spora. Tahapan selanjutnya adalah penyimpanan spora isolat terseleksi yang telah diujidalam satu formula bahan pembawa mineral dan bahan organik, yang mampu menjamin daya simpan produk cukup lama.Jenis, ukuran dan komposisi masingmasing bahan perlu dioptimasi agar diperoleh formula campuran yang homogen. Tersedianya bahan baku secara sinambung dan harga yang murah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk produksi pupuk hayati secara massal dan kontinyu.Tahapan proses produksi pupuk/fungisida hayati disederhanakan dalam diagram alir (Gambar 5). 24 Eksplorasi dan seleksi isolat Pengujian potensi Propagasi Formulasi Teknologi produksi Introduksi ke lapang Gambar5Diagram alir produksi produk hayati. MediaPerbanyakan Spora Tahap perbanyakan adalah suatu proses perubahan kimia karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba-mikrobahidup tertentudalam suatu media kultur organik.Pada skala laboratorium, kapang dapat tumbuh dalam kultur diam, kultur goyang atau dalamfermentasi yang menggunakan pengaduk dan aerator. Luas aliran udara yang masuk ke dalam kulturmenentukan perbedaan pertumbuhan maupun hasil metabolisme yang dihasilkan oleh setiap kapangdengan menggunakan metode tersebut. Spora kapang memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai agar dapat tumbuh dan bertahanhidup.Menurut Salah satu usaha untuk meningkatkan kuantitas spora inokulum adalah denganmengoptimalkan faktor produksi yang mendukung aktivitas biologis kapang. Hal-hal yangmempengaruhinya adalah sifat-sifat campuran populasi mikroba yang digunakan, laju dan efisiensiaktifitas total mikroba serta faktor-faktor lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari faktor intrinsik, yaitu rasio C/N media, struktur biologi bahan baku, dan kandungan air, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi pH, kelembaban, potensial oksidasi-reduksi, ketersediaan oksigen serta aerasi. Kapang membutuhkan karbon, nitrogen, ion organik, faktor tumbuh, energi dan air untuk metabolisme dan pertumbuhan yang diperoleh dari media. Oleh sebab itu, substrat inokulum yang digunakan harus dapat memenuhi kebutuhan minimum pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari kapangtersebut. 25 Media kultur untuk pertumbuhan kapang dapat menggunakanbahan alami maupun bahan sintetik. Kultur yang menggunakan bahan alami biasanya berasal dari corn steep liquor, ekstrakmaltosa, ekstrak kentang.Sedangkan kultur yang menggunakan bahan sintetik terdiri atas karbon,gula, nitrogen, fosfat, magnesium, kalium juga dilengkapi dan bahan-bahan pendukung lainnya. Perbanyakan dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis media, yaitu media padat danmedia cair. Perbanyakanpada media padat adalah proses yang substratnyatidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan hidupmikroba. Sedangkan propagasi cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensidalam fase cair. Pada umumnya pertumbuhankapangpadapermukaan media padat dapat membentuk spora yang lebih banyak dengan viabilitas yang lebih lamadibandingkan dengan kultur cair, sehingga untuk pembuatan inokulum kapangskala komersial digunakan metodekultivasi menggunakan media padat. Perbanyakandengan menggunakan media padat memiliki kelebihan yaitu media yang digunakan relatiflebih sederhana, ruangan yang dibutuhkan kecil dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan,kondisi tumbuh mendekati keadaan di alam, inokulasi dapat langsung menggunakan bentuk propagul spora, rendahnya kadarair dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, pengawasan