analisis faktor-faktor yang mempengaruhi - USU-IR

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK
PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
MOHAMMAD YUSUF
057018016/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK
PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MOHAMMAD YUSUF
057018016/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa :
Nomor Pokok
:
Program Studi
:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK PEMERINTAH
DI SUMATERA UTARA
Mohammad Yusuf
057018016
Ekonomi Pembangunan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Dr. Dede Ruslan, M.Si)
Ketua
(Kasyful Mahalli, SE, M.Si)
Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Dr. Murni Daulay, M.Si)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Tanggal lulus : 25 Mei 2009
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Telah diuji pada
Tanggal : 25 Mei 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Dr. Dede Ruslan, M.Si
Anggota
:
1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
2. Dr. Murni Daulay, M.Si
3. Drs. Iskandar Syarief, MA
4. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
PERNYATAAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK
PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
Mei 2009
Mohammad Yusuf
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ini bertujuan
untuk menganalisis tingkat permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara, yang
terdiri dari PDRB, suku bunga pinjaman, dan inflasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series, yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) Medan.
Berdasarkan hasil estimasi data time series selama tahun 1980 – 2004, penelitian ini
menemukan bahwa PDRB berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif, nilai
inflasi berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif, dan tingkat suku bunga
berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif.
Penelitian ini mengaplikasikan bahwa PDRB, dan inflasi berpengaruh secara
positif terhadap permintaan kredit, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh secara
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
negatif karena semakin meningkat/menurun suku bunga kredit tidak berpengaruh
kepada permintaan kredit di Sumatera Utara.
Untuk itu diharapkan dalam penelitian ini, pemerintah mengambil suatu
kebijakan dalam pemberian kredit konsumtif yang lebih ringan, lebih mudah dan
dengan proses yang cepat, sehingga masyarakat mendapat kepuasaan.
Kata kunci : Kredit konsumtif, PDRB, suku bunga pinjaman, dan inflasi
ABSTRACT
The aim of research is to Analiyze of the factors which influence on demand of
credit consumption on government bank in north Sumatra. The variables consist to
analyze of Product Domestic Regional bruto (PDRB), Rate of Interest and inflation.
The research used secondary data of time series, obtained from Statistical
Center (BPS) and Indonesia Bank (BI) Medan. Based of data estimation of time
series during year 1980 – 2004, the result show that demand of PDRB have influence
on the demand of credit consumption. Rate of interest influence on the demand of
credit consumption, and inflation in the influence on demand of credit consumption.
This research to application is PDRB, inflation have effect positive to
demand of credit consumption, so rate of interest no effect negative to demand of
credit consumption because very as right or turn rate of interest no effect to demand
to credit consumption in North Sumatera.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
It is expected that the government should do the policy in giving credit
consumption more easier and also the process is fast so that the society would be
satisfied.
Key words : Credit Consumption Product Domestic Regional bruto (PDRB), Rate of
Interest and inflation
KATA PENGANTAR
Pertama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirata Allah SWT yang
telah memberikan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
tesis ini yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Kredit Konsumtif bank Pemerintah di Sumatera Utara.
Dalam mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana dalam bidang ekonomi
pembangunan, saya mengakui banyak pihak-pihak yang telah memberikan dorongan,
motivasi, bimbingan dan bantuannya. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya
dengan hati yang tulus menyampaikan arasa terima kasih dan penghargaan yang
stinggi-tingginya kepada :
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
1. Bapak Dr. Dede Ruslan M.Si, sebagai Pembimbing I dan Bapak Kasyful Mahalli,
SE, M.Si, sebagai Pembimbing II, dimana dengan niat tulus dan ikhlas sepenuh
hati telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan
diskusi dari proses penyusunan proposal sampai dengan proses penyempurnaan
tesisi ini sebagai hasil penelitian dan tulisan.
2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
dan Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Sekretaris Program, dimana
beliau dengan arif dan bijaksana
telah mengarahkan kami sehingga mampu
menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Ekonomi Pembangunan
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A. dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec.
merupakan dosen pembanding sekaligus dosen dan sahabat untuk bertanya.
4. Bapak Doni Rinalsi, ST, M.Si, Pemimpin Cabang Utama BNI USU dan bapak M.
Khalim SE, MM, Pemimpin Bidang Layanan Cabang Utama BNI USU
merupakan orang yang membimbing penulis dalam berkarir.
Selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, penulis merasa nyaman dengan
tersedianya fasilitas dalam proses belajar mengajar sehingga penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), sebagai Rektor.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc, sebagai Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Kepada sahabat-sahabat Angkatan IX regular yang telah banyak memberikan
bantuan moril maupun materil untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Kedua orang tua penulis yang tercinta Ayahanda Anis Djudin dan (Alm)
Ibunda Zurtina Nur yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan
Ibu Mertua Ramlah, D yang memberikan dorongan semangat serta isteri tercinta
Yetty Asri, SE sebagai inspirator penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan semoga penelitian ini
bermanfaat, baik untuk dunia akademis maupun dunia perbankan.
Medan,
Maret 2009
H. Mohammad Yusuf
RIWAYAT HIDUP
1. Nama
: Mohammad Yusuf
2. Agama
: Islam
3. Tempat & Tgl.Lahir
: Medan, 1 Oktober 1968
4. Alamat
: Jl. Bakti Indah VII No,116 Perumahan Tata Alam Asri
Gaperta Medan.
5. Nama orang tua
:
Ayah
: Anis Djudin
Ibu
: Alm. Zurtina Nur
6. Nama isteri
: Yetty Asri, SE
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
7. Pendidikan
a. SD Negeri 060843, Medan
: Lulus Tahun 1982
b. SMP Laks. Martadinata, Medan
: Lulus Tahun 1985
c. SMA Negeri 3 Medan
: Lulus Tahun 1988
d. FH UISU, Medan
: Lulus Tahun 1994
e. Sekolah Pascasarjana EP USU
: Lulus Tahun 2009
8. Pekerjaan Sekarang
: Staf Pemasaran
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
Kantor Utama Cabang USU Medan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK …………………………………………………………....................
i
ABSTRACT …………………………………………………………...................
ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………..................
iii
RIWAYAT HIDUP………………………………………...................................
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………….....................
vi
DAFTAR TABEL .. ……………………………………………….................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………......................
xi
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………..................
xii
BAB I
1
PENDAHULUAN .........................................................................
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
BAB II
1.1
Latar Belakang ....................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ............................................................
9
1.3
Tujuan Penelitian ................................................................
9
1.4
Manfaat Penelitian .............................................................. 10
TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 11
2.1
Landasan Teori.................................................................... 11
2.1.1
Teori Klasik. ........................................................... 11
2.1.2
Irving Fisher............................................................ 11
2.1.3
Teori Cambridge (Marshall-Pigou)......................... 13
2.1.4
Teori Keynes........................................................... 15
2.1.5 Teori Kuantitas Modern (Friedman)....................... 18
BAB III
BAB IV
2.2
Perilaku Konsumen........................................ ..................... 20
2.3
Permintaan Kredit................................................................ 21
2.4
Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi...................................... 25
2.5
Teori Suku Bunga Pinjaman................................................ 28
2.6
Nilai Tukar Mata Uang........................................................ 35
2.7
Inflasi................................................................................... 41
2.8
Penelitian Terdahulu............................................................ 47
2.9
Kerangka Konseptual........................................................... 50
2.10
Hipotesis Penelitian............................................................. 51
METODE PENELITIAN............................................................... 52
3.1
Ruang Lingkup Penelitian..................................................... 52
3.2
Jenis dan Sumber data Penelitian.......................................... 52
3.3
Model Analisis ..................................................................... 52
3.4
Uji Kesesuaian....................................................................... 53
3.5
Uji Pelanggaran Asumsi Klasik ............................................ 54
3.6
Definisi operasional ........... ....................................................57
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 58
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
4.1
4.2
4.3
Perkembangan Variabel yang di Teliti ................................. 58
4.1.1
Kondisi Industri Perbankan di Sumatera Utara......... 58
4.1.2
Jumlah Bank Di Sumatera Utara............................... 58
4.1.3
Kredit Konsumtif Perbankan di Sumut..................... 60
4.1.4
Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 60
4.1.5
Variabel Suku Bunga Pinjaman................................ 63
4.1.6
Variabel Inflasi ......................................................... 65
Analisis dan Pembahasan Penelitian.......................... …….. 67
4.2.1
Uji Determinasi (R-squared……………………….. 67
4.2.2
Uji Simultan (Uji – F)……………........................... 67
4.2.3
Uji Parsial (Uji – t)………………………………… 68
Uji Asumsi Klasik ………………….................................... 70
4.3.1 Uji Multikolinearitas……………………….............. 70
4.3.2 Uji Autokorelasi……….…………........................... 70
4.3.3
4.4
BAB V
Uji Heterokedastisitas………………………............ 71
Pembahasan hasil estimasi variabel yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif (PKK) Bank
Pemerintah di Sumatera Utara.……...................................... 72
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 76
5.1
Kesimpulan........................................................................... 76
5.2
Saran..................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 78
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
DAFTAR TABEL
Nomor
4.1
Judul
Halaman
Jumlah Kantor Cabang Bank di Daerah Tingkat I
dan II di Sumatera Utara, Tahun 2004…………..........................
59
4.2
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas ...………….........................
70
4.3
Hasil Uji Breusch-Godfrey Serial Colrrelation LM Test ..............
70
4.4
Uji Heterokedastisitas ……………………………………………
71
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
DAFTAR GAMBAR
Nomor
2.1
4.1
4.2
Judul
Halaman
Kerangka Konseptual Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Permintaan kredit Konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera
Utara………………................................................................................
50
Perkembangan Kredit konsumtif di Sumatera
Utara, Tahun 1980-2004 …………….…………....................................
60
Grafik Perkembangan PDRB di Sumatera Utara
Tahun 1980- 2004………………………………....................................
61
4.3
Grafik Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman
Konsumtif Tahun 1980-2004 ……….…………..................................... 64
4.4
Perkembangan Inflasi, tahun 1980-2004 .................................................. 66
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1. Data Factor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank
Pemerintah Sumatera Utara................................................................................ 81
2. Deskriptive Statistik …………………………………………………………… 82
3. Output Regresi …………………………………………………………………. 83
4. Uji Multikolinearitas …………………………………………………………… 84
5. Uji Otokerelasi ………………………………………......................................... 86
6 Uji Heterokedastisitas …………………………………………………………… 87
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
DAFTAR SINGKATAN
BPD
:
Bank Pembangunan Daerah
BBM
:
Bahan Bakar Minyak
BUPLN
:
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
BPS
:
Badan Pusat Statistik
LDR
:
Loan on Deposit Ratio
NPL
:
Non Performing Loan
PDB
:
Produk Domestik Bruto
PDRB
:
Produk Domestik Regional Bruto
PPP
:
Purchasing Power Parity
PMA
:
Penanaman Modal Asing
PMDN
:
Penanaman Modal Dalam Negeri
PKK
:
Permintaan Kredit Konsumtif
OLS
:
Ordinary Leaast Squar
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada trilogi
pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya pembangunan di
segala bidang, terutama pembangunan di bidang ekonomi. Secara umum tujuan
pembangunan ekonomi adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
menjaga tingkat kestabilan harga, mengatasi masalah pengangguran, menjaga
keseimbangan neraca pembayaran dan pendistribusian pendapatan yang adil dan
merata. Pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan pemerataan, stabilitas harga,
dan keseimbangan neraca pembayaran merupakan sasaran kebijakan ekonomi makro
yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan. Pada tingkat regional tiga
sasaran pertama selain keseimbangan neraca pembayaran merupakan sasaran tidak
saja
dari kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal nasional, tetapi juga sebagian
dipengaruhi kebijakan-kebijakan regional di bidang keuangan dan fiskal (anggaran).
