ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA TESIS Oleh MOHAMMAD YUSUF 057018016/EP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh MOHAMMAD YUSUF 057018016/EP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Judul Tesis : Nama Mahasiswa : Nomor Pokok : Program Studi : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA Mohammad Yusuf 057018016 Ekonomi Pembangunan Menyetujui Komisi Pembimbing (Dr. Dede Ruslan, M.Si) Ketua (Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc) Tanggal lulus : 25 Mei 2009 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Telah diuji pada Tanggal : 25 Mei 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Dede Ruslan, M.Si Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si 2. Dr. Murni Daulay, M.Si 3. Drs. Iskandar Syarief, MA 4. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 PERNYATAAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, Mei 2009 Mohammad Yusuf ABSTRAK Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ini bertujuan untuk menganalisis tingkat permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara, yang terdiri dari PDRB, suku bunga pinjaman, dan inflasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) Medan. Berdasarkan hasil estimasi data time series selama tahun 1980 – 2004, penelitian ini menemukan bahwa PDRB berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif, nilai inflasi berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif, dan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif. Penelitian ini mengaplikasikan bahwa PDRB, dan inflasi berpengaruh secara positif terhadap permintaan kredit, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh secara Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 negatif karena semakin meningkat/menurun suku bunga kredit tidak berpengaruh kepada permintaan kredit di Sumatera Utara. Untuk itu diharapkan dalam penelitian ini, pemerintah mengambil suatu kebijakan dalam pemberian kredit konsumtif yang lebih ringan, lebih mudah dan dengan proses yang cepat, sehingga masyarakat mendapat kepuasaan. Kata kunci : Kredit konsumtif, PDRB, suku bunga pinjaman, dan inflasi ABSTRACT The aim of research is to Analiyze of the factors which influence on demand of credit consumption on government bank in north Sumatra. The variables consist to analyze of Product Domestic Regional bruto (PDRB), Rate of Interest and inflation. The research used secondary data of time series, obtained from Statistical Center (BPS) and Indonesia Bank (BI) Medan. Based of data estimation of time series during year 1980 – 2004, the result show that demand of PDRB have influence on the demand of credit consumption. Rate of interest influence on the demand of credit consumption, and inflation in the influence on demand of credit consumption. This research to application is PDRB, inflation have effect positive to demand of credit consumption, so rate of interest no effect negative to demand of credit consumption because very as right or turn rate of interest no effect to demand to credit consumption in North Sumatera. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 It is expected that the government should do the policy in giving credit consumption more easier and also the process is fast so that the society would be satisfied. Key words : Credit Consumption Product Domestic Regional bruto (PDRB), Rate of Interest and inflation KATA PENGANTAR Pertama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirata Allah SWT yang telah memberikan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif bank Pemerintah di Sumatera Utara. Dalam mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana dalam bidang ekonomi pembangunan, saya mengakui banyak pihak-pihak yang telah memberikan dorongan, motivasi, bimbingan dan bantuannya. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya dengan hati yang tulus menyampaikan arasa terima kasih dan penghargaan yang stinggi-tingginya kepada : Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 1. Bapak Dr. Dede Ruslan M.Si, sebagai Pembimbing I dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, sebagai Pembimbing II, dimana dengan niat tulus dan ikhlas sepenuh hati telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan diskusi dari proses penyusunan proposal sampai dengan proses penyempurnaan tesisi ini sebagai hasil penelitian dan tulisan. 2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan dan Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Sekretaris Program, dimana beliau dengan arif dan bijaksana telah mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A. dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. merupakan dosen pembanding sekaligus dosen dan sahabat untuk bertanya. 4. Bapak Doni Rinalsi, ST, M.Si, Pemimpin Cabang Utama BNI USU dan bapak M. Khalim SE, MM, Pemimpin Bidang Layanan Cabang Utama BNI USU merupakan orang yang membimbing penulis dalam berkarir. Selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, penulis merasa nyaman dengan tersedianya fasilitas dalam proses belajar mengajar sehingga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), sebagai Rektor. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Kepada sahabat-sahabat Angkatan IX regular yang telah banyak memberikan bantuan moril maupun materil untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Kedua orang tua penulis yang tercinta Ayahanda Anis Djudin dan (Alm) Ibunda Zurtina Nur yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan Ibu Mertua Ramlah, D yang memberikan dorongan semangat serta isteri tercinta Yetty Asri, SE sebagai inspirator penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan semoga penelitian ini bermanfaat, baik untuk dunia akademis maupun dunia perbankan. Medan, Maret 2009 H. Mohammad Yusuf RIWAYAT HIDUP 1. Nama : Mohammad Yusuf 2. Agama : Islam 3. Tempat & Tgl.Lahir : Medan, 1 Oktober 1968 4. Alamat : Jl. Bakti Indah VII No,116 Perumahan Tata Alam Asri Gaperta Medan. 5. Nama orang tua : Ayah : Anis Djudin Ibu : Alm. Zurtina Nur 6. Nama isteri : Yetty Asri, SE Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 7. Pendidikan a. SD Negeri 060843, Medan : Lulus Tahun 1982 b. SMP Laks. Martadinata, Medan : Lulus Tahun 1985 c. SMA Negeri 3 Medan : Lulus Tahun 1988 d. FH UISU, Medan : Lulus Tahun 1994 e. Sekolah Pascasarjana EP USU : Lulus Tahun 2009 8. Pekerjaan Sekarang : Staf Pemasaran PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Utama Cabang USU Medan DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ………………………………………………………….................... i ABSTRACT …………………………………………………………................... ii KATA PENGANTAR ……………………………………………….................. iii RIWAYAT HIDUP………………………………………................................... v DAFTAR ISI ………………………………………………………..................... vi DAFTAR TABEL .. ……………………………………………….................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………...................... xi DAFTAR SINGKATAN …………………………………………….................. xii BAB I 1 PENDAHULUAN ......................................................................... Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 BAB II 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 9 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 9 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 10 TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 11 2.1 Landasan Teori.................................................................... 11 2.1.1 Teori Klasik. ........................................................... 11 2.1.2 Irving Fisher............................................................ 11 2.1.3 Teori Cambridge (Marshall-Pigou)......................... 13 2.1.4 Teori Keynes........................................................... 15 2.1.5 Teori Kuantitas Modern (Friedman)....................... 18 BAB III BAB IV 2.2 Perilaku Konsumen........................................ ..................... 20 2.3 Permintaan Kredit................................................................ 21 2.4 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi...................................... 25 2.5 Teori Suku Bunga Pinjaman................................................ 28 2.6 Nilai Tukar Mata Uang........................................................ 35 2.7 Inflasi................................................................................... 41 2.8 Penelitian Terdahulu............................................................ 47 2.9 Kerangka Konseptual........................................................... 50 2.10 Hipotesis Penelitian............................................................. 51 METODE PENELITIAN............................................................... 52 3.1 Ruang Lingkup Penelitian..................................................... 52 3.2 Jenis dan Sumber data Penelitian.......................................... 52 3.3 Model Analisis ..................................................................... 52 3.4 Uji Kesesuaian....................................................................... 53 3.5 Uji Pelanggaran Asumsi Klasik ............................................ 54 3.6 Definisi operasional ........... ....................................................57 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 58 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 4.1 4.2 4.3 Perkembangan Variabel yang di Teliti ................................. 58 4.1.1 Kondisi Industri Perbankan di Sumatera Utara......... 58 4.1.2 Jumlah Bank Di Sumatera Utara............................... 58 4.1.3 Kredit Konsumtif Perbankan di Sumut..................... 60 4.1.4 Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 60 4.1.5 Variabel Suku Bunga Pinjaman................................ 63 4.1.6 Variabel Inflasi ......................................................... 65 Analisis dan Pembahasan Penelitian.......................... …….. 67 4.2.1 Uji Determinasi (R-squared……………………….. 67 4.2.2 Uji Simultan (Uji – F)……………........................... 67 4.2.3 Uji Parsial (Uji – t)………………………………… 68 Uji Asumsi Klasik ………………….................................... 70 4.3.1 Uji Multikolinearitas……………………….............. 70 4.3.2 Uji Autokorelasi……….…………........................... 70 4.3.3 4.4 BAB V Uji Heterokedastisitas………………………............ 71 Pembahasan hasil estimasi variabel yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif (PKK) Bank Pemerintah di Sumatera Utara.……...................................... 72 KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 76 5.1 Kesimpulan........................................................................... 76 5.2 Saran..................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 78 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 DAFTAR TABEL Nomor 4.1 Judul Halaman Jumlah Kantor Cabang Bank di Daerah Tingkat I dan II di Sumatera Utara, Tahun 2004………….......................... 59 4.2 Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas ...…………......................... 70 4.3 Hasil Uji Breusch-Godfrey Serial Colrrelation LM Test .............. 70 4.4 Uji Heterokedastisitas …………………………………………… 71 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 DAFTAR GAMBAR Nomor 2.1 4.1 4.2 Judul Halaman Kerangka Konseptual Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan kredit Konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara………………................................................................................ 50 Perkembangan Kredit konsumtif di Sumatera Utara, Tahun 1980-2004 …………….………….................................... 60 Grafik Perkembangan PDRB di Sumatera Utara Tahun 1980- 2004……………………………….................................... 61 4.3 Grafik Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Konsumtif Tahun 1980-2004 ……….…………..................................... 64 4.4 Perkembangan Inflasi, tahun 1980-2004 .................................................. 66 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Data Factor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Sumatera Utara................................................................................ 81 2. Deskriptive Statistik …………………………………………………………… 82 3. Output Regresi …………………………………………………………………. 83 4. Uji Multikolinearitas …………………………………………………………… 84 5. Uji Otokerelasi ………………………………………......................................... 86 6 Uji Heterokedastisitas …………………………………………………………… 87 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 DAFTAR SINGKATAN BPD : Bank Pembangunan Daerah BBM : Bahan Bakar Minyak BUPLN : Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara BPS : Badan Pusat Statistik LDR : Loan on Deposit Ratio NPL : Non Performing Loan PDB : Produk Domestik Bruto PDRB : Produk Domestik Regional Bruto PPP : Purchasing Power Parity PMA : Penanaman Modal Asing PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri PKK : Permintaan Kredit Konsumtif OLS : Ordinary Leaast Squar Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada trilogi pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya pembangunan di segala bidang, terutama pembangunan di bidang ekonomi. Secara umum tujuan pembangunan ekonomi adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, menjaga tingkat kestabilan harga, mengatasi masalah pengangguran, menjaga keseimbangan neraca pembayaran dan pendistribusian pendapatan yang adil dan merata. Pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan pemerataan, stabilitas harga, dan keseimbangan neraca pembayaran merupakan sasaran kebijakan ekonomi makro yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan. Pada tingkat regional tiga sasaran pertama selain keseimbangan neraca pembayaran merupakan sasaran tidak saja dari kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal nasional, tetapi juga sebagian dipengaruhi kebijakan-kebijakan regional di bidang keuangan dan fiskal (anggaran). Resesi ekonomi dunia yang telah berlangsung sejak awal tahun 1980-an, telah mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia pada tahun 1983. Oleh karena itu laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut harga konstan pada tahun 1983 hanya mencapai sebesar 4,20 persen, padahal dalam kurun waktu 15 tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar dari lima. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi ini, disebabkan antara lain menurunnya harga minyak dunia, Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 sehingga penerimaan ekspor minyak mengalami penurunan. Harga minyak turun menjadi sebesar 29,53 dola AS per barel . Padahal sampai dengan akhir tahun 1983, ekspor minyak bumi dan gas alam ketika itu mencapai 16,14 miliar dolar AS, sedangkan nilai ekspor komoditas bukan minyak dan gas alam baru mencapai 5,01 miliar dolar AS atau sekitar 23,6 persen dari total ekspor Indonesia. Secara umum kondisi perokonomian Indonesia, khususnya moneter mengalami berbagai tekanan baik yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal maupun internal. Walaupun antara kurun waktu pertengahan perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik, tetapi secara keseluruhan perkembangan ekonomi Indonesia sampai dengan akhir tahun 1997 mengalami perlambatan yang cukup berarti. Pada paruh kedua tahun 1997, mulai terjadi krisis moneter, khususnya nilai tukar dan ditambah lagi dengan semakin bertambahnya utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun secar drastis. Dan perkiraan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional sebelum terjadinya krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1997 diperkirakan akan beraada pada kisaran 5,2 persen sampai dengan 6,8 persen. Namun kemudian realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia jatuh pada kisaran 4,8 persen, jauh dibawah nilai pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya. Ditinjau dari sisi permintaan, penurunan pertumbuhan ekonomi diakibatkan oleh melemahnya permintaan domestik khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. Sedangkan dari sisis penawaran perlambatan ini terjadi pada sektor- Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 sektor yang memiliki pangsa yang cukup besar terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan biaya impor bahan baku dan pembayaran utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo dan keduanya dipacu oleh tekanan nilai tukar dan ketatnya likuiditas perbankan nasional. Khusus sektor pertanian yang memiliki pangsa sebesar 14,8 persen terhadap PDB, penurunan pertumbuhannya dipacu oleh kegagalan panen di berbagai daerah akibat serangan hama dan tidak mempunyai petani untuk membeli sarana produksi pada tingkat harga yang berlaku. Sejalan dengan peningkatan laju inflasi yang sangat tajam tersebut, terjadi peningkatan kebutuhan dana masyarakat dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan. Semua hal tersebut mengakibatkan peningkatan penarikan dana masyarakat dari sektor perbankan. Tercatat uang kartal yang dipegang masyarakat melonjak tajam dari 24,9 triliun rupiah pada akhir Oktober 1997 menjadi 37,5 triliun rupiah pada akhir Januari 1988. Kondisi tersebut juga terjadi di sektor perbankan nasional. Akibat merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan juga lemahnya struktur perbankan nasional sendiri, secara umum krisis telah mengakibatkan perbankan mengalami masa-masa yang teamat sulit. Kesulitan likuiditas perbankan yang dapat dikatakan berawal dari faktor-faktor yang sangat multi dimensional telah membawa perbankan nasional pada krisis yang berkepanjangan. Sistem perbankan ditandai dengan dominasi bank pemerintah, hambatan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 kompetisi, serta pemberian subsidi dan pengendalian penyaluran kredit. Bank pemerintah menguasai 80 persen dari total aset sistem perbankan. Tingkat suku bunga dan penyaluran kredit dikendalikan secara terpusat, serta proporsi kredit diatur untuk sektor dan kelompok yang dikehendaki. Secara praktis tidak terdapat celah untuk membuka bank baru. Pengendalian atas kredit perbankan dilakukan dalam berbagai bentuk. Pengendalian kredit mulai dilakukan sebagai bagian dari suatu rentang upaya melawan tingkat inflasi. Bagaimanapun, pengendalian lebih bermakna pembatasan, dimana otoritas yang berwenang mengarahkan setiap bank untuk memberikan kredit padaa segmen tertentu saja melalaui pengaturan secara rinci batas jumlah kredit untuk setiap bank. Dengan kebijakan ini juga, bank Indonesia menghambat kompetisi dan pasar kredit serta bank dipaksa untuk berkiprah secara spesifik pada segmen tertetntu. Kebijakan ini juga diberlakukan terhadap bank pemerintah, dimana setiap bank dibatasi untuk beroperasi pada segmen tertentu saja. Bank swasta berkonsentrasi terutama pada segmen ritel, sementara bank asing dibatasi untuk bergerak dalam perdagangan dan investasi asing. Pasar kredit dicirikan oleh sistem yang mendua, dimana satu segmen disubsidi oleh pemerintah dan segmen lainnya mengikuti tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kredit yang disubsidi diarahkan untuk menarik minat investasi pada kegiatan atau sektor-sektor tertentu, seperti bisnis UKM, sarana produiksi dan jasa penunjang lainnya untuk sektor pertanian, dan proyek-proyek yang disponsori oleh pemerintah. Meskipun demikian, subsidi yang diberikan tidak secara pasti meningkatkan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 investasi sebagaimana yang diharapkan, karena jumlah kredit yang diberikan kepada peminjam dibatasai, untuk mencegah terjadinya arbitrase. Lagipula, skim kredit yang diajukan tidak mendorong iklim kompetisi bahkan cenderung menciptakan budaya penyuapan dan korupsi, dan peluang terjadinya kemacetan kredit sangat tinggi karena aplikasi pinjaman yang diajukan tidak berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya. Deregulasi keuangan dan perbankan dilakukan sebagai langkah awal perubahan-perubahan kebijakan dan mengakhiri masa represi keuangan. Kebijakan ini menandai masuknya ekonomi pasar yang lebih intensif dimana berbagai distorsi hendak dihapuskan sama sekali. Deregulasi yang dikenal dengan sebutan Pakjun 1983 merupakan tonggak awal sebuah proses penyesuaian struktur ekonomi. Paket kebijakan deregulasi perbankan pada tanggal 1 Juni 1983 yang lebih dikenal dengan sebutan Pakjun 1983 meliputi empat hal pokok, yakni : 1. Pencabutan ketentuan pagu tingkat bunga, kecuali bagi kredit prioritas yang dibiayai oleh Bank Indonesia. Dengan pencabutan tersebut, berarti bank komersial termasuk bank-bank milik pemerintah bebas menentukan tingkat bunga tabungan dan suku bunga kredit yang akan disalurkan. 2. Pencabutan ketentuan pagu kredit, sehingga bank-bank komersil termasuk bank-bank milik pemerintah dengan tanpa alasan batasan boleh melakukan ekspansi asetnya. 3. Pengurangan volume kredit likuiditas, dan pengurangan trhadap bidang-bidang, dan sektor-sektor yang dapat dibiayai oleh sektor kredit. 4. Bank Indonesia memperkenalkan instrumen moneter berupa Sertifikat Bank Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Indonesiaa (SBI) dan fasilitas diskonto yang dapat digunakan oleh bank-bank sebagai alternatif dalam pengendalian likuiditasnya. Memperhatikan cakupan dari kebijakan tersebut, tampaknya sasaran yang ingin dicapai terutama dalam jangka pendek adalah membuat bank-bank pemerintah, menjadi bank yang sesungguhnya. Dengan demikian peran bank-bank pemerintah sebagai penyalur dana ke sektor-sektor dan program tertentu semakin dikurangi. Salah satu pertimbangan yang mendorong pemerintah melakukan reformasi kebijakan perbankan adalah menghilangkan beban kredit macet yang ada sebagai akibat dari program kredit bersubsidi. Selain itu gejala yang tampak jelas bahwa yang menjadi fokus utama dari kredit bersubsidi merupakan kegiatan perburuan rente. Banyak dianatara pengusaha swasta besar atau konglomerat sebagai peminjam utama dari bank-bank pemerintah, dan mereke telah dibantu untuk tumbuh secara cepat melalui elemen subsidi yang sangat besar dalam kredit yang diperolehnya. Tak terhitung peminjam besar dan kecil meningkatkan jumlah kredit bersubsidi mereka beberapa kali melebihi kemampuan mereka untuk dapat membayar kembali. Sebagaimana yang terjadi, pada tahun 1982 terjadi penurunana pendapatan dari sektor migas yang mengancam posisi fiskal pemerintah pusat. Hal ini memicu pemerintah untuk melakukan reformasi sektor keuangan, seperti halnya dalam kebijakan perdagangan internasional, dalam kaitan dengan upaya memecahkan kekuranagn fiskal dan menemukan sumber-sumber pajak baru dan pertumbuhan ekonomi. Pengurangan beban kredit bersubsidi akan mengurangi beban fiskal. Sejumlah kredit bersubsidi tidak lagi dilanjutkan dan memberikan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengawasannya terhadap kredit bersubsidi yang masih tersisa. Pengurangan jumlah pinjaman adari Bank Indonesia ke bank-bank pemerintah berarti bahwa bank-bank tersebut harus bersaing dalam memobilisasi dana-dana deposito. Hal ini menyebabkan perubahan pengendalian yaitu pada faktor tingkat suku bunga. Sebagai catatan bahwa bank swasta selalu bebas dari menentukan tingkat suku bungannya. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa kredit konsumsi Bank Umum mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan ini lebih besar lagi apabila besaran kredit konsumsi dari Bank Perkreditan Rakyat dan perusahaan pembiayaan juga diikutsertakan. Proporsi kredit konsumsi yang disalurkan Bank Umum rata-rata sebesar 27 persen. Kredit konsumsi menempati urutan kedua setelah kredit modal kerja, dengan proporsi sekitar 30 persen dari total kredit yang disalurkan oleh seluruh jenis bank di Indonesia. Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terawasi dapat berakibat buruk terhadap perekonomian, terutama apabila pihak bank tidak mampu menilai dengan baik potensi atau kemampuan membayar dari seorang debitor. Kenaikan konsumsi yang tidak terawasi dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan (financial stability) Indonesia. Lebih jauh lagi, kredit konsumsi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan inflasi, apabila sektor produksi tidak berjalan baik. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pertumbuhan konsumsi semata tidak menjamin sisi keberlanjutannya. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Bank dan lembaga keuangan sudah melekat dalam kehidupan masyarakat modern. Sistem perbankan sudah diibaratkan sebagai sistem urat nadi dalam tubuh manusia dengan bank sentral sebagai jantungnya dan uang sebagai darah yang menghidupi kegiatan ekonomi. Bank pemerintah dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat dilakukan atas adanya permintaan kredit dari masyarakat kepada bank tersebut. Permintaan kredit diajukan masyarakat dengan memenuhi beberapa persyaratan yang dibuat oleh perbankan dan harus dipenuhi dan dilengkapi sehingga kredit yang dimohon bisa direalisasikan. Disamping adanya permintaan kredit masyarakat kepada bank di daerah juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi didaerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara di pengaruhi oleh faktor internal dan juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Terjadinya bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami di penghujung tahun 2004 yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara telah memberikan dampak yang cukup berarti bagi perekonomian Sumatera Utara. Demikian pula dengan kebijakan kenaikan BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 yang disertai peristiwa Bom Bali II memberikan andil dalam situasi perekonomian Sumatera Utara. Beberapa indikator menunjukkan indikasi yang kurang menggembirakan seperti inflasi ndan nilai tukar. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu pengkajian ilmiah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit konsumsi perbankan, khususnya bank pemerintah di Sumatera Utara. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ? 2. Apakah suku bunga pinjaman berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ? 3. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ? 4. Apakah inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari peneltian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumut. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga pinjaman terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara. 4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konsumtif inflasi terhadap permintaan kredit di Sumatera Utara. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Sumatera Utara khususnya dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan permintaan kredit konsumtif. 2. Sebagai kajian ilmiah dalam disiplin ilmu Ekonomi Makro, khususnya didang perkreditan sekaligus untuk melengkapi penelitian yang sudah ada, serta bahan informasi, baik kepada birokrasi, stake holder atau investor untuk dimanfaatkan guna menprediksi perrencanaan perkreditan Bank Pemerintah di Sumatera Utara. 3. Sebagai masukan bagi kalangan masyarakat untuk mengetahui mengenai pembahasan permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 2.1.1 Teori Klasik Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang atau tingkat harga. Hubungan dua variabel dijabarkan lewat konsepsi teori mengenai permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang. 2.1.2 Irving Fisher Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Adapun jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku juga untuk seluruh perekonomian. Didalam suatu periode tertentu nilai dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan volume transaksi (T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P), sehingga diformulasikan menjadi : MVt = PT………………...........................................…… (1) Dilain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus sama dengan volume uang yang ada dimasyarakat (M) dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain. Vt, atau “transaction velocity of circulation” adalah suatu variabel yang ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan yang ada didalam suatu masyarakat, dan dalam jangka pendek bisa dianggap konstan. T, atau volume transaksi, dalam periode Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat (pendapatan nasional). Identitas tersebut ditransformasikannya dalam bentuk: Md = 1/Vt PT……..…….................….................... (2) Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu 1/Vt dari nilai transaksi (PT). Keseimbangan antara permintaan dan penawaran bersama dengan persamaan yang menunjukkan posisi equilibrium di sektor uang ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut : md = ms….............................................................… (3) dimana ms adalah jumlah uang beredar. Jika ms ditentukan menghasilkan : Ms = 1/Vt T….......................................................... (4) Persamaan (4) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah. Vt atau transaction velocity of circulation, Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-kecilnya Vt ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode (Boediono, 2005). 