lebih minim, tenagayang dibutuhkan lebih sedikit dan peralatannya sederhana. Sedangkan kelemahannya adalahfermentasi ini hanya untuk pertumbuhan kapang dan pengukuran parameter-parameter proses menjadisukar dikarenakan kurang homogen serta perlu dilakukan pra-perlakuan terhadap substrat yangdigunakan. Faktor-faktor yang perlu ditentukan dalam persiapan fermentasi dengan media padat, yaitu sifat substrat, sifat mikroba serta kinetika metabolisme dan enzim. Substrat yang menjadi tempat bertumbuhnya mikroba harus mengandung air, nitrogen, karbon, mineral, vitamin dan bahan-bahan penambah lainnya. Kultivasi kapang menggunakan media padat membutuhkan waktu dua sampai lima hari. Kultivasi kapang selama tiga hari akan menghasilkan enzim yang paling 26 optimum sehingga digunakan waktu yang terbaik, yaitu selama tiga hari untuk mendapatkan inokulum yang optimal. Pertumbuhan kapang dapat dilihat dari penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora timbul maka akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang tersebut. Setiap kapang mempunyai kurva pertumbuhan yang berbeda-beda, kurva pertumbuhan ini diperoleh dari menghitung jumlah atau bobot sel kapang. Ada enam fase pada kurva pertumbuhan, yaitu fase lag, akselerasi, eksponensial, deselerasi, stasioner, dan kematian dipercepat. Fase yang menghasilkan komposisi spora kapang terbesar adalah padafase eksponensial. Pada fase ini tingkat kematian kapang sama dengan tingkat pertumbuhannya, selain itu spora kapang juga telah dibentuk secara optimal dikarenakan adanya enzim yang menghambat pertumbuhan kapang sehingga kapang membentuk spora untuk dapat bertahan hidup. Selain pertumbuhan kapang tunggal, dapat juga dilakukan ko-inokulasi dua atau lebih kapangdalam satu media perbanyakan. Menurut Yadav et al. (2011) ko-inokulasi A. niger dan T.harzianum selain menghasilkan kemampuan melarutkan fosfat terjerap dalam tanah, juga menghasilkan IAA yang meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Ko-inokulasi kedua kapang ini dapat menjadi pupuk dan fungisida yang efektif. Kapang membutuhkan substrat sebagai media yang akan dimetabolisme oleh mikroba sehingga mikroba tersebut dapat bertahan hidup. Pada skala industri, bahan-bahan baku yang biasa digunakan untuk media pertumbuhan mikroba adalah produk samping hasil pertanian terutama limbah-limbah hasil pertanian yang masih mengandung nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba. Bahanbahan yang digunakan sebagai substrat, diantaranya beras, milet, kentang dan jagung, selain media sintetis cair yang diformulasi berdasarkan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kapang. Kapang memerlukan kandungan karbon dan nitrogen untuk energi dan membantu dalampertumbuhan sel-sel kapang. Perbandingan kandungan karbon dan nitrogen di dalam media disebutsebagai rasio C/N. Beberapa dasarpenting untuk mempersiapkan media, yaitu (i) komposisi bahan terdiri dari kemurnian, perbandingan karbon dan nitrogen, perbedaan variasi tiap bagian, tersedianya 27 nutrisi bagi pertumbuhan mikroba, (ii) pengaruh dari perbedaan pencampuran tiap bahan, pH yang dibutuhkan sebelum dan sesudah sterilisasi, efek sterilisasi pada mineral dan garam dan (iii) perubahan pada media sebelum inokulasi, suhu, aerasi, pengadukan dan penggunaan antifoam dalam bioreaktor. Kesesuaian suatu kapangdengan media tempat tumbuhnya akan menentukan persentase jumlah spora hidup yang dihasilkan.Setiap jenis mikroba memiliki media yang optimum untuk pertumbuhannya (Tabel 1). Pada tahap perbanyakan, spora sebagai biomassa yang