Templat tugas akhir S1

advertisement
KAJIAN PENGENDALIAN Tetranychus kanzawai DENGAN
BAKTERI KITINOLITIK ASAL KANTONG SEMAR
(Nepenthes spp.)
APRILIA SARASWATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengendalian
Tetranychus kanzawai dengan Bakteri Kitinolitik Asal Kantong Semar (Nepenthes
spp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Aprilia Saraswati
NIM A34120041
ABSTRAK
APRILIA SARASWATI. Kajian Pengendalian Tetranychus kanzawai dengan
Bakteri Kitinolitik Asal Kantong Semar (Nepenthes spp.). Dibimbing oleh
SUGENG SANTOSO dan GIYANTO.
Tetranychus kanzawai merupakan salah satu spesies tungau dalam famili
tetranychidae yang memiliki kisaran inang dan persebaran yang luas. Bakteri
kitinolitik merupakan salah satu alternatif mikroorganisme yang berpotensi
digunakan sebagai agens hayati karena kemampuannya menghasilkan enzim
kitinase. Isolat bakteri kitinolitik yang digunakan dalam penelitian ini diproleh
dari cairan tanaman kantong semar (Nepenthes spp.). Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari pengendalian T. kanzawai menggunakan bakteri kitinolitik
yang diisolasi dari kantong semar. Arena pengujian diisi dengan tungau dari
berbagai stadia. Pengujian dilakukan dengan menyemprotkan suspensi isolat
bakteri ke arena pengujian tungau. Mortalitas dihitung berdasarkan jumlah tungau
yang mati dan jumlah telur yang gagal menetas. Pengamatan pengaruh terhadap
morfologi dilakukan dengan mengamati perubahan terhadap permukaan tubuh
tungau. Pengaruh terhadap peluang hidup dan siklus hidup dilakukan dengan
mengamati individu yang terbentuk dari telur yang menetas. Mortalitas tertinggi
ditemukan pada stadia nimfa yang diaplikasi NB9. Pengaruh morfologi terlihat
paling jelas pada permukaan tubuh stadia imago yang diberi perlakuan dengan
isolat NB9. Aplikasi isolat bakteri menurunkan peluang hidup T. kanzawai pada
usia muda. Perlakuan bakteri tidak mempengaruhi biologi tungau.
Kata kunci: bakteri kitinolitik, biologi, morfologi, mortalitas, T. kanzawai.
ABSTRACT
APRILIA SARASWATI. Study of Tetranychus kanzawai Control Using
Chitinolytic Bacteria Isolated from Pitcher Plant (Nepenthes spp.). Supervised by
SUGENG SANTOSO and GIYANTO.
Tetranychus kanzawai is a mite species of tetranychidae which has a wide
host range and wide distribution. Chitinolytic bacteria is microorganisms that can
be used as biological agents because of its ability to produce chitinase.
Chitinolytic bacteria used in this research was isolated from pitcher plant
(Nepenthes spp.). The objective of this research is to study the control of T.
kanzawai using chitinolytic bacteria isolated from pitcher plant. Testing arena
were filled with mites of various stage. Mites were sprayed with bacterial isolates
suspension. Mortality was counted from the dead mites and the number of eggs
which did not hatch. Morphological effect was observed from the change in body
surface of mites. Survival rate and life cycle observations were made by observing
the individual formed from eggs that hatched. The highest mortality was found in
nymphal stage which sprayed by NB9 isolates. The influence on morphology was
seen most clearly on the body surface of adult stage which sprayed by NB9
isolates. Survival rate of T. kanzawai treated by bacterial isolates decreased. The
treatment did not affect the biology of mites.
Keywords: biology, chitinolytic bacteria, mortality, morphology, T. kanzawai
.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN PENGENDALIAN Tetranychus kanzawai DENGAN
BAKTERI KITINOLITIK ASAL KANTONG SEMAR
(Nepenthes spp.)
APRILIA SARASWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tugas akhir yang berjudul “Kajian Pengendalian
Tetranychus kanzawai dengan Bakteri Kitinolitik Asal Kantong Semar (Nepenthes
spp.)” ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan dari Februari sampai Juni
2016.
Terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Sugeng Santoso, MAgr. dan Dr. Ir. Giyanto, MSi. selaku pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama
menyelesaikan tugas akhir.
2. Dr. Ir. Supramana, MSi. selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberi
masukan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Yayi Munara Kusuma, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan saran dan dukungan selama menjalani masa perkuliahan.
4. Bapak Wawan Yuandi selaku laboran Laboratorium Bionomi dan Ekologi
Serangga atas arahan dan bantuan selama melaksanakan penelitian.
5. Bapak, ibu, adik, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan
dukungan dan semangat
6. Teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 49 dan rekan-rekan
lain yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan pendidikan
S1.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bogor, Desember 2016
Aprilia Saraswati
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Pemeliharaan T. kanzawai
Perbanyakan Isolat Bakteri
Persiapan Arena Pengujian
Pengaruh Bakteri terhadap T. kanzawai
Pengamatan Mortalitas
Pengamatan Morfologi
Pengamatan Sintasan
Pengamatan Biologi
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas T. kanzawai
Morfologi T. kanzawai
Sintasan T. kanzawai
Biologi T. kanzawai
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
6
6
8
10
11
14
14
14
15
DAFTAR TABEL
1
2
3
Mortalitas T. kanzawai yang diberi aplikasi isolat bakteri
kitinolitik pada 96 jam setelah perlakuan
Perkembangan pradewasa T. kanzawai yang diaplikasi isolat
bakteri kitinolitik
Sifat biologi T. kanzawai yang diaplikasi isolat bakteri kitinolitik
6
10
11
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Persiapan pengujian a. Arena pengujian tungau; b. Ukuran tubuh
imago T. kanzawai (perbesaran 2.5x)
Tingkat mortalitas selama masa pengamatan pada stadia telur (A),
nimfa (B), dan imago (C)
Perubahan morfologi stadia telur (perbesaran 4x) a. Telur normal; b.