2.1.3 Teori Cambridge (Marshall-Pigou) Teori ini seperti halnya teori Fisher dan teori-teori klasik lainnya, berpangkal pokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of exchange). Karena itu, Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 teori-teori Klasik melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teori Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa mendatang. Jadi dalam jangka pendek, teori Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lainnya. Teori Cambridge menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional. Md = k PY…….......……..........………… (5) dimana Y adalah pendapatan nasional riil. Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi keseimbangan maka : Ms = Md……………….....…………................... (6) Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 sehingga : Ms = k PY………................…....…... (7) atau : P = 1/k Ms Y………................................... (8) Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan volume uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus (yang berarti tingkat harga, pendapatan nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan).Perbedaan ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek. Jika faktorfaktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga faktor expectation. Bila seandainya masa datang tingkat bunga akan naik (yang berarti penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang akan cenderung mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya untuk dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang, dan ini pun bisa mempengaruhi “k” dalam jangka pendek (Boediono, 2005). 2.1.4 Teori Keynes Teori Keynes menyatakan bahwa permintaan akan uang ditentukan oleh motif orang dalam memegang uang. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 A. Motif Transaksi dan Berjaga-jaga Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya, dan permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk tujuan transaksi. Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena sifat uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang-barang lain. Menurut Keynes permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula oleh tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya). B. Motif Spekulasi Motif spekulasi dari memegang uang ini adalah untuk tujuan memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari si pemegang uang tersebut. Pada teori Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan (uncertainly) dan faktor harapan (expectations) dari pemilik kekayaan bisa mempengaruhi permintaan akan uang. Namun teori ini tidak pernah membakukan faktor-faktor ini ke dalam perumusan teori moneter. Permintaan uang dari teori Cambridge Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainly” dan “expectations” hanya secara umum, seperti teori Cambridge. Tetapi ia membatasi “uncertainly” dan “expectations” mengenai satu Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 variable yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa tidak berbeda dengan Fisher, dan faktorfaktor ini hanya masuk analisa secara kualitatif). Perumusan permintaan uang untuk motif spekulasi dari Keynes merupakan langkah formal dari faktor-faktor ini ke dalam teori moneter memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan sedangkan obligasi dianggap memberikan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity). Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut : K = RP……………….………..…...….....…............... (9) Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi “perpetuity” tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut : P = K/R……….......................................................….. yang menunjukkan bahwa (10) harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik dengan tingkat bunga R. Bila tingkat bunga turun, maka harga pasar obligasi naik, dan sebaliknya bila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai. Bentuk sederhana fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes adalah: Md/P = [ k Y + Ø (R, W) ]…....................................... (11) Md/P adalah permintaan uang total dalam arti riil, suku pertama dalam kurung, yaitu k Y adalah permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga, yang dinyatakan sebagai suatu proporsi (k) dari pendapatan nasional riil. Ø (R, W) adalah permintaan akan uang untuk motif spekulasi yang dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat bunga yang berlaku (R) dan nilai asset (kekayaan atau wealth) yang ada di masyarakat (W). Variable W inidimasukkan karena permintaan uang untuk motif spekulasi dinyatakan sebagai bagian dari W yang dipegang dalam bentuk uang tunai. Persamaan tersebut bisa pula dinyatakan dalam bentuk permintaan akan uang dalam satuan moneter sebagai berikut : Md = [ k Y + Ø (R, W) ] P…………........……........................ (12) dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga fungsi menjadi : Md = [ k Y + Ø (R) ] P…………………................................. (13) dimana Ø (R) = Ø (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap oleh Keynes sebagai variabel yang ditentukan oleh pemerintah, sama dengan Md. Sehingga : Ms = [ k Y + Ø (R) ] P……………………………….…….. (14) Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor uncertainly dan expectation dalam menentukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 2005 ). 2.1.5 Teori Kuantitas Modern (Friedman) Friedman tidak bertitik tolak dari pembahasan yang mendalam mengenai motif-motif memegang uang. Secara umum menganggap bahwa orang memegang uang karena uang adalah salah satu bentuk aktiva (asset) yang memberikan manfaat karena merupakan sumber daya beli yang liquid (readily available source of purchasing power). Teori permintaan uang Friedman menganggap bahwa “pemilik kekayaan” memutuskan aktiva-aktiva apa (termasuk uang tunai) dan berapa yang akan ia pegang atas dasar perbandingan manfaat (penghasilan dalam bentuk uang ataupun dalam bentuk in natura ataupun “utility”), selera dan jumlah kekayaannya. Pengertian “kekayaan” dari Friedman mempunyai ciri khas, yaitu bahwa yang dimasukkan dalam definisi “kekayaan” tidak hanya aktiva-aktiva yangberbentuk uang atau bisa diubah (dijual) menjadi uang, tetapi juga nilai (tepatnya,”nilai sekarang” atau “present value”) dari aliran aliran penghasilan di tahun-tahun mendatang dari tenaga kerjanya. Friedman berpendapat bahwa “kekayaan” tidak lain adalah nilai sekarang dari aliran-aliran penghasilan yang diharapkan dari aktiva - aktiva yang dipegang. Konsep “kekayaan” dari Friedman ini merupakan suatu inovasi dalam teori Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 ekonomi mengenai capital, dan sekaligus merupakan jembatan antara teori permintaan biasa (untuk barang dan jasa) dengan teori capital. Pengertian yang kedua adalah konsep “manfaat”. Manfaat dari setiap bentuk aktiva merupakan faktor pertimbangan dari pemilik kekayaan untuk memutuskan berapa jumlah dari masing-masing bentuk aktiva yang akan ia pegang. Disebut diatas bahwa Marginal Rate of Substitution dari suatu aktiva terhadap aktiva-aktiva lain menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva tersebut yang dipegang. Ini berarti bahwa bila seseorang memegang terlalu banyak satu bentuk aktiva, misalnya uang maka manfaat marginal dari uang akan menjadi lebih kecil dari pada marginal returns dari aktiva-aktiva yang lain. Ini berarti bahwa ia bila ia mengurangi jumlah uang yang ia pegang dan menggantinya dengan aktiva-aktiva lain berupa obligasi, surat-surat berharga lainnya ataupun aktiva fisik seperti mobil, rumah, mesin dan sebagainya, maka orang tersebut akan memperoleh manfaat total yang lebih besar. Jadi, menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor seperti berikut : tingkat harga, suku bunga obligasi, suku bunga “equities”, modal fisik dan kekayaan mengenai peranan harga dalam menentukan permintaan uang, Friedman berpendapat dikarenakan memegang uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain adalah menyimpan uang dalam bentuk harta keuangan (financial asset) seperti obligasi, deposito dan saham, menyimpan bentuk harta tetap (tanah dan rumah) dan kekayaan manusiawi (Boediono, 2005 ). Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seperti diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas modern yang dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : Md = f (P, r, rFC, Y)…………………………………..…. (15) Dimana Md adalah permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r adalah tingkat suku bunga, rFC adalah tingkat pengembalian modal fisik dan Y adalah pendapatan dan kekayaan. Apabila dipertimbangkan pula pandangan Friedman mengenai permintaan uang riil, maka persamaan permintaan uang dinyatakan : Md/P = f (ΔP, r, Y*) , dimana Md/P adalah permintaan uang riil, ΔP adalah tingkat kenaikan harga, r adalah tingkat bunga dan Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan riil. Model permintaan uang riil diatas masih dalam bentuk umum, secara spesifik, bentuk fungsi diatas masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti perkembangan institusi keuangan dan kelembagaan lainnya yang terkait didalam perekonomian dan juga oleh kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah (Sidiq, 2005). 2.2 Perilaku Konsumen Melihat bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatan mereka atas barang dan bagaimana keputusan pengalokasian menentukan permintaan untuk barang dan jasa. Pemahaman terhadap keputusan pembelian konsumen akan membantu memahami bagaimana perubahan pendapatan dan harga mempengaruhi Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 untuk barang dan jasa dan permintaan untuk beberapa produk lebih sensitif daripada yang lainnya terhadap perubahan harga dan pendapatan (Sukirno 2005). Perilaku konsumen ada tiga tahap, yaitu : 1. Preferensi Konsumen, merupakan tahap pertama untuk menemukan cara yang praktis untuk menggambarkan alasan-alasan orang lebih suka satu barang daripada barang lain. 2. Kendala Anggaran, merupakan tahap kedua dimana konsumen mempertimbangkan harga. Konsumen mempunyai keterbatasan pendapatan yang membatasi jumlah barang yang dapat mereka beli. 3. Pilihan-pilihan Konsumen, merupakan tahap ketiga untuk mengetahui preferensi dan keterbatasan mereka, konsumen memilih untuk membeli kombinasi barang yang memaksimalkan kepuasan mereka. Kombinasi ini akan bergantung pada harga berbagai barang tersebut. Pemahaman terhadap pilihan konsumen akan membantu memahami permintaan, yaitu berapa banyak jumlah suatu barang yang dipilih konsumen untuk dibeli bergantung pada harganya. 2.3 Permintaan Kredit Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat. Perkataan kredit tidak hanya dikenal oleh masyarakat di kotakota besar, tetapi sampai didesa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Menurut Tjoekam (1999) kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Sedangkan menurut Tohar (2000) Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 kredit adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa keuntungan atau bunga yang diperoleh dari pemberi kredit untuk memelihara kelangsungan usaha dan memperluas usahanya. Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 Pasal 1 angka 11, pengertian kredit adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga. Selain itu bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi kepada seseorang atau badan berlandaskan kepercayaan saat itu, usaha bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dengan debitur. Oleh karena itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau badan usaha atau lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik berupa barang, uang ataupun jasa. Sebelum suatu kredit dikucurkan, bank terlebih dahulu akan melakukan penilaian melalui suatu prosedur terhadap nasabah yang memohon kredit untuk memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkan pasti akan kembali. Penilaian tersebut mencakup kriteria-kriteria tertentu dan mempunyai ukuran-ukuran yang Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 menjadi standar setiap bank. Penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang menguntungkan dilakukan melalui analisis 5C dan 7P (Rindjani K,2003). Adapun penjelasan untuk analisis dengan analisis 5C sebagai berikut : 1. Character merupakan suatu keyakinan bahwa, sifat atau orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. 2. Capital yaitu untuk melihat apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah efektif atau tidak. 3. Capacity merupakan analisis untuk melihat kemampuan nasabah dalam bidang bisnisnya yang dihubungkan dengan pendidikannya. 4. Condition merupakan suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, sosial, politik untuk masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing. 5. Collateral merupakan suatu jaminan yang diberikan calon debitur, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Selanjutnya penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah : 1. Personality, yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya, mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi masalah. 2. Party ialah mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi atau golongangolongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. 3. Purpose, yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah untuk mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 4. Prospect, yaitu menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, mempunyai prospek atau sebaliknya. 5. Payment yaitu suatu ukuran kemampuan nasabah untuk mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit 6. Profitability adalah untuk menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam memperoleh laba. 7. Protection adalah bagaimana untuk menjaga agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Setiap manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia yang beraneka ragam sesuai dengan hakekatnya selalu meningkat sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya itu terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-citanya yaitu bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal. Sebagai lembaga keuangan, peranan bank dalam perekonomian sangatlah dominan. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya. Begitu dominannya pemberian kredit bank, sampai banyak ahli berpendapat bahwa tidak satupun usaha bisnis didunia ini yang bebas dari kredit. Bahkan negara-negara kayapun banyak memerlukan kredit dari lembagalembaga keuangan internasional, apalagi negara-negara menengah dan miskin. 