7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Auditing II.1.1 Pengertian Auditing

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1
Auditing
II.1.1 Pengertian Auditing
Menurut Arens dan Loebbecke, dalam bukunya Auditing and Assurance
Services yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) menyatakan, “Auditing
adalah suatu proses pengumpulan dan penilaian bukti dari informasi yang dapat
diukur dari suatu kesatuan ekonomi yang independen dengan tujuan untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dimaksud dengan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan” (h. 1).
Agoes, S. (2004) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu audit yang
dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan
dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut” (h.2).
Report of the Commite on Basic Auditing Concepts of the American
Accounting Association” (Accounting Review, vol. 47) mendefinisikan, “Auditing
sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai asersi- asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan
menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (h. 5).
7
Meskipun definisi yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda, namun
dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses
pengumpulan data atau bukti yang kompeten yang dilakukan oleh orang
independen dan kompeten untuk digunakan sebagai alat untuk menentukan secara
objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh manajemen.
II.1.2 Jenis-jenis Audit
Menurut Arens dan Loebbecke, dalam bukunya Auditing and Assurance
Services yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003), ”mengklasifikasikan audit
menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Financial Audit (Audit Laporan Keuangan)
Audit keuangan adalah Audit yang bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur
yang akan
diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu (sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum). Audit keuangan dilakukan oleh akuntan
publik yang bertujuan untuk memberikan pendapat tentang kewajaran penyajian
laporan keuangan
perusahaan yang diaudit.
2. Operational Audit (Audit Operasional)
Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan
metode operasi dalam fungsi-fungsi organisasi untuk menilai efisiensi dan
efektifitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan
memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya
operasi perusahaan.
3. Compliance Audit (Audit Kepatuhan)
8
Audit kepatuhan bertujuan untuk mempertimbangkan apakah klien telah
mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak yang
memiliki otoritas yang lebih tinggi. Suatu audit kepatuhan pada perusahaan
swasta, dapat termasuk penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, peninjauan tingkat
upah untuk menentukan kesesuaian dengan peraturan upah minimum, atau audit
surat perjanjian dengan bank atau kreditur lain untuk memastikan bahwa
perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku” (h. 4).
II. 2
Audit Operasional
II. 2. 1 Pengertian Audit Operasional
Agoes, S. (2004) menyatakan, “Audit operasional adalah suatu audit
terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan
kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui
apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan
ekonomis” (h. 175).
Menurut Arens dan Loebbecke, dalam bukunya Auditing and Assurance
Services yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) menyatakan “ Audit
operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan
metode operasi suatu organisasi untuk menilai
efisiensi dan efektifitas.
Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan
sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi
perusahaan” (h. 4).
9
Tunggal, A. W. (2001) mendefinisikan, ”Audit operasional merupakan
audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk
menilai ekonomis, efisiensi, dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi,
terbatas hanya pada keinginan manajemen” (h. 1).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa audit operasional
merupakan suatu audit yang sistematis untuk menilai tingkat efektif, efisien,
ekonomis pengelolaan atau operasi
suatu organisasi dengan tujuan untuk
membantu manajemen dalam pelaksanaan tugas yang lebih baik dengan
memberikan rekomendasi perbaikannya. Audit operasional ditekankan pada
evaluasi terhadap penggunaan sumber daya dan dana apakah sudah dilakukan
secara efektif dan efisien dan ekonomis.
Agoes, S. (2004) mengemukakan pengertian efektif, efisien, dan
ekonomis adalah sebagai berikut:
1. Efektif berarti jika suatu tujuan, sasaran, program dapat tercapai dalam batas
waktu yang ditargetkan tanpa memperdulikan biaya yang dikeluarkan; atau
hasil (output) suatu kegiatan operasi telah mencapai tujuan, baik dari segi
kualitas, kuantitas maupun target waktu.
2. Efisien berarti jika dengan biaya (input) yang sama bisa mencapai hasil
(output) yang lebih besar; atau tindakan yang dapat meminimalisir kerugian
atau pemborosan sumber daya.
