tinjauan pustaka

advertisement
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Lestaridan Produk Hayati
Perluasan perkebunan yang umumnya ke arah Timur Indonesia
mengharuskan pemanfaatan lahan-lahan marjinal dengan kadar bahan organik
rendah, sehingga untuk mempertahankan kesuburannya perlu ditambahkan pupuk
kimia(Sagiman 2007). Dengan keterbatasan pupuk kimia dan penggunaannya
yang belum efisien, tanaman hanya mampu memanfaatkan sebagian kecil pupuk
kimia yang diberikan, sementara sisanya hilang oleh proses pencucian,
penguapan,dan fiksasi tanah. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia yang terusmenerus dan dalam jumlah besar menimbulkan dampak negatif terhadap
kesuburan tanah.
Kondisi pertanian saat ini jelas menunjukkan kecenderungan rendahnya
kandungan C organik tanah,lebih dari 73% tanah berada dalam kondisi kandungan
C organik kurang dari 2%. Meningkatnya pencemaran lingkungan baik tanah, air,
maupun udara, serta efisiensi pemupukan yang masih rendah berdampak pada
rendahnya produktivitas (Sagiman 2007) padahal pupuk dan fungisida merupakan
komponen penting yang memberikan porsi terbesar (40-60%) biaya kebun.Di sisi
lainada kecenderunganpeningkatan penggunaan pupuk organik dan hayatidalam
praktek pertanian, seiring dengan kepedulian akan kelestarian alam.
Penggunaan pupuk dan fungisida hayati dalam praktek pertanian
mengarah kepada pemakaian mikroba sebagai agensia hayati pupuk dan
pestisida.Pada tahun 2008, Pusat Perizinan dan Investasi Kementerian Pertanian
mencatat 17 produk pupuk mikroba dan 174 pupuk hayatidan mengalami
peningkatan menjadi 110 produk pupuk mikroba dan 832 pupuk organik pada
tahun 2011.Persyaratan dan mutu produk hayati diatur dalam Lampiran
Permentan nomor 70 tahun 2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan
Pembenah Tanah.
Alasan meningkatnya gerakan pupuk organik, diantaranya kesadaran akan
terbatasnya pupuk kimia dalam memberi unsur N, P dan K yang hanya berperan
untuk memperbaiki sifat kimia tanah. Kelebihan pupuk organik adalah kandungan
elemen yang lebih kaya dan berperan dalam memperbaiki semua sifat tanah
8
baikfisik, kimiawi maupun biologis. Kedua jenis pupuk harus digunakan secara
bersama untuk mencapai produktivitas tanaman yang tinggi guna pemenuhan
kebutuhan manusia.Sedangkan pupuk hayati merupakan alternatif yang ramah
lingkungan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan menggunakan mikroba
sebagai agensia aktif dalam menguraikan bahan organik tanah sehingga tidak
terakumulasi dalam tanah dan menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Sistem Pertanian Lestari
Prinsip nomor 4 dalam Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari
mengatur
praktek usaha terbaik tepat guna oleh para produsen dan pabrik
pengolah mewajibkan diberlakukannya praktek peningkatan kesuburan tanah,
menghindari degradasi tanah, minimisasi penggunaan bahan kimia dalam
penanganan hama dan penyakit tanaman. Kesuburan jangka panjang akan
tergantung pada pemeliharaan struktur tanah, kandungan organik, status zat hara
dan kesehatan mikrobiologis tanah.
Kesuburan tanah sangat ditentukan oleh aktivitas mikroba melalui
kemampuannya dalam merombak, menghasilkan produk yang mampu mengikat
nitrogen
bebas,
meningkatkan
penyerapan
hara
tanaman, menghasilkan
fitohormon, antibiotik yang melindungi tanaman dari hama dan penyakit,
memiliki sifat antagonis terhadap mikroba lain dan dapat meningkatkan reaksi
biokimia sebanyak 300 sampai 1.000 kali. Komunitas mikroba dan bahan organik
tanah sangat besar peranannya dalam meningkatkan dan melestarikan kesuburan
fisik, kimiawi, dan biologi tanah.Peranan mikroba tanah sangat penting dalam
pertanian yang berkelanjutan dibidang tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peternakan maupun perikanan.
Taniwiryono dan Isroi (2008) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan
aktivitas mikroba yang terbukti efektif berfungsi sebagai pupuk, dapat dilakukan
dengan mengintroduksi mikroba bersangkutan ke dalam tanah dalam satu
kemasan yang menjamin efektivitas mikroba di dalamnya. Secara umum
penambahan mikroba sangat diperlukan tanah untuk meningkatkan daya dukung
tanah terhadap penambahan pupuk kimia. Hal ini dapat dilakukan antara lain
dengan penambahan pupuk hayati ke dalam tanah. Mikroba-mikroba sebagai
9
bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa dalam bentuk cair atau
padat.Pupuk hayati ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja,
tetapi ada juga yang terdiri dari bermacam-macam mikroba.Salah satu kelemahan
mikroba adalah ketergantungannya terhadap faktor lingkungan, baik biotik
maupun abiotik.
Produk-Produk Hayati dan Perannya dalam Pertanian Lestari
Akar tanaman mendukung pertumbuhan dan kegiatan serangkaian
mikroorganisme yang dapat berpengaruh besar dalam pertumbuhan dan kesehatan
tanaman dengan menghasilkan senyawa-senyawa. Pengaturan mekanisme
pertumbuhan tanaman oleh mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi (i)
fiksasi langsung nitrogen secara non simbiotik, (ii) pelarutan mineral seperti P,
(iii) produksi zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin, sitokinin, dan etilen,
(iv) produksi tidak langsung senyawa serupa HCN, antibiotik, siderofor, (v)
sintesis enzim pelisis membran sel, dan (vi) kompetisi tempat pada perakaran.
Penelitian mengenai peran kapang sebagai agensia pupuk dan fungisida
hayati telah banyak dilakukan.Pupuk hayati merupakan formula hidup
mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertanian, yang diaplikasikan pada benih,
akar ataupun tanah, yang dapat meningkatkan ketersediaan hara melalui aktivitas
biologisnya dan membantu meningkatkan kesehatan tanah. Mikroba yang terlibat
dalam formula tidak hanya meningkatkan unsur fosfor P dan nitrogen N namun
juga mensekresikan berbagai senyawa pemicu pertumbuhan.
Pupuk hayati juga dikenal dengan namabiofertilizer, yang dapat diartikan
sebagai pupuk yang hidup. Pupuk hayati umumnya tidak mengandung hara
mineral melainkan mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi
tanaman.Dalam ruang lingkup luas, istilah pupuk hayati dapat mencakup semua
sumber organik bagi pertumbuhan tanaman menjadi bentuk tersedia bagi
penyerapan oleh asosiasi mikroba-tanaman atau interaksinya.
Mikroba memegang peranan besar sebagai perombak terakhir, membantu
menyediakan unsur hara bagi tanaman, dengan merombak komponen kimia yang
ada dalam udara dan tanah menjadi komponen yang siap dipakai oleh
tanaman.Tanpa keikutsertaan mikroba, substansi organik akan terakumulasi dan
10
unsur hara lambat laun akan tidak tersedia bagi tanaman.
Banyak reaksi
penyediaan hara tanah diperankan oleh mikroba.Ketersediaan unsur hara dalam
tanah belum tentu mencukupi kebutuhan tanaman dan karenanya tanaman
perkebunan membutuhkan tambahan hara yang konsisten untuk mencapai tingkat
produksi yang ekonomis, terutama di tanah dengan kandungan bahan organik
rendah. Rendahnya kadarbahan organik tanah juga mengakibatkan jumlah dan
aktivitas mikroba tanah yang rendah.
