BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes berasal dalam bahasa Yunani berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon), mellitus dalam bahasa latin berarti madu atau
gula.[9]. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan metabolik yang
abnormal dimana terdapat intoleransi terhadap glukosa akibat kerja insulin
yang tidak adekuat. Gambaran utama Diabetes Mellitus adalah
ketidakmampuan
menggunakan
dan
over
produksi
glukosa
(hiperglikemia), sintesis protein berkurang, lipolisis yang menyebabkan
hiperlipidemia, karena itu terjadi pembuangan secara cepat dan berat
badan turun. [1]
2. Penggolongan
a. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut WHO 1985
1) Berdasarkan klinis
a) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM/Diabetes melitus
tipe I).
b) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM/Diabetes
melitus Tipe II).
1). Non-obese.
2). Obese.
c) Malnutrition-Related Diabetes Mellitus (MRDM).[2]
2) Berdasarkan risiko statistik
Termasuk golongan ini adalah penderita-penderita dengan toleransi
glukosa normal, tetapi ada risiko peningkatan kadar gula dalam
darah. Cirinya:
a) Pernah abnormal dalam toleransi glukosa
b) Potensial abnormal dalam toleransi glukosa (kedua orang
tua penderita Diabetes Mellitus).
c) Melahirkan dengan berat badan lebih besar dari 4 kg.[2]
b. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Kemampuan Pankreas
Menghasilkan Insulin
1) Diabetes Mellitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Insulin Dependent Diabetes Mellitus terjadi karena adanya
kerusakan pada sel β pankreas yang parah, sehingga pankreas
kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan insulin, akibatnya
jaringan-jaringan itu bisa bertahan untuk sementara waktu dengan
membakar otot dan lemak, akan tetapi proses akan menghasilkan
prodak sampingan berupa senyawa-senyawa keton dan asam-asam
yang dapat mencapai kadar toksik dan membahayakan bagi tubuh.
Penyakit ini dahulu disebut dengan Juvenil Onset Diabetes, karena
hampir selalu di bawah 30 tahun dan terjadi pada masa pubertas.
Pengobatan Insilin Dependent Diabetes Mellitus dapat dilakukan
dengan cara diet dan pemberian insulin dari luar. [10]
2) Diabetes Mellitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus lebih sering
ditemukan namun keadaannya tidak seburuk Diabetes Mellitus
Tipe I. Penyakit Diabetes Mellitus biasanya baru muncul pada
orang-orang yang berusia di atas 30 tahun, dan pada orang-orang
yang terlalu gemuk. Penyakit ini lebih disebut dengan Maturity
Onset Diabetes. Pankreas mungkin menghasilkan insulin dengan
cukup, tetapi tubuh kehilangan sebagian kemampuan untuk
memanfaatkan insulin tersebut secara efektif karena adanya
kerusakan reseptor insulin. Penyakit ini dapat diatasi dengan cara
mengurangi berat badan, berolahraga, diet dan pengobatan dengan
ADO (Anti Diabetik oral). [11]
3. Mekanisme Terjadinya Diabetes
Penyakit Diabetes mellitus ditandai dengan tingginya kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Gejala awal penyakit Diabetes
Mellitus biasanya akan terjadi poliuria sebagai akibat meningkatnya
diuresis yang ditentukan oleh osmosis, gejala selanjutnya yang timbul
adalah glikosuria bila kondisi hiperglikemia melebihi 180 mg/dl (kadar
gula darah normal 80-100 mg/dl). Hiperlipidemia terjadi kemudian yang
disebabkan oleh mobilisasi cadangan lemak, khususnya karena konsentrasi
asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan ketouria dan
asidosis yang parah dan menimbulkan koma diabetik.
Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel
terhambat serta metabolismenya terganggu. Pada keadaan normal kira-kira
50% glukosa yang masuk kedalam tubuh mengalami metabolisme
sempurna manjadi CO2 dan H2O pada jaringan adiposa melalui proses
glikolisis, 15% menjadi glukagon pada jaringan hepar melalui proses
glikogenesis dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak pada jaringan
adiposa. [12]
Proses pencernaan karbohidrat pada kondisi normal:
insulin
Karbohidrat
Energi
Glukosa darah meningkat
Glikogen dan lemak
Glukosa darah normal
Gambar 2.1. Skema pencernaan karbohidrat secara normal. [10]
Karbohidrat dicerna menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah
meningkat. Insulin berperan dalam menjaga kadar glukosa darah tetap
normal dengan cara mentransfer glukosa darah ke dalam sel-sel yang
membutuhkan. glukosa darah tidak dapat digunakan secara langsung
menjadi energi, tetapi harus ditransfer terlebih dahulu ke dalam sel. Di
dalam sel, glukosa dapat diubah menjadi energi melalui proses oksidasi
(respirasi).
