19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Tanaman Obat

advertisement
19
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanfaatan Tanaman Obat Tradisional
Tanaman obat tradisional telah lama menjadi sasaran pencarian obat baru.
Perkembangan penggunaan obat tradisional khususnya dari tumbuh-tumbuhan untuk
membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah cukup meluas. Salah satu
manfaat penggunaan obat dari tanaman-tanaman tersebut pada manusia adalah sebagai
antimikroba. Antimikroba merupakan substansi atau zat yang bisa membunuh atau
melemahkan mikroorganisme (bakteri, fungi, dan parasit). Antimikroba diperuntukkan
dalam penanganan penyakit, infeksi bakteri patogen disebut antibakteri, sedangkan oleh
fungi patogen disebut sebagai antifungi. Banyak penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri patogen dapat disembuhkan oleh beberapa obat antibakteri (Awoyinka 2007).
Indonesia merupakan negara tropis sehingga prevalensi penyakit infeksi yang
disebabkan oleh mikroba sampai saat ini masih tetap tinggi. Di sisi lain penggunaan
antimikroba secara berkelanjutan di Indonesia dapat menyebabkan kecenderungan
terjadinya resistensi mikroba terhadap antimikroba yang ada. Oleh karena itu penemuan
dan pengembangan antimikroba baru di Indonesia tetap merupakan salah satu sasaran
penting dalam penemuan obat baru. Meskipun riset atau upaya penemuan obat-obatan
antimikroba pada abad modern ini banyak difokuskan dalam bidang bioteknologi,
namun riset obat-obatan yang bersifat eksploratif menjadi alternatif yang patut
dilakukan. Selain pertimbangan ekonomis dan faktor keamanan yang relatif baik,
pemanfaatan obat-obatan yang berasal dari alam juga telah banyak terbukti dan teruji
(Saiful 2005).
Universitas Sumatera Utara
20
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada
penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek
samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Lusia 2006). Proses
pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana, diantaranya ada yang
diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam air, ada pula yang diambil
sarinya; cara pengobatan pada umumnya dilakukan peroral (diminum) (Pudjarwoto et
al. 1992).
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak dapat begitu saja
menghilangkan arti pengobatan tradisional. Apalagi keadaan perekonomian Indonesia
saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan modern menjadi mahal. Oleh karena itu
salah satu pengobatan alternatif yang dilakukan adalah meningkatkan penggunaan
tumbuhan berkhasiat obat di kalangan masyarakat. Oleh karena itu peranan obat
tradisional dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, perlu dilakukan
upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan
suatu tumbuhan obat (Yuharmen et al. 2002).
2.2 Deskripsi Alpukat (Persea americana Mill.)
Alpukat merupakan spesies yang sangat variabel dan taksonomi kurang dipahami. Telah
tumbuh sejak zaman kuno dan tampaknya pohon ini tumbuh sebelum tanaman lainnya
yang ada di Mesoamerika (Galindo et al. 2008).
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket
(Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak),
advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman
alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke
Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah
mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk
memperoleh varietas-varietas unggul untuk meningkatkan kesehatan dan gizi
masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi (Kalie 1997).
Universitas Sumatera Utara
21
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras,
yaitu:
1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan
ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang
berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil
dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek, kulitnya tipis dan
licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan
minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian
sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi sampai 4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar,
berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras, mudah rusak dan kasar
(berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah berbunga. Bijinya relatif
berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat.
Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis,
dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka terhadap suhu rendah,
daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras
yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai
pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga.
Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari
daging buahnya paling rendah (Kalie 1997).
Universitas Sumatera Utara
22
2.3 Manfaat Alpukat (Persea americana Mill.)
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan
buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dilakukan
masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai
masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik.
Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat
tradisional (obat batu ginjal, rematik) (Kalie 1997). Sebagian besar masyarakat
memanfaatkan buahnya saja sedangkan bagian lain seperti biji kurang dimanfaatkan.
Biji alpukat memiliki efek hipoglikemik dan dapat digunakan untuk pengobatan secara
tradisional dengan cara dikeringkan kemudian dihaluskan, dan air seduhannya dapat
diminum. Biji alpukat dipercaya dapat mengobati sakit gigi, maag kronis, hipertensi dan
diabetes melitus (Monica 2006).
