BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan suatu keadaan akibat ketidakseimbangan kalori di dalam tubuh, yaitu kalori yang masuk lebih besar dari kalori yang keluar dalam bentuk energi, danterjadi dalam jangka waktu yang lama. Kelebihan energi ini akan disimpan dalam bentuk lemak sehingga dapat berakibat pada pertambahan berat badan. Pada tahun 1998, WHO telah menyatakan bahwa terdapat epidemik global dari kejadian obesitas. Kejadian obesitas meningkat tidak hanya di negaranegara maju, tetapi juga di negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Perkembangan teknologi yang semakin maju di negara berkembang menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat dari traditional style menjadi sedentary style. Sedentary style memiliki pola kehidupan dengan aktivitas fisik yang kurang dan penyimpangan pola makan yang cenderung tinggi kalori. Prevalensi overweight dan obesitas pada populasi dunia di berbagai negara mencapai 65% dan telah menyebabkan kematian lebih banyak dibandingkan kejadian underweight (WHO, 2013a). Prevalensi anak penderita overweight dan obesitas pada dunia meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2010 dan diperkirakan akan mencapai 9,1% atau 60 juta pada tahun 2020 (de Onis et al., 2010). Melihat hal ini, maka permasalahan overweight dan obesitas pada anak usia Sekolah Dasar perlu untuk mendapat perhatian, sebab obesitas yang terjadi pada masa anak-anak memiliki kecenderungan untuk menjadi obesitas pada masa dewasa. Permasalahan overweight dan obesitas pada masa anak-anak sebaiknya tidak ditunda hingga remaja atau dewasa karena penurunan berat badan akan menjadi lebih sulit (Guo et al., 1999).Sekitar 42–63% anak penderita obesitas usia Sekolah Dasar tetap mengalami obesitas pada saat dewasa (Serdula et al., 1993). Sementara, obesitas sendiri merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif seperti jantung koroner (Freedman, 2004), diabetes (Must & Strauss, 1999), hipertensi (Rosner et al., 2000 dan Sorof 1 2 & Daniels. 2002), beberapa jenis kanker (Møller et al. 1994 dan Pan et al., 2004) dan gangguan pernafasan (Unger et al., 1990). Data yang dikumpulkan oleh Himpunan Obesitas Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada 1.730 anak di sejumlah Sekolah Dasar di Indonesia adalah 12% menderita obesitas dan 9% kegemukan (Zulfa, 2011). Namun berdasarkan data Riskesdas 2010, prevalensi obesitas berdasarkan status gizi IMT/U adalah sebesar 9,2%; sedangkan prevalensi untuk obesitas pada provinsi Jawa Timur sendiri telah melebihi prevalensi nasional, yaitu sebesar 12,4%. Obesitas dapat disebabkan oleh banyak hal dan juga interaksi dari beberapa faktor. Faktor resiko yang berpengaruh langsung terhadap obesitas adalah konsumsi pangan dan aktivitas fisik, dan faktor resiko lain yang secara tidak langsung mempengaruhi obesitas, salah satunya adalah pemilihan food outlet. Setiap food outlet memiliki karakteristiknya masing-masing, sehingga pemilihan food outlet akan mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Food outlet dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu tempat yang menjual bahan pangan (food stores), seperti supermarket, mini-market dan pasar tradisional; dan tempat yang menjual makanan jadi (food service places) seperti rumah makan, restoran fast food dan pedagang kali lima. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa food outlet memiliki pengaruh terhadap kejadian obesitas. Bimbo et al. (2011) dan Bodor et al. (2010) menemukan bahwa keberadaan supermarket memiliki efek penurunan IMT (Indeks Massa Tubuh) dan penurunan kejadian obesitas, sedangkan keberadaan mini-market meningkatkan IMT dan keberadaan toko roti tidak menunjukkan efek yang nyata pada IMT. Hal yang sama juga ditemukan oleh Chen et al. (2009), yaitu adanya satu toko bahan pangan yang besar akan menurunkan IMT sebesar 0,34 poin. Penelitian yang dilakukan Morland et al. (2006) mendapati bahwa penduduk yang tinggal di area dengan adanya kombinasi food outlet memiliki prevalensi overweight dan obesitas yang lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di area dengan hanya supermarket. Prevalensi overweight dan obesitas turun sebanyak 6% dan 17% pada area yang 3 memiliki minimal satu supermarket dan meningkat sebanyak 6% dan 16% pada area yang memiliki minimal satu mini market (Morland et al., 2006). Beberapa penelitian tentang food outlet yang telah ada selalu dihubungkan dengan IMT serta kejadian overweight dan obesitas, dan bukannya kejadian kekurusan atau underweight. Hal ini dikarenakan individu yang overweight dan obesitas memiliki variasi pola konsumsi pangan dan asupan pangan yang lebih beragam dibandingkan dengan individu yang kurus dan underweight. Melihat beberapa fakta tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan pemilihan food outlet dan kejadian berat badan lebih pada anak usia Sekolah Dasar di Kecamatan Tegalsari, Surabaya. Kecamatan Tegalsari terletak pada Surabaya pusat sehingga memiliki food outlet dalam jumlah cukup banyak dengan jenis dan karakteristik yang lebih beragam. Pemilihan food outlet diduga memiliki hubungan dengan status berat badan lebih pada anak usia Sekolah Dasar, khususnya kelas IV, V dan VI yang aktivitas fisik dan konsumsi pangannya mulai beragam. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara pemilihan food outlet (food stores dan food service places) dan status berat badan lebih anak usia Sekolah Dasar di Kecamatan Tegalsari, Surabaya? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pemilihan food outlet (food stores dan food service places) dan status berat badan lebih pada anak usia Sekolah Dasar di Kecamatan Tegalsari, Surabaya. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui prevalensi berat badan lebih pada anak usia Sekolah Dasar di Kecamatan Tegalsari, Surabaya. 4 b. Mengetahui hubungan antara pemilihan food stores (frekuensi ke food stores, supermarket, pasar dan mini-market) dan status berat badan lebih pada anak usia Sekolah Dasar di Kecamatan Tegalsari, Surabaya. c. Mengetahui hubungan antara pemilihan food service places (frekuensi ke food service places, rumah makan, restoran fast food dan pedagang kaki lima) dan status berat badan lebih pada anak usia Sekolah Dasar di Kecamatan Tegalsari, Surabaya. d. Mengetahui deskripsi karakteristik food outlet. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti Mengetahui hubungan pemilihan food outlet dan status berat badan lebih, serta perbedaan karakteristik food outlet dan alasan pemilihan food outlet. 2. Bagi masyarakat Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan food outlet. 3. Bagi instansi kesehatan Memberi masukan dalam penyusunan rencana program penanggulangan dan pencegahan berat badan lebih dalam hubungannya dengan lingkungan pangan dan food outlet. 4. Bagi pihak food outlet Dapat menjadi salah satu bahan masukan untuk membangun lingkungan pangan yang sehat, khususnya dalam pencegahan berat badan lebih. 5. Bagi peneliti lain Sebagai bahan referensi penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan food outlet dengan perilaku konsumsi, asupan zat gizi dan berat badan lebih. 5 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No. Penulis Judul dan Tujuan Hasil Persamaan dan Perbedaan 1. Akses supermarket yang mudah berhubungan dengan peningkatan konsumsi buah (signifikan) dan sayur (tidak signifikan) pada rumah tangga. 2. Jarak food store yang semakin jauh dengan rumah berhubungan dengan penurunan konsumsi buah (signifikan) dan sayur (tidak signifikan) pada rumah tangga. Persamaan: Variabel dependen: Konsumsi buah dan sayur Perbedaan: Subjek penelitian: Partisipan program Food Stamp Variabel independen: Jarak food outlet 1. Rose & Food Store Access and Richards Household Fruit and (2004) Vegetable Use among Participants in the US Food Stamp Program Tujuan: Mengetahui hubungan antara akses dari food storedan konsumsi sayur dan buah pada rumah tangga. 2. Morland et al. (2006) Supermarkets, Other Food Stores, and Obesity: The Artheroclerosis Risk in Communities Study Tujuan: Mengetahui hubungan antara karakteristik lingkungan pangan lokal dan prevalensi faktor resiko penyakit kardiovaskular. Keberadaan supermarket berhubungan dengan penurunan prevalensi overweight sebesar 6% dan prevalensi obesitas sebesar 17%, dan keberadaan mini-market berhubungan dengan peningkatan prevalensi overweight sebesar 6% dan prevalensi obesitas sebesar 16%. Persamaan: Variabel independen: Keberadaan food outlet Variabel dependen: Status gizi Perbedaan: Subjek penelitian: Dewasa 3. Morland & Evenson (2009) Obesity Prevalence and The Local Food Environment Tujuan: Mengetahui hubungan keberadaan lingkungan pangan dan prevalensi obesitas. Prevalensi obesitas lebih rendah 27% pada daerah yang memiliki supermarket dan lebih tinggi 36% pada daerah yang memiliki restoran fast food. Persamaan: Variabel independen: Keberadaan food outlet Variabel dependen: Obesitas Perbedaan: Subjek penelitian: Dewasa 4. Lear et al. (2013) Association of Supermarket 1. Jarak yang ditempuh ke Characteristic with the supermarket tidak berhubungan Body Mass Index of Their dengan IMT. Shoppers 2. Food basket price yang tinggi berhubungan dengan IMT yang Tujuan: Mengetahui hubungan jarak lebih rendah. dan karakteristik supermarket dengan IMT dari konsumen. Persamaan: Variabel dependen: IMT Perbedaan: Subjek penelitian: Konsumen supermarket Variabel independen: Karakteristik supermarket 6 Tabel 1. (lanjutan) No. 5. Penulis Hattori et al. (2013) Judul dan Tujuan Hasil Neighborhood Food Outlets, Diet, and Obesity among California Adults, 2007 and 2009 Tujuan: Mengetahui hubungan jumlah dan jenis food outlet dengan asupan pangan dan IMT. 1. Jarak jalan kaki ke food outlet (≤ 1 mil) tidak berhubungan signifikan dengan asupan pangan dan IMT. 2. Pada jarak > 1mil: Restoran fast food berhubungan dengan peningkatan frekuensi asupan soft drink dan kentang goreng, pengurangan frekuensi konsumsi buah dan sayur, serta peningkatan probabilitas overweight; sedangkan supermarket berhubungan dengan pengurangan frekuensi konsumsi soft drink dan IMT lebih rendah. Persamaan dan Perbedaan Persamaan: Variabel dependen: Status gizi Perbedaan: Subjek penelitian: Usia ≥ 18 tahun Variabel independen: Jarak food outlet