C6H12O6 + 6 O2
6 CO2
+
6 H2O +
E
Jika tidak segera diubah menjadi energi, glukosa darah akan diubah
menjadi glikogen dan lemak untuk disimpan sebagai energi cadangan. [10]
Proses pencernaan karbohidrat pada kondisi terkena Diabetes Mellitus:
insulin
Karbohidrat
≠
Energi
Glukosa darah meningkat
≠
Glikogen
dan lemak
Glikosuria
(urin mengandung glukosa)
Gejala
DM
Gambar 2.2. Skema perjalanan karbohidrat kondisi Diabetes Mellitus [10]
Asupan karbohidrat dalam tubuh dapat meningkatkan kadar
glukosa darah. Defisiensi insulin menyebabkan gangguan saat glukosa
darah ditransfer ke dalam sel sehingga walaupun kadarnya berlimpah
dalam darah, glukosa darah tidak dapat diubah menjadi energi. Gangguan
saat glukosa diubah menjadi glikogen dan lemak. Glukosa yang tidak
dapat diubah menjadi energi dan glikogen beserta lemak, menyebabkan
kadar glukosa darah tetap tinggi. Kondisi ini menyebabkan glukosa akan
dibuang melalui ginjal ke dalam urin sehingga urin mengandung glukosa
(glikosuria). Hal ini merupakan salah satu gejala Diabetes Mellitus. [10]
Glukosa terutama diabsorbsi di usus halus. Pada keadaan normal
jumlah glukosa dalam darah antara 80-100 mg/dl. Bila lebih tinggi, maka
terjadi hiperglikemi. Hiperglikemia tidak berbahaya, kecuali bila terjadi
dengan hebat sekali sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan
intrasel. Efek samping yang berbahaya justru akibat timbulnya glukosuria,
karena glukosuria bersifat diuretik osmotik, sehingga banyak cairan yang
keluar disertai hilangnya berbagai macam elektrolit. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita
diabetes yang tidak diobati, sehingga badan berusaha mengatasinya
dengan banyak minum (polidipsia). Polifagia timbul karena perangsangan
pusat nafsu makan di hipotalamus akibat kurangnya pemakaian glukosa di
kelenjar itu. [12]
Bentuk gangguan diabetik yang paling berat yaitu coma
diabeticum, terdapat gangguan proses biokimia glukosa darah dalam
tubuh, yaitu terjadinya ketoasidosis akibat pembentukan benda keton
dalam jumlah besar. Eliminasi glukosa dalam urin menyebabkan diuresis
osmotik dengan kehilangan air, dengan demikian coma diabetikum
bergantung pada asidosis, pergeseran elektrolit, dehidrasi dan kekurangan
pasokan darah ke otak, kemudian berlanjut pada stadium yang lebih parah
yang disertai dengan kurangnya nafsu makan, mual, lemah otot,
mengantuk juga rasa haus, polidipsia dan poliuria.
Kekeringan pada mukosa mulut dan lidah, bulbus mata menjadi
lunak, pernafasan menjadi lebih dalam dan lambat serta nafas berbau
aseton merupakan tanda-tanda keadaan koma diabetikum. Akibat lanjut
dari Diabetes Mellitus dapat terjadi terutama penyakit pembuluh darah
seperti infark jantung, penyakit penyumbatan arteri, neuropathy, juga
penyakit lain yaitu penyakit kulit. [13,14].
4. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
a. Metode Oksidasi-Reduksi
Ion kupri dapat mereduksi glukosa dalam larutan alkali panas dan
terbentuk ion kupro. Bila kondisi reaksi dijaga, maka ion kupro yang
terbentuk sebanding dengan glukosa yang bereaksi dengan iodium dalam
suasana asam dan kelebihan iodium di dalam blangko dan sampel
dititrasi dengan tisosulfat. Selisihnya dengan glukosa yang ada dalam
sampel. [15]
b. Metode Kondensasi
Glukosa (dan aldosa lain) dapat berkondensasi dengan macam-macam
senyawa aromatik dalam suasana asam panas membentuk produk-produk
yang berwarna. Hidroksimetilpurpunal terbentuk dari glukosa dalam
larutan asam kuat panas. Gugus aldehid dari produk ini berkondensasi
dengan suatu fenol untuk menghasilkan senyawa hijau yang dapat diukur
secara spektrofotometrik. [15]
c. Metode Enzimatik
Kadar glukosa darah diukur dengan metode enzimatik (glukosa oksidase)
menggunakan alat glukometer. Prinsip kerja penggunaan alat ini yaitu :
oksigen dengan bantuan enzim glukosa oksidase mengkatalis proses
oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida. Dalam
reaksi yang kedua, enzim peroksidase mengkatalisis reaksi oksidasi
kromogen (akseptor oksigen yang tidak berwarna), kemudian oleh
hydrogen peroksidase membentuk suatu produk kromogen teroksidasi
berwarna biru yang diukur dengan glukometer. Tes strip pada glukometer
mengandung bahan kimia glukosa oksidase ≥ 0,8 IU; garam naftalen
asam sulfat 42 μg; dan 3-metil-2-benzothiazolin hidrazon. [15]
Glukosa + O2 + H2O
GOD
Asam Glukonat + H2O2
5. Pengobatan Diabetes Mellitus
Pada penanganan Diabetes Mellitus obat yang sering digunakan
adalah :
a.
Insulin Parenteral
Insulin dihasilkan oleh sel β pada pulau langerhans pankreas
dan disekresikan ke dalam darah sebagai reaksi langsung terhadap
keadaan hiperglikemia. Pemberian insulin dilakukan apabila pankreas
dari pasien tidak dapat bekerja memproduksi insulin secara maksimal.
Insulin tidak dapat digunakan secara oral karena terurai oleh enzimenzim protease di lambung, maka selalu diberikan sebagai injeksi.
Dalam hati dirombak dengan cepat, plasma t½ nya hanya 5-10 menit,
maka kerjanya hanya pendek, lebih kurang 40 menit. [12]
Efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari
darah ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas
terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid,
maupun metabolisme protein dan mineral. Insulin akan meningkatkan
lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transport asam
amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam
modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya,
gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negative dan
komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan
tubuh.[12]
b.
Obat Antidiabetes Oral
Yang termasuk obat antidiabetes oral adalah sebagai berikut:
1) Golongan Sulfonylurea
Golongan ini bekerja dengan menstimulir sel-sel β secara
langsung untuk mempertinggi sekresi insulinnya. Secara garis besar
obat ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan
cara merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas. Obat-obat
golongan ini hanya efektif pada pasien diabetes mellitus tipe II
yang pankreasnya masih aktif. Obat-obat yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah: glibenklamida, glipizida, glikazida,
glimepirida, glikuidon. [12]
2) Golongan Biguanida
Berbeda dengan sulfonylurea, biguanida tidak menstimulasi
pelepasan insulin dan tidak menurunkan kadar gula darah pada
orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan hingga berat badan
tidak meningkat, maka layak diberikan pada penderita yang
kegemukan. [16]
Mekanisme kerja dari obat golongan Biguanida adalah
bekerja langsung pada hati (hepar), meningkatkan produksi glukosa
hati dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. [12]
3) Meglitinida
Mekanisme kerjanya dengan merangsang sekresi insulin di
kelenjar pancreas. Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini
merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang kerjanya mirip
sulfonylurea. Pada umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi
dengan obat-obat antidiabetik oral lain.
4) Glukosidase-inhibitor
Menghambat
kerja
enzim-enzim
yang
mencerna
karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa dalam
darah, obat golongan ini yaitu Acarbose, Miglitol. [12]
5) Thiazolidindion
Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan
dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptorgamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan
resistensi insulin.