3. Ekonomis berarti jika hasil (output) bisa diperoleh dengan biaya (input) yang
lebih kecil / murah, dengan mutu output yang sama ; atau penggunaan secara
hati-hati dan bijak agar diperoleh hasil yang terbaik.”
10
II.2. 2 Tujuan Audit Operasional
Tunggal, A. W. (2001) mendefinisikan, ”beberapa tujuan dari audit
operasional adalah:
1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan
ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan
untuk menunjukkan perbaikan yang dikemungkinkan untuk memperoleh
hasil yang baik dari operasi yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling
efisien.
3. Untuk mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk
mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan
tentang pengelolaan yang efisien.
4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan
setiap fase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar layanan kepada
manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang
efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka” (h. 12).
II.2.3 Tahapan Audit Operasional
Menurut Agoes, S. (2004) “Tahap-tahap audit operasional dibagi menjadi
beberapa tahap yaitu:
1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
11
Survei pendahuluan merupakan tahap pengumpulan informasi umum
tentang kegiatan yang diperiksa tujuan dari survei pendahuluan adalah untuk
mendapatkan informasi umum dan latar belakang, dalam waktu relatif singkat,
mengenai semua aspek dari organisasi, kegiatan, program, atau sistem yang
dipertimbangkan untuk diperiksa, agar dapat diperoleh pengetahuan atau
gambaran yang memadai mengenai objek pemeriksaan. Informasi umum dan
latar belakang yang diperlukan, misalnya:
a. Untuk Organisasi, informasi yang diperlukan antara lain: lokasi,
manajemen, sejarah, jumlah pegawai, kebijakan manajemen, aspek hukum,
kewajiban-kewajibannya.
b. Untuk suatu aktivitas, informasi yang diperlukan antara lain: jenis aktivitas,
lokasi, kebijakan tentang aktivitas, prosedur untuk penyelesaian aktivitas,
dan orang yang bertanggung jawab atas aktivitas tersebut.
c. Untuk suatu program, informasi yang diperlukan antara lain: tujuan
program, kebijakan dan prosedur untuk program tersebut, peraturan
administrative yang kuat terkait, dan lain-lain.
2. Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalain Intern (Review and
Testing of Internal Control System)
Tujuan dari Review and Testing of Internal Control System adalah :
a. Untuk mendapatkan bukti-bukti mengenai ketiga elemen dari tentative
audit objective dengan melakukan pengetesan terhadap transaksi-transaksi
perusahaan yang berkaitan dengan sistem pengendalian intern. Tentative
audit objective adalah tujuan audit yang bersifat sementara yang mencakup
tiga elemen yaitu: criteria, causes, dan effects. Criteria merupakan standar
12
yang harus dipatuhi oleh setiap bagian dalam perusahaan, kebijakan
industri dan kebijakan pemerintah. Causes adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan menajemen atau pegawai perusahaan, termasuk tindakan yang
seharusnya dilakukan untuk memenuhi kriteria tetapi tidak dilakukan.
Dengan kata lain causes adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari
standar yang berlaku. Effects adalah akibat dari tindakan yang
menyimpang dari standar yang berlaku.
b. Untuk memastikan bahwa bukti-bukti yang diperoleh dari perusahaan
adalah kompeten jika audit diperluas kedalam detail examination
(pemeriksaan secara rinci). Sistem pengendalian intern mencakup seluruh
kegiatan-kegiatan manajemen, baik yang menyangkut akuntansi maupun
tidak, baik kegiatan menajemen di dalam maupun di luar perusahaan.
Dengan mendapatkan bukti-bukti dari masing-masing elemen dari tentative
audit objective, auditor dapat menentukan apakah tentative audit objective
tersebut dapat dijadikan fixed audit objective (tujuan audit yang pasti)
sebagai dasar untuk melalukan tahap pengujian terinci.