Telur yang gagal menetas setelah diberi perlakuan bakteri
Perubahan morfologi imago (perbesaran 4x) a. Imago T. kanzawai
normal; b. Permukaan tubuh T. kanzawai yang diberi perlakuan
isolat NB9 mengelupas
Sintasan (lx) T. kanzawai pada beberapa perlakuan isolat bakteri
kitinolitik
4
7
9
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Pengaruh aplikasi bakteri kitinolitik terhadap morfologi T. kanzawai
Fase perkembangan stadia T. kanzawai
Sidik ragam mortalitas T. kanzawai
Tabel jumlah individu setiap stadia yang terbentuk pada pengamatan
biologi
19
20
21
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tungau merupakan salah satu jenis artropoda yang memiliki keragaman
yang tinggi. Pada tahun 1999 sebanyak 40 000 spesies tungau telah teridentifikasi
dan diperkirakan terdapat sekitar 500 ribu sampai 1 juta spesies tungau yang
belum teridentifikasi. Beberapa ahli taksonomi berpendapat bahwa ada lebih
banyak spesies tungau dibandingkan dengan serangga karena ukuran tungau yang
lebih kecil. Secara umum ukuran tungau berkisar antara 0.08-10 mm. Karena
ukurannya yang kecil, tungau dapat menempati ruang yang lebih kecil
dibandingkan serangga. Selain itu, tungau juga ditemukan mengkolonisasi semua
habitat yang juga dikolonisasi oleh serangga (Hoy 2011).
Salah satu famili tungau yaitu Tetranychidae atau yang lebih dikenal dengan
nama umum tungau laba-laba merupakan famili yang memiliki jumlah spesies
terbesar yang menjadi hama pada pertanian di dunia. Nama umum dari tungau ini
berasal dari kemampuan beberapa spesies untuk menghasilkan sutra yang
digunakan untuk membuat jaring-jaring di tempat berkembang biak dan makan
(NAPPO 2014). Spesies tungau pada famili ini ditemukan dapat menyerang
tanaman pangan, pohon, dan tanaman hias. Beberapa spesies tungau dalam famili
ini yang menjadi hama penting di beberapa lokasi dan berbagai tanaman antara
lain Tetranychus urticae, T. kanzawai, T. cinnabarinus, T. pacificus, Panonychus
citri, P. ulmi, Olygonychus coffeae, dan O. punicae (Hoy 2011).
T. kanzawai merupakan salah satu spesies tungau yang memiliki kisaran
inang dan persebaran yang luas. Spesies ini diketahui menjadi hama penting di
wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara terutama di China, Hong Kong, Taiwan,
Korea, Jepang, India, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina (Zhang 2003).
Sebanyak 186 spesies tanaman dari berbagai famili dapat menjadi inang dari T.
kanzawai (Migeon dan Dorkeld 2015). Di Indonesia spesies tungau ini menjadi
salah satu hama penting yang menyerang tanaman ubi kayu.
Pengendalian hayati merupakan upaya mengurangi populasi hama hingga
mencapai angka di bawah ambang ekonomi dengan memanfaatkan parasitoid,
predator, atau patogen (Alston 2011). Beberapa cara pengendalian hayati yang
sudah sering dicoba dikembangkan untuk mengendalikan tungau adalah dengan
memanfaatkan keberadaan predator. Predator yang diketahui mampu menekan
populasi dari T. kanzawai dapat berasal dari golongan tungau predator maupun
serangga predator. antara lain Phytoseiulus persimilis, Neoseiulus longispinosus,
dan Oligota flavicornis (Zhang 2003). Berdasarkan hasil penelitian Iswella (2015)
pada tanaman ubi kayu ditemukan keberadaan dari N. longispinosus yang
berasosiasi dengan T. kanzawai.
Selain pemanfaatan predator, salah satu upaya pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu dengan memanfaatkan patogen. Berdasarkan hasil penelitian
Zindel (2012) bakteri yang berasosiasi dengan tungau Rhizoglyphus robini
diketahui terlibat dalam proses degradasi kitin dari tungau tersebut. Salah satu
bakteri yang berasosiasi dengan tungau yang berhasil diidentifikasi adalah
Serratia marcescens yang diketahui sebagai salah satu bakteri pendegradasi kitin.
Bakteri pendegradasi kitin tersebut mampu menghasilkan enzim kitanse yang
mengkatalisis degradasi kitin (Herdyastuti et al. 2009). Mikroorganisme
2
kitinolitik dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah
atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam, limbah udang, dan lingkungan
termofilik seperti sumber air panas dan daerah geotermal.
Kantong semar (Nepenthes spp.) merupakan tumbuhan khas daerah tropika
dan tanaman langka di Indonesia. Kantong semar dikelompokkan ke dalam
tanaman karnivora karena memangsa serangga yang masuk ke dalam organ
berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Di dalam kantong tersebut
terdapat cairan yang berfungsi seperti cairan lambung manusia. Cairan tersebut
bersifat asam dengan pH 2.8 – 4.9 yang memungkinkan tubuh serangga rusak
untuk dapat diambil zat gizinya. Proses perusakan tubuh serangga dilakukan oleh
berbagai enzim-protein yang mengkatalis reaksi kimia seperti enzim kitinase yang
dapat mengurai cangkang serangga (Witarto 2006). Berdasarkan hasil penelitian
Yogiara (2004), di dalam cairan kantong semar diperoleh beberapa jenis bakteri
yang berperan dalam membantu proses degradasi molekul-molekul besar seperti
protein dan kitin. Isolat bakteri kitinolitik yang diperoleh dari salah satu spesies
kantong semar diketahui mampu menyebabkan larva nyamuk Aedes aegypti instar
tiga mengalami mortalitas sebesar 100% (Fitriani 2016).