6) Penghambat DPP-4 (DPP-4 blocker)
Obat-obat kelompok terbaru ini bekerja berdasarkan
penurunan efek hormone increatin. Increatin berperan utama
terhadap produksi insulin di pankreas dan yang terpenting adalah
GLPI (glukagon-like peptide) dan GIP (glucose-dependent
insulinotropic polypeptide). [16]
6. Metformin Hidroklorida
Rumus bangun :
Gambar 2.3. Rumus bangun metformin hidroklorida
Nama kimia
: N,N-dimetilimidodikarnimidik diamida
Rumus molekul
: C4H11N5HCl
Bobot molekul
: 165,6 g/mol
Metformin
satu-satunya
golongan
biguanida
yang
masih
dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral. Bekerja menurunkan kadar
glukosa darah dengan memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 1040%. Menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi
glikogenolisis dan glukoneogenesis. [17]
B. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun – temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman, pengolahan jamu antara lain
adalah direbus atau digodok, dikeringkan atau dikonsumsi langsung. [18]
Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa tujuan
yang secara garis besar dapat dibagi dalam empat kelompok antara lain adalah
untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani, untuk
mencegah penyakit (preventif), untuk memulihkan kesehatan (rehabilitasi),
dan sebagai upaya pengobatan penyakit baik untuk pengobatan sendiri
maupun untuk mengobati orang lain sebagai upaya untuk mengganti atau
mendampingi penggunaan obat jadi. [19]
Obat tradisional dapat diklasifikasikan menjadi : jamu (Empirical based
herbal medicine), obat herbal terstandar (Scientific based herbal medicine),
dan fitofarmaka (Clinical based herbal medicine). Jamu (Empirical based
herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh
bahan yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional.
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Obat herbal terstandar (Scientific
based herbal medicine) yaitu obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau
penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal,
serta ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian – penelitian pre –
klinik. Fitofarmaka ((Clinical based herbal medicine) merupakan bentuk obat
bahan alam dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern
karena proses pembuatannya telah terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah
sampai dengan uji klinik pada manusia ketiga jenis obat bahan alam tersebut
sering disebut juga sebagai jamu. [20]
Obat tradisional yang sering disebut jamu merupakan salah satu unsur
budaya bangsa yang banyak dimanfaatkan secara turun temurun untuk
pengobatan sendiri. Pada dasawarsa terakhir ini produksi obat tradisional
semakin meningkat. Perkembangan ini didukung pula semakin tingginya
minat masyarakat pada obat tradisional karena dipandang lebih aman atau
dapat diterima oleh tubuh dibandingkan dengan bahan – bahan sintetik. [21]
C. Tanaman Rosella
1. Deskripsi
Tanaman rosella merupakan tanaman tunggal yang ketinggiannya
dapat mencapai 3-5 meter, tulang daun menjari, ujung tumpul, pangkal
berlekuk, panjang 6-15 cm, lebar 4-7 cm, penampang bulat dan hijau.
Bunga tunggal di ketiak daun, kelopak terdiri dari delapan sampai sebelas
daun kelopak, berbulu, panjang 1 cm, pangkal berlekatan, berwarna
merah. Mahkota bunga berbentuk corong terdiri dari 5 daun mahkota
dengan panjang 3-5 cm. Tangkai benang sari panjang 5mm, putik
berbentuk tabung dan berwarna kuning. [22]
Gambar 2.4. Tanaman Rosella [23]
2. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) adalah:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Bangsa
: Malvales
Suku
: Malvaceae
Marga
: Hibiscus
Jenis : Hibiscus Sabdariffa,L. [22]
3. Nama Tanaman
Nama latin
: Hibiscus sabdariffa Linn.
Sinonim
:Hibiscus digitatus Cav., Hibiscus gossypiifolius Mill.,
Abelmoschus cruentus Bertol. [22]
4. Nama Daerah
Nama daerah: Gamet Balonda (Sunda), Mrambos (Jawa Tengah),
Kasturi roriha (Maluku). [22]
5. Kandungan Kimia
Secara umum, hampir semua bagian dari tanaman rosella dapat
dimanfaatkan mulai dari biji, akar, batang, kulit, daun, dan kelopaknya.