diproduksi harus diproduksi secara melimpah dalam waktu yang cepat, mampu bertahan dalam kondisi kering baik dalam penyimpanan maupun saat diaplikasikan. Inokulum harus memiliki viabilitas, tetap tumbuh dengan baik setelah melalui masa penyimpanan. Tabel 1 Komponen elemen-elemen unsur yang dibutuhkan oleh mikroba untuk hidup Elemen Bakteri Khamir Kapang Dalam % berat kering Karbon 50,00-53,00 45,00-50,00 40,00-63,00 Nitrogen 12,00-15,00 7,50-11,00 7,00-10,00 Hidrogen 7,00 7,00 - Fosfor 2,00-3,00 0,80-2,60 0,40-4,50 Sulfur 0,20-1,00 0,01-0,24 0,10-0,50 Kalium 1,00-4,50 1,00-4,00 0,20-2,50 Natrium 0,50-1,00 0,01-0,10 0,02-0,50 Kalsium 0,01-1,10 0,10-0,30 0,10-1,40 Magnesium 0,10-0,50 0,10-0,50 0,10-0,50 0,50 - - 0,02-0,20 0,01-0,50 0,10-0,20 Klorida Besi Sumber :Doelle et al. (1992). Produksi konsentrat inokulum diharapkan memiliki kriteria (i) kepadatan spora yang tinggi, (ii) viabilitas tetap terjaga, (iii) transportasi mudah, (iv) tidak membahayakan dan (v) tahan dalam penyimpanan. Inokulum merupakan bahan dalam bentuk padat maupun cair yang mengandung spora atau konidia yang sengaja ditambahkan pada substrat. Substrat inokulum yang berisi spora kapang 28 dapat menghasilkan warna yang berbeda-beda tergantung dari jenis kapang. Spora kapang dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang kering dalam keadaan dorman dan dapat tumbuh kembali jika kondisi lingkungan memiliki kadar air yang sesuai. Spora kapang mempunyai lapisan dinding yang kuat, sehingga membuatnya dapat bertahan pada kondisi kering. Spora kapanglebih tahan lama dibandingkan hifa kapang karena mempunyai kandungan air yang rendah. Media perbanyakan padat berbasis biji-bijian untuk perbanyakan spora diantaranya adalah jagung, jagung menir, beras merah, beras putih, beras menir dan milet, sedangkan media cair untuk masing-masing kapang diformulasi berdasarkan kebutuhan akan sumber nutrisi, vitamin dan mineral spesifik.Media perbanyakan sangat penting karena potensi spora kapang dalam memproduksi berbagai zat anti kapang, anti bakteri, sifat antagonisnya dipengaruhi oleh kualitas media tempatnya memperoleh nutrisi. Setelah diperoleh inokulum, selanjutnya dilakukan proses pengeringan inokulum pada suhu sekitar 45-50ºC. Hal ini dikarenakan pada suhu tersebut kapang akan menjadi inaktif dan spora tidak mati.Spora yang diformulasi dalam bentuk padatan kering seperti serbuk ataupun granula harus tetap mampu menjaga potensinya sebagai agensia hayati dan dengan kualitas yang sama pada semua pembuatan. Kondisi osmotik rendah pada T.harzianum yang dilaporkan Herman et al. (1991) mengakibatkannya mampu beradaptasi terhadap cekaman kekeringan, yang melibatkan peningkatan trehalosa, respon yang sering ditemukan pada spora. Kandungan trehalosa tinggi pada Trichoderma memberikan toleransi terhadap kadar air lingkungan rendah, menjelaskan stabilitas tinggi yang dimiliki spora Trichoderma. Optimasi Teknik Pemekatan Spora Pemekatan sporadilakukan untuk efisiensi pengemasan dan kemudahan transportasi. Pemekatan dilakukan terutama apabila inokulum diproduksi di suatu tempat dan akan diperbanyak di lapang untuk tujuan aplikasi. Beberapa teknik yang telah digunakan adalah dengan sentrifugasi, dan pemekatan dengan teknik kering beku.Aplikasi pupuk hayati cair yang dilakukannya dalam bentuk cair, 29 kering beku maupun pemekatan dengan sentrifugasi menunjukkan hasil yang positif terhadap tanaman uji. Pemekatan spora A.fumigatus untuk tujuan transformasi dilakukan oleh d’Enfert dan Mol (2005) dan memberikan tingkat transformasi tinggi. Teknik ini telah