Resesi ekonomi dunia yang telah berlangsung sejak awal tahun 1980-an, telah
mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia pada tahun 1983. Oleh karena itu
laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut harga konstan pada tahun 1983 hanya
mencapai sebesar 4,20 persen, padahal dalam kurun waktu
15 tahun sebelumnya
rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar dari lima. Penurunan laju
pertumbuhan ekonomi ini, disebabkan antara lain menurunnya harga minyak dunia,
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
sehingga penerimaan ekspor minyak mengalami penurunan. Harga minyak turun
menjadi sebesar 29,53 dola AS per barel . Padahal sampai dengan akhir tahun 1983,
ekspor minyak
bumi dan gas alam ketika itu mencapai 16,14 miliar dolar AS,
sedangkan nilai ekspor komoditas bukan minyak dan gas alam baru mencapai 5,01
miliar dolar AS atau sekitar 23,6 persen dari total ekspor Indonesia.
Secara umum kondisi perokonomian Indonesia, khususnya moneter
mengalami berbagai tekanan baik yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal
maupun internal. Walaupun antara kurun waktu
pertengahan
perekonomian
Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik, tetapi secara
keseluruhan perkembangan ekonomi Indonesia sampai dengan akhir tahun 1997
mengalami perlambatan yang cukup berarti. Pada paruh kedua tahun 1997, mulai
terjadi krisis moneter, khususnya nilai tukar dan ditambah lagi dengan semakin
bertambahnya utang luar negeri Indonesia
yang jatuh tempo mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia turun secar drastis. Dan perkiraan yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga internasional sebelum terjadinya krisis, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 1997 diperkirakan akan beraada pada kisaran 5,2 persen sampai
dengan 6,8 persen. Namun kemudian realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia jatuh
pada kisaran 4,8 persen, jauh dibawah nilai pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun
sebelumnya.
Ditinjau dari sisi permintaan, penurunan pertumbuhan ekonomi diakibatkan
oleh melemahnya permintaan domestik khususnya konsumsi rumah tangga
dan
investasi swasta. Sedangkan dari sisis penawaran perlambatan ini terjadi pada sektor-
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
sektor yang memiliki pangsa yang cukup besar terhadap total pertumbuhan ekonomi
Indonesia
seperti sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan biaya impor
bahan baku dan pembayaran utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo dan
keduanya dipacu oleh tekanan nilai tukar dan ketatnya likuiditas perbankan nasional.
Khusus sektor pertanian yang memiliki pangsa sebesar 14,8 persen terhadap PDB,
penurunan pertumbuhannya dipacu oleh kegagalan panen di berbagai daerah akibat
serangan hama dan tidak mempunyai petani untuk membeli sarana produksi pada
tingkat harga yang berlaku.
Sejalan dengan peningkatan laju inflasi yang sangat tajam tersebut, terjadi
peningkatan kebutuhan dana masyarakat dan menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap dunia perbankan. Semua hal tersebut mengakibatkan peningkatan penarikan
dana masyarakat
dari sektor perbankan. Tercatat uang kartal
yang dipegang
masyarakat melonjak tajam dari 24,9 triliun rupiah pada akhir Oktober 1997 menjadi
37,5 triliun rupiah pada akhir Januari 1988.
Kondisi tersebut juga terjadi di sektor perbankan nasional. Akibat merosotnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan juga lemahnya struktur perbankan nasional
sendiri, secara umum krisis telah mengakibatkan perbankan mengalami masa-masa
yang teamat sulit. Kesulitan likuiditas perbankan yang dapat dikatakan berawal dari
faktor-faktor yang sangat multi dimensional telah membawa perbankan nasional
pada krisis yang berkepanjangan.
Sistem perbankan ditandai dengan
dominasi bank pemerintah, hambatan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
kompetisi, serta pemberian subsidi dan pengendalian penyaluran kredit. Bank
pemerintah menguasai 80 persen dari total aset sistem perbankan. Tingkat suku
bunga dan penyaluran kredit dikendalikan secara terpusat, serta proporsi kredit diatur
untuk sektor dan kelompok yang dikehendaki. Secara praktis tidak terdapat celah
untuk membuka bank baru.
Pengendalian atas kredit perbankan dilakukan dalam berbagai bentuk.
Pengendalian kredit mulai dilakukan
sebagai bagian dari suatu rentang upaya
melawan tingkat inflasi. Bagaimanapun, pengendalian lebih bermakna pembatasan,
dimana otoritas yang berwenang mengarahkan setiap bank untuk memberikan kredit
padaa segmen tertentu saja melalaui pengaturan secara rinci batas jumlah kredit untuk
setiap bank. Dengan kebijakan ini juga, bank Indonesia menghambat kompetisi dan
pasar kredit serta bank dipaksa untuk berkiprah secara spesifik pada segmen tertetntu.
Kebijakan ini juga diberlakukan terhadap bank pemerintah,
dimana setiap bank
dibatasi untuk beroperasi pada segmen tertentu saja. Bank swasta berkonsentrasi
terutama pada segmen ritel, sementara bank asing dibatasi untuk bergerak dalam
perdagangan dan investasi asing.
Pasar kredit dicirikan oleh sistem yang mendua, dimana satu segmen disubsidi
oleh pemerintah dan segmen lainnya mengikuti tingkat suku bunga pasar yang
berlaku. Kredit yang disubsidi diarahkan untuk menarik minat investasi pada kegiatan
atau sektor-sektor tertentu, seperti bisnis UKM, sarana produiksi dan jasa penunjang
lainnya untuk sektor pertanian, dan proyek-proyek yang disponsori oleh pemerintah.
Meskipun demikian, subsidi yang diberikan tidak secara pasti meningkatkan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
investasi sebagaimana yang diharapkan, karena jumlah kredit yang diberikan kepada
peminjam dibatasai, untuk mencegah terjadinya arbitrase. Lagipula, skim kredit yang
diajukan tidak mendorong iklim kompetisi bahkan cenderung menciptakan budaya
penyuapan dan korupsi, dan peluang terjadinya kemacetan kredit sangat tinggi karena
aplikasi pinjaman yang diajukan tidak berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya.
Deregulasi keuangan dan perbankan dilakukan
sebagai langkah awal
perubahan-perubahan kebijakan dan mengakhiri masa represi keuangan. Kebijakan
ini menandai masuknya ekonomi pasar yang lebih intensif dimana berbagai distorsi
hendak dihapuskan sama sekali. Deregulasi yang dikenal dengan sebutan Pakjun
1983 merupakan tonggak awal sebuah proses penyesuaian struktur ekonomi. Paket
kebijakan deregulasi perbankan pada tanggal 1 Juni 1983 yang lebih dikenal dengan
sebutan Pakjun 1983 meliputi empat hal pokok, yakni :
1.
Pencabutan ketentuan pagu tingkat bunga, kecuali bagi kredit prioritas yang
dibiayai oleh Bank Indonesia. Dengan pencabutan tersebut, berarti bank
komersial termasuk bank-bank milik pemerintah bebas menentukan tingkat
bunga tabungan dan suku bunga kredit yang akan disalurkan.
2.
Pencabutan ketentuan pagu kredit, sehingga bank-bank komersil termasuk
bank-bank milik pemerintah dengan tanpa alasan batasan boleh melakukan
ekspansi asetnya.
3.
Pengurangan volume kredit likuiditas, dan pengurangan trhadap bidang-bidang,
dan sektor-sektor yang dapat dibiayai oleh sektor kredit.
4.
Bank Indonesia memperkenalkan instrumen moneter berupa Sertifikat
Bank
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Indonesiaa (SBI) dan fasilitas diskonto yang dapat digunakan oleh bank-bank
sebagai alternatif dalam pengendalian likuiditasnya.
Memperhatikan cakupan dari kebijakan tersebut, tampaknya sasaran yang
ingin dicapai terutama dalam jangka pendek adalah membuat bank-bank pemerintah,
menjadi bank yang sesungguhnya. Dengan demikian peran bank-bank pemerintah
sebagai penyalur dana ke sektor-sektor dan program tertentu semakin dikurangi.
Salah satu pertimbangan yang mendorong pemerintah melakukan reformasi
kebijakan perbankan adalah menghilangkan beban kredit macet yang ada sebagai
akibat dari program kredit bersubsidi. Selain itu gejala yang tampak jelas bahwa yang
menjadi fokus utama dari kredit bersubsidi merupakan kegiatan perburuan rente.
Banyak dianatara pengusaha swasta besar atau konglomerat sebagai peminjam utama
dari bank-bank pemerintah, dan mereke telah dibantu untuk tumbuh secara cepat
melalui elemen subsidi yang sangat besar dalam kredit yang diperolehnya. Tak
terhitung peminjam besar dan kecil meningkatkan jumlah kredit bersubsidi mereka
beberapa kali melebihi kemampuan mereka untuk dapat membayar kembali.
Sebagaimana yang terjadi, pada tahun 1982 terjadi penurunana pendapatan
dari sektor migas yang mengancam posisi fiskal pemerintah pusat. Hal ini memicu
pemerintah untuk melakukan reformasi sektor keuangan, seperti halnya dalam
kebijakan perdagangan
internasional, dalam kaitan dengan upaya memecahkan
kekuranagn fiskal dan menemukan sumber-sumber pajak baru dan pertumbuhan
ekonomi. Pengurangan beban kredit bersubsidi akan mengurangi beban fiskal.
Sejumlah kredit
bersubsidi
tidak lagi dilanjutkan
dan memberikan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengawasannya terhadap kredit bersubsidi
yang masih tersisa.
Pengurangan jumlah pinjaman adari Bank Indonesia ke bank-bank pemerintah
berarti bahwa bank-bank tersebut harus bersaing dalam memobilisasi dana-dana
deposito. Hal ini menyebabkan perubahan pengendalian yaitu pada faktor tingkat
suku bunga. Sebagai catatan bahwa bank swasta selalu bebas dari menentukan tingkat
suku bungannya.
Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa kredit konsumsi Bank Umum
mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan ini lebih besar lagi apabila besaran
kredit konsumsi dari Bank Perkreditan Rakyat dan perusahaan pembiayaan juga
diikutsertakan. Proporsi kredit konsumsi yang disalurkan Bank Umum rata-rata
sebesar 27 persen. Kredit konsumsi menempati urutan kedua setelah kredit modal
kerja, dengan proporsi sekitar 30 persen dari total kredit yang disalurkan oleh seluruh
jenis bank di Indonesia.
Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terawasi dapat berakibat buruk terhadap
perekonomian, terutama apabila pihak bank tidak mampu menilai dengan baik
potensi atau kemampuan membayar dari seorang debitor. Kenaikan konsumsi yang
tidak terawasi dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan (financial
stability) Indonesia. Lebih jauh lagi, kredit konsumsi yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan inflasi, apabila sektor produksi tidak berjalan baik. Di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pertumbuhan
konsumsi semata tidak
menjamin sisi keberlanjutannya.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Bank dan lembaga keuangan sudah melekat dalam kehidupan masyarakat
modern. Sistem perbankan sudah diibaratkan sebagai sistem urat nadi dalam tubuh
manusia
dengan bank sentral sebagai jantungnya dan uang sebagai darah yang
menghidupi kegiatan ekonomi.