Tanaman Hibiscus sabdariffa Linn. ini mengandung saponin, flavonoid,
dan polifenol. [22]
Mengandung 15-30% asam tanaman seperti asam sitrat, malat, dan
tartrat, hibiscus acid, 15% antosianin, turunan flavone seperti gossypetin
(hexahidroxyflavo)-3-glucosida, fitosterol, 15% polisakarida mucilago,
dan 2% pectin. [24]
6. Khasiat dan penggunaan
Dapat digunakan sebagai bahan minuman yang mengandung nutrisi
dan bahan obat-obatan, sedangkan sebagai bahan obat (alami), berkhasiat
untuk meredam batuk, mempermudah buang air kecil, melunakkan feces,
pendingin tubuh, antiscorbutic,
[5]
antidiabetes, antikolestrol, antibakteri,
mencegah keropos tulang, mengurangi derajat viskositas (kekentalan)
darah, dan menurunkan hipertensi, dapat membantu sistem imun, dan
mempunyai sifat astringent dan antiseptik. [6]
D. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar.
Flavonid terdapat dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga, terdapat pada
semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, buah dan
biji.
[25]
Pada tumbuhan berpembuluh, seringkali berbentuk senyawa
campuran, jarang sekali dijumpai senyawa tunggal dalam jaringan. Flavonoid
dapat diekstraksi dengan etanol 70% berupa senyawa fenol, karena itu
warnanya dapat berubah bila ditambah basa atau ammonia, jadi flavonoid
mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. [26]
Di dalam tubuh manusia flavonoid dapat berfungsi sebagai
antioksidan, melindungi struktur sel dan sebagai antiinflamasi. [25]. Mekanisme
reaksi antara glukosa dengan flavonoid pada proses penurunan glukosa darah
dengan metode enzimatis terjadi dalam 2 tahap, yaitu :
+ Energi
Reaksi kimianya sebagai berikut :
2C6H12O6 + O2
GOD
2C2H11O6
+ H2O2 + Energi
Asam glukonat
Glukosa
C10H13N3O + H2O2 + C6H5OH
PAP
Fenol
C16H15N3O2 + 4H2O
Kuinonimin
Reaksi tahap pertama adalah glukosa direaksikan dengan flavonoid (di alam
berbentuk senyawa fenol) dengan metode enzimatis yang menggunakan enzim
GOD menghasilkan Energi, Asam Glukonat dan Hidrogen Peroksida. Reaksi
tahap kedua yaitu reaksi Hidrogen Peroksida dengan reagen 4-amino-antipirin
yang ditambahkan dengan enzim PAP menghasilkan senyawa yang berwarna
merah (kuinonimin). Hasil akhir senyawa yang berwarna merah tersebut
selanjutnya diukur dengan spektrofotometri dan didapatkan hasil bahwa pada
menit ke 30 penurunan kadar glukosa darah mencapai nilai optiomal. Semakin
lama waktu pengukuran akan mempengaruhi kepekatan warna dari flavonoid
yang bereaksi dengan glukosa (warna dari senyawa semakin pudar),
dikarenakan asam glukonat yang dihasilkan menguap sehingga warna dari
senyawa yang berwarna merah menjadi pudar. [27]
E. Infusa
Metode penyarian merupakan salah satu bagian dari isolasi bahan alam.
Metode penyarian dipilih berdasarkan beberapa faktor, yaitu sifat bahan uji,
daya penyesuaian dengan tiap macam metode penyarian, dan kepentingan
dalam memperoleh sari yang sempurna. Cara penyarian dapat dibedakan
menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan.
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.
Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Sari yang diperoleh dengan metode
infundasi tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara pembuatannya adalah
campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 15 menit terhitung mulai
suhu mencapai 90oC sambil sesekali diaduk, serkai selagi panas melalui kain
kassa, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh
volume infusa yang dikehendaki.