Tanah yang berdaya dukung tinggi adalah tanah yang memiliki efisiensi
dan kemampuan yang tinggi dalam memanfaatkan komponen-komponen yang ada
di dalam tanah untuk pertumbuhannya.Salah satu hal yang menentukan adalah
kandungan mikroba di dalam tanah tersebut.Populasi dan keanekaragaman
mikroba
tanah
bergantung
kepada
ketersediaan
hara
dan
keadaan
lingkungannya.Rendahnya aktivitas mikroba mengakibatkan rendahnya daya
dukung tanah karena sebagian besar nutrisi tambahan yang diberikan dalam
bentuk pupuk tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman dan terbuang dalam
pencucian atau terfiksasi oleh partikel tanah.Selain dari ketersediaan unsur hara,
pertumbuhan tanaman secara tidak langsung dapat didorong atau dihambat oleh
perubahan struktur tanah.Mikroba berperan dalam pembentukan agregasi tanah
yang baik dan struktur tanah yang gembur.
Salah satu unsur hara yang diperlukan tanaman adalah fosfat.Pada tanah
muda dan dalam bahan induk tanah, fosfat dan silikat terdapat dalam bentuk tak
terlarut.Peranan mikroba cukup penting dalam pelarutan fosfat tanah untuk dapat
tersedia bagi tanaman. Mikroba pelarut fosfat (P) dilaporkan pertama kali oleh
peneliti Rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948 yaitu Bacillus megatherium
var. phosphaticum, dan mulai digunakan sebagai inokulum pertanian sejak tahun
1950-an. Beberapa mikroba yang diketahui dapat melarutkan P dari sumbersumber yang sukar larut ditemukan baik dari kelompok kapang seperti Penicillium
sp. dan Aspergillus sp.(Pradhan& Sukhar 2005), atau dari kelompok bakteri
seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. (Karti et al. 2012).
Kelompok bakteri Rhizobium sudah sangat dikenal sebagai mikroba
penambat nitrogen yang dapat memberikan pasokan unsur nitrogen bagi tanaman
sehingga mengurangi penggunaan pupuk urea.Mikroba lain yang juga sering
11
digunakan adalah mikoriza yang mampu bersimbiosis dengan tanaman. Mikoriza
terbagi
dalam
dua
kelompok
utama,
yaitu
endomikoriza
dan
ektomikoriza.Endomikoriza atau mikoriza arbuskula vesikula (VAM) umumnya
adalah kapang tingkat rendah sedangkan ektomikoriza adalah kapang tingkat
tinggi. Mikoriza memiliki peran yang cukup kompleks, di antaranya membantu
penyerapan hara P, melindungi dari serangan penyakit dan memberikan nutrisi
lain bagi tanaman.
Salah satu peran kapang dalam tanah adalah menguraikan bahan organik
dan meningkatkan agregasi tanah.Beberapa spesies kapang, misalnyaAlternaria,
Aspergillus,
Cladosporium,
Dematium,
Gliocladium,
Helminthosporium,
Humicola dan Metarhizium mampu menghasilkan senyawa mirip humus dalam
tanah, yang dapat berperan dalam menjaga bahan organik tanah. Beberapa kapang
mampu membentuk asosiasi ektotrofik pada sistem perakaran tanaman budidaya
yang membantu dalam mobilisasi fosfat dan nitrogen tanah ke dalam tanaman.
Produksi siderofor oleh kapang memungkinkan penyerapan elemen besi
yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan mikro-organisme.Permasalahan
yang dijumpai di lapang adalah, pada lingkungan aerob, besi Fe berada dalam
bentuk feri, yang tidak larut pada kondisi netral dan alkali.Pada pH 7, Fe bebas
yang tersedia adalah sekitar 10-17 ppm, yang sangat jauh dari kebutuhan. Untuk
menanganinya, mikroba memiliki sistem yang diatur secara genetis untuk
transport Fe dengan afinitas tinggi, sehingga meningkatkan ketersediaan Fe di
sekitar perakaran, oleh karena adanya kohabitasi akar dan mikroba rizosfer.
Beberapa mikroba lainnya diketahui dapat merangsang pertumbuhan
tanaman.Mikroba dari kelompok bakteri sering disebut dengan Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR), antara lain Pseudomonas sp., Azosprillium sp..
Saat ini juga diketahui adanya kapangyang berperan serupa dengan bakteri di
perakaran yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Pandyadan Saraf (2010)
menjelaskan bahwa di dunia tercatat 7.270 genus kapang dan terdapat berbagai
fungsi kapang dalam pertanian, diantaranya meningkatkan pertumbuhan tanaman
pada beberapa kapang rizosfer yang tumbuh dengan cara mengkoloni di
perakaran, yang dinamakan plant-growth-promoting-fungi (PGPF) diantaranya
dari genus Penicillium, Trichoderma,Fusarium and Phoma. Beberapa spesies
12
PGPFtelah dibuktikan mampu memicu ketahanan sistemik terhadap berbagai
patogen. PGPF merupakan saprofit non-patogen dalam tanah yang bermanfaat
bagi tanaman pangan, tidak hanya meningkatkan pertumbuhannya, namun juga
melindungi dari penyakit, diantaranya pada Phoma sp. dan Penicilliumsp..
Kapang pemicu pertumbuhan tanaman atau Plant growth promoting fungi
(PGPF) sangat dikenal dalam memproduksi metabolit sekunder. Kemampuan
kapang endofitik sebagian disebabkan oleh produksi fitohormon seperti asam 3
indol asetat (IAA), sitokinin, dan lainnya, karena endofitik dapat meningkatkan
penyerapan hara seperti N dan P. PGPF berasosiasi dengan akar dan
mensekresikan sejumlah metabolit sekunder ke rizosfer, diantaranya giberelin.
Menurut Muhammad et al. (2010), giberelin (GA) berperan dalam kondisi
tanaman yang mengalami defisiensi hara. Penambahan tiamin (Vitamin B1) pada
media akan meningkatkan pertumbuhan kapang, namun akan menghambat
produksi IAA. Produksi IAA berkorelasi erat dengan jumlah triptofan.
Sebagai agensia pengendali hayati (Biological Control Agent/ BCA),
dengan sifat antagonistiknya, kapangmemiliki peran penting dan mampu bekerja
sama bahkan menggantikan produk kimia. Hal ini didukung oleh spektrum
kapang
yang
luas
dalam
penanganan
penyakit
tanaman,
dan
efektivitasnya.Kapang dari genus Trichoderma spp. merupakan pengendali hayati
yang berperan penting sebagai BCA dari beberapa fitopatogen tular tanah.Naseby
et al. (2000) menyatakanselain mekanisme penghambatan organisme patogen
pada umumnya, Trichoderma juga menstimulasi pertumbuhan tanaman dengan
memodifikasi kondisi tanah. T.harzianum adalah BCA yang sangat banyak
digunakan untuk mencegah pertumbuhan beberapa kapang patogen tular tanah.
Menurut Ghahfarokhidan Goltapeh (2010) berbagai mekanisme aktivitas
pengendalian hayati yang mungkin, diantaranya kompetisi tempat tinggal dan
nutrien, sekresi enzim kitinolitik, mikoparasitisme dan produksi senyawa
penghambat. Selain itu, kapang filamen dari genus Trichoderma telah lama
dikenal sebagai agensia pengendali hayati penyakit tanaman. Trichoderma sp.
dapat secara langsung menyerang miselia atau propagul kapang lainnya, melalui
produksi metabolit sekunder toksik, pembentukan struktur yang khusus, dan
sekresi enzim perusak dinding sel. Beberapa galur menginduksi produksi
13
fitoaleksin dan ketahanan sistemik. T. virens menghasilkan metabolit sekunder
seperti gliotoksin, gliovirin, dan peptaibol dengan aktivitas antimikroba yang
bersinergis dengan enzim litik dalam meningkatkan degradasi dinding sel inang
(Djonovicet al. 2006).