Bank pemerintah dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat dilakukan
atas adanya permintaan kredit dari masyarakat kepada bank tersebut. Permintaan
kredit diajukan masyarakat dengan memenuhi beberapa persyaratan yang dibuat oleh
perbankan dan harus dipenuhi dan dilengkapi sehingga kredit yang dimohon bisa
direalisasikan.
Disamping adanya permintaan kredit masyarakat kepada bank di daerah juga
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi didaerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi
di Sumatera Utara di pengaruhi oleh faktor
internal dan juga dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal. Terjadinya bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami
di penghujung tahun 2004 yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian
Sumatera Utara telah memberikan dampak yang cukup berarti bagi perekonomian
Sumatera Utara. Demikian pula dengan kebijakan kenaikan BBM pada bulan Maret
dan Oktober 2005 yang disertai peristiwa Bom Bali II memberikan andil dalam
situasi perekonomian Sumatera Utara. Beberapa indikator menunjukkan indikasi yang
kurang menggembirakan seperti inflasi ndan nilai tukar.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu
pengkajian ilmiah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit
konsumsi perbankan, khususnya bank pemerintah di Sumatera Utara.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh secara signifikan
terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ?
2. Apakah suku bunga pinjaman berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan
kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ?
3. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan
kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ?
4. Apakah
inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit
konsumtif di Sumatera Utara ?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari peneltian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumut.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
suku bunga pinjaman
terhadap
permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
nilai tukar rupiah
terhadap
permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
konsumtif
inflasi terhadap permintaan kredit
di Sumatera Utara.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
1.4
Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah
Sumatera Utara khususnya dalam menentukan kebijakan yang berhubungan
dengan permintaan kredit konsumtif.
2. Sebagai kajian ilmiah dalam disiplin ilmu Ekonomi Makro, khususnya didang
perkreditan sekaligus untuk melengkapi penelitian yang sudah ada, serta bahan
informasi, baik kepada birokrasi, stake holder atau investor untuk dimanfaatkan
guna menprediksi perrencanaan perkreditan Bank Pemerintah di Sumatera Utara.
3. Sebagai masukan bagi kalangan masyarakat untuk mengetahui mengenai
pembahasan permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
2.1.1
Teori Klasik
Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan
uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan
antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang atau tingkat
harga. Hubungan dua variabel dijabarkan lewat konsepsi teori mengenai permintaan
akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi
dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang.
2.1.2 Irving Fisher
Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Adapun jumlah uang
yang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan uang yang diterima oleh penjual.
Hal ini berlaku juga untuk seluruh perekonomian. Didalam suatu periode tertentu
nilai dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari
barang yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan volume transaksi (T)
dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P), sehingga diformulasikan menjadi :
MVt = PT………………...........................................……
(1)
Dilain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus sama dengan
volume uang yang ada dimasyarakat (M) dikalikan berapa kali rata-rata uang
bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain.
Vt, atau “transaction velocity of circulation” adalah suatu variabel yang
ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan yang ada didalam suatu masyarakat, dan
dalam jangka pendek bisa dianggap konstan. T, atau volume transaksi, dalam periode
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat (pendapatan nasional). Identitas
tersebut ditransformasikannya dalam bentuk:
Md = 1/Vt PT……..…….................…....................
(2)
Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu
1/Vt dari nilai transaksi (PT).
Keseimbangan antara permintaan dan penawaran bersama dengan persamaan
yang menunjukkan posisi equilibrium di sektor uang ditunjukkan oleh persamaan
sebagai berikut :
md = ms….............................................................…
(3)
dimana ms adalah jumlah uang beredar. Jika ms ditentukan menghasilkan :
Ms = 1/Vt T…..........................................................
(4)
Persamaan (4) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek tingkat harga umum (P)
berubah secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah.
Vt atau transaction velocity of circulation, Fisher mengatakan bahwa permintaan
akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-kecilnya Vt
ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode
(Boediono, 2005).
2.1.3 Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori ini seperti halnya teori Fisher dan teori-teori klasik lainnya, berpangkal
pokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of exchange). Karena itu,
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
teori-teori Klasik melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat
sebagai kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan
utama antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan
uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara
berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang.
Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan
dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku
(pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang
seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teori Cambridge
mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi
dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar
kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa
mendatang. Jadi dalam jangka pendek, teori Cambridge menganggap bahwa jumlah
kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang
proporsional-konstan satu sama lainnya. Teori Cambridge menganggap bahwa,
ceteris paribus permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan
nasional.
Md = k PY…….......……..........…………
(5)
dimana Y adalah pendapatan nasional riil.
Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi
keseimbangan maka :
Ms = Md……………….....…………...................
(6)
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
sehingga : Ms = k PY………................…....…...
(7)
atau : P = 1/k Ms Y………...................................
(8)
Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional
dengan perubahan volume uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan teori
Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus (yang berarti tingkat harga, pendapatan
nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan).Perbedaan ini cukup penting,
karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti
tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek. Jika faktorfaktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau tingkat
bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka
pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga
faktor expectation. Bila seandainya masa datang tingkat bunga akan naik (yang
berarti penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang akan cenderung
mengurangi jumlah surat berharga yang
dipegangnya
untuk
dan menambah jumlah
uang tunai yang mereka pegang, dan ini pun bisa mempengaruhi “k” dalam jangka
pendek (Boediono, 2005).
2.1.4 Teori Keynes
Teori Keynes menyatakan bahwa permintaan akan uang ditentukan oleh motif
orang dalam memegang uang.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
A.
Motif Transaksi dan Berjaga-jaga
Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya, dan
permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pendapatan
semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk tujuan
transaksi.
Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari
memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena sifat
uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang-barang lain. Menurut
Keynes permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi, yaitu
terutama dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin
dipengaruhi pula oleh tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya).
B.
Motif Spekulasi
Motif spekulasi dari memegang uang ini adalah untuk tujuan memperoleh
keuntungan yang bisa diperoleh dari
si pemegang uang tersebut. Pada teori
Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan (uncertainly) dan faktor harapan
(expectations) dari pemilik kekayaan bisa mempengaruhi permintaan akan uang.
Namun teori ini tidak pernah membakukan faktor-faktor ini ke dalam perumusan
teori moneter. Permintaan uang dari teori Cambridge Keynes tidak membicarakan
faktor “uncertainly” dan “expectations” hanya secara umum, seperti teori
Cambridge. Tetapi ia membatasi “uncertainly” dan “expectations” mengenai satu
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
variable yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada
keadaan dimana pemilik kekayaan bisa tidak berbeda dengan Fisher, dan faktorfaktor ini hanya masuk analisa secara kualitatif). Perumusan permintaan uang untuk
motif spekulasi dari Keynes merupakan langkah formal dari faktor-faktor ini ke
dalam teori moneter memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau
obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan sedangkan
obligasi
dianggap
memberikan berupa sejumlah uang tertentu
setiap periode. Dalam teori Keynes
dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah
uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity). Secara
umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
K = RP……………….………..…...….....…...............
(9)
Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah
harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi “perpetuity” tersebut. Persamaan
tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut :
P = K/R……….......................................................…..
yang menunjukkan bahwa
(10)
harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik dengan
tingkat bunga R. Bila tingkat bunga turun, maka harga pasar obligasi naik, dan
sebaliknya bila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata
lain semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh
seseorang atau masyarakat.
Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat suku bunga,
maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga
semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan
semakin besar seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.
Bentuk sederhana fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes
adalah:
Md/P = [ k Y + Ø (R, W) ]….......................................
(11)
Md/P adalah permintaan uang total dalam arti riil, suku pertama dalam kurung, yaitu
k Y adalah permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga, yang dinyatakan
sebagai suatu proporsi (k) dari pendapatan nasional riil. Ø (R, W) adalah permintaan
akan uang untuk motif spekulasi yang dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat bunga
yang berlaku (R) dan nilai asset (kekayaan atau wealth) yang ada di masyarakat (W).
Variable W inidimasukkan karena permintaan uang untuk motif spekulasi dinyatakan
sebagai bagian dari W yang dipegang dalam bentuk uang tunai. Persamaan tersebut
bisa pula dinyatakan dalam bentuk permintaan akan uang dalam satuan moneter
sebagai berikut :
Md = [ k Y + Ø (R, W) ] P…………........……........................
(12)
dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga fungsi menjadi :
Md = [ k Y + Ø (R) ] P………………….................................
(13)
dimana Ø (R) = Ø (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap
oleh Keynes sebagai variabel yang ditentukan oleh pemerintah, sama dengan Md.
Sehingga :
Ms = [ k Y + Ø (R) ] P……………………………….……..
(14)
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan
uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi
ini bisa bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor
uncertainly dan expectation dalam menentukan posisi permintaan uang untuk tujuan
spekulasi (Boediono, 2005 ).
2.1.5 Teori Kuantitas Modern (Friedman)
Friedman tidak bertitik tolak dari pembahasan yang mendalam mengenai
motif-motif memegang uang. Secara umum menganggap bahwa orang memegang
uang karena uang adalah salah satu bentuk aktiva (asset) yang memberikan manfaat
karena merupakan sumber daya beli yang liquid (readily available source of
purchasing power). Teori permintaan uang Friedman menganggap bahwa “pemilik
kekayaan” memutuskan aktiva-aktiva apa (termasuk uang tunai) dan berapa yang
akan ia pegang atas dasar perbandingan manfaat (penghasilan dalam bentuk uang
ataupun dalam bentuk in natura ataupun “utility”), selera dan jumlah kekayaannya.
Pengertian “kekayaan” dari Friedman mempunyai ciri khas, yaitu bahwa yang
dimasukkan dalam definisi “kekayaan” tidak hanya aktiva-aktiva yangberbentuk uang
atau bisa diubah (dijual) menjadi uang, tetapi juga nilai (tepatnya,”nilai sekarang”
atau “present value”) dari aliran aliran penghasilan di tahun-tahun mendatang dari
tenaga kerjanya. Friedman berpendapat bahwa “kekayaan” tidak lain adalah nilai
sekarang dari aliran-aliran penghasilan yang diharapkan dari aktiva - aktiva yang
dipegang. Konsep “kekayaan” dari Friedman ini merupakan suatu inovasi dalam teori
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
ekonomi mengenai capital, dan sekaligus merupakan jembatan antara teori
permintaan biasa (untuk barang dan jasa) dengan teori capital.
Pengertian yang kedua adalah konsep “manfaat”. Manfaat dari setiap bentuk
aktiva merupakan faktor pertimbangan dari pemilik kekayaan untuk memutuskan
berapa jumlah dari masing-masing bentuk aktiva yang akan ia pegang. Disebut diatas
bahwa Marginal Rate of Substitution dari suatu aktiva terhadap aktiva-aktiva lain
menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva tersebut yang dipegang. Ini berarti
bahwa bila seseorang memegang terlalu banyak satu bentuk aktiva, misalnya uang
maka manfaat marginal dari uang akan menjadi lebih kecil dari pada marginal returns
dari aktiva-aktiva yang lain. Ini berarti bahwa ia bila ia mengurangi jumlah uang yang
ia pegang dan menggantinya dengan aktiva-aktiva lain berupa obligasi, surat-surat
berharga lainnya ataupun aktiva fisik seperti mobil, rumah, mesin dan sebagainya,
maka orang tersebut akan memperoleh manfaat total yang lebih besar.
