BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba
(profit). Laba inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen
perusahaan, apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Hermi (2004)
dalam Suharli (2005) mengungkapkan laba diperoleh dari selisih antara
harta yang masuk (pendapatan dan keuntungan) dan harta yang keluar
(beban dan kerugian). Laba perusahaan tersebut dapat ditahan (sebagai
laba ditahan) dan dapat dibagi (sebagai dividen). Sehingga peningkatan
laba bersih perusahaan investee akan meningkatkan tingkat pengembalian
investasi berupa pendapatan dividen bagi investor.
Menurut Variyetmi (2010) Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan menghasilkan laba (profit). Laba inilah yang akan menjadi
dasar pembagian dividen perusahaan, apakah dividen tunai ataupun
dividen saham. Sehingga peningkatan laba bersih perusahaan investee
akan meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan
dividen bagi investor. Profitabilitas dapat diukur melalui jumlah laba
operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat
pengembalian ekuitas pemilik.
13
14
Sedangkan menurut Rizal (2010) profitabilitas adalah tingkat
keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat
menjalankan
operasinya.
Profitabilitas
mencerminkan
kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan asset perusahaan
yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan Total
assets. profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan didalam menghasilkan profit untuk setiap assets yang ditanam.
Profitabilitas
mencerminkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba atas pengelolaan asset perusahaan yang merupakan
perbandingan antara earning after tax dengan Total Assets. Profitabilitas
adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan
pada saat menjalankan operasinya. Faktor ini juga memiliki pengaruh
terhadap kebijakan deviden.
B. Profitabilitas Investee dan Return Investasi berupa Dividen
Kinerja keuangan perusahaan dari sisi manajemen, mengharapkan
laba bersih setelah pajak (earning after tax) yang tinggi karena semakin
tinggi laba perusahaan semakin flexible perusahaan dalam menjalankan
aktivitas operasional perusahaan. Sehingga EAT perusahaan akan
meningkat bila kinerja keuangan perusahaan meningkat. Pencapaian laba
merupakan indikator yang dominan karena hasil akhir kinerja operasi
usaha selalu mengarah pada EAT. Karena EAT merupakan nilai rupiah
dan masing-masing perusahaan berbeda dalam jumlah modal maka besar
15
EAT tidak bisa menunjukkan kinerja laba sehingga perlu dipakai indikator
lain, dalam penelitian ini digunakan return on equity (ROE).
Return on equity (ROE) merupakan salah satu rasio profitabilitas
yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total asset bersih yang
dimilikinya. ROE merupakan rasio antara laba sesudah pajak atau net
income after tax (NIAT) terhadap total asset bersih. Semakin besar ROE
menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin
besar (Farah, 2007).
Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti : laba operasi,
laba bersih, tingkat pengembalian investasi / aktiva, dan tingkat
pengembalian ekuitas pemilik. Naim (1998) dalam
Suharli (2006)
mengukur profitabilitas menggunakan 2 rasio, yaitu: Return on Investment
(ROI) dan Return on Equity (ROE). ROI merupakan tingkat pengembalian
investasi atas investasi perusahaan pada aktiva. ROI sering disebut juga
Return on Assets (ROA).
Nilai ROI sebuah perusahaan diperoleh dengan rumus :
𝑅𝑂𝐴 =
πΏπ‘Žπ‘π‘Ž π΅π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–β„Ž
π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘Ž π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘Žπ‘›
16
Return On Equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas
ekuitas pemilik perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih
perusahaan, sehingga perhitungan ROE sebuah perusahaan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :
𝑅𝑂𝐸 =
πΏπ‘Žπ‘π‘Ž π΅π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–β„Ž
π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘Ž π΅π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–β„Ž π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘Žπ‘›
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas adalah (Kasmir, 2009:197)
dalam Diana (2011):
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan
tahun sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba perusahaan tahun sebelumnya
dengan tahun sekarang.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
17
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal sendiri, dan tujuan lainnya.
C. Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam
banyak keputusan dividen, karena dividen menunjukkan arus kas keluar,
semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan maka
semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Oleh
karena pihak manajemen ingin mempertahankan likuiditas untuk
menghindari risiko ketidakpastian, maka manajemen tidak akan membayar
dividen dalam jumlah besar (Nasim, 2011).
Di dalam kaitannya
dengan kebijakan dividen,
likuiditas
merupakan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada
para pemegang saham. Hal ini dikarenakan, untuk membayar dividen
diperlukan ketersediaan dana dalam hal ini adalah kas yang dimiliki oleh
perusahaan. Perusahaan yang mempunyai laba yang tinggi belum tentu
dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham karena tidak
adanya dana untuk membayar dividen (Darminto, 2008).
Diana (2011) menjelaskan bahwa rasio likuiditas sebagai rasio
yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek yang jatuh tempo. Rasio likuiditas membandingkan
kewajiban jangka pendek dengan sumber jangka pendek untuk memenuhi
18
kewajiban tersebut. Dari rasio ini dapat diperoleh pandangan tentang
keadaan solvabilitas kas pada saat ini dan kemampuan perusahaan untuk
tetap mempertahankan solvabilitasnya.
Dapat dipahami bahwa rasio likuiditas menunjukkan kemampuan
suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau
kewajiban yang segera jatuh tempo dengan sumber jangka pendeknya.
Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan
perusahaan membayar hutang-hutang jangka pendeknya.
Beberapa tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio
likuiditas adalah (Kasmir, 2009):
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban
atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya,
kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya
dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal
dan bulan tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban
jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya
jumlah kewajiban yang berumur di bawah satu tahun atau sama
dengan satu tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban
jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan
sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi
persediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang
ada dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk
membayar utang.
19
6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan
dengan perencanaan kas dan utang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu
ke waktu dengan mambandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masingmasing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Dua rasio likuiditas yang sering digunakan adalah: rasio lancar
(current ratio) dan rasio cepat (quick ratio).
1. Rasio lancar (Current ratio)
Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang
segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir,
2009:134). Rasio lancar dihitung dengan membagi total aktiva lancar
dengan total kewajiban lancar (Skousen, et.al, 2004:790).
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 
2. Rasio cepat (Quick Ratio)
Rasio cepat merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar
20
(utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai
sediaan (inventory) (Kasmir, 2009:137). Rasio cepat dihitung dengan
mengurangkan persediaan dari aktiva lancar dan kemudian membagi
hasilnya dengan kewajiban lancar.
π‘„π‘’π‘–π‘π‘˜ π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑 − πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 
D. Likuiditas Investee dan Return Investasi berupa Dividen
Likuiditas perusahaan terhadap kebijakan jumlah pembagian
dividen. Likuiditas perusahaan dapat diukur melalui rasio keuangan seperti
: current ratio, quick ratio dan cash acid-ratio (Karnadi, 1993) dalam
Suharli (2005). Likuiditas perusahaan diasumsikan dalam penelitian ini
mampu menjadi alat prediksi tingkat pengembalian investasi berupa
dividen bagi investor. Current ratio seringkali dijadikan sebagai ukuran
likuiditas, termasuk dalam persyaratan kontrak kredit.
Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan
tingginya kemampuan perusahaan tersebut dalam memenuhi hutang
jangka pendeknya. Dapat dikatakan perusahaan tersebut dalam kondisi
yang sehat. Kekuatan perusahaan yang ditunjukkan dengan rasio likuiditas
yang tinggi akan berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang tinggi.
21
Hal ini didasarkan pada harapan bahwa kuatnya finansial suatu perusahaan
akan cenderung memberi pengungkapan yang lebih untuk memberikan
informasi yang lebih luas dari pada perusahaan yang memiliki kondisi
finansial yang lemah. Selain itu perusahaan dengan kondisi finansial yang
kuat diangggap mampu menanggung biaya-biaya yang ditimbulkan
dengan adanya pengungkapan yang lebih luas.