Pandya dan Saraf (2010) melaporkan bahwa kapangT. harzianum telah
lama dikenal sebagai pengendali hayati terhadap beberapa patogen tular tanah dan
terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Peningkatan ini
terkait denganmenurunnyaserangan penyakit pada tanaman. T.harzianum juga
terbukti mampu melarutkan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman. Selain itu,
kapangT.harzianum selulolitik yang diaplikasikan pada jerami gandum dan
mikoriza menunjukkan peningkatan unsur Ca, Mg, K dan N pada batang dan akar
tanaman, serta peningkatan berat kering. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
jumlah nodul akar, aktivitas nitrogenase, serta fiksasi N. Penggunaan T.
harzianum sebagai produk hayati diharapkan mampu mengurangi pemakaian
fungisida, zat pengatur tumbuh sintetik dan biaya pekerja serta ramah lingkungan.
Hasil penelitian aplikasi kapang pelarut fosfat A.tubingensis dan A. niger
dalam melarutkan fosfat batuan (rock phosphate /RP) pada tanaman jagung
menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan kandungan P batang serta
peningkatan P tersedia dan C organik pada tanah dan penurunan pH.Kapang yang
banyak berperan dalam pelarutan fosfat adalah kapang berfilamen yang banyak
menghasilkan
asam-asam
organik
seperti
Aspergillus
dan
beberapa
spesiesPenicillium. Aplikasi kapang ini terbukti meningkatkkan sifat-sifat fisika,
kimiawi dan biologis tanah, meningkatkan P terlarut, tingkat agregasi tanah,
peningkatan C organik, peningkatan aktivitas enzim dan penurunan pH. Kapang
bekerja
melarutkan
Aspergillus,Penicillium
P
terbaik
pada
kondisi
tanah
masam.
Spesies
dan khamir dilaporkan mampu melarutkan berbagai
fosfor anorganik. Kapang memiliki kemampuan pelarutan P lebih besar
dibandingkan bakteri.
14
KapangT.AsperellumSebagai Agensia Fungisida Hayati
Guigon-Lopez et al. (2010) menyatakan meskipun sampai saat ini produk
berbasis bahan kimia sintetis masih digunakan untuk mengendalikan penyakit dan
hama tanaman, agensia biologis merupakan cara yang efektif untuk pengendalian
yang lebih cepat dan aman yang dapat dimasukan ke dalam praktek manajemen
hama dan penyakit terpadu. Di antara mikroba tanah, mikroba pengendali hayati
hama dan penyakit tanaman bekerja efektif melalui proses alami antibiosis dan
parasitisme alami. Pendekatan utama untuk pengendali hayati adalah mikroba
antagonistik tanah yang efektif dan penggunaan biologis yang aman.
KapangTrichoderma spp. telah banyak dipelajari dan digunakan sebagai
agensia pengendali hayati, terutama bagi patogen tanaman tular tanah. Faktor
kunci terhadap efek antagonis adalah laju metabolit yang cepat, menghasilkan
metabolit anti mikroba, dan karakteristik fisiologis anti mikroba. Namun, untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai karakteristik biokimia, genetik
dan fisiologis mikroorganisme, diperlukan klasifikasi taksonomi yang akurat
(Kullnig et al. 2001).
Secara taksonomi, Spesies Trichoderma sp. termasuk dalam Kingdom
Myceteae atau jamur, Divisio Deuteromycota, Kelas Deuteromycetes, Ordo
Moniliales, Famili Moniliaceae dan Genus Trichoderma. Terdapat sekitar 40
Genus Trichoderma. Taksonomi Genus ini sering membingungkan, salah satu hal
yang menyulitkan adalah identifikasinya karena banyak spesies yang mirip
morfologi makroskopis dan mikroskopisnya.
Keanekaragaman
karakteristik
morfologis spesies
Trichodermaspp.
menjadikan klasifikasinya tidak mudah dilakukan. Terdapat pola penyebaran
spora beragam radial maupun konsentris(Gambar 2). Dengan digunakannya teknik
molekuler, karakterisasi sistematik menjadi lebih maju sehingga metode
morfologi lambat laun akan ditinggalkan (Druzhinina et al. 2006). Gambaran
mengenai daerah
rRNA 5,8S, juga
ITS1 dan ITS2 serta teknik lainnya
menyimpulkan bahwa galur T. harzianumtelah diklasifikasikan sebagai galur T.
asperellum.Demikian juga, T. atrovirideatauT. viridetelah diklasifikasikan sebagai
T. asperellum (Watanabe et al. 2005).
15
Analisis genetik sekuensialdari T. asperellum yang memiliki aktivitas
mikopasrasitisme
menunjukkan
beberapa
dariTrichoderma spp. yang sering terjadi,
cara
pengendalian
hayati
yaitu mikoparasitisme, kompetisi
wilayah pertumbuhandan nutrisi, antibiosis enzimatis atau produksi metabolit
sekunder, dan juga induksi sistem ketahanan tanaman. Percobaan antagonisme in
vitro merupakan metode yang berguna dan dapat dipercaya untuk membuktikan
kemampuan pengendalian hayati, terutama sebagai alat untuk menduga
kemampuan penghambatan pertumbuhan sebelum dilakukan percobaan lainnya
yang memakan waktu lama dan menghabiskan biaya.
(a)
Gambar
(b)
(c)
(d)
(e)
2Keragaman
morfologiT.
asperellum
(Guigon-Lopez
et
al.2010).Keterangan: Secara morfologi (a, c,d) adalahT.harzianum, (b, e) adalah
T. viride. Pola penyebaran spora radial pada a,b,c, dan e, sedangkan d
menunjukkan pola garis-garis konsentris.
Guigon-Lopezet al. (2010) melaporkan bahwahasil amplifikasi PCR
menggunakan primer daerah-daerah ITS 1, ITS 2 dan RNA 5,8S jamur dan
analisis sekuen nukleotida dengan BLAST menunjukkan
beberapa strain
T.harzianum dan T.viride atau T.artroviride memiliki homologi sebesar 99 hingga
100% dengan T. asperellum. Penamaan sebagai spesies baru terhadap T.
asperellumdiberikan oleh Samuels pada tahun1999 (Guigon-Lopez et al. 2010),
dan ditempatkan dalam Subgroup T. viride II yang dikonfirmasi dengan metode
molekuler oleh Lieckfeldt et al. (1999). T. asperellum memiliki kemampuan
antagonis yang besar dan tidak terdapat sifat fitopatogen (Watanabe 2005).
Menurut Harman (2000), Trichoderma spp. dapat dijumpai pada berbagai
jenis tanah sebagai kapang yang paling sering ditemukan. Beberapa galur
Trichoderma spp. jenis rizosfer sangat kompeten karena mampu menginfeksi dan
tumbuh di akar tanaman, misalnya Pinus contorta, tembakau, kentang, bit gula,
gandum, dan rerumputan. Galur rizosfer yang kuat kompetensinya dapat
16
ditambahkan ke tanah atau bibit, masuk dan kontak dengan akar, dapat
menginfeksi permukaan akar atau korteks. Dengan demikian, jika ditambahkan
sebagai perlakuan benih, galur terbaik akan menginfeksi permukaan akar
akar bahkan
pada kedalaman akar satu meter atau lebih di bawah permukaan tanah dan dapat
bertahan hingga 18 bulan setelah aplikasi. Namun, sebagian besar galur kurang
memiliki kemampuan ini.
spp. pada media potato dextrose agar PDA tumbuh
Koloni Trichodermaspp.
dengan cepat dan dapat mencapai diameter 9 cm hanya dalam 4 hari pada suhu
20ºC, bahkan pada suhu 25ºC hanya membutuhkan 3 hari (Lubis 1993). Mula
Mulamula pertumbuhan Trichodermaspp.
Trichoderma
berbentuk anyaman miselia dengan
permukaan mulus, putih berair dan kemudian berhifa banyak, akibat pembentukan
hifa-hifa sangat cepat.Selanjutnya
elanjutnya koloni Trichodermaspp. akan berubah warna
menjadi hijau pekat. Bagian bawahnya tetap tidak berwarna. Penampilan warna
ini disebabkan pewarnaan fialospora, jumlah spora dan adanya perpanjangan
perpanjangan hifa
steril.Klaster
Klaster konidiofor teratur dan bercabang sangat banyak. Fialid berbentuk
lonjong hingga bulat, baik sendiri maupun berkelompok (2-3).
