Efektivitas pengelolaan terumbu karang di dua

advertisement
88
6 PEMBAHASAN
6.1 Efektivitas Pengelolaan Terumbu Karang di DPL Kelurahan Pasar
Lahewa
Tutupan karang hidup berdasarkan hasil penelitian di DPL Kelurahan Pasar
Lahewa secara umum meningkat. Peningkatan tutupan karang hidup di DPL
Kelurahan Pasar Lahewa hanya pada genus Acropora saja, sedangkan tutupan
karang hidup genus Non-Acropora tidak mengalami perubahan.
Peningkatan tutupan karang hidup di atas menurut Wallace et al., (2001)
menyatakan terumbu karang genus Acropora (scleractinia) adalah salah satu
karang terpenting penyusun terumbu karena keberadaannya biasa digunakan
sebagai indikator kesehatan terumbu karang. Pendapat lain Nybakken (1998)
menyatakan biasanya karang bercabang dari genus Acropora dan genus Non
Acropora tumbuh lebih cepat daripada karang yang membentuk hamparan atau
Massive, dan mereka sering memperluas diri ke atas dan lebih tinggi daripada
bentuk hamparan.
Ditemukannya algae di hamparan karang mati menjadi penghambat bagi
karang genus Non-Acropora untuk pertumbuhan, karena terjadi persaingan ruang
antara algae dengan karang genus Non-Acropora. Meningkatnya tutupan substrat
pasir adalah salah satu penghambat bagi planula karang untuk melakukan
penempelan dalam membentuk koloni baru. Substrat pasir bukan target utama
planula karang untuk melakukan penempelan. Sedangkan substrat yang baik
untuk penempelan planula karang seperti batu keras, besi atau bangkai kapal
tenggelam. Keanekaragaman jenis tutupan karang hidup yang ditemukan
sebanyak 9 jenis.
Ikan karang merupakan ikan yang hidupnya berasosiasi dengan terumbu
karang. Kelimpahan ikan karang yang hidup kawasan terumbu karang sangat
tergantung pada kondisi terumbu karang, kadar salinitas perairan, serta pola
tingkah laku para pengguna dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di
kawasan tersebut.
89
Hasil sensus visual ikan karang yang dilakukan di DPL Kelurahan Pasar
Lahewa (Tabel 15), kelimpahan ikan karang yang ditemukan pada tahun 2009
lebih tinggi jumlahnya dibandingkan dengan jumlah kelimpahan ikan karang yang
ditemukan pada penelitian CRITC-LIPI (2006). Kelimpahan ikan karang tersebut
terlihat pada family, kelimpahan jenis dan kelimpahan individu ikan karang.
Kelimpahan jumlah individu tertinggi kelompok ikan target yang ditemukan di
DPL Kelurahan Pasar Lahewa adalah dari family Caesionidae (ikan ekor kuning)
dengan jumlah individu 95 individu. Tingginya jumlah individu ikan Caesionidae
di kawasan terumbu karang disebabkan karena ketersediaan makanan plankton
yang banyak tersedia di sekitar kawasan terumbu karang.
Ikan indikator yang ditemukan pada penelitian tahun 2009 dari family
Chaetodontidae (kepe-kepe) sebanyak 6 spesies, 45 individu. Keberadaan ikan
indikator di terumbu karang adalah sebagai standar penentuan kondisi kesehatan
terumbu karang. Ikan-ikan jenis ini adalah ikan yang berasosiasi paling kuat
dengan terumbu karang dan merupakan penghuni terumbu karang sejati. Jumlah
ikan ini dapat dihitung dengan mudah atau satu persatu karena sifat hidupnya
sendiri-sendiri (soliter), berpasangan atau hanya dalam kelompok kecil.
Sedangkan kelompok ikan major yang ditemukan di DPL Kelurahan Pasar
Lahewa merupakan kelompok ikan terbanyak dan ditemukan 9 family, 432
individu. Jika dibandingkan hasil penelitian ikan karang yang dilakukan oleh
CRITC-LIPI (2006) dengan hasil penelitian tahun 2009, maka kelimpahan ikan
karang yang ditemukan lebih tinggi pada tahun 2009.
Struktur keanekaragaman jenis ikan karang yang ditemukan pada tahun
2009 meningkat, pada tahun 2006 ditemukan 35 spesies ikan ikan karang
sedangkan pada tahun 2009 ditemukan 41 spesies ikan karang. Struktur
keseragaman jenis ikan masih dalam kondisi sedang, hampir sama jumlah antara
jenis ikan karang yang ditemukan.