Keberadaan isolat bakteri kitinolitik di dalam cairan kantong semar dan
potensinya sebagai salah satu alternatif pengendalian T. kanzawai dan spesies
tungau lain perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini berkaitan erat dengan adanya kitin
yang merupakan komponen struktural penyusun eksoskeleton dari artropoda
(Raven dan Johnson 2016).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengendalian T. kanzawai
menggunakan bakteri kitinolitik yang diisolasi dari kantong semar.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi baru mengenai cara pengendalian T.
kanzawai dengan memanfaatkan mikroorganisme kitinolitik sebagai agens hayati.
3
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juni 2016. Perbanyakan
isolat bakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, perbanyakan T.
kanzawai dan pengujian dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi
Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor (IPB).
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain botol parfum kecil
berukuran 20 ml yang telah disterilkan, cawan petri, spons, kapas, dan kuas.
Bahan yang digunakan antara lain tanaman singkong, tungau merah Tetranychus
kanzawai berbagai stadia (telur, larva, nimfa, dan imago), empat isolat bakteri
kitinolitik (NB1, NB9, NM2, dan NRA15), dan media Nutrient Broth (NB) steril.
Metode Penelitian
Pemeliharaan T. kanzawai
T. kanzawai yang diperoleh dari lapang dipelihara pada tanaman ubi kayu
yang ditanaman di sekitar laboratorium dengan menggunakan media air. Tanaman
ubi kayu yang sudah berumur 2 – 3 MST kemudian diinfestasi T. kanzawai.
Sebanyak 5 – 10 ekor imago betina T. kanzawai diletakkan di permukaan bawah
daun tanaman ubi kayu dengan menggunakan kuas. Daun yang dipilih yaitu daun
yang ada di bagian tengah. Tungau dibiarkan berkembang pada tanaman ubi kayu
dan tanaman ubi kayu diganti secara berkala untuk mempertahankan keberadaan
tungau.
Perbanyakan Isolat Bakteri
Empat isolat bakteri yang akan digunakan yaitu NB1, NB9, NM2, dan
NRA15 yang diisolasi dari cairan tanaman Nepenthes spp. (Fitriani 2016). Setiap
isolat masing-masing diambil sebanyak satu lup dari media NA dan dimasukkan
ke dalam botol yang berisikan 15 ml media NB yang telah dibagi ke dalam empat
botol berbeda. Botol-botol tersebut kemudian ditutup rapat menggunakan
alumunium foil dan disentrifugasi pada kecepatan 100 rpm selama 24 jam.
Kemudian alumunium foil diganti dengan tutup asli botol yang memiliki lubang
semprot sebelum digunakan untuk pengujian.
Persiapan Arena Pengujian
Arena pengujian dibuat pada media cawan petri dengan menggunakan
potongan daun ubi kayu berukuran 1x1 cm. Cawan petri diisi dengan spons yang
berukuran sama dengan diameter cawan petri kemudian diberi air. Di atas
permukaan spons kemudian diberi satu lembar kapas dan di atas kapas tersebut
diletakkan lima buah potongan daun ubi kayu dengan posisi yang tidak saling
berdekatan. Di atas masing-masing daun kemudian diletakkan satu ekor tungau
yang akan diuji. Tungau yang akan digunakan untuk pengujian diambil dari
tanaman peliharaan dan dipindahkan dengan menggunakan kuas.
4
1.8 mm
a
Gambar 1
b
Persiapan Pengujian a. Arena pengujian
tungau; b. Ukuran tubuh imago T. kanzawai
(perbesaran 2.5x)
Pengaruh Bakteri terhadap T. kanzawai
Pengamatan Mortalitas. Setiap daun pada arena pengujian diletakkan
masing-masing satu butir telur, satu ekor larva, nimfa, atau imago betina dari T.
kanzawai. Setiap cawan petri hanya digunakan untuk menguji satu stadia yang
sama dari T. kanzawai. Larva, nimfa, dan imago masing-masing dipindahkan dari
tanaman peliharaan dengan menggunkan kuas. Telur dari T. kanzawai diperoleh
dengan meletakkan satu ekor imago betina yang diambil dari tanaman peliharaan
dan dibiarkan selama enam jam untuk bertelur. Imago T. kanzawai kemudian
diambil dan pada masing-masing daun disisakan satu butir telur.
Setiap cawan petri kemudian diberi perlakuan bakteri dengan cara disemprot.
Satu cawan petri terdiri dari lima individu tungau dan dihitung sebagai satu
ulangan. Setiap perlakuan bakteri diulang sebanyak lima kali. Setiap isolat bakteri
disemprotkan sebanyak 2-5 kali sampai permukaan daun menjadi basah. T.
kanzawai yang telah diberi perlakuan kemudian diamati setiap enam jam dengan
lama waktu pengamatan yaitu 96 jam. Mortalitas dihitung berdasarkan jumlah
individu yang mati pada masing-masing stadia dan jumlah telur yang gagal
menetas.
Pengamatan Morfologi. Pengaruh isolat bakteri terhadap morfologi dari T.
kanzawai diamati berdasarkan perubahan yang terjadi terhadap permukaan tubuh
dari stadia larva, nimfa, dan imago. Pengaruh terhadap stadia telur diamati
berdasarkan perubahan yang terjadi terhadap warna dan bentuk telur.
Pengamatan Sintasan. Sintasan dari T. kanzawai diamati berdasarkan
jumlah individu yang bertahan dan mampu berkembang dari telur menetas hingga
mati. Proporsi individu yang mampu bertahan hidup setelah diberi perlakuan
disajikan dalam bentuk kurva dengan menggunakan rumus (Donovan dan Welden
2002) :
Sx
lx =
S0
lx = proporsi individu yang hidup pada umur x
Sx = populasi yang hidup pada umur x
S0 = populasi awal pengamatan
5
Pengamatan Biologi. Pengamatan biologi dilakukan terhadap telur dari T.
kanzawai yang berhasil menetas dan bertahan sampai menjadi imago setelah
diberi perlakuan bakteri. Pengamatan dilakukan setiap enam jam sekali. Lama
waktu perkembangan pada setiap stadia yang berhasil dilewati dicatat.