(2
Konidia sel tunggal
bulat maupun lonjong, membentuk klaster
k
di ujung fialid (Gambar 3).
Gambar 3 Pengamatan mikroskopisspora
mikroskopis
kapangT. asperellum T13.Keterangan
Keterangan:
spora T. asperellum terbentuk dari percabangan konidiofor. Di ujung konidiofor,
terbentuk fialid. Konidia atau spora terletak di ujung fialid.
Trichoderma ditemukan hampir di seluruh tanah di dunia. Tiga spesies
T.viride, T.harzianum, T.koningii biasanya dijumpai di dalam bangunan pada
wallpaper,, lantai, dan kayu yang kaya akan selulosa. Pada umumnya, spesies
17
Trichoderma memerlukan aktivitas air yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kapang bangunan lainnya, seperti Penicillium dan Aspergillus.
Sama seperti Stachybotrys, Trichoderma memproduksi spora dalam
matriks yang lengket, sehingga sporanya tidak mudah diterbangkan, berbeda
dengan spora Penicillium, namun dapat menyebar melalui hujan, serangga,
percikan air dan angin saat mengering. Spora Trichoderma memiliki tampak dan
ukuran mirip dengan Penicillium dan Aspergillus, tetapi lebih cenderung
berbentuk bulatan-bulatan dengan pigmen hijau dibandingkan dengan bentuk
rantai. Dengan tampilan morfologis ini, Trichoderma akan mudah diidentifikasi.
Biasanya pertumbuhan Trichoderma di permukaan berkesan hijau dengan
berbagai penampilan yang mirip Penicillium dan Aspergillus. Beberapa
diantaranya dapat tumbuh sangat cepat, 24-48 jam, sehingga sangat mampu
mendominasi dan menghambat pertumbuhan kapang lainnya. Beberapa spesies
menghasilkan aroma yang khas, seperti aroma kelapa oleh T.viride dan beberapa
spesies Trichoderma lainnya. Kekhususan aroma ini dapat dijadikan sebagai
petunjuk keberadaan Trichoderma spp.
Suhu dan pH merupakan dua parameter kunci dalam mengatur
pertumbuhan, sporulasi dan kemampuan saprofitik dan juga produksi metabolit
baik volatil maupun non-volatil, kompetisi, mikoparasitisme, yang terkait dengan
nutrisi, dan enzim ekstra sel yang mengurai dinding sel cendawan. Karenanya,
informasi mengenai efek pH dan suhu penting terhadap pertumbuhan miselia.
Trichoderma mempunyai daya hambat tertinggi pada pH 5 - 6,4, sedangkan pH
optimumnya antara 3,7 - 4,7 pada tekanan CO2 normal. Kredics et al. (2003)
melaporkan bahwa galur Trichoderma aktif pada berbagai pH. Suhu optimum
bagi pertumbuhan bervariasi diantara isolat Trichoderma spp. meskipun sebagian
besar
galur
Trichoderma
spp.
adalah
mesofil.Suhu
optimum
untuk
pertumbuhannya pada kisaran 15 – 35 ºC, dengan rerata suhu yang terbaik 3036ºC. Suhu optimum pertumbuhan T. asperellummenurut Watanabe
(2005)adalah
antara
KonidiaTrichoderma
27-30
spp.
°C,
optimum
dengan
pada
maksimum
kelembaban
suhu
30%
et
35
di
al.
°C.
tanah.
Perkecambahan kapang memerlukan sumber nutrisi luar dan CO2 pada kondisi
18
miskin nutrisi. Bahkan pada kondisi masam, presentase perkecambahannya lebih
besar apabila dibandingkan dengan kondisi netral.
Berbagai galur Trichoderma memproduksi beraneka senyawa metabolit
sekunder yang bersifat antibakteri, antinematoda, antifungi, dan antikhamir.
Trichoderma spp. dikenal menghasilkan berbagai antibiotik seperti trichodermin,
trichodermol, harzianum A dan harzianolide maupun beberapa enzim pelisis
dinding sel.Berbagai antibiotik dan antifungi yang telah diisolasi dari
Trichoderma antara lain senyawa steroid seperti viridiol, azaphilon (Vinale et
al.2006), derivat terpenil, peptaibol dan peptaibiotik (Degenkolb et al. 2008).
Golongan peptaibol dan peptaibiotik merupakan kandidat antibiotik baru
yang dinilai penting, karena adanya kecenderungan resistensi bakteri patogen
terhadap antibiotik. Umumnya peptaibol menghambat bakteri gram positif,
Mycoplasma dan Spiroplasma. T.asperellum juga menghambat pertumbuhan
bakteri gram positif, fungi patogen dan khamir. Hampir separuh dari 300
peptaibol bersumber dari genus Trichodermamembuktikan pentingnya peran
Trichoderma di bidang antibiotik(Jasril et al. 2006).
Peptaibiotik adalah antibiotik peptida non-ribosomal rantai pendek
(umumnya kurang dari 20 residu) yang kaya dengan asam amino unik nonproteinogenik, yaitu asam aminoisobutirat, dan pada beberapa kasus juga
mengandung asam amino teralkilasi seperti isovalin, atau asam imino
hidroksiprolin. Diversitas peptaibiotik, selain disebabkan variasi dari asam amino
pembentuknya, juga disebabkan gugus yang terdapat pada ujung C dari peptida
tersebut. Peptaibiotik yang juga mengandung gugus 1,2-amino alkohol pada ujung
C-nya disebut peptaibol (Krause et al.2006).
Secara
komersial,
Trichoderma
dikenal
berpotensi
besar
dalam
menghasilkan berbagai jenis enzim yang sangat bermanfaat dalam bidang industri.
Beberapa enzim komersial antara lain kitinase, xilanase, selulase, endo dan ektoglukanase, dan glukosaminidase (Lampiran 1).
Pandya dan Saraf (2010) menyatakan bahwaTrichoderma sp. memiliki
kemampuan selulolitik yang tinggi, dan sangat bermanfaat bagi penguraian
limbah pertanian seperti jerami gandum dan padi. Potensi ini dapat diaplikasikan
untuk
pembuatan
bahan
organikatau
kompos
dari
sisa-sisa
industri
19
pertanian.Banyak spesies Trichoderma menunjukkan kemampuannya dalam
mengendalikan berbagai patogen tanaman. Hal ini disebabkan kemampuannya
tumbuh di atas hifa kapang lainnya, melilitnya dan menghancurkan dinding sel
kapang sasaran, yang dinamakan mikoparasitisme, yang menghalangi aktivitas
dan pertumbuhan kapang patogen. Karakteristik anti kapang ini dikenal sejak
1930 an dan sekarang telah diproduksi dan dipasarkan. Salah satu kesusksesan
Trichoderma adalah dalam pengendalian busuk Botrytis tanaman apel dan
strawberi.
Produksi enzim kitinolitik merupakan karakteristik yang sudah sangat
dikenal pada T. asperellum (Viterbo et al. 2004), selain dihasilkannya β1,3glukanase, β 1,6-glukanase, selulase dan protease,juga mampu menginduksi
ketahanan sistemik terhadap patogen daun (Yedidia et al. 2003), mengkolonisasi
epidermis akar korteks bagian luar (Shoresh et al. 2005) maupun batang dan daun.