dilakukan oleh Charvat (2007) untuk memekatkan spora mikoriza VAM dalam bentuk pelet tanah menggunakan sentrifus, pada kecepatan 4.000 rpm selama 5 menit. Supernatan mengandung bahan organik ringan dibuang, dan pelet dipisahkan. Sementara Bassel dan Miller (1982) melakukan percobaan sentrifugasi pada spora pakis yang sangat peka, dengan kecepatan 10.000 g selama 30 menit dan menyimpulkanbahwa polaritas spora stabil terhadap sentrifugasi, dan teknik ini dapatdigunakanaman untuk pemekatan spora, bahkan spora yang pekaterhadap kerusakan. Zhouet al. (2006) melaporkan adanya efek yang nyata dari kecepatan sentrifugasi terhadap pemekatanspora Bacillus thuringiensis(Bt). Peningkatan kecepatan sentrifugasi akan menurunkan persentase penahanan spora Bt, namun persentase ini meningkat dengan meningkatnya kandungan solid suspensi spora. Kondisi kecepatan optimum sentrifugasi dilaporkan 3.000 rpm selama 5 menit. Teknik pemekatan dengan sentrifugasi merupakan teknik potensial karena telah sering digunakan untuk pemisahan komponen dalam cairan. Sentrifugasi suspensi spora ditujukan untuk memperoleh fraksi pelet dengan spora dalam jumlah maksimum yang mampu dipekatkan. Spora yang tertinggal dalam fraksi supernatan diharapkan seminim mungkin. Untuk itu diperlukan optimasi terhadap kondisi sentrifugasi, seperti kecepatan putaran rotor, selain perlu dijaga kondisi suhu 4oC agar spora tidak mengalami kerusakan. Teknik pemekatan lainnya dilaporkan oleh Ilyas (2007),yaitudengan metodepenyimpanan dan terbukti dapat menurunkanlaju metabolisme kapangserta menginduksi proses dormansi kapang dengan tingkat kematian yang rendah. Metode ini sebenarnya merupakan metode penyimpanan kering-beku yang terdiri dari liquid drying(L-drying) dan freeze drying.Namun karena sifatnya yang menghilangkan air pada media, maka dapat digunakan untuk memekatkan spora.Pada L-drying, proses pengeringandilakukan dilakukanmelalui proses evaporasi, sedangkan pada freeze drying proses pengeringan dilakukan secara 30 sublimasi. Selain itu,pada metode penyimpanan L-drying sampel dibuat hampaudara dan dikeringkan dari fase cair tanpa melalui prosespembekuan terlebih dahulu. PenyimpananSpora Dalam Bahan Pembawa Hermanet al. (1991) menjelaskan bahwa biomassa yang diproduksi untuk pengendalian hayati harus memenuhi beberapa syarat. Pertama harus sesuai dengan kemampuan yang diharapkan, diproduksi secara ekonomis umumnya dalam media cair, yang kedua harus terhindar dari kontaminasi mikroba lainnya biasanyadiperlukan pengeringan atau formulasi bahan pembawa dengan kadar air rendah. Syarat ketiga, biomassa harus efektif kemampuannya dalam berbagai lingkungan penggunaan, dan terakhir harus memiliki viabilitas selama penyimpanan yang lama. Mikroorganisme apapun akan sulit memenuhi seluruh kriteria ini, namun perlu diupayakan agar memenuhi sebanyak mungkin kriteria. Dalam memformulasi media perbanyakan maupun bahan pembawa, perlu dipertimbangkan bahan-bahan yang berlimpah, mudah didapat dan murah, dengan tetap menghasilkan propagul tinggi, atau sebagai bahan pembawa yang baik. Syarat-syarat bahan pembawa yang baik untuk inokulan diantaranya adalah (i) tidak bersifat racun bagi mikrob inokulan, (ii) kapasitas penyerapan dan kelembaban relatif baik, (iii) mudah diproses dan tidak berbongkah, (iv) mudah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf maupun iradiasi sinar gamma, (v)tersedia dalam sumberdaya yang cukup (tidak terbatas), (vi) murah, (vii) kisaran pHnetral dan (viii) tidak beracun bagi tanaman. Tiga metode penyimpanan yang terpenting adalah metode