bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber daya yang
memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dalam Undang - Undang Dasar
1945 pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa : “Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”. Tanah banyak dijadikan sebagai barang investasi yang
mendorong permintaan akan tanah semakin bertambah, sehingga mengakibatkan
nilai tanah menjadi mahal terutama bila berdekatan dengan pusat kota. Kebutuhan
akan tanah meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya manusia.
Namun peningkatan kebutuhan manusia berbanding terbalik dengan jumlah tanah itu
sendiri, karena salah satu sifat tanah adalah tetap (Sarwono, 2003). Peningkatan
kebutuhan akan tempat tinggal berhubungan dengan peningkatan permintaan akan
tanah. Sesuai dengan prinsip ekonomi bahwa jika permintaan tinggi maka harga yang
ditawarkan juga akan tinggi (Reksohadiprodjo dan Karseno, 2001). Berdasarkan
prinsip ekonomi tersebut, permintaan akan tanah yang meningkat akan meningkatkan
nilai tanah. Tanah di daerah yang mendekati pusat kota atau di pusat kota akan
mengalami kenaikan harga.
Penelitian ini memetakan jumlah transaksi jual beli tanah di Kabupaten Blora
selama kurun waktu dua tahun yaitu pada tahun 2013 sampai tahun 2014. Kabupaten
Blora berada di wilayah ujung disisi timur Propinsi Jawa Tengah yang terletak
diantara 06°52’30” – 07°17’30” LS dan 111°07’30” – 111°37’30” BT. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora tahun 2010 jumlah penduduk di
Kabupaten Blora mencapai 829.728 jiwa dan sampai dengan akhir tahun 2011
mencapai 833.786 jiwa, mengalamai kenaikan sebesar 4.058 jiwa. Tahun
2012
jumlah penduduk 840.206 jiwa dan tahun 2013 jumlah penduduk Kabupaten Blora
sebesar 844.444 jiwa. Data PPAT Kabupaten Blora menyebutkan bahwa jumlah
transaksi jual beli tanah antara tahun 2013 sampai tahun 2014 sebanyak 6.937
transaksi, dengan kenaikan transaksi sebesar 51% pada tahun 2014. Angka
pertumbuhan
penduduk
dan
kenaikan
jumlah
transaksi
tanah
tersebut
mengindikasikan bahwa kebutuhan akan tempat tinggal maupun kebutuhan tempat
usaha berhubungan dengan permintaan tanah yang semakin meningkat.
Fakta di atas dapat menunjukkan bahwa pertambahan penduduk berpengaruh
pada peningkatan kebutuhan akan tanah, yang mengakibatkan meningkatnya
transaksi jual beli tanah dan penawaran harga tanah yang semakin tinggi. Transaksi
jual beli tanah dapat disajikan dalam bentuk peta pasar tanah, dari peta tersebut dapat
dilihat penyebaran transaksi jual beli tanah dalam kurun waktu tertentu. Semakin
rapat penyebaran distribusi transaksi jual beli tanah, semakin tinggi aktivitas pasar
tanah di wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan perekonomian
wilayah tersebut lebih baik sehingga terjadi peningkatan harga tanah di wilayah
tersebut. Pasar tanah tidak harus diartikan sebagai tempat atau bangunan dimana
penjual dan pembeli berkumpul, tetapi pasar tanah terjadi pada lokasi yang dijadikan
obyek transaksi jual beli tanah (Rahman dan Noor, 1997). Pasar tanah dapat
menunjukkan kawasan yang memiliki jumlah transaksi tinggi dan banyak diminati
masyarakat. Pasar tanah seharusnya dapat digunakan untuk menganalisis arah dan
tingkat pertumbuhan wilayah Kabupaten Blora dekat pusat kota atau jauh dari pusat
kota.
Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat menganalisis arah dan
tingkat pertumbuhan wilayah Kabupaten Blora berdasarkan distribusi transaksi jual
beli tanah.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan bahwa pasar tanah yang
menggambarkan distribusi transaksi jual beli tanah dapat digunakan sebagai indikasi
arah pertumbuhan wilayah Kabupaten Blora. Oleh karena itu diperlukan penelitian
untuk mengetahui arah pertumbuhan di Kabupaten Blora.
I.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian adalah :
1. Selama kurun waktu tahun 2013 sampai tahun 2014 di kecamatan mana
terjadi transaksi jual beli tanah paling banyak ?