Menurut Nybakken (1988) salah satu penyebab tingginya keragaman
spesies ikan karang di terumbu karang adalah karena variasi habitat terdapat di
terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang hidup saja, tetapi juga
daerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, dan juga perairan yang
90
dangkal dalam dalam zona-zona yang berbeda melintasi karang. Habitat yang
beranekaragam ini sangat disukai oleh berbagai spesies ikan karang.
Berdasarkan hasil pengamatan biota megabentos yang dilakukan di DPL
Kelurahan Pasar Lahewa, ditemukan 9 jenis biota megabentos, lebih tinggi dari
hasil penelitian tahun 2006 yang menemukan 4 jenis biota megabentos.
Pengelolaan terumbu karang di DPL Kelurahan Pasar Lahewa mengalami
perubahan pada tahun 2009 di bandingkan dengan kondisi tahun 2006. Perubahan
tersebut terjadinya peningkatan tutupan karang hidup, jumlah jenis dan individu
ikan karang dan biota megabentos meningkat. Faktor lingkungan yang bebas dari
pencemaran yang masuk ke perairan merupakan penyebab utama peningkatan
tutupan karang hidup, ikan karang dan biota megabentos ikut meningkat pula.
Kondisi lingkungan berdasarkan hasil pengukuran kualitas perairan menunjukkan
perairan tidak tercemar oleh sedimentasi, baik yang datang dari darat maupun
yang datangnya dari laut itu sendiri. Perubahan sosial dan ekonomi masyarakat
meningkat pada tahun 2009 dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat tahun 2006. Tingkat pendapatan masyarakat meningkat pada tahun
2009 jika dibandingkan dengan tingkat pendapatan masyarakat pada tahun 2006.
Tingkat kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan terumbu
karang di DPL semakin meningkat. Tingkat persepsi masyarakat pada tahun 2009
lebih rendah dibandingkan dengan tingkat persepsi masyarakat pada tahun 2006.
6.2 Efektivitas Pengelolaan Terumbu Karang di DPL Desa Mo’awo
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di DPL Desa Mo’awo secara
umum persentase tutupan karang hidup mengalami peningkatan. Peningkatan
terjadi pada karang genus Acropora dan karang genus Non-Acropora. Jenis
tutupan karang hidup yang ditemukan di DPL selama penelitian sebanyak 7 jenis.
Hasil penelitian persentase tutupan karang hidup oleh CRITC-LIPI (2006) lebih
rendah dibandingkan dengan hasil penelitian persentase tutupan karang hidup
tahun 2009.
Berdasarkan hasil sensus visual ikan karang di DPL Desa Mo’awo lebih
rendah dari jumlah ikan yang ditemukan di DPL Kelurahan Pasar Lahewa.
91
Kelimpahan individu tertinggi kelompok ikan target ditemukan dari family
Acanthuridae, 4 spesies, 62 individu.
Struktur keanekaragaman jenis ikan karang yang ditemukan pada tahun
2009 meningkat, pada tahun 2006 ditemukan 28 spesies ikan ikan karang
sedangkan pada tahun 2009 ditemukan 35 spesies ikan karang. Struktur
keseragaman jenis ikan masih dalam kondisi sedang, hampir sama jumlah antara
jenis ikan karang yang ditemukan.
Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies ikan
karang untuk melakukan pemijahan, bertelur, pembesaran anak, mencari makan,
terutama bagi sejumlah ikan target yang memiliki nilai ekonomis penting.
Banyaknya jenis makhluk hidup laut yang dapat ditemukan di terumbu karang
menjadikan ekosistem ini sebagai gudang keanekaragaman hayati laut.
Biota megabentos yang ditemukan di DPL Desa Mo’awo, ditemukan 10
jenis biota megabentos, lebih tinggi dari hasil penelitian tahun 2006 yang
menemukan 4 jenis biota megabentos. Biota pemangsa karang Acanthaster planci
ditemukan dalam jumlah banyak di DPL Desa Mo’awo. Biota Acanthaster planci
merupakan salah satu masalah besar yang potensial dihadapi di dalam pengelolaan
terumbu karang. Di antara pemangsa karang yang ada, Acanthaster planci adalah
pemangsa karang yang paling berbahaya. Kerusakan terumbu karang akibat
Acanthaster planci telah dilaporkan di seluruh dunia, misalnya Jepang, Australia,
Palau, Guam, Vanuatu, Papua, Vietnam dan Indonesia.