Trichoderma sp. dikenal sebagai kapang tanah, namun penelitian in-situ
Friedl dan Druzhinina (2012) menggunakan pendekatan metagenomik spesifik
takson menunjukkan hanya sebagian kecil saja galur yang beradaptasi hidup di
tanah. Pada umumnya kapang ini berinteraksi dengan cara mengkolonisasi akar
tanaman, membentuk komunikasi kimiawi dan secara sistematis mempengaruhi
berbagai gen tanaman inangnya. Harman et al.(2012) menyatakanTrichoderma sp.
juga dikenal sebagai kapang endofitik yang bersimbiosis dengan tanaman,
terutama di bagian akar, namun mempengaruhi perubahan ekspresi gen terutama
di bagian atas. Menurut Samolski et al. (2012) mekanisme simbiosis
mengakibatkan peningkatan luas permukaan akar yang disebabkan oleh sekresi
protein kecil kaya akan sistein. Perubahan ini mempengaruhi fisiologi tanaman
yang dapat meningkatkan ketahanan cekaman abiotik, efisiensi penggunaan pupuk
nitrogen, ketahanan terhadap patogen dan efisiensi fotosintesis.
Keuntungan T. asperellum sebagai pengendali hayati yaitu aman bagi
lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbulkan residu bahan
kimia, mampu merangsang pertumbuhan tanaman, meningkatkan hasil produksi
tanaman dan secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dari pada
penggunaan pupuk kimia (El Ahwany & Mohamed 2008).
20
KapangA.nigersebagai Agensia Pupuk Hayati
A.
nigermerupakan
jeniskapang
yang
pada
umumnya
dijumpai
dalambentuk aseksual. A. niger bersifat saprofit yang tumbuh pada serasah daun,
biji-bijian, tumpukan kompos dan tanaman melapuk lainnya, namun umumnya
dijumpai di semua tempat, karena mampu berkoloni pada berbagai substrat.
Kapang ini banyak ditemukan di daerah beriklim tropis, subtropis, dan mudah
diisolasi.Sporanya tersebar luas, dan sering berada bersama dengan bahan organik
dan tanah.
Koloni pada media PDA dapat mencapai diameter 4-5 cm dalam tempo 7
hari, yang terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga
kuning. Lapisan konidia yang lebat berwarna cokelat tua hingga hitam. Kepala
konidia berbentuk bulat, dinding konidiofor tipis berwarna putih dapat juga
berwarna kecokelatan. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat dan
berdiameter 50-100 µm. Fialid terbentuk pada metula dan berukuran (7,0-9,5 ) x (
3,0-4,0 ) µm. Metula berwarna putih hingga cokelat. Konidia berbentuk bulat
hingga semibulat, berukuran 3,5-5,0 µm, berwarna cokelat.
Secara taksonomi spesies A. niger termasuk dalam Kingdom Myceteae,
Divisio
Ascomycota,
Kelas
Eurotiomycetes,
Ordo
Eurotiales,
Famili
Trichocomaceae, dan Genus Aspergillus. Taksonomi Aspergillus terutama
berdasarkan morfologi dibandingkan fisiologi, biokimia maupun molekuler,
seperti umumnya dilakukan pada bakteri. Genus Aspergillus biasanya dinyatakan
sebagai kapang saprofit aseksual yang memproduksi konidia cokelat hingga hitam
oleh filiad yang tersusun dalam suatu kepala globos yang keluar dari suatu
konidiofor vesikel ataupun bulat. Ada sekitar 132 spesies dalam 18 grup. A. niger
merupakan spesies yang meliputi 15 subspesies yang memiliki konidia hitam.
Miseliumterdiri
atas
hifa
yang
bercabang-cabang
dan
bersekat,
berwarnaterang atau tidak berwarna, sebagian kedalam dansebagian keluar. Sel
kaki kadang terdapat di dalam medium dan kadang-kadang di luar, lebih besar
dari bagian lain serta berdinding lebih tebal. Dari sel kaki timbul batang
konidioforyang tumbuh tegak lurus. Apeks atau ujung sebelah atas membentuk
vesikel yang membesar dan ditumbuhi sterigmata primerdan sekunder, serta
menghasilkan konidiayang terbentuk oleh pemanjangan atau pembelahan sel
21
sterigmata(Gambar 4).Kepala
Kepala spora bervariasi dalam pengaturan warna, ukuran
dan bentuk, contohnya pada A.terricola var. americana berbentuk setengah bola,
A.clavatus berbentuk lonjong,
lonjong A.vulvipes berbentuk kolumnar, dan bentuk
bentuk-bentuk
lainnya.
Manfaat utama penggunaan A. niger dalam industri adalah untuk produksi
enzim dan asam-asam
asam organik terutama asam sit
sitrat
rat dan asam glukonat melalui
proses
fermentasi. A. niger dinyatakan aman untuk digunakan sejak
penggunaannya dalam memproduksi enzim
enzim-enzim
enzim untuk industri makanan seperti
α-amilase,
amilase, amiloglukosidase, selulase, laktase, invertase, pektinase dan protease
asam.Galur
Galur yang mampu memproduksi asam sitrat cukup banyak, tetapi hanya
mutan A. niger dan A.wentii yang banyak digunakan untuk memproduksi asam
sitrat secara komersial.
l.
Gambar4Pengamatan
Pengamatan mikroskopisspora
mikroskopis
kapangA. niger A1.Keterangan:: Konidiofor
tidak bercabang, ujung menggembung membentuk vesikel. Vesikel
menghasilkan fialid . Konidia tersusun atas rantai basipetal membentuk formasi
kolom,, melingkar , atau gabungan keduanya.
Secara alami asam sitrat merupakan produk metabolism prime
primer, tidak
diekskresi oleh mikroorganisme dalam jumlah besar dan penggunaanA.
penggunaan niger
dapat menekan produk-produk
produk samping yang tidak diinginkan yaitu asam oksalat,
asam isositrat
itrat dan asam glukonat.
glukonat Dalam pembentukannya terdapat
erdapat beberapa
komponen media yang diketahui berpengaruh terhadap fermentasi asa
asam sitrat,
meliputi konsentrasi
si gula tinggi, konsentrasi fosfat rendah, pH rendah (dibawah
2,0), tekanan oksigen tinggi dan tidak terdapatnya
terdapat
unsur Mn2+, Fe2+, Zn2+. Dari
22
kondisi tersebut perlu dilakukan upaya untuk mempertahankan kondisi yang
menguntungkan dalam memproduksi asam sitrat.
A. niger juga dimanfaatkan dalam bentuk mikroorganismehidup, oleh
karena kemampuan anti-kapang yang dimilikinya, sehingga digunakan dalam
pengujian perlakuan pengawetan pada makanan. A. niger menunjukkan kepekaan
terhadap defisiensi mikro nutrisi sehingga dijadikan alat untuk pengujian tanah.
Aplikasi lainnya adalah pemanfaatannya di dalampenambahan spesifik reaksi
kimia pada steroid dan cincin kompleks lainnya.Price et al. (2001) menyatakanA.
niger
dapat
dimanfaatkan
untuk mengurangi logam-logam
berat
yang
membahayakan manusia seperti Cu dan Zn antara lain mutanA. niger
mampumenyerap Cd dan beberapa genus Aspergillus bermannfaat untuk
bioleachingZn, Cu, Pb, Mn dan Fe yang bermanfaat dalam bioremediasi tanah.
Hasan (2002) melaporkan kemampuan kapang seperti A. niger dalam
menghasilkan fitohormon seperti asam giberelat (GA) dan asam indol asetat
(IAA) dalam kondisi cekaman tinggi garam (NaCl 0,5%) namun berkurang
apabila cekaman garam semakin tinggi. Dihasilkannya kedua asam ini merupakan
respon adaptif untuk mempertahankan stabilitas fungsi membran.Namun
pemberianion kalsium Ca2+ akan menurunkan cekaman salinitas tersebut dan
meningkatkan produksi GA. Kalsium menyebabkan penyerapan Na+ oleh dinding
sel kapang berkurang dan meningkatkan permeabilitas terhadap ion Cl-.