2. Bagaimana arah pertumbuhan wilayah di Kabupaten Blora berdasarkan
pasar tanah?
I.4. Cakupan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blora yang terletak diantara 06°52’30”
– 07°17’30” LS dan 111°07’30” – 111°37’30” BT. Pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Data transaksi jual beli tanah yang digunakan bersumber dari PPAT tahun
2013 sampai tahun 2014.
2.
Hasil analisis akan ditinjau kesesuaiannya berdasarkan pola ruang, dan
struktur ruang yang sudah direncanakan dalam RTRW Kabupaten Blora.
I.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk memetakan pasar tanah di Kabupaten Blora menggunakan data
transaksi jual beli tanah pada tahun 2013 sampai tahun 2014.
2. Mengidentifikasi
arah
pertumbuhan
wilayah
Kabupaten
Blora
berdasarkan transaksi jual beli tanah. Dengan data transaksi jual beli
tanah dapat diketahui kawasan yang paling banyak diminati masyarakat,
sehingga dapat diketahui arah pertumbuhan wilayah Kabupaten Blora.
I.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan instansi pemerintahan seperti BPN dan BAPPEDA
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan pertanahan.
2. Dapat digunakan badan usaha yang memiliki strategi bisnis berdasarkan
pasar tanah, sebagai dasar penentuan lokasi pemasaran yang tepat.
3. Dapat digunakan akademisi atau lembaga riset yang terkait dalam bidang
pertanahan
pertanahan.
untuk melakukan analisis dan eksperimen dalam bidang
I.7. Tinjauan Pustaka
Pristianti (2013) telah melakukan penelitian tentang, “Pertumbuhan Wilayah
Kabupaten Kebumen Berdasarkan Pola Pasar Tanah”. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi pola pasar tanah dan arah pertumbuhan wilayah Kabupaten
Kebumen. Penelitian ini menggunakan data transaksi jual beli tanah Kabupaten
Kebumen tahun 2011 sampai tahun 2012. Berdasarkan pola pasar tanah pertumbuhan
wilayah Kabupaten Kebumen terjadi di daerah yang mendekati pusat kota. Hal ini
disebabkan masyarakat melihat faktor internal dan ekternal pada saat melakukan
transaksi jual beli tanah. Luas tanah yang banyak diminati di kawasan strategis
berada pada luasan kurang dari 401 m2. Faktor eksternal yang paling banyak
berpengaruh dalam transaksi jual beli tanah adalah faktor aksebilitas dan
infrastruktur lingkungan.
Penelitian lain dilakukan Nurjanah (2014) dengan judul “ Analisis Pasar Tanah
Untuk Identifikasi Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Sragen”. Tujuan penelitian
tersebut untuk mengetahui pola pasar tanah yang terbentuk di Kabupaten Sragen.
Penelitian ini menggunakan data transaksi jual beli tanah tahun 2012 sampai tahun
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah transaksi jual beli tanah pada
daerah yang mendekati pusat kota lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang
menjauhi pusat kota. Hal ini disebabkan karena faktor dominan yang paling
berpengaruh adalah aksebilitas dan infrastruktur kota , walaupun luas tanahnya tidak
terlalu luas. Faktor eksternal yang paling banyak berpengaruh dalam transaksi jual
beli tanah adalah faktor aksebilitas dan infrastruktur lingkungan.
Indina Sinta Dewi (2011) melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Pola
Pasar Tanah di Kabupaten Bantul”. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui pola
pasar tanah yang terbentuk di Kabupaten Bantul. Hasil penelitian menunjukkan
kecenderungan transaksi jual beli tanah terletak di daerah yang dekat dengan pusat
kota. Hal ini disebabkan oleh daerah sekitar pusat kota ditetapkan pemerintah
sebagai kawasan pengembangan kota. Harga tanah yang berada di kawasan
pengembangan kota lebih tinggi daripada harga di kawasan yang letaknya jauh dari
kota. Luas tanah juga memberikan pengaruh terhadap transaksi jual beli. Luas tanah
yang diminati di kawasan pengembangan kota berada pada kisaran 101 m2 – 250 m2.
Penelitian ini menggunakan data transaksi jual beli tanah di Kabupaten Blora
pada tahun 2013 sampai tahun 2014. Distribusi transaksi jual beli tanah digambarkan
dalam bentuk peta pasar tanah. Analisis hasil didasarkan pada struktur ruang, pola
ruang, aksebilitas, dan infrastruktur kota yang sudah direncanakan dalam RTRW
Kabupaten Blora.