Kualitas perairan atau faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan karang dan perkembangan biota lainnya. Untuk mengetahui kondisi
lingkungan terumbu karang, dilakukan pengukuran terhadap parameter kualitas
perairan. Parameter kualitas perairan yang diukur adalah kecerahan, dan oksigen
terlarut. Hasil pengukuran paramater kualitas perairan yang dilakukan di DPL
Desa Mo’awo menunjukkan hasil yang baik. Semua parameter yang diukur masih
dalam batas normal.
Keterlibatan atau partisipasi aktif masyarakat dalam suatu kegiatan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ada tidaknya manfaat yang diperoleh dari suatu
92
program tersebut akan menjadi unsur pendorong anggota masyarakat untuk
berpartisipasi.
Menurut Hockings dan Dudley (2006) sebuah pengelolaan kawasan
konservasi dikatakan efektif atau tidak, dapat diketahui pada elemen keluaran
(output) dan capaian (outcome) dari proses pengelolaan. Ketika keluaran dan capaian
sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan konservasi maka pengelolaan
dapat dikatakan efektif.
Berdasarkan hasil analisis komponen utama diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas pengelolaan di DPL Desa Mo’awo adalah pendidikan,
pendapatan, persepsi, sikap dan partisipasi. Hubungan antara indikator ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
-
Hubungan antara pendidikan dan pendapatan
Tingkat pendidikan seseorang merupakan cerminan tingkat penguasaan
seseorang terhadap suatu ilmu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada
perilakunya
dalam
hidup
bermasyarakat.
Umumnya
semakin
tinggi
pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaiannya terhadap suatu
perubahan. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterbatasan akses untuk
mendapatkan informasi secara sosiologis akan berpengaruh pada tingkat
pemahaman masyarakat dalam program pembangunan.
Tingkat pendidikan yang memadai sangat menentukan seseorang untuk
bertindak agar kondisi perekonomiannya dapat meningkat dibandingkan
dengan kondisi yang dia dapatkan sekarang. Dengan adanya pendidikan
seseorang dapat menemukan cara bagaimana mengatur dan memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada. Sumberdaya tersebut seperti sumberdaya terumbu
karang yang ada di DPL, dengan adanya pendidikan maka seseorang dapat
berpikir secara rasional bagaimana cara menyelamatkan sumberdaya terumbu
karang yang sedang dikelola agar dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi
untuk meningkatkan perekonomian.
-
Hubungan antara pendapatan dengan persepsi atau pemahaman
Pengelolaan terumbu karang di DPL harus menggabungkan antara
kepentingan ekologis dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar DPL. Dengan
demikian pengelolaan terumbu karang memerlukan pemahaman yang baik
93
tentang apa tujuan dari pengelolaan terumbu karang di DPL. Dengan adanya
pemahaman maka seseorang merasa bertanggung jawab untuk melestarikan
sumberdaya yang sedang dikelola, melindungi dari kegiatan pengrusakan
dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatannya karena pada sumberdaya
terumbu karang tersebut dapat memberikan pendapatan secara ekonomi.
-
Hubungan antara persepsi dan sikap
Persepsi adalah sumber pengetahuan kita tentang dunia. Untuk itu kita ingin
mengenali
dunia
dan
lingkungan
yang
mengelilinginya.
Sedangkan
pengetahuan adalah kekuasaan. Tanpa pengetahuan kita tidak dapat bertindak
secara efektif. Beberapa pendapat tentang persepsi dikemukakan oleh para ahli
Persepsi adalah proses pengumpulan dan penafsiran dari informasi. Persepsi
merujuk kepada beberapa proses dimana kita menjadi tahu dan berpikir
mengenai beberapa hal berupa karakteristik, dan pengelolaan suatu kawasan
(Zanden.J.W.V, 1984).
Berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya persepsi
merupakan sesuatu kesan dan pandangan seseorang dari hasil penafsiran,
pemahaman, dan pengamatannya pada lingkungan sekitarnya. Persepsi
seseorang tidak eksis begitu saja melainkan dibentuk dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor berupa sikap, kepentingan, pengalaman, harapan dan latar
belakang pendidikan. Di dalam setiap kehidupan manusia memiliki pendapat
mengenai suatu keadaan. Pendapat tersebut seringkali diikuti dengan
kecenderungan untuk bertingkah laku dan biasanya disebut dengan sikap.
