PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman pepaya berasal dari kawasan Amerika tropis sekitar Meksiko dan Costa Rika. Pada abad 16 ketika masa penjajahan Spanyol, pepaya menyebar ke kepulauan Karibia dan Asia Tenggara, kemudian menyebar ke wilayah India, Osenia dan Afrika. Sentra penanaman pepaya juga terdapat di berbagai daerah Indonesia seperti Sumatera Barat, Lampung Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Sulawesi tengah. Saat ini pepaya telah menyebar di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia (Villegas, 1997). Pepaya (Carica papaya L.) termasuk buah tropis populer di Indonesia. Pepaya yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah jenis pepaya besar yang memiliki berat 2.5-3 kg/buah dan panjang 30-37 cm, serta tebal daging buah 2-3 mm. Namun, akhir-akhir ini konsumen lebih menyukai jenis pepaya yang ukurannya lebih kecil seperti tipe Carisya (Agromedia, 2009). Tanaman pepaya disebut tanaman multiguna, karena hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Buah pepaya mengandung vitamin A dan C. Buah pepaya yang masih muda dapat dijadikan sebagai sayuran. Dalam industri, akar pepaya digunakan untuk menyembuhkan sakit ginjal dan kandung kemih. Daunnya bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit malaria, kejang perut, dan sakit panas. Selain itu daun pepaya dapat bermanfaat untuk menambah nafsu makan dan obat penyakit beri-beri. Batang pepaya dapat dijadikan pencampur pakan ternak melalui proses pengirisan dan pengeringan. Sementara itu, getah pepaya yang mengandung enzim pemecah protein yang disebut papain juga dapat dimanfaatkan. Enzim ini biasanya dipakai untuk melunakkan daging, sebagai bahan kosmetik, serta digunakan dalam industri minuman, industri farmasi, dan tekstil sebagai penjernih. Dalam konteks agronomi, benih dapat diartikan menjadi empat macam titik tolak pemikiran. Pertama, batasan struktural yang artinya mendasar pada segi anatomi dari biji. Proses pembentukan biji pada berbagai jenis tanaman tidak sama, baik disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Kedua, 2 batasan fungsional yaitu perbedaan antara fungsi benih dan biji. Benih adalah biji tumbuhan yang digunakan oleh manusia untuk tujuan penanaman atau budidaya. Ketiga, batasan agronomi yaitu batasan benih sebagai sarana agronomi mendasarkan pengertian bahwa disamping penggunaan sarana produksi lainnya yang maju, maka benih yang digunakan harus memiliki tingkat kekuatan tumbuh dan daya kecambah yang tinggi sehingga mampu mencapai produksi maksimum. Keempat, batasan teknologi yaitu memberikan pengertian kepada benih sebagai suatu kehidupan biologi benih. Perlakuan teknologi sangat penting untuk menyelamatkan benih dari kemunduran kualitasnya dengan memeperhatikan sifatsifat kulit bijinya (Sadjad, 1993). Berdasarkan tingkat ketahanan terhadap pengeringan, dikenal benih yang toleran dan peka. Benih yang toleran disebut sebagai benih ortodoks dengan tingkat ketahanan kadar air (KA) hingga < 7%. Benih yang peka terhadap pengeringan disebut sebagai benih rekalsitran dengan tingkat kadar air (KA) > 20%. Benih yang dapat bersifat seperti ortodoks namun tahan hingga kadar air (KA) 10-12% saja disebut sebagai benih intermediet. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, masih terjadi perbedaan hasil dalam pengelompokkan sifat benih pepaya. Menurut Sari (2005), mengelompokkan benih pepaya Arum Bogor sebagai benih ortodoks dilihat dari ketahanan terhadap desikan hingga kadar air (KA) mencapai 6-7%. Beberapa peneliti lainnya mengelompokkan benih pepaya ke dalam benih intermediet seperti, Ellis et al. dalam Wood (2000) mengelompokkan benih pepaya ke tipe intermediet karena adanya indikasi stres akibat desikan pada tingkat kadar air (KA) < 8%. Menurut Wulandari (2009), pepaya Varietas Sukma dan Calina termasuk kedalam benih ortodoks karena benih pepaya tersebut memiliki viabilitas yang cukup baik setelah disimpan selama 3 bulan dengan penyimpanan suhu rendah (-200C). Namun, Wulandari (2010) juga menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa pepaya Varietas Arum Bogor (IPB 1) memiliki sifat intermediet karena benih pepaya ini sudah mengalami penurunan viabilitas sejak awal periode simpan sampai akhir periode simpan 3 bulan. Penyimpanan dengan suhu rendah (-20 0 C) akan membantu dalam penetapan sifat benih pepaya. Menurut Hong dan Ellis (1996), benih tidak akan 3 bermetabolisme pada suhu yang lebih rendah dari suhu lingkungan. Antara -20 dan 0 oC akan terjadi masalah jika benih terlalu lembab yaitu benih akan mengalami kematian karena terbentuknya kristal es. Air dalam biji tidak akan membeku saat disimpan pada suhu -20oC jika kelembaban benih < 85%. Tingkat kadar air kelembaban yang disarankan untuk penyimpanan -20 oC adalah 12.513.5% untuk sereal tetapi perlu kadar air yang lebih rendah untuk benih yang berminyak (Hong dan Ellis, 1996). Alur pengujian benih dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian terhadap sifat benih pepaya masih harus dilakukan. Penelitian dapat dilakukan dengan mempelajari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mencari metode yang tepat digunakan dalam penelitian selanjutnya, sehingga dapat menyempurnakan penelitian-penelitian terdahulu dan dapat menyimpulkan sifat benih pepaya. Tujuan Mengetahui sifat benih pepaya Varietas Carisya, Sukma, dan Callina dengan perlakuan penyimpanan suhu rendah (-20 oC). Hipotesis Perlakuan penyimpanan dari ketiga pepaya Varietas Carisya, Sukma, dan Callina akan diperoleh dua kelompok sifat benih yang berbeda yaitu ortodoks dan intermediet.