I.8. Landasan Teori
Teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang ada
dalam penelitian ini adalah:
I.8.1. 1.8.1. Analisis Deskriptif
Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai
“Proses penyelidikan terhadap suatu peristiwa karangan, perbuatan, dan sebagainya
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan
sebagainya)” (KBBI 2008). Penelitian ini menganalisis transaksi jual beli tanah
secara deskriptif untuk mengetahui arah pertumbuhan wilayah berdasarkan pasar
tanah. Seperti dikatakan Dasim (dalam Sukmadinata 2009) bahwa “Penelitian
deskriptif tidak hanya berhenti pada pengumpulan data, pengorganisasian, analisis,
dan penarikan interpretasi serta penyimpulan, tetapi dilanjutkan dengan perbadingan,
mencari kesamaan- perbedaan dan hubungan kasual dalam berbagai hal.
I.8.2. I.8.2. Pasar Tanah
Pasar tanah merupakan tempat terjadinya transaksi jual beli tanah. Pasar
tanah tidak berwujud seperti pasar pada umunya, namun dimana terjadinya transaksi
jual beli tanah maka disitulah terjadi pasar tanah (Rahman dan Noor, 1997).
Penawaran dan permintaan tanah selalu dihubungkan dengan lokasi khusus. Lokasi
berpengaruh terhadap nilai tanah sesuai jenis penggunaannya (Sumardjono, 2011).
Apabila tanah terletak di lokasi yang strategis misalnya dekat dengan pusat kota,
maka akan mempengaruhi nilai pasarannya menjadi lebih tinggi.
Menurut (Reksohadiprojo dan Karseno,1982) faktor yang mempengaruhi nilai
tanah dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yaitu :
1. Aspek internal (site), yaitu semua sifat atau karakter yang dimiliki suatu persil
atau daerah tertentu. Elemen-elemen site antara lain kondisi fisik persil yang
berupa luas, ukuran (size), bentuk, topografi, legalitas hukum (hak penguasaan
dan penggunaannya), kesesuaian dengan pemintakatan (zoning) dan lain
sebagainya.
2. Aspek eksternal (situation), yaitu keadaan atau karakteristik “lingkungan yang
mempengaruhi “site”-nya. Misalnya, aksesibilitas (kemudaham menuju lokasi
atau site yang lainnya), tersedianya jaringan infrastruktur kota, dan lain-lain.
I.8.3. I.8.3. Pertumbuhan Wilayah
Pertumbuhan wilayah di suatu kawasan disebabkan oleh berbagai kegiatan
produktif yang ada dalam kota (Reksohadiprodjo dan Karseno, 1982). Hendarto
(1997) menyebutkan pertumbuhan diartikan sebagai perubahan menyeluruh, yaitu
yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat secara menyeluruh, baik
perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik. Wilayah akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan adanya keterlibatan aktifitas
manusia seperti peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam suatu
wilayah yang bersangkutan. Pertumbuhan wilayah juga dipengaruhi oleh
perkembangan ekonomi, yang umumnya terjadi di pusat kota. Beatley dan Maning
(1997) menyebutkan bahwa pertumbuhan suatu kota tidak disebabkan oleh satu hal
saja, tetapi beberapa hal yang saling berkaitan seperti hubungan antara kebutuhan
politik, faktor sosial budaya dan juga pasar yang terjadi di suatu wilayah
I.8.4. Pasar tanah sebagai indikator pertumbuhan wilayah
Pertumbuhan wilayah dapat dipengaruhi oleh faktor penduduk, ekonomi, dan
sosial budaya (Eckert,1990). Faktor-faktor tersebut dapat dijadikan sebagai indikator
untuk menganalisis pertumbuhan suatu wilayah. Faktor-faktor tersebut memiliki
kesamaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah dan pasar tanah.
Pasar tanah terbentuk karena adanya transaksi jual beli tanah. Transaksi jual beli
tanah dapat dijadikan sebagai parameter untuk menganalisis pertumbuhan wilayah.
Nurjanah (2014) menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang bertambah
mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan tanah, sehingga mendorong peningkatan
jumlah transaksi jual beli tanah. Distribusi transaksi jual beli tanah dapat
menunjukkan kawasan yang memiliki jumlah transaksi yang tinggi. Dari pasar tanah
yang terbentuk dapat dianalisis pertumbuhan wilayah yang terjadi dari segi
pertumbuhan penduduk.