3. Pengujian Terinci (Detailed Examination)
Dalam tahapan ini auditor harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup,
kompeten, material dan relevan untuk dapat menentukan tindakan-tindakan apa
saja yang dilakukan manajemen dan pegawai perusahaan yang merupakan
penyimpangan-penyimpangan terhadap kriteria dalam fixed audit objective,
dan bagaimana akibat dari penyimpangan-penyimpangan tersebut dan besar
kecilnya akibat tersebut yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Buktibukti yang dikumpulkan harus diiktisarkan, masing-masing yang berkaitan
13
dengan criteria (kriteria), causes (kondisi), effects (akibat) dalam fixed
objective. Dari ikhtisar tersebut harus bisa ditentukan audit findings yang
diperlukan untuk penyusunan laporan manajemen audit.
4.
Pengembangan Laporan (Report Development)
Temuan audit harus dilengkapi dengan kesimpulan dan saran dan harus
direview oleh audit manager sebelum didiskusikan dengan auditee. Komentar
dari auditee mengenai apa yang disajikan dalam konsep laporan harus
diperoleh (sebaiknya secara tertulis). Auditee bisa saja berbeda pendapat
mengenai temuan dan perbedaan pendapat tersebut harus dicantumkan dalam
laporan audit.” (h.178).
II. 3
Sistem Pengendalian Intern
II.3.1 Pengertian dan Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Menurut IAI (2001) ” Pengendalian Intern adalah suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang
didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga
golongan tujuan berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Efektifitas dan efisiensi operasi
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku” (h.319.2).
Mulyadi mendefinisikan sebagai berikut:
”Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuranukuran yang dikoordinaksikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek
14
ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen”.
Berdasarkan definisi tersebut, tujuan sistem pengendalian intern yaitu:
1. Menjaga kekayaan organisasi
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
3. Mendorong efisiensi
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Menurut Mulyadi berdasarkan tujuannya, sistem pengendalian intern dibagi
menjadi dua macam, yaitu: pengendalian intern akuntansi (internal accounting
control) dan pengendalian intern administratif (internal administrative control).
Pengendalian intern akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang
tujuannya adalah menjaga kekayaan perusahaan dan memeriksa keakuratan data
akuntansi. Contoh : adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar unit
organisasi. Pengendalian administratif dibuat untuk mendorong dilakukannya
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakkan manajemen. Contoh :
pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian
diambil tindakan.
II.3.2 Unsur-Unsur Pengendalian Intern
Menurut Agoes, S. (2004) ”Pengendalian intern mencakup 5 (lima) komponen
yang saling berkaitan. Komponen ini berasal dari cara manajemen menjalankan
usaha dan
terintegrasi dengan proses manajemen. Komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
15
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi
kesadaran pengendalian dari orang-orangnya. Lingkungan pengendalian
merupakan fondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya,
yang menyediakan disiplin dan struktur.
Lingkungan pengendalian mencakup hal-hal berikut ini:
a.
Integritas dan nilai etika
b.
Komitmen terhadap kompetensi
c.
Partisipasi dewan komisaris dan komite audit
d.
Struktur organisasi
e.
Pemberian wewenang dan tanggung jawab
f.
Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap, kesadaran, dan tindakan
secara menyeluruh dari dewan komisaris, manajemen, pemilik, dan pihak
lain tentang pentingnya pengendalian dan penekanan yang diletakkan atas
pengendalian tesebut dalan satuan usaha.
2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)
Merupakan pengidentifikasian dan analisis entitas mengenai risiko yang
relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Resiko dapat timbul atau berubah akibat keadaan berikut ini:
a.
Perubahan dalam lingkungan operasi
b.
Personil baru
c.
Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki
d.
Teknologi informasi
16
e.
Lini produk, produk atau aktivitas baru
f.
Restrukturisasi korporasi
g.
Operasi luar negeri
h.
Standar akuntansi baru
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa
tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan
entitas telah dilaksanakan.
Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai
tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin
relevan dengan aduit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang
berkaitan dengan hal-hal berikut:
5. Review terhadap kinerja
6. Pengolahan informasi
7. Pengendalian fisik
8. Pemisahan tugas
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Merupakan pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam
suatu bentuk dan kerangka waktu yang membuat orangf mampu melaksanakan
tanggung jawabnya. Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut
berdampak terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan
semestinya dalam mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan
keuangan yang andal. Informasi mencakup penyediaan suatu pemahaman
17
tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian
intern terhadap pelaporan keuangan.