Sikap didefinisikan sebagai kesiapan mental dan kesiapan syaraf, yang
diperoleh lewat pengalaman, dan mempunyai pengaruh langsung pada
tanggapan individu terhadap keadaan dimana mereka berhubungan (Mar’at,
1984: 9).
Oleh karena itu sikap masyarakat dalam pengelolaan DPL terbagi dua yaitu
sikap untuk melestarikan dan sikap untu memanfaatkan sumberdaya tersebut.
Sebagian besar masyarakat menghendaki agar terumbu karang tetap
dilestarikan bertujuan agar keseimbangan antara manfaat langsung (ekonomi)
dan manfaat tidak langsung (ekologi) dapat dirasakan. Dimana apabila
terumbu karang terpelihara dengan baik, maka keseimbangan hasil tangkapan
94
mereka akan terjaga dengan demikian pendapatan mereka akan terjaga
kestabilannya.
-
Hubungan antara persepsi dengan partisipasi
Tingkat pemahaman masyarakat terhadap lingkungan berkorelasi positif
dengan partisipasi. Artinya semakin baik masyarakat memahami tentang
lingkungan khususnya pengelolaan terumbu karang di DPL, baik fungsi
maupun peranannya akan semakin baik pula partisipasinya terhadap kegiatankegiatan tersebut. Dalam konteks pengelolaan terumbu karang di DPL ini
partisipasi tersebut diwujudkan dalam bentuk kehadiran dan sumbangan
pikiran, tenaga yang diberikan pada setiap kegiatan.
-
Hubungan antara sikap dengan partisipasi
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi, berpikir agar dapat
mendorong seseorang untuk termotivasi dalam menentukan, apakah harus pro
atau kontra terhadap sesuatu kegiatan.
Dalam pengelolaan terumbu karang di DPL sikap masyarakat merupakan
faktor yang berpengaruh. Sikap untuk melestarikan terumbu karang di DPL
adalah cara yang tepat menyelamatkan lingkungan, agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan. Dengan adanya sikap mendukung atau pro terhadap
pengelolaan terumbu karang di DPL, hal ini merupakan sumbangan langsung
dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang tersebut. Partisipasi dalam hal
ini adalah partisipasi dalam bentuk pikiran, dan tenaga yang diberikan oleh
masyarakat untuk ikut mengelola DPL tersebut.
Maka dengan meningkatnya tutupan karang hidup di DPL Desa Mo’awo
selain faktor lingkungan perairan yang baik, dukungan dari masyarakat
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pengeloaan terumbu karang di
DPL. Dengan adanya dukungan dari masyakarat untuk melestarikan terumbu
karang dan menghindari tekanan-tekanan dari manusia semakin berkurang.
Kondisi perairan sesuai dengan hasil pengukuran kualitas perairan menunjukkan
perairan tidak tercemar oleh sedimentasi, baik yang datang dari darat maupun
yang datangnya dari laut itu sendiri. Kegiatan-kegiatan yang bersifat merusak
terumbu karang berkurang, terlihat dari tutupan patahan karang (rubble)hasil
penelitian CRITC-LIPI (2006) menurun pada penelitian tahun 2009.
95
Dari hasil penelitian di dua DPL di atas, pengelolaan terumbu karang yang
lebih efektif dan sesuai dengan tujuan pengelolaan terumbu karang di DPL adalah
pengelolaan terumbu karang di DPL Desa Mo’awo. Efektifnya pengelolaan
terumbu karang di DPL Desa Mo’awo dapat dilihat dari hasil pengukuran
indikator biofisik lebih baik dibandingkan dengan hasil pengukuran indikator
biofisik di DPL Kelurahan Pasar Lahewa dan meningkat dibandingkan dengan
kondisi tahun 2006. Tingkat sosial ekonomi masyarakat Desa Mo’awo seperti
partisipasi, persepsi, pendapatan, sikap, pendidikan lebih baik dibandingkan
dengan Kelurahan Pasar Lahewa.
6.3 Pembahasan Umum
Efektivitas pengelolaan DPL adalah hal yang mutlak diperlukan untuk
mengetahui apakah pengelolaan terumbu karang di DPL yang dilakukan telah
berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan sehingga dapat
terlihat apakah tujuan dapat dicapai atau tidak. Oleh sebab itu penting, untuk
menetapkan tujuan evaluasi efektivitas pengelolaan DPL sebagai alat untuk
membantu pengelola dalam pekerjaannya, bukan sebagai sebuah cara memataimatai atau menghukum para pengelola yang kinerjanya kurang. Bagaimanapun
juga, pemerintah dan masyarakat umum, punya hak untuk mengetahui pencapaian
sasaran dan tujuan pengelolaan terumbu karang di dua DPL Kecamatan Lahewa.