Jadi, menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor
seperti berikut : tingkat harga, suku bunga obligasi, suku bunga “equities”, modal
fisik dan kekayaan mengenai peranan harga dalam menentukan permintaan uang,
Friedman berpendapat dikarenakan memegang uang adalah salah satu cara untuk
menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain adalah menyimpan uang dalam bentuk
harta keuangan (financial asset) seperti obligasi, deposito dan saham, menyimpan
bentuk harta tetap (tanah dan rumah) dan kekayaan manusiawi (Boediono, 2005 ).
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seperti
diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas modern yang
dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
Md = f (P, r, rFC, Y)…………………………………..….
(15)
Dimana Md adalah permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r adalah
tingkat suku bunga, rFC adalah tingkat pengembalian modal fisik dan Y adalah
pendapatan dan kekayaan. Apabila dipertimbangkan pula pandangan Friedman
mengenai permintaan uang riil, maka persamaan permintaan uang dinyatakan : Md/P
= f (ΔP, r, Y*) , dimana Md/P adalah permintaan uang riil, ΔP adalah tingkat
kenaikan harga, r adalah tingkat bunga dan Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan
riil. Model permintaan uang riil diatas masih dalam bentuk umum, secara spesifik,
bentuk fungsi diatas masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti
perkembangan institusi keuangan dan kelembagaan lainnya yang terkait didalam
perekonomian dan juga oleh kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
(Sidiq, 2005).
2.2
Perilaku Konsumen
Melihat bagaimana
konsumen
mengalokasikan pendapatan mereka atas
barang dan bagaimana keputusan pengalokasian menentukan permintaan untuk
barang dan jasa. Pemahaman
terhadap keputusan pembelian
konsumen
akan
membantu memahami bagaimana perubahan pendapatan dan harga mempengaruhi
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
untuk barang dan jasa dan permintaan untuk beberapa produk lebih sensitif daripada
yang lainnya terhadap perubahan harga dan pendapatan (Sukirno 2005).
Perilaku konsumen ada tiga tahap, yaitu :
1. Preferensi Konsumen, merupakan tahap pertama untuk menemukan cara yang
praktis untuk menggambarkan alasan-alasan orang lebih suka satu barang
daripada barang lain.
2. Kendala
Anggaran,
merupakan
tahap
kedua
dimana
konsumen
mempertimbangkan harga. Konsumen mempunyai keterbatasan pendapatan yang
membatasi jumlah barang yang dapat mereka beli.
3. Pilihan-pilihan Konsumen, merupakan tahap ketiga untuk mengetahui preferensi
dan keterbatasan mereka, konsumen
memilih untuk membeli kombinasi
barang yang memaksimalkan kepuasan mereka. Kombinasi ini akan bergantung
pada harga berbagai barang tersebut. Pemahaman terhadap pilihan konsumen
akan membantu memahami permintaan, yaitu berapa banyak jumlah suatu barang
yang dipilih konsumen untuk dibeli bergantung pada harganya.
2.3
Permintaan Kredit
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang
asing bagi masyarakat. Perkataan kredit tidak hanya dikenal oleh masyarakat di kotakota besar, tetapi sampai didesa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer.
Menurut Tjoekam (1999) kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere
yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Sedangkan menurut Tohar (2000)
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
kredit adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik
dalam bentuk barang, uang maupun jasa keuntungan atau bunga yang diperoleh dari
pemberi kredit untuk memelihara kelangsungan usaha dan memperluas usahanya.
Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 Pasal 1 angka 11, pengertian
kredit adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu dengan pemberian bunga.
Selain itu bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu
kegiatan memberikan nilai ekonomi kepada seseorang atau badan
berlandaskan kepercayaan saat itu,
usaha
bahwa nilai ekonomi yang sama akan
dikembalikan kepada kreditur setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dengan debitur. Oleh karena itu,
dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau
bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau
badan usaha atau lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa
penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang
telah dijanjikan baik berupa barang, uang ataupun jasa.
Sebelum suatu kredit dikucurkan,
bank terlebih dahulu akan melakukan
penilaian melalui suatu prosedur terhadap nasabah yang memohon kredit untuk
memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkan pasti akan kembali. Penilaian
tersebut mencakup kriteria-kriteria tertentu dan mempunyai ukuran-ukuran yang
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
menjadi standar setiap bank. Penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk
mendapatkan nasabah yang menguntungkan dilakukan melalui analisis 5C dan 7P
(Rindjani K,2003).
Adapun penjelasan untuk analisis dengan analisis 5C sebagai berikut :
1. Character merupakan suatu keyakinan bahwa, sifat atau orang-orang yang akan
diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya.
2. Capital yaitu untuk melihat apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah
efektif atau tidak.
3. Capacity merupakan analisis untuk melihat kemampuan nasabah dalam bidang
bisnisnya yang dihubungkan dengan pendidikannya.
4. Condition merupakan suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, sosial,
politik untuk masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing.
5. Collateral merupakan suatu jaminan yang diberikan calon debitur, baik yang
bersifat fisik maupun non fisik.
Selanjutnya penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah :
1. Personality, yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya, mencakup sikap,
emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi masalah.
2. Party ialah mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi atau golongangolongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.
3. Purpose, yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah untuk mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
4. Prospect, yaitu menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah
menguntungkan atau tidak, mempunyai prospek atau sebaliknya.
5. Payment yaitu suatu ukuran kemampuan nasabah untuk mengembalikan kredit
yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit
6. Profitability adalah untuk menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam
memperoleh laba.
7. Protection adalah bagaimana untuk menjaga agar kredit yang diberikan mendapat
jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman.
Setiap manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia
yang beraneka ragam sesuai dengan hakekatnya selalu meningkat sedangkan
kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya itu terbatas. Hal ini
menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-citanya
yaitu bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal.
Sebagai lembaga keuangan, peranan bank dalam perekonomian sangatlah
dominan. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank
dengan fasilitas kreditnya. Begitu dominannya pemberian
kredit bank, sampai
banyak ahli berpendapat bahwa tidak satupun usaha bisnis didunia ini yang bebas dari
kredit. Bahkan negara-negara kayapun banyak memerlukan kredit dari lembagalembaga keuangan internasional, apalagi negara-negara menengah dan miskin.
2.4
Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Pertumbuhan Ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang sudah
lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into
the Nature and Causes of the Wealth Nations atau dengan ringkas, The Wealth of
Nations, pada hakikatnya adalah suatu analisis mengenai sebab-sebab dari berlakunya
pertumbuhan ekonomi dan faktor yang menentukan pertumbuhan itu.
Teori pertumbuhan klasik, menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada 4
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah
stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi
yang digunakan. Dalam teori pertumbuhan mereka, dimisalkan luas tanah dan
kekayaan alam adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami
perubahan. Berdasarkan kepada teori pertumbuhan klasik yang baru diterangkan,
dikemukakan suatu teori yang menjelaskan perkaitan di antara pendapatan per kapita
dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori
pertumbuhan klasik dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk,
produksi marjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Akan tetapi
apabila penduduk semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang
akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marjinal akan mulai mengalami
penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi
semakin lambat pertumbuhannya.
Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di
dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukan bahwa para
pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut merupakan: memperkenalkan
barang-barang baru, mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan
suatu barang, memperluas pasar sesuatu barang ke pasaran-pasaran yang baru,
mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahanperubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan
perusahaan. Menurut Schumpeter, investasi dapat dibedakan kepada dua golongan
yaitu penanaman modal otonomi dan penanaman modal terpengaruh. Penanaman
modal otonomi adalah penanaman modal yang ditimbulkan pada kegiatan ekonomi
yang timbul sebagai akibat kegiatan inovasi. Menurut Schumpeter makin tinggi
tingkat kemajuan sesuatu
ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk
mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat
jalannya. Pada akhirnya akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau
“stationary atau state”. Akan tetapi, berbeda dengan pandangan klasik, dalam
pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat
pertumbuhan yang tinggi.
Teori Harrod-Domar, dalam menganalisis mengenai masalah pertumbuhan
ekonomi, teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus
dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau
steady growth dalam jangka panjang. Dalam analisisnya Harrod-Domar menunjukan
bahwa, walaupun pada suatu tahun tertentu (misalnya tahun 2002) barang-barang
modal sudah mencapai kapasitas penuh, pengeluaran agregat dalam tahun 2002 yaitu
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
AE = C+I, akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada
tahun berikutnya (tahun 2003).
Teori Pertumbuhan Neo-klasik melihat dari sudut pandang yang berbeda,
yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramovits
dan Solow pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor
produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan:
AY = f (AK,AL,AT)
Dimana :
AK adalah tingkat pertumbuhan modal
AL adalah tingkat pertumbuhan penduduk
AT adalah tingkat pertumbuhan taknologi
Analisis solow selanjutnya membentuk formula matematik untuk persamaan
itu dan seterusnya membuat pembuktian secara kajian empiris untuk menunjukkan
kesimpulan berikut: faktor terpenting yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi
bukanlah pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja. Faktor yang paling
penting adalah kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran dan kepakaran
tenaga kerja.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
2.5
Teori Suku Bunga Pinjaman
A.
Definisi Teori Suku Bunga
Menurut Hubbard (1997) dalam Laksmono (2001), bunga adalah biaya yang
harus dibayar borrower atas pinjaman yang diterima dan imbalan lender atas
investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan
membelanjakan uang lebih banyak atau menabung.
Menurut Kern dan Guttman (1992) seperti diuraikan Laksmono (2001)
menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya
maka tingkat
suku
bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan
penawaran. (Laksmono et.al., 2001:128).
Para ekonom membedakan suku bunga, yaitu:
1) Suku bunga Nominal, yaitu suku bunga yang dapat diamati di pasaran.
2) Suku bunga Riil yaitu suku bunga yang secara konsep diukur tingkat
mengembaliannya setelah dikurangi inflasi.
3) Suku bunga Jangka Pendek yaitu suku bunga yang jatuh tempo {maturity) satu
tahun atau kurang.
4) Suku bunga Jangka Panjang yaitu suku bunga yang jatuh tempo (maturuty) lebih
dari satu tahun.
Dalam pasar keuangan dikenal berbagai macam bunga yang disediakan para
debitur sebagai suatu daya tarik kepada kreditur untuk melakukan investasi. Tipe
bunga sangat bervariasi dari suatu pasar ke pasar yang lain.
Secara umum dikenal lima macam bunga dipasar keuangan sebagai berikut:
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
1. Bunga kupon(Coupon rate)
Bunga kupon adalah tingkat bunga yang dijanjikan oleh penerbit sekuritas sesuai
dengan kontrak. Penerbit kontrak atau debitur menyetujui untuk melakukan
pembayaran sejumlah bunga tertentu saat melakukan pertukaran
obhgasi atau sekuritas lam.