Daun yang mulai layu diganti dengan daun baru secara berkala. Suhu dan
kelembaban di dalam laboratorium dicatat pada setiap waktu pengamatan selama
pengujian berlangsung.
Analisis Data
Data hasil pengamatan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2013.
Analisis sidik ragam dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20.
Perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas T. kanzawai
Mortalitas dari berbagai stadia T. kanzawai yang diaplikasi oleh isolat
bakteri terlihat pada data yang disajikan pada tabel 1. Berdasarkan data yang
diperoleh isolat bakteri NB9 yang diaplikasikan pada stadia nimfa memiliki nilai
mortalitas tertinggi dibandingkan dengan isolat yang sama yang diaplikasikan
pada stadia berbeda dan isolat lain yang diaplikasikan terhadap stadia yang sama
maupun stadia yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Fitriani (2016),
keempat isolat yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan indeks
kitinolitik secara berurutan dari yang paling besar ke yang paling kecil yaitu NB1,
NB9, NM2, dan NRA15 masing-masing sebesar 3.00, 2.80, 2.71, dan 2.42 saat
dilakukan uji aktivitas kitinase pada media koloidal kitin.
Tabel 1 Mortalitas T. kanzawai yang diberi aplikasi isolat bakteri kitinolitik pada
96 jam setelah perlakuan
Fase
Perlakuan
Mortalitas (%)a
Perkembangan
Kontrol
0 a
NB1
16 abcd
Telur
NB9
8 abc
NM2
16 abcd
NRA15
28 bcd
Kontrol
0 a
NB1
0 a
Larva
NB9
0 a
NM2
0 a
NRA15
0 a
Kontrol
0 a
NB1
80 fg
Nimfa
NB9
100 g
NM2
68 ef
NRA15
40 de
Kontrol
4 ab
NB1
32 cd
Imago
NB9
60 ef
NM2
36 de
NRA15
36 de
a
Rataan pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda
Duncan pada α = 0.05)
Tingkat mortalitas dari masing-masing stadia dapat diamati pada grafik
yang disajikan pada gambar 1. Stadia telur, nimfa, dan imago terlihat bahwa
adanya peningkatan mortalitas seiring berjalannya waktu pengamatan. Namun
tingkat mortalitas untuk stadia larva tidak dapat disajikan Hasil pengujian
menunjukkan stadia larva tidak mengalami pengaruh dari aplikasi isolat bakteri
7
kitinolitik karena selama masa pengamatan semua larva yang digunakan dalam
pengujian berhasil berkembang memasuki fase nimfa. Larva berumur sekitar satu
hari saat aplikasi dilakukan dan diperkirakan larva sudah mulai memasuki fase
untuk berganti kulit. Lama masa perkembangan stadia larva untuk menjadi nimfa
umunya memerlukan waktu selama 2.03-2.38 hari untuk menjadi nimfa (Astuti
2014).
Mortalitas (%)
40
A
30
Kontrol
NB1
20
NB9
NM2
10
NRA15
0
0
24
48
72
96
Mortalitas (%)
100
80
B
Kontrol
60
NB1
NB9
40
NM2
20
NRA15
0
Mortalitas (%)
0
70
60
50
40
30
20
10
0
24
48
72
96
C
Kontrol
NB1
NB9
NM2
NRA15
0
24
48
72
Jam setelah perlakuan
96
Gambar 2 Tingkat mortalitas selama masa pengamatan pada stadia
telur (A), nimfa (B), dan imago (C)
Perlakuan isolat bakteri kitinolitik pada stadia telur menyebabkan telur tidak
dapat menetas. Stadia telur yang berinteraksi dengan isolat bakteri baru dapat
8
diamati tingkat mortalitasnya setelah 96 jam karena secara umum telur T.
kanzawai memerlukan waktu sekitar 3.48 hari untuk menetas (Hermawan dan
Santoso 2014). Mortalitas nimfa ditentukan dengan melihat jumlah nimfa yang
tidak berkembang menjadi imago. Waktu yang dibutuhkan nimfa untuk menjadi
imago yaitu selama 3.3 hari saat dipelihara pada tanaman mawar (Ayudya 2012).
Stadia imago mulai menunjukkan adanya mortalitas sejak 24 jam setelah
perlakuan dan mengalami peningkatan selama masa pengamatan. Aplikasi 100%
kultur bakteri kitinolitik dapat menyebabkan mortalitas sebesar 100% terhadap
imago dari Oligonychus coffeae (Roobakkumar et al. 2011).
Tingginya mortalitas T. kanzawai pada stadia nimfa dapat dipengaruhi oleh
perkembangan tungau pada stadia tersebut. Nimfa tungau memiliki dua tahap
perkembangan yaitu protonimfa dan deutonimfa. Perubahan fase larva menjadi
protonimfa, protonimfa menjadi deutonimfa, dan deutonimfa menjadi imago
ditandai dengan adanya proses pergantian kulit (Hoy 2011). Pergantian kulit atau
ekdisis merupakan proses pelepasan lapisan luar kutikula dengan membentuk
lapisan baru di bawah lapisan eksoskeleton lama. Eksoskeleton yang baru
terbentuk umumnya masih dalam kondisi lunak dan menyebabkan artropoda
secara umum dalam kondisi paling rentan. Dalam kondisi seperti ini artropoda
umumnya bersembunyi di balik bebatuan, daun, atau ranting (Raven dan Johnson
2016). Proses pergantian kulit memerlukan waktu yang tepat dan keseimbangan
dari struktur kimia yang menunjang jalannya proses tersebut.