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit, infusa dibuat dengan cara
mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 15 menit terhitung mulai
suhu 90oC sambil sekali- kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain kassa,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume
infusa yang dikehendaki. [28]
Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk
membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat
diminum panas atau dingin. Khasiat sediaan herbal umumnya karena
kandungan minyak atsiri, yang akan hilang apabila tidak menggunakan
penutup pada pembuatan infusa, infusa disimpan dalam almari pendingin atau
pada tempat yang teduh dan dibuat segar setiap hari (24 jam), karena untuk
sediaan infusa hanya bertahan dalam waktu satu hari dan selebihnya
dikhawatirkan sediaan itu sudah terkontaminasi dengan jamur atau bendabenda lain. [29]
F. Subjek Hewan Uji
Subjek uji yang digunakan untuk uji toksikologi adalah hewan uji yang sehat,
namun demikian, hasil ujinya tidak akan dimanfaaatkan untuk mengevaluasi
ketoksikan senyawa uji pada hewan uji yang bersangkutan, melainkan untuk
memperkirakan
batas
aman
penggunaan
atau
pemejanannya
(meminumkannya) pada manusia. Analisis hasil uji toksikologi, melibatkan
analisis statistika, sehingga untuk memenuhi kebermaknaan statistik tertentu,
diperlukan jumlah hewan uji yang memadai, dan tentunya, masing-masing
hewan uji memiliki keterbatasan dalam hal penerimaan terhadap masukan
senyawa uji. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan seksama pada
pemilihan subjek uji yaitu meliputi pemilihan hewan uji, kondisi, jumlah
ketersediaan, keterbatasan ukuran hewan uji yang digunakan, faktor sediaan
uji, pemilihan jalur pemberian dan besar takaran atau konsentrasi yang
diberikan.
1. Pemilihan hewan uji
Pemilihan hewan uji idealnya harus dipilih semirip mungkin dengan
kondisi manusia, utamanya dalam hal absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi terhadap senyawa uji. Hal ini dilakukan untuk memperkecil
perubahan respon antarjenis dan dalam satu jenis hewan uji terhadap efek
senyawa uji. Pada umumnya hewan uji yang sering digunakan adalah
mencit, tikus, kelinci, anjing, kera serta kucing. Hewan uji yang digunakan
adalah tikus putih galur wistar. Keuntungan penggunaan tikus putih galur
wistar terutama yang masih muda (± 2 bulan) adalah pada umumnya
mempunyai nafsu makan yang kuat dan masih dalam taraf pertumbuhan
yang optimal sedangkan kerugiannya berat badannya relatif belum stabil
dan sering menunjukkan fluktuatif. Secara hormonal tikus putih jantan
lebih stabil dibandingkan dengan tikus putih betina karena tikus putih
betina mengalami masa esterus dan masa bunting. [30]
2. Kondisi hewan uji
Kondisi hewan uji yang akan digunakan, benar benar harus berada dalam
kondisi sehat. Bila tidak, niscaya perkembangan patologis yang terjadi
selama uji toksikologi berlangsung sulit dievaluasi sumber penyebabnya.
Berasal dari senyawa uji atau kondisi bawaan dari hewan uji tersebut. Oleh
karena itu, pemeliharaan dan penanganan hewan uji sebelum dan selama
masa uji berlangsung, harus benar-benar diperhatikan. [29] Ciri hewan uji
yang sehat terutama pada jenis tikus dapat dilihat dari gerakannya yang
aktif, bulu tikus yang lebat dan tidak berdiri dan matanya yang bersinar
(tidak redup). [31]
3. Jumlah ketersediaan hewan uji
Ketersediaan
jumlah
hewan
uji
yang
akan
digunakan
harus
dipertimbangkan. Hal ini berkaitan dengan kebermaknaan statistik sebagai
salah satu landasan penarikan kesimpulan hasil uji dan prinsip ekstrapolasi
kejadiannya pada diri manusia. Jumlah hewan uji yang digunakan harus
disesuaikan dengan metode statistika yang akan diterapkan untuk masingmasing jenis uji toksikologi.[30]
4. Keterbatasan ukuran hewan uji
Berkaitan dengan keberagaman berat, luas permukaan badan, kapasitas
organ, dan volume cairan badan antarjenis hewan uji. Keberagaman
tersebut tentunya berpengaruh terhadap daya terima maupun kerentanan
hewan uji terhadap masukan dan ketoksikan senyawa uji. Volume
pemberian dosis pada hewan uji, harus disesuaikan dengan batas volume
maksimum yang boleh diberikan pada hewan uji tertentu.
5. Faktor sediaan uji
Untuk keperluan uji toksikologi, bentuk sediaan sedapat mungkin
diusahakan sebagai larutan, agar dapat diberikan melalui semua jenis jalur
pemberian.
