BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes berasal dalam bahasa Yunani berarti mengalirkan atau mengalihkan (siphon), mellitus dalam bahasa latin berarti madu atau gula.[9]. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan metabolik yang abnormal dimana terdapat intoleransi terhadap glukosa akibat kerja insulin yang tidak adekuat. Gambaran utama Diabetes Mellitus adalah ketidakmampuan menggunakan dan over produksi glukosa (hiperglikemia), sintesis protein berkurang, lipolisis yang menyebabkan hiperlipidemia, karena itu terjadi pembuangan secara cepat dan berat badan turun. [1] 2. Penggolongan a. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut WHO 1985 1) Berdasarkan klinis a) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM/Diabetes melitus tipe I). b) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM/Diabetes melitus Tipe II). 1). Non-obese. 2). Obese. c) Malnutrition-Related Diabetes Mellitus (MRDM).[2] 2) Berdasarkan risiko statistik Termasuk golongan ini adalah penderita-penderita dengan toleransi glukosa normal, tetapi ada risiko peningkatan kadar gula dalam darah. Cirinya: a) Pernah abnormal dalam toleransi glukosa b) Potensial abnormal dalam toleransi glukosa (kedua orang tua penderita Diabetes Mellitus). c) Melahirkan dengan berat badan lebih besar dari 4 kg.[2] b. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Kemampuan Pankreas Menghasilkan Insulin 1) Diabetes Mellitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Insulin Dependent Diabetes Mellitus terjadi karena adanya kerusakan pada sel β pankreas yang parah, sehingga pankreas kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan insulin, akibatnya jaringan-jaringan itu bisa bertahan untuk sementara waktu dengan membakar otot dan lemak, akan tetapi proses akan menghasilkan prodak sampingan berupa senyawa-senyawa keton dan asam-asam yang dapat mencapai kadar toksik dan membahayakan bagi tubuh. Penyakit ini dahulu disebut dengan Juvenil Onset Diabetes, karena hampir selalu di bawah 30 tahun dan terjadi pada masa pubertas. Pengobatan Insilin Dependent Diabetes Mellitus dapat dilakukan dengan cara diet dan pemberian insulin dari luar. [10] 2) Diabetes Mellitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus lebih sering ditemukan namun keadaannya tidak seburuk Diabetes Mellitus Tipe I. Penyakit Diabetes Mellitus biasanya baru muncul pada orang-orang yang berusia di atas 30 tahun, dan pada orang-orang yang terlalu gemuk. Penyakit ini lebih disebut dengan Maturity Onset Diabetes. Pankreas mungkin menghasilkan insulin dengan cukup, tetapi tubuh kehilangan sebagian kemampuan untuk memanfaatkan insulin tersebut secara efektif karena adanya kerusakan reseptor insulin. Penyakit ini dapat diatasi dengan cara mengurangi berat badan, berolahraga, diet dan pengobatan dengan ADO (Anti Diabetik oral). [11] 3. Mekanisme Terjadinya Diabetes Penyakit Diabetes mellitus ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Gejala awal penyakit Diabetes Mellitus biasanya akan terjadi poliuria sebagai akibat meningkatnya diuresis yang ditentukan oleh osmosis, gejala selanjutnya yang timbul adalah glikosuria bila kondisi hiperglikemia melebihi 180 mg/dl (kadar gula darah normal 80-100 mg/dl). Hiperlipidemia terjadi kemudian yang disebabkan oleh mobilisasi cadangan lemak, khususnya karena konsentrasi asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan ketouria dan asidosis yang parah dan menimbulkan koma diabetik. Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya terganggu. Pada keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang masuk kedalam tubuh mengalami metabolisme sempurna manjadi CO2 dan H2O pada jaringan adiposa melalui proses glikolisis, 15% menjadi glukagon pada jaringan hepar melalui proses glikogenesis dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak pada jaringan adiposa. [12] Proses pencernaan karbohidrat pada kondisi normal: insulin Karbohidrat Energi Glukosa darah meningkat Glikogen dan lemak Glukosa darah normal Gambar 2.1. Skema pencernaan karbohidrat secara normal. [10] Karbohidrat dicerna menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah meningkat. Insulin berperan dalam menjaga kadar glukosa darah tetap normal dengan cara mentransfer glukosa darah ke dalam sel-sel yang membutuhkan. glukosa darah