Enzim kitinase yang dihasilkan oleh keempat isolat bakteri yang digunakan
dalam percobaan bekerja dengan cara mengkatalisis pemecahan senyawa polimer
kitin. Berdasarkan cara kerjanya, kitinase dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori utama yaitu endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase mendegradasi
kitin secara acak dari dalam menghasilkan oligomer pendek N - asetil - D glukosamin. Eksokitinase memotong kitin hanya dari ujung non reduksi. Kitinase
dikelompokkan menjadi tiga famili hidrolase glycosyl (GH) yaitu famili 18, 19
dan 20. Famili 18 meliputi kitinase dari bakteri, jamur, virus, dan beberapa
kitinase dari tanaman dan hewan. Famili 19 meliputi keseluruhan kitinase
tanaman dan famili 20 meliputi β-N-acetylhexosaminidases dari bakteri
Streptomycetes dan manusia (Haliza dan Suhartono 2012).
Morfologi T. kanzawai
Struktur morfologi dari T. kanzawai mengalami beberapa perubahan yang
diakibatkan oleh adanya kontak antara isolat bakteri dengan permukaan tubuh
tungau. Perubahan morfologi terutama terlihat pada stadia telur dan imago. Telur
T. kanzawai yang gagal menetas berwarna kuning keruh seperti terlihat pada
Gambar 2b. Telur T. kanzawai yang baru diletakkan berwarna kuning bening dan
berubah menjadi kuning tua. Telur berbentuk bulat dan diletakkan oleh imago
betina di permukaan bawah daun di sekitar tulang daun dan berukuran 0.05 cm.
Menjelang penetasan ada bintik merah pada telur (Deciyanto et al. 1991).
Permukaan kulit imago betina yang berinteraksi dengan isolat bakteri NB9
mengalami perubahan. Permukaan kulit terlihat mengelupas dan menyebabkan
bagian dalam dari tubuh tungau terlihat (Gambar 3b). Eksoskeleton tungau yang
mempunyai kemiripan dengan eksoskeleton serangga disekresi pada bagian
epidermis (Krants dan Walter 2009). Eksoskeleton tersusun atas kitin yang
merupakan struktur nitrogen yang mengandung karbohidrat dan berasosiasi
9
dengan protein. Eksoskeleton terdiri atas dua bagian yaitu lapisan tipis epikutikula
yang mengandung lapisan lilin dan tahan terhadap air dan lapisan endokutikula
yang tebal (Culin 2016).
a
b
Gambar 3 Perubahan morfologi stadia telur (perbesaran 4x)
a. Telur normal; b. Telur yang gagal menetas
setelah diberi perlakuan bakteri
a
b
Gambar 4 Perubahan morfologi imago (perbesaran 4x) a.
Imago T. kanzawai normal; b. Permukaan
tubuh T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat
NB9 mengelupas
Kitin dalam eksoskeleton dapat dipecah oleh enzim kitinase yang terdapat
dalam isolat bakteri yang digunakan dalam percobaan. Kitinase bekerja dengan
cara menghidrolase senyawa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau
monomer N-asetil glukosamin dengan menghidrolisis kitin secara acak pada
ikatan glikosidik (Pratiwi et al. 2015). Roobakkumar et al. (2011) menyatakan
bahwa aktivitas enzim kitinase Pseudomonas flourescens menyebabkan
penurunan gerakan dan kemampuan makan dari Olygonychus coffeae. Aplikasi
dari bakteri ini juga menyebabkan cairan dalam tubuh tungau mengalir keluar.
Morfologi dari nimfa T. kanzawai yang diberi perlakuan tidak mengalami
perubahan yang mencolok saat masih hidup. Nimfa T. kanzawai umumnya
berwarna hijau kekuningan dan pada bagian tubuhnya terdapat bercak berwarna
10
hitam (Astuti 2014). Namun saat mati kondisi tubuh menjadi menghitam dan
terdapat nimfa yang mati dalam kondisi pergantian kulit yang dibuktikan dengan
adanya lapisan putih yang melingkupi tubuh nimfa (lampiran 1). Lapisan putih
tersebut merupakan kutikula yang berubah warna menjadi keputih-putihan saat
menjelang pergantian kulit. Dalam kondisi normal, nimfa yang memasuki masa
ganti kulit akan membebaskan diri dari eksuvia (Puspitarini 2005).
Sintasan T. kanzawai
Sintasan menunjukkan tingkat keberhasilan hidup dari suatu populasi dalam
bentuk persen (Rachman 2011). Sintasan dari T. kanzawai yang diberi perlakuan
isolat bakteri kitinolitik ditunjukkan pada Gambar 4. Kurva sintasan dari T.
kanzawai menunjukkan bahwa perlakuan isolat bakteri kitinolitik memberikan
pengaruh terhadap proporsi individu yang bertahan hidup. Mortalitas dari T.
kanzawai yang diberi perlakuan mulai terlihat sejak memasuki hari keempat
sedangkan pada kontrol, mortalitas mulai terlihat setelah melewati hari kedelapan
pengamatan. Penurunan sintasan terus terjadi sampai individu terakhir dari
masing-masing perlakuan mati dengan waktu terlama mencapai 24 hari.
Proporsi Individu Hidup (lx)
1
Kontrol
0,8
NB1
NB9
0,6
NM2
NRA15
0,4
0,2
0
0
2
4
6
8
10 12 14
Umur (hari)
16
18
20
22
24
Gambar 5 Sintasan (lx) T. kanzawai pada beberapa perlakuan isolat
bakteri kitinolitik
Kurva sintasan perlakuan kontrol dapat digolongkan dalam kurva sintasan
tipe I. Kurva sintasan tipe I menunjukkan suatu organisme memliki peluang hidup
yang tinggi untuk hidup sampai umur tua. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
populasi dari T. kanzawai sampai umur 14 hari dan selanjutnya terjadi penurunan
populasi yang cukup drastis. Kurva sintasan untuk T. kanzawai yang diberi
perlakuan isolat bakteri kitinolitik dapat digolongkan dalam kurva sintasan tipe III.