Menurut Barosso et al. (2006)A. niger merupakankapang yang banyak
diteliti oleh karena kemampuannya didalam melarutkan fosfat anorganik melalui
produksi asam-asam organik, dan oleh penurunan pH. Sumber C dan N
mempengaruhi produksi asam dan penurunan pH oleh mikroorganisme.Pelarutan
P ini juga dipengaruhi oleh sumber P yang tersedia dalam substrat.
Teknologi Produksi Fungisida dan Pupuk Hayati
Tahapan Persiapan dan Produksi Spora
Pupuk hayati adalah produk kemasan inokulum mikroba dalam satu
formula khusus, berisikan mineral dan sumber nutrisi yang memadai, seperti
gambut, zeolit dan gipsum. Formula bahan aktif dapat dirakit berdasarkan tujuan
23
aplikasinya. Secara teknis, tahapan proses produksi dimulai dari perolehan isolat
potensial, lalu isolat potensial teruji tersebut disimpan sebaga kultur stok.
Penyimpanan kultur stok dapat dilakukan dengan cara sederhana seperti dalam
tabung miring sampai kering beku dalam ampul kaca atau freeze drying (Ilyas
2007). Pilihan metode penyimpanan berpengaruh terhadap lamanya daya hidup
isolat. Secara berkala, stok kultur harus diremajakan dan diuji kembali.
Saat produksi massal akan dilakukan, isolat diremajakan terlebih dahulu
sebelum dipindahkan ke bioreaktor. Pemindahan dilakukan saat fase logaritmik,
yang diketahui dari kurva pertumbuhan. Pertumbuhan aktif peremajaan pada
umumnya berlangsung sejak hari pertama, sedangkan dalam bioreaktor dimulai
pada hari ke tiga karena memerlukan waktu adaptasi yang lebih lama di
lingkungan dengan skala yang lebih besar. Satu bioreaktor digunakan untuk
perbanyakan satu isolat. Dosis kultur yang dipindahkan adalah sebanyak 5% (v/v)
volume bioreaktor. Hasil perbanyakan dari masing-masing bioreaktor diencerkan
sebanyak 10 kali untuk memperoleh tingkat kapasitas produksi yang efisien
(Goenadi et al. 2000). Tahapan selanjutnyaadalah pelapisan bertahap dari inti
butiran (granula). Sistem ini dikembangkan atas dasar proses produksi dengan
menggunakan rotary spraying drum mixer.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk spora
unggulan, yaitu (i)menumbuhkan kapang dalam media sporulasi cair, atau
menumbuhkan kapang dalam media agar yang sesuai, (ii) setelah permukaan
penuh spora dipanen dan ditambahkan karbon aktif atau dibilas dengan larutan
garam dan (iii) kapangditambahkan pada substrat padat. Setelah sporaberkembang
dapat langsung diinokulasi atau dijadikan suspensi spora.
Tahapan selanjutnya adalah penyimpanan spora isolat terseleksi yang telah
diujidalam satu formula bahan pembawa mineral dan bahan organik, yang mampu
menjamin daya simpan produk cukup lama.Jenis, ukuran dan komposisi masingmasing bahan perlu dioptimasi agar diperoleh formula campuran yang homogen.
Tersedianya bahan baku secara sinambung dan harga yang murah merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk produksi pupuk hayati secara massal
dan kontinyu.Tahapan proses produksi pupuk/fungisida hayati disederhanakan
dalam diagram alir (Gambar 5).
24
Eksplorasi dan seleksi isolat
Pengujian potensi
Propagasi
Formulasi
Teknologi produksi
Introduksi ke lapang
Gambar5Diagram alir produksi produk hayati.
MediaPerbanyakan Spora
Tahap perbanyakan adalah suatu proses perubahan kimia karena aksi
katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba-mikrobahidup
tertentudalam suatu media kultur organik.Pada skala laboratorium, kapang dapat
tumbuh dalam kultur diam, kultur goyang atau dalamfermentasi yang
menggunakan pengaduk dan aerator. Luas aliran udara yang masuk ke dalam
kulturmenentukan perbedaan pertumbuhan maupun hasil metabolisme yang
dihasilkan oleh setiap kapangdengan menggunakan metode tersebut.
Spora kapang memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai agar dapat
tumbuh dan bertahanhidup.Menurut Salah satu usaha untuk meningkatkan
kuantitas spora inokulum adalah denganmengoptimalkan faktor produksi yang
mendukung aktivitas biologis kapang. Hal-hal yangmempengaruhinya adalah
sifat-sifat campuran populasi mikroba yang digunakan, laju dan efisiensiaktifitas
total mikroba serta faktor-faktor lingkungan.
Faktor lingkungan terdiri dari faktor intrinsik, yaitu rasio C/N media,
struktur biologi bahan baku, dan kandungan air, sedangkan faktor ekstrinsik
meliputi pH, kelembaban, potensial oksidasi-reduksi, ketersediaan oksigen serta
aerasi. Kapang membutuhkan karbon, nitrogen, ion organik, faktor tumbuh, energi
dan air untuk metabolisme dan pertumbuhan yang diperoleh dari media. Oleh
sebab itu, substrat inokulum yang digunakan harus dapat memenuhi kebutuhan
minimum pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari kapangtersebut.
25
Media kultur untuk pertumbuhan kapang dapat menggunakanbahan alami
maupun bahan sintetik. Kultur yang menggunakan bahan alami biasanya berasal
dari corn steep liquor, ekstrakmaltosa, ekstrak kentang.Sedangkan kultur yang
menggunakan bahan sintetik terdiri atas karbon,gula, nitrogen, fosfat, magnesium,
kalium juga dilengkapi dan bahan-bahan pendukung lainnya. Perbanyakan dapat
dilakukan dengan menggunakan dua jenis media, yaitu media padat danmedia
cair.
Perbanyakanpada media padat adalah proses yang substratnyatidak larut
dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan
hidupmikroba. Sedangkan propagasi cair adalah proses fermentasi yang
substratnya
larut
atau
tersuspensidalam
fase
cair.
Pada
umumnya
pertumbuhankapangpadapermukaan media padat dapat membentuk spora yang
lebih banyak dengan viabilitas yang lebih lamadibandingkan dengan kultur cair,
sehingga untuk pembuatan
inokulum kapangskala
komersial
digunakan
metodekultivasi menggunakan media padat.
Perbanyakandengan menggunakan media padat memiliki kelebihan yaitu
media yang digunakan relatiflebih sederhana, ruangan yang dibutuhkan kecil
dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan,kondisi tumbuh mendekati
keadaan di alam, inokulasi dapat langsung menggunakan bentuk propagul spora,
rendahnya kadarair dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak
diinginkan, pengawasan lebih minim, tenagayang dibutuhkan lebih sedikit dan
peralatannya sederhana. Sedangkan kelemahannya adalahfermentasi ini hanya
untuk pertumbuhan kapang dan pengukuran parameter-parameter proses
menjadisukar dikarenakan kurang homogen serta perlu dilakukan pra-perlakuan
terhadap substrat yangdigunakan.
Faktor-faktor yang perlu ditentukan dalam persiapan fermentasi dengan
media padat, yaitu sifat substrat, sifat mikroba serta kinetika metabolisme dan
enzim. Substrat yang menjadi tempat bertumbuhnya mikroba harus mengandung
air, nitrogen, karbon, mineral, vitamin dan bahan-bahan penambah lainnya.
Kultivasi kapang menggunakan media padat membutuhkan waktu dua sampai
lima hari. Kultivasi kapang selama tiga hari akan menghasilkan enzim yang paling
26
optimum sehingga digunakan waktu yang terbaik, yaitu selama tiga hari untuk
mendapatkan inokulum yang optimal.