Harga tanah bergerak turun seiring jarak dari pusat kota (produktif) kearah
pedesaan (konsumtif). Pada daerah kota, harga tanah tersebut naik kemudian turun
mengikuti jarak dan tingkat aktifitas diatasnya (Luky, 1997). Tinggi nilai tanah
bukan dilihat dari tingkat kesuburan tanah tersebut, tetapi lebih sering dikaitkan
dengan jarak atau letak tanah (Reksohadiprojo dan Karseno, 2001). Permintaan dan
penawaran tanah yang meningkat dapat meningkatkan jumlah transaksi jual beli
tanah. Transaksi jual beli tanah dapat digambarkan dalam peta pasar tanah dan dapat
digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan wilayah.
I.8.5. Nilai tanah dan harga tanah
Nilai tanah adalah suatu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan tanah secara
ekonomis dalam hubungannya dengan produktifitas dan strategi ekonomisnya ( Putra
dan Dita, 2002). Sedangkan harga tanah adalah penilaian atas tanah yang diukur
berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas tertentu pada
pasaran tanah ( Riza, 2005). Penggunaan tanah ditentukan oleh besarnya nilai
manfaat tanah (Barlow, 1978). Apabila tanah digunakan dan memberikan nilai
manfaat lebih, maka harga sewa tanah menjadi tinggi. Nilai dan harga memiliki
hubungan fungsional, sebab harga tanah akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya nilai
tanah.
Shenkel (1988:31) menyebutkan bahwa nilai pasar tanah merupakan harga
(yang diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli. Nilai
pasar mencerminkan harga yang terbaik atas suatu properti pada suatu waktu
tertentu. Harga pasar merupakan kesepakatan harga antara penjual dan pembeli.
Dalam konteks pasar properti nilai tanah sama dengan harga pasar tanah.
Ada empat faktor yang mempengaruhi nilai tanah (Eckert,1990) antara lain:
1) Faktor ekonomi.
Faktor ekonomi berkaitan dengan keadaan ekonomi global/internasional,
nasional, regional, maupun lokal. Variabel yang mempengaruhi nilai tanah
antara lain tingkat pengangguran, upah rata-rata dan sebagainya.
2) Faktor sosial
Faktor sosial membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah. Selain
itu berhubungan dengan keinginan masyarakat untuk memperoleh daerah
yang aman dan tenteram.
3) Faktor hukum, politik dan kebijakan pemerintah
Kegiatan dan fasilitas infrastruktur yang dibangun pemerintah, seperti jalan,
sekolah, transportasi dll menyeba
bukan kebutuhan akan tanah meningkat dan mempengaruhi nilai tanah.
4) Faktor fisik dan lingkungan
Faktor ini secara umum berpengaruh pada wilayah perkotaan. Nilai tanah
berubah karena adanya letak relatif terhadap pusat bisnis, akses jalan raya,
pusat perbelanjaan dan sekolah.
Sunaryo
dan
Prasetya
(2013)
menyebutkan
bahwa
variabel
yang
mempengaruhi harga tanah antara lain:
1. Letak lokasi
2. Faktor lokasi
3. Jarak ke lokasi-lokasi tertentu
4. Aksebilitas
5. Jaringan
6. Kualitas lingkungan
7. Penggunaan tanah
8. Kelengkapan fasilitas
9. Kondisi infrastruktur
10. Permintaan dan penawaran terhadap tanah
Gilarso (2003) menyebutkan bahwa model teori permintaan tanah pertama kali
dikembangkan Von Thunen (1826) yang membahas mengenai hubungan lokasi yang
berada jauh dari pusat kota dengan nilai sewa tanah, maka semakin jauh lokasi dari
pusat kota akan menyebabkan nilai sewanya semakin murah. Pola harga tanah
cenderung mengikuti pola keruangan penggunaan tanah. Fakta tersebut relevan
dengan teori yang dikemukakan Von Thunen, semakin dekat jarak dari pusat kota
maka harga sewa semakin tinggi hal ini ditunjukkan pada Gambar I.2.
I.8.5.1.
Gambar I.1. Hubungan antara struktur harga tanah riil, kurva penawaran sewa dan
lokasi (Sumber : Reksohadiprodjo dan Karseno, 2011.)