Menurut Hockings et.al., (2006) tujuan dari evaluasi efektivitas pengelolaan yaitu
(1) untuk mempromosikan pengelolaan yang adaptif; (2) meningkatkan kualitas
kegiatan; (3) sebagai akuntabilitas kepada pemerintah dan masyarakat umum.
Ketiga tujuan ini selanjutnya akan diupayakan tercapai secara utuh melalui hasil
evaluasi yang dilakukan dengan baik.
Berdasarkan hasil evaluasi efektivitas pengelolaan DPL Kelurahan Pasar
Lahewa dengan teknik Amoeba, tujuh indikator yang di evaluasi mengalami
peningkatan, sedangkan salah satu indikator sosial ekonomi masyarakat yaitu
indikator persepsi mengalami penurunan pada tahun 2009 dibandingkan dengan
hasil penelitian pada tahun 2006. Menurunnya tingkat persepsi masyarakat
Kelurahan Pasar Lahewa dalam pengelolaan DPL disebabkan karena kegiatan
sosialisasi tentang fungsi dan manfaat terumbu karang di kawasan ini sudah mulai
96
berkurang. Hal ini dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
masyarakat Kelurahan Pasar Lahewa, yang mengatakan akhir-akhir ini sosialisasi
tentang terumbu karang jarang dilakukan.
Hasil evaluasi terhadap parameter biofisik dan sosial ekonomi masyarakat
yang dilakukan dalam pengelolaan terumbu karang di DPL Desa Mo’awo
semuanya mengalami peningkatan pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan
hasil penelitian tahun 2006, dan jika dibandingkan dengan pengelolaan DPL
Kelurahan Pasar Lahewa, maka pengelolaan DPL Mo’awo lebih efektif.
Selain faktor lingkungan yang mendukung keberhasilan pengelolaan
terumbu karang di DPL Desa Mo’awo sangat dipengaruhi oleh faktor kegiatan
masyarakat disekitarnya. Karena mayoritas masyarakat Desa Mo’awo bermata
pencaharian sebagai nelayan, yang selalu menggantungkan harapannya pada
sumberdaya laut yang ada disekitarnya. Dengan tingkat pemahaman yang baik
dari masyarakat Desa Mo’awo, kegiatan-kegiatan masyarakat yang bersifat
merusak dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang secara pelan-pelan
mulai menurun. Hal ini dapat kita lihat tingkat persepsi masyarakat yang semakin
meningkat pada penelitian tahun 2009 sebesar 46%, sedangkan tingkat persepsi
masyarakat berdasarkan hasil penelitian tahun 2006 hanya 15% saja yang
mengatakan sangat memahami fungsi dan manfaat terumbu karang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan terumbu karang
di dua DPL Kecamatan Lahewa berdasarkan analisis komponen utama adalah
indikator sosial ekonomi masyarakat yang terdiri dari partisipasi, persepsi,
pendapatan, pendidikan, sikap. Di dasari dari analisis dalam penelitian ini maka
jika dibandingkan dengan efektivitas pengelolaan DPL Kelurahan Pasar Lahewa,
maka pengelolaan DPL Desa Mo’awo lebih efektif.
Dengan demikian, pelibatan masyarakat dalam pengembangan dan
pengelolaan DPL merupakan langkah strategis dan tepat. Selain itu, dengan modal
DPL berbasis masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat akan
arti perlindungan sumber daya laut yang sangat berarti bagi kehidupan masyarakat
saat ini dan generasi yang akan datang. Tanpa peran serta masyarakat dalam setiap
kebijakan pemerintah, tujuan ditetapkannya kebijakan tersebut sulit dicapai. Oleh
97
sebab itu, untuk meningkatkan kondisi terumbu karang di dua DPL Kecamatan
Lahewa,
upaya
menumbuhkembangkan
peran
serta
masyarakat
dalam
pelaksanaan dan pengawasan kebijakan tersebut harus selalu dilakukan.