6. Pemilihan jalur pemberian
Dalam hal ini yang perlu diingat bahwa hasil uji toksikologi akan
dimanfaatkan untuk memperkirakan dan risiko penggunaan bahan uji pada
diri manusia. Karena itu jalur pemberian terpilih, harus melibatkan jalur
pemberian sediaan uji yang disarankan untuk manusia, pada umumnya
melalui oral.
7. Besar takaran atau konsentrasi yang diberikan
Besar takaran atau konsentrasi yang diberikan pada subjek atau hewan uji
dalam toksikologi melibatkan tiga peringkat dosis atau konsentrasi yang
berkisar dari konsentrasi terendah yang sama sekali tidak menimbulkan
efek toksik yang berarti, sampai dengan konsentrasi tertinggi yang
menimbulkan efek toksik yang berarti pada sekelompok hewan uji.
Khusus untuk obat dosis atau konsentrasi terendah [30]
G. Penurunan Kadar Glukosa Darah
Pada dasarnya kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Mellitus
bisa diturunkan atau dikendalikan sehingga menjadi atau mendekati normal
dengan melakukan pengaturan pola hidup yang benar yaitu dengan melakukan
pengaturan makan atau diit, melakukan olah raga atau latihan fisik,
mengurangi kelebihan berat badan, menghindari stres, menerima kenyataan
dengan rasional dan optimis (berhubungan dengan psikologi penderita),
menjaga kebersihan tubuh dan menghindari trauma untuk mencegah infeksi.
Selain melakukan pengaturan pola hidup yang benar juga perlu melakukan
pengobatan yang teratur. Pengobatan dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu dengan mengkonsumsi tablet hipoglikemik oral, melalui injeksi insulin
(obat sintetis) dan mengkonsumsi bahan-bahan tradisional.[32]
Kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) merupakan salah satu
bahan tradisional yang memiliki beberapa macam khasiat diantaranya adalah
sebagai antidiabetes. Khasiat inilah yang menyebabkan kelopak bunga Rosella
sering digunakan sebagai tanaman obat tradisional untuk penurunan gula
darah (agent hipoglikemi) pada penderita diabetes mellitus.
Menurut beberapa penelitian tentang tanaman obat yang berkhasiat
sebagai agent hipoglikemi seperti penelitian oleh Yanuarius LB (2009)
mengenai daun Lenglengan (Leucas lavandulaevolia J.E. Smith) dan Kennyo
(2009) mengenai daun Srikaya (Anona Squamosa L.) menyatakan bahwa di
dalam kedua tanaman diatas mengandung senyawa flavonoid.
Salah satu senyawa dalam kelopak bunga rosella yang berkhasiat
menimbulkan efek hipoglikemik adalah flavonoid turunan flavone seperti
gossypetin (hexahidroxyflavo)-3-glucosida yang bersifat antioksidan, yang
dapat menghambat kerusakan sel β pada pulau langerhans pankreas yang
menghasilkan insulin dan merangsang pelepasan insulin pada sel β pankreas
untuk disekresikan ke dalam darah, selain itu flavonoid juga dapat
mengembalikan sensitivitas reseptor insulin pada sel.[26]
H. KERANGKA TEORITIS
Diabetes Mellitus (DM)
Jenis pengobatan
Obat Sintetis
Pemakaian
Insulin
Obat Tradisional
Dengan kelopak bunga Rosella
yang dikeringkan
Konsentrasi infusa kelopak bunga
rosella yang mengandung flavonoid
Penurunan kadar glukosa darah
Sumber : 12, 15, 22, 23, 25, 26, 29
Gambar 2.2 Kerangka Teoritis
Kelopak bunga
rosella :
- umur
- asal
Hewan uji :
- umur
- berat badan awal
- jenis kelamin
- galur
I. KERANGKA KONSEPTUAL
Variabel Terikat
Penurunan Glukosa
pada tikus putih
jantan galur Wistar
Variabel Bebas
Konsentrasi infusa
kelopak bunga Rosella
;62,5 mg/200 g BB, 125
mg/200 gBB dan 250
mg/200g BB.
Variabel Terkendali (*)
a. Umur
b. Berat badan awal
c. Jenis Kelamin
d. Kelopak bunga Rosella
Keterangan :
*: di ukur
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
J. HIPOTESIS PENELITIAN
Ada pengaruh berbagai konsentrasi infusa kelopak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa Linn) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih
jantan galur wistar.
Download