Biji buah alpukat mengandung alkaloid, tanin, triterpen dan kuinon. Kandungan
kimia buah dan daun alpukat adalah saponin, alkaloid dan flavonoid. Buah juga
mengandung tanin sedangkan daun mengandung polifenol, kuersetin dan gula alkohol
persiit. Khasiat lain tumbuhan ini diantaranya untuk mengobati sariawan, sebagai
pelembab, kencing batu, darah tinggi, nyeri syaraf, nyeri lambung, saluran nafas
membengkak, menstruasi tidak teratur dan sakit gigi (Wijayakusuma 1998).
2.4 Senyawa Antimikroba
Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal
(membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal,
fungistatik atau menghambat germinasi spora bakteri. Kemampuan
suatu zat
antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu: (1) konsentrasi zat antimikroba, (2) suhu lingkungan, (3) waktu
penyimpanan, (4) sifat-sifat mikroba, meliputi jenis, jumlah, umur, dan keadaan
mikroba, (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan
jumlah senyawa di dalamnya (Frazier & Westhoff 1988).
Universitas Sumatera Utara
23
Kriteria ideal suatu antimikroba antara lain harus memiliki sifat-sifat sebagai
berikut : aman, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan flavor, citarasa dan aroma
makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena adanya komponen makanan,
tidak menyebabkan timbulnya galur resisten, sebaiknya bersifat membunuh daripada
hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Ray, 2001). Penghambatan aktivitas
antimikroba oleh komponen bioaktif tanaman dapat disebabakan oleh beberapa faktor,
antara lain : (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan
permeabilitas membran sel yang menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3)
menginaktifasi enzim metabolik, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material
genetik (Branen & Davidson 1993).
Senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman sebagian besar diketahui
merupakan metabolit sekunder tanaman, terutama dari golongan fenolat dan terpenoid
dalam minyak atsiri. Sebagian besar metabolit sekunder dibiosintesis dari banyak
metabolit primer seperti asam-asam amino, asetil ko- A, asam mevalonat, dan metbolit
antara. Selain itu, beberapa senyawa yang bersifat antimikroba alami berasal dari
tanaman di antaranya adalah fitoaleksin, asam organik, minyak esensial (atsiri), fenolik
dan beberapa kelompok pigmen tanaman atau senyawa sejenis (Nychas & Tassou
2000).
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak
mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat,
karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia
dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, dan flavonoida, dengan
diketahuinya golongan senyawa aktif yang dikandung simplisia maka akan
mempermudah pemisahan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM 2000).
Universitas Sumatera Utara
24
Berdasarkan atas sifatnya eksrak dikelompokkan sebagai berikut (Voigt 1995):
1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu
dan dapat dituang.
2. Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak
dapat dituang.
3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan
mudah digosokkan.
4. Ekstrak cair (Ectractum fluidum). Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang
dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian
(kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu :
1. Maserasi
Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil
penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan
simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni, 2006).
Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama dan seterusnya (Ditjen POM 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi berasal dari kata ”percolare” yang artinya penetesan (Voigt 1995). Perkolasi
adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak
langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi
terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini
penting terutama pada serbuk simplisia yang keras dan mengandung bahan yang mudah
mengembang. Bila serbuk simplisia tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka
cairan penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna (Ditjen POM
2000).
Universitas Sumatera Utara
25
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Ditjen POM 2000).
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Ditjen POM
2000).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-
50 oC (Ditjen POM 2000). Dengan cara ini perolehan bahan aktif agak lebih banyak
meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar bahan ekstraktif dalam skala
besar mengendap (Voigt 1995).
2.6 Candida albicans
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh
dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi
blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. C. albicans
dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada
pH antara 4,5-6,5. Pada manusia, C. albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses,
kulit dan di bawah kuku orang sehat. C. albicans juga dapat membentuk biofilm pada
permukaan peralatan medis yang dapat menjadi penyebab infeksi lokal dan sistemik
(Harriott & Noverr 2009).