Melalui penelitian beberapa hal penting yang perlu dilakukan dan
ditingkatkan, yaitu untuk penegakkan hukum, secara yuridis formal status
peraturan-peraturan desa yang telah ditetapkan oleh desa-desa di Kecamatan
Lahewa agar memiliki kekuatan hukum yang tetap. Kendala yang dihadapi pada
saat ini adalah masih rendahnya pengetahuan para pihak di tingkat desa tentang
kewenangan untuk bertindak dalam mengawal peraturan desa tersebut. Masih
terpola sebuah pemikiran yang klasik bahwa penegakkan aturan akan efektif jika
tindakan atas pelanggaran peraturan yang ditetapkan bersama oleh masyarakat di
tingkat desa harus dilakukan oleh intitusi formal seperti polisi. Ditinjau dari segi
pengawasan, cukup efektif sejak ditetapkannya DPL. Selain itu pengelolaan DPL
dipengaruhi juga oleh masalah pendanaan. Dalam pengelolaan DPL, dana
dibutuhkan untuk melaksanakan pertemuan-pertemuan penggantian tanda batas
dan pelampung atau rambu-rambu DPL, biaya operasional pengawasan/patroli.
Secara umum kondisi fisik seperti rambu-rambu DPL sudah tidak nampak, dan
tidak terlihat lagi. Pelampung atau rambu-rambu DPL banyak yang sudah hilang
sehingga tidak menunjukkan fungsi sebagai tanda batas DPL.
Sebagai bahan perbandingan kepada kita, beberapa DPL yang telah berhasil
di kelola di Indonesia, antara lain :
1. DPL yang terdapat di Desa Blongko Kecamatan Sinonsayang Kabupaten
Minahasa Selatan yang juga merupakan DPL pertama yang ada di Indonesia
dengan luas DPL 10 ha. Hasil studi awal menunjukkan adanya peningkatan
kelimpahan jumlah ikan setelah diberlakukannya daerah perlindungan laut ini
selama satu tahun, dan juga peningkatan terhadap persentase tutupan karang
hidup secara keseluruhan. Selain DPL di desa Blongko ada 3 DPL lain yang
yaitu Desa Bentenan dan Desa Tumbak di Kecamatan Belang Kabupaten
Minahasa Selatan dan Desa Talise Kecamatan Likupang Barat Kabupaten
Minahasa Utara.
DPL lain terdapat di Kecamatan Likupang Barat dan
Kecamatan Likupang Timur yang berjumlah 21 DPL.
98
2. DPL di Sulawesi Utara saat ini telah terdapat 25 DPL yang dibentuk oleh
masyarakat desa-desa pesisir yang terdapat di wilayah tanah Minahasa.
3. DPL Pulau Sebesi di Lampung Selatan salah satu DPL yang berhasil dikelola
di bagian barat Indonesia.
Akan tetapi, hasil jangka panjang akan lebih menunjukkan apakah daerah
perlindungan ini dapat mendukung konservasi dari ekosistem yang ada, dan juga
memuaskan kebutuhan pokok dari masyarakat lokal, atau tidak. Hal yang
terpenting ialah bahwa masyarakat lokal memiliki akses dan kontribusi penuh di
dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan dari daerah perlindungan
laut ini. Dengan demikian mereka akan mengambil tanggung jawab di dalam
menjaga sumberdaya alam yang mereka miliki dan menentukan masa depan
mereka sendiri.
DPL luar negeri yang telah berhasil dikelola dengan baik adalah sebagai
berikut :
1. DPL De Hoop, Afrika Selatan dengan jenis habitat ekosistem terumbu karang,
berhasil setelah 2 tahun dijadikan sebagai kawasan DPL. Keberhasilan ini
menurut (Bennett dan Attwood, 1991) penangkapan setiap spesies meningkat
sampai dengan 5 kali lipat untuk 6 dari 10 spesies komersial penting.
2. DPL Barbados dengan habitat ekosistem terumbu karang berhasil setelah 11
tahun dijadikan sebagai kawasan DPL. Keberhasilan kawasan ini menurut
Rakitin dan Kramer, 1996, Chapman dan Kramer, 1999 adalah ikan berukuran
besar dan mudah diperangkap, jumlah dua kali lipat lebih berlimpah di daerah
perlindungan dan 18 dari 22 spesies ukurannya menjadi lebih besar.
Demikian penelitian tentang efektivitas pengelolaan terumbu karang di dua
DPL Kecamatan Lahewa, dengan harapan agar pengelolaan kedua DPL ini dapat
lebih berhasil lagi dibandingkan dengan keberhasilan saat sekarang ini. Terumbu
karang sehat ikan berlimpah, masyarakat sejahtera.
Download