EMBOLI AIR KETUBAN EPIDEMIOLOGI Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam kehamilan. Kondisi ini amat jarang 1 : 8000 - 1 : 30.000 dan sampai saat ini mortalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85%. Meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal hal yang dapat menurunkan mortalitas, kejadian ini masih tetap merupakan penyebab kematian ke III di Negara Berkembang ETIOLOGI Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan : Kegagalan perfusi secara masif Bronchospasme Renjatan Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik. ( WILLIAM OBSTETRIC ) FAKTOR RESIKO Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada saat inparu (70%) , pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio Caesar (19%) Faktor resiko : 1. Multipara 2. Solusio plasenta 3. IUFD 4. Partus presipitatus 5. Suction curettahge 6. Terminasi kehamilan 7. Trauma abdomen 8. Versi luar 9. Amniosentesis 10. GAMBARAN KLINIK Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps. Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi, namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk batuk, sesak , terengah engah dan kadang ‘cardiac arrest’ DIAGNOSIS Diagnosa pasti dibuat postmortem dan dijumpai adanya epitel skaumosa janin dalam vaskularisasi paru. Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel skuamosa dalam bronchus atau sampel darah yang berasal dari ventrikel kanan Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratoris untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnosa adalah secara klinis dan per eksklusionum. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif. Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan. Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2) Terapi tambahan : 1. Resusitasi cairan 2. Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output 3. Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis 4. Terapi DIC dengan fresh froozen plasma 5. Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin 6. Segera rawat di ICU PROGNOSIS Mortalitas perinatal kira kira 65% dan sebagian besar yang selamat baik ibu maupun anak akan mengalami skualae neurologi yang parah. EMBOLI AIR KETUBAN 1. Pengertian Emboli air ketuban adalah komplikasi yang jarang terjadi pada persalinan tetapi kejadiannya tidak dapat diduga, tidak dapat dihindari, sangat berbahaya, dan sulit untuk diobati dengan baik. Perisiwa ini dikemukakan pertama kali oleh Meyer ( 1927 ). Kejadiannya satu diantara 80.000 dan 800.000 persalinan. 2. Predisposisi Factor predisposisi Emboli air ketuban meliputi multiparitas wanita gemuk, persalinan dengan oksitosin drip, persalinan presipitatus ( kurang dari 3 jam ), pada IUFD atau Missed abortion. Bila dilihat dari waktu kejadiannya, kondisi ini dapat terjadi pada persalinan spontan, persalinan dengan seksio sesarea, dan waktu terjadi rupture. Gambaran klinisnya berupa trias gejala yaitu ketuban pecah, diikuti sesak nafas, dan syok, serta diikuti perdarahan. Emboli air ketuban menyebabkan komplikasi dan gejala klinis yang bersumber dari kardiovaskuler, gangguan pembekuan darah, dan koagulasi intravascular. 3. Mekanisme Kolaps Kardiovaskuler Air ketuban yang terisap dengan benda padatnya ( rambut lanugo, lemah, dan lainnya ) menyambut kapiler paru sehinggaterjadi hipertensi arteri pulmonum, edema paru, dan gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Akibat hipertensi pulmonum menybabkan tekanan atrium kiri turun, curah jantung menurun, terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mengakibatkan syok berat. Gangguan pertukaran oksigen dan karbon monoksida menyebabkan sesak nafas, sianosis,dan gangguan pengaliran oksigen ke jaringan yang mengakibatkan asidosis metabolic dan metabolisme anaerobic. Edema paru dan gangguan pertukaran oksigen dan karbon monoksida menyebabkan terasa dada sakit – berat – dan panas, penderita gelisah karena kekurangan oksigen, dikeluarkannya histamine yang menyebabkan spasme bronkus, pengeluaran prostaglandin dapat menambah spasme bronkus dan sesak nafas. Terjadi refleks nervus vagus yang menyebabkan bradikardia dan vasokontriksi arteri koroner yang menimbulkan gangguan kontraksi otot jantung dan dapat menimbulkan henti jantung akut. Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan, dan sianosis. Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari20 menit sampai 36 jam. 4. Gangguan Pembekuan Darah Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah. Factor X atau musin /lender dan debris air ketuban dapat menjadi trigger terjadinya koagulasi intravaskuler, mengaktifkan system fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi Hipofibrinogemia dan menimbulkan perdarahan dari beas implantasi plasenta. Kekurangan oksigen dan terjadinya metabolisme anaerobic dalam otot uterus menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan. Kedua komponen ini dapat menimbulkan syok dan terjadi kematian dalam waktu sangat singkat sebelum sempat memberikan pertolongan adekuat. 5. PenatalaksanaanUpaya Preventif : Upaya preventif dengan memperhatikan indikasi induksi persalinan. Memecah ketuban saat akhir his sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan mengurangi masuk ke dalam pembuluh darah, tangan tetap di dalam untuk mengurangi aliran air ketubannya. Saat seksio sesarea dilakukan pengisapan air ketuban perlahan sehingga dapat mengurangi asfiksia intrauterine dan emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi. 6. Pengobatan Tindakan umum yang dilakukan adalah segera memasang infuse di dua tempat sehinga cairan segera dapat diberikan untuk mengatasi syok. Selain itu memberikan oksigen dengan tekanan tinggi sehingga dapat menambah oksigen dalam darah. Untuk jantung dapat diberikan resusitasi jantung dengan masase dan mesin kardipulmonari, pemberian digitalis, atropine untuk mengurangi vasokontriksi pembuluh darah dan paru, vasopresor ( isoprotrenol ), dan diuretic untuk mengurangi edema. Untuk paru, obat spasmolitik papaverin yang mengurangi spasme bronkus dan pembuluh darah paru. Untuk syok anafilaksis diatasi dengan pemberian antihistamin ( prometazine ) dan kortison dosis tinggi. Untuk koagulasi intravaskuler dipertimbangkan untuk memberikan heparin. Keberhasilan pengobatan dan pengalaman untuk mengatasi emboli air ketuban tidak banyak dan waktu meninggal sangat singkat, kurang dari setengah jam. Jadi tidak sempat berbuat banyak untuk menolong. Karena itu berhati-hatilah saat memecahkan ketuban dan tangan harus tetap di dalam sehingga aliran air ketuban dapat dikendalikan. Emboli air ketuban Emboli air ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit meningkat. EAK merupakan masuknya cairan ketuban dan komponen-komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Komponen tersebut berupa unsur-unsur yang ada dalam air ketuban, misalnya lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin atau cairan kental. EAK umumnya terjadi pada kasus aborsi, terutama jika dilakukan setelah usia kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang mengalami trauma / benturan berat juga berpeluang terancam EAK. Namun, kasus EAK yang paling sering terjadi justru saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu melahirkan (postpartum). Baik persalinan normal atau sesar tidak ada yang dijamin 100% aman dari risiko EAK, karena pada saat proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu. Emboli air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian. Bagi yang selamat, dapat terjadi efek samping seperti gangguan saraf. EMBOLI AIR KETUBAN 1. Pengertian Emboli air ketuban adalah komplikasi yang jarang terjadi pada persalinan tetapi kejadiannya tidak dapat diduga, tidak dapat dihindari, sangat berbahaya, dan sulit untuk diobati dengan baik. Perisiwa ini dikemukakan pertama kali oleh Meyer ( 1927 ). Kejadiannya satu diantara 80.000 dan 800.000 persalinan. 