2.4 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Pertumbuhan Ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang sudah lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth Nations atau dengan ringkas, The Wealth of Nations, pada hakikatnya adalah suatu analisis mengenai sebab-sebab dari berlakunya pertumbuhan ekonomi dan faktor yang menentukan pertumbuhan itu. Teori pertumbuhan klasik, menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Dalam teori pertumbuhan mereka, dimisalkan luas tanah dan kekayaan alam adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami perubahan. Berdasarkan kepada teori pertumbuhan klasik yang baru diterangkan, dikemukakan suatu teori yang menjelaskan perkaitan di antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori pertumbuhan klasik dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut merupakan: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar sesuatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahanperubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Menurut Schumpeter, investasi dapat dibedakan kepada dua golongan yaitu penanaman modal otonomi dan penanaman modal terpengaruh. Penanaman modal otonomi adalah penanaman modal yang ditimbulkan pada kegiatan ekonomi yang timbul sebagai akibat kegiatan inovasi. Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan sesuatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary atau state”. Akan tetapi, berbeda dengan pandangan klasik, dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi. Teori Harrod-Domar, dalam menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi, teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Dalam analisisnya Harrod-Domar menunjukan bahwa, walaupun pada suatu tahun tertentu (misalnya tahun 2002) barang-barang modal sudah mencapai kapasitas penuh, pengeluaran agregat dalam tahun 2002 yaitu Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 AE = C+I, akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya (tahun 2003). Teori Pertumbuhan Neo-klasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramovits dan Solow pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan: AY = f (AK,AL,AT) Dimana : AK adalah tingkat pertumbuhan modal AL adalah tingkat pertumbuhan penduduk AT adalah tingkat pertumbuhan taknologi Analisis solow selanjutnya membentuk formula matematik untuk persamaan itu dan seterusnya membuat pembuktian secara kajian empiris untuk menunjukkan kesimpulan berikut: faktor terpenting yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi bukanlah pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja. Faktor yang paling penting adalah kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran dan kepakaran tenaga kerja. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 2.5 Teori Suku Bunga Pinjaman A. Definisi Teori Suku Bunga Menurut Hubbard (1997) dalam Laksmono (2001), bunga adalah biaya yang harus dibayar borrower atas pinjaman yang diterima dan imbalan lender atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menabung. Menurut Kern dan Guttman (1992) seperti diuraikan Laksmono (2001) menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. (Laksmono et.al., 2001:128). Para ekonom membedakan suku bunga, yaitu: 1) Suku bunga Nominal, yaitu suku bunga yang dapat diamati di pasaran. 2) Suku bunga Riil yaitu suku bunga yang secara konsep diukur tingkat mengembaliannya setelah dikurangi inflasi. 3) Suku bunga Jangka Pendek yaitu suku bunga yang jatuh tempo {maturity) satu tahun atau kurang. 4) Suku bunga Jangka Panjang yaitu suku bunga yang jatuh tempo (maturuty) lebih dari satu tahun. Dalam pasar keuangan dikenal berbagai macam bunga yang disediakan para debitur sebagai suatu daya tarik kepada kreditur untuk melakukan investasi. Tipe bunga sangat bervariasi dari suatu pasar ke pasar yang lain. Secara umum dikenal lima macam bunga dipasar keuangan sebagai berikut: Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 1. Bunga kupon(Coupon rate) Bunga kupon adalah tingkat bunga yang dijanjikan oleh penerbit sekuritas sesuai dengan kontrak. Penerbit kontrak atau debitur menyetujui untuk melakukan pembayaran sejumlah bunga tertentu saat melakukan pertukaran obhgasi atau sekuritas lam. Bunga dibayar = Tingkat bunga kupon x Nilai nominal 2. Metode Bunga Sederhana Metode bunga sederhana digunakan untuk membebankan kepada debitur terhadapbunga pinjaman atau sekuritas selama jangka waktu pinjaman. Jumlah pembayaran bunga akan menurun apabila sebagian pinjaman dilunasi. Formula untuk metode bunga sederhana adalah sebagai berikut: I=Pxrxt P = Jumlah pokok pinjaman r = tingkat bunga t = waktu meminjam (biasanya dalam tahun) 3. Add-on Rate oflnterest Metode add-on Rate oflnterest adalah dimana bunga dihitung dari seluruh pokok pmjaman ditambah bunga pinjaman dibagi jumlah angsuran. Metode ini meningkatkan jumlah bunga efektif yang harus dibayar. Sebab jumlah pokok pinjaman dihitung selama 1 tahun untuk membebankan bunga, meskipun pokok pinjaman telah diangsur, tetapi bunga yang harus dibayar sebesar 1 tahun. Hal ini terjadi karena jumah rata-rata yang dipinjam menurun jika sebagian dibayar. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 4. Metode diskon (Discount Method) Dengan metode ini bunga ditentukan sebelum pinjaman dikeluarkan. Kemudian bunga dikurangkan dari jumlah pokok pinjaman, selanjutnya selisih diberikan kepada debitur. 5. Compound Interest Beberapa institusi keuangan, khususnya bank komersial dan institusi pinjaman non bank membayar compound interest kepada para nasabahnya pada tanggal tertentu. Pada metode ini bunga dihitung dari pokok pinjaman. Kemudian jumlah pokok pinjaman akan meningkat menjadi jumlah pokok pinjaman ditambah besarnya bunga. Jadi, bunga yang dibebankan periode tersebut akan menambah jumlah pokok ketika menghitung jumlah bunga periode yang akan datang. Biasanya bank atau institusi yang menerapkan metode ini harus mengungkapkan hal ini kepada nasabah atau kreditur sebelum kontrak dilakukan. Ini diwajibkan kepada bank atau institusi yang bersangkutan kepada nasabah untuk menghindari manipulasi. B. Penentuan Suku Bunga Menurut Edward dan Khan (1985) mengidentifikasikan faktor penentu suku bunga menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan inflasi yang diharapkan. Sedangkan faktor eksternal merupakan penjumlahan suku bungaluar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Adapun penjelasan teoritis mengenai proses penentuan suku bunga yaitu dengan The Monetary Theory / Likuidity Preference Theory. Dalam teori ini pendekatan moneter dikembangkan oleh ekonom penganut aliran Keynes yang lebih mengutamakan peranan uang. Pendekatan ini menekankan pentingnya peranan spekulasi dalam membentuk ekspektasi. Argumentasi yang diberikan menurut Kern dan Guttman (1992:4) dalam Laksmono (2001) adalah :" Walaupun suku bunga sangat rendah selama masa resesi, orang akan tetap memegang uang dibandingkan menginvestasikannya, sehingga tingkat bunga yang direncanakan dan tingkat investasi yang diperlukan tidak sama dengan kondisi normal ". (Laksmono et.al, 2001:130). Argumen tersebut merupakan pijakan dasar bagi pendekatan moneter sehingga pendekatansuku bunga bergantung pada penawaran dan permintaan untuk memegang uang dan unsur spekulatif mendorong adanya ketidak seimbangan jangka panjang. Dalam kerangka teori Keynes, uang dipegang bukan hanya untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga (precautionary) semata-mata, tetapi juga untuk tujuan spekulatif. Oleh karena itu uang dipegang sebagai alternatif terhadap obligasi untuk memperoleh keuntungan jika suku bunga meningkat yang berakibat pada turunnya harga obligasi, sehingga ada kesempatan untuk membeli obligasi pada harga yang lebih menguntungkan. Sebaliknya jika ekspektasi suku bunga akan turun maka harga obligasi akan meningkat, orang akan lebih cenderung memgang obligasi daripada uang. Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan pembayaran penggunaan sebuah sumber daya yang langka (uang). Tingkat bunga adalah harga Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 yang dikeluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka tersebut. Akan tetapi, uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut menerima kemungkinan adanya kerugian berupa resiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Uang merupakan kekayaan yang paling likuid karena uang mempunyai kemampuan untuk membeli setiap saat. Sedangkan surat obligasi tidak dapat untuk membeh sesuatu kecuali kalau diubah terlebih dahulu kedalam uang tunai. Keynes berpendapat permintaan terhadap uang merupakan tindakan rasional. Meningkatnya permintaan uang akan meningkatkan tingkat bunga. Investasi pada surat obligasi pada saat bunga naik mengakibatkan kerugian capital gain. C. Penentuan Suku Bunga Di Indonesia Menurut Bond dan Kurniati (1994) dalam Laksmono (2001), suku bunga domestik sangat terkait dengan suku bunga mternasional. Hal ini disebabkan baiknya akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang tidak fleksibel. Peningkatan akses tersebut telah memperbesar kendala manajemen moneter Bank Indonesia. Setiap upaya untuk memperngaruhi money supply dengan meningkatkan suku bunga diatas suku bunga internasional akan mendapat gangguan dari arus modal masuk berjangka pendek. D. Term Structure of lnterest Rates. Menurut Hubbard (1997:141-142) dalam teori ini menerangkan adanya variasi pendapatan (yields) surat-surat berharga yang memiliki resiko, likuiditas dan karakteristik biaya informasi yang serupa tetapi memiliki maturity yang berbeda. Analis pasar menggunakan pendapatan sampai jatuh tempo [yield to maturity) Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 instrumen bebas resiko (risk free instrument) sebagai fungsi jangka waktu untuk mendapatkan informasi ekspektasi investor tentang kondisi pasar mendatang (Miskhin, 1995:157). Salah satu cara melihat ekspektasi inflasi di dalam suku bunga nominal adalah dengan menggunakan yield curve. Yield Curve merupakan hubungan antara pendapatan atau suku bunga (rate ofreturn) dengan jangka waktu (term of maturity). Pada dasarnya bentuk yield curve memiliki keterkaitan dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Secara konvensional, transmisi kebijakan moneter terjadi dari suku bunga jangka panjang. Suku bunga jangka panjang pada gilirannya akan mempengaruhi permintaan agregat. Ada 3 teori term of structure yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu (Laksmono, 2001), yaitu: 1) Segmented Market Theory Segmented Market Theory mengatakan pendapat masing-masing instrumen dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan pemimjam dan pemberi pinjaman memiliki preferensi terhadap jangka waktu tertentu, dalam teori ini peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar ke pasar lain sehingga intrumen dengan jangka waktu berbeda tidak saling bersubstitusi. Pendapatan di tiap pasar tercipta dari permintaan dan pasokan di pasar tersebut. Yield curve yang meningkat menunjukkan adanya permintaan instrumen jangka pendek yang lebih besar dibandingkan permintaan instrumen jangka pendek sehingga pendapatan instrumen jangka pendek relatif lebih rendah. Yield curve Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 mendatar menunjukkan permintaan instrumen jangka pendek yang sama dengan jangka panjang. Yield curve menurun menunjukkan permintaan instrumen jangka pendek yang lebih kecil dibandingkan jangka panjang, maka dapat disimpulkan adanya kecenderungan investor umumnya lebih senang memegang instrumen jangka pendek dibandingkan jangka panjang. 2) Expeciation Theory Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda saling bersubtitusi sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek selama penode instrumen jangka panjang. Teori ini menjelaskan perbedaan term structure of interesl rate yang dicerminkan oleh perubahan bentuk Ekspektasi suku bunga 1 bulan ke depan adalah 2 (7 %) - 6 % = 8 . Apabila suku bunga untuk semua jangka waktu sama, maka ekspektasi suku bunga juga tetap. yaitu 6 %. 3) Preferred Habitat Theory Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan rarta-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu. Teori ini mengasumsikan adanya substitusi antar instrumen dan adanya preferensi investor atau instrumen tertentu yang disebut juga substitusi tidak sempurna. Dalam preferred huhitat theory, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari Ekspektasi suku bunga bulan ke depan selama periode n ditambah dengan premium. yield curve dari Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 waktu ke waktu dan juga menerangkan kecenderungan suku bunga instrumen jangka waktu yang berbeda bergerak searah karena adanya subtitusi, selain itu menerangkan bahwa yield curve dapat memberikan prediksi ekspektasi suku bunga jangka pendek dari suku bunga jangka panjang saat ini. Misalnya suku bunga suku bunga obligasi 1 bulan adalah 6 %, suku bunga suku bunga untuk 2 bulan 7 %, 3 bulan sebesar 8 % dan 4 bulan 9 %. Suku bunga 2 bulan adalah rata-rata dari suku bunga 1 bulan dan ekspektasi satu bulan ke depan atau : Adanya liquidity premium membedakan teori ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity premium yang positif untuk menarik pembeli instrumen jangka panjang sebagai kompensasi atas resiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek. 2.6 Nilai Tukar Mata Uang A. Teori Nilai Tukar Mata Uang Dornbusch dan Fisher (1980) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan konsekuensinya juga akan berdampak pada real output dari negara tersebut yang gilirannya akan mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan datang dari perusahaan dan harga saham perusahaan tersebut. Ekuitas yang merupakan bagian dari kekayaan perusahaan, dapat mempengaruhi perilaku nilai tukar melalui mekanisme permintaan uang berdasarkan model penentuan nilai tukar ahli moneter (Gavin, 1989). Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Studi sebelumnya yang telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara pasar modal dan pasar nilai tukar Hennigar (1988). Mereka dilakukan oleh Aggarwal (1981),Soenen dan menemukan hasil-hasil yang berbeda terkait denganhubungan ke 2 pasar tersebut. Aggarwal (1981) menemukan bahwa revaluasi US$ berhubungan secara positif dengan return pasar saham. Berbeda dengan Soenen dan Hennigar (1988) menemukan hubungan yang negatif. Chow et al (1997 ) menggunakan data bulanan untuk periode 1977-1989 menemukan tidak ada hubungan antara return saham dengan return nilai tukar. Tetapi ketika dilakukan percobaan dengan pengamatan 6 bulanan ditemui hubungan yang positif antara dolar yang kuat dengan return saham. Pada pekerjaan-pekerjaan lain dengan tingkatan mikro memfokuskan pada evaluasi exposure perusahaan-perusahaan domestik pada risiko mata uang asing. Sebagian dari exposure ekonomi yangmuncul dari variasi dalam discounted cash flow ketika nilai tukar berfluktuasi, perusahaan mengalami transaksi exposure yang berkaitan dengan gain atau loses yang muncul dari transaksi investasi yang dinyatakan dalam mata uang asing. B. Kebijakan moneter perekonomian. Kebijakan moneter di suatu negara diimplementasikan dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter) yang mempengaruhi sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir, yaitu stabilitas harga atau pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter akan mempengaruhi perekonomian melalui empat jalur transmisi (Hartadi Sarwono dan Perry Warjiyo, 1998). Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Pertama, jalur suku bunga (Keynesian) berpendapat bahwa pengetatan moneter mengurangi uang beredar dan mendorong peningkatan suku bunga jangka pendek yang apabila credible, akan timbul ekspektasi masyarakat bahwa inflasi akan turun atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat. Permintaan domestik untuk investasi dan konsumsi akan turun karena kenaikan biaya modal sehingga pertumbuhan ekonomi akan menurun. Kedua, jalur nilai tukar berpendapat bahwa pengetatan moneter, yang mendorong peningkatan suku bunga, akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena pemasukan aliran modal dari luar negeri. Nilai tukar akan cenderung apresiasi sehingga ekspor menurun, sedangkan impor meningkat sehingga, transaksi berjalan (demikian pula neraca pembayaran) akan memburuk. Akibatnya, permintaan agregat akan menurun dan demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ketiga, jalur harga aset (monetarist) yang berpendapat bahwa pengetatan moneter akan mengubah komposisi portfolio para pelaku ekonomi (wealth effect) sesuai dengan ekspektasi balas jasa dan risiko masing-masing aset. Peningkatan suku bunga akan mendorong pelaku ekonomi untuk memegang aset dalam bentuk obligasi dan deposito lebih banyak dan mengurangi saham. Keempat, jalur kredit yang berpendapat bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui perubahan perilaku perbankan dalam pemberian kredit kepada nasabah. Pengetatan moneter akan menurunkan net worth pengusaha. Menurunnya net worth akan mendorong nasabah untuk mengusulkan proyek yang menjanjikan tingkat hasil tinggi tetapi dengan risiko yang tinggi pula Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 (moral hazard) sehingga risiko kredit macet meningkat. Akibatnya, bank-bank menghadapi adverse selection dan mengurangi pemberian kreditnya sehingga laju pertumbuhan ekonomi melambat. Sejak diberlakukannya rezim devisa bebas pada tahun 1982 maka kontrol terhadap aliran modal di Indonesia menjadi tidak terkendali. Kesulitan untuk mengendalikan aliran modal tersebut disamping karena tidak adanya kebijakan yang mendukungnya juga dikarenakan oleh semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan system nilai tukar mengambang terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti hukum pasar dan pengaruh-pengaruh dari luar. Contagion effect merupakan salah satu faktor yang muncul diakibatkan ekanisme pasar yang semakin bebas dan juga sistem ekonomi/moneter yang diterapkan. Efek ini muncul dengan mengasumsikan ekspektasi kesamaan reaksi dari satu negara dengan negara lainnya, yang diakibatkan persamaan profil dan kondisi ekonomi dan politik. Selain itu efek ini pun muncul karena sebuah acuan terhadap negara tertentu (suatu negara dianggap sebagai representasi dari negara lainnya). Contohnya depresiasi Baht Thailand mempengaruhi depresiasi rupiah karena antara Thailand dan Indonesia mengalami persamaan kondisi ekonomi.Jepang dianggap Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 sebagai acuan negara-negara di Asia sehigga jika mata uang Yen Jepang terdepresiasi, diasumsikan nilai mata uang lainnya akan terdepresiasi juga. Untuk menghadapi arus modal masuk yang semakin besar, otoritas moneter menerapkan sistem nilai tukar yang lebih fleksibel melalui band konversi dan band intervensi. Sejalan dengan tekanan pasar yang semakin besar terhadap rupiah, selama periode 1995 sampai dengan menjelang krisis tahun 1997, Bank Indonesia telah melakukan 4 (empat) kali pelebaran band kurs intervensi yaitu dari 2% pada bulan Desember 1995 menjadi 12% pada bulan Juli tahun 1997. Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya lain yang telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar diperkenankan untuk berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula. dengan penetapan band intervensi ini investor menanggung risiko nilai tukar sebesar band yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, sejalan dengan tekanan terhadap rupiah yang semakin besar, lebar band tersebut beberapa kali telah direvisi, sampai akhirnya dihapuskan dan diganti system nilai tukar mengambang bebas pada tanggal 16 Agustus 1998. Implikasi dari ditempuhnya sistim nilai tukar fleksibel tersebut cukup mendasar bagi perekonomian Indonesia. Fluktuasi dan karenanya ketidakpastian mengenai gerakan nilai tukar rupiah jelas akan menjadi tinggi. Peranan ekspektasi Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 pelaku pasar dan masyarakat akan menjadi lebih penting dalam mempengaruhi gerakan nilai tukar. Secara langsung fluktuasi nilai tukar tersebut akan mempengaruhi tingkat harga di dalam negeri karena banyaknya barang-barang impor (imported inflation). Harga relatif (real effective exchange rates) juga akan semakin berfluktuasi dan berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor, dan karenanya mempunyai dampak yang semakin perlu diperhitungkan terhadap permintaan agregat. Laju pertumbuhan ekonomi juga dapat terpengaruh. Pendeknya fluktuasi nilai tukar yang lebih tinggi akan mempengaruhi sasaran-sasaaran laju inflasi, laju pertumbuhan dan keseimbangan neraca pembayaran yang hendak dicapai oleh kebijakan ekonomi makro. Dalam sistim nilai tukar fleksibel, Bank Indonesia dapat lebih bebas dalam melaksanakan kebijakan moneter dalam negeri karena tidak dituntut untuk melakukan sterilisasi atas dampak aliran dana masuk terhadap perkembangan uang beredar untuk mempertahankan suatu tingkat atau kisaran nilai tukar tertentu. Dengan demikian, pengendalian moneter dapat lebih difokuskan pada pencapaian sasaran-sasaran di dalam negeri. Dalam hal melakukan suatu kontraksi, misalnya, ketatnya likuiditas akan mendorong meningkatnya suku bunga di dalam negeri. Aliran dana masuk dari luar negeri akan meningkat dan menyebabkan nilai tukar rupiah cenderung apresiasi. Permintaan domestik baik konsumsi maupun investasi akan menurun karena tingginya suku bunga dan menurunnya harga relatif. Laju pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih rendah. Laju inflasi juga akan menurun baik karena apresiasi nilai tukar maupun karena menurunnya permintaan domestik. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam sistim nilai tukar fleksibel Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 kebijakan moneter dapat lebih efektif dalam mempengaruhi gerakan ekonomi dalam jangka pendek. Financial Accounting Standar Board (FASB) mendefinisikan nilai tukar sebagai rasio antara satu unit mata uang dan jumlah mata uang lainnya yang dapat ditukar pada suatu waktu tertentu. Gain atau loss transaksi mata uang asing akan dimasukkan dalam laba bersih pada periode terjadinya transaksi nilai tukar. Dalam usaha untuk menentukan apakah kerugian dari nilai tukar berpengaruh terhadap reaksi pasar modal maka digunakan harga saham sebagai proxy. 2.7 Inflasi A. Pengertian Inflasi Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai hampir di semua negara-negara di dunia adalah inflasi. Pengertian inflasi dibagi dalam dua bagian, yaitu : 1) Pengertian inflasi dalam arti sempit atau relatif didefinisikan sebagai suatu periode dimana kekuatan membeli kesatuan moneter menurun atau terjadi kenaikan harga dari sebagian besar barang dan jasa (secara umum) secara terus menerus. jlka kenaikan barang dan jasa hanya satu atau beberapa macam tidak dapat dikatakan telah terjadi inflasi, begitu juga kenaikan barang dan jasa yang bersifat kejutan (sekali waktu musiman) seperti pada hari raya Islam dan Natal, juga tidak dapat dinamakan dengan inflasi (Kusnadi, 1996:276). Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 2) Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dan sekonyong-konyong yang disproporsional besar dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito {deposit currency) dalam peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang. Suatu kenaikan normal dalam tingkat harga setelah sesuatu periode depresi, umumnya tidak dianggap sebagai keadaan inflasi. (Winardi, 1995:235). Ada dua teori yang membahas tentang inflasi, yaitu : 1) Teori Kuantitas Teori ini dikenal teori kaum monetaris (monetaris models) yang menekankan kepada peranan jumlah uang yang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. 2) Teori Struktural Teori ini mengatakan bahwa inflasi bukan semata-mata dikarenakan fenomena moneter, tetapi juga oleh fenomena struktural. Hal ini terjadi umumnya di negara-negara sedang berkembang yang umumnya masih bercorak agrans ataupun mengenai hal yang berhubungan dengan luar negeri, misalnya lerm of fraoe, utang luar negeri dan kurs valuta asing dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Tiga hal yang terjadi dari adanya kesenjangan atau kendala struktural (structural ba(tleneck) dalam perekonomian negara berkembang (Atmaja, 1999:5467), yaitu : a. Supply dari sektor pertanian (pangan) yang tidak elastis. Hal ini karena pengelolahan sektor pertanian yang masih menggunaklan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga supply tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya. b. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) dari akibat pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing mengakibatkan kemampuan mengimpor terbatas pula, sehingga laju pembangunan menjadi Iambat. Ditambah dengan adanya demosntration effect yang menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat, hal ini seringkali menyebabkan pertumbuhan supply tidak dapat mengimbagi laju pertumbuhan permintaan. c. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup membiayai pembangunan sehingga terjadi defisit yang mengakibatkan dibutuhkannya pinjaman luar negeri atau pada umumnya dengan pencetakan uang. B. Jenis-Jenis Inflasi Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokkan tertentu: 1) Penggolongan inflasi didasarkan atas derajat "parah" tidaknya inflasi tersebut (Kusnadi, 1996:227). Ada empat macam, yaitu : a. Inflasi ringan dibawah 10 % (single digit). b. Inflasi sedang antara 10 % - 30 % c. Inflasi tinggi antara 30 % -100 % d. Hyperinflastion diatas 100 % 2) Penggolongan inflasi berdasarkan penyebabnya (Boediono, 1996:162), dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Demand Pull Infation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan agregat demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. b. Cost Pull Inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesemya kurva agregat penawaran ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva agregat penawaran bergeser adalah meningkatnya harga-harga faktor produksi (bark yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menaikkan harga komoditi dipasar komoditi. 3) Penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996:162), dibedakan menjadi dua, yaitu : Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 a. Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolahan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat. b. Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh karena adanya kenaikan harga-harga komoditi dr luar negeri (di negara asing yang memrliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). C. Sumber-sumber Inflasi di Indonesia Faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu: 1) Jumlah Uang Yang Beredar Menurut kaum monetaris jumlah uang yang beredar merupakan faktor utama penyebab inflasi. Di Indonesia jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (Ml) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari hkuiditas perbankan. 2) Defisit Anggaran Belanja Pemerintah Anggaran Belanja Pemerintah Indonesia yang defisit banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia. Pemerintah Orde Lama membiayai defisit anggaran belanja ini dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era orde baru, defisit anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang tampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi. Sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas sejalan merosotnya harga minyak bumi dipasar ekspor menyebabkan kemampuan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional berkurang pula, sehingga pemenntah tidak dapat mempertahankan menjadi motor penggerak pembangunan. Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnya penggerak pembangunan. Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnay penggerak utama pembangunan nasional ke pihak swasta nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah (swasta). (Atmaja, 1999:54-67). 3) Faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri. Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di lndonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maximal (Atmaja, 1999). 