BAB II LANDASAN TEORI A. Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit). Laba inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan, apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Hermi (2004) dalam Suharli (2005) mengungkapkan laba diperoleh dari selisih antara harta yang masuk (pendapatan dan keuntungan) dan harta yang keluar (beban dan kerugian). Laba perusahaan tersebut dapat ditahan (sebagai laba ditahan) dan dapat dibagi (sebagai dividen). Sehingga peningkatan laba bersih perusahaan investee akan meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen bagi investor. Menurut Variyetmi (2010) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit). Laba inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan, apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Sehingga peningkatan laba bersih perusahaan investee akan meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen bagi investor. Profitabilitas dapat diukur melalui jumlah laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. 13 14 Sedangkan menurut Rizal (2010) profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan asset perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan Total assets. profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan profit untuk setiap assets yang ditanam. Profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan asset perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan Total Assets. Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Faktor ini juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan deviden. B. Profitabilitas Investee dan Return Investasi berupa Dividen Kinerja keuangan perusahaan dari sisi manajemen, mengharapkan laba bersih setelah pajak (earning after tax) yang tinggi karena semakin tinggi laba perusahaan semakin flexible perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaan. Sehingga EAT perusahaan akan meningkat bila kinerja keuangan perusahaan meningkat. Pencapaian laba merupakan indikator yang dominan karena hasil akhir kinerja operasi usaha selalu mengarah pada EAT. Karena EAT merupakan nilai rupiah dan masing-masing perusahaan berbeda dalam jumlah modal maka besar 15 EAT tidak bisa menunjukkan kinerja laba sehingga perlu dipakai indikator lain, dalam penelitian ini digunakan return on equity (ROE). Return on equity (ROE) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total asset bersih yang dimilikinya. ROE merupakan rasio antara laba sesudah pajak atau net income after tax (NIAT) terhadap total asset bersih. Semakin besar ROE menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar (Farah, 2007). Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti : laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi / aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Naim (1998) dalam Suharli (2006) mengukur profitabilitas menggunakan 2 rasio, yaitu: Return on Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE). ROI merupakan tingkat pengembalian investasi atas investasi perusahaan pada aktiva. ROI sering disebut juga Return on Assets (ROA). Nilai ROI sebuah perusahaan diperoleh dengan rumus : π ππ΄ = πΏπππ π΅πππ πβ π½π’πππβ π΄ππ‘ππ£π ππππ’π πβπππ 16 Return On Equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih perusahaan, sehingga perhitungan ROE sebuah perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : π ππΈ = πΏπππ π΅πππ πβ π½π’πππβ π΄ππ‘ππ£π π΅πππ πβ ππππ’π πβπππ Tujuan penggunaan rasio profitabilitas adalah (Kasmir, 2009:197) dalam Diana (2011): 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Untuk menilai perkembangan laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 17 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri, dan tujuan lainnya. C. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen, karena dividen menunjukkan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Oleh karena pihak manajemen ingin mempertahankan likuiditas untuk menghindari risiko ketidakpastian, maka manajemen tidak akan membayar dividen dalam jumlah besar (Nasim, 2011). Di dalam kaitannya dengan kebijakan dividen, likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada para pemegang saham. Hal ini dikarenakan, untuk membayar dividen diperlukan ketersediaan dana dalam hal ini adalah kas yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang mempunyai laba yang tinggi belum tentu dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham karena tidak adanya dana untuk membayar dividen (Darminto, 2008). Diana (2011) menjelaskan bahwa rasio likuiditas sebagai rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo. Rasio likuiditas membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber jangka pendek untuk memenuhi 18 kewajiban tersebut. Dari rasio ini dapat diperoleh pandangan tentang keadaan solvabilitas kas pada saat ini dan kemampuan perusahaan untuk tetap mempertahankan solvabilitasnya. Dapat dipahami bahwa rasio likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang segera jatuh tempo dengan sumber jangka pendeknya. Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Beberapa tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas adalah (Kasmir, 2009): 1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur di bawah satu tahun atau sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi persediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah. 4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. 19 6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang. 7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan mambandingkannya untuk beberapa periode. 8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masingmasing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar. 9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini. Dua rasio likuiditas yang sering digunakan adalah: rasio lancar (current ratio) dan rasio cepat (quick ratio). 1. Rasio lancar (Current ratio) Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir, 2009:134). Rasio lancar dihitung dengan membagi total aktiva lancar dengan total kewajiban lancar (Skousen, et.al, 2004:790). πΆπ’πππππ‘ π ππ‘ππ = πΆπ’πππππ‘ π΄π π ππ‘ πΆπ’πππππ‘ πΏπππππππ‘πππ 2. Rasio cepat (Quick Ratio) Rasio cepat merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar 20 (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory) (Kasmir, 2009:137). Rasio cepat dihitung dengan mengurangkan persediaan dari aktiva lancar dan kemudian membagi hasilnya dengan kewajiban lancar. ππ’πππ π ππ‘ππ = πΆπ’πππππ‘ π΄π π ππ‘ − πΌππ£πππ‘πππ¦ πΆπ’πππππ‘ πΏπππππππ‘πππ D. Likuiditas Investee dan Return Investasi berupa Dividen Likuiditas perusahaan terhadap kebijakan jumlah pembagian dividen. Likuiditas perusahaan dapat diukur melalui rasio keuangan seperti : current ratio, quick ratio dan cash acid-ratio (Karnadi, 1993) dalam Suharli (2005). Likuiditas perusahaan diasumsikan dalam penelitian ini mampu menjadi alat prediksi tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor. Current ratio seringkali dijadikan sebagai ukuran likuiditas, termasuk dalam persyaratan kontrak kredit. Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan perusahaan tersebut dalam memenuhi hutang jangka pendeknya. Dapat dikatakan perusahaan tersebut dalam kondisi yang sehat. Kekuatan perusahaan yang ditunjukkan dengan rasio likuiditas yang tinggi akan berhubungan dengan tingkat pengungkapan yang tinggi. 21 Hal ini didasarkan pada harapan bahwa kuatnya finansial suatu perusahaan akan cenderung memberi pengungkapan yang lebih untuk memberikan informasi yang lebih luas dari pada perusahaan yang memiliki kondisi finansial yang lemah. Selain itu perusahaan dengan kondisi finansial yang kuat diangggap mampu menanggung biaya-biaya yang ditimbulkan dengan adanya pengungkapan yang lebih luas. Perusahaan biasanya memegang sejumlah tertentu asset yang lancar untuk mencukupi kebutuhan kas yang direncanakan ataupun tidak. Jika perusahaan memiliki cash on hand yang besar, maka untuk menghilangkan aset liquid dan kas yang menganggur perusahaan dapat membayarkan dividen atau menggunakan dana itu untuk melunasi hutang. Di lain pihak jika perusahaan kekurangan aset yang liquid, maka perusahaan dapat menutupinya dengan membatasi atau mengurangi dividen. Tujuan pembagian dividen juga