Kurva sintasan tipe III menunjukkan nilai peluang hidup yang rendah dari suatu
organisme pada usia muda dan hanya terdapat beberapa individu yang dapat
bertahan sampai usia tua (Donovan dan Welden 2002). Hal ini ditunjukkan
dengan penurunan jumlah individu yang cukup drastis pada hari ke-8 pengamatan
dan hanya sedikit individu yang mampu bertahan sampai memasuki umur lebih
dari 18 hari.
11
Biologi T. kanzawai
Berdasarkan peluang dari T. kanzawai untuk bertahan hidup maka diperoleh
jumlah individu yang mampu berkembang sampai menjadi imago seperti tersaji
pada lampiran 4. Individu yang mampu bertahan sampai menjadi imago berarti
mampu menyelesaikan siklus hidupnya. Penghitungan siklus hidup dari T.
kanzawai pada penelitian ini diperoleh dari rata-rata waktu perkembangan
masing-masing stadia dari seluruh individu yang berhasil menjadi imago pada
setiap perlakuan.
Selama menyelesaikan siklus hidupnya, T. kanzawai melalui beberapa masa
perkembangan antara lain telur, larva, nimfa, dan imago. Stadia nimfa dari T.
kanzawai terdiri dari dua bagian yaitu protonimfa dan deutonimfa. Pergantian fase
pada tahap perkembangan pradewasa diikuti dengan fase istirahat yang disebut
krisalis. Fase istirahat bertujuan untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang
tidak baik (Kalshoven 1981). Fase istirahat dari larva menjadi protonimfa disebut
dengan protokrisalis, fase istirahat dari protonimfa menjadi deutonimfa disebut
dengan deutokrisalis, dan fase istirahat dari deutonimfa menjadi imago disebut
teliokrisalis. Selama dalam fase istirahat tungau menempel pada permukaan daun
atau jaring-jaring yang telah dibentuk. Posisi dua pasang tungkai depan tungau
saling melekat satu sama lain ke arah anterior dan dua pasang tungkai belakang
saling melekat ke arah posterior. Pada fase ini kutikula baru akan dibentuk
sebelum eksuvia dilepaskan (Jeppson et al. 1975).
Fase larva dari tungau ditandai dengan jumlah tungkai sebanyak tiga pasang.
Larva T. kanzawai berwarna kuning dan dapat berubah menjadi kehijauan karena
larva telah mampu menghisap cairan tanaman. Larva T. kanzawai umumnya
berukuran 0.2 mm. Nimfa ditandai dengan adanya empat pasang tungkai setelah
larva melewati masa protokrisalis. Ukuran nimfa dapata mencapai 0.35 cm (Astuti
2014). Imago berwarna merah atau merah kekuningan tergantung pada tanaman
inang. Tungkai imago berwarna kekuning-kuningan dan terdiri dari empat pasang
(Zhang 2003). Imago betina memiliki ukuran dua sampai tiga kali lebih besar
dibandingkan imago jantan. Perbedaan lain dari imago jantan dan imago betina
dapat dilihat pada bagian ujung abdomen. Ujung abdomen imago betina berbentuk
bulat sedangkan ujung abdomen imago jantan berbentuk agak kerucut (lampiran
2).
Lama perkembangan pradewasa dari T. kanzawai yang diberi perlakuan
isolat bakteri dan kontrol berada dalam rentang waktu 10.34 – 12.54 hari (Tabel 2).
Perkembangan pradewasa dari T. kanzawai yang diberi perlakuan NB9 dan NM2,
tidak menunjukkan perbedaan yang jauh saat dibandingkan dengan kontrol.
Sedangkan pada perlakuan NB1 dan NRA15 pengaruh perkembangan pradewasa
tidak dapat dibandingkan dengan jelas karena hanya terdapat satu individu pada
masing-masing perlakuan yang menjadi imago.
Berdasarkan hasil penelitian Gultom (2010) T. kanzawai yang dipelihara
pada tanaman jarak pagar memiliki total lama perkembangan 10.12 hari pada
kultivar IP1 dan 10.05 hari pada kultivar IP2. Masa pradewasa tungau merah yang
dipelihara pada jeruk lemon 9.33 hari dan jeruk manis 10.17 hari (Puspitarini
2005).
Lama hidup imago betina pada perlakuan NB9, NM2, dan kontrol lebih
lama dibandingkan dengan imago jantan (Tabel 3). Menurut Zhang (2003) lama
hidup imago betina dapat mencapai umur 20 – 33 hari dan lama hidup imago
12
jantan dapat mencapai 19 – 35 hari pada suhu 15 – 30 oC. Suhu harian rata-rata di
dalam laboratorium selama pengamatan yaitu 27.4 oC dan kelembaban rata-rata
yaitu 66.4%.
Tabel 2 Perkembangan pradewasa T. kanzawai yang
kitinolitik
Lama Stadium (hari)a
Perlakuan
Telur
Larva
Kontrol
3.76
2.74
NB1
3.79
3
NB9
3.47
2.25
NM2
3.57
2.44
NRA15
3.86
3
a
diaplikasi isolat bakteri
Nimfa
4
5.75
4.62
4.58
4.25
Total
10.50
12.54
10.34
10.59
11.11
Lama stadia dihitung dari rata-rata masa perkembangan individu yang berhasil menjadi imago
Tabel 3 Sifat biologi T. kanzawai yang diaplikasi isolat bakteri kitinolitik
Perlakuan
Parameter Biologi
Kontrol
NB1
NB9
NM2
NRA15
Praoviposisi (hari)
0.86
0.69
0.88
1.00
Oviposisi (hari)
4.50
4.62
4.50
3.50
Pascaoviposisi (hari)
3.50
4.45
4.50
1.00
Keperidian (butir/betina)
35.00
22.00
21.67
15.00
Lama hidup imago (hari)
Jantan
5.00
7.00
8.00
7.50
Betina
8.88
9.76
9.88
5.50
Ket : - (tidak ada data yang dapat dimasukkan karena tidak ada individu yang dapat dijadikan
parameter untuk diamati)
Masa hidup imago betina T. kanzawai terdiri atas tiga periode yaitu
praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi. Masa paroviposisi dari tungau betina
pada masing-masing perlakuan memerlukan waktu kurang dari satu hari. Menurut
hasil penelitian Hermawan dan Santoso (2014) periode praoviposisi imago betina
tungau merah pada tanaman pepaya di Bogor sebelum meletakkan telur yaitu
selama 0.96 hari. Perilaku betina pada periode praoviposisi adalah tidak terlalu
aktif bergerak dan hanya menunggu saat oviposisi sambil mencari tempat yang
paling aman untuk meletakkan telur (Gultom 2010).