2.8 Penelitian Terdahulu Menurut Llewellyn dan Hefferman (dalam Hakim, Kusmiarso, et.al., 2000), kurva permintaan kredit berslope negatif terhadap tingkat suku bunga bank, yang Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 bermakna bahwa semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin besar jumlah kredit yang diminta. Harmanta dan Mahyus (2005), dari hasil penelitian mengenai disintermediasi fungsi perbankan di Indonesia. Dengan data time series dari 1993-2003 (bulanan). Mereka menemukan bahwa meskipun kemampuan bank untuk menyalurkan kredit mengalami peningkatan namun belum sepenuhnya diserap oleh sector riil. Hal ini tercermin dari rendahnya tingkat Loan to Deposit ratio (LDR) setelah periode krisis. Hasil penelitian Martowijoyo (1999) terhadap kinerja lembaga keuangan mikro dan perilaku masyarakat pedesaan menunjukkan bahwa lamanya waktu pemrosesan kredit berpengaruh menurunkan jumlah peminjam cukup signifikan. Selanjutnya suku bunga pinjaman berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah peminjam dan berpengaruh cukup signifikan terhadap jumlah penunggak kredit. Studi mengenai hubungan antara peran intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi telah dipelopori oelh Goldsmith (1969), Mckinnon (1973) dan Shaw (1973). Mereka menemukan bahwa akselerasi pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh struktur keuangan yang terorganisir. Mereka percaya bahwa pihakpihak yang kelebihan dana (surplus unit) akan sangat membantu pihak-pihak yang kekurangan dana ( defisit unit ) apabila dapat dikelola secara efisien. Dalam pandangan mereka perbedaan kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga keuangan adalah strategi yang optimal untuk meningkatkan pertumbuhan output lebih cepat dengan cara merangsang keinginan menabung dan meningkatkan kualitas formasi modal (Gafar, 2003) Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Hasil penelitian Hadad, Santoso, et.al. (2003), menunjukkan bahwa perhitungan biaya dana bank sudah sesuai dengan penurunan suku bunga SBI namun suku bunga kredit bank lebih tinggi (overprice) dibandingkan suku bunga hasil estimasi rata-rata beberapa bank. Oleh karena itu, secara keseluruhan, biaya intermediasi masih relatif tinggi dibandingkan hasil estimasi. Beberapa faktor penting yang menjadi penyebab adalah bank yang cenderung menahan diri untuk melakukan kompetisi karena kondisi likuiditas bank yang masih cukup memadai dan masih tingginya pendapatan bank yang berasal dari SBI dan obligasi sehingga dalam jangka pendek bank masih bersikap menunggu perkembangan pasar uang dan sector riil. Sementara itu selama periode 1980-1990, banyak penelitian yang terfokus pada aset-aset keuangan dalam mengindikasikan hubungan antara peran intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Williamson (1987) menemukan bahwa di lima negara industri maju terjadi korelasi yang positif anatar output riil dengan jumlah kredit yang disalurkan, di juga menemukan hubungan kausalitas antara kredit dan output. Lalu dia menemukan model pertumbuhan business cycle yang disebabkan oleh tekanan-tekanan moneter khususnya pada negara-negara yang telah mempunyai akses ingormasi yang bagus. Gertler (1998) dari hasil penelitiannya telah membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kredit dan output. Kemudian para ahli ekonomi makro menekankan pantingnya peranan intermediasi keuangan dalam perekonomian, terutama peranan bank-bank komersial, dimana penciptaan kredit yang mereka lakukan akan mempengaruhi jumlah uang beredar. Lebih jauh dia mendiskusikan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 pendapat dari Modigliani dan Millers (1958) bahwa kebijakan di sektor riil akan sangat tergantung dari struktur keuangan. Dengan menggunakan model business cycle dia menemukan hubungan struktur keuangan dan output dibanyak negara (Ghafar, 2003). Gertler dan Gilchrist (1994) menemukan bukti pada tingkat mikro bahwa hambatan-hambatan terhadap kredit akan menimbulkan masalah-masalah bagi suatu perusahaan. Adanya kesulitan bagi perusahaan-perusahaan kecil dalam mengembangkan usahanya ketingkat usaha menengah dan besar. Seperti kebijakan moneter yang ketat selama masa resesi akan menyebabkan penurunan penjualan dan persediaan dari perusahaan kecil tersebut lebih besar dari perusahaan-perusahaan besar. Julaihah dan Insukindro (2004) melakukan analisis dampak kebijakan moneter terhadap variabel makroekonomi di Indonesia tahun 1983.1-2003.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter melalui perubahan suku bunga (SBI) dapat mempengaruhi nilai tukar. Nilai tukar merupakan harga relatif dari mata uang domestik dan luar negeri, sehingga nilai tukar sangat tergantung pada kondisi moneter dalam dan luar negeri. 2.9 Kerangka Konseptual Dengan merujuk kepada landasan teori, serta penelitian sebelumnya maka secara skematis untuk penelitian ini telah dapat dirancang, diagram spesifikasi dari Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 permintaan kredit, hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : PDRB SUKU BUNGA PINJAMAN PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF NILAI TUKAR RUPIAH INFLASI Gambar 2.10 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara. Hipotesis Penelitian Dengan merujuk kepada landasan teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya dapat dirumuskan hipotesa dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh secara positif terhadap Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 permintaan kredit konsumtif bank pemerintah di Sumatera Utara ( ceteris paribus). 2. Variabel tingkat suku bunga pinjaman permintaan kredit konsumtif berpengaruh secara positif terhadap bank pemerintah di Sumatera Utara (ceteris paribus). 3. Variabel tingkat nilai tukar rupiah permintaan kredit konsumtif berpengaruh secara positif terhadap bank pemerintah di Sumatera Utara (ceteris paribus). 4. Inflasi mempunyai hubungan yang negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif bank pemerintah di Sumatera Utara, (ceteris paribus). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit konsumtif pada Bank Pemerintah di Sumatera Utara selama kurun waktu antara tahun 1980 – 2004 (tahunan) dengan sebanyak 25 data observasi. Adapun objek dalam penelitian ini adalah Bank Pemerintah, yaitu Bank Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 mandiri, BNI, BRI dan BTN. 3.2 Jenis dan Sumber data Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series). Data sekunder bersumber dari Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), ditambah dengan data tambahan bersumber dari jurnal-jurnal ekonomi, keuangan dan perbankan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jumlah kredit konsumtif yang disalurkan Bank Pemerintah di Sumatera Utara, laju pertumbuhan ekonomi (PDRB), inflasi, dan suku bunga pinjaman bank-bank umum, bank-bank pemerintah di Sumatera Utara. 3.3 Model Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS). Adapun fungsi dari permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara adalah sebagai berikut : PKK = Fungsi (Tingkat PDRB, Suku Bunga Pinjaman, dan Inflasi) Dari fungsi tersebut akan dibentuk model estimasinya secara matematik dalam model ekonometrika sebagai berikut : PKK = α 0 + α 1 PDRB + α 2 SPB + α 3 Inf + μ Dimana : PKK = Total kredit konsumsi yang disalurkan (Miliar rupiah / tahun) α = Intersep α1-α4 = koefisisen regresi Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 PDRB = Produk Domestik Regional Bruto (Miliar rupiah / tahun) SBP = Suku Bunga Pinjaman bank umum (Persentase / tahun) INF = Inflasi (Persentase / tahun) μ = kesalahan penganggu (term error). 3.4 Uji Kesesuaian Uji kesesuain (test of goodness fit) diperlukan untuk mengetahui apakah model regresi yang terestimasi cukup baik atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan pengukuran seberapa dekatnya garis regresi yang terestimasi dengan data (Gujarati 1999). Pengujian stastistik akan dilakukan dengan menganalis : 1. Uji R2 (coefficient of determination) Uji ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari vaariabel terikat dapat diterangkan oleh variabel bebas. Apabila R2 = 0, artinya variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas sama sekali. Sementara R2 = 1, artinya variasi dari variabel terikat dapat diterangkan 100% oleh variabel bebas. Dengan demikian model regresi akan ditentukan oleh R2 yang nilainya antara nol dan satu. 2. Uji t atau t- pengujian test (partial test) Suatu yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara partial. Untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi secara partial akan dilihat dan membandingkan antara thitung dengan ttabel. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 3. Uji F atau F-test (over all test) Suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara serentak. Untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi secara serentak akan dilihat dan membandingkan antara Fhitung dengan Ftabel. 3.5 Uji Pelanggaran Asumsi Klasik Untuk mengetahui bahwa model estimasi yang telah dibentuk tidak menyimpang dari asumsi model klasik, maka sebelum menganalisis hasil perhitungan dari model estimasi di atas akan dilakukan uji diagnosis (Insukindro, 2000) sebagai berikut : 1. Uji normalitas Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah normal atau tidak faktor pengganggu (μ). Uji ini menggunakan Jarque-Bera Test (J-B Test) yang membandingkan antara J-B (X2 hitung) terhadap X2tabel (Tabel Chi-Square) dengan pedoman sebagai berikut : Jika nilai J-B (X2hitung) > X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan faktor pengganggu berdistribusi normal ditolak. Jika nilai J-B (X2hitung) < X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan faktor pengganggu berdistribusi normal tidak dapat ditolak. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 2. Uji autokorelasi. Uji ini untuk mengetahui apakah terdapat korelasi atau tidak antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Uji ini menggunakan uji d Durbin-Watson (D-W Test) yang membandingkan antara nilai D-W (d hitung) terhadap d tabel dengan pedoman sebagai berikut : Jika nilai D-W terletak antara 0 < d < d1, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada masalah autokorelasi positif ditolak. Jika nilai D-W terletak antara d1 ≤ d < dU, maka ragu-ragu tidak ada korelasi positif. Jika nilai D-W terletak antara 4-dL < d < 4, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada masalah autokorelasi negatif ditolak. Jika nilai D-W terletak antara 4-du ≤ d < 4-dl, maka ragu-ragu tidak ada korelasi negatif. Jika nilai D-W terletak antara du < d < 4-du, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada masalah autokorelasi positif ataupun autokorelasi negatif tidak dapat ditolak. 3. Uji multikolinearitas. Uji ini untuk mengetahui apakah terjadi hubungan linier yang perfect atau tidak diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model estimasi. Uji ini menggunakan korelasi parsial yang diperkenalkan oleh Farrar dan Glauber yang membandingkan antara nilar R2 dari hasil perhitungan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 model estimasi (R2y) dengan nilai R2 dari hasil perhitungan korelasi parsial antara masing-masing variabel bebas (R2 x1-n) . dengan pedoman sebagai berikut : Jika R2y > R2x1-n maka dalam model estimasi tidak ada multikolinieritas. Jika R2y < R2x1-n lmaka dalam model estimasi dalam multikolinieritas. 3.6 Definisi Operasional Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu diberikan definisi operasional, bahwa objek penelitian melihat pengaruh permintaan kredit konsumtif dibidang ekonomi dengan batasan sebagai berikut : 1. Permintaan Kredit Konsumtif adalah jumlah kredit konsumtif yang diberikan kepada masyarakat / debitur yang diukur dalam miliar rupiah. 2. Produk Domestik Regional Bruto adalah produk ekonomi secara regional di Propinsi Sumatera Utara, yang diukur dalam miliar rupiah. 3. Tingkat Suku Bunga Pinjaman (SBP) adalah tingkat suku bunga pinjaman Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 yang ditetapkan bank-bank umum khususnya bank pemerintah yang ada di Propinsi Sumatera Utara, yang diukur dalam persentase.. 4. Inflasi merupakan sebagai suatu kenaikan harga secara terus menerus dalam tingkat harga umum, yang diukur dalam persentase. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Variable yang di Teliti 4.1.1 Kondisi Industri Perbankan di Sumatera Utara Perkembangan industri perbankan di Indonesia cukup meningkat khususnya industri perbankan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat jumlah kantor cabang bank di Sumatera Utara tahun 2004 sebanyak 295 kantor cabang, yang terdiri dari jumlah kantor cabang BUMN sebanyak 89 kantor cabang, Bank Pembangunan Daerah sebanyak 28 kantor cabang, Bank Swasta sebanyak 173 kantor cabang, dan Bank Asing dan Campuran sebanyak 5 kantor cabang. Perbankan yang beroperasi di daerah Tingkat I dan II di Sumatera Utara dengan wilayah kerja Bank Indonesia Medan terdiri dari Bank Umum Milik Negara (BUMN), Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Swasta, dan Bank Asing dan Campuran. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 4.1.2 Jumlah Bank Di Sumatera Utara Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia Medan, bahwa hingga akhir tahun 2004, jumlah bank di Daerah Tingkat I dan II adalah sebanyak 35 bank yang terdiri dari BUMN sebanyak 4 bank, BPD sebanyak 1 bank, Bank Swasta nasional sebanyak 25 bank, dan Bank Asing dan Campuran sebanyak 5 bank. Penyebaran kantor cabang berdasarkan Daerah Tingkat I dan II pada tahun 2004 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.1. Jumlah Kantor Cabang Bank di Daerah Tingkat I dan II di Sumatera Utara, Tahun 2004 No. Kab./Kota BUMN 45 Medan 2 Binjai 1 Langkat 2 Deli Serdang Karo/Kabanjahe 3 1 Dairi Tebing Tinggi 4 2 Asahan 3 Kisaran Labuhan Batu 4 6 P. Siantar Simalungun 2 2 Tanjung Balai Tapanuli Selatan 3 Mandailing Natal Nias 2 3 Sibolga Tapanuli Utara 2 2 Toba Samosir Jumlah 89 Sumber : Bank Indonesia Medan, 2004 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16 17. 18 19. BPD B.Swasta 4 1 1 3 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 28 121 8 3 4 2 1 4 4 5 7 3 3 3 1 1 1 1 1 173 B.Asing& Campuran 5 5 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Berdasarkan data diatas, jumlah kantor cabang bank yang paling banyak adalah di Kota medan yaitu sebanyak 175 kantor cabang bank dan kota Pematang Siantar yaitu sebanyak 14 kantor cabang, sedangkan kantor cabang yang paling sedikit adalah di Kabupaten Mandailing Natal sebanyak 2 kantor cabang dan Kabupaten Dairi sebanyak 3 kantor cabang. 4.1.3 Kredit Konsumtif Perbankan Di Sumatera Utara Perkembangan kredit konsumtif perbankan di Sumatera Utara cukup meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena adanya permintaan masyarakat terhadap kredit konsumtif yang digunakan untuk keperluan pembelian rumah baru, renovasi rumah, pembelian kenderaan baru seperti mobil, sepeda motor. Permintaan kredit konsumtif ini meningkat hingga tahun 1997 dan pada tahun 1998 mengalami penurunan permintaan kredit konsumtif disebabkan adanya krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia. Kredit konsumtif dalam perjalanan setelah tahun 1998 mengalami peningkatan permintaan. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah pemohon dan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia khusunya di Sumatera Utara sehingga posisi permintaan kredit konsumtif meningkat. Hal ini dapat dilihat pada grafik 4.1. perkembangan kredit konsumtif sebagai berikut. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 6000 5500 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kredit Konsumtif Perkembangan Kredit Konsumtif Di Sumut Tahun 1980-2004 TAHUN Gambar 4.1 Perkembangan Kredit Konsumtif di Sumut Tahun 1980 - 2004 4.1.4 Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dapat dianggap berasal dari dua komponen. Pertama , ekonomi tumbuh sebagai akibat dari peningkatan produktivitas modal dan tenaga kerja serta penerapan teknologi. Ini dapat dianggap sebagai pertumbuhan alami (natural growth), termasuk akibat pertumbuhan penduduk. Kedua, pertumbuhan ekonomi terjadi sebagai akibat dari kebijakan-kebijakan atau variabel eksternal yang mempengaruhi pengeluaran oleh pelaku-pelaku ekonomi. Perekonomian Sumatera Utara yang dicerminkan oleh pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan menunjukkan trend yang meningkat secara konsisten hingga tahun 1997 yang merupakan tahun krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia. Gambar4.1 PDRB yaitu : Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Perkembangan PDRB di Sumut Tahun 1980-2004 30000 25000 PDRB 20000 15000 10000 5000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0 TAHUN Gambar 4.2 Grafik Perkembangan PDRB di Sumut Tahun1980-2004 Selama periode 1980 – 2004 PDRB Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang cukup baik, tahun 2004 PDRB Sumatera Utara sebesar 25.925 miliar naik miliar menjadi 27.087 miliar pada tahun 2004.(4,3 persen). PDRB mengalami penurunan pada tahun 1999 sebesar 11,7% sebagai dampak dari krisis yang melanda Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya pada tahun 1997. Mulai tahun 1988, PDRB mulai menampakkan trend menaik kembali, sehingga pertumbuhan ekonomi mencatat angka positif kembali pada tahun 1999. Pertumbuhan PDRB hingga tahun 1997 menunjukkan angka positif. Pertengahan tahun 1990 mencatat pertumbuhan ekonomi mencapai lebih 9 persen, hanya menurun pada tahun 1997 menjadi 6,69 persen, hingga mencapai puncak dampak resesi (krisis ekonomi) pada tahun 1998 dengan pertumbuhan minus 10,9 persen dan tahun 1999 pertumbuhan mulai tampak kembali positif sebesar 2,53 persen. Secara Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 rata-rata ekonomi Sumatera Utara tumbuh sebesar 5,76 persen selama dasawarsa 1990-an, jauh lebih rendah dari keadaan tahun 1980-an dengan rata-rata pertumbuhan 25,78 persen, yang menandai booming ekonomi regional. Perekonomian Sumatera Utara masih didominasi oleh sektor pertanian (termasuk perkebunan), kendati kontribusinya terhadap PDRB tidak sampai sepertiga (yakni 31,78%), sementara industri menempati urutan kedua dengan kontribusi sebesar 21,96% pada tahun 1999. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga merupakan sektor penting dengan kontribusi sebesar 17,30 persen. Sektor-sektor lain memberi kontribusi dibawah 10 persen. Jika dilihat dari faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, maka peningkatan pengeluaran mendorong pertumbuhan yang tinggi pada tahun-tahun tertentu. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto tertinggi terjadi pada tahun 1983 dan 1993. Pertumbuhan dipicu oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang naik drastis dari Rp.3,189 miliar pada tahun 1992 menjadi Rp.9,640 miliar pada tahun 1993, pembentukan modal dari Rp.2,373 miliar tahun 1992 menjadi RP.5,390 miliar dan ekspor dari Rp.1,971 miliar menjadi Rp.5,401 miliar pada tahuntahun itu. 4.1.5 Variabel Suku Bunga Pinjaman Suku bunga pinjaman merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata yang ditetapkan perbankan. Perkembangan suku bunga pinjaman perbankan cukup tinggi yaitu berkisar antara 18 persen sampai dengan 28 persen, hal ini dikarenakan suku bunga simpanan masyarakat berupa deposito berjangka cukup tinggi sebesar 9 persen Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 sampai dengan 12 persen sehingga perbankan mengambil spread di antara 6 persen sampat dengan 8 persen karena spread yang dilakukan bank adalah untuk membiayai operasional perbankan. Suku bunga pinjaman bank mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 1998 mencapai 34.93 persen, hal ini dikarenakan adanya krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia termasuk di Negara Indonesia. Peningkatan kenaikan suku bunga pinjaman tersebut membuat daya permintaan masyarakat terhadap kredit konsumtif semakin menurun. Perkembangan suku bunga pinjaman setelah krisis ekonomi mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2000 suku bunga pinjaman kredit konsumtif mengalami penurunan dari 34.93 persen menjadi 18.16 persen, hal ini disebabkan ekonomi Indonesia sudah mulai membaik dan inflasi mengalami penurunan sehingga suku bunga pinjaman menurun. Seiring dengan waktu perkembangan kredit konsumtif dari tahun 2001 sampai dengan 2004 mengalami kondisi yang stabil, hal ini dapat dilihat pada grafik perkembangan rata-rata suku bunga pinjaman konsumtif tahun 1980 -2004. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman di Sumut Tahun 1980-2004 50 PDRB 40 30 20 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0 TAHUN Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Konsumtif Tahun 1980-2004 4.1.6 Variabel Inflasi Perkembangan inflasi di Indonesia, seperti halnya yang terjadi pada negara- negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai penyakit ekonomi makro makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir emerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari 75 % pada tahun 1998), dan diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat miskin. Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasuk dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari hyperinflation. Selama dua puluh lima tahun terakhir inflasi mengalami perkembangan yang cukup naik turun, dari akibat adanya krisis ekonomi. Adapun perkembangan inflasi dua puluh tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel 4.6. dibawah ini. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Perkembangan Inflasi di Sumut Tahun 1980-2004 Inflasi 30 20 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0 TAHUN Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi, tahun 1980-2004 Perkembangan inflasi mengalami perkembangan yang meningakt dan menurun, pada tahun 1985 inflasi mencapai angka 2.79 persen, hal ini disebabkan adanya gejolak politik di Indonesia sehingga infalsi mengalami penurunan. Inflasi mengalami peningkatan pada tahun 1998 mencapai 18.56 persen disebabkan adanya krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia termasuk krisis ekonomi melanda Indonesia. Inflasi mengalami penurunan pada tahun 2000 mencapai 5.73 persen, hal ini di\sebabkan karena permintaan masyarakat kepada kebutuhan pokok mengalami penurunan dan masyarakat melakukan efisiensi terhadap pengeluaran kebutuhan keluarga. Perrkembangan inflasi pada tahun 2001 mengalami peningkatan mencapai 14.79 persen, hal ini disebabkan mulai membaiknya perekonomian masyarakat Indonesia Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 dengan dilihat dari daya beli masyarakat yang meningkat ditambah dengan adanya peningkatan kebutuhan pokok masyarakat meningkat 4.2. Analisis dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil regresi dari data sekunder yang diolah dengan menggunakan Program eviews 5.1. diperoleh hasil sebagai berikut: LPKK = 14,41 + 0,715 LPDRB – 0,991 LSPB + 0,452LINF Std Error (1,57) (0,09) (0,53) (0,106) t-statistik (9,12) (7,92) (1,86) (4,26) __________________________________________________________________ R-squared 0,801 F-statistic 28,20535 Adjusted R-squared 0,772 Prob(F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson stat 1,730 ________________________________________________________________ Sumber: Hasil Penelitian (2009) 4.2.1. Uji Determinasi (R-squared) Koefisien determinasi sebesar 0,801 menunjukkan bahwa 80,1 persen dari variasi variabel Permintaan Kredit Konsumsi mampu dijelaskan oleh variasi variabel PDRB, Suku Bunga Pinjaman, dan Inflasi sedangkan 18,9 persen lainnya dijelaskan oleh variabel diluar model yang diteliti. 4.2.2. Uji Simultan (Uji-F) Dilihat dari nilai F-statistik menunjukkan F-hitung (28,20) > F-tabel (2.86), signifikan pada tingkat keyakinan 95 persen atau α = 5%, artinya adalah sangat signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pendapatan (PDRB), Suku Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Bunga Pinjaman (SBP), dan Inflasi (INF) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK) Bank Pemerintah di Sumatera Utara. 4.2.3. Uji Parsial (Uji-t) Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian t-statistik dilakukan dengan cara membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel. (Gujarati, 2003) t-tabel = { α ; df ( n-k ) } Keterangan : α = Level of significance, atau probabilitas menolak hipotesis yang benar. n = Jumlah sampel yang diteliti. K = Jumlah variabel independen termasuk konstanta. Se = Standar error. Pengaruh variabel Pendapatan (PDRB) terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK) menunjukkan t-hitung sebesar 7,92 lebih besar dari t-tabel 1,724 pada α= 0.05 yaitu 0,175 menunjukkan bahwa dengan naiknya pendapatan (LPDRB) Sumatera Utara sebesar 1 persen akan menaikkan permintaan kredit konsumtif (LPKK) sebesar 0,175 persen. Hal ini berarti variabel Pendapatan (PDRB) signifikan pengaruhnya terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK), hal ini juga sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa PDRB berpengaruh Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 secara positif terhadap permintaan kredit konsumtif bank pemerintah di Sumatera Utara. Pengaruh variabel Suku Bunga Pinjaman (SBP) terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK) menunjukkan t-hitung sebesar 1,86 lebih besar dari t-tabel 1,724 pada α = 0.05 yaitu - 0,991, menunjukkan bahwa dengan turunnya suku bunga pinjaman (LSBP) sebesar 1 persen akan menaikkan permintaan kredit konsumtif (LPKK) sebesar 0,991 persen. Hal ini berarti variabel Suku Bunga Pinjaman (SBP) signifikan pengaruhnya terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK) bank pemerintah di Sumatera Utara. Pengaruh variabel Inflasi (INF) terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK) menunjukkan t-hitung sebesar 4,26 lebih besar dari t-tabel 1,724 pada α = 0.05 yaitu 0,452. menunjukkan bahwa dengan naiknya infalsi (LINF) sebesar 1 persen akan menaikkan permintaan kredit konsumtif (LPKK) sebesar 0,452 persen. Hal ini berarti variabel Inflasi (INF) signifikan pengaruhnya terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK), hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu Inflasi mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif bank pemerintah di Sumatera Utara 4.3. Uji Asumsi Klasik 4.3.1. Uji Multikolinearitas Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik pada hasil estimasi variabel variabel bebas, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2 Tabel 4.2. Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Nilai R2 0,801 0.126 0.125 0.012 Variabel LPKK = f(LPDRB, LSBP, LINF) LPDRB = f(LSBP, LINF) LSBP = f(LPDRB, LINF) LINF = (LPDRB, LSBP) Sumber: Hasil Peneliatian 2009 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai R2 LPKK = f(LPDRB, LSBP, LINF) lebih besar dibandingkan dengan nilai R2 dalam regresi parsial, R2 LPDRB = = 0,126, R2 LSBP = f(LPDRB, LINF)= 0,125, dan R2 LINF = (LPDRB, LSBP) = 0,801 f(LSBP, LINF) =0,012. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam model empiris LPKK = f(LPDRB, LSBP, LINF) tidak ditemukan adanya gejala multikolinieritas. 4.3.2. Uji Autokorelasi Selanjutnya dilakukan Uji Autokorelasi dengan menggunakan LM Test sebagaimana disajikan pada Tabel.4.2. Tabel 4.3. Hasil Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 52.08246 21.14338 Probability Probability 0.000000 0.256314 Sumber: Hasil Penelitian 2009 Melalui Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dari program Eviews 5.1. terlihat nilai Obs* R-squared mempunyai probabilitas 0.256314 dan ini lebih Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 besar dari α penelitian 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi pada model regresi. Berdasarkan uji d Durbin-Watson (D-W Test) ini bahwa nilai D-W terletak antara 0 < 0,05 < 0,064, maka hipotesis ini tidak terdapat autokolerasi pada model ini. 4.3.3. Uji Heterokedastisitas Untuk melihat ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity test yang tersedia di Eviews 5.1. seperti yang terlihat dibawah ini. Tabel 4.4. Uji Heterokedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 2.557982 Obs*R-squared 11.50589 Sumber: Hasil Penelitian 2009 Probability Probability 0.057067 0.073944 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai Observed R-Squared 11.50589 dan memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0.073944, maka dapat ditarik kesimpulan tidak terdapat heterokedastisitas. 4.4. Pembahasan hasil estimasi variabel yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumsi (PKK) Bank Pemerintah di Sumatera Utara. 4.4.