Pertumbuhan kapang dapat dilihat dari penampakannya yang berserabut
seperti kapas yang mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora timbul maka akan
terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang tersebut. Setiap kapang
mempunyai kurva pertumbuhan yang berbeda-beda, kurva pertumbuhan ini
diperoleh dari menghitung jumlah atau bobot sel kapang. Ada enam fase pada
kurva pertumbuhan, yaitu fase lag, akselerasi, eksponensial, deselerasi, stasioner,
dan kematian dipercepat. Fase yang menghasilkan komposisi spora kapang
terbesar adalah padafase eksponensial. Pada fase ini tingkat kematian kapang
sama dengan tingkat pertumbuhannya, selain itu spora kapang juga telah dibentuk
secara optimal dikarenakan adanya enzim yang menghambat pertumbuhan kapang
sehingga kapang membentuk spora untuk dapat bertahan hidup.
Selain pertumbuhan kapang tunggal, dapat juga dilakukan ko-inokulasi
dua atau lebih kapangdalam satu media perbanyakan. Menurut Yadav et al. (2011)
ko-inokulasi A. niger dan T.harzianum selain menghasilkan kemampuan
melarutkan fosfat terjerap dalam tanah, juga menghasilkan IAA yang
meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Ko-inokulasi kedua
kapang ini dapat menjadi pupuk dan fungisida yang efektif.
Kapang membutuhkan substrat sebagai media yang akan dimetabolisme
oleh mikroba sehingga mikroba tersebut dapat bertahan hidup. Pada skala industri,
bahan-bahan baku yang biasa digunakan untuk media pertumbuhan mikroba
adalah produk samping hasil pertanian terutama limbah-limbah hasil pertanian
yang masih mengandung nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba. Bahanbahan yang digunakan sebagai substrat, diantaranya beras, milet, kentang dan
jagung, selain media sintetis cair yang diformulasi berdasarkan kebutuhan nutrisi
untuk pertumbuhan kapang.
Kapang memerlukan kandungan karbon dan nitrogen untuk energi dan
membantu dalampertumbuhan sel-sel kapang. Perbandingan kandungan karbon
dan nitrogen di dalam media disebutsebagai rasio C/N. Beberapa dasarpenting
untuk mempersiapkan media, yaitu (i) komposisi bahan terdiri dari kemurnian,
perbandingan karbon dan nitrogen, perbedaan variasi tiap bagian, tersedianya
27
nutrisi bagi pertumbuhan mikroba, (ii) pengaruh dari perbedaan pencampuran tiap
bahan, pH yang dibutuhkan sebelum dan sesudah sterilisasi, efek sterilisasi pada
mineral dan garam dan (iii) perubahan pada media sebelum inokulasi, suhu,
aerasi, pengadukan dan penggunaan antifoam dalam bioreaktor.
Kesesuaian
suatu
kapangdengan media
tempat
tumbuhnya
akan
menentukan persentase jumlah spora hidup yang dihasilkan.Setiap jenis mikroba
memiliki media yang optimum untuk pertumbuhannya (Tabel 1). Pada tahap
perbanyakan, spora sebagai biomassa yang diproduksi harus diproduksi secara
melimpah dalam waktu yang cepat, mampu bertahan dalam kondisi kering baik
dalam penyimpanan maupun saat diaplikasikan. Inokulum harus memiliki
viabilitas, tetap tumbuh dengan baik setelah melalui masa penyimpanan.
Tabel 1
Komponen elemen-elemen unsur yang dibutuhkan oleh mikroba untuk
hidup
Elemen
Bakteri
Khamir
Kapang
Dalam % berat kering
Karbon
50,00-53,00
45,00-50,00
40,00-63,00
Nitrogen
12,00-15,00
7,50-11,00
7,00-10,00
Hidrogen
7,00
7,00
-
Fosfor
2,00-3,00
0,80-2,60
0,40-4,50
Sulfur
0,20-1,00
0,01-0,24
0,10-0,50
Kalium
1,00-4,50
1,00-4,00
0,20-2,50
Natrium
0,50-1,00
0,01-0,10
0,02-0,50
Kalsium
0,01-1,10
0,10-0,30
0,10-1,40
Magnesium
0,10-0,50
0,10-0,50
0,10-0,50
0,50
-
-
0,02-0,20
0,01-0,50
0,10-0,20
Klorida
Besi
Sumber :Doelle et al. (1992).
Produksi konsentrat inokulum diharapkan memiliki kriteria (i) kepadatan
spora yang tinggi, (ii) viabilitas tetap terjaga, (iii) transportasi mudah, (iv) tidak
membahayakan dan (v) tahan dalam penyimpanan. Inokulum merupakan bahan
dalam bentuk padat maupun cair yang mengandung spora atau konidia yang
sengaja ditambahkan pada substrat. Substrat inokulum yang berisi spora kapang
28
dapat menghasilkan warna yang berbeda-beda tergantung dari jenis kapang. Spora
kapang dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang kering dalam keadaan
dorman dan dapat tumbuh kembali jika kondisi lingkungan memiliki kadar air
yang sesuai. Spora kapang mempunyai lapisan dinding yang kuat, sehingga
membuatnya dapat bertahan pada kondisi kering. Spora kapanglebih tahan lama
dibandingkan hifa kapang karena mempunyai kandungan air yang rendah.
Media perbanyakan padat berbasis biji-bijian untuk perbanyakan spora
diantaranya adalah jagung, jagung menir, beras merah, beras putih, beras menir
dan milet, sedangkan media cair untuk masing-masing kapang diformulasi
berdasarkan kebutuhan akan sumber nutrisi, vitamin dan mineral spesifik.Media
perbanyakan sangat penting karena potensi spora kapang dalam memproduksi
berbagai zat anti kapang, anti bakteri, sifat antagonisnya dipengaruhi oleh kualitas
media tempatnya memperoleh nutrisi.
Setelah diperoleh inokulum, selanjutnya dilakukan proses pengeringan
inokulum pada suhu sekitar 45-50ºC. Hal ini dikarenakan pada suhu tersebut
kapang akan menjadi inaktif dan spora tidak mati.Spora yang diformulasi dalam
bentuk padatan kering seperti serbuk ataupun granula harus tetap mampu menjaga
potensinya sebagai agensia hayati dan dengan kualitas yang sama pada semua
pembuatan. Kondisi osmotik rendah pada T.harzianum yang dilaporkan Herman
et al. (1991) mengakibatkannya mampu beradaptasi terhadap cekaman
kekeringan, yang melibatkan peningkatan trehalosa, respon yang sering
ditemukan pada spora. Kandungan trehalosa tinggi pada Trichoderma
memberikan toleransi terhadap kadar air lingkungan rendah, menjelaskan
stabilitas tinggi yang dimiliki spora Trichoderma.
Optimasi Teknik Pemekatan Spora
Pemekatan sporadilakukan untuk efisiensi pengemasan dan kemudahan
transportasi. Pemekatan dilakukan terutama apabila inokulum diproduksi di suatu
tempat dan akan diperbanyak di lapang untuk tujuan aplikasi. Beberapa teknik
yang telah digunakan adalah dengan sentrifugasi, dan pemekatan dengan teknik
kering beku.Aplikasi pupuk hayati cair yang dilakukannya dalam bentuk cair,
29
kering beku maupun pemekatan dengan sentrifugasi menunjukkan hasil yang
positif terhadap tanaman uji.
Pemekatan spora A.fumigatus untuk tujuan transformasi dilakukan oleh
d’Enfert dan Mol (2005) dan memberikan tingkat transformasi tinggi. Teknik ini
telah dilakukan oleh Charvat (2007) untuk memekatkan spora mikoriza VAM
dalam bentuk pelet tanah menggunakan sentrifus, pada kecepatan 4.000 rpm
selama 5 menit. Supernatan mengandung bahan organik ringan dibuang, dan pelet
dipisahkan. Sementara Bassel dan Miller (1982) melakukan percobaan
sentrifugasi pada spora pakis yang sangat peka, dengan kecepatan 10.000 g
selama 30 menit dan
menyimpulkanbahwa polaritas spora stabil terhadap
sentrifugasi, dan teknik ini dapatdigunakanaman untuk pemekatan spora, bahkan
spora yang pekaterhadap kerusakan.