tidak dapat digunakan secara langsung menjadi energi, tetapi harus ditransfer terlebih dahulu ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dapat diubah menjadi energi melalui proses oksidasi (respirasi). C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + E Jika tidak segera diubah menjadi energi, glukosa darah akan diubah menjadi glikogen dan lemak untuk disimpan sebagai energi cadangan. [10] Proses pencernaan karbohidrat pada kondisi terkena Diabetes Mellitus: insulin Karbohidrat ≠ Energi Glukosa darah meningkat ≠ Glikogen dan lemak Glikosuria (urin mengandung glukosa) Gejala DM Gambar 2.2. Skema perjalanan karbohidrat kondisi Diabetes Mellitus [10] Asupan karbohidrat dalam tubuh dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Defisiensi insulin menyebabkan gangguan saat glukosa darah ditransfer ke dalam sel sehingga walaupun kadarnya berlimpah dalam darah, glukosa darah tidak dapat diubah menjadi energi. Gangguan saat glukosa diubah menjadi glikogen dan lemak. Glukosa yang tidak dapat diubah menjadi energi dan glikogen beserta lemak, menyebabkan kadar glukosa darah tetap tinggi. Kondisi ini menyebabkan glukosa akan dibuang melalui ginjal ke dalam urin sehingga urin mengandung glukosa (glikosuria). Hal ini merupakan salah satu gejala Diabetes Mellitus. [10] Glukosa terutama diabsorbsi di usus halus. Pada keadaan normal jumlah glukosa dalam darah antara 80-100 mg/dl. Bila lebih tinggi, maka terjadi hiperglikemi. Hiperglikemia tidak berbahaya, kecuali bila terjadi dengan hebat sekali sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Efek samping yang berbahaya justru akibat timbulnya glukosuria, karena glukosuria bersifat diuretik osmotik, sehingga banyak cairan yang keluar disertai hilangnya berbagai macam elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati, sehingga badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus akibat kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu. [12] Bentuk gangguan diabetik yang paling berat yaitu coma diabeticum, terdapat gangguan proses biokimia glukosa darah dalam tubuh, yaitu terjadinya ketoasidosis akibat pembentukan benda keton dalam jumlah besar. Eliminasi glukosa dalam urin menyebabkan diuresis osmotik dengan kehilangan air, dengan demikian coma diabetikum bergantung pada asidosis, pergeseran elektrolit, dehidrasi dan kekurangan pasokan darah ke otak, kemudian berlanjut pada stadium yang lebih parah yang disertai dengan kurangnya nafsu makan, mual, lemah otot, mengantuk juga rasa haus, polidipsia dan poliuria. Kekeringan pada mukosa mulut dan lidah, bulbus mata menjadi lunak, pernafasan menjadi lebih dalam dan lambat serta nafas berbau aseton merupakan tanda-tanda keadaan koma diabetikum. Akibat lanjut dari Diabetes Mellitus dapat terjadi terutama penyakit pembuluh darah seperti infark jantung, penyakit penyumbatan arteri, neuropathy, juga penyakit lain yaitu penyakit kulit. [13,14]. 4. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah a. Metode Oksidasi-Reduksi Ion kupri dapat mereduksi glukosa dalam larutan alkali panas dan terbentuk ion kupro. Bila kondisi reaksi dijaga, maka ion kupro yang terbentuk sebanding dengan glukosa yang bereaksi dengan iodium dalam suasana asam dan kelebihan iodium di dalam blangko dan sampel dititrasi dengan tisosulfat. Selisihnya dengan glukosa yang ada dalam sampel. [15] b. Metode Kondensasi Glukosa (dan aldosa lain) dapat berkondensasi dengan macam-macam senyawa aromatik dalam suasana asam panas membentuk produk-produk yang berwarna. Hidroksimetilpurpunal terbentuk dari glukosa dalam larutan asam kuat panas. Gugus aldehid dari produk ini berkondensasi dengan suatu fenol untuk menghasilkan senyawa hijau yang dapat diukur secara spektrofotometrik. [15] c. Metode Enzimatik Kadar glukosa darah diukur dengan metode enzimatik (glukosa oksidase) menggunakan alat glukometer. Prinsip kerja penggunaan alat ini yaitu : oksigen dengan bantuan enzim glukosa oksidase mengkatalis proses oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida. Dalam reaksi yang kedua, enzim peroksidase mengkatalisis reaksi oksidasi kromogen (akseptor oksigen yang tidak berwarna), kemudian oleh hydrogen peroksidase membentuk suatu produk kromogen teroksidasi berwarna biru yang diukur dengan glukometer. Tes strip pada glukometer mengandung bahan kimia glukosa