Perusahaan biasanya memegang sejumlah tertentu asset yang
lancar untuk mencukupi kebutuhan kas yang direncanakan ataupun tidak.
Jika perusahaan memiliki cash on hand yang besar, maka untuk
menghilangkan aset liquid dan kas yang menganggur perusahaan dapat
membayarkan dividen atau menggunakan dana itu untuk melunasi hutang.
Di lain pihak jika perusahaan kekurangan aset yang liquid, maka
perusahaan dapat menutupinya dengan membatasi atau mengurangi
dividen.
Tujuan pembagian dividen juga untuk menunjukan likuiditas
perusahaan. Dengan dibayarkan dividen juga untuk menunjukan tersebut
dimata investor akan memiliki nilai yang tinggi. Dengan pembayaran
dividen yang terus menerus perusahaan ingin menunjukan bahwa
perusahaan mampu menghadapi gejolak perekonomian dan mampu
memberikan hasil kepada para pemegang saham. Hal ini ditunjang oleh
beberapa penelitian yang menunjukan arti pentingnya keuntungan
dibagikan kepada para pemegang saham. Yeager dan Seitz (1982) dalam
Rizal (2010) menyatakan bahwa satu dollar dividen rata-rata mempunyai
22
pengaruh sampai empat kali terhadap harga saham dibandingkan dengan
satu dolar laba ditahan.
Penelitian
ini
mengukur
likuiditas
perusahaan
dengan
menggunakan current ratio.
E. Leverage
Arti leverage secara harfiah (literal) adalah pengungkit. Pengungkit
biasanya digunakan untuk membantu beban yang berat. Sumber dana
perusahaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber dana intern dan
sumber dana ekstern. Dalam keuangan, leverage mempunyai maksud yang
serupa. Lebih spesifik lagi leverage bias digunakan untuk meningkatkan
tingkat keuntungan yang diharapkan. (Hanafi, 2004:327) dalam Astriana
(2010).
Leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana
dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap
atau membayar beban tetap. Kalau pada “operating leverage” penggunaan
aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang
dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup biaya
tetap dan biaya variabel, maka pada “financial leverage” penggunaan
dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk memperbesar
pendapatan per lebar saham biasa. (EPS = Earning Per Share). (Munawir,
2008).
23
Jenis leverage perusahaan adalah operating leverage dan financial
leverage. Menurut Hanafi (2004:327) dalam Astriana (2010) menjelaskan
bahwa
operating leverage bisa diartikan sebagai seberapa besar
perusahaan
menggunakan
beban
tetap
operasional.
Beban
tetap
operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi, dan
pemasaran yang bersifat tetap (misal biaya gaji bulanan). Perusahaan yang
menggunakan biaya tetap dalam proporsi yang tinggi (relatif terhadap
biaya variabel) dikatakan menggunakan operating leverage yang tinggi.
Operating leverage yang tinggi maka Degree of Operating leverage pun
tinggi
F. Hutang dan Return Investasi berupa Dividen
Pendanaan perusahaan melalui hutang erat kaitannya dengan
Struktur modal dan hutang dalam hal ini leverage merupakan sumber
pendanaan ekternal (external financing) untuk membiayai kegiatan
perusahaan. Apabila leverage rendah, berarti perusahaan memiliki jumlah
utang relatif sedikit daripada modal sendiri, hal ini akan berpengaruh
terhadap perolehan laba. Jumlah hutang perusahaan yang relatif sedikit,
maka laba yang diperoleh hanya sebagian kecil yang dibayarkan untuk
bunga pinjaman sehingga laba bersih akan semakin besar. Perusahaan
yang dimiliki hutang sedikit, maka kebutuhan dana untuk membayar
cicilan hutang dan biaya bunga yang ditanggung menjadi relatif sedikit.