Zhouet al. (2006) melaporkan adanya efek yang nyata dari kecepatan
sentrifugasi terhadap pemekatanspora Bacillus thuringiensis(Bt). Peningkatan
kecepatan sentrifugasi akan menurunkan persentase penahanan spora Bt, namun
persentase ini meningkat dengan meningkatnya kandungan solid suspensi spora.
Kondisi kecepatan optimum sentrifugasi dilaporkan 3.000 rpm selama 5 menit.
Teknik pemekatan dengan sentrifugasi merupakan teknik potensial karena
telah sering digunakan untuk pemisahan komponen dalam cairan. Sentrifugasi
suspensi spora ditujukan untuk memperoleh fraksi pelet dengan spora dalam
jumlah maksimum yang mampu dipekatkan. Spora yang tertinggal dalam fraksi
supernatan diharapkan seminim mungkin. Untuk itu diperlukan optimasi terhadap
kondisi sentrifugasi, seperti kecepatan putaran rotor, selain perlu dijaga kondisi
suhu 4oC agar spora tidak mengalami kerusakan.
Teknik pemekatan lainnya dilaporkan oleh Ilyas (2007),yaitudengan
metodepenyimpanan dan terbukti dapat menurunkanlaju metabolisme kapangserta
menginduksi proses dormansi kapang dengan tingkat kematian yang rendah.
Metode ini sebenarnya merupakan metode penyimpanan kering-beku yang terdiri
dari liquid drying(L-drying) dan freeze drying.Namun karena sifatnya yang
menghilangkan air pada media, maka dapat digunakan untuk memekatkan
spora.Pada L-drying, proses pengeringandilakukan dilakukanmelalui proses
evaporasi, sedangkan pada freeze drying proses pengeringan dilakukan secara
30
sublimasi. Selain itu,pada metode penyimpanan L-drying sampel dibuat
hampaudara dan dikeringkan dari fase cair tanpa melalui prosespembekuan
terlebih dahulu.
PenyimpananSpora Dalam Bahan Pembawa
Hermanet al. (1991) menjelaskan bahwa biomassa yang diproduksi untuk
pengendalian hayati harus memenuhi beberapa syarat. Pertama harus sesuai
dengan kemampuan yang diharapkan, diproduksi secara ekonomis umumnya
dalam media cair, yang kedua harus terhindar dari kontaminasi mikroba lainnya
biasanyadiperlukan pengeringan atau formulasi bahan pembawa dengan kadar air
rendah. Syarat ketiga, biomassa harus efektif kemampuannya dalam berbagai
lingkungan penggunaan, dan terakhir harus memiliki viabilitas selama
penyimpanan yang lama. Mikroorganisme apapun akan sulit memenuhi seluruh
kriteria ini, namun perlu diupayakan agar memenuhi sebanyak mungkin kriteria.
Dalam memformulasi media perbanyakan maupun bahan pembawa, perlu
dipertimbangkan bahan-bahan yang berlimpah, mudah didapat dan murah, dengan
tetap menghasilkan propagul tinggi, atau sebagai bahan pembawa yang baik.
Syarat-syarat bahan pembawa yang baik untuk inokulan diantaranya
adalah (i) tidak bersifat racun bagi mikrob inokulan, (ii) kapasitas penyerapan
dan kelembaban relatif baik, (iii) mudah diproses dan tidak berbongkah, (iv)
mudah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf maupun iradiasi sinar gamma,
(v)tersedia dalam sumberdaya yang cukup (tidak terbatas), (vi) murah, (vii)
kisaran pHnetral dan (viii) tidak beracun bagi tanaman.
Tiga metode penyimpanan yang terpenting adalah metode pertumbuhan
kontinyu, pengeringan, dan pembekuan.Metode pertumbuhan kontinyu umumnya
dilakukanuntuk penyimpanan jangka pendekseperti media agar pada cawan Petri.
Metode pengeringan adalah untuk penyimpananbiakan yang bentuk spora atau
sejenis. Bahan pembawa kering di antaranya silica gel, glass beads, dan tanah.
Spora kapang mampu bertahan sampai dengan 11 tahun dalam bahan silica
gel.Sedangkan metode pembekuan dapat dilakukan dengan metode simpan beku
ataucryopreservation.Kultur kapang dapat dibekukan dengan lyofilisasi dan
dikeringkan menggunakan vakum.Metode ini sangat sesuai untuk biakan yang
31
menghasilkan mitospora. Metode penyimpanan kering beku pada suhu di bawah 135°C merupakan metode yang sangat baik untuk penyimpanan permanen.
Pemilihan metode penyimpanan tergantung dari spesies, peralatan yang
tersedia dan tujuan.Untuk tujuan bukan permanen, cukup dengan metode murah
seperti penyimpanan dalam akuades dan silica gel.Lama waktu penyimpanan
maksimum berbeda menurut metode dan spesies yang disimpan, namun
umumnya kurang dari 10 tahun.Penyimpanan media pembawa yang baik adalah
dalam bentuk serbuk kering. Rendahnya kadar air dapat mengurangi aktivitas
metabolisme kapang sehingga tetap dapat hidup dalam kondisi dorman dan
aktivitas
inokulum
pada
masing-masing
media
pembawa
tetap
dapat
dikendalikan.
Menurut Setyowati (2006) kombinasi kapang antagonis dan media organik
yang tepat harus digunakan agar dapat menekan penyakit dengan baik. Syatrawati
(2008) menyatakan bahwa penekanan penyakit dapat efektif dengan cara
menyelubungi bijidengan sejumlah kecil kombinasi kapang antagonis dan media
organik dibandingkan dengan aplikasi pada tanah. Spora kapang dipengaruhi oleh
kualitas substrat tempatnya memperoleh nutrisi, sehingga kesesuaian suatu
kapang dengan media tempat tumbuhnyamenentukan viabilitasnya.
Efisiensi aplikasi produk hayati di lapang bergantung pada beberapa
faktor,yaitu (i) kemampuan hidup dan mendominasi di lingkungannya, (ii)
viabilitas atau daya tahan hidup selama penyimpanan dalam media pembawa
hingga saat aplikasi, (iii) tetaptingginya kemampuan kapang melawan patogen
tanaman maupun kemampuan untuk menyuburkan tanah, (iv) kemudahaan
aplikasi, dan (v) harga yang lebih ekonomis. Peningkatan kebutuhan produk
berbasis hayati mikroba ini mendorong produksi dengan kualitas dan
kuantitastinggi, terencana, serta mutu yang dapat diandalkan.
Menurut Goenadi dan Santi (2009) aktivitas mikroba tanah dapat
ditingkatkan untuk kurun waktu tertentu dan bermanfaat bagi tanaman melalui
introduksi mikroba unggul yang diisolasi dari tanah dan dikemas dalam bahan
pembawa yang mampu menjaga aktivitasnya. Agar dapat disimpan lebih lama
perlu disediakan lingkungan yang nyaman dan cukup makanan bagi mikroba
32
termaksud. Kemasan dalambentuk butiran (diameter 2-3 mm) akan mudah
diaplikasi di lapang, namun umumnya digunakan kemasan bubuk.
KapangT. asperellum dan A. niger sudah banyak diteliti, dikenal manfaat
agronomisnya dan digunakan secara meluas sebagai pestisida dan pupuk hayati.
Isroi (2009) melaporkan bahwa aplikasi keduanyapada tanaman dapat
meningkatkan
pertumbuhan/produktivitas tanaman terutama di tanah-tanah
marginal. Dua kapang uji T. asperellum T13 dan A. niger A1 memiliki hal yang
spesifik yaitu sebagai kapang indigenus yang diisolasi dari kebun kelapa sawit
Padang Halaban di Sumatera Utara pada tahun 2010, telah diidentifikasi secara
morfologis, histologis dan molekuler dan disimpan dalam koleksi kultur
Sinarmas.T. asperellumsebelumnya dikenal sebagai T. harzianum (EC Directive
2008).
Download