Masa oviposisi imago betina berlangsung paling singkat selama 3.50 hari
pada perlakuan NRA15 dan paling lama selama 4.62 hari pada perlakuan NB9.
Zhang (2003) menyatakan bahwa periode oviposisi imago betina tungau merah
dapat berlangsung selama 10 hari. Pada periode ini imago betina aktif meletakkan
telur. Semakin lama masa oviposisi dari imago betina maka tingkat keperidian
juga akan semakin tinggi. Keperidian dari imago betina pada perlakuan bakteri
terlihat lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang mencapai 35.00
butir/betina. Menurut Zhang (2003) keperidian imago betina T. kanzawai pada
suhu 15 oC sebanyak 28 butir/betina dan pada suhu 30 oC sebanyak 76 butir/betina.
Setelah melewati periode oviposisi, imago betina kemudian memasuki periode
pascaoviposisi. Betina yang memasuki periode ini cenderung diam, tidak aktif
bergerak, kemudian mati (Astuti 2014).
13
Imago jantan yang dapat terbentuk pada setiap pelakuan kecuali NRA15
jumlahnya masing-masing dua ekor pada kontrol dan masing-masing satu ekor
pada NB1, NB9, dan NM2. Rendahnya jumlah imago jantan yang terbentuk
menyebabkan imago betina meletakkan telur tanpa dibuahi oleh jantan. Hal ini
menunjukkan bahwa reproduksi tungau merah bersifat partenogenesis. Helle dan
Pijnaker (1985 dalam Gultom 2010) menyatakan bahwa partenogenesis adalah
reproduksi tungau secara umum dan ditemukan di tiap-tiap ordo acarina.
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Aplikasi empat isolat bakteri kitinolitik menyebabkan mortalitas terhadap T.
kanzawai. Isolat NB9 yang diaplikasikan terhadap nimfa menunjukkan nilai
mortalitas tertinggi. Pengaruh terhadap morfologi terlihat paling jelas pada
permukaan tubuh imago yang diberi perlakuan NB9 yaitu dengan adanya bagian
terkelupas pada permukaan tubuh. Perlakuan empat isolat bakteri kitinolitik
menurunkan peluang hidup dari T. kanzawai pada umur muda. Siklus hidup dan
biologi T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat bakteri tidak memiliki perbedaan
yang jauh dibandingkan dengan kontrol.
Saran
Perlu dilakukan percobaan aplikasi isolat bakteri kitinolitik terhadap
artropoda lain, mencari tahu formulasi efektif untuk aplikasi, dan perlu dilakukan
pengujian langsung pada tanaman yang terinfestasi T. kanzawai.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alston DG. 2011. General concept of biological control [diunduh 2016 Aug 30].
Tersedia pada : http://utahpests.usu.edu.
Astuti W. 2014. Ketahanan empat kultivar ubi kayu terhadap Tetranychus
kanzawai Kishida (Acari:Tetranychidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Ayudya MA. 2012. Biologi Tetranychus urticae pada tanaman mawar [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Culin J. 2016. Arachnid, arthropod [diunduh 2016 Aug 10]. Tersedia pada :
https://www.britannica.com/animal/arachnid/External-features.
Deciyanto S, Trisawa IM, Adriani RR. 1991. Studi beberapa inang hama tungau
(Tetranichus sp) asal tanaman Mentha sp. J Penelit Tan Indust. 17(2):48-55.
Donovan TM, Welden C. 2002. Exercise 12: Life tables, survivorship curves, and
population growth [internet] [diunduh 2016 Aug 7]. Tersedia pada :
http://www.uvm.edu/rsenr/vtcfwru/spreadsheets/?Page=ecologyevolution/E
E12.htm.
Fitriani D. 2016. Isolasi, seleksi, dan identifikasi bakteri kitinolitik pada cairan
tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) sebagai agens biokontrol [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gultom NM. 2010. Biologi dan kelimpahan populasi tungau merah Tetranychus
kanzawai (Acari:Tetranychidae) pada dua kultivar jarak pagar (Jatropha
curcas) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haliza W, Suhartono MT. 2012. Karakteristik kitinase dari mikrobia. Bul Teknol
Pascapan Pertan. 8(1):1-14.
Herdyastuti N. Raharjo TJ. Mudasir. Matsjeh S. 2009. Kitinase dan
mikroorganisme kitinolitik: isolasi, karakterisasi, dan manfaatnya. Indones J
Chem. 9(1):37-47.
Hermawan RF, Santoso S. 2014. Kelimpahan dan biologi tungau merah
Tetranyhus sp. (Acari:Tetranychidae) pada tanaman pepaya di Bogor. Di
dalam: Dadang, Laba IW, Karnidan A, Sutopo D, Noerdjito WA, Harahap
IS, Winasa IW, Hadi UK, Rizal M, Kuswanudin D, Sutrisno H, Samudra IM,
Siswanto, editor. Kongres VIII dan Seminar Nasional Perhimpunan
Entomologi Indonesia, Peran dan Tantangan Entomologi di Era Global;
2012 Jan 24-25; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi
Indonesia. hlm 165-179.
Hoy MA. 2011. Agricultural Acarology Introduction to Integrated Mite
Management. Boca Raton (US): CRC Press.