Teori Neo Klasik berkembang sejak tahun 1950-an. Teori ini berkembang
berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan
ekonomi. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan
penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal
dan tingkat kemajuan teknologi). Pandangan ini didasarkan kepada anggapan yang
mendasari analisis Klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat
pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap
sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai dimana
perekonomian akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi
kapital, dan kemajuan teknologi. Pada pertumbuhan wilayah berdasarkan pasar
tanah, pendekatan Neo Klasik fokus terhadap permintaan dan penawaran kepada
tanah. Harga terbentuk dalam transaksi jual beli merupakan interaksi antara
permintaan dan penawaran yang bertemu pada titik seimbang.
Teori Neo Klasik tentang harga tanah menerangkan kecenderungan interaksi
penawaran dan permintaan menentukan harga sebagian tanah tertentu dan pada
waktu tertentu (Bramley et al., 1995:52 dalam Ismail, 1999). Hal ini berarti frekuensi
transaksi jual beli tanah pada harga yang disepakati, yang terjadi di suatu daerah
pada waktu tertentu akan mencerminkan pasar tanah yang dapat digunakan sebagai
indikasi arah pertumbuhan wilayah tersebut.
I.8.4. I.8.7. Peta Tematik
Peta Tematik adalah suatu peta yang memperlihatkan informasi kualitatif dan
atau kuantitatif pada unsur tertentu (Prihandito,1988). Keterangan disajikan dengan
gambar memakai pernyataan dan simbol-simbol yang mempunyai tema tertentu atau
kumpulan dari tema-tema yang ada hubungannya antara satu dengan lainnya. Peta
dasar yang digunakan untuk penggambaran peta tematik adalah peta topografi. Data
tematis dari peta topografi yang diambil satu atau dua unsur saja misalnya: batas
negara, batas daerah/propinsi, sungai, dan lain-lain. Simbol-simbol yang digunakan
dalam peta tematik berupa simbol titik, simbol garis, dan simbol luas. Sedangkan
pernyataan yang mewakili data di atas peta tematik berhubungan dengan lokasi,
posisi, dan luasnya. Penyajian data bergantung dari tema peta tematik yang dibuat.
Menurut Prihandito (1988) cara pemetaan data pada peta tematik ada dua
antara lain:
1.
Cara Kuantitatif
Pemetaan data dengan cara kuantitatif memperlihatkan tentang lokasi dan
besar/jumlah/banyak dari suatu unsur tertentu. Data disajikan menjadi tiga
kelompok yaitu:
a) Pemetaan kuantitatif dengan simbol titik
Simbol menyatakan harga dari suatu unsur tertentu, besaran
jumlah/banyaknya suatu unsur. Simbol dinyatakan dengan:
1) Simbol dengan petunjuk harga
2) Simbol dengan harga satuan unit
3) Simbol yang sebanding (proporsional simbol)
4) Grafik berbentuk garis lurus
5) Grafik garis majemuk
6) Grafik garis campuran
7) Grafik berbentuk batang
8) Piramid
b) Pemetaan kuantitatif dengan simbol garis
Pemetaan simbol garis memperlihatkan gambaran dari unsur-unsur berbentuk
garis dan mempunyai besaran/jumlah
c) Pemetaan kuantitatif dengan simbol luas
Simbol ditunjukkan dengan menggunakan latar (screen) berupa garis dan latar
titik dengan bermacam prosentase (%) yang disertai warna untuk menyatak
kualitas dari simbol luas tersebut. Contoh :
Peta curah hujan, peta kepadatan
penduduk.
2. Cara Kualitatif
Pemetaan data dengan cara kualitatif memperlihatkan gambaran tentang lokasi dari
unsur-unsur dengan kedudukan yang benar. Data disajikan dalam beberapa bentuk antara
lain:
a) Pemetaan kualitatif dengan simbol titik
1) Simbol geometri/abstrak
Misal :
simbol titik triangulasi
simbol untuk menyatakan kota
b) Pemetaan kualitatif dengan simbol garis (linear)
Data yang disajikan mewakili unsur dalam bentuk garis, misal : jalan, sungai, rute
perjalanan, batas kabupaten dan sebagainya.
c) Pemetaan kualitatif dengan simbol luas
Pemetaan ini memperlihatkan gambaran unsur yang diwakili. Pemisahan bagian unsur yang
disajikan diberi tanda pengenal berupa latar (screen) garis atau pola tertentu. Contoh: Peta
pariwisata, peta geologi.
Download