163 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai akhir paparan hasil penelitian ini, di bawah ini disampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Tahap-tahap perkembangan keimanan eksistensial yang ditawarkan Fowler merupakan sebuah model baru yang menggambarkan antara pengalaman religius dengan pengalaman kepribadian secara psikososiologis. Dalam membingkai perkembangan keimanan eksistensial tersebut, Fowler mendasarkan dalam konstruksi Faith Development Theory. Dalam Teori ini Fowler menjelaskan seluruh operasi pengenalan, penilaian, dan komitmen yang mendasari segala konstruksi mental seorang pribadi mengenai relasi dirinya dengan yang lain di dalam konteks suatu gambaran koherensi yang implisit atau eksplisit tentang sesuatu lingkungan yang paling akhir. Teori ini lebih jauh mengeksplorasi segala bentuk operasi mental terjadi di dalam bimbingan keimanan eksistensial yang dikonstruksikan orang tentang Yang Ultim dan Transenden, yakni Tuhan. Fowler dengan Faith Development Theory ini juga menekankan keimanan eksistensial atau iman bukan merupakan suatu milik yang tetap dan tidak berubah. Keimanan eksistensial adalah proses yang dinamis eksistensial dan daya transformasi yang paling sentral dalam 164 hidup manusia. Oleh karena sifatnya yang dinamis, maka dituntut untuk selalu mengembangkan kepercayan eksistensial tersebut sepanjang hidupnya dalam proses dengan dialektika dengan realitas sosial. Faith Development Theory juga dikonstruksikan segala cara dan bagaimana keimanan eksistensial tersebut berkembang dalam seluruh kehidupan pribadi maupun kelompok. 2. Faith Development Theory Fowler menekankan perkembangan aspek kognitif pengetahuan manusia berdasar pada pemahaman manusia adalah pemberi makna (meaning maker) terhadap seluruh proses hidupnya. Fowler menggunakan pendekatan kognitif struktural untuk merumuskan keimanan eksistensial sebagai proses pengenalan konstitutif, yang mendasari proses penyusunan dan pemeliharaan suatu kerangka acuan arti dan makna seorang pribadi. Yang timbul dari rasa kasih sayang sayang dan komitmen pada pusat-pusat nilai yang lebih tinggi dan memiliki daya untuk mempersatukan segala pengalaman dunia (the world experiences). Dengan memberikan arti pada seluruh hubungan, konteks, pola-pola kehidupan sehari-hari, serta pada pengalaman pada masa lampau dan masa yang akan datang. Dengan mengajukan keimanan eksistensial sebagai faith-knowing, Fowler menawarkan perkembangan kognitif pada tujuh aspek, the form of logic, the form of perspective taking, the form of moral 165 reasoning, bonds of social awareness, locus of authority, the form of world coherence, dan symbolic funtion. Fowler dengan Faith Development Theory merumuskan konsep kebenaran berdasarkan pengertian faithing. Fowler memahami istilah tersebut sebagai sesuatu yang bersifat procces oriented dan dimengerti sebagai dinamika, perkembangan, kemajuan, dan pertumbuhan yang sangat penting untuk memahami kebenaran pengetahuan. Kebenaran yang ditampilkan Fowler dengan Faith Development Theory adalah bentuk kebenaran empiris, rasional, dan menekankan pada pengalaman intuitif manusia sebagai pengalaman yang sangat urgen. Fowler mengakui pengalaman manusia, baik yang fisik (inderawi) maupun yang metafisik. Keimanan eksistensial oleh Fowler dirumuskan sebagai bentuk aktif dari kegiatan mengenal, mengetahui, menyusun (sensing) dan citra (imaging) mengenai kondisi kehidupan manusia secara keseluruhan. 3. Relevansi kebenaran Faith Development Theory Fowler bagi pluralisme agama terlihat dalam kerangka pemikiran keimanan eksistensial, terutama yang mengacu pada universalitas. Semua berangkat dari pemahaman tentang ‖keimanan eksistensial‖ (faith), yang dalam pandangan Fowler dipahami sebagai orientasi seluruh diri ego menyangkut kepribadiannya yang paling akhir dan mendalam (ultimate). Fowler menekankan keimanan eksistensial sebagai bagian dari kegiatan yang bersifat 166 relasional, dan membentuk hubungan antara subjek (self), orang lain (the others), dan shared centers of value and power. Pada titik ini, iman atau keimanan eksistensial menyatakan diri ke luar dalam sikap-sikap terbuka, dan dengan kesadaran serta keterbukaan itu menumbuhkan kesadaran untuk saling menghargai, menghormati, tidak memaksakan kehendak, dan bersikap dialogis. B. Saran Di samping paparan kesimpulan, diungkap pula saran peneliti tentang hal yang penting sekiranya masih memerlukan perhatian untuk diteliti lebih mendalam. Saran itu antara lain sebagai berikut. 1. Fowler dengan Faith Development Theory menawarkan suatu pendekatan dan teori baru yang mendeskripsikan tujuh tahap perkembangan keimanan sebagai kejadian penting yang menentukan perjalanan religius seorang individu. Perlu skiranya membaca pemikiran James Fowler khusus tentangpemehaman teologi, sehingga akan semakin melingkapi pemikiran Fowler dari sisi kepercayan eksistensial tersebut. 2. Dalam Faith Development Theory, Fowler banyak membrikan penjelasan tentang proses afek ketidaksadaran dan daya imajinasi, seperti mekanisme kesadaran, daya imajinasi, kepercayaan manusia, 167 kekosongan arti, kejahatan dosa, dan lainnya, tanpa ditunjang pengertian filsofis dan teori yang mengupas hal tersebut. Kajian terhadap berbagai istilah tersebut sangat terbatas, dan tidak ada penjelasan yang lebih detail, dan dengan berbagai kritik ini memperlihatkan Faith Development Theory Fowler terkesan statis, yakni ia lebih memperlihatkan tahap-tahap perkembangan secara umum, maka pada titik ini, perlu dikembangkan untuk lebih lanjut