88 6 PEMBAHASAN 6.1 Efektivitas Pengelolaan Terumbu Karang di DPL Kelurahan Pasar Lahewa Tutupan karang hidup berdasarkan hasil penelitian di DPL Kelurahan Pasar Lahewa secara umum meningkat. Peningkatan tutupan karang hidup di DPL Kelurahan Pasar Lahewa hanya pada genus Acropora saja, sedangkan tutupan karang hidup genus Non-Acropora tidak mengalami perubahan. Peningkatan tutupan karang hidup di atas menurut Wallace et al., (2001) menyatakan terumbu karang genus Acropora (scleractinia) adalah salah satu karang terpenting penyusun terumbu karena keberadaannya biasa digunakan sebagai indikator kesehatan terumbu karang. Pendapat lain Nybakken (1998) menyatakan biasanya karang bercabang dari genus Acropora dan genus Non Acropora tumbuh lebih cepat daripada karang yang membentuk hamparan atau Massive, dan mereka sering memperluas diri ke atas dan lebih tinggi daripada bentuk hamparan. Ditemukannya algae di hamparan karang mati menjadi penghambat bagi karang genus Non-Acropora untuk pertumbuhan, karena terjadi persaingan ruang antara algae dengan karang genus Non-Acropora. Meningkatnya tutupan substrat pasir adalah salah satu penghambat bagi planula karang untuk melakukan penempelan dalam membentuk koloni baru. Substrat pasir bukan target utama planula karang untuk melakukan penempelan. Sedangkan substrat yang baik untuk penempelan planula karang seperti batu keras, besi atau bangkai kapal tenggelam. Keanekaragaman jenis tutupan karang hidup yang ditemukan sebanyak 9 jenis. Ikan karang merupakan ikan yang hidupnya berasosiasi dengan terumbu karang. Kelimpahan ikan karang yang hidup kawasan terumbu karang sangat tergantung pada kondisi terumbu karang, kadar salinitas perairan, serta pola tingkah laku para pengguna dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di kawasan tersebut. 89 Hasil sensus visual ikan karang yang dilakukan di DPL Kelurahan Pasar Lahewa (Tabel 15), kelimpahan ikan karang yang ditemukan pada tahun 2009 lebih tinggi jumlahnya dibandingkan dengan jumlah kelimpahan ikan karang yang ditemukan pada penelitian CRITC-LIPI (2006). Kelimpahan ikan karang tersebut terlihat pada family, kelimpahan jenis dan kelimpahan individu ikan karang. Kelimpahan jumlah individu tertinggi kelompok ikan target yang ditemukan di DPL Kelurahan Pasar Lahewa adalah dari family Caesionidae (ikan ekor kuning) dengan jumlah individu 95 individu. Tingginya jumlah individu ikan Caesionidae di kawasan terumbu karang disebabkan karena ketersediaan makanan plankton yang banyak tersedia di sekitar kawasan terumbu karang. Ikan indikator yang ditemukan pada penelitian tahun 2009 dari family Chaetodontidae (kepe-kepe) sebanyak 6 spesies, 45 individu. Keberadaan ikan indikator di terumbu karang adalah sebagai standar penentuan kondisi kesehatan terumbu karang. Ikan-ikan jenis ini adalah ikan yang berasosiasi paling kuat dengan terumbu karang dan merupakan penghuni terumbu karang sejati. Jumlah ikan ini dapat dihitung dengan mudah atau satu persatu karena sifat hidupnya sendiri-sendiri (soliter), berpasangan atau hanya dalam kelompok kecil. Sedangkan kelompok ikan major yang ditemukan di DPL Kelurahan Pasar Lahewa merupakan kelompok ikan terbanyak dan ditemukan 9 family, 432 individu. Jika dibandingkan hasil penelitian ikan karang yang dilakukan oleh CRITC-LIPI (2006) dengan hasil penelitian tahun 2009, maka kelimpahan ikan karang yang ditemukan lebih tinggi pada tahun 2009. Struktur keanekaragaman jenis ikan karang yang ditemukan pada tahun 2009 meningkat, pada tahun 2006 ditemukan 35 spesies ikan ikan karang sedangkan pada tahun 2009 ditemukan 41 spesies ikan karang. Struktur keseragaman jenis ikan masih dalam kondisi sedang, hampir sama jumlah antara jenis ikan karang yang ditemukan. Menurut Nybakken (1988) salah satu penyebab tingginya keragaman spesies ikan karang di terumbu karang adalah karena variasi