KAJIAN PENGENDALIAN Tetranychus kanzawai DENGAN BAKTERI KITINOLITIK ASAL KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) APRILIA SARASWATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengendalian Tetranychus kanzawai dengan Bakteri Kitinolitik Asal Kantong Semar (Nepenthes spp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Aprilia Saraswati NIM A34120041 ABSTRAK APRILIA SARASWATI. Kajian Pengendalian Tetranychus kanzawai dengan Bakteri Kitinolitik Asal Kantong Semar (Nepenthes spp.). Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan GIYANTO. Tetranychus kanzawai merupakan salah satu spesies tungau dalam famili tetranychidae yang memiliki kisaran inang dan persebaran yang luas. Bakteri kitinolitik merupakan salah satu alternatif mikroorganisme yang berpotensi digunakan sebagai agens hayati karena kemampuannya menghasilkan enzim kitinase. Isolat bakteri kitinolitik yang digunakan dalam penelitian ini diproleh dari cairan tanaman kantong semar (Nepenthes spp.). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengendalian T. kanzawai menggunakan bakteri kitinolitik yang diisolasi dari kantong semar. Arena pengujian diisi dengan tungau dari berbagai stadia. Pengujian dilakukan dengan menyemprotkan suspensi isolat bakteri ke arena pengujian tungau. Mortalitas dihitung berdasarkan jumlah tungau yang mati dan jumlah telur yang gagal menetas. Pengamatan pengaruh terhadap morfologi dilakukan dengan mengamati perubahan terhadap permukaan tubuh tungau. Pengaruh terhadap peluang hidup dan siklus hidup dilakukan dengan mengamati individu yang terbentuk dari telur yang menetas. Mortalitas tertinggi ditemukan pada stadia nimfa yang diaplikasi NB9. Pengaruh morfologi terlihat paling jelas pada permukaan tubuh stadia imago yang diberi perlakuan dengan isolat NB9. Aplikasi isolat bakteri menurunkan peluang hidup T. kanzawai pada usia muda. Perlakuan bakteri tidak mempengaruhi biologi tungau. Kata kunci: bakteri kitinolitik, biologi, morfologi, mortalitas, T. kanzawai. ABSTRACT APRILIA SARASWATI. Study of Tetranychus kanzawai Control Using Chitinolytic Bacteria Isolated from Pitcher Plant (Nepenthes spp.). Supervised by SUGENG SANTOSO and GIYANTO. Tetranychus kanzawai is a mite species of tetranychidae which has a wide host range and wide distribution. Chitinolytic bacteria is microorganisms that can be used as biological agents because of its ability to produce chitinase. Chitinolytic bacteria used in this research was isolated from pitcher plant (Nepenthes spp.). The objective of this research is to study the control of T. kanzawai using chitinolytic bacteria isolated from pitcher plant. Testing arena were filled with mites of various stage. Mites were sprayed with bacterial isolates suspension. Mortality was counted from the dead mites and the number of eggs which did not hatch. Morphological effect was observed from the change in body surface of mites. Survival rate and life cycle observations were made by observing the individual formed from eggs that hatched. The highest mortality was found in nymphal stage which sprayed by NB9 isolates. The influence on morphology was seen most clearly on the body surface of adult stage which sprayed by NB9 isolates. Survival rate of T. kanzawai treated by bacterial isolates decreased. The treatment did not affect the biology of mites. Keywords: biology, chitinolytic bacteria, mortality, morphology, T. kanzawai . © Hak Cipta Milik IPB, tahun 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB KAJIAN PENGENDALIAN Tetranychus kanzawai DENGAN BAKTERI KITINOLITIK ASAL KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) APRILIA SARASWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir yang berjudul “Kajian Pengendalian Tetranychus kanzawai dengan Bakteri Kitinolitik Asal Kantong Semar (Nepenthes spp.)” ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan dari Februari sampai Juni 2016. Terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Sugeng Santoso, MAgr. dan Dr. Ir. Giyanto, MSi. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama menyelesaikan tugas akhir. 2. Dr. Ir. Supramana, MSi. selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberi masukan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Yayi Munara Kusuma, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan dukungan selama menjalani masa perkuliahan. 4. Bapak Wawan Yuandi selaku laboran Laboratorium Bionomi dan Ekologi Serangga atas arahan dan bantuan selama melaksanakan penelitian. 5. Bapak, ibu, adik, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan semangat 6. Teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 49 dan rekan-rekan lain yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan pendidikan S1. Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Bogor, Desember 2016 Aprilia Saraswati DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Pemeliharaan T. kanzawai Perbanyakan Isolat Bakteri Persiapan Arena Pengujian Pengaruh Bakteri terhadap T. kanzawai Pengamatan Mortalitas Pengamatan Morfologi Pengamatan Sintasan Pengamatan Biologi Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas T. kanzawai Morfologi T. kanzawai Sintasan T. kanzawai Biologi T. kanzawai SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 6 6 8 10 11 14 14 14 15 DAFTAR TABEL 1 2 3 Mortalitas T. kanzawai yang diberi aplikasi isolat bakteri kitinolitik pada 96 jam setelah perlakuan Perkembangan pradewasa T. kanzawai yang diaplikasi isolat bakteri kitinolitik Sifat biologi T. kanzawai yang diaplikasi isolat bakteri kitinolitik 6 10 11 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 Persiapan pengujian a. Arena pengujian tungau; b. Ukuran tubuh imago T. kanzawai (perbesaran 2.5x) Tingkat mortalitas selama masa pengamatan pada stadia telur (A), nimfa (B), dan imago (C) Perubahan morfologi stadia telur (perbesaran 4x) a. Telur normal; b. Telur yang gagal menetas setelah diberi perlakuan bakteri Perubahan morfologi imago (perbesaran 4x) a. Imago T. kanzawai normal; b. Permukaan tubuh T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat NB9 mengelupas Sintasan (lx) T. kanzawai pada beberapa perlakuan isolat bakteri kitinolitik 4 7 9 9 10 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 Pengaruh aplikasi bakteri kitinolitik terhadap morfologi T. kanzawai Fase perkembangan stadia T. kanzawai Sidik ragam mortalitas T. kanzawai Tabel jumlah individu setiap stadia yang terbentuk pada pengamatan biologi 19 20 21 21 PENDAHULUAN Latar Belakang Tungau merupakan salah satu jenis artropoda yang memiliki keragaman yang tinggi. Pada tahun 1999 sebanyak 40 000 spesies tungau telah teridentifikasi dan diperkirakan terdapat sekitar 500 ribu sampai 1 juta spesies tungau yang belum teridentifikasi. Beberapa ahli taksonomi berpendapat bahwa ada lebih banyak spesies tungau dibandingkan dengan serangga karena ukuran tungau yang lebih kecil. Secara umum ukuran tungau berkisar antara 0.08-10 mm. Karena ukurannya yang kecil, tungau dapat menempati ruang yang lebih kecil dibandingkan serangga. Selain itu, tungau juga ditemukan mengkolonisasi semua habitat yang juga dikolonisasi oleh serangga (Hoy 2011). Salah satu famili tungau yaitu Tetranychidae atau yang lebih dikenal dengan nama umum tungau laba-laba merupakan famili yang memiliki jumlah spesies terbesar yang menjadi hama pada pertanian di dunia. Nama umum dari tungau ini berasal dari kemampuan beberapa spesies untuk menghasilkan sutra yang digunakan untuk membuat jaring-jaring di tempat berkembang biak dan makan (NAPPO 2014). Spesies tungau pada famili ini ditemukan dapat menyerang tanaman pangan, pohon, dan tanaman hias. Beberapa spesies tungau dalam famili ini yang menjadi hama penting di beberapa lokasi dan berbagai tanaman antara lain Tetranychus urticae, T. kanzawai, T. cinnabarinus, T. pacificus, Panonychus citri, P. ulmi, Olygonychus coffeae, dan O. punicae (Hoy 2011). T. kanzawai merupakan salah satu spesies tungau yang memiliki kisaran inang dan persebaran yang luas. Spesies ini diketahui menjadi hama penting di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara terutama di China, Hong Kong, Taiwan, Korea, Jepang, India, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina (Zhang 2003). Sebanyak 186 spesies tanaman dari berbagai famili dapat menjadi inang dari T. kanzawai (Migeon dan Dorkeld 2015). Di Indonesia spesies tungau ini menjadi salah satu hama penting yang menyerang tanaman ubi kayu. Pengendalian hayati merupakan upaya mengurangi populasi hama hingga mencapai angka di bawah ambang ekonomi dengan memanfaatkan parasitoid, predator, atau patogen (Alston 2011). Beberapa cara pengendalian hayati yang sudah sering dicoba dikembangkan untuk mengendalikan tungau adalah dengan memanfaatkan keberadaan predator. Predator yang diketahui mampu menekan populasi dari T. kanzawai dapat berasal dari golongan tungau predator maupun serangga predator. antara lain Phytoseiulus persimilis, Neoseiulus longispinosus, dan Oligota flavicornis (Zhang 2003). Berdasarkan hasil penelitian Iswella (2015) pada tanaman ubi kayu ditemukan keberadaan dari N. longispinosus yang berasosiasi dengan T. kanzawai. Selain pemanfaatan predator, salah satu upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan patogen. Berdasarkan hasil penelitian Zindel (2012) bakteri yang berasosiasi dengan tungau Rhizoglyphus robini diketahui terlibat dalam proses degradasi kitin dari tungau tersebut. Salah satu bakteri yang berasosiasi dengan tungau yang berhasil diidentifikasi adalah Serratia marcescens yang diketahui sebagai salah satu bakteri pendegradasi kitin. Bakteri pendegradasi kitin tersebut mampu menghasilkan enzim kitanse yang mengkatalisis degradasi kitin (Herdyastuti et al. 2009). Mikroorganisme 2 kitinolitik dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam, limbah udang, dan lingkungan termofilik seperti sumber air panas dan daerah geotermal. Kantong semar (Nepenthes spp.) merupakan tumbuhan khas daerah tropika dan tanaman langka di Indonesia. Kantong semar dikelompokkan ke dalam tanaman karnivora karena memangsa serangga yang masuk ke dalam organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Di dalam kantong tersebut