2. Predisposisi Factor predisposisi Emboli air ketuban meliputi multiparitas wanita gemuk, persalinan dengan oksitosin drip, persalinan presipitatus ( kurang dari 3 jam ), pada IUFD atau Missed abortion. Bila dilihat dari waktu kejadiannya, kondisi ini dapat terjadi pada persalinan spontan, persalinan dengan seksio sesarea, dan waktu terjadi rupture. Gambaran klinisnya berupa trias gejala yaitu ketuban pecah, diikuti sesak nafas, dan syok, serta diikuti perdarahan. Emboli air ketuban menyebabkan komplikasi dan gejala klinis yang bersumber dari kardiovaskuler, gangguan pembekuan darah, dan koagulasi intravascular. 3. Mekanisme Kolaps Kardiovaskuler Air ketuban yang terisap dengan benda padatnya ( rambut lanugo, lemah, dan lainnya ) menyambut kapiler paru sehinggaterjadi hipertensi arteri pulmonum, edema paru, dan gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Akibat hipertensi pulmonum menybabkan tekanan atrium kiri turun, curah jantung menurun, terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mengakibatkan syok berat. Gangguan pertukaran oksigen dan karbon monoksida menyebabkan sesak nafas, sianosis,dan gangguan pengaliran oksigen ke jaringan yang mengakibatkan asidosis metabolic dan metabolisme anaerobic. Edema paru dan gangguan pertukaran oksigen dan karbon monoksida menyebabkan terasa dada sakit – berat – dan panas, penderita gelisah karena kekurangan oksigen, dikeluarkannya histamine yang menyebabkan spasme bronkus, pengeluaran prostaglandin dapat menambah spasme bronkus dan sesak nafas. Terjadi refleks nervus vagus yang menyebabkan bradikardia dan vasokontriksi arteri koroner yang menimbulkan gangguan kontraksi otot jantung dan dapat menimbulkan henti jantung akut. Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan, dan sianosis. Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari20 menit sampai 36 jam. 4. Gangguan Pembekuan Darah Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah. Factor X atau musin /lender dan debris air ketuban dapat menjadi trigger terjadinya koagulasi intravaskuler, mengaktifkan system fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi Hipofibrinogemia dan menimbulkan perdarahan dari beas implantasi plasenta. Kekurangan oksigen dan terjadinya metabolisme anaerobic dalam otot uterus menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan. Kedua komponen ini dapat menimbulkan syok dan terjadi kematian dalam waktu sangat singkat sebelum sempat memberikan pertolongan adekuat. 5. PenatalaksanaanUpaya Preventif : Upaya preventif dengan memperhatikan indikasi induksi persalinan. Memecah ketuban saat akhir his sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan mengurangi masuk ke dalam pembuluh darah, tangan tetap di dalam untuk mengurangi aliran air ketubannya. Saat seksio sesarea dilakukan pengisapan air ketuban perlahan sehingga dapat mengurangi asfiksia intrauterine dan emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi. 6. Pengobatan Tindakan umum yang dilakukan adalah segera memasang infuse di dua tempat sehinga cairan segera dapat diberikan untuk mengatasi syok. Selain itu memberikan oksigen dengan tekanan tinggi sehingga dapat menambah oksigen dalam darah. Untuk jantung dapat diberikan resusitasi jantung dengan masase dan mesin kardipulmonari, pemberian digitalis, atropine untuk mengurangi vasokontriksi pembuluh darah dan paru, vasopresor ( isoprotrenol ), dan diuretic untuk mengurangi edema. Untuk paru, obat spasmolitik papaverin yang mengurangi spasme bronkus dan pembuluh darah paru. Untuk syok anafilaksis diatasi dengan pemberian antihistamin ( prometazine ) dan kortison dosis tinggi. Untuk koagulasi intravaskuler dipertimbangkan untuk memberikan heparin. Keberhasilan pengobatan dan pengalaman untuk mengatasi emboli air ketuban tidak banyak dan waktu meninggal sangat singkat, kurang dari setengah jam. Jadi tidak sempat berbuat banyak untuk menolong. Karena itu berhati-hatilah saat memecahkan ketuban dan tangan harus tetap di dalam sehingga aliran air ketuban dapat dikendalikan.