pertumbuhan kontinyu, pengeringan, dan pembekuan.Metode pertumbuhan kontinyu umumnya dilakukanuntuk penyimpanan jangka pendekseperti media agar pada cawan Petri. Metode pengeringan adalah untuk penyimpananbiakan yang bentuk spora atau sejenis. Bahan pembawa kering di antaranya silica gel, glass beads, dan tanah. Spora kapang mampu bertahan sampai dengan 11 tahun dalam bahan silica gel.Sedangkan metode pembekuan dapat dilakukan dengan metode simpan beku ataucryopreservation.Kultur kapang dapat dibekukan dengan lyofilisasi dan dikeringkan menggunakan vakum.Metode ini sangat sesuai untuk biakan yang 31 menghasilkan mitospora. Metode penyimpanan kering beku pada suhu di bawah 135°C merupakan metode yang sangat baik untuk penyimpanan permanen. Pemilihan metode penyimpanan tergantung dari spesies, peralatan yang tersedia dan tujuan.Untuk tujuan bukan permanen, cukup dengan metode murah seperti penyimpanan dalam akuades dan silica gel.Lama waktu penyimpanan maksimum berbeda menurut metode dan spesies yang disimpan, namun umumnya kurang dari 10 tahun.Penyimpanan media pembawa yang baik adalah dalam bentuk serbuk kering. Rendahnya kadar air dapat mengurangi aktivitas metabolisme kapang sehingga tetap dapat hidup dalam kondisi dorman dan aktivitas inokulum pada masing-masing media pembawa tetap dapat dikendalikan. Menurut Setyowati (2006) kombinasi kapang antagonis dan media organik yang tepat harus digunakan agar dapat menekan penyakit dengan baik. Syatrawati (2008) menyatakan bahwa penekanan penyakit dapat efektif dengan cara menyelubungi bijidengan sejumlah kecil kombinasi kapang antagonis dan media organik dibandingkan dengan aplikasi pada tanah. Spora kapang dipengaruhi oleh kualitas substrat tempatnya memperoleh nutrisi, sehingga kesesuaian suatu kapang dengan media tempat tumbuhnyamenentukan viabilitasnya. Efisiensi aplikasi produk hayati di lapang bergantung pada beberapa faktor,yaitu (i) kemampuan hidup dan mendominasi di lingkungannya, (ii) viabilitas atau daya tahan hidup selama penyimpanan dalam media pembawa hingga saat aplikasi, (iii) tetaptingginya kemampuan kapang melawan patogen tanaman maupun kemampuan untuk menyuburkan tanah, (iv) kemudahaan aplikasi, dan (v) harga yang lebih ekonomis. Peningkatan kebutuhan produk berbasis hayati mikroba ini mendorong produksi dengan kualitas dan kuantitastinggi, terencana, serta mutu yang dapat diandalkan. Menurut Goenadi dan Santi (2009) aktivitas mikroba tanah dapat ditingkatkan untuk kurun waktu tertentu dan bermanfaat bagi tanaman melalui introduksi mikroba unggul yang diisolasi dari tanah dan dikemas dalam bahan pembawa yang mampu menjaga aktivitasnya. Agar dapat disimpan lebih lama perlu disediakan lingkungan yang nyaman dan cukup makanan bagi mikroba 32 termaksud. Kemasan dalambentuk butiran (diameter 2-3 mm) akan mudah diaplikasi di lapang, namun umumnya digunakan kemasan bubuk. KapangT. asperellum dan A. niger sudah banyak diteliti, dikenal manfaat agronomisnya dan digunakan secara meluas sebagai pestisida dan pupuk hayati. Isroi (2009) melaporkan bahwa aplikasi keduanyapada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan/produktivitas tanaman terutama di tanah-tanah marginal. Dua kapang uji T. asperellum T13 dan A. niger A1 memiliki hal yang spesifik yaitu sebagai kapang indigenus yang diisolasi dari kebun kelapa sawit Padang Halaban di Sumatera Utara pada tahun 2010, telah diidentifikasi secara morfologis, histologis dan molekuler dan disimpan dalam koleksi kultur Sinarmas.T. asperellumsebelumnya dikenal sebagai T. harzianum (EC Directive 2008).