terdapat cairan yang berfungsi seperti cairan lambung manusia. Cairan tersebut bersifat asam dengan pH 2.8 – 4.9 yang memungkinkan tubuh serangga rusak untuk dapat diambil zat gizinya. Proses perusakan tubuh serangga dilakukan oleh berbagai enzim-protein yang mengkatalis reaksi kimia seperti enzim kitinase yang dapat mengurai cangkang serangga (Witarto 2006). Berdasarkan hasil penelitian Yogiara (2004), di dalam cairan kantong semar diperoleh beberapa jenis bakteri yang berperan dalam membantu proses degradasi molekul-molekul besar seperti protein dan kitin. Isolat bakteri kitinolitik yang diperoleh dari salah satu spesies kantong semar diketahui mampu menyebabkan larva nyamuk Aedes aegypti instar tiga mengalami mortalitas sebesar 100% (Fitriani 2016). Keberadaan isolat bakteri kitinolitik di dalam cairan kantong semar dan potensinya sebagai salah satu alternatif pengendalian T. kanzawai dan spesies tungau lain perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini berkaitan erat dengan adanya kitin yang merupakan komponen struktural penyusun eksoskeleton dari artropoda (Raven dan Johnson 2016). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengendalian T. kanzawai menggunakan bakteri kitinolitik yang diisolasi dari kantong semar. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi baru mengenai cara pengendalian T. kanzawai dengan memanfaatkan mikroorganisme kitinolitik sebagai agens hayati. 3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juni 2016. Perbanyakan isolat bakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, perbanyakan T. kanzawai dan pengujian dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain botol parfum kecil berukuran 20 ml yang telah disterilkan, cawan petri, spons, kapas, dan kuas. Bahan yang digunakan antara lain tanaman singkong, tungau merah Tetranychus kanzawai berbagai stadia (telur, larva, nimfa, dan imago), empat isolat bakteri kitinolitik (NB1, NB9, NM2, dan NRA15), dan media Nutrient Broth (NB) steril. Metode Penelitian Pemeliharaan T. kanzawai T. kanzawai yang diperoleh dari lapang dipelihara pada tanaman ubi kayu yang ditanaman di sekitar laboratorium dengan menggunakan media air. Tanaman ubi kayu yang sudah berumur 2 – 3 MST kemudian diinfestasi T. kanzawai. Sebanyak 5 – 10 ekor imago betina T. kanzawai diletakkan di permukaan bawah daun tanaman ubi kayu dengan menggunakan kuas. Daun yang dipilih yaitu daun yang ada di bagian tengah. Tungau dibiarkan berkembang pada tanaman ubi kayu dan tanaman ubi kayu diganti secara berkala untuk mempertahankan keberadaan tungau. Perbanyakan Isolat Bakteri Empat isolat bakteri yang akan digunakan yaitu NB1, NB9, NM2, dan NRA15 yang diisolasi dari cairan tanaman Nepenthes spp. (Fitriani 2016). Setiap isolat masing-masing diambil sebanyak satu lup dari media NA dan dimasukkan ke dalam botol yang berisikan 15 ml media NB yang telah dibagi ke dalam empat botol berbeda. Botol-botol tersebut kemudian ditutup rapat menggunakan alumunium foil dan disentrifugasi pada kecepatan 100 rpm selama 24 jam. Kemudian alumunium foil diganti dengan tutup asli botol yang memiliki lubang semprot sebelum digunakan untuk pengujian. Persiapan Arena Pengujian Arena pengujian dibuat pada media cawan petri dengan menggunakan potongan daun ubi kayu berukuran 1x1 cm. Cawan petri diisi dengan spons yang berukuran sama dengan diameter cawan petri kemudian diberi air. Di atas permukaan spons kemudian diberi satu lembar kapas dan di atas kapas tersebut diletakkan lima buah potongan daun ubi kayu dengan posisi yang tidak saling berdekatan. Di atas masing-masing daun kemudian diletakkan satu ekor tungau yang akan diuji. Tungau yang akan digunakan untuk pengujian diambil dari tanaman peliharaan dan dipindahkan dengan menggunakan kuas. 4 1.8 mm a Gambar 1 b Persiapan Pengujian a. Arena pengujian tungau; b. Ukuran tubuh imago T. kanzawai (perbesaran 2.5x) Pengaruh Bakteri terhadap T. kanzawai Pengamatan Mortalitas. Setiap daun pada arena pengujian diletakkan masing-masing satu butir telur, satu ekor larva, nimfa, atau imago betina dari T. kanzawai. Setiap cawan petri hanya digunakan untuk menguji satu stadia yang sama dari T. kanzawai. Larva, nimfa, dan imago masing-masing dipindahkan dari tanaman peliharaan dengan menggunkan kuas. Telur dari T. kanzawai diperoleh dengan meletakkan satu ekor imago betina yang diambil dari tanaman peliharaan dan dibiarkan selama enam jam untuk bertelur. Imago T. kanzawai kemudian diambil dan pada masing-masing daun disisakan satu butir telur. Setiap cawan petri kemudian diberi perlakuan bakteri dengan cara disemprot. Satu cawan petri terdiri dari lima individu tungau dan dihitung sebagai satu ulangan. Setiap perlakuan bakteri diulang sebanyak lima kali. Setiap isolat bakteri disemprotkan sebanyak 2-5 kali sampai permukaan daun menjadi basah. T. kanzawai yang telah diberi perlakuan kemudian diamati setiap enam jam dengan lama waktu pengamatan yaitu 96 jam. Mortalitas dihitung berdasarkan jumlah individu yang mati pada masing-masing stadia dan jumlah telur yang gagal menetas. Pengamatan Morfologi. Pengaruh isolat bakteri terhadap morfologi dari T. kanzawai diamati berdasarkan perubahan yang terjadi terhadap permukaan tubuh dari stadia larva, nimfa, dan imago. Pengaruh terhadap stadia telur diamati berdasarkan perubahan yang terjadi terhadap warna dan bentuk telur. Pengamatan Sintasan. Sintasan dari T. kanzawai diamati berdasarkan jumlah individu yang bertahan dan mampu berkembang dari telur menetas hingga mati. Proporsi individu yang mampu bertahan hidup setelah diberi perlakuan disajikan dalam bentuk kurva dengan menggunakan rumus (Donovan dan Welden 2002) : Sx lx = S0 lx = proporsi individu yang hidup pada umur x Sx = populasi yang hidup pada umur x S0 = populasi awal pengamatan 5 Pengamatan Biologi. Pengamatan biologi dilakukan terhadap telur dari T. kanzawai yang berhasil menetas dan bertahan sampai menjadi imago setelah diberi perlakuan bakteri. Pengamatan dilakukan setiap enam jam sekali. Lama waktu perkembangan pada setiap stadia yang berhasil dilewati dicatat. Daun yang mulai layu diganti dengan daun baru secara berkala. Suhu dan kelembaban di dalam laboratorium dicatat pada setiap waktu pengamatan selama pengujian berlangsung. Analisis Data Data hasil pengamatan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2013. Analisis sidik ragam dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20. Perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%. 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas T. kanzawai Mortalitas dari berbagai stadia T. kanzawai yang diaplikasi oleh isolat bakteri terlihat pada data yang disajikan pada tabel 1. Berdasarkan data yang diperoleh isolat bakteri NB9 yang diaplikasikan pada stadia nimfa memiliki nilai mortalitas tertinggi dibandingkan dengan isolat yang sama yang diaplikasikan pada stadia berbeda dan isolat lain yang diaplikasikan terhadap stadia yang sama maupun stadia yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Fitriani (2016), keempat isolat yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan indeks kitinolitik secara berurutan dari yang paling besar ke yang paling kecil yaitu NB1, NB9, NM2, dan NRA15 masing-masing sebesar 3.00, 2.80, 2.71, dan 2.42 saat dilakukan uji aktivitas kitinase pada media koloidal kitin. Tabel 1 Mortalitas T. kanzawai yang diberi aplikasi isolat bakteri kitinolitik pada 96 jam setelah perlakuan Fase Perlakuan Mortalitas (%)a Perkembangan Kontrol 0 a NB1 16 abcd Telur NB9 8 abc NM2 16 abcd NRA15 28 bcd Kontrol 0 a NB1 0 a Larva NB9 0 a NM2 0 a NRA15 0 a Kontrol 0 a NB1 80 fg Nimfa NB9 100 g NM2 68 ef NRA15 40 de Kontrol 4 ab NB1 32 cd Imago NB9 60 ef NM2 36 de NRA15 36 de a Rataan pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan pada α = 0.05) Tingkat mortalitas dari masing-masing stadia dapat diamati pada grafik yang disajikan pada gambar 1. Stadia telur, nimfa, dan imago terlihat bahwa adanya peningkatan mortalitas seiring berjalannya waktu pengamatan. Namun tingkat mortalitas untuk stadia larva tidak dapat disajikan Hasil pengujian menunjukkan stadia larva tidak mengalami pengaruh dari aplikasi isolat bakteri 7 kitinolitik karena selama masa pengamatan semua larva yang digunakan dalam pengujian berhasil berkembang memasuki fase nimfa. Larva berumur sekitar satu hari saat aplikasi dilakukan dan diperkirakan larva sudah mulai memasuki fase untuk berganti kulit. Lama masa perkembangan stadia larva untuk menjadi nimfa umunya memerlukan waktu selama 2.03-2.38 hari untuk menjadi nimfa (Astuti 2014). Mortalitas (%) 40 A 30 Kontrol NB1 20 NB9 NM2 10 NRA15 0 0 24 48 72 96 Mortalitas (%) 100 80 B Kontrol 60 NB1 NB9 40 NM2 20 NRA15 0 Mortalitas (%) 0 70 60 50 40 30 20 10 0 24 48 72 96 C Kontrol NB1 NB9 NM2 NRA15 0 24 48 72 Jam setelah perlakuan 96 Gambar 2 Tingkat mortalitas selama masa pengamatan pada stadia telur (A), nimfa (B), dan imago (C) Perlakuan isolat bakteri kitinolitik pada stadia telur menyebabkan telur tidak dapat menetas. Stadia telur yang berinteraksi dengan isolat bakteri baru dapat 8 diamati tingkat mortalitasnya setelah 96 jam karena secara umum telur T. kanzawai memerlukan waktu sekitar 3.48 hari untuk menetas (Hermawan dan Santoso 2014). Mortalitas nimfa ditentukan dengan melihat jumlah nimfa yang tidak berkembang menjadi imago. Waktu yang dibutuhkan nimfa untuk menjadi imago yaitu selama 3.3 hari saat dipelihara pada tanaman mawar (Ayudya 2012). Stadia imago mulai menunjukkan adanya mortalitas sejak 24 jam setelah perlakuan dan mengalami peningkatan selama masa pengamatan. Aplikasi 100% kultur bakteri kitinolitik dapat menyebabkan mortalitas sebesar 100% terhadap imago dari Oligonychus coffeae (Roobakkumar et al. 2011). Tingginya mortalitas T. kanzawai pada stadia nimfa dapat dipengaruhi oleh perkembangan tungau pada stadia tersebut. Nimfa tungau memiliki dua tahap perkembangan yaitu protonimfa dan deutonimfa. Perubahan fase larva menjadi protonimfa, protonimfa menjadi deutonimfa, dan deutonimfa menjadi imago ditandai dengan adanya proses pergantian kulit (Hoy 2011). Pergantian kulit atau ekdisis merupakan proses pelepasan lapisan luar kutikula dengan membentuk lapisan baru di bawah lapisan eksoskeleton lama. Eksoskeleton yang baru terbentuk umumnya masih dalam kondisi lunak dan menyebabkan artropoda secara umum dalam kondisi paling rentan. Dalam kondisi seperti ini artropoda umumnya bersembunyi di balik bebatuan, daun, atau ranting (Raven dan Johnson 2016). Proses pergantian kulit memerlukan waktu yang tepat dan keseimbangan dari struktur kimia yang menunjang jalannya proses tersebut. Enzim kitinase yang dihasilkan oleh keempat isolat bakteri yang digunakan dalam percobaan bekerja dengan cara mengkatalisis pemecahan senyawa polimer kitin. Berdasarkan cara kerjanya, kitinase dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu endokitinase dan eksokitinase. Endokitinase mendegradasi kitin secara acak dari dalam menghasilkan oligomer pendek N - asetil - D glukosamin. Eksokitinase memotong kitin hanya dari ujung non reduksi. Kitinase dikelompokkan menjadi tiga famili hidrolase glycosyl (GH) yaitu famili 18, 19 dan 20. Famili 18 meliputi kitinase dari bakteri, jamur, virus, dan beberapa kitinase dari tanaman dan hewan. Famili 19 meliputi keseluruhan kitinase tanaman dan famili 20 meliputi β-N-acetylhexosaminidases dari bakteri Streptomycetes dan manusia (Haliza dan Suhartono 2012). Morfologi T. kanzawai Struktur morfologi dari T. kanzawai mengalami beberapa perubahan yang diakibatkan oleh adanya kontak antara isolat bakteri dengan permukaan tubuh tungau. Perubahan morfologi terutama terlihat pada stadia telur dan imago. Telur T. kanzawai yang gagal menetas berwarna kuning keruh seperti terlihat pada Gambar 2b. Telur T. kanzawai yang baru diletakkan berwarna kuning bening dan berubah menjadi kuning tua. Telur berbentuk bulat dan diletakkan oleh imago betina di permukaan bawah daun di sekitar tulang daun dan berukuran 0.05 cm. Menjelang penetasan ada bintik merah pada telur (Deciyanto et al. 1991). Permukaan kulit imago betina yang berinteraksi dengan isolat bakteri NB9 mengalami perubahan. Permukaan kulit terlihat mengelupas dan menyebabkan bagian dalam dari tubuh tungau terlihat (Gambar 3b). Eksoskeleton tungau yang mempunyai kemiripan dengan eksoskeleton serangga disekresi pada bagian epidermis (Krants dan Walter 2009). Eksoskeleton tersusun atas kitin yang merupakan struktur nitrogen yang mengandung karbohidrat dan berasosiasi 9 dengan protein. Eksoskeleton terdiri atas dua bagian yaitu lapisan tipis epikutikula yang mengandung lapisan lilin dan tahan terhadap air dan lapisan endokutikula yang tebal (Culin 2016). a b Gambar 3 Perubahan morfologi stadia telur (perbesaran 4x) a. Telur normal; b. Telur yang gagal menetas setelah diberi perlakuan bakteri a b Gambar 4 Perubahan morfologi imago (perbesaran 4x) a. Imago T. kanzawai normal; b. Permukaan tubuh T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat NB9 mengelupas Kitin dalam eksoskeleton dapat dipecah oleh enzim kitinase yang terdapat dalam isolat bakteri yang digunakan dalam percobaan. Kitinase bekerja dengan cara menghidrolase senyawa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetil glukosamin dengan menghidrolisis kitin secara acak pada ikatan glikosidik (Pratiwi et al. 2015). Roobakkumar et al. (2011) menyatakan bahwa aktivitas enzim kitinase Pseudomonas flourescens menyebabkan penurunan gerakan dan kemampuan makan dari Olygonychus coffeae. Aplikasi dari bakteri ini juga menyebabkan cairan dalam tubuh tungau mengalir keluar. Morfologi dari nimfa T. kanzawai yang diberi perlakuan tidak mengalami perubahan yang mencolok saat masih hidup. Nimfa T. kanzawai umumnya berwarna hijau kekuningan dan pada bagian tubuhnya terdapat bercak berwarna 10 hitam (Astuti 2014). Namun saat mati kondisi tubuh menjadi menghitam dan terdapat nimfa yang mati dalam kondisi pergantian kulit yang dibuktikan dengan adanya lapisan putih yang melingkupi tubuh nimfa (lampiran 1). Lapisan putih tersebut merupakan kutikula yang berubah warna menjadi keputih-putihan saat menjelang pergantian kulit. Dalam kondisi normal, nimfa yang memasuki masa ganti kulit akan membebaskan diri dari eksuvia (Puspitarini 2005). Sintasan T. kanzawai Sintasan menunjukkan tingkat keberhasilan hidup dari suatu populasi dalam bentuk persen (Rachman 2011). Sintasan dari T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat bakteri kitinolitik ditunjukkan pada Gambar 4. Kurva sintasan dari T. kanzawai menunjukkan bahwa perlakuan isolat bakteri kitinolitik memberikan pengaruh terhadap proporsi individu yang bertahan hidup. Mortalitas dari T. kanzawai yang diberi perlakuan mulai terlihat sejak memasuki hari keempat sedangkan pada kontrol, mortalitas mulai terlihat setelah melewati hari kedelapan pengamatan. Penurunan sintasan terus terjadi sampai individu terakhir dari masing-masing perlakuan mati dengan waktu terlama mencapai 24 hari. Proporsi Individu Hidup (lx) 1 Kontrol 0,8 NB1 NB9 0,6 NM2 NRA15 0,4 0,2 0 0 2 4 6 8 10 12 14 Umur (hari) 16 18 20 22 24 Gambar 5 Sintasan (lx) T. kanzawai pada beberapa perlakuan isolat bakteri kitinolitik Kurva sintasan perlakuan kontrol dapat digolongkan dalam kurva sintasan tipe I. Kurva sintasan tipe I menunjukkan suatu organisme memliki peluang hidup yang tinggi untuk hidup sampai umur tua. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya populasi dari T. kanzawai sampai umur 14 hari dan selanjutnya terjadi penurunan populasi yang cukup drastis. Kurva sintasan untuk T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat bakteri kitinolitik dapat digolongkan dalam kurva sintasan tipe III. Kurva sintasan tipe III menunjukkan nilai peluang hidup yang rendah dari suatu organisme pada usia muda dan hanya terdapat beberapa individu yang dapat bertahan sampai usia tua (Donovan dan Welden 2002). Hal ini ditunjukkan dengan penurunan jumlah individu yang cukup drastis pada hari ke-8 pengamatan dan hanya sedikit individu yang mampu bertahan sampai memasuki umur lebih dari 18 hari. 11 Biologi T. kanzawai Berdasarkan peluang dari T. kanzawai untuk bertahan hidup maka diperoleh jumlah individu yang mampu berkembang sampai menjadi imago seperti tersaji pada lampiran 4. Individu yang mampu bertahan sampai menjadi imago berarti mampu menyelesaikan siklus hidupnya. Penghitungan siklus hidup dari T. kanzawai pada penelitian ini diperoleh dari rata-rata waktu perkembangan masing-masing stadia dari seluruh individu yang berhasil menjadi imago pada setiap perlakuan. Selama menyelesaikan siklus hidupnya, T. kanzawai melalui beberapa masa perkembangan antara lain telur, larva, nimfa, dan imago. Stadia nimfa dari T. kanzawai terdiri dari dua bagian yaitu protonimfa dan deutonimfa. Pergantian fase pada tahap perkembangan pradewasa diikuti dengan fase istirahat yang disebut krisalis. Fase istirahat bertujuan untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang tidak baik (Kalshoven 1981). Fase istirahat dari larva menjadi protonimfa disebut dengan protokrisalis, fase istirahat dari protonimfa menjadi deutonimfa disebut dengan deutokrisalis, dan fase istirahat dari deutonimfa menjadi imago disebut teliokrisalis. Selama dalam fase istirahat tungau menempel pada permukaan daun atau jaring-jaring yang telah dibentuk. Posisi dua pasang tungkai depan tungau saling melekat satu sama lain ke arah anterior dan dua pasang tungkai belakang saling melekat ke arah posterior. Pada fase ini kutikula baru akan dibentuk sebelum eksuvia dilepaskan (Jeppson et al. 1975). Fase larva dari tungau ditandai dengan jumlah tungkai sebanyak tiga pasang. Larva T. kanzawai berwarna kuning dan dapat berubah menjadi kehijauan karena larva telah mampu menghisap cairan tanaman. Larva T. kanzawai umumnya berukuran 0.2 mm. Nimfa ditandai dengan adanya empat pasang tungkai setelah larva melewati masa protokrisalis. Ukuran nimfa dapata mencapai 0.35 cm (Astuti 2014). Imago berwarna merah atau merah kekuningan tergantung pada tanaman inang. Tungkai imago berwarna kekuning-kuningan dan terdiri dari empat pasang (Zhang 2003). Imago betina memiliki ukuran dua sampai tiga kali lebih besar dibandingkan imago jantan. Perbedaan lain dari imago jantan dan imago betina dapat dilihat pada bagian ujung abdomen. Ujung abdomen imago betina berbentuk bulat sedangkan ujung abdomen imago jantan berbentuk agak kerucut (lampiran 2). Lama perkembangan pradewasa dari T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat bakteri dan kontrol berada dalam rentang waktu 10.34 – 12.54 hari (Tabel 2). Perkembangan pradewasa dari T. kanzawai yang diberi perlakuan NB9 dan NM2, tidak menunjukkan perbedaan yang jauh saat dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada perlakuan NB1 dan NRA15 pengaruh perkembangan pradewasa tidak dapat dibandingkan dengan jelas karena hanya terdapat satu individu pada masing-masing perlakuan yang menjadi imago. Berdasarkan hasil penelitian Gultom (2010) T. kanzawai yang dipelihara pada tanaman jarak pagar memiliki total lama perkembangan 10.12 hari pada kultivar IP1 dan 10.05 hari pada kultivar IP2. Masa pradewasa tungau merah yang dipelihara pada jeruk lemon 9.33 hari dan jeruk manis 10.17 hari (Puspitarini 2005). Lama hidup imago betina pada perlakuan NB9, NM2, dan kontrol lebih lama dibandingkan dengan imago jantan (Tabel 3). Menurut Zhang (2003) lama hidup imago betina dapat mencapai umur 20 – 33 hari dan lama hidup imago 12 jantan dapat mencapai 19 – 35 hari pada suhu 15 – 30 oC. Suhu harian rata-rata di dalam laboratorium selama pengamatan yaitu 27.4 oC dan kelembaban rata-rata yaitu 66.4%. Tabel 2 Perkembangan pradewasa T. kanzawai yang kitinolitik Lama Stadium (hari)a Perlakuan Telur Larva Kontrol 3.76 2.74 NB1 3.79 3 NB9 3.47 2.25 NM2 3.57 2.44 NRA15 3.86 3 a diaplikasi isolat bakteri Nimfa 4 5.75 4.62 4.58 4.25 Total 10.50 12.54 10.34 10.59 11.11 Lama stadia dihitung dari rata-rata masa perkembangan individu yang berhasil menjadi imago Tabel 3 Sifat biologi T. kanzawai yang diaplikasi isolat bakteri kitinolitik Perlakuan Parameter Biologi Kontrol NB1 NB9 NM2 NRA15 Praoviposisi (hari) 0.86 0.69 0.88 1.00 Oviposisi (hari) 4.50 4.62 4.50 3.50 Pascaoviposisi (hari) 3.50 4.45 4.50 1.00 Keperidian (butir/betina) 35.00 22.00 21.67 15.00 Lama hidup imago (hari) Jantan 5.00 7.00 8.00 7.50 Betina 8.88 9.76 9.88 5.50 Ket : - (tidak ada data yang dapat dimasukkan karena tidak ada individu yang dapat dijadikan parameter untuk diamati) Masa hidup imago betina T. kanzawai terdiri atas tiga periode yaitu praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi. Masa paroviposisi dari tungau betina pada masing-masing perlakuan memerlukan waktu kurang dari satu hari. Menurut hasil penelitian Hermawan dan Santoso (2014) periode praoviposisi imago betina tungau merah pada tanaman pepaya di Bogor sebelum meletakkan telur yaitu selama 0.96 hari. Perilaku betina pada periode praoviposisi adalah tidak terlalu aktif bergerak dan hanya menunggu saat oviposisi sambil mencari tempat yang paling aman untuk meletakkan telur (Gultom 2010). Masa oviposisi imago betina berlangsung paling singkat selama 3.50 hari pada perlakuan NRA15 dan paling lama selama 4.62 hari pada perlakuan NB9. Zhang (2003) menyatakan bahwa periode oviposisi imago betina tungau merah dapat berlangsung selama 10 hari. Pada periode ini imago betina aktif meletakkan telur. Semakin lama masa oviposisi dari imago betina maka tingkat keperidian juga akan semakin tinggi. Keperidian dari imago betina pada perlakuan bakteri terlihat lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang mencapai 35.00 butir/betina. Menurut Zhang (2003) keperidian imago betina T. kanzawai pada suhu 15 oC sebanyak 28 butir/betina dan pada suhu 30 oC sebanyak 76 butir/betina. Setelah melewati periode oviposisi, imago betina kemudian memasuki periode pascaoviposisi. Betina yang memasuki periode ini cenderung diam, tidak aktif bergerak, kemudian mati (Astuti 2014). 13 Imago jantan yang dapat terbentuk pada setiap pelakuan kecuali NRA15 jumlahnya masing-masing dua ekor pada kontrol dan masing-masing satu ekor pada NB1, NB9, dan NM2. Rendahnya jumlah imago jantan yang terbentuk menyebabkan imago betina meletakkan telur tanpa dibuahi oleh jantan. Hal ini menunjukkan bahwa reproduksi tungau merah bersifat partenogenesis. Helle dan Pijnaker (1985 dalam Gultom 2010) menyatakan bahwa partenogenesis adalah reproduksi tungau secara umum dan ditemukan di tiap-tiap ordo acarina. 14 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Aplikasi empat isolat bakteri kitinolitik menyebabkan mortalitas terhadap T. kanzawai. Isolat NB9 yang diaplikasikan terhadap nimfa menunjukkan nilai mortalitas tertinggi. Pengaruh terhadap morfologi terlihat paling jelas pada permukaan tubuh imago yang diberi perlakuan NB9 yaitu dengan adanya bagian terkelupas pada permukaan tubuh. Perlakuan empat isolat bakteri kitinolitik menurunkan peluang hidup dari T. kanzawai pada umur muda. Siklus hidup dan biologi T. kanzawai yang diberi perlakuan isolat bakteri tidak memiliki perbedaan yang jauh dibandingkan dengan kontrol. Saran Perlu dilakukan percobaan aplikasi isolat bakteri kitinolitik terhadap artropoda lain, mencari tahu formulasi efektif untuk aplikasi, dan perlu dilakukan pengujian langsung pada tanaman yang terinfestasi T. kanzawai. 15 DAFTAR PUSTAKA Alston DG. 2011. General concept of biological control [diunduh 2016 Aug 30]. Tersedia pada : http://utahpests.usu.edu. Astuti W. 2014. Ketahanan empat kultivar ubi kayu terhadap Tetranychus kanzawai Kishida (Acari:Tetranychidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ayudya MA. 2012. Biologi Tetranychus urticae pada tanaman mawar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Culin J. 2016. Arachnid, arthropod [diunduh 2016 Aug 10]. Tersedia pada : https://www.britannica.com/animal/arachnid/External-features. Deciyanto S, Trisawa IM, Adriani RR. 1991. Studi beberapa inang hama tungau (Tetranichus sp) asal tanaman Mentha sp. J Penelit Tan Indust. 17(2):48-55. Donovan TM, Welden C. 2002. Exercise 12: Life tables, survivorship curves, and population growth [internet] [diunduh 2016 Aug 7]. Tersedia pada : http://www.uvm.edu/rsenr/vtcfwru/spreadsheets/?Page=ecologyevolution/E E12.htm. Fitriani D. 2016. Isolasi, seleksi, dan identifikasi bakteri kitinolitik pada cairan tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) sebagai agens biokontrol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gultom NM. 2010. Biologi dan kelimpahan populasi tungau merah Tetranychus kanzawai (Acari:Tetranychidae) pada dua kultivar jarak pagar (Jatropha curcas) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Haliza W, Suhartono MT. 2012. Karakteristik kitinase dari mikrobia. Bul Teknol Pascapan Pertan. 8(1):1-14. Herdyastuti N. Raharjo TJ. Mudasir. Matsjeh S. 2009. Kitinase dan mikroorganisme kitinolitik: isolasi, karakterisasi, dan manfaatnya. Indones J Chem. 9(1):37-47. Hermawan RF, Santoso S. 2014. Kelimpahan dan biologi tungau merah Tetranyhus sp. (Acari:Tetranychidae) pada tanaman pepaya di Bogor. Di dalam: Dadang, Laba IW, Karnidan A, Sutopo D, Noerdjito WA, Harahap IS, Winasa IW, Hadi UK, Rizal M, Kuswanudin D, Sutrisno H, Samudra IM, Siswanto, editor. Kongres VIII dan Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia, Peran dan Tantangan Entomologi di Era Global; 2012 Jan 24-25; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. hlm 165-179. Hoy MA. 2011. Agricultural Acarology Introduction to Integrated Mite Management. Boca Raton (US): CRC Press. Iswella E. 2015. Pemanfaatan tungau predator eksotis dan potensi tungau predator lokal sebagai agens pengendalian hayati tungau hama pada tanaman stroberi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jeppson LR, Keifer HH, Barker EW. 1975. Mites Injurious to Economics Plants. California (US): University of California Press. Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. van der Laan PA, penerjemah. Jakarta (ID): PT Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgawessen in Indonesie. 16 Khoiri, MR. 2005. Tetranychus kanzawai (Acari: Tetranychidae) biologi dan populasinya pada ubi kayu di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Krantz GW, Walter DE. 2009. A Manual of Acarology 3rd ed. Lubbock (US): Texas Tech University Press. Migeon A. Dorkeld F. 2015. Spider mites web:Tetranychus kanzawai Kishida, 1927 [internet] [diunduh 2016 Jul 28]. Tersedia pada: https://www1.montpellier.inra.fr/CBGP/spmweb/notespecies.php?id=1023. [NAPPO] North American Plant Protection Organization. 2014. Morphological Identification of Spider Mites (Tetranychidae) Affecting Imported Fruits. Ontario (CA): North American Plant Protection Organization. Pratiwi RS, Susanto TE, Wardani YAK, Sutrisno A. 2015. Enzim kitinase dan aplikasi di bidang industri: kajian pustaka. J Pangan Agroindust. 3(3):878887. Puspitarini RD. 2005. Biologi dan ekologi tungau merah jeruk, Panonychus citri (McGregor) (Acari: Tetranychidae [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Rachman MNY. 2011. Biologi dan potensi predasi tungau predator Neoseiulus longispinosus Evans (Acari: Phytoseiidae) pada tungau hama Tetranychus kanzawai Kishida (Acari: Tetranychidae) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Raven PH. Johnson GB. 2016. Arthropods [internet] [diunduh 2016 Jul 28]. Tersedia pada: http://www.mhhe.com/biosci/genbio/raven6b/graphics/ raven06b/other/raven06_46.pdf. Roobakkumar A, Babu A, Kumar DV, Rahman VJR, Sarkar S. 2011. Pseudomonas flourescens as an efficient entomopathogen against Oligonychus coffeae Neitner (Acari: Tetranychidae) infesting tea. J Entomol Nematol. 3(5):73-77. Witarto AB. 2006 Jan 19. Protein pencerna di kantong semar. Koran Tempo. Periskop:5. Yogiara. 2004. Analisis komunitas bakteri cairan kantung semar (Nepenthes spp.) menggunakan teknik terminal restriction fragment length polymorphism (TRFLP) dan amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zhang ZQ. 2003. Mites of Greenhouses: Identification, Biology, and Control. Wallingford (GB): CABI Pulishing. Zindel R. 2012. Mites dan endosymbionts – toward improved biological control [disertasi]. Neuchatel (CH): Universite de Neuchatel. 17 LAMPIRAN 18 19 Lampiran 1 Pengaruh aplikasi bakteri kitinolitik terhadap morfologi T. kanzawai a c b d Keterangan: Pengaruh aplikasi bakteri kitinolitik (perbesaran 4x); a. Larva mati dan bagian tubuh menghitam; b. Nimfa mati dan bagian tubuh menghitam; c. Tubuh nimfa menjadi pipih; d. Nimfa mati dalam posisi istirahat. 20 Lampiran 2 Fase perkembangan stadia T. kanzawai a b c d e f Keterangan: Perkembangan stadia T. kanzawai (perbesaran 4x); a. Telur; b. Larva; c. Nimfa; d. Imago betina; e. Imago jantan; f. Posisi saat ganti kulit. 21 Lampiran 3 Sidik ragam mortalitas T. kanzawai Source Type III Sum of df Mean Square F Sig. Squares 87436,000a 19 4601,895 14,203 ,000 Intercept 68644,000 1 68644,000 211,864 ,000 stadia 47148,000 3 15716,000 48,506 ,000 bakteri 18656,000 4 4664,000 14,395 ,000 stadia * bakteri 21632,000 12 1802,667 5,564 ,000 Error 25920,000 80 324,000 Total 182000,000 100 Corrected Total 113356,000 99 Corrected Model Lampiran 4 Perlakuan K NB1 NB9 NM2 NRA15 Tabel jumlah individu setiap stadia yang terbentuk pada pengamatan biologi Stadia Imago Telur Larva Nimfa Jantan Betina 25 25 25 2 20 25 21 6 1 25 23 6 1 4 25 21 9 1 3 25 18 2 1 22 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 30 April 1994 dari pasangan Sarjono dan Etik Hindarwati. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Kusuma Bangsa pada tahun 2000, SDN Canggu 2 pada tahun 2006, SMP Negeri 2 Pare pada tahun 2009, dan SMA Negeri 2 Pare pada tahun 2012. Penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang pernah diikuti penulis selama kuliah di IPB yaitu menjadi asisten praktikum Manajemen Vertebrata Hama (2014/2015) dan Dasar-dasar Proteksi Tanaman (2015/2016). Penulis juga aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian sebagai anggota komisi pada tahun 2014 dan ketua komisi pada tahun 2015 serta menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB pada tahun 2016. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor antara lain Panitia Pemilihan Raya Fakultas Pertanian tahun 2013, Saung Tani 50 tahun 2014, Poepa 50 tahun 2014, Komisi Pemilihan Raya Fakultas Pertanian tahun 2014, dan Komisi Pemilihan Raya KM IPB tahun 2015. Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKNP) di Desa Bulakrejo, Kecamatan Balerejo, Madiun pada tahun 2015. Selama kuliah, penulis pernah mendapatkan beasiswa Bakti BCA pada tahun 2014–2015.