oksidase ≥ 0,8 IU; garam naftalen asam sulfat 42 μg; dan 3-metil-2-benzothiazolin hidrazon. [15] Glukosa + O2 + H2O GOD Asam Glukonat + H2O2 5. Pengobatan Diabetes Mellitus Pada penanganan Diabetes Mellitus obat yang sering digunakan adalah : a. Insulin Parenteral Insulin dihasilkan oleh sel β pada pulau langerhans pankreas dan disekresikan ke dalam darah sebagai reaksi langsung terhadap keadaan hiperglikemia. Pemberian insulin dilakukan apabila pankreas dari pasien tidak dapat bekerja memproduksi insulin secara maksimal. Insulin tidak dapat digunakan secara oral karena terurai oleh enzimenzim protease di lambung, maka selalu diberikan sebagai injeksi. Dalam hati dirombak dengan cepat, plasma t½ nya hanya 5-10 menit, maka kerjanya hanya pendek, lebih kurang 40 menit. [12] Efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral. Insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negative dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh.[12] b. Obat Antidiabetes Oral Yang termasuk obat antidiabetes oral adalah sebagai berikut: 1) Golongan Sulfonylurea Golongan ini bekerja dengan menstimulir sel-sel β secara langsung untuk mempertinggi sekresi insulinnya. Secara garis besar obat ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas. Obat-obat golongan ini hanya efektif pada pasien diabetes mellitus tipe II yang pankreasnya masih aktif. Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah: glibenklamida, glipizida, glikazida, glimepirida, glikuidon. [12] 2) Golongan Biguanida Berbeda dengan sulfonylurea, biguanida tidak menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurunkan kadar gula darah pada orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, maka layak diberikan pada penderita yang kegemukan. [16] Mekanisme kerja dari obat golongan Biguanida adalah bekerja langsung pada hati (hepar), meningkatkan produksi glukosa hati dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. [12] 3) Meglitinida Mekanisme kerjanya dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas. Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang kerjanya mirip sulfonylurea. Pada umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lain. 4) Glukosidase-inhibitor Menghambat kerja enzim-enzim yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa dalam darah, obat golongan ini yaitu Acarbose, Miglitol. [12] 5) Thiazolidindion Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptorgamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. 6) Penghambat DPP-4 (DPP-4 blocker) Obat-obat kelompok terbaru ini bekerja berdasarkan penurunan efek hormone increatin. Increatin berperan utama terhadap produksi insulin di pankreas dan yang terpenting adalah GLPI (glukagon-like peptide) dan GIP (glucose-dependent insulinotropic polypeptide). [16] 6. Metformin Hidroklorida Rumus bangun : Gambar 2.3. Rumus bangun metformin hidroklorida Nama kimia : N,N-dimetilimidodikarnimidik diamida Rumus molekul : C4H11N5HCl Bobot molekul : 165,6 g/mol Metformin satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral. Bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 1040%. Menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan glukoneogenesis. [17] B. Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun – temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman, pengolahan jamu antara lain adalah direbus atau digodok, dikeringkan atau dikonsumsi langsung. [18] Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa tujuan yang secara garis besar dapat dibagi dalam empat kelompok antara lain adalah untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani, untuk mencegah penyakit (preventif), untuk memulihkan kesehatan (rehabilitasi), dan sebagai upaya pengobatan penyakit baik untuk pengobatan sendiri maupun untuk mengobati orang lain sebagai upaya untuk mengganti atau mendampingi penggunaan obat jadi. [19] Obat tradisional dapat diklasifikasikan menjadi : jamu (Empirical based herbal medicine), obat herbal terstandar (Scientific based herbal medicine), dan fitofarmaka (Clinical based herbal medicine). Jamu (Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Obat herbal terstandar (Scientific based herbal medicine) yaitu obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal, serta ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian – penelitian pre – klinik. Fitofarmaka ((Clinical based herbal medicine) merupakan bentuk obat bahan alam dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia ketiga jenis obat bahan alam tersebut sering disebut juga sebagai jamu. [20] Obat tradisional yang sering disebut jamu merupakan salah satu unsur budaya bangsa yang banyak dimanfaatkan secara turun temurun untuk pengobatan sendiri. Pada dasawarsa terakhir ini produksi obat tradisional semakin meningkat. Perkembangan ini didukung pula semakin tingginya minat masyarakat pada obat tradisional karena dipandang lebih aman atau dapat diterima oleh tubuh dibandingkan dengan bahan – bahan sintetik. [21] C. Tanaman Rosella 1. Deskripsi Tanaman rosella merupakan tanaman tunggal yang ketinggiannya dapat mencapai 3-5 meter, tulang daun menjari, ujung tumpul, pangkal berlekuk, panjang 6-15 cm, lebar 4-7 cm, penampang bulat dan hijau. Bunga tunggal di ketiak daun, kelopak terdiri dari delapan sampai sebelas daun kelopak, berbulu, panjang 1 cm, pangkal berlekatan, berwarna merah. Mahkota bunga berbentuk corong terdiri dari 5 daun mahkota dengan panjang 3-5 cm. Tangkai benang sari panjang 5mm, putik berbentuk tabung dan berwarna kuning. [22] Gambar 2.4. Tanaman Rosella [23] 2. Klasifikasi Klasifikasi tanaman rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn) adalah: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Malvales Suku : Malvaceae Marga : Hibiscus Jenis : Hibiscus Sabdariffa,L. [22] 3. Nama Tanaman Nama latin : Hibiscus sabdariffa Linn. Sinonim :Hibiscus digitatus Cav., Hibiscus gossypiifolius Mill., Abelmoschus cruentus Bertol. [22] 4. Nama Daerah Nama daerah: Gamet Balonda (Sunda), Mrambos (Jawa Tengah), Kasturi roriha (Maluku). [22] 5. Kandungan Kimia Secara umum, hampir semua bagian dari tanaman rosella dapat dimanfaatkan mulai dari biji, akar, batang, kulit, daun, dan kelopaknya. Tanaman Hibiscus sabdariffa Linn. ini mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol. [22] Mengandung 15-30% asam tanaman seperti asam sitrat, malat, dan tartrat, hibiscus acid, 15% antosianin, turunan flavone seperti gossypetin (hexahidroxyflavo)-3-glucosida, fitosterol, 15% polisakarida mucilago, dan 2% pectin. [24] 6. Khasiat dan penggunaan Dapat digunakan sebagai bahan minuman yang mengandung nutrisi dan bahan obat-obatan, sedangkan sebagai bahan obat (alami), berkhasiat untuk meredam batuk, mempermudah buang air kecil, melunakkan feces, pendingin tubuh, antiscorbutic, [5] antidiabetes, antikolestrol, antibakteri, mencegah keropos tulang, mengurangi derajat viskositas (kekentalan) darah, dan menurunkan hipertensi, dapat membantu sistem imun, dan mempunyai sifat astringent dan antiseptik. [6] D. Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonid terdapat dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga, terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, buah dan biji. [25] Pada tumbuhan berpembuluh, seringkali berbentuk senyawa campuran, jarang sekali dijumpai senyawa tunggal dalam jaringan. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% berupa senyawa fenol, karena itu warnanya dapat berubah bila ditambah basa atau ammonia, jadi flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. [26] Di dalam tubuh manusia flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, melindungi struktur sel dan sebagai antiinflamasi. [25]. Mekanisme reaksi antara glukosa dengan flavonoid pada proses penurunan glukosa darah dengan metode enzimatis terjadi dalam 2 tahap, yaitu : + Energi Reaksi kimianya sebagai berikut : 2C6H12O6 + O2 GOD 2C2H11O6 + H2O2 + Energi Asam glukonat Glukosa C10H13N3O + H2O2 + C6H5OH PAP Fenol C16H15N3O2 + 4H2O Kuinonimin Reaksi tahap pertama adalah glukosa direaksikan dengan flavonoid (di alam berbentuk senyawa fenol) dengan metode enzimatis yang menggunakan enzim GOD menghasilkan Energi, Asam Glukonat dan Hidrogen Peroksida. Reaksi tahap kedua yaitu reaksi Hidrogen Peroksida dengan reagen 4-amino-antipirin yang ditambahkan dengan enzim PAP menghasilkan senyawa yang berwarna merah (kuinonimin). Hasil akhir senyawa yang berwarna merah tersebut selanjutnya diukur dengan spektrofotometri dan didapatkan hasil bahwa pada menit ke 30 penurunan kadar glukosa darah mencapai nilai optiomal. Semakin lama waktu pengukuran akan mempengaruhi kepekatan warna dari flavonoid yang bereaksi dengan glukosa (warna dari senyawa semakin pudar), dikarenakan asam glukonat yang dihasilkan menguap sehingga warna dari senyawa yang berwarna merah menjadi pudar. [27] E. Infusa Metode penyarian merupakan salah satu bagian dari isolasi bahan alam. Metode penyarian dipilih berdasarkan beberapa faktor, yaitu sifat bahan uji, daya penyesuaian dengan tiap macam metode penyarian, dan kepentingan dalam memperoleh sari yang sempurna. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Sari yang diperoleh dengan metode infundasi tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara pembuatannya adalah campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90oC sambil sesekali diaduk, serkai selagi panas melalui kain kassa, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit, infusa dibuat dengan cara mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu 90oC sambil sekali- kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain kassa, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. [28] Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Khasiat sediaan herbal umumnya karena kandungan minyak atsiri, yang akan hilang apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infusa, infusa disimpan dalam almari pendingin atau pada tempat yang teduh dan dibuat segar setiap hari (24 jam), karena untuk sediaan infusa hanya bertahan dalam waktu satu hari dan selebihnya dikhawatirkan sediaan itu sudah terkontaminasi dengan jamur atau bendabenda lain. [29] F. Subjek Hewan Uji Subjek uji yang digunakan untuk uji toksikologi adalah hewan uji yang sehat, namun demikian, hasil ujinya tidak akan dimanfaaatkan untuk mengevaluasi ketoksikan senyawa uji pada hewan uji yang bersangkutan, melainkan untuk memperkirakan batas aman penggunaan atau pemejanannya (meminumkannya) pada manusia. Analisis hasil uji toksikologi, melibatkan analisis statistika, sehingga untuk memenuhi kebermaknaan statistik tertentu, diperlukan jumlah hewan uji yang memadai, dan tentunya, masing-masing hewan uji memiliki keterbatasan dalam hal penerimaan terhadap masukan senyawa uji. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan seksama pada pemilihan subjek uji yaitu meliputi pemilihan hewan uji, kondisi, jumlah ketersediaan, keterbatasan ukuran hewan uji yang digunakan, faktor sediaan uji, pemilihan jalur pemberian dan besar takaran atau konsentrasi yang diberikan. 1. Pemilihan hewan uji Pemilihan hewan uji idealnya harus dipilih semirip mungkin dengan kondisi manusia, utamanya dalam hal absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi terhadap senyawa uji. Hal ini dilakukan untuk memperkecil perubahan respon antarjenis dan dalam satu jenis hewan uji terhadap efek senyawa uji. Pada umumnya hewan uji yang sering digunakan adalah mencit, tikus, kelinci, anjing, kera serta kucing. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih galur wistar. Keuntungan penggunaan tikus putih galur wistar terutama yang masih muda (± 2 bulan) adalah pada umumnya mempunyai nafsu makan yang kuat dan masih dalam taraf pertumbuhan yang optimal sedangkan kerugiannya berat badannya relatif belum stabil dan sering menunjukkan fluktuatif. Secara hormonal tikus putih jantan lebih stabil dibandingkan dengan tikus putih betina karena tikus putih betina mengalami masa esterus dan masa bunting. [30] 2. Kondisi hewan uji Kondisi hewan uji yang akan digunakan, benar benar harus berada dalam kondisi sehat. Bila tidak, niscaya perkembangan patologis yang terjadi selama uji toksikologi berlangsung sulit dievaluasi sumber penyebabnya. Berasal dari senyawa uji atau kondisi bawaan dari hewan uji tersebut. Oleh karena itu, pemeliharaan dan penanganan hewan uji sebelum dan selama masa uji berlangsung, harus benar-benar diperhatikan. [29] Ciri hewan uji yang sehat terutama pada jenis tikus dapat dilihat dari gerakannya yang aktif, bulu tikus yang lebat dan tidak berdiri dan matanya yang bersinar (tidak redup). [31] 3. Jumlah ketersediaan hewan uji Ketersediaan jumlah hewan uji yang akan digunakan harus dipertimbangkan. Hal ini berkaitan dengan kebermaknaan statistik sebagai salah satu landasan penarikan kesimpulan hasil uji dan prinsip ekstrapolasi kejadiannya pada diri manusia. Jumlah hewan uji yang digunakan harus disesuaikan dengan metode statistika yang akan diterapkan untuk masingmasing jenis uji toksikologi.