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan domestik regional bruto (PDRB) dengan pengaruh positif yang nyata (signifikan). Artinya: bila pendapatan domestik regional bruto (PDRB) meningkat maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat. Bila pendapatan domestik regional bruto (PDRB) menurun maka permintaan kredit konsumsi akan menurun pula. Hasil estimasi ini dapat pula dijelaskan sebagai berikut; yaitu ketika pendapatan naik maka akan meningkatkan konsumsi yang berarti juga meningkatkan pendapatan terhadap suatu jenis barang. Sebaliknya, ketika pendapatan turun maka permintaan untuk mengkonsumsi suatu barang akan menurun pula. Meski tidak selalu apabila pendapatan turun maka permintaan untuk mengkonsumsi suatu barang akan menurun. Miraza (2006) menyatakan bahwa konsumsi mempunyai sifat yang khusus. Pengeluarannya bisa naik di kala pendapatan naik dan bahkan bisa lebih cepat naiknya dari kenaikan pendapatan itu sendiri. Sebaliknya konsumsi akan sulit turun di kala pendapatan turun. Ada upaya untuk tidak mengurangi pengeluaran konsumsi walau pendapatan sudah turun. Dengan kata lain, turunnya pendapatan konsumsi lebih lambat daripada turunnya pendapatan Berdasarkan fenomena saat ini, dalam memenuhi permintaan terhadap suatu jenis barang, masyarakat peminjam (bank) didorong untuk melakukan pembelian dengan cara hutang dan mencicil (kredit) atas barang-barang yang dibelinya. Masyarakat (konsumen) menggunakan sistem kredit ini dengan anggapan jika saat ini tidak punya pendapatan (uang) untuk membeli maka pendapatan masa mendatang Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 yang akan dipakai untuk membeli saat ini. Miraza (2006) menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang yang melakukan pembelian secara kredit berarti telahmenggunakan pendapatan masa mendatang (income rational expectation) untuk pengeluaran saat ini (today expenditure). Dalam hal ini, bila pendapatan masyarakat semakin besar maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Bila pengeluaran konsumsi dilakukan dengan menggunakan sistem kredit maka cara seperti inilah yang menyebabkan tingginya permintaan kredit konsumsi; dengan kredit konsumsi inilah maka permintaan akan barang-barang terpenuhi. Pada tahun 1999 dan 2000 menunjukkan bahwa PDRB menurun sebagai akibat dari krisis moneter tahun 1998. Kondisi tersebut mengakibatkan permintaan kredit konsumsi juga mengalami peurunan yang ditunjukkan oleh perubahan permintaan kredit konsumsi turun sebesar 19,40 persen tahun 1998 dan 10,43 persen tahun 1999. 4.4.2 Suku Bunga Pinjaman (SBP) Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga kredit konsumsi dengan pengaruh negatif yang nyata (signifikan). Artinya: bila tingkat bunga kredit konsumsi rendah maka permintaan akan kredit konsumsi akan meningkat; sebaliknya, jika tingkat bunga kredit konsumsi tinggi maka permintaan akan kredit konsumsi akan cenderung menurun. Pada model permintaan kredit konsumsi (PKK) ditunjukkan bahwa nilai taksiran koefisien tingkat bunga kredit konsumsi (SBP) adalah negatif 0,991. Hal ini Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 sesuai dengan teori, dimana penurunan tingkat bunga kredit konsumsi akan meningkatkan permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Dengan ilustrasi bahwa permintaan kredit konsumsi sebagai produk/barang yang diminta dan tingkat bunga kredit sebagai harga, maka dalam membahas permintaan suatu barang yang berkaitan dengan harga diperoleh hasil bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak jumlah barang yang diminta; sebaliknya semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Miller dan Meiners (2000) menambahkan bahwa kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara berikut: a. Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta ketimbang pada harga rendah, asalkan hal-hal lain sama, atau dengan cara lain; b. Pada harga rendah, lebih banyak barang yang akan diminta ketimbang pada harga tinggi asalkan hal-hal lain sama. Jadi, kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harganya, asalkan hal-hal lain sama pada setiap tingkat harga. 4.4.3 Inflasi (INF) Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh Inflasi dengan pengaruh positif yang nyata (signifikan). Artinya: bila tingkat inflasi rendah maka permintaan akan kredit konsumsi akan menurun; sebaliknya, jika inflasi tinggi maka permintaan akan kredit konsumsi akan cenderung menaik. Hal ini terjadi karena masyarakat pada umumnya melakukan pinjaman kredit konsumsi untuk membiayai kehidupannya, dimana apabila terjadi inflasi yang tinggi mengakibatkan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 daya beli masyarakat menurun, sementara kebutuhan hidup mereka adalah tetap, sehingga terpaksa mereka melakukan pinjaman untuk memnuhi kebutuhan hidup mereka. Lebih lanjut, lonjkan inflasi yang beawal pada kelompok barang perumahan, listrik, gas air dan bahn bakar tersebut terus menggelinding seperti bola salju menyentuh seluruh lapisan kelompok barang lainnya. Tekanan psikologis dari kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tersebut mendorong ekspektasi inflasi yang lebih besar lagi (overshooting). Pada akhirnya dampak langsung (first round) inflasi terus terakumulasi dan berimbas pada seluruh kelompok barang (second round) dan mengalami lonjakan tingkat harga yang sangat tinggi dari perkiraan awal tahun 2005. Penyebab tingginya tekanan tingkat harga di wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor utama antara lain faktor fundamental psikologis masyarakat terhadap tingginya ekspektasi inflasi, sebagai realisasi kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (administered price), serta kendala distribusi pasokan menghadapi pelaksanaan puasa dan hari raya idul Fitri yang jatuh di pertengahan triwulan IV, serta persiapan menghadapi perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Berdasarkan pembahasan atas hasil penelitian Permintaan Kredit Konsumsi (LPKK) di Sumatera Utara, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara parsial Pendapatan (LPDRB) mempunyai hubungan positif terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (LPKK) bank pemerintah di Sumatera Utara, pada α = 5%, hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian 2. Suku Bunga Pinjaman (LSPB) mempunyai hubungan yang negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (LPKK) Bank Pemerintah di Sumatera Utara dengan α = 5 persen. 3. Inflasi (LINF) mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (LPKK) Bank Pemrintah di Sumatera Utara dengan α =5 persen atau tingkat keyakinan 95 persen. 4. Secara parsial, variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (LPKK) adalah Variabel Suku Bunga Pinjaman. 5. Secara serempak Pendapatan (PDRB), Suku Bunga Pinjaman (SBP), Kurs, dan Inflasi (INF) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK). 5.2 Saran 1. Permintaan kredit konsumtif Bank Pemrintah di Sumatera Utara masih tetap tinggi, untuk itu agar tidak menimbulkan permasalahan yang besar, hendaknya pemerintah mengambil statu kebijakan dalam pemberian kredit Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 konsumtif yang lebih ringan, mudah dan dengan proses yang cepat, sehingga masyarakat mendapat kepuasan dalam memohon kredit konsumtif 2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki peran yang besar terhadap peningkatan permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara, alangkah baiknya kepada peneliti-peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi atau apakah ada faktor lain diluar pertumbuhan ekonomi yang bisa meningkatkan permintaan kredit konsumtif. DAFTAR PUSTAKA Anggarwal. R, Exchange rates and stock price: A study of the US Capital market under Floating exchange Rates, Akron Business and Economic review, (Fall), 1981 Ari, Sritua, Metodologi Penelitian Ekonomi, Yogyakarta, 1993. Badan Pusat Statistik, Kondisi ekonomi makro dan kesejahteraan rakyat Sumatera Utara Tahun 2005, Medan, 2005. Bank Indonesia, Perkembangan indikator sektor riil terpilih, Jakarta, 2004. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Chow,E.H., W.Y.Lee, and M.S.Solt, The Exchange Rate Risk Exposure of Assets Return, Jurnal of Business, 1997. Dornbusch,R. dan S.Fisher, Exchange rate and current account, American economic Review, 1980. Gavin, M., The Stock Market and Exchange Rate dynamics, Journal of International Money and Finance, 1989. Gertler.M, Gilchrist, S., Monetary Policy, Business Cycle, and the behavior of small manufacturing firms, The Quarterly journal of Economics, 1994. Ghafar Abdul bin Ismail, Norain bt. Mod Asri and Ritonga, Jhon T., Financial Intermediation And Growth, Evidence From Indonesia, 2003. Gujarati, Damodar, N., Basic Econometrics, 4 edition, New york, Mc Graw Hill, 2003. Hadad, Muliaman D., Wimboh Santosos, dan Dwityapoetra S.Besar, Studi Biaya Intermediasi Beberaba Bank Besar di Indonesia: Apakah Bunga Kredit bank Umum Overpriced?, Jakarta, Bank Indonesia, Oktober 2003. Hakim, Ridho, Bambang Kusmiarso, Gunaawan, Erwin Gunawan H., Bambang Pramono, dan Masagus Abdul, Sturktur Pembentukan Suku Bunga dari SISI Perbankan. Jakarta, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.3 No.2, September, 2000. Harmanta, Mahyus Ekananda, Disintermediasi Fungsi Perbankan Di Indonesia Pasca Krisis, 1997, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2003. Julaihah, Umi dan Insukrindo, Analisis Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Variabel Makro Ekonomi Indonesia Tahun 1983 – 2003, Jakarta, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.7 No.2, september 2004. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, 2002. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Ketut Rindjin Pengantar perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, Jakarta, 2003. Martowijoyo, Sumantoro, Kinerja Keuangan Mikro dan perilaku Masyarakat Pedesaan,Jakarta, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.I No.4, September, 1999. Miller, Roger Le Roy, Roger E. Meiners., Teori Ekonomi Intermediate, Edisi Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Mussa, M., The Balance of Payment and Monetary and Fiscal Under a regime of Controlled Floating The economiy of Exchange, JMac Millan Education, London, 1976. Miraza, Bachtiar Hassan. 2006. Perjalanan Moneter dan Perbankan, Perkembangan Moneter Indonesia 2000-2005. USU Press. Medan Nasution, Mulia., Ekonomi Moneter Uang dan Bank, Jakarta, 1998. Ronald MacDonald dan Mark P.Taylor, Exchange Rate Economics, 1992. Samuelson, Paul A. Dan Wilson D. Nordhaus, Ilmu Makro Ekonomi, Edisi bahasa Indonesia, PT. Media Global Edukasi, Jakarta, 2001. Sasongko Tedjo, Sekilas Ekonomi Indonesia, Jakarta, 1994. Soenen, L.A. and E.S. Hennigar, An Analysis exchange rate and Stock Prices – The US Experience between 1980 and 1986, Akron Business and Economic review, 1988. Solopos, Bank Indonesia mengimbau kepada perbankan untuk menurunkan suku bunga pinjmanannya berkaitan dengan turunnya SBI, Solo, 2003. Sudarsono, Pengantar teori Ekonomi, LP3ES, Jakarta, 1990. Sukirno Sadono, Makroekonomi Teori pengantar, Jakarta, 2004. Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Lampiran – 1 Data Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Sumatera Utara obs 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 PKK 180456 198324 210652 225751 235890 253622 287561 293332 298181 312812 351562 359426 326687 432045 642536 870583 1028358 1179280 950455 851367 1331655 1912966 2346402 3366672 5702586 PDRB 0.857841 0.89456 0.92546 1.124 1.835 2.013 2.345 2.845 3.254 4.013 4.852 5.935 6.387 7.104 18.215 19.94 21.801 23.715 25.065 22.119 22.692 23.788 24.672 25.925 27.087 SBP 18.21 19.02 18.34 19.45 20.14 20.65 21.34 24.36 22.87 21.14 24.36 25.23 23.93 20.64 18.22 19.68 19.49 21.96 34.93 28.78 18.16 21.18 23.48 23.08 21.06 INF 13.18 7.28 8.98 10.9 9.78 2.79 11.29 7.32 11.24 6.64 7.55 8.99 4.5 9.75 8.25 7.24 8.73 13.1 18.56 7.37 5.73 14.79 9.59 4.23 6.8 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Lampiran – 2 Deskriptive Statistik Sample: 1980 2004 Mean Std. Dev. N PKK PDRB SBP INF 965966.4 1256667. 25 11.97615 13.39947 25 21.98800 33.743238 25 8.743200 9.793884 25 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Lampiran – 3 Output Regresi Dependent Variable: LPKK Method: Least Squares Date: 06/18/09 Time: 04:07 Sample: 1980 2004 Included observations: 25 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LPDRB LSBP LINF 14.41049 0.715042 -0.991743 0.452955 1.578471 0.090199 0.532866 0.106162 9.129402 7.927385 -1.861150 4.266625 0.0000 0.0001 0.0334 0.0024 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.801167 0.772762 0.460338 4.450125 -13.89917 1.730041 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 13.25868 0.965686 1.431933 1.626954 28.20535 0.000000 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Lampiran – 4 UJI MULTIKOLINEARITAS Dependent Variable: LPDRB Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LSBP LINF -6.358647 2.795087 -0.173720 5.269596 1.650025 0.461367 -1.206667 1.693966 -0.376533 0.2404 0.1044 0.7101 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.126300 0.046872 1.231216 33.34962 -39.07559 0.208594 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 1.889435 1.261126 3.366048 3.512313 1.590129 0.226458 Dependent Variable: LSBP Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LPDRB LINF 3.039041 0.041281 -0.018794 0.132102 0.024369 0.056106 23.00533 1.693966 -0.334977 0.0000 0.1044 0.7408 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.125131 0.045598 0.149627 0.492541 13.61470 1.292422 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 3.078469 0.153160 -0.849176 -0.702911 1.573316 0.229811 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 85 Lanjutan Lampiran – 4 Dependent Variable: LINF Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDRB LSBP 3.116554 -0.002126 -0.337474 2.387631 0.011566 0.785323 1.305291 -0.183833 -0.429727 0.2053 0.8558 0.6716 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.012537 -0.077233 0.568517 7.110648 -19.75743 2.399402 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2.052186 0.547758 1.820595 1.966860 0.139654 0.870424 Lampiran – 5 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 UJI OTOKORELASI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 52.08246 21.14338 Probability Probability 0.000000 0.256314 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LPDRB LSBP LINF RESID(-1) RESID(-2) 0.044274 0.093114 -0.116771 0.102982 1.066758 0.210990 0.860832 0.039139 0.273648 0.076629 0.226204 0.307725 0.051432 2.379083 -0.426720 1.343907 4.715912 0.685646 0.9595 0.0280 0.6744 0.1948 0.0002 0.5012 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.845735 0.805139 0.190083 0.686497 9.464399 2.201011 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -1.00E-15 0.430606 -0.277152 0.015378 20.83298 0.000000 Lampiran – 6 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 UJI HETEROKEDASTISITAS White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 2.557982 11.50589 Probability Probability 0.057067 0.073944 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C LPDRB LPDRB^2 LSBP LSBP^2 LINF LINF^2 -18.62209 -0.398120 0.151645 10.98167 -1.668276 1.257039 -0.390979 25.14827 0.312993 0.096752 15.45733 2.373220 0.581146 0.179027 -0.740492 -1.271976 1.567349 0.710450 -0.702959 2.163033 -2.183913 0.4686 0.2196 0.1344 0.4865 0.4911 0.0442 0.0424 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.460236 0.280314 0.294828 1.564623 -0.833076 1.263106 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.178005 0.347534 0.626646 0.967931 2.557982 0.057067 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009 Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara, 2009