Candida albicans lebih sering menyebabkan infeksi yang simptomatik. Pada
tubuh manusia Candida albicans dapat hidup sebagai saprofit di dalam alat pencernaan,
alat pernafasan atau dalam vagina orang sehat tanpa menyebabkan kelainan apapun
Universitas Sumatera Utara
26
tetapi pada keadaan tertentu Candida albicans dapat berubah menjadi patogen (Pelczar
& Chan 2008).
2.7 Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli secara normal berada di saluran pencernaan bagian bawah akan
dapat berubah menjadi patogen jika perkembangan kuman di dalam tubuh yang
melebihi batas normal, akibat perubahan makanan secara mendadak serta perubahan
lingkungan dari panas ke hujan atau sebaliknya. Dampak yang muncul pada penderita
ialah: menurunnya berat badan dan kondisi tubuh, pertumbuhan terhambat, dan jika
tidak segera ditangani dapat menimbulkan kematian (Besung 2010). Escherichia coli
dapat menyebar melalui debu yang terkontaminasi atau melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi dengan feses (Ginns et al. 2000). E. coli merupakan flora normal
yang terdapat dalam usus. Bakteri ini pada umumnya terdapat di dalam saluran
pencernaan dan tersebar pada semua individu. Bakteri dalam kelompok ini juga
mengakibatkan banyak infeksi pada saluran pencernaan makanan (enterik) manusia dan
hewan, juga penyebab penyakit pada beberapa tanaman. E. coli merupakan bakteri
Gram negatif, berbentuk basil anerobik (Pelczar & Chan 2008).
Escherichia coli merupakan bakteri fecal dari genus Escherichia, famili
Enterobacteriaceae. E. coli dalam jumlah yang banyak pada saluran pencernaan dapat
membahayakan kesehatan. Walaupun E. coli merupakan bagian dari mikroba normal
saluran pencernaan, tetapi galur-galur tertentu mampu menyebabkan gastroeritris
tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi pada manusia dan hewan. Pengujian
mikrobiologi menunjukkan hasil bahwa mikroorganisme tersebut merupakan indikator
adanya mikroorganisme patogen dan pencemaran pada suatu ekosistem yaitu dari
jumlah E. coli yang diperoleh (Pelczar & Chan 2008).
2.8 Staphylococcus aureus
Staphylococcus adalah sel-sel berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 μm dan
tersusun dalam kelompok-kelompok tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini mudah
Universitas Sumatera Utara
27
tumbuh pada berbagai perbenihan dan
mempunyai metabolisme aktif, meragikan
karohidrat serta membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua. S.
aureus merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri ini bersifat Gram positif,
berbentuk bulat yang biasanya tersusun menyerupai anggur, beberapa isolat memiliki
kapsul. Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan oleh spesies ini
(Noviana 2004).
S. aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan
mengalami berbagai tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam
beratnya mulai dari keracunan makan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang
megancam jiwa. S. aureus merupakan bakteri gram positif, yang terdapat pada kulit,
hidung, mulut, selaput lender, bisul dan luka yang menyebabkan pernanahan, abses dan
berbagai infeksi piogen. Pernanahan fokal (abses) adalah sifat khas infeksi
Staphylococcus. Dari setiap fokus, organisme menyebar melalui saluran getah bening
dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya. Pernanahan dalam vena, yang disertai
thrombosis, sering terjadi pada penyebaran tersebut. S. aureus dapat menyebabkan
pneumonia, meningitis, atau sepsis dengan parnanahan pada bagian tubuh mana pun
(Jawetz et al. 2001).
2.9 Salmonella thypii
Salmonella typhi adalah kuman penyebab demam tifoid. Penyakit ini sampai
saat ini masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negaranegara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Angka kesakitan pertahun
mencapai 157/100.000 populasi pada daerah semi rural dan 810/100.000 populasi di
daerah urban di Indonesia, dan dilaporkan adanya kecenderungan untuk meningkat
setiap tahun (Jawetz et al. 2001). Penyakit tipus merupakan salah satu penyakit yang
sering terjadi di masyarakat. Tipus atau demam tifoid merupakan penyakit menular dan
akut. Masa inkubasi tipus pada umumnya 10-14 hari. Gejala dini mencakup demam,
perut kembung, susah buang air besar, pusing, lesu, ruam, tidak bersemangat, tidak
nafsu makan, mual dan muntah (Pelczar & Chan 2008).
Universitas Sumatera Utara
Download