Bunga dibayar = Tingkat bunga kupon x Nilai nominal
2. Metode Bunga Sederhana
Metode bunga sederhana digunakan untuk membebankan kepada debitur
terhadapbunga pinjaman atau sekuritas selama jangka waktu pinjaman. Jumlah
pembayaran bunga akan menurun apabila sebagian pinjaman dilunasi. Formula
untuk metode bunga sederhana adalah sebagai berikut:
I=Pxrxt
P = Jumlah pokok pinjaman
r = tingkat bunga
t = waktu meminjam (biasanya dalam tahun)
3. Add-on Rate oflnterest
Metode add-on Rate oflnterest adalah dimana bunga dihitung dari seluruh
pokok pmjaman ditambah bunga pinjaman dibagi jumlah angsuran. Metode ini
meningkatkan jumlah bunga efektif yang harus dibayar. Sebab jumlah pokok
pinjaman dihitung selama 1 tahun untuk membebankan bunga, meskipun pokok
pinjaman telah diangsur, tetapi bunga yang harus dibayar sebesar 1 tahun. Hal ini
terjadi karena jumah rata-rata yang dipinjam menurun jika sebagian dibayar.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
4. Metode diskon (Discount Method)
Dengan metode ini bunga ditentukan sebelum pinjaman dikeluarkan.
Kemudian bunga dikurangkan dari jumlah pokok pinjaman, selanjutnya selisih
diberikan kepada debitur.
5. Compound Interest
Beberapa institusi keuangan, khususnya bank komersial dan institusi
pinjaman non bank membayar compound interest kepada para nasabahnya pada
tanggal tertentu. Pada metode ini bunga dihitung dari pokok pinjaman. Kemudian
jumlah pokok pinjaman akan meningkat menjadi jumlah pokok pinjaman
ditambah besarnya bunga. Jadi, bunga yang dibebankan periode tersebut akan
menambah jumlah pokok ketika menghitung jumlah bunga periode yang akan
datang. Biasanya bank atau institusi yang menerapkan metode ini harus
mengungkapkan hal ini kepada nasabah atau kreditur sebelum kontrak dilakukan.
Ini diwajibkan kepada bank atau institusi yang bersangkutan kepada nasabah
untuk menghindari manipulasi.
B.
Penentuan Suku Bunga
Menurut Edward dan Khan (1985) mengidentifikasikan faktor penentu suku
bunga menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
pendapatan nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan inflasi yang diharapkan.
Sedangkan faktor eksternal merupakan penjumlahan suku bungaluar negeri dan
tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Adapun penjelasan teoritis mengenai proses penentuan suku bunga yaitu
dengan The Monetary Theory / Likuidity Preference Theory. Dalam
teori ini
pendekatan moneter dikembangkan oleh ekonom penganut aliran Keynes yang lebih
mengutamakan peranan uang. Pendekatan ini menekankan pentingnya peranan
spekulasi dalam membentuk ekspektasi. Argumentasi yang diberikan menurut Kern
dan Guttman (1992:4) dalam Laksmono (2001) adalah :" Walaupun suku bunga
sangat rendah selama masa resesi, orang akan tetap memegang uang dibandingkan
menginvestasikannya, sehingga tingkat bunga yang direncanakan dan tingkat
investasi yang diperlukan tidak sama dengan kondisi normal ". (Laksmono et.al,
2001:130). Argumen tersebut merupakan pijakan dasar bagi pendekatan moneter
sehingga pendekatansuku bunga bergantung pada penawaran dan permintaan untuk
memegang uang dan unsur spekulatif mendorong adanya ketidak seimbangan jangka
panjang. Dalam kerangka teori Keynes, uang dipegang bukan hanya untuk tujuan
transaksi dan berjaga-jaga (precautionary) semata-mata, tetapi juga untuk tujuan
spekulatif. Oleh karena itu uang dipegang sebagai alternatif terhadap obligasi untuk
memperoleh keuntungan jika suku bunga meningkat yang berakibat pada turunnya
harga obligasi, sehingga ada kesempatan untuk membeli obligasi pada harga yang
lebih menguntungkan. Sebaliknya jika ekspektasi suku bunga akan turun maka harga
obligasi akan meningkat, orang akan lebih cenderung memgang obligasi daripada
uang.
Keynes mengatakan
bahwa tingkat bunga merupakan pembayaran
penggunaan sebuah sumber daya yang langka (uang). Tingkat bunga adalah harga
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
yang dikeluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber
daya langka tersebut. Akan tetapi, uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut
menerima kemungkinan adanya kerugian berupa resiko tidak diterimanya tingkat
bunga tertentu. Uang merupakan kekayaan yang paling likuid karena uang
mempunyai kemampuan untuk membeli setiap saat. Sedangkan surat obligasi tidak
dapat untuk membeh sesuatu kecuali kalau diubah terlebih dahulu kedalam uang
tunai. Keynes berpendapat permintaan terhadap uang merupakan tindakan rasional.
Meningkatnya permintaan uang akan meningkatkan tingkat bunga. Investasi pada
surat obligasi pada saat bunga naik mengakibatkan kerugian capital gain.
C.
Penentuan Suku Bunga Di Indonesia
Menurut Bond dan Kurniati (1994) dalam Laksmono (2001), suku bunga
domestik sangat terkait dengan suku bunga mternasional. Hal ini disebabkan baiknya
akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan
nilai tukar yang tidak fleksibel. Peningkatan akses tersebut telah memperbesar
kendala manajemen moneter Bank Indonesia. Setiap upaya untuk memperngaruhi
money supply dengan meningkatkan suku bunga diatas suku bunga internasional akan
mendapat gangguan dari arus modal masuk berjangka pendek.
D.
Term Structure of lnterest Rates.
Menurut Hubbard (1997:141-142) dalam teori ini menerangkan adanya variasi
pendapatan (yields) surat-surat berharga yang memiliki resiko, likuiditas dan
karakteristik biaya informasi yang serupa tetapi memiliki maturity yang berbeda.
Analis pasar menggunakan pendapatan sampai jatuh tempo [yield to maturity)
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
instrumen bebas resiko (risk free instrument) sebagai fungsi jangka waktu untuk
mendapatkan informasi ekspektasi investor tentang kondisi pasar mendatang
(Miskhin, 1995:157). Salah satu cara melihat ekspektasi inflasi di dalam suku bunga
nominal adalah dengan menggunakan yield curve. Yield Curve merupakan hubungan
antara pendapatan atau suku bunga (rate ofreturn) dengan jangka waktu (term of
maturity). Pada dasarnya bentuk yield curve memiliki keterkaitan dengan mekanisme
transmisi kebijakan moneter. Secara konvensional, transmisi kebijakan moneter
terjadi dari suku bunga jangka panjang. Suku bunga jangka panjang pada gilirannya
akan mempengaruhi permintaan agregat.
Ada 3 teori term of structure yang menjelaskan hubungan antara suku bunga
yang berbeda jangka waktu (Laksmono, 2001), yaitu:
1) Segmented Market Theory
Segmented Market Theory mengatakan pendapat masing-masing instrumen
dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan
dan pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan pemimjam dan pemberi
pinjaman memiliki preferensi terhadap jangka waktu tertentu, dalam teori ini
peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar ke pasar lain
sehingga intrumen dengan jangka waktu berbeda tidak saling bersubstitusi.
Pendapatan di tiap pasar tercipta dari permintaan dan pasokan di pasar
tersebut. Yield curve yang meningkat menunjukkan adanya permintaan instrumen
jangka pendek yang lebih besar dibandingkan permintaan instrumen jangka pendek
sehingga pendapatan instrumen jangka pendek relatif lebih rendah. Yield curve
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
mendatar menunjukkan permintaan instrumen jangka pendek yang sama dengan
jangka panjang. Yield curve menurun menunjukkan permintaan instrumen jangka
pendek yang lebih kecil dibandingkan jangka panjang, maka dapat disimpulkan
adanya kecenderungan investor umumnya lebih senang memegang instrumen jangka
pendek dibandingkan jangka panjang.
2) Expeciation Theory
Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda saling
bersubtitusi sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga
jangka pendek selama penode instrumen jangka panjang. Teori ini menjelaskan
perbedaan term structure of interesl rate yang dicerminkan oleh perubahan bentuk
Ekspektasi suku bunga 1 bulan ke depan adalah 2 (7 %) - 6 % = 8 . Apabila suku
bunga untuk semua jangka waktu sama, maka ekspektasi suku bunga juga tetap.
yaitu 6 %.
3) Preferred Habitat Theory
Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang
merupakan rarta-rata ekspektasi suku bunga
jangka pendek sepanjang periode
instrumen jangka panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya
tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu. Teori
ini
mengasumsikan adanya substitusi antar instrumen dan adanya preferensi investor atau
instrumen tertentu yang disebut juga substitusi tidak sempurna. Dalam preferred
huhitat theory, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari Ekspektasi suku
bunga bulan ke depan selama periode n ditambah dengan premium. yield curve dari
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
waktu ke waktu dan juga menerangkan kecenderungan suku bunga instrumen jangka
waktu yang berbeda bergerak searah karena adanya subtitusi, selain itu menerangkan
bahwa yield curve dapat memberikan prediksi ekspektasi suku bunga jangka pendek
dari suku bunga jangka panjang saat ini. Misalnya suku bunga suku bunga obligasi
1 bulan adalah 6 %, suku bunga suku bunga untuk 2 bulan 7 %, 3 bulan sebesar 8 %
dan 4 bulan 9 %. Suku bunga 2 bulan adalah rata-rata dari suku bunga 1 bulan dan
ekspektasi satu bulan ke depan atau : Adanya liquidity premium membedakan teori
ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity premium yang
positif untuk menarik pembeli instrumen jangka panjang sebagai kompensasi atas
resiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek.
2.6
Nilai Tukar Mata Uang
A.
Teori Nilai Tukar Mata Uang
Dornbusch dan Fisher (1980) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar
mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan
konsekuensinya juga akan berdampak pada real output dari negara tersebut yang
gilirannya akan mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan datang dari
perusahaan dan harga saham perusahaan tersebut. Ekuitas yang merupakan bagian
dari kekayaan perusahaan, dapat mempengaruhi perilaku
nilai tukar
melalui
mekanisme permintaan uang berdasarkan model penentuan nilai tukar ahli moneter
(Gavin, 1989).
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Studi sebelumnya yang telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara
pasar modal dan pasar nilai tukar
Hennigar
(1988).
Mereka
dilakukan oleh Aggarwal (1981),Soenen dan
menemukan
hasil-hasil
yang
berbeda
terkait
denganhubungan ke 2 pasar tersebut. Aggarwal (1981) menemukan bahwa revaluasi
US$ berhubungan secara positif dengan return pasar saham. Berbeda dengan Soenen
dan Hennigar (1988) menemukan hubungan yang negatif.
Chow et al (1997 )
menggunakan data bulanan untuk periode 1977-1989 menemukan tidak ada
hubungan antara return saham dengan return nilai tukar. Tetapi ketika dilakukan
percobaan dengan pengamatan 6 bulanan ditemui hubungan yang positif antara dolar
yang kuat dengan return saham.
Pada pekerjaan-pekerjaan lain dengan tingkatan mikro memfokuskan pada
evaluasi exposure perusahaan-perusahaan domestik pada risiko mata uang asing.
Sebagian dari exposure ekonomi yangmuncul dari variasi dalam discounted cash flow
ketika nilai tukar berfluktuasi, perusahaan mengalami transaksi exposure yang
berkaitan dengan gain atau loses yang muncul dari transaksi investasi yang
dinyatakan dalam mata uang asing.
B.
Kebijakan moneter perekonomian.
Kebijakan moneter di suatu negara diimplementasikan dengan menggunakan
instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter) yang mempengaruhi sasaran
antara untuk mencapai sasaran akhir, yaitu stabilitas harga atau pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan moneter akan mempengaruhi perekonomian melalui empat jalur
transmisi (Hartadi Sarwono dan Perry Warjiyo, 1998).