5. Pemantauan (Monitoring)
Merupakan suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian internal
sepanjang
waktu.
Pemantauan
ini
mencakup
penentuan
desain
dan
pengoperasiaan pengendalian tepat waktu dan mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung
secara terus-menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi
dari keduanya. Aktivitas pemantauan dapat mencakup penggunaan informasi
dari komunikasi dengan pihak luar seperti keluhan pelanggan dan komentar
dari badan pengatur yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah atau
bidang yang memerlukan perbaikan.
Kombinasi dari komponen-komponen tersebut membentuk sebuah sistem
pengendalian yang terintegrasi. Untuk menyimpulkan bahwa pengendalian
internal sudah berjalan efektif dalam berbagai kategori tujuan perusahaan,
laporan keuangan
atau kepatuhan, maka kelima kompnen tersebut harus
tersedia dan difungsikan.
II. 4
Penjualan
II. 4. 1 Pengertian Penjualan
Pengertian penjualan menurut Mulyadi (2001) “Penjualan adalah
perjanjian antara penjual dan pembeli untuk menyerahkan suatu barang atau jasa
yang disertai imbalan”. Kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan
barang dan jasa, baik secara kredit maupun tunai. Dalam transaksi penjualan
18
kredit jika order dari pelanggan telah terpenuhi dengan pengiriman barang atau
penyerahan jasa untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang dari
pelanggannya. Dalam transaksi tunai, barang atau jasa baru diserahkan oleh
perusahaan kepada pembeli jika perusahaan telah menerima kas dari pembeli.
Fungsi penjualan merupakan salah satu aspek yang memegang peranan
penting bagi kelangsungan suatu perusahaan, karena maju mundurnya perusahan
sangat ditentukan oleh keberhasilan dari operasi penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan itu sendiri. (h. 202).
II.4. 2 Pasar Modern
Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan penawaran
bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam
arti luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini
lebih condong ke arah pasar modern. Permintaan dan penawaran dapat berupa
barang atau jasa.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli
serta ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara langsung.
Bangunannya biasa terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang
dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Pasar modern adalah pasar
yang penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli
melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam
bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani
oleh pramuniaga. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan, hypermarket,
supermarket, dan minimarket.
19
II. 4. 3 Syarat Kredit
Ketika perusahaan akan memberikan penjualan kredit kepada pelanggan,
perusahaan tentu saja mengharapkan pembayaran sepenuhnya atas piutang.
Karenanya, untuk memperkecil resiko dalam memberikan kredit perusahaan
harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik
(willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) pelanggan untuk
melunasi piutangnya. Maka ada penilaian kriteria kredit yaitu 5C:
1. Character (kepribadian)
Watak, sifat, kebiasaan pelanggan sangat berpengaruh pada pemberian kredit.
Perusahaan dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan
usahanya.
2. Capacity (kapasitas)
Berhubungan dengan kemampuan pelanggan dalam melunasi piutangnya.
Merupakan penilaian subjektif yang diukur dari prestasi bisnisnya di masa
lampau.
3. Capital (modal)
Dapat dilihat dari posisi keuangan perusahaan dengan mengukur struktur
modal dan likuiditasnya.
4. Colateral (jaminan)
Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya pelanggan tidak dapat
mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah
pinjaman. Jaminan dapat berupa dana tunai dan giro.
5. Condition of Economy (keadaan perekonomian).
20
Kondisi ekonomi yang berdampak pada usaha pelanggan. Keadaan
perekonomian di sekitar tempat pelanggan juga harus diperhatikan untuk
memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang.
II. 4. 4 Prosedur Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2001), jaringan prosedur yang membentuk sistem
penjualan kredit adalah:
1. Prosedur order penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan
menambah informasi penting pada surat order dari pembeli.
2. Prosedur persetujuan kredit
Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan
kredit bagi pembeli tertentu dari fungsi kredit.
3. Prosedur pengiriman
Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada
pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order
pengiriman yang diterima dari fungsi pengiriman.
4. Prosedur penagihan
Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan
mengirimkannya kepada pembeli.