habitat terdapat di terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang hidup saja, tetapi juga daerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, dan juga perairan yang 90 dangkal dalam dalam zona-zona yang berbeda melintasi karang. Habitat yang beranekaragam ini sangat disukai oleh berbagai spesies ikan karang. Berdasarkan hasil pengamatan biota megabentos yang dilakukan di DPL Kelurahan Pasar Lahewa, ditemukan 9 jenis biota megabentos, lebih tinggi dari hasil penelitian tahun 2006 yang menemukan 4 jenis biota megabentos. Pengelolaan terumbu karang di DPL Kelurahan Pasar Lahewa mengalami perubahan pada tahun 2009 di bandingkan dengan kondisi tahun 2006. Perubahan tersebut terjadinya peningkatan tutupan karang hidup, jumlah jenis dan individu ikan karang dan biota megabentos meningkat. Faktor lingkungan yang bebas dari pencemaran yang masuk ke perairan merupakan penyebab utama peningkatan tutupan karang hidup, ikan karang dan biota megabentos ikut meningkat pula. Kondisi lingkungan berdasarkan hasil pengukuran kualitas perairan menunjukkan perairan tidak tercemar oleh sedimentasi, baik yang datang dari darat maupun yang datangnya dari laut itu sendiri. Perubahan sosial dan ekonomi masyarakat meningkat pada tahun 2009 dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat tahun 2006. Tingkat pendapatan masyarakat meningkat pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan tingkat pendapatan masyarakat pada tahun 2006. Tingkat kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan terumbu karang di DPL semakin meningkat. Tingkat persepsi masyarakat pada tahun 2009 lebih rendah dibandingkan dengan tingkat persepsi masyarakat pada tahun 2006. 6.2 Efektivitas Pengelolaan Terumbu Karang di DPL Desa Mo’awo Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di DPL Desa Mo’awo secara umum persentase tutupan karang hidup mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi pada karang genus Acropora dan karang genus Non-Acropora. Jenis tutupan karang hidup yang ditemukan di DPL selama penelitian sebanyak 7 jenis. Hasil penelitian persentase tutupan karang hidup oleh CRITC-LIPI (2006) lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian persentase tutupan karang hidup tahun 2009. Berdasarkan hasil sensus visual ikan karang di DPL Desa Mo’awo lebih rendah dari jumlah ikan yang ditemukan di DPL Kelurahan Pasar Lahewa. 91 Kelimpahan individu tertinggi kelompok ikan target ditemukan dari family Acanthuridae, 4 spesies, 62 individu. Struktur keanekaragaman jenis ikan karang yang ditemukan pada tahun 2009 meningkat, pada tahun 2006 ditemukan 28 spesies ikan ikan karang sedangkan pada tahun 2009 ditemukan 35 spesies ikan karang. Struktur keseragaman jenis ikan masih dalam kondisi sedang, hampir sama jumlah antara jenis ikan karang yang ditemukan. Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies ikan karang untuk melakukan pemijahan, bertelur, pembesaran anak, mencari makan, terutama bagi sejumlah ikan target yang memiliki nilai ekonomis penting. Banyaknya jenis makhluk hidup laut yang dapat ditemukan di terumbu karang menjadikan ekosistem ini sebagai gudang keanekaragaman hayati laut. Biota megabentos yang ditemukan di DPL Desa Mo’awo, ditemukan 10 jenis biota megabentos, lebih tinggi dari hasil penelitian tahun 2006 yang menemukan 4 jenis biota megabentos. Biota pemangsa karang Acanthaster planci ditemukan dalam jumlah banyak di DPL Desa Mo’awo. Biota Acanthaster planci merupakan salah satu masalah besar yang potensial dihadapi di dalam pengelolaan terumbu karang. Di antara pemangsa karang yang ada, Acanthaster planci adalah pemangsa karang yang paling berbahaya. Kerusakan terumbu karang akibat Acanthaster planci telah dilaporkan di seluruh dunia, misalnya Jepang, Australia, Palau, Guam, Vanuatu, Papua, Vietnam dan Indonesia. Kualitas perairan atau faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan karang dan perkembangan biota lainnya. Untuk mengetahui kondisi lingkungan terumbu karang, dilakukan pengukuran terhadap parameter kualitas perairan. Parameter kualitas perairan yang diukur adalah kecerahan, dan oksigen terlarut. Hasil pengukuran paramater kualitas perairan yang dilakukan di DPL Desa Mo’awo menunjukkan hasil yang baik. Semua parameter yang diukur masih dalam batas normal. Keterlibatan atau partisipasi aktif masyarakat dalam suatu kegiatan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ada tidaknya manfaat yang diperoleh dari suatu 92 program tersebut akan menjadi unsur pendorong anggota masyarakat untuk berpartisipasi. Menurut Hockings dan Dudley (2006) sebuah pengelolaan kawasan konservasi dikatakan efektif atau tidak, dapat diketahui pada elemen keluaran (output) dan capaian (outcome) dari proses pengelolaan. Ketika keluaran dan capaian sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan konservasi maka pengelolaan dapat dikatakan efektif. Berdasarkan hasil analisis komponen utama diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pengelolaan di DPL Desa Mo’awo adalah pendidikan, pendapatan, persepsi, sikap dan partisipasi. Hubungan antara indikator ini dapat dijelaskan sebagai berikut : - Hubungan antara pendidikan dan pendapatan Tingkat pendidikan seseorang merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu ilmu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Umumnya semakin tinggi pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaiannya terhadap suatu perubahan. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterbatasan akses untuk mendapatkan informasi secara sosiologis akan berpengaruh pada tingkat pemahaman masyarakat dalam program pembangunan. Tingkat pendidikan yang memadai sangat menentukan seseorang untuk bertindak agar kondisi perekonomiannya dapat meningkat dibandingkan dengan kondisi yang dia dapatkan sekarang. Dengan adanya pendidikan seseorang dapat menemukan cara bagaimana mengatur dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Sumberdaya tersebut seperti sumberdaya terumbu karang yang ada di DPL, dengan adanya pendidikan maka seseorang dapat berpikir secara rasional bagaimana cara menyelamatkan sumberdaya terumbu karang yang sedang dikelola agar dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi untuk meningkatkan perekonomian. - Hubungan antara pendapatan dengan persepsi atau pemahaman Pengelolaan terumbu karang di DPL harus menggabungkan antara kepentingan ekologis dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar DPL. Dengan demikian pengelolaan terumbu karang memerlukan pemahaman yang baik 93 tentang apa tujuan dari pengelolaan terumbu karang di DPL. Dengan adanya pemahaman maka seseorang merasa bertanggung jawab untuk melestarikan sumberdaya yang sedang dikelola, melindungi dari kegiatan pengrusakan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatannya karena pada sumberdaya terumbu karang tersebut dapat memberikan pendapatan secara ekonomi. - Hubungan antara persepsi dan sikap Persepsi adalah sumber pengetahuan kita tentang dunia. Untuk itu kita ingin mengenali dunia dan lingkungan yang mengelilinginya. Sedangkan pengetahuan adalah kekuasaan. Tanpa pengetahuan kita tidak dapat bertindak secara efektif. Beberapa pendapat tentang persepsi dikemukakan oleh para ahli Persepsi adalah proses pengumpulan dan penafsiran dari informasi. Persepsi merujuk kepada beberapa proses dimana kita menjadi tahu dan berpikir mengenai beberapa hal berupa karakteristik, dan pengelolaan suatu kawasan (Zanden.J.W.V, 1984). Berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya persepsi merupakan sesuatu kesan dan pandangan seseorang dari hasil penafsiran, pemahaman, dan pengamatannya pada lingkungan sekitarnya. Persepsi seseorang tidak eksis begitu saja melainkan dibentuk dan dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa sikap, kepentingan, pengalaman, harapan dan latar belakang pendidikan. Di dalam setiap kehidupan manusia memiliki pendapat mengenai suatu keadaan. Pendapat tersebut seringkali diikuti dengan kecenderungan untuk bertingkah laku dan biasanya disebut dengan sikap. Sikap didefinisikan sebagai kesiapan mental dan kesiapan syaraf, yang diperoleh lewat pengalaman, dan mempunyai pengaruh langsung pada tanggapan individu terhadap keadaan dimana mereka berhubungan (Mar’at, 1984: 9). Oleh karena itu sikap masyarakat dalam pengelolaan DPL terbagi dua yaitu sikap untuk melestarikan dan sikap untu memanfaatkan sumberdaya tersebut. Sebagian besar masyarakat menghendaki agar terumbu karang tetap dilestarikan bertujuan agar keseimbangan antara manfaat langsung (ekonomi) dan manfaat tidak langsung (ekologi) dapat dirasakan. Dimana apabila terumbu karang terpelihara dengan baik, maka keseimbangan hasil tangkapan 94 mereka akan terjaga dengan demikian pendapatan mereka akan terjaga kestabilannya. - Hubungan antara persepsi dengan partisipasi Tingkat pemahaman masyarakat terhadap lingkungan berkorelasi positif dengan partisipasi. Artinya semakin baik masyarakat memahami tentang lingkungan khususnya pengelolaan terumbu karang di DPL, baik fungsi maupun peranannya akan semakin baik pula partisipasinya terhadap kegiatankegiatan tersebut. Dalam konteks pengelolaan terumbu karang di DPL ini partisipasi tersebut diwujudkan dalam bentuk kehadiran dan sumbangan pikiran, tenaga yang diberikan pada setiap kegiatan. - Hubungan antara sikap dengan partisipasi Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi, berpikir agar dapat mendorong seseorang untuk termotivasi dalam menentukan, apakah harus pro atau kontra terhadap sesuatu kegiatan. Dalam pengelolaan terumbu karang di DPL sikap masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh. Sikap untuk melestarikan terumbu karang di DPL adalah cara yang tepat menyelamatkan lingkungan, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dengan adanya sikap mendukung atau pro terhadap pengelolaan terumbu karang di DPL, hal ini merupakan sumbangan langsung dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang tersebut. Partisipasi dalam hal ini adalah partisipasi dalam bentuk pikiran, dan tenaga yang diberikan oleh masyarakat untuk ikut mengelola DPL tersebut. Maka dengan meningkatnya tutupan karang hidup di DPL Desa Mo’awo selain faktor lingkungan perairan yang baik, dukungan dari masyarakat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pengeloaan terumbu karang di DPL. Dengan adanya dukungan dari masyakarat untuk melestarikan terumbu karang dan menghindari tekanan-tekanan dari manusia semakin berkurang. Kondisi perairan sesuai dengan hasil pengukuran kualitas perairan menunjukkan perairan tidak tercemar oleh sedimentasi, baik yang datang dari darat maupun yang datangnya dari laut itu sendiri. Kegiatan-kegiatan yang bersifat merusak terumbu karang berkurang, terlihat dari tutupan patahan karang (rubble)hasil penelitian CRITC-LIPI (2006) menurun pada penelitian tahun 2009. 95 Dari hasil penelitian di dua DPL di atas, pengelolaan terumbu karang yang lebih efektif dan sesuai dengan tujuan pengelolaan terumbu karang di DPL adalah pengelolaan terumbu karang di DPL Desa Mo’awo. Efektifnya pengelolaan terumbu karang di DPL Desa Mo’awo dapat dilihat dari hasil pengukuran indikator biofisik lebih baik dibandingkan dengan hasil pengukuran indikator biofisik di DPL Kelurahan Pasar Lahewa dan meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Tingkat sosial ekonomi masyarakat Desa Mo’awo seperti partisipasi, persepsi, pendapatan, sikap, pendidikan lebih baik dibandingkan dengan Kelurahan Pasar Lahewa. 