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Pertama, jalur suku bunga (Keynesian) berpendapat bahwa pengetatan
moneter mengurangi uang beredar dan mendorong peningkatan suku bunga jangka
pendek yang apabila credible, akan timbul ekspektasi masyarakat bahwa inflasi akan
turun atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat. Permintaan domestik
untuk investasi dan konsumsi akan turun karena kenaikan biaya modal sehingga
pertumbuhan ekonomi akan menurun.
Kedua, jalur nilai tukar berpendapat bahwa pengetatan moneter, yang
mendorong peningkatan suku bunga, akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena
pemasukan aliran modal dari luar negeri. Nilai tukar
akan cenderung apresiasi
sehingga ekspor menurun, sedangkan impor meningkat sehingga, transaksi berjalan
(demikian pula neraca pembayaran) akan memburuk. Akibatnya, permintaan agregat
akan menurun dan demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Ketiga, jalur harga aset (monetarist) yang berpendapat bahwa pengetatan
moneter akan mengubah komposisi portfolio para pelaku ekonomi (wealth effect)
sesuai dengan ekspektasi balas jasa dan risiko masing-masing aset. Peningkatan suku
bunga akan mendorong pelaku ekonomi untuk memegang aset dalam bentuk obligasi
dan deposito lebih banyak dan mengurangi saham.
Keempat, jalur kredit yang berpendapat bahwa kebijakan moneter akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui perubahan perilaku perbankan dalam
pemberian kredit kepada nasabah. Pengetatan moneter akan menurunkan net worth
pengusaha. Menurunnya net worth akan mendorong nasabah untuk mengusulkan
proyek yang menjanjikan tingkat hasil tinggi tetapi dengan risiko yang tinggi pula
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
(moral hazard) sehingga risiko kredit macet meningkat. Akibatnya, bank-bank
menghadapi adverse selection dan mengurangi pemberian kreditnya sehingga laju
pertumbuhan ekonomi melambat.
Sejak diberlakukannya rezim devisa bebas pada tahun 1982 maka kontrol
terhadap aliran modal di Indonesia menjadi tidak terkendali. Kesulitan untuk
mengendalikan aliran modal tersebut disamping karena tidak adanya kebijakan yang
mendukungnya juga dikarenakan oleh semakin berkembangnya teknologi informasi
dan komunikasi. Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh
sekali dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia
yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan system nilai tukar mengambang
terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter,
sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar
akan segera mengikuti hukum pasar dan pengaruh-pengaruh dari luar.
Contagion effect merupakan salah satu faktor yang muncul diakibatkan
ekanisme pasar yang semakin bebas dan juga sistem ekonomi/moneter yang
diterapkan. Efek ini muncul dengan mengasumsikan ekspektasi kesamaan reaksi dari
satu negara dengan negara lainnya, yang diakibatkan persamaan profil dan kondisi
ekonomi dan politik. Selain itu efek ini pun muncul karena sebuah acuan terhadap
negara tertentu (suatu negara dianggap sebagai representasi dari negara lainnya).
Contohnya depresiasi Baht Thailand mempengaruhi depresiasi rupiah karena antara
Thailand dan Indonesia mengalami persamaan kondisi ekonomi.Jepang dianggap
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
sebagai acuan negara-negara di Asia sehigga jika mata uang Yen Jepang
terdepresiasi, diasumsikan nilai mata uang lainnya akan terdepresiasi juga.
Untuk menghadapi arus modal masuk yang semakin besar, otoritas moneter
menerapkan sistem nilai tukar yang lebih fleksibel melalui band konversi dan band
intervensi. Sejalan dengan tekanan pasar yang semakin besar terhadap rupiah, selama
periode 1995 sampai dengan menjelang krisis tahun 1997, Bank Indonesia telah
melakukan 4 (empat) kali pelebaran band kurs intervensi yaitu dari 2% pada bulan
Desember 1995 menjadi 12% pada bulan Juli tahun 1997.
Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya lain yang telah dilakukan
Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik antar bank melalui band
intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar diperkenankan untuk berfluktuasi
dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta asing diperdagangkan
melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera melakukan
intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula. dengan penetapan
band intervensi ini investor menanggung risiko nilai tukar sebesar band yang telah
ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, sejalan dengan tekanan terhadap rupiah yang
semakin besar, lebar band tersebut beberapa kali telah direvisi, sampai akhirnya
dihapuskan dan diganti system nilai tukar mengambang bebas pada tanggal 16
Agustus 1998.
Implikasi dari ditempuhnya sistim nilai tukar fleksibel tersebut cukup
mendasar bagi perekonomian Indonesia. Fluktuasi dan karenanya ketidakpastian
mengenai gerakan nilai tukar rupiah jelas akan menjadi tinggi. Peranan ekspektasi
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
pelaku pasar dan masyarakat akan menjadi lebih penting dalam mempengaruhi
gerakan nilai tukar. Secara langsung fluktuasi nilai tukar
tersebut akan
mempengaruhi tingkat harga di dalam negeri karena banyaknya barang-barang impor
(imported inflation). Harga relatif (real effective exchange rates) juga akan semakin
berfluktuasi dan berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor, dan karenanya
mempunyai dampak yang semakin perlu diperhitungkan terhadap permintaan agregat.
Laju pertumbuhan ekonomi juga dapat terpengaruh. Pendeknya fluktuasi nilai
tukar yang lebih tinggi akan mempengaruhi sasaran-sasaaran laju inflasi, laju
pertumbuhan dan keseimbangan neraca pembayaran yang hendak dicapai oleh
kebijakan ekonomi makro. Dalam sistim nilai tukar fleksibel, Bank Indonesia dapat
lebih bebas dalam melaksanakan kebijakan moneter dalam negeri karena tidak
dituntut untuk melakukan sterilisasi atas dampak aliran dana masuk terhadap
perkembangan uang beredar untuk mempertahankan suatu tingkat atau kisaran nilai
tukar tertentu. Dengan demikian, pengendalian moneter dapat lebih difokuskan pada
pencapaian sasaran-sasaran di dalam negeri. Dalam hal melakukan suatu kontraksi,
misalnya, ketatnya likuiditas akan mendorong meningkatnya suku bunga di dalam
negeri. Aliran dana masuk dari luar negeri akan meningkat dan menyebabkan nilai
tukar rupiah cenderung apresiasi. Permintaan domestik baik konsumsi maupun
investasi akan menurun karena tingginya suku bunga dan menurunnya harga relatif.
Laju pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih rendah. Laju inflasi juga akan
menurun baik karena apresiasi nilai tukar maupun karena menurunnya permintaan
domestik. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam sistim nilai tukar fleksibel
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
kebijakan moneter dapat lebih efektif dalam mempengaruhi gerakan ekonomi dalam
jangka pendek.
Financial Accounting Standar Board (FASB) mendefinisikan nilai tukar
sebagai rasio antara satu unit mata uang dan jumlah mata uang lainnya yang dapat
ditukar pada suatu waktu tertentu. Gain atau loss transaksi mata uang asing akan
dimasukkan dalam laba bersih pada periode terjadinya transaksi nilai tukar. Dalam
usaha untuk menentukan apakah kerugian dari nilai tukar berpengaruh terhadap
reaksi pasar modal maka digunakan harga saham sebagai proxy.
2.7
Inflasi
A.
Pengertian Inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai hampir
di semua negara-negara di dunia adalah inflasi. Pengertian inflasi dibagi dalam dua
bagian, yaitu :
1) Pengertian inflasi dalam arti sempit atau relatif didefinisikan sebagai suatu periode
dimana kekuatan membeli kesatuan moneter menurun atau terjadi kenaikan harga
dari sebagian besar barang dan jasa (secara umum) secara terus menerus. jlka
kenaikan barang dan jasa hanya satu atau beberapa macam tidak dapat dikatakan
telah terjadi inflasi, begitu juga kenaikan barang dan jasa yang bersifat kejutan
(sekali waktu musiman) seperti pada hari raya Islam dan Natal, juga tidak dapat
dinamakan dengan inflasi (Kusnadi, 1996:276).
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
2) Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dan
sekonyong-konyong yang disproporsional besar dalam tingkat harga umum.
Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito {deposit currency)
dalam peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa
yang ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang
nasional, terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang.
Suatu kenaikan normal dalam tingkat harga setelah sesuatu periode depresi,
umumnya tidak dianggap sebagai keadaan inflasi. (Winardi, 1995:235). Ada dua
teori yang membahas tentang inflasi, yaitu :
1) Teori Kuantitas
Teori ini dikenal teori kaum monetaris (monetaris models) yang menekankan
kepada peranan jumlah uang yang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat
mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.
2) Teori Struktural
Teori ini mengatakan bahwa inflasi bukan semata-mata dikarenakan fenomena
moneter, tetapi juga oleh fenomena struktural.
Hal ini terjadi umumnya di negara-negara sedang berkembang yang umumnya
masih bercorak agrans ataupun mengenai hal yang berhubungan dengan luar
negeri, misalnya lerm of fraoe, utang luar negeri dan kurs valuta asing dapat
menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Tiga hal yang terjadi dari adanya kesenjangan atau kendala struktural
(structural ba(tleneck) dalam perekonomian negara berkembang (Atmaja, 1999:5467), yaitu :
a. Supply dari sektor pertanian (pangan) yang tidak elastis. Hal ini karena
pengelolahan sektor pertanian yang masih menggunaklan metode dan teknologi
yang sederhana, sehingga supply tidak mampu mengimbangi pertumbuhan
permintaannya.
b. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) dari akibat pendapatan ekspor yang
lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing
mengakibatkan
kemampuan
mengimpor
terbatas
pula,
sehingga
laju
pembangunan menjadi Iambat. Ditambah dengan adanya demosntration effect
yang menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat, hal ini seringkali
menyebabkan pertumbuhan supply tidak dapat mengimbagi laju pertumbuhan
permintaan.
c. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin
yang terbatas, yang tidak cukup membiayai pembangunan sehingga terjadi defisit
yang mengakibatkan dibutuhkannya pinjaman luar negeri atau pada umumnya
dengan pencetakan uang.
B.
Jenis-Jenis Inflasi
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam
pengelompokkan tertentu:
1) Penggolongan inflasi didasarkan atas derajat "parah" tidaknya inflasi tersebut
(Kusnadi, 1996:227). Ada empat macam, yaitu :
a. Inflasi ringan dibawah 10 % (single digit).
b. Inflasi sedang antara 10 % - 30 %
c. Inflasi tinggi antara 30 % -100 %
d. Hyperinflastion diatas 100 %
2) Penggolongan inflasi berdasarkan penyebabnya (Boediono, 1996:162),
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Demand Pull Infation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya
peningkatan agregat demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil
produksi di pasar barang.
b. Cost Pull Inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesemya kurva agregat
penawaran ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva agregat
penawaran bergeser adalah meningkatnya harga-harga faktor produksi (bark
yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi,
sehingga menaikkan harga komoditi dipasar komoditi.
3) Penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996:162), dibedakan menjadi
dua, yaitu :
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
a. Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan
pengelolahan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor
moneter dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.
b. Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh karena adanya kenaikan
harga-harga komoditi dr luar negeri (di negara asing yang memrliki hubungan
perdagangan dengan negara yang bersangkutan).
