pendahuluan - IPB Repository

advertisement
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara
Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar
tentang perilaku nelayan untuk menyusun program peningkatan kesejahteraan mereka.
Keadaan ini menjadi makin kompleks karena degradasi sumberdaya laut yang mereka
eksploitasi semakin cepat, kemiskinan absolut yang mereka hadapi, semakin
kompleks persoalan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan semakin beragamnya
kepentingan
pemanfaat sumberdaya tersebut.
sumberdaya laut sebagai “milik bersama”,
Sementara itu, sifat kepemilikan
mendorong eksploitasi berlebih juga
merupakan ancaman penting.
Kajian teoritis tentang apa dampak sikap terhadap perilaku individu telah
dibahas sejak tahun 1862. Dalam kurun waktu antara 1918 hingga 1925, para ahli
psikologi sosial telah memunculkan berbagai teori yang menghubungkan sikap
dengan perilaku. Tesis utama perspektif teori tersebut “sikap dapat menjelaskan
perilaku individu”. Berangkat dari kritik pada teori dan pengukuran sikap yang tidak
tepat, Fishbein dan Ajzen menganggap pentingnya unsur “niat untuk berperilaku”.
Menurut kedua pakar itu, mengukur sikap pada sama dengan mengukur perilaku itu
sendiri karena niat dan perilaku berhubungan erat. Perspektif teori yang kemudian
dikenal sebagai Theory Planned Behavior ini telah digunakan oleh banyak peneliti
untuk memprediksi perilaku (behavior) melalui niat untuk berperilaku (behavior
intention).
Dalam hubungan ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas kesejahteraan nelayan, meskipun implementasi kebijakan
tersebut tidak selalu mempertimbangkan nelayan karena lemahnya regulasi dalam
bidang itu.
Misalnya Revolusi Biru pada 1970-an dan
regulasi
pada saat ini.
Revolusi Biru dilaksanakan pemerintah untuk mengikuti success story Revolusi
Hijau. Target Revolusi Biru untuk peningkatan kesejahteraan nelayan dengan
meningkatkan efisiensi dan produktifitas perikanan. Revolusi Biru ini meliputi
motorisasi dan modernisasi teknologi alat tangkap, pemberian fasilitas kredit berupa
2
kredit usaha, mesin, perahu dan peralatan penting lain kepada nelayan, membangun
fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan perikanan agar lebih efektif dan
meningkatkan produksi seperti pelabuhan perikanan, ruang pendingin, tempat
pengeringan ikan dan pelelangan ikan (TPI). Pada tahun 1980 – 1996 kebijakan ini
diperbaharui dengan peluncuran deregulasi perikanan yang mencakup pengembangan
alat tangkap, pembangunan pelabuhan dan penambahan armada penangkapan ikan
melalui produksi dalam negeri maupun impor kapal bekas serta pemberian izin kapal
asing.
Dampak kebijakan Revolusi Biru hingga 2003 cukup fantastis dalam
meningkatkan produksi perikanan tangkap maupun budidaya. Revolusi Biru yang
didukung aktifitas usaha berskala besar dan padat modal menjustifikasi adanya
penetrasi kapitalisme yang tidak memandirikan nelayan kecil dan petani ikan. Secara
khusus ada enam implikasi dari perkembangan ini. Pertama, degradasi sumberdaya
ikan, penurunan daya dukung lingkungan laut dan kerusakan ekosistem; kedua,
menciptakan ketimpangan kelas yang lebar antara pemilik kapal dan buruh nelayan;
ketiga, degradasi hutan mangrove dan pengalihan lahan tambak kepada pemodal;
keempat, konflik ruang di wilayah pesisir yang disebabkan oleh wilayah kegiatan
perikanan, pelabuhan, pariwisata, industri maupun kawasan konservasi; kelima,
rendahnya kapasitas sumberdaya manusia nelayan sehingga produktifitas mereka juga
rendah dan keenam ketidakadilan struktural yang merugikan nelayan miskin dalam
keterbatasan akses modal.
Upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan nelayan antara lain program kredit usaha nelayan, subsidi bahan bakar
minyak (BBM), pembagian wilayah penangkapan berdasarkan peralatan tangkap
nelayan, larangan penghapusan operasi kapal pukat harimau, pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil serta dan alokasi dana sekitar Rp.927,82 milyar untuk
menyejahterakan nelayan. Namun demikian penegakkan regulasi dan implementasi
program-program tersebut masih lemah, mengindikasikan seolah-olah regulasi dan
kebijakan tersebut tidak pernah ada sehingga belum berhasil meningkatkan
kesejahteraan nelayan.
3
Memfokuskan studi ini, dalam fishery system, socio-economic environment
merupakan komponen penting selain komponen biophysical environment. Penelitian
ini membatasi pada kajian socio-economic environment berupa perilaku nelayan
artisanal dalam bidang perikanan tangkap yang meliputi kegiatan yaitu: (a)
penggunaan teknologi alat tangkap dan alat bantu tangkap terkait dengan capital
dynamics seperti armada alat tangkap (fleet) dan alat bantu tangkap untuk
menghasilkan hasil tangkapan maksimal dan menimalkan dampak lingkungan fisik,
(b) persiapan dan operasi penangkapan untuk meningkatkan kemampuan nelayan
menentukan musim ikan, lokasi penangkapan ikan, ukuran dan jenis ikan yang boleh
ditangkap serta kondisi cuaca yang cocok untuk melaut, (c) pengerahan tenaga kerja
dan modal untuk mengoptimalkan tenaga kerja dan modal dalam mengoperasikan
perahu beserta alat tangkap dan (d) menjaga mutu hasil tangkapan dan pemasaran
ikan yang berkualitas untuk dapat dijual dengan harga yang tinggi. Keempat kegiatan
perikanan tersebut seyogyanya menjadi perilaku nelayan yang hendak dijelaskan oleh
perspektif Theory Planned Behavior (TPB).
Theory Planned Behavior memiliki komponen attitude, subjective norm,
perceived
behaviour control dan background factor sebagai peubah yang
memengaruhi niat untuk berperilaku (behaviour intention), yang selanjutnya akan
memengaruhi perilaku individu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menentukan seberapa jauh faktor-faktor tersebut memengaruhi perilaku nelayan
artisanal di pantai Utara Jawa Barat.
4
4
Masalah Penelitian
Keberagaman latarbelakang nelayan artisanal (artisanal fishery) berpengaruh
pada perilaku nelayan dalam memanfaatan sumber daya perikanan seperti telah
dikemukakan pada bagian pendahuluan.
Perilaku nelayan dipengaruhi oleh attitude
(sikap), subjective norm (kepatuhan terhadap patron),
perceived behavior control
(kemampuan berperilaku), background factor (faktor latar belakang) dan behavior
intention (niat untuk berperilaku).
Berangkat dari pemikiran tersebut di atas maka beberapa masalah penelitian yang
perlu dijawab, ialah :
1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi niat nelayan artisanal dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan?
2. Berapa besar pengaruh faktor niat tersebut terhadap perilaku nelayan artisanal dalam
memanfaatkan sumber daya perikanan?
3. Berapa besar pengaruh faktor latarbelakang berupa karakteristik individu terhadap
sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku?
5
Tujuan Penelitian
Nelayan merupakan aktor sosial. Menurut perspektif Theory Planned Behavior,
perilaku seseorang sebagai aktor sosial ditentukan oleh niat untuk berperilaku, sikap,
kepatuhan terhadap patron, kemampuan berperilaku dan karakteristik individu sebagai
faktor latarbelakang.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan faktor-faktor yang memengaruhi niat untuk berperilaku nelayan
artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan.
2. Menentukan intensitas pengaruh faktor niat untuk berperilaku tersebut terhadap
perilaku nelayan artisanal dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan.