Perusahaan yang memperoleh laba bersih sebelum pajak dalam jumlah
24
yang tinggi maka laba yang dibagikan kepada pemegang saham akan
semakin tinggi yang pada akhirnya dividen yang dibayarkan akan semakin
tinggi.
Menurut Howton et. al. (1998) dalam Variyetmi (2010);
perusahaan
leveraged
memiliki
peluang
investasi
yang
tidak
menguntungkan serta arus kas bebas yang tinggi. Dengan membedakan
perusahaan yang pembayaran dividennya tinggi dengan yang rendah,
Johnson mengatakan bahwa perusahaan yang pembayaran dividennya
rendah mempengaruhi harga saham secara positif pada pengumuman
penawaran hutang. Kebijakan hutang dinyatakan dalam rasio leverage.
Menurut Variyetmi (2010) mengutip Rozeff (1982) dan Karnadi
(1993) menyatakan bahwa perusahaan yang leverage operasi atau
keuangannya tinggi akan memberikan dividen yang rendah. Struktur
permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan pihak
manajemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu
sebelum membagikan dividen. Leverage ratio yang paling umum
digunakan adalah rasio hutang terhadap modal / (debt to equity ratio) oleh
karena itu penelitian ini menggunakan Debt to Equity Ratio untuk
menghitung tingkat leverage.
Rasio Leverage/Hutang adalah rasio keuangan yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajibannya kepada kreditur. Dapat diukur dengan:
25
1. Rasio Hutang (Debt Ratio/DR)
𝐷𝑒𝑏𝑑 π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘Ž
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π»π‘’π‘‘π‘Žπ‘›π‘”
(Sumber: Warsono, Manajemen Keuangan Perusahaan, 2003: 37)
2. Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio/DER)
𝐷𝐸𝑅 =
πΈπ‘˜π‘’π‘–π‘‘π‘Žπ‘ 
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π»π‘’π‘‘π‘Žπ‘›π‘”
(Sumber: Gill dan Chatton, Memahami Laporan Keuangan, 2005: 44)
Rasio leverage (leverage ratio)/rasio solvabilitas (solvency ratio)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan dibiayai dengan hutang (Kasmir, 2008). Artinya berapa besar
beban hutang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan
aktivanya, kombinasi dari penggunaan dana. Dalam arti luas dikatakan
bahwa rasio leverage (leverage ratio)/rasio solvabilitas (solvency ratio)
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila
perusahaan dilikuidasi. Perusahaaan dikatakan solvabel jika total
aktivanya lebih besar dari total kewajibannya. Intinya adalah dengan
analisis rasio leverage (leverage ratio)/rasio solvabilitas (solvency ratio),
perusahaan akan mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penggunaan
26
modal sendiri dan modal pinjaman serta mengetahui rasio kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Setelah diketahui, manajer
keuangan dapat mengambil kebijakan yang dianggap perlu guna
menyeimbangkan penggunaan modal.
G. Pengertian Dividen
Dividen adalah suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh
perusahaan baik dalam bentuk kas maupun saham kepada para pemegang
saham suatu perusahaan sebagai proporsi dari jumlah saham yang dimiliki
oleh pemilik. Dividen Per Share (DPS) merupakan total semua dividen
yang dibagikan pada tahun buku sebelumnya, baik dividen intern, dividen
total atau dividen saham.
Pembayaran dividen pada hakikatnya merupakan komunikasi
secara tidak langsung kepada para pemegang saham tentang tingkat
profitabilitas yang dicapai perusahaan. Pembayaran ini diambil dari
sebagian keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam kegiatan
operasinya. Sedangkan sebagian lagi akan diinvestasikan untuk hal yang
lebih menguntungkan. Terkait hal ini manajer keuangan sebagai orang
dalam perusahaan yang mempunyai jalur informasi monopolistik tentang
cash flow perusahaan, sebaiknya memilih untuk menciptakan isyarat
komunikasi yang jelas mengenai masa depan perusahaan apabila mereka
mempunyai dorongan yang tepat untuk melakukannya. Salah satu isyarat
komunikasi yang baik yaitu melalui pembayaran dividen.