Iswella E. 2015. Pemanfaatan tungau predator eksotis dan potensi tungau predator
lokal sebagai agens pengendalian hayati tungau hama pada tanaman stroberi
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jeppson LR, Keifer HH, Barker EW. 1975. Mites Injurious to Economics Plants.
California (US): University of California Press.
Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. van der Laan PA,
penerjemah. Jakarta (ID): PT Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgawessen in Indonesie.
16
Khoiri, MR. 2005. Tetranychus kanzawai (Acari: Tetranychidae) biologi dan
populasinya pada ubi kayu di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Krantz GW, Walter DE. 2009. A Manual of Acarology 3rd ed. Lubbock (US):
Texas Tech University Press.
Migeon A. Dorkeld F. 2015. Spider mites web:Tetranychus kanzawai Kishida,
1927
[internet]
[diunduh
2016
Jul
28].
Tersedia
pada:
https://www1.montpellier.inra.fr/CBGP/spmweb/notespecies.php?id=1023.
[NAPPO] North American Plant Protection Organization. 2014. Morphological
Identification of Spider Mites (Tetranychidae) Affecting Imported Fruits.
Ontario (CA): North American Plant Protection Organization.
Pratiwi RS, Susanto TE, Wardani YAK, Sutrisno A. 2015. Enzim kitinase dan
aplikasi di bidang industri: kajian pustaka. J Pangan Agroindust. 3(3):878887.
Puspitarini RD. 2005. Biologi dan ekologi tungau merah jeruk, Panonychus citri
(McGregor) (Acari: Tetranychidae [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian
Bogor.
Rachman MNY. 2011. Biologi dan potensi predasi tungau predator Neoseiulus
longispinosus Evans (Acari: Phytoseiidae) pada tungau hama Tetranychus
kanzawai Kishida (Acari: Tetranychidae) [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Raven PH. Johnson GB. 2016. Arthropods [internet] [diunduh 2016 Jul 28].
Tersedia pada:
http://www.mhhe.com/biosci/genbio/raven6b/graphics/
raven06b/other/raven06_46.pdf.
Roobakkumar A, Babu A, Kumar DV, Rahman VJR, Sarkar S. 2011.
Pseudomonas flourescens as an efficient entomopathogen against
Oligonychus coffeae Neitner (Acari: Tetranychidae) infesting tea. J Entomol
Nematol. 3(5):73-77.
Witarto AB. 2006 Jan 19. Protein pencerna di kantong semar. Koran Tempo.
Periskop:5.
Yogiara. 2004. Analisis komunitas bakteri cairan kantung semar (Nepenthes spp.)
menggunakan teknik terminal restriction fragment length polymorphism
(TRFLP) dan amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA)
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zhang ZQ. 2003. Mites of Greenhouses: Identification, Biology, and Control.
Wallingford (GB): CABI Pulishing.
Zindel R. 2012. Mites dan endosymbionts – toward improved biological control
[disertasi]. Neuchatel (CH): Universite de Neuchatel.
17
LAMPIRAN
18
19
Lampiran 1 Pengaruh aplikasi bakteri kitinolitik terhadap morfologi T.
kanzawai
a
c
b
d
Keterangan: Pengaruh aplikasi bakteri kitinolitik (perbesaran
4x); a. Larva mati dan bagian tubuh
menghitam; b. Nimfa mati dan bagian tubuh
menghitam; c. Tubuh nimfa menjadi pipih; d.
Nimfa mati dalam posisi istirahat.
20
Lampiran 2 Fase perkembangan stadia T. kanzawai
a
b
c
d
e
f
Keterangan: Perkembangan stadia T. kanzawai (perbesaran
4x); a. Telur; b. Larva; c. Nimfa; d. Imago
betina; e. Imago jantan; f. Posisi saat ganti
kulit.
21
Lampiran 3 Sidik ragam mortalitas T. kanzawai
Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares
87436,000a
19
4601,895
14,203
,000
Intercept
68644,000
1
68644,000
211,864
,000
stadia
47148,000
3
15716,000
48,506
,000
bakteri
18656,000
4
4664,000
14,395
,000
stadia * bakteri
21632,000
12
1802,667
5,564
,000
Error
25920,000
80
324,000
Total
182000,000
100
Corrected Total
113356,000
99
Corrected Model
Lampiran 4
Perlakuan
K
NB1
NB9
NM2
NRA15
Tabel jumlah individu setiap stadia yang terbentuk pada
pengamatan biologi
Stadia
Imago
Telur
Larva
Nimfa
Jantan Betina
25
25
25
2
20
25
21
6
1
25
23
6
1
4
25
21
9
1
3
25
18
2
1
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 30 April 1994 dari
pasangan Sarjono dan Etik Hindarwati. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Kusuma Bangsa pada tahun
2000, SDN Canggu 2 pada tahun 2006, SMP Negeri 2 Pare pada tahun 2009, dan
SMA Negeri 2 Pare pada tahun 2012. Penulis diterima di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang pernah diikuti penulis selama kuliah
di IPB yaitu menjadi asisten praktikum Manajemen Vertebrata Hama (2014/2015)
dan Dasar-dasar Proteksi Tanaman (2015/2016). Penulis juga aktif sebagai
anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian sebagai anggota komisi
pada tahun 2014 dan ketua komisi pada tahun 2015 serta menjadi anggota Dewan
Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB pada tahun 2016. Penulis juga
aktif dalam beberapa kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor antara lain Panitia
Pemilihan Raya Fakultas Pertanian tahun 2013, Saung Tani 50 tahun 2014, Poepa
50 tahun 2014, Komisi Pemilihan Raya Fakultas Pertanian tahun 2014, dan
Komisi Pemilihan Raya KM IPB tahun 2015.
Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKNP) di Desa Bulakrejo, Kecamatan Balerejo, Madiun pada tahun 2015. Selama
kuliah, penulis pernah mendapatkan beasiswa Bakti BCA pada tahun 2014–2015.
Download