3. Menentukan intensitas pengaruh faktor latar belakang berupa karakteristik
individu terhadap sikap, kepatuhan terhadap patron dan kemampuan berperilaku.
6
Kegunaan Penelitian
Dengan pemahaman yang lebih jelas tentang faktor-faktor yang memengaruhi
perilaku nelayan dalam proses penangkapan hingga pemasaran ikan, penelitian ini
diharapkan akan memiliki kegunaan yang luas bagi referensi pengembangan pilihan
model peningkatan kesejahteraan nelayan tangkap dengan menggunakan perspektif
Theory Planned Behavior. Secara lebih rinci kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi referensi bagi pengembangan perilaku nelayan dalam penyelesaian masalah
kegiatan penangkapan ikan hingga pemasaran, khususnya di pantai Utara Jawa Barat
yang menjadi wilayah penelitian ini.
2. Menjadi referensi bagi agen perubahan baik pemerintah maupun swasta
yang
bergerak di bidang pengembangan sumberdaya perikanan dan kelautan.
3. Memperbanyak khazanah kajian tentang pengembangan kelompok dalam upaya
pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap nelayan kecil.
4. Mendorong studi lebih lanjut tentang perilaku nelayan tangkap dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan.
7
Definisi Istilah
1. Nelayan artisanal adalah nelayan pemilik perahu yang sebagian besar
penghasilannya berasal dari kegiatan penangkapan ikan di laut, yang
mengoperasikan sendiri perahunya dan menggunakan peralatan tangkap ikan
sederhana seperti gilnet, jaring badut, minitrawl, pancing dan rawai pancing,
yang mengoperasikan perahu berukuran 2,75 – 25 GT, panjang perahu antara
5 - 15 Meter dan lebar antara 1,5 - 6 Meter yang menggunakan sistem
penghasilan bagi hasil antara pemilik dan anak buah kapal, hasil tangkapan
ikan untuk pasar lokal.
2. Karakteristik individu nelayan adalah ciri-ciri yang menandai keadaan nelayan
dari sisi kondisi sosial yang terdiri dari:
a. Ukuran perahu diukur berdasarkan ukuran indeks luas perahu yang dimiliki,
merupakan hasil perkalian antara panjang dan lebar perahu dan dinyatakan
dalam meter persegi (M2).
b. Jumlah anak buah kapal diukur berdasarkan jumlah jiwa yang bekerja
menjadi anggota Anak Buah Kapal yang dimiliki responden.
c. Ukuran mesin perahu diukur berdasarkan ukuran kekuatan laju dorong
mesin perahu yang dinyatakan dalam paar de kraft (PK) atau tenaga kuda.
3. Sikap nelayan dalam proses kegiatan perikanan tangkap adalah total skore dari
domain sikap (aspek pengetahuan, perasaan dan perilaku) dalam bidang
penggunaan alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu
ikan hasil tangkapan.
4. Kepatuhan nelayan terhadap patron dalam proses kegiatan perikanan tangkap
adalah total skore dari pengaruh personal (significant other) dalam
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh nelayan di bidang penggunaan
alat bantu tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan
hasil tangkapan.
8
5. Kemampuan berperilaku nelayan dalam proses kegiatan perikanan tangkap
adalah total skore keyakinan individu untuk melakukan sesuatu dan evaluasi
individu dalam kemampuannya melakukan sesuatu dalam bidang penggunaan
alat tangkap, penggunaan alat bantu tangkap dan persiapan operasi
penangkapan
6. Niat untuk berperilaku nelayan adalah total skore kecenderungan, tekad atau
keinginan (intention) nelayan untuk melakukan kegiatan dalam bidang
penggunaan alat tangkap, pengerahan tenaga kerja penangkapan dan menjaga
mutu ikan hasil tangkapan.
7. Perilaku nelayan dalam proses kegiatan tangkap adalah total skore tindakan
yang dilakukan oleh nelayan dalam bidang penggunaan alat bantu tangkap,
pelaksanaan operasi penangkapan dan menjaga mutu ikan hasil tangkapan.
Download