6.3 Pembahasan Umum Efektivitas pengelolaan DPL adalah hal yang mutlak diperlukan untuk mengetahui apakah pengelolaan terumbu karang di DPL yang dilakukan telah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan sehingga dapat terlihat apakah tujuan dapat dicapai atau tidak. Oleh sebab itu penting, untuk menetapkan tujuan evaluasi efektivitas pengelolaan DPL sebagai alat untuk membantu pengelola dalam pekerjaannya, bukan sebagai sebuah cara memataimatai atau menghukum para pengelola yang kinerjanya kurang. Bagaimanapun juga, pemerintah dan masyarakat umum, punya hak untuk mengetahui pencapaian sasaran dan tujuan pengelolaan terumbu karang di dua DPL Kecamatan Lahewa. Menurut Hockings et.al., (2006) tujuan dari evaluasi efektivitas pengelolaan yaitu (1) untuk mempromosikan pengelolaan yang adaptif; (2) meningkatkan kualitas kegiatan; (3) sebagai akuntabilitas kepada pemerintah dan masyarakat umum. Ketiga tujuan ini selanjutnya akan diupayakan tercapai secara utuh melalui hasil evaluasi yang dilakukan dengan baik. Berdasarkan hasil evaluasi efektivitas pengelolaan DPL Kelurahan Pasar Lahewa dengan teknik Amoeba, tujuh indikator yang di evaluasi mengalami peningkatan, sedangkan salah satu indikator sosial ekonomi masyarakat yaitu indikator persepsi mengalami penurunan pada tahun 2009 dibandingkan dengan hasil penelitian pada tahun 2006. Menurunnya tingkat persepsi masyarakat Kelurahan Pasar Lahewa dalam pengelolaan DPL disebabkan karena kegiatan sosialisasi tentang fungsi dan manfaat terumbu karang di kawasan ini sudah mulai 96 berkurang. Hal ini dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu masyarakat Kelurahan Pasar Lahewa, yang mengatakan akhir-akhir ini sosialisasi tentang terumbu karang jarang dilakukan. Hasil evaluasi terhadap parameter biofisik dan sosial ekonomi masyarakat yang dilakukan dalam pengelolaan terumbu karang di DPL Desa Mo’awo semuanya mengalami peningkatan pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan hasil penelitian tahun 2006, dan jika dibandingkan dengan pengelolaan DPL Kelurahan Pasar Lahewa, maka pengelolaan DPL Mo’awo lebih efektif. Selain faktor lingkungan yang mendukung keberhasilan pengelolaan terumbu karang di DPL Desa Mo’awo sangat dipengaruhi oleh faktor kegiatan masyarakat disekitarnya. Karena mayoritas masyarakat Desa Mo’awo bermata pencaharian sebagai nelayan, yang selalu menggantungkan harapannya pada sumberdaya laut yang ada disekitarnya. Dengan tingkat pemahaman yang baik dari masyarakat Desa Mo’awo, kegiatan-kegiatan masyarakat yang bersifat merusak dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang secara pelan-pelan mulai menurun. Hal ini dapat kita lihat tingkat persepsi masyarakat yang semakin meningkat pada penelitian tahun 2009 sebesar 46%, sedangkan tingkat persepsi masyarakat berdasarkan hasil penelitian tahun 2006 hanya 15% saja yang mengatakan sangat memahami fungsi dan manfaat terumbu karang. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan terumbu karang di dua DPL Kecamatan Lahewa berdasarkan analisis komponen utama adalah indikator sosial ekonomi masyarakat yang terdiri dari partisipasi, persepsi, pendapatan, pendidikan, sikap. Di dasari dari analisis dalam penelitian ini maka jika dibandingkan dengan efektivitas pengelolaan DPL Kelurahan Pasar Lahewa, maka pengelolaan DPL Desa Mo’awo lebih efektif. Dengan demikian, pelibatan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan DPL merupakan langkah strategis dan tepat. Selain itu, dengan modal DPL berbasis masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat akan arti perlindungan sumber daya laut yang sangat berarti bagi kehidupan masyarakat saat ini dan generasi yang akan datang. Tanpa peran serta masyarakat dalam setiap kebijakan pemerintah, tujuan ditetapkannya kebijakan tersebut sulit dicapai. Oleh 97 sebab itu, untuk meningkatkan kondisi terumbu karang di dua DPL Kecamatan Lahewa, upaya menumbuhkembangkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan kebijakan tersebut harus selalu dilakukan. Melalui penelitian beberapa hal penting yang perlu dilakukan dan ditingkatkan, yaitu untuk penegakkan hukum, secara yuridis formal status peraturan-peraturan desa yang telah ditetapkan oleh desa-desa di Kecamatan Lahewa agar memiliki kekuatan hukum yang tetap. Kendala yang dihadapi pada saat ini adalah masih rendahnya pengetahuan para pihak di tingkat desa tentang kewenangan untuk bertindak dalam mengawal peraturan desa tersebut. Masih terpola sebuah pemikiran yang klasik bahwa penegakkan aturan akan efektif jika tindakan atas pelanggaran peraturan yang ditetapkan bersama oleh masyarakat di tingkat desa harus dilakukan oleh intitusi formal seperti polisi. Ditinjau dari segi pengawasan, cukup efektif sejak ditetapkannya DPL. Selain itu pengelolaan DPL dipengaruhi juga oleh masalah pendanaan. Dalam pengelolaan DPL, dana dibutuhkan untuk melaksanakan pertemuan-pertemuan penggantian tanda batas dan pelampung atau rambu-rambu DPL, biaya operasional pengawasan/patroli. Secara umum kondisi fisik seperti rambu-rambu DPL sudah tidak nampak, dan tidak terlihat lagi. Pelampung atau rambu-rambu DPL banyak yang sudah hilang sehingga tidak menunjukkan fungsi sebagai tanda batas DPL. Sebagai bahan perbandingan kepada kita, beberapa DPL yang telah berhasil di kelola di Indonesia, antara lain : 1. DPL yang terdapat di Desa Blongko Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan yang juga merupakan DPL pertama yang ada di Indonesia dengan luas DPL 10 ha. Hasil studi awal menunjukkan adanya peningkatan kelimpahan jumlah ikan setelah diberlakukannya daerah perlindungan laut ini selama satu tahun, dan juga peningkatan terhadap persentase tutupan karang hidup secara keseluruhan. Selain DPL di desa Blongko ada 3 DPL lain yang yaitu Desa Bentenan dan Desa Tumbak di Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa Selatan dan Desa Talise Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. DPL lain terdapat di Kecamatan Likupang Barat dan Kecamatan Likupang Timur yang berjumlah 21 DPL. 98 2. DPL di Sulawesi Utara saat ini telah terdapat 25 DPL yang dibentuk oleh masyarakat desa-desa pesisir yang terdapat di wilayah tanah Minahasa. 3. DPL Pulau Sebesi di Lampung Selatan salah satu DPL yang berhasil dikelola di bagian barat Indonesia. Akan tetapi, hasil jangka panjang akan lebih menunjukkan apakah daerah perlindungan ini dapat mendukung konservasi dari ekosistem yang ada, dan juga memuaskan kebutuhan pokok dari masyarakat lokal, atau tidak. Hal yang terpenting ialah bahwa masyarakat lokal memiliki akses dan kontribusi penuh di dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan dari daerah perlindungan laut ini. Dengan demikian mereka akan mengambil tanggung jawab di dalam menjaga sumberdaya alam yang mereka miliki dan menentukan masa depan mereka sendiri. DPL luar negeri yang telah berhasil dikelola dengan baik adalah sebagai berikut : 1. DPL De Hoop, Afrika Selatan dengan jenis habitat ekosistem terumbu karang, berhasil setelah 2 tahun dijadikan sebagai kawasan DPL. Keberhasilan ini menurut (Bennett dan Attwood, 1991) penangkapan setiap spesies meningkat sampai dengan 5 kali lipat untuk 6 dari 10 spesies komersial penting. 2. DPL Barbados dengan habitat ekosistem terumbu karang berhasil setelah 11 tahun dijadikan sebagai kawasan DPL. Keberhasilan kawasan ini menurut Rakitin dan Kramer, 1996, Chapman dan Kramer, 1999 adalah ikan berukuran besar dan mudah diperangkap, jumlah dua kali lipat lebih berlimpah di daerah perlindungan dan 18 dari 22 spesies ukurannya menjadi lebih besar. Demikian penelitian tentang efektivitas pengelolaan terumbu karang di dua DPL Kecamatan Lahewa, dengan harapan agar pengelolaan kedua DPL ini dapat lebih berhasil lagi dibandingkan dengan keberhasilan saat sekarang ini. Terumbu karang sehat ikan berlimpah, masyarakat sejahtera.