[30] 4. Keterbatasan ukuran hewan uji Berkaitan dengan keberagaman berat, luas permukaan badan, kapasitas organ, dan volume cairan badan antarjenis hewan uji. Keberagaman tersebut tentunya berpengaruh terhadap daya terima maupun kerentanan hewan uji terhadap masukan dan ketoksikan senyawa uji. Volume pemberian dosis pada hewan uji, harus disesuaikan dengan batas volume maksimum yang boleh diberikan pada hewan uji tertentu. 5. Faktor sediaan uji Untuk keperluan uji toksikologi, bentuk sediaan sedapat mungkin diusahakan sebagai larutan, agar dapat diberikan melalui semua jenis jalur pemberian. 6. Pemilihan jalur pemberian Dalam hal ini yang perlu diingat bahwa hasil uji toksikologi akan dimanfaatkan untuk memperkirakan dan risiko penggunaan bahan uji pada diri manusia. Karena itu jalur pemberian terpilih, harus melibatkan jalur pemberian sediaan uji yang disarankan untuk manusia, pada umumnya melalui oral. 7. Besar takaran atau konsentrasi yang diberikan Besar takaran atau konsentrasi yang diberikan pada subjek atau hewan uji dalam toksikologi melibatkan tiga peringkat dosis atau konsentrasi yang berkisar dari konsentrasi terendah yang sama sekali tidak menimbulkan efek toksik yang berarti, sampai dengan konsentrasi tertinggi yang menimbulkan efek toksik yang berarti pada sekelompok hewan uji. Khusus untuk obat dosis atau konsentrasi terendah [30] G. Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada dasarnya kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Mellitus bisa diturunkan atau dikendalikan sehingga menjadi atau mendekati normal dengan melakukan pengaturan pola hidup yang benar yaitu dengan melakukan pengaturan makan atau diit, melakukan olah raga atau latihan fisik, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari stres, menerima kenyataan dengan rasional dan optimis (berhubungan dengan psikologi penderita), menjaga kebersihan tubuh dan menghindari trauma untuk mencegah infeksi. Selain melakukan pengaturan pola hidup yang benar juga perlu melakukan pengobatan yang teratur. Pengobatan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan mengkonsumsi tablet hipoglikemik oral, melalui injeksi insulin (obat sintetis) dan mengkonsumsi bahan-bahan tradisional.[32] Kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) merupakan salah satu bahan tradisional yang memiliki beberapa macam khasiat diantaranya adalah sebagai antidiabetes. Khasiat inilah yang menyebabkan kelopak bunga Rosella sering digunakan sebagai tanaman obat tradisional untuk penurunan gula darah (agent hipoglikemi) pada penderita diabetes mellitus. Menurut beberapa penelitian tentang tanaman obat yang berkhasiat sebagai agent hipoglikemi seperti penelitian oleh Yanuarius LB (2009) mengenai daun Lenglengan (Leucas lavandulaevolia J.E. Smith) dan Kennyo (2009) mengenai daun Srikaya (Anona Squamosa L.) menyatakan bahwa di dalam kedua tanaman diatas mengandung senyawa flavonoid. Salah satu senyawa dalam kelopak bunga rosella yang berkhasiat menimbulkan efek hipoglikemik adalah flavonoid turunan flavone seperti gossypetin (hexahidroxyflavo)-3-glucosida yang bersifat antioksidan, yang dapat menghambat kerusakan sel β pada pulau langerhans pankreas yang menghasilkan insulin dan merangsang pelepasan insulin pada sel β pankreas untuk disekresikan ke dalam darah, selain itu flavonoid juga dapat mengembalikan sensitivitas reseptor insulin pada sel.[26] H. KERANGKA TEORITIS Diabetes Mellitus (DM) Jenis pengobatan Obat Sintetis Pemakaian Insulin Obat Tradisional Dengan kelopak bunga Rosella yang dikeringkan Konsentrasi infusa kelopak bunga rosella yang mengandung flavonoid Penurunan kadar glukosa darah Sumber : 12, 15, 22, 23, 25, 26, 29 Gambar 2.2 Kerangka Teoritis Kelopak bunga rosella : - umur - asal Hewan uji : - umur - berat badan awal - jenis kelamin - galur I. KERANGKA KONSEPTUAL Variabel Terikat Penurunan Glukosa pada tikus putih jantan galur Wistar Variabel Bebas Konsentrasi infusa kelopak bunga Rosella ;62,5 mg/200 g BB, 125 mg/200 gBB dan 250 mg/200g BB. Variabel Terkendali (*) a. Umur b. Berat badan awal c. Jenis Kelamin d. Kelopak bunga Rosella Keterangan : *: di ukur Gambar 2.3 Kerangka Konseptual J. HIPOTESIS PENELITIAN Ada pengaruh berbagai konsentrasi infusa kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar.