Mohd. Yusuf HM. MENGGAGAS KERANGKA METODOLOGI HERMENEUTIKA DALAM ILMU TAFSIR Mohd. Yusuf HM Abstrak Al-Qur’an adalah Kitab Suci sebagai petunjuk yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad untuk semua manusia. Dalam beberapat kasus, isi al-Qur’an memiliki beberapa kesamaan dengan Kitab Suci sebelumnya seperti Injil, Kitab Mazmur, dan Kitab Taurat. Oleh karena itu, sangat mungkin kiranya manakala terdapat pengaruh israiliyat dalam a-Qur’an. Artikel ini bermaksud membahas kemungkinan penerapan metodologi hermeneutika dalam ilmu tafsir. Kata Kunci : Hermeneutika Teks, Konteks dan Kontekstualisasi A. Pendahuluan Peradaban ummat Islam adalah peradaban teks dimana seluruh kegiatan-kegiatannya baik yang berupa kepercayaan, kebijakan publik dan ketetapan-ketetapan publik dan ketetapanketetapan hukum semuanya disandarkan pada dua sumber teks primer dan sekunder yaitu al-Qur’an dan Hadits, dengan berpijak pada dua sumber tersebut umat Islam membangun peradabannya hingga mencapai puncak peradaban yang mencengangkan masyarakat dunia saat itu. Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi utama memiliki posisi yang strategis dalam setiap kajian keilmuan yaitu sebagai central reference di antara disiplin ilmu-ilmu lainnya karena tidak sedikit jumlah hasil sebuah karya ilmiah atau statemen-statemen setiap permasalahan kurang afdhol rasanya kalau tidak dilegitimasi dengan ayat atau dalil dari al-Qur’an. Dari sinilah dapat diketahui bahwa al-Qur’an memiliki wilayah interaksi yang sangat luas cakupannya dan tak terbatas pada objek apapun sesuai dengan kemampuan orang yang mengkajinya. TAJDID Vol. XII, No. 2, Juli-Desember 2013 703 Kerangka Metodologi Hermeneutika Ilmu Tafsir Tulisan-tulisan keagamaan menurut Dawam Raharjo memang kerap merujuk ayat-ayat al-Qur’an dan hadis, Dawam membagi bentuk tulisan tadi menjadi dua mascam yaitu : Pertama, tulisan yang membahas permasalahan-permasalahan umum dengan merujuk ayat-ayat al-Qur’an. Dalam kasus ini tulisan memang tidak langsung menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an tetapi dengan merujuk al-Qur’an, penulis mau tidak mau harus menafsirkan ayat yang menjadi rujukan itu. Kedua, tulisan yang membahas ayat-ayat al-Qur’an tetapi penjelasannya memakai bahan-bahan empiris atau teori ilmu-ilmu sosial. Dengan pendekatan itu maka penafsiran akan menemukan makna-makna baru dari al-Qur’an. Tulisan model pertama itulah yang justru menimbulkan perubahan-perubahan dalam wacana al-Qur’an. Kesulitan dalam menafsirkan al-Qur’an tersebut menimbulkan gagasan dan upaya untuk menemukan metodologi tafsir baru.1 Secara histori metodologi penafsiran al-Qur’an selalu berkembang, hal ini disebabkan karena masalah-masalah yang dihadapi manusia selalu berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, metodologi lama yang dipakai untuk memahami masalah yang relavan di masanya, tidak ditemukan jawabannya pada masalah-masalah kontemporer. Sejarah perkembangan metodologi penafsiran al-Qur’an bukan berarti berjalan mulus tanpa ada perdebatan diantara cerdik cendekia muslim. Satu sisi ada kelompok yang berusaha mempertahankan metodologi lama karena dianggap sebagai sebuah tatanan yang sudah mapan dan di sisi lainnya terdapat kelompok yang berusaha terus menciptakan metodologi baru dengan alasan metodologi lama dianggap tidak mampu lagi menjawab permasalahan kontemporer dan metodologi tersebut perlu di rekonstruksi demi tuntutan zaman. Tarik ulur antara dua kelompok ini selalu menjadi perdebatan yang sengit di antara para pengkaji Islam khususnya bidang tafsir al-Qur’an. Term ilmu tafsir sebenarnya bukan merupakan istilah yang asing bagi kaum muslim di Indonesia. Istilah ini mulai diperkenalkan kepada mereka sejak Islam mulai datang ke bumi nusantara ini sekitar abad pertama dan kedua Hijriah (abad VIIVII M). Meskipun fakta ini masih memerlukan fakta lain yang 1 704 Dawam Raharjo, Paradigma al-Qur’an, Jakarta : PSAP, 2005, h. 3 TAJDID Vol. XII, No. 2, Juli-Desember 2013 Mohd. Yusuf HM. lebih signifikan, namun suatu hal yang tak dapat dibantah bahwa term ilmu tafsir telah sangat populer di Indonesia jauh sebelum munculnya istilah hermeneutika. Istilah yang kedua ini baru agak terasa nuansanya pada dasawarsa terakhir ini, terutama setelah para sarjana Islam Indonesia yang belajar di Barat kembali ke Indonesia membawa berbagai konsep yang di anggap baru, termasuk diantaranya term hermeneutika ini.2 Munculnya istilah hermeneutika tampaknya telah menjadi sebuah wacana metodologi tafsir yang kontroversial dikalangan para pengkaji al-Qur’an. Sebagai sebuah tawaran metodologi baru bagi pengkajian kitab suci. Keberadaan hermeneutika pun tidak bisa dielakkan dari dunia kitab suci al-Qur’an. Menjamurnya berbagai literatur ilmu tafsir kontemporer yang menawarkan hermeneutika sebagai variabel metode pemahaman al-Qur’an menunjukkan betapa daya tarik hermeneutika memang luar biasa. Pada dasarnya, hermeneutika adalah metode tafsir Bible, yang kemudian dikembangkan oleh para filosof dan pemikir Keristen di Barat menjadi metode interpretasi teks secara umum. Oleh sebagian cendikiawan Muslim, kemudian metode ini diadopsi dan dikembangkan, untuk dijadikan sebagai alternatif dari metode pemahaman al-Qur’an yang dikenal sebagai “ilmu tafsir”. Operasional hermeneutika modern dalam penafsiran al-Qur’an bisa dikatakan dirintis oleh para pembaharu muslim; seperti di India dikenal Akhmad Khan, Amir Ali dan Ghulam Ahmad Parves, yang berusaha melakukan demitologisasi konsep-konsep dalam al-Qur’an yang dianggap bersifat mitologis, seperti mukjizat dan hal-hal ghaib. Di Mesir muncul Muhammad Abduh yang secara operasional melakukan operasi hermeneutika dengan bertumpu pada analisis sosial-kemasyarakatan. Meskipun demikian rumusan metodologis mereka ini tidak sistematis dan tidak terlalu jelas. Dalam dekade 1960 sampai 1970-an, muncul tokoh-tokoh yang mulai serius memikirkan persoalan metodologi tafsir ini. Hassan Hanafi tiga karyanya yang bercorak hermeneutika; yang pertama berkaitan dengan rekonstruksi ilmu ushul fiqh, yang kedua berkaitan dengan hermeneutika fenomenologis dalam menafsirkan fenomena keagamaan dan keberagamaan, dan yang 2 Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2005, h. 71 TAJDID Vol. XII, No. 2, Juli-Desember 2013 705