27
Menurut Ambarwati (2010). Dividen adalah sebuah pembayaran
yang dilakukan perusahaan kepada pemegang saham yang berasal dari
pendapatan atau earnings dalam bentuk kas atau saham.
Stice et. al. (2005) dan Suharli (2006) juga mengartikan dividen
sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan
sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing
pemilik. Dividen dapat berupa uang tunai maupun saham. Terkait dengan
dividen terdapat 3 tanggal penting, yaitu pengumuman, pencatatan, dan
pembayaran/pembagian. Dividen tunai (cash dividend) umumnya lebih
menarik bagi pemegang saham dibandingkan dengan dividen saham (stock
dividend). Ikatan Akuntan Indonesia (2010), dalam PSAK No. 23,
merumuskan Deviden yaitu distribusi laba kepada pemegang investasi
ekuitas dengan proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal
tertentu. Laba bersih perusahaan akan berdampak berupa peningkatan
saldo
laba
(retained
earnings)
perusahaan.
Apabila
saldo
laba
didistribusikan kepada pemegang saham maka saldo laba akan berkurang
sebesar nilai yang didistribusikan tersebut.
macam – macam dividen Menurut Ambarwati (2010):
1. Cash Dividend : Dividen yg diberikan oleh perusahaan kepada
para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Pada
waktu rapat pemegang saham perusahaan memutuskan bahwa
sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk
cash dividen.
28
2. Stock Dividend : Dividen yg diberikan kepada para pemegang
saham dalam bentuk saham-saham yg dikeluarkan oleh
perusahaan itu sendiri.
H. Dividen sebagai Tingkat Pengembalian Investasi
Kebijakan dividen adalah kebijakan yang diambil manajemen
perusahaan untuk memutuskan membayarkan sebagian keuntungan
perusahaan kepada pemegang saham daripada menahannya sebagai laba
ditahan untuk diinvestasikan kembali agar mendapatkan capital gains.
Capital gains adalah keuantungan modal yang akan diperoleh pemegang
saham jika menginvestasikan kembali pendapatannya dalam jangka
panjang (Ambarwati, 2010).
Menurut Gitma (2003) dalam Rosdini (2009) kebijakan dividen
adalah suatu perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika
keputusan dividen harus dibuat, dan menurut Lee dan Finerty (1990)
dalam Rosdini (2009) mengartikan kebijakan dividen sebagai suatu
keputusan perusahaan apakah akan membagikan retained earnings yang
dihasilkan kepada pemegang saham atau akan menahan earnings untuk
kegiatan reinvestasi dalam perusahaan.
Menurut Van Horne (1992) dalam Hery (2009) kebijakan dividen
adalah sejumlah persentase dari laba yang dibayarkan secarn tunai kepada
para pemegang saham. Pembayaran dividen ini akan mengurangi laba
29
ditahan dan mempengaruhi keputusan pembiayaan perusahaan secara
keseluruhan.
Sedangkan
menurut Martono dan Agus Harjito (2007;253),
Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba
yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang
saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal
guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Dari pengertian dividen tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan dividen adalah suatu keputusan untuk menginvestasi kembali
laba yang diperoleh dari suatu hasil operasi perusahaan atau untuk
membagikannya kepada para pememgang saham.
Beberapa teori telah dikembangkan oleh para pakar di bidang
akuntansi dan manajemen keuangan mengenai pertanyaan yang sangat
mendasar yakni apa yang mempengaruhi besarnya dividen. Untuk itu
penelitian ini mencoba memaparkan beberapa teori yang relevan dalam
kebijakan dividen pada umumnya dan telah teruji secara empiris, yaitu:
Menurut Brigham (1999) dalam Ambarwati (2010) ada tiga teori
dari preferensi investor yaitu:
1.