untuk menunjukan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkan dividen juga untuk menunjukan tersebut dimata investor akan memiliki nilai yang tinggi. Dengan pembayaran dividen yang terus menerus perusahaan ingin menunjukan bahwa perusahaan mampu menghadapi gejolak perekonomian dan mampu memberikan hasil kepada para pemegang saham. Hal ini ditunjang oleh beberapa penelitian yang menunjukan arti pentingnya keuntungan dibagikan kepada para pemegang saham. Yeager dan Seitz (1982) dalam Rizal (2010) menyatakan bahwa satu dollar dividen rata-rata mempunyai 22 pengaruh sampai empat kali terhadap harga saham dibandingkan dengan satu dolar laba ditahan. Penelitian ini mengukur likuiditas perusahaan dengan menggunakan current ratio. E. Leverage Arti leverage secara harfiah (literal) adalah pengungkit. Pengungkit biasanya digunakan untuk membantu beban yang berat. Sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber dana intern dan sumber dana ekstern. Dalam keuangan, leverage mempunyai maksud yang serupa. Lebih spesifik lagi leverage bias digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang diharapkan. (Hanafi, 2004:327) dalam Astriana (2010). Leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap. Kalau pada “operating leverage” penggunaan aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel, maka pada “financial leverage” penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk memperbesar pendapatan per lebar saham biasa. (EPS = Earning Per Share). (Munawir, 2008). 23 Jenis leverage perusahaan adalah operating leverage dan financial leverage. Menurut Hanafi (2004:327) dalam Astriana (2010) menjelaskan bahwa operating leverage bisa diartikan sebagai seberapa besar perusahaan menggunakan beban tetap operasional. Beban tetap operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi, dan pemasaran yang bersifat tetap (misal biaya gaji bulanan). Perusahaan yang menggunakan biaya tetap dalam proporsi yang tinggi (relatif terhadap biaya variabel) dikatakan menggunakan operating leverage yang tinggi. Operating leverage yang tinggi maka Degree of Operating leverage pun tinggi F. Hutang dan Return Investasi berupa Dividen Pendanaan perusahaan melalui hutang erat kaitannya dengan Struktur modal dan hutang dalam hal ini leverage merupakan sumber pendanaan ekternal (external financing) untuk membiayai kegiatan perusahaan. Apabila leverage rendah, berarti perusahaan memiliki jumlah utang relatif sedikit daripada modal sendiri, hal ini akan berpengaruh terhadap perolehan laba. Jumlah hutang perusahaan yang relatif sedikit, maka laba yang diperoleh hanya sebagian kecil yang dibayarkan untuk bunga pinjaman sehingga laba bersih akan semakin besar. Perusahaan yang dimiliki hutang sedikit, maka kebutuhan dana untuk membayar cicilan hutang dan biaya bunga yang ditanggung menjadi relatif sedikit. Perusahaan yang memperoleh laba bersih sebelum pajak dalam jumlah 24 yang tinggi maka laba yang dibagikan kepada pemegang saham akan semakin tinggi yang pada akhirnya dividen yang dibayarkan akan semakin tinggi. Menurut Howton et. al. (1998) dalam Variyetmi (2010); perusahaan leveraged memiliki peluang investasi yang tidak menguntungkan serta arus kas bebas yang tinggi. Dengan membedakan perusahaan yang pembayaran dividennya tinggi dengan yang rendah, Johnson mengatakan bahwa perusahaan yang pembayaran dividennya rendah mempengaruhi harga saham secara positif pada pengumuman penawaran hutang. Kebijakan hutang dinyatakan dalam rasio leverage. Menurut Variyetmi (2010) mengutip Rozeff (1982) dan Karnadi (1993) menyatakan bahwa perusahaan yang leverage operasi atau keuangannya tinggi akan memberikan dividen yang rendah. Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan pihak manajemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum membagikan dividen. Leverage ratio yang paling umum digunakan adalah rasio hutang terhadap modal / (debt to equity ratio) oleh karena itu penelitian ini menggunakan Debt to Equity Ratio untuk menghitung tingkat leverage. Rasio Leverage/Hutang adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajibannya kepada kreditur. Dapat diukur dengan: 25 1. Rasio Hutang (Debt Ratio/DR) π·πππ‘ π ππ‘ππ = πππ‘ππ π΄ππ‘ππ£π πππ‘ππ π»π’π‘πππ (Sumber: Warsono, Manajemen Keuangan Perusahaan, 2003: 37) 2. Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio/DER) π·πΈπ = πΈππ’ππ‘ππ πππ‘ππ π»π’π‘πππ (Sumber: Gill dan Chatton, Memahami Laporan Keuangan, 2005: 44) Rasio leverage (leverage ratio)/rasio solvabilitas (solvency ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang (Kasmir, 2008). Artinya berapa besar beban hutang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya, kombinasi dari penggunaan dana. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio leverage (leverage ratio)/rasio solvabilitas (solvency ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dilikuidasi. Perusahaaan dikatakan solvabel jika total aktivanya lebih besar dari total kewajibannya. Intinya adalah dengan analisis rasio leverage (leverage ratio)/rasio solvabilitas (solvency ratio), perusahaan akan mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penggunaan 26 modal sendiri dan modal pinjaman serta mengetahui rasio kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Setelah diketahui, manajer keuangan dapat mengambil kebijakan yang dianggap perlu guna menyeimbangkan penggunaan modal. G. Pengertian Dividen Dividen adalah suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan baik dalam bentuk kas maupun saham kepada para pemegang saham suatu perusahaan sebagai proporsi dari jumlah saham yang dimiliki oleh pemilik. Dividen Per Share (DPS) merupakan total semua dividen yang dibagikan pada tahun buku sebelumnya, baik dividen intern, dividen total atau dividen saham. Pembayaran dividen pada hakikatnya merupakan komunikasi secara tidak langsung kepada para pemegang saham tentang tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan. Pembayaran ini diambil dari sebagian keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam kegiatan operasinya. Sedangkan sebagian lagi akan diinvestasikan untuk hal yang lebih menguntungkan. Terkait hal ini manajer keuangan sebagai orang dalam perusahaan yang mempunyai jalur informasi monopolistik tentang cash flow perusahaan, sebaiknya memilih untuk menciptakan isyarat komunikasi yang jelas mengenai masa depan perusahaan apabila mereka mempunyai dorongan yang tepat untuk melakukannya. Salah satu isyarat komunikasi yang baik yaitu melalui pembayaran dividen. 27 Menurut Ambarwati (2010). Dividen adalah sebuah pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pemegang saham yang berasal dari pendapatan atau earnings dalam bentuk kas atau saham. Stice et. al. (2005) dan Suharli (2006) juga mengartikan dividen sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Dividen dapat berupa uang tunai maupun saham. Terkait dengan dividen terdapat 3 tanggal penting, yaitu pengumuman, pencatatan, dan pembayaran/pembagian. Dividen tunai (cash dividend) umumnya lebih menarik bagi pemegang saham dibandingkan dengan dividen saham (stock dividend). Ikatan Akuntan Indonesia (2010), dalam PSAK No. 23, merumuskan Deviden yaitu distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas dengan proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu. Laba bersih perusahaan akan berdampak berupa peningkatan saldo laba (retained earnings) perusahaan. Apabila saldo laba didistribusikan kepada pemegang saham maka saldo laba akan berkurang sebesar nilai yang didistribusikan tersebut. macam – macam dividen Menurut Ambarwati (2010): 1. Cash Dividend : Dividen yg diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang saham perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen. 28 2. Stock Dividend : Dividen yg diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yg dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri. H. Dividen sebagai Tingkat Pengembalian Investasi Kebijakan dividen adalah kebijakan yang diambil manajemen perusahaan untuk memutuskan membayarkan sebagian keuntungan perusahaan kepada pemegang saham daripada menahannya sebagai laba ditahan untuk diinvestasikan kembali agar mendapatkan capital gains. Capital gains adalah keuantungan modal yang akan diperoleh