5. Prosedur pencatatan piutang
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur
penjualan kedalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu
21
mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi
sebagai catatan piutang.
6. Prosedur distribusi penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan
menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.
7. Prosedur pencatatan harga pokok penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total
harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.
II. 4. 5 Unsur-unsur Pengendalian Intern Dalam Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2001), “Unsur pengendalian intern terhadap fungsi
penjualan kredit adalah sebagai berikut:
1. Organisasi
Dalam organisasi harus ada pemisahan tugas dan tanggung jawab yang
jelas dan tepat dalam unit organisasi yang terkait dalam sistem penjualan
kredit.
Fungsi-fungsi yang harus dipisahkan adalah:
a. Fungsi Penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.
b. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit.
c. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas.
d. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan,
fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan dan fungsi akuntansi.
Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap,
hanya oleh satu fungsi saja.
22
2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
Sistem otorisasi berarti setiap transaksi penjualan yang terjadi harus
disetujui oleh pimpinan fungsi yang berwenang. Adanya prosedur pencatatan
yang memadai berarti setiap transaksi penjualan dibukukan dengan tepat dan
benar.
Adapun pelaksanaan sistem otorisasi dan prosedur pencatatan adalah
sebagai berikut:
a. Penerimaan order dari pembeli otorisasi oleh fungsi penjualan dengan
menggunakan formulir surat order pengiriman.
b. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan
membubuhkan tanda tangan pada credit copy (tembusan surat order
pengiriman).
c. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman
dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada
copy surat order pengiriman.
d. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan
potongan penjualan berada ditangan Direktur pemasaran dengan penerbitan
surat keputusan mengenai hal tersebut.
e. Terjadi piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan
tanda tangan pada faktur penjualan.
f. Pencatatan kedalam kartu piutang dan kedalam jurnal penjualan, jurnal
penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan
cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan,
bukti kas masuk, dan memo kredit).
23
g. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang
didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.
3. Praktik yang Sehat
Dari segi praktik yang sehat, harus dibentuk kondisi kerja yang sehat di
dalam fungsi-fungsi yang menangani transaksi penjualan dengan maksud
agar setia pegawai dan pimpinan fungsi melaksanakan tugasnya dengan jujur
dan penuh tanggung jawab.
Adapun pelaksanaan praktik yang sehat adalah:
a. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
b. Faktur
penjualan
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggung jawabkan oleh fungsi penagihan.
c. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang kepada
setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang
diselenggarakannya.
d. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening
kontrol piutang dalam buku besar.” (h.221-226).
II. 4. 6 Tujuan Audit Operasional atas Penjualan
Menurut Arens dan Loebbecke, dalam bukunya Auditing and Assurance
Services yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) menyatakan “Tujuan audit
atas penjualan yaitu:
1. Penjualan yang dicatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan
kepada pelanggan.
24
2. Penjualan yang ada telah dicatat.
3. Penjualan yang dicatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih
serta dicatat dengan benar.
4. Transaksi penjualan di klasifikasikan dengan pantas.
5.
Penjualan dicatat dengan waktu yang tepat.
6. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan
diikhtisarkan dengan benar.” (h.379)
II. 4. 7 Asersi Manajemen atas Penjualan
Asersi maanjemen atas penjualan adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence)
Transaksi penjualan yang dicatat adalah untuk pengiriman kepada pelanggan
yang benar-benar ada selama periode berjalan.
2. Kelengkapan (completeness)
Transaksi penjualan yang ada seluruhnya selama periode berjalan telah
dicatat.
3. Hak dan kewajiban (rights and obligation)
Perusahaan mempunyai hak atas piutang dan kas yang dihasilkan dari
transaksi penjualan yang dicatat. (Hak dan kewajiban/rights and obligation)
4. Penilaian atau alokasi (valuation or allocation)
Seluruh penjualan telah dinilai, dijurnal, diikhtisarkan, diposting secara tepat.
Penjualan yang dicatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih
serta dicatat dengan benar.
5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
25
Perincian penjualan mendukung penyajian dalam laporan keuangan termasuk
klasifikasi dan pengungkapan terkait.