Dividend irrelevance
theory
adalah suatu teori
yang
dikemukakan oleh Modigliani & Miller (MM) (1961) yang berpendapat
bahwa dalam kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak,
kebijakan dividen tidak mempengaruhi shareholder’s wealth maupun
30
value of the firm. Namun Brigham dan Gapensky, (1999) menolak teori ini
karena menggunakan asumsi yang tidak realistis seperti tidak ada pajak
pendapatan, tidak ada biaya transaksi, leverage keuangan tidak
mempengaruhi biaya modal, investor tidak memiliki informasi yang sama
tentang prospek masa depan perusahaan.
2. Bird in the hand Theory. Menurut Gordon dan Litner (1956)
investor lebih menyukai dividen tunai yang lebih pasti dibandingkan
capital gains yang diharapkan dari laba ditahan karena akan mengandung
risiko. Sehingga perusahaan akan membayar dividen yang sebesar –
besarnya dengan anggapan bahwa dividen dapat mempengaruhi harga
saham.
3. Tax preference theory adalah suatu teori yang menyatakan
bahwa investor lebih menyukai perusahaan yang menahan sebagian besar
labanya karena pendapatan dividen dikenai pajak yang lebih tinggi
dibanding capital gains dan ini dapat mengakibatkan negative wealth bagi
pemegang saham.
Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Jika manajemen percaya dengan teori yang dikemukakan oleh
MM, maka tidak perlu memikirkan berapa besar dividen yang akan
dibagi maupun laba yang akan ditahan.
31
Tapi pada kenyataannya teori ini sangat tidak relevan karena pasti
akan dikenakan pajak.
2. Jika perusahaan akan membagi dividen yang banyak, makan
perilaku manajer mengarah pada bird in the hand theory
(Nuringsih, 2005).
3. Jika perusahaan akan membagi dividen dengan jumlah yang rendah
maka perilaku manajer akan mengarah pada tax preference theory.
Menurut Ambarwati (2010) terdapat dua persoalan teoritis lainnya
yang mempengaruhi pandangan tentang kebijakan dividen, yaitu :
1. Information content or signaling hypothesis
Di dalam teori ini Modigliani dan Miller (1961)
berpendapat bahwa investor menganggap perubahan dividen
sebagai sinyal ramalan laba manajemen. Manajer menggunakan
pengumuman dividen untuk memberikan sinyal tentang ekspektasi
mereka mengenai prospek masa depan perusahaan pada investor.
2. Clientele Effect
Black
dan
Scholes
(1974)
dalam
Suharli
(2006)
menyatakan bahwa jika perusahaan membayar dividen, investor
seharusnya mendapatkan keuntungan dari dividen tersebut untuk
menghilangkan konsekuensi negatif dari pajak.
32
I. Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Berikut ini adalah faktor yang dianalisa oleh perusahaan ketika
membuat kebijakan dividen menurut Ambarwati (2010) :
1. Aturan – aturan hukum
Hukum badan perusahaan memutuskan legalitas distribusi
apapun kepada para pemegang saham biasa perusahaan. Berbagai
aturan hukum yang dibahas dalam membuat batasan hukum yang
memungkinkan di bawah ini penting kebijakan dividen akhir
perusahaan dapat berjalan.
2. Kebutuhan pendanaan Perusahaan
Intinya adalah menentukan arus kas dan posisi kas
perusahaan yang akan terjadi di tengah ketiadaan perubahan
kebijakan dividen. Kemungkinan kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan dividen harus dianalisa dalam kaitannya dengan
distribusi probabilitas kemungkinan arus kas masa depan dan juga
saldo kas.
3. Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama
dalam banyak keputusan dividen, karena dividen menunjukkan
arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan
likuiditas perusahaan maka semakin besar kemampuan perusahaan
untuk membayar dividen. Oleh karena pihak manajemen ingin
mempertahankan
likuiditas
untuk
menghindari
risiko
33
ketidakpastian, maka manajemen tidak akan membayar dividen
dalam jumlah besar.
4. Kemampuan untuk meminjam
Apabila perusahaan memiliki kemampuan untuk meminjam
dalam jangka waktu relatif singkat, maka dapat dikatakan
perusahaan tersebut fleksibel secara keuangan. Kemampuan
meminjam ini dapat dalam bentuk batas kredit bergulir dari bank
atau lembaga keuangan. Semakin besar kemampuan perusahaan
untuk meminjam, maka semakin besar pula fleksibilitas untuk
meminjam, sehingga perusahaan tidak perlu khawatir dengan
pengaruh pembayaran dividen kas terhadap likuiditasnya.
5. Batasan – batasan dalam kontrak utang
Syarat perjanjian utang adalah perjanjian pinjaman,
meliputi batasan untuk pembayaran dividen yang dinyatakan dalam
persentase maksimum laba ditahan kumulatif dalam perusahaan.
Larangan ini otomatis mempengaruhi pembayaran dividen
perusahaan.
6. Pengendalian
Perusahaan yang terancam akan diakuisisi akan membayar
dividen dalam jumlah besar untuk menenangkan para pemegang
saham.
J. Kebijakan Dividen oleh Investee
Dari sisi investee (emiten), kebijakan dalam hal pembagian dividen
merupakan sesuatu yang sangat penting. Dalam penetapan kebijakan
34
mengenai pembagian dividen, faktor utama yang menjadi perhatian
manajemen adalah besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Kebijakan
dividen menentukan penempatan laba perusahaan, yaitu antara membayar
kepada
pemegang
saham
dan
menginvetasikan
kembali
dalam
perusahaan.
Besarnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para
pemodal sangat bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan.
Oleh karenanya kebijakan deviden penting artinya bagi manajer keuangan
perusahaan guna memperhatikan berbagai kepentingan seperti kepentingan
perusahaan, pemegang saham, masyarakat, dan pemerintah. Untuk
menentukan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada stockholders,
maka keputusannya diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) dengan berpedoman pada Undang-Undang No. 1/1995 pasal 62
ayat 1 dan 2. Sebagaimana ketentuan yang berlaku bahwa dividen pada
dasarnya dibayar dari laba yang diperoleh oleh perusahaan pada tahun
berjalan yang merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham,
sedangkan laba yang diperoleh pada tahun sebelumnya yang dimasukkan
dalam pos “laba ditahan” (retained earning) yang merupakan salah satu
sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan
perusahaan. Kebijakan dividen menentukan pembagian laba antara
pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali perusahaan
(Riska, 2010).
35
Menurut Marlina (2009 : 1) bahwa kebijakan pembayaran dividen
mempunyai pengaruh bagi pemegang saham dan perusahaan yang
membayar dividen. Perusahaan hanya akan menaikkan dividen apabila
manajemen berkeyakinan bahwa laba perusahaan akan naik. Laba bersih
sering dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam
membayar dividen. Perusahaan cenderung memelihara kebijakan dividen
yang teratur. Perusahaan tidak menyukai mengurangi dividen, dan mereka
hanya mau menaikkan dividen jika merasa yakin bahwa perusahaan
mampu memelihara atau menjaga kinerjanya di masa yang akan datang.
Dividen juga dapat diperlakukan secara serupa sebagai suatu sinyal
atau tanda apakah perusahaan termasuk dalam kategori baik atau buruk.
Suatu perusahaan yang menaikkan pembayaran dividen tunai akan
dipandang sebagai perusahaan yang mempunyai harapan yang baik di
masa yang akan datang karena harapan arus kas yang makin meningkat
yang dapat digunakan untuk membayar dividen. Dengan demikian,
dividen dapat memberikan informasi mengenai arus kas perusahaan di
masa yang akan datang.
Dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan ataupun
laba tahun lalu yang berada dalam pos laba ditahan dalam neraca.
Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan walaupun dengan
keuntungan yang besar biasanya mempunyai kebutuhan dana yang cukup
besar untuk membiayai investasinya, sehingga kemungkinan akan menjadi
kurang likuid dan tidak dapat membayar dividen kas. Di lain pihak,
36
semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan
akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
Perusahaan dengan beban hutang yang besar untuk membiayai ekspansi
usahanya harus menyisihkan sebagian labanya untuk pelunasan hutang
pada saat jatuh tempo, maka umumnya membutuhkan penyimpanan laba
dan hal ini akan memengaruhi kebijakan dividen perusahaan.
Menurut Ambarwati (2010) keputusan yang diambil oleh
manajemen terkait dengan pembayaran dividen, adalah sebagai berikut :
1. Dividen yang akan dibayarkan apakah dividen rendah atau dividen
tinggi, hal
ini akan sangat tergantung pada preferensi pemegang
saham perusahaan yang akan diputuskan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
2. Dividen yang akan dibayarkan bersifat stabil atau tidak stabil, hal ini
harus diputuskan dengan baik karena menyangkut minat investor di
masa yang akan datang.
3. Dividen yang akan dibayarkan apakah setiap tahun atau periodik.
4. Apakah kebijakan dividen untuk dibagikan harus diumumkan,
biasanya diumumkan lewat surat resmi atau media cetak.
Menurut Naveli (1989) dalam Suharli (2006), secara umum
kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3
kebijakan ini, yaitu:
37
1) Constant Dividend Payout Ratio
Terdapat beberapa cara mengatur dividend payout ratio yang dibagikan
secara tetap dalam persentase atau rasio tertentu, yaitu:
a. membayar
dengan
jumlah persentase
yang
tetap
dari
pendapatan tahunan,
b. menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama
dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun
sebelumnya,dan
c. menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang.
2) Stable Per Share Dividend
Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap.
Kebijakan
ini
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
mempertahankan laba yang tinggi;
3) Reguler Dividend Plus Extra
Dalam kebijakan ini, perusahaan akan memberikan suatu tingkat
dividen yang relatif rendah tetapi dalam jumlah yang pasti, dan
memberikan tambahan apabila perusahaan membukukan laba yang
cukup tinggi.
38
K. Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
Tahun
Penelitian
1.
Michell Suharli
& Megawati
2005
Oktorina
Judul Penelitian
Hasil
Memprediksi
Tingkat
Pengembalian Investasi
Pada Equity
Securities Melalui Rasio
Profitabilitas, Likuiditas,
Dan
Hutang Pada Perusahaan
Publik Di Jakarta
Tingkat
pengembalian
investasi
berupa dividen
bagi
investor
dapat
diprediksi melalui rasio
profitabilitas,likuiditas, dan
leverage
(hutang)
dari
perusahaan investee.
2.
Fira Puspita
2009
Analisis Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Kebijakan
Dividend
Payout Ratio
3.
Darminto
2008
Pengaruh Profitabilitas,
Likuiditas,
Struktur
Modal Dan
Struktur
Kepemilikan
Saham,
Terhadap
Kebijakan Dividen
4.
Variyetmi Wira
2010
Faktor
Yang
Mempengaruhi
Pengembalian Investasi
Pada Equity Securities
Pada
Perusahaan
Manufaktur
Di
Indonesia
Debt to Equity Ratio (DER)
berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap
Dividend
Payout
Ratio
(DPR) pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia
periode 20052007
Secara parsial hanya variabel
profitabilitas dan struktur
modal yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap
kebijakan dividen,sedangkan
variabel
likuiditas
dan
struktur kepemilikan saham
tidak berpe-ngaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen.
Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat
Pengembalian
Investasi Berupa Dividen
Bagi
Investor
Dapat
Berpengaruh
Secara
Signifikan Melalui Rasio
Profitabilitas Yang Diukur
dengan ROI dan leverage
(hutang) dari perusahaan
investee. Sedangkan faktor
lain
seperti
likuiditas,
growth dan firm size tidak
berpengaruh
secara
signifikan.
39
L. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Return On Equity
(ROE)
Current Ratio
(CR)
Leverage
(DER)
RETURN INVESTASI
(DPR)
Download