pemegang saham jika menginvestasikan kembali pendapatannya dalam jangka panjang (Ambarwati, 2010). Menurut Gitma (2003) dalam Rosdini (2009) kebijakan dividen adalah suatu perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen harus dibuat, dan menurut Lee dan Finerty (1990) dalam Rosdini (2009) mengartikan kebijakan dividen sebagai suatu keputusan perusahaan apakah akan membagikan retained earnings yang dihasilkan kepada pemegang saham atau akan menahan earnings untuk kegiatan reinvestasi dalam perusahaan. Menurut Van Horne (1992) dalam Hery (2009) kebijakan dividen adalah sejumlah persentase dari laba yang dibayarkan secarn tunai kepada para pemegang saham. Pembayaran dividen ini akan mengurangi laba 29 ditahan dan mempengaruhi keputusan pembiayaan perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan menurut Martono dan Agus Harjito (2007;253), Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Dari pengertian dividen tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah suatu keputusan untuk menginvestasi kembali laba yang diperoleh dari suatu hasil operasi perusahaan atau untuk membagikannya kepada para pememgang saham. Beberapa teori telah dikembangkan oleh para pakar di bidang akuntansi dan manajemen keuangan mengenai pertanyaan yang sangat mendasar yakni apa yang mempengaruhi besarnya dividen. Untuk itu penelitian ini mencoba memaparkan beberapa teori yang relevan dalam kebijakan dividen pada umumnya dan telah teruji secara empiris, yaitu: Menurut Brigham (1999) dalam Ambarwati (2010) ada tiga teori dari preferensi investor yaitu: 1. Dividend irrelevance theory adalah suatu teori yang dikemukakan oleh Modigliani & Miller (MM) (1961) yang berpendapat bahwa dalam kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, kebijakan dividen tidak mempengaruhi shareholder’s wealth maupun 30 value of the firm. Namun Brigham dan Gapensky, (1999) menolak teori ini karena menggunakan asumsi yang tidak realistis seperti tidak ada pajak pendapatan, tidak ada biaya transaksi, leverage keuangan tidak mempengaruhi biaya modal, investor tidak memiliki informasi yang sama tentang prospek masa depan perusahaan. 2. Bird in the hand Theory. Menurut Gordon dan Litner (1956) investor lebih menyukai dividen tunai yang lebih pasti dibandingkan capital gains yang diharapkan dari laba ditahan karena akan mengandung risiko. Sehingga perusahaan akan membayar dividen yang sebesar – besarnya dengan anggapan bahwa dividen dapat mempengaruhi harga saham. 3. Tax preference theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa investor lebih menyukai perusahaan yang menahan sebagian besar labanya karena pendapatan dividen dikenai pajak yang lebih tinggi dibanding capital gains dan ini dapat mengakibatkan negative wealth bagi pemegang saham. Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Jika manajemen percaya dengan teori yang dikemukakan oleh MM, maka tidak perlu memikirkan berapa besar dividen yang akan dibagi maupun laba yang akan ditahan. 31 Tapi pada kenyataannya teori ini sangat tidak relevan karena pasti akan dikenakan pajak. 2. Jika perusahaan akan membagi dividen yang banyak, makan perilaku manajer mengarah pada bird in the hand theory (Nuringsih, 2005). 3. Jika perusahaan akan membagi dividen dengan jumlah yang rendah maka perilaku manajer akan mengarah pada tax preference theory. Menurut Ambarwati (2010) terdapat dua persoalan teoritis lainnya yang mempengaruhi pandangan tentang kebijakan dividen, yaitu : 1. Information content or signaling hypothesis Di dalam teori ini Modigliani dan Miller (1961) berpendapat bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai sinyal ramalan laba manajemen. Manajer menggunakan pengumuman dividen untuk memberikan sinyal tentang ekspektasi mereka mengenai prospek masa depan perusahaan pada investor. 2. Clientele Effect Black dan Scholes (1974) dalam Suharli (2006) menyatakan bahwa jika perusahaan membayar dividen, investor seharusnya mendapatkan keuntungan dari dividen tersebut untuk menghilangkan konsekuensi negatif dari pajak. 32 I. Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Berikut ini adalah faktor yang dianalisa oleh perusahaan ketika membuat kebijakan dividen menurut Ambarwati (2010) : 1. Aturan – aturan hukum Hukum badan perusahaan memutuskan legalitas distribusi apapun kepada para pemegang saham biasa perusahaan. Berbagai aturan hukum yang dibahas dalam membuat batasan hukum yang memungkinkan di bawah ini penting kebijakan dividen akhir perusahaan dapat berjalan. 2. Kebutuhan pendanaan Perusahaan Intinya adalah menentukan arus kas dan posisi kas perusahaan yang akan terjadi di tengah ketiadaan perubahan kebijakan dividen. Kemungkinan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan dividen harus dianalisa dalam kaitannya dengan distribusi probabilitas kemungkinan arus kas masa depan dan juga saldo kas. 3. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen, karena dividen menunjukkan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Oleh karena pihak manajemen ingin mempertahankan likuiditas untuk menghindari risiko 33 ketidakpastian, maka manajemen tidak akan membayar dividen dalam jumlah besar. 4. Kemampuan untuk meminjam Apabila perusahaan memiliki kemampuan untuk meminjam dalam jangka waktu relatif singkat, maka dapat dikatakan perusahaan tersebut fleksibel secara keuangan. Kemampuan meminjam ini dapat dalam bentuk batas kredit bergulir dari bank atau lembaga keuangan. Semakin besar kemampuan perusahaan untuk meminjam, maka semakin besar pula fleksibilitas untuk meminjam, sehingga perusahaan tidak perlu khawatir dengan pengaruh pembayaran dividen kas terhadap likuiditasnya. 5. Batasan – batasan dalam kontrak utang Syarat perjanjian utang adalah perjanjian pinjaman, meliputi batasan untuk pembayaran dividen yang dinyatakan dalam persentase maksimum laba ditahan kumulatif dalam perusahaan. Larangan ini otomatis mempengaruhi pembayaran dividen perusahaan. 6. Pengendalian Perusahaan yang terancam akan diakuisisi akan membayar dividen dalam jumlah besar untuk menenangkan para pemegang saham. J. Kebijakan Dividen oleh Investee Dari sisi investee (emiten), kebijakan dalam hal pembagian dividen merupakan sesuatu yang sangat penting. Dalam penetapan kebijakan 34 mengenai pembagian dividen, faktor utama yang menjadi perhatian manajemen adalah besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Kebijakan dividen menentukan penempatan laba perusahaan, yaitu antara membayar kepada pemegang saham dan menginvetasikan kembali dalam perusahaan. Besarnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemodal sangat bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan. Oleh karenanya kebijakan deviden penting artinya bagi manajer keuangan perusahaan guna memperhatikan berbagai kepentingan seperti kepentingan perusahaan, pemegang saham, masyarakat, dan pemerintah. Untuk menentukan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada stockholders, maka keputusannya diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan berpedoman pada Undang-Undang No. 1/1995 pasal 62 ayat 1 dan 2. Sebagaimana ketentuan yang berlaku bahwa dividen pada dasarnya dibayar dari laba yang diperoleh oleh perusahaan pada tahun berjalan yang merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham, sedangkan laba yang diperoleh pada tahun sebelumnya yang dimasukkan dalam pos “laba ditahan” (retained earning) yang merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Kebijakan dividen menentukan pembagian laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali perusahaan (Riska, 2010). 35 Menurut Marlina (2009 : 1) bahwa kebijakan pembayaran dividen mempunyai pengaruh bagi pemegang saham dan perusahaan yang membayar dividen. Perusahaan hanya akan menaikkan dividen apabila manajemen berkeyakinan bahwa laba perusahaan akan naik. Laba bersih sering dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Perusahaan cenderung memelihara kebijakan dividen yang teratur. Perusahaan tidak menyukai mengurangi dividen, dan mereka hanya mau menaikkan dividen jika merasa yakin bahwa perusahaan mampu memelihara atau menjaga kinerjanya di masa yang akan datang. Dividen juga dapat diperlakukan secara serupa sebagai suatu sinyal atau tanda apakah perusahaan termasuk dalam kategori baik atau buruk. Suatu perusahaan yang menaikkan pembayaran dividen tunai akan dipandang sebagai perusahaan yang mempunyai harapan yang baik di masa yang akan datang karena harapan arus kas yang makin meningkat yang dapat digunakan untuk membayar dividen. Dengan demikian, dividen dapat memberikan informasi mengenai arus kas perusahaan di masa yang akan datang. Dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan ataupun laba tahun lalu yang berada dalam pos laba ditahan dalam neraca. Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan walaupun dengan keuntungan yang besar biasanya mempunyai kebutuhan dana yang cukup besar untuk membiayai investasinya, sehingga kemungkinan akan menjadi kurang likuid dan tidak dapat membayar dividen kas. Di lain pihak, 36 semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Perusahaan dengan beban hutang yang besar untuk membiayai ekspansi usahanya harus menyisihkan sebagian labanya untuk pelunasan hutang pada saat jatuh tempo, maka umumnya membutuhkan penyimpanan laba dan hal ini akan memengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Menurut Ambarwati (2010) keputusan yang diambil oleh manajemen terkait dengan pembayaran dividen, adalah sebagai berikut : 1. Dividen yang akan dibayarkan apakah dividen rendah atau dividen tinggi, hal ini akan sangat tergantung pada preferensi pemegang saham perusahaan yang akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2. Dividen yang akan dibayarkan bersifat stabil atau tidak stabil, hal ini harus diputuskan dengan baik karena menyangkut minat investor di masa yang akan datang. 3. Dividen yang akan dibayarkan apakah setiap tahun atau periodik. 4. Apakah kebijakan dividen untuk dibagikan harus diumumkan, biasanya diumumkan lewat surat resmi atau media cetak. Menurut Naveli (1989) dalam Suharli (2006), secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3 kebijakan ini, yaitu: 37 1) Constant Dividend Payout Ratio Terdapat beberapa cara mengatur dividend payout ratio yang dibagikan secara tetap dalam persentase atau rasio tertentu, yaitu: a. membayar dengan jumlah persentase yang tetap dari pendapatan tahunan, b. menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun sebelumnya,dan c. menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang. 2) Stable Per Share Dividend Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi; 3) Reguler Dividend Plus Extra Dalam kebijakan ini, perusahaan akan memberikan suatu tingkat dividen yang relatif rendah tetapi dalam jumlah yang pasti, dan memberikan tambahan apabila perusahaan membukukan laba yang cukup tinggi. 38 K. Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti Tahun Penelitian 1. Michell Suharli & Megawati 2005 Oktorina Judul Penelitian Hasil Memprediksi Tingkat Pengembalian Investasi Pada Equity Securities Melalui Rasio Profitabilitas, Likuiditas, Dan Hutang Pada Perusahaan Publik Di Jakarta Tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor dapat diprediksi melalui rasio profitabilitas,likuiditas, dan leverage (hutang) dari perusahaan investee. 2. Fira Puspita 2009 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividend Payout Ratio 3. Darminto 2008 Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Struktur Modal Dan Struktur Kepemilikan Saham, Terhadap Kebijakan Dividen 4. Variyetmi Wira 2010 Faktor Yang Mempengaruhi Pengembalian Investasi Pada Equity Securities Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20052007 Secara parsial hanya variabel profitabilitas dan struktur modal yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen,sedangkan variabel likuiditas dan struktur kepemilikan saham tidak berpe-ngaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Investasi Berupa Dividen Bagi Investor Dapat Berpengaruh Secara Signifikan Melalui Rasio Profitabilitas Yang Diukur dengan ROI dan leverage (hutang) dari perusahaan investee. Sedangkan faktor lain seperti likuiditas, growth dan firm size tidak berpengaruh secara signifikan. 39 L. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Return On Equity (ROE) Current Ratio (CR) Leverage (DER) RETURN INVESTASI (DPR)