II. 5
Piutang
II. 5.1 Pengertian Piutang
Mulyadi (2001) memberikan definisi sebagai berikut:
”Piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang atau jasa yang
dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun atau dalam satu siklus kegiatan
perusahaan”.
Pengertian piutang usaha menurut Horngren, Harrison, dan Bamber
(2002) sebagai berikut:
” A promise to receive cash from customers to whom the business has sold goods
or for whom the business has performed services” (p. 12).
Menurut Agoes, S (2004), “ Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa
digolongkan sebagai piutang antara lain:
-
Piutang dagang
-
Wesel tagih
-
Piutang pegawai
-
Piutang bunga
-
Uang muka
-
Refundable deposit (uang jaminan)
-
Piutang lain-lain
-
Allowance for bad debts” (h. 183)
26
II. 5. 2 Prosedur Audit Operasional atas Piutang
Prosedur audit operasional atas piutang antara lain sebagai berikut:
1.Tentukan apakah piutang yang tercatat benar-benar dapat tertagih (validity).
2.Tentukan apakah semua piutang telah dicatat dengan benar (completeness).
3. Tentukan apakah semua piutang telah dicatat dalam periode yang benar (cut
off).
4. Tentukan apakah piutang benar-benar dimiliki oleh debitur (ownership).
5. Tentukan apakah semua piutang didalam jurnal telah diposting secara benar
kedalam laporan keuangan (accuracy).
6. Tentukan apakah smua piutang telah diklasifikasikan secara benar didalam
laporan keuangan (classification).
7. Tentukan apakah piutang dinilai sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum (valuation).
8. Tentukan apakah semua pengungkapan (disclosure) yang berhubungan
dengan piutang telah ditunjukkan dalam laporan keuangan.
II.5.3 Pengendalian Intern atas Piutang
Menurut Arens dan Loebbecke, dalam bukunya Auditing and Assurance
Services yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003), “Pengendalian intern atas
piutang sebagai berikut :
1.
Memeriksa dokumen sebelum tagihan dikirim ke pelanggan.
2.
Membandingkan total dari berkas induk piutang usaha dengan akun buku
besar.
3.
Pengujian terinci atas saldo terpenting untuk menentukan keberadaan
27
piutang usaha yang dicatat adalah konfirmasi saldo pelanggan.
4.
Piutang usaha dicatat sebesar jumlah yang dapat direalisasi (nilai realisasi)
5.
Piutang usaha diperhitungkan dengan tepat.
6.
Transaksi piutang yang terjadi dicatat dalam periode yang sesuai” (h. 439).
II. 5. 4 Tujuan Audit Operasional atas Piutang
Menurut Agoes, S. (2004) menjelaskan “Tujuan audit operasional atas
piutang adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern yang baik atas
piutang.
2. Untuk memeriksa keabsahan dan ke otentikan dari pada piutang.
3. Untuk memeriksa kemungkinan tertagihnya piutang dan cukup tidaknya
perkiraan piutang tak tertagih.
4. Untuk mengetahuai apakah ada kewajiban bersyarat yang timbul karena
pendiskontoan wesel tagih
5. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang dineraca sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.” (h. 183)
II. 5. 5 Asersi Manajemen atas Piutang
Asersi manajemen atas piutang adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence)
Piutang usaha menggambarkan jumlah tagihan kepada pelanggan yang ada
pada tanggal neraca.
2. Kelengkapan (completeness)
28
Piutang usaha termasuk seluruh klaim kepada pelanggan pada tanggal neraca.
3. Hak dan kewajiban (rights and obligation)
Piutang usaha pada tanggal neraca menggambarkan klaim resmi perusahaaan
kepada pelanggan untuk membayar.
4. Penilaian atau alokasi (valuation or allocation)
Piutang usaha menggambarkan klaim kotor perusahaan kepada pelanggan
pada tanggal neraca dan sesuai dengan jumlah pada buku pembantu piutang
usaha.
5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
Piutang usaha telah diidentifikasikan dan diklasifiikasikan dengan benar
dalam laporan keuangan. Pengungkapan yang tepat telah dibuat atas piutang
usaha yang telah disetujui atau digadaikan.
29
Download