C.
Sumber-sumber Inflasi di Indonesia
Faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu:
1) Jumlah Uang Yang Beredar
Menurut kaum monetaris jumlah uang yang beredar merupakan faktor utama
penyebab inflasi. Di Indonesia jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan
dalam konsep narrow money (Ml) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi
hanya merupakan bagian dari hkuiditas perbankan.
2) Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Anggaran Belanja Pemerintah Indonesia yang defisit banyak sekali menyangkut
tentang struktural ekonomi Indonesia. Pemerintah Orde Lama membiayai defisit
anggaran belanja ini dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang
baru, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era orde
baru, defisit anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang
tampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi.
Sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas sejalan
merosotnya harga minyak bumi dipasar ekspor menyebabkan kemampuan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional berkurang pula, sehingga
pemenntah tidak dapat mempertahankan menjadi motor penggerak pembangunan.
Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnya penggerak pembangunan.
Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnay penggerak utama
pembangunan nasional ke pihak swasta nasional, dengan demikian sumber
tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah (swasta). (Atmaja,
1999:54-67).
3) Faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri.
Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan
struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu
penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di lndonesia. Umumnya laju
penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga
menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang
digunakan masih kurang canggih dan tidak maximal (Atmaja, 1999).
2.8
Penelitian Terdahulu
Menurut Llewellyn dan Hefferman (dalam Hakim, Kusmiarso, et.al., 2000),
kurva permintaan kredit berslope negatif terhadap tingkat suku bunga bank, yang
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
bermakna bahwa semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin besar jumlah
kredit yang diminta.
Harmanta dan Mahyus (2005), dari hasil penelitian mengenai disintermediasi
fungsi perbankan di Indonesia. Dengan data time series dari 1993-2003 (bulanan).
Mereka menemukan bahwa meskipun kemampuan bank untuk menyalurkan kredit
mengalami peningkatan namun belum sepenuhnya diserap oleh sector riil. Hal ini
tercermin dari rendahnya tingkat Loan to Deposit ratio (LDR) setelah periode krisis.
Hasil penelitian Martowijoyo (1999) terhadap kinerja lembaga keuangan
mikro dan perilaku masyarakat pedesaan menunjukkan bahwa lamanya waktu
pemrosesan kredit berpengaruh menurunkan jumlah peminjam cukup signifikan.
Selanjutnya suku bunga pinjaman berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah
peminjam dan berpengaruh cukup signifikan terhadap jumlah penunggak kredit.
Studi mengenai hubungan
antara peran intermediasi keuangan dan
pertumbuhan ekonomi telah dipelopori oelh Goldsmith (1969), Mckinnon (1973) dan
Shaw (1973). Mereka menemukan bahwa akselerasi pertumbuhan ekonomi sangat
dipengaruhi oleh struktur keuangan yang terorganisir. Mereka percaya bahwa pihakpihak yang kelebihan dana (surplus unit) akan sangat membantu pihak-pihak yang
kekurangan dana ( defisit unit ) apabila dapat dikelola secara efisien. Dalam
pandangan mereka perbedaan kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan oleh
lembaga keuangan adalah strategi yang optimal untuk meningkatkan pertumbuhan
output lebih cepat dengan cara merangsang keinginan menabung dan meningkatkan
kualitas formasi modal (Gafar, 2003)
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Hasil penelitian Hadad, Santoso, et.al. (2003), menunjukkan bahwa
perhitungan biaya dana bank sudah sesuai dengan penurunan suku bunga SBI namun
suku bunga kredit bank lebih tinggi (overprice) dibandingkan suku bunga hasil
estimasi rata-rata beberapa bank. Oleh karena itu, secara keseluruhan, biaya
intermediasi masih relatif tinggi dibandingkan hasil estimasi. Beberapa faktor penting
yang menjadi penyebab adalah bank yang cenderung menahan diri untuk melakukan
kompetisi karena kondisi likuiditas bank yang masih cukup memadai dan masih
tingginya pendapatan bank yang berasal dari SBI dan obligasi sehingga dalam jangka
pendek bank masih bersikap menunggu perkembangan pasar uang dan sector riil.
Sementara itu selama periode 1980-1990, banyak penelitian yang terfokus
pada aset-aset keuangan dalam mengindikasikan hubungan antara peran intermediasi
keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Williamson (1987) menemukan bahwa di lima
negara industri maju terjadi korelasi yang positif anatar output riil dengan jumlah
kredit yang disalurkan, di juga menemukan hubungan kausalitas antara kredit dan
output. Lalu dia menemukan model pertumbuhan business cycle yang disebabkan
oleh tekanan-tekanan moneter khususnya pada negara-negara yang telah mempunyai
akses ingormasi yang bagus.
Gertler (1998) dari hasil penelitiannya telah membuktikan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kredit dan output. Kemudian para ahli ekonomi
makro menekankan pantingnya peranan intermediasi keuangan dalam perekonomian,
terutama peranan bank-bank komersial, dimana penciptaan kredit yang mereka
lakukan akan mempengaruhi jumlah uang beredar. Lebih jauh dia mendiskusikan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
pendapat dari Modigliani dan Millers (1958) bahwa kebijakan di sektor riil akan
sangat tergantung dari struktur keuangan. Dengan menggunakan model business
cycle dia menemukan hubungan struktur keuangan dan output dibanyak negara
(Ghafar, 2003).
Gertler dan Gilchrist (1994) menemukan bukti pada tingkat mikro bahwa
hambatan-hambatan terhadap kredit akan menimbulkan masalah-masalah bagi suatu
perusahaan.
Adanya
kesulitan
bagi
perusahaan-perusahaan
kecil
dalam
mengembangkan usahanya ketingkat usaha menengah dan besar. Seperti kebijakan
moneter yang ketat selama masa resesi akan menyebabkan penurunan penjualan dan
persediaan dari perusahaan kecil tersebut lebih besar dari perusahaan-perusahaan
besar.
Julaihah dan Insukindro (2004) melakukan analisis dampak kebijakan
moneter terhadap variabel makroekonomi di Indonesia tahun 1983.1-2003.2. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter melalui perubahan suku bunga
(SBI) dapat mempengaruhi nilai tukar. Nilai tukar merupakan harga relatif dari mata
uang domestik dan luar negeri, sehingga nilai tukar sangat tergantung pada kondisi
moneter dalam dan luar negeri.
2.9
Kerangka Konseptual
Dengan merujuk kepada landasan teori, serta penelitian sebelumnya maka secara
skematis untuk penelitian ini telah dapat dirancang, diagram spesifikasi dari
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
permintaan kredit, hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
PDRB
SUKU BUNGA
PINJAMAN
PERMINTAAN
KREDIT KONSUMTIF
NILAI TUKAR
RUPIAH
INFLASI
Gambar
2.10
2.1.
Kerangka
Konseptual Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank
Pemerintah di Sumatera Utara.
Hipotesis Penelitian
Dengan merujuk kepada landasan teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya
dapat dirumuskan hipotesa dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh secara positif terhadap
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
permintaan kredit konsumtif
bank pemerintah di Sumatera Utara ( ceteris
paribus).
2. Variabel tingkat suku bunga pinjaman
permintaan kredit konsumtif
berpengaruh secara positif terhadap
bank pemerintah di Sumatera Utara
(ceteris
paribus).
3. Variabel tingkat nilai tukar rupiah
permintaan kredit konsumtif
berpengaruh
secara positif terhadap
bank pemerintah di Sumatera Utara (ceteris
paribus).
4. Inflasi mempunyai hubungan yang negatif dan berpengaruh secara signifikan
terhadap permintaan kredit
konsumtif bank pemerintah di Sumatera Utara,
(ceteris paribus).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan kredit konsumtif pada Bank Pemerintah di Sumatera Utara
selama kurun waktu antara tahun 1980 – 2004 (tahunan) dengan sebanyak 25 data
observasi. Adapun objek dalam penelitian ini adalah Bank Pemerintah, yaitu Bank
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
mandiri, BNI, BRI dan BTN.
3.2
Jenis dan Sumber data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series).
Data sekunder
bersumber dari Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), ditambah dengan
data tambahan bersumber dari jurnal-jurnal ekonomi, keuangan dan perbankan. Data
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jumlah kredit konsumtif yang disalurkan
Bank Pemerintah di Sumatera Utara, laju pertumbuhan ekonomi (PDRB), inflasi, dan
suku bunga pinjaman bank-bank umum, bank-bank pemerintah di Sumatera Utara.
3.3
Model Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least
Square (OLS). Adapun fungsi dari permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara
adalah sebagai berikut :
PKK
= Fungsi (Tingkat PDRB, Suku Bunga Pinjaman, dan Inflasi)
Dari fungsi tersebut akan dibentuk model estimasinya secara matematik dalam
model ekonometrika sebagai berikut :
PKK
=
α 0 + α 1 PDRB + α 2 SPB + α 3 Inf + μ
Dimana :
PKK
= Total kredit konsumsi yang disalurkan (Miliar rupiah / tahun)
α
= Intersep
α1-α4
= koefisisen regresi
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
PDRB
= Produk Domestik Regional Bruto (Miliar rupiah / tahun)
SBP
= Suku Bunga Pinjaman bank umum (Persentase / tahun)
INF
= Inflasi (Persentase / tahun)
μ
= kesalahan penganggu (term error).
3.4
Uji Kesesuaian
Uji kesesuain (test of goodness fit) diperlukan untuk mengetahui apakah
model regresi yang terestimasi cukup baik atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut,
maka dilakukan pengukuran seberapa dekatnya garis regresi yang terestimasi dengan
data (Gujarati 1999). Pengujian stastistik akan dilakukan dengan menganalis :
1. Uji R2 (coefficient of determination)
Uji ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari vaariabel
terikat dapat diterangkan oleh variabel bebas. Apabila R2 = 0, artinya
variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas
sama sekali. Sementara R2 = 1, artinya variasi dari variabel terikat dapat
diterangkan 100% oleh variabel bebas. Dengan demikian model regresi
akan ditentukan oleh R2 yang nilainya antara nol dan satu.
2. Uji t atau t- pengujian test (partial test)
Suatu yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi
signifikan atau tidak secara partial. Untuk mengetahui signifikan tidaknya
koefisien regresi secara partial akan dilihat dan membandingkan antara
thitung dengan ttabel.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
3. Uji F atau F-test (over all test)
Suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien
regresi signifikan atau tidak secara serentak. Untuk mengetahui signifikan
tidaknya
koefisien
regresi
secara
serentak
akan
dilihat
dan
membandingkan antara Fhitung dengan Ftabel.
3.5
Uji Pelanggaran Asumsi Klasik
Untuk mengetahui bahwa model estimasi yang telah dibentuk tidak
menyimpang dari asumsi model klasik, maka sebelum menganalisis hasil perhitungan
dari model estimasi di atas akan dilakukan uji diagnosis (Insukindro, 2000) sebagai
berikut :
1. Uji normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah normal atau tidak faktor
pengganggu (μ). Uji ini menggunakan Jarque-Bera Test (J-B Test) yang
membandingkan antara J-B (X2 hitung) terhadap X2tabel (Tabel Chi-Square)
dengan pedoman sebagai berikut :
Jika nilai J-B (X2hitung) > X2
tabel,
maka hipotesis yang menyatakan faktor
pengganggu berdistribusi normal ditolak.
Jika nilai J-B (X2hitung) < X2
tabel,
maka hipotesis yang menyatakan faktor
pengganggu berdistribusi normal tidak dapat ditolak.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
2. Uji autokorelasi.
Uji ini untuk
mengetahui apakah terdapat korelasi atau tidak antara
anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang.
Uji ini menggunakan uji d Durbin-Watson (D-W Test) yang
membandingkan antara nilai D-W (d
hitung)
terhadap d
tabel
dengan
pedoman sebagai berikut :
Jika nilai D-W terletak antara 0 < d < d1, maka hipotesis yang menyatakan
tidak ada masalah autokorelasi positif ditolak.
Jika nilai D-W terletak antara d1 ≤ d < dU, maka ragu-ragu tidak ada
korelasi positif.
Jika nilai D-W terletak antara 4-dL
< d <
4, maka hipotesis yang
menyatakan tidak ada masalah autokorelasi negatif ditolak.
Jika nilai D-W terletak antara 4-du ≤ d < 4-dl, maka ragu-ragu tidak ada
korelasi negatif.
Jika nilai D-W terletak antara du < d < 4-du, maka hipotesis yang
menyatakan tidak ada masalah autokorelasi positif ataupun autokorelasi
negatif tidak dapat ditolak.
3. Uji multikolinearitas.
Uji ini untuk mengetahui apakah terjadi hubungan linier yang perfect atau
tidak diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model estimasi. Uji
ini menggunakan korelasi parsial yang diperkenalkan oleh Farrar dan
Glauber yang membandingkan antara nilar R2
dari hasil perhitungan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
model estimasi (R2y) dengan nilai R2 dari hasil perhitungan korelasi
parsial antara masing-masing variabel bebas (R2 x1-n)
. dengan pedoman
sebagai berikut :
Jika R2y > R2x1-n maka dalam model estimasi tidak ada multikolinieritas.
Jika R2y < R2x1-n lmaka dalam model estimasi dalam multikolinieritas.
3.6
Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan
dalam penelitian ini maka perlu diberikan definisi operasional, bahwa objek
penelitian melihat pengaruh permintaan kredit konsumtif dibidang ekonomi dengan
batasan sebagai berikut :
1. Permintaan Kredit Konsumtif adalah jumlah kredit konsumtif yang diberikan
kepada masyarakat / debitur yang diukur dalam miliar rupiah.
2. Produk Domestik Regional Bruto adalah produk ekonomi secara regional di
Propinsi Sumatera Utara, yang diukur dalam miliar rupiah.
3. Tingkat Suku Bunga Pinjaman (SBP) adalah tingkat suku bunga pinjaman
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
yang ditetapkan bank-bank umum khususnya bank pemerintah yang ada di
Propinsi Sumatera Utara, yang diukur dalam persentase..
4. Inflasi merupakan sebagai suatu kenaikan harga secara terus menerus dalam
tingkat harga umum, yang diukur dalam persentase.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Perkembangan Variable yang di Teliti
4.1.1
Kondisi Industri Perbankan di Sumatera Utara
Perkembangan industri perbankan di Indonesia cukup meningkat khususnya
industri perbankan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat jumlah kantor cabang
bank di Sumatera Utara tahun 2004 sebanyak 295 kantor cabang, yang terdiri dari
jumlah kantor cabang BUMN sebanyak 89 kantor cabang, Bank Pembangunan
Daerah sebanyak 28 kantor cabang, Bank Swasta sebanyak 173 kantor cabang, dan
Bank Asing dan Campuran sebanyak 5 kantor cabang.
Perbankan yang beroperasi di daerah Tingkat I dan II di Sumatera Utara
dengan wilayah kerja Bank Indonesia Medan terdiri dari Bank Umum Milik Negara
(BUMN), Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Swasta, dan Bank Asing dan
Campuran.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
4.1.2
Jumlah Bank Di Sumatera Utara
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia Medan, bahwa
hingga akhir
tahun 2004, jumlah bank di Daerah Tingkat I dan II adalah
sebanyak 35 bank yang terdiri dari BUMN sebanyak 4 bank, BPD sebanyak 1 bank,
Bank Swasta nasional sebanyak 25 bank, dan Bank Asing dan Campuran sebanyak 5
bank. Penyebaran kantor cabang berdasarkan Daerah Tingkat I dan II pada tahun
2004 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.1. Jumlah Kantor Cabang Bank di Daerah Tingkat I dan II di Sumatera
Utara, Tahun 2004
No.
Kab./Kota
BUMN
45
Medan
2
Binjai
1
Langkat
2
Deli Serdang
Karo/Kabanjahe
3
1
Dairi
Tebing Tinggi
4
2
Asahan
3
Kisaran
Labuhan Batu
4
6
P. Siantar
Simalungun
2
2
Tanjung Balai
Tapanuli Selatan
3
Mandailing Natal
Nias
2
3
Sibolga
Tapanuli Utara
2
2
Toba Samosir
Jumlah
89
Sumber : Bank Indonesia Medan, 2004
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16
17.
18
19.
BPD
B.Swasta
4
1
1
3
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
2
1
28
121
8
3
4
2
1
4
4
5
7
3
3
3
1
1
1
1
1
173
B.Asing&
Campuran
5
5
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Berdasarkan data diatas, jumlah kantor cabang bank yang paling banyak
adalah di Kota medan yaitu sebanyak 175 kantor cabang bank dan kota Pematang
Siantar yaitu sebanyak 14 kantor cabang, sedangkan kantor cabang yang paling
sedikit adalah di Kabupaten
Mandailing Natal sebanyak 2 kantor cabang dan
Kabupaten Dairi sebanyak 3 kantor cabang.
4.1.3
Kredit Konsumtif Perbankan Di Sumatera Utara
Perkembangan kredit konsumtif perbankan di Sumatera Utara cukup
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena adanya permintaan
masyarakat terhadap kredit konsumtif yang digunakan untuk keperluan pembelian
rumah baru, renovasi rumah, pembelian kenderaan baru seperti mobil, sepeda motor.
Permintaan kredit konsumtif ini meningkat hingga tahun 1997 dan pada tahun
1998 mengalami penurunan permintaan kredit konsumtif disebabkan adanya krisis
ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia. Kredit konsumtif dalam perjalanan
setelah tahun 1998 mengalami peningkatan permintaan. Hal ini disebabkan karena
banyaknya jumlah pemohon dan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia
khusunya di Sumatera Utara sehingga posisi permintaan kredit konsumtif meningkat.
Hal ini dapat dilihat pada grafik 4.1. perkembangan kredit konsumtif sebagai berikut.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
6000
5500
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kredit Konsumtif
Perkembangan Kredit Konsumtif Di Sumut
Tahun 1980-2004
TAHUN
Gambar 4.1 Perkembangan Kredit Konsumtif di Sumut Tahun 1980 - 2004
4.1.4 Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dapat dianggap berasal dari dua
komponen.
Pertama , ekonomi tumbuh
sebagai
akibat
dari peningkatan
produktivitas modal dan tenaga kerja serta penerapan teknologi. Ini dapat dianggap
sebagai pertumbuhan alami (natural growth), termasuk akibat pertumbuhan
penduduk.
Kedua,
pertumbuhan
ekonomi terjadi
sebagai
akibat
dari
kebijakan-kebijakan atau variabel eksternal yang mempengaruhi pengeluaran oleh
pelaku-pelaku ekonomi.
Perekonomian Sumatera Utara yang dicerminkan
oleh
pertumbuhan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan menunjukkan
trend yang meningkat secara konsisten hingga tahun 1997 yang merupakan tahun
krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia. Gambar4.1 PDRB yaitu :
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Perkembangan PDRB di Sumut
Tahun 1980-2004
30000
25000
PDRB
20000
15000
10000
5000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
0
TAHUN
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan PDRB di Sumut Tahun1980-2004
Selama periode 1980 – 2004 PDRB Sumatera Utara mengalami pertumbuhan
yang cukup baik, tahun 2004 PDRB Sumatera Utara sebesar 25.925 miliar naik
miliar menjadi 27.087 miliar pada tahun 2004.(4,3 persen).
PDRB mengalami penurunan pada tahun 1999 sebesar 11,7% sebagai dampak
dari krisis yang melanda Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya pada
tahun 1997.
Mulai tahun 1988, PDRB mulai
menampakkan trend menaik kembali,
sehingga pertumbuhan ekonomi mencatat angka positif kembali pada tahun 1999.
Pertumbuhan PDRB hingga tahun 1997 menunjukkan angka positif. Pertengahan
tahun 1990 mencatat
pertumbuhan ekonomi mencapai lebih 9 persen, hanya
menurun pada tahun 1997 menjadi 6,69 persen, hingga mencapai puncak dampak
resesi (krisis ekonomi) pada tahun 1998 dengan pertumbuhan minus 10,9 persen dan
tahun 1999 pertumbuhan mulai tampak kembali positif sebesar 2,53 persen. Secara
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
rata-rata ekonomi Sumatera Utara tumbuh sebesar 5,76 persen selama dasawarsa
1990-an, jauh lebih rendah dari keadaan tahun 1980-an dengan rata-rata
pertumbuhan 25,78 persen, yang menandai booming ekonomi regional.
Perekonomian Sumatera Utara masih didominasi oleh sektor pertanian
(termasuk perkebunan), kendati kontribusinya terhadap PDRB tidak sampai sepertiga
(yakni 31,78%), sementara industri menempati urutan kedua dengan kontribusi
sebesar 21,96% pada tahun 1999. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga
merupakan sektor penting dengan kontribusi sebesar 17,30 persen. Sektor-sektor lain
memberi kontribusi dibawah 10 persen.
Jika dilihat dari faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi jangka
pendek, maka peningkatan pengeluaran mendorong pertumbuhan yang tinggi pada
tahun-tahun tertentu. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto tertinggi terjadi
pada tahun 1983 dan 1993. Pertumbuhan dipicu oleh pengeluaran konsumsi rumah
tangga yang naik drastis dari Rp.3,189 miliar pada tahun 1992 menjadi Rp.9,640
miliar pada tahun 1993, pembentukan modal dari Rp.2,373 miliar tahun 1992 menjadi
RP.5,390 miliar dan ekspor dari Rp.1,971 miliar menjadi Rp.5,401 miliar pada tahuntahun itu.
4.1.5
Variabel Suku Bunga Pinjaman
Suku bunga pinjaman merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata yang
ditetapkan perbankan. Perkembangan suku bunga pinjaman perbankan cukup tinggi
yaitu berkisar antara 18 persen sampai dengan 28 persen, hal ini dikarenakan suku
bunga simpanan masyarakat berupa deposito berjangka cukup tinggi sebesar 9 persen
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
sampai dengan 12 persen sehingga perbankan mengambil spread di antara 6 persen
sampat dengan
8 persen
karena spread yang dilakukan bank adalah untuk
membiayai operasional perbankan.
Suku bunga pinjaman bank mengalami peningkatan yang cukup signifikan
pada tahun 1998 mencapai 34.93 persen, hal ini dikarenakan adanya krisis ekonomi
yang melanda negara-negara Asia termasuk di Negara Indonesia. Peningkatan
kenaikan suku bunga pinjaman tersebut membuat daya permintaan masyarakat
terhadap kredit konsumtif semakin menurun.
Perkembangan suku bunga pinjaman setelah krisis ekonomi mengalami
penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2000 suku bunga pinjaman kredit
konsumtif mengalami penurunan dari 34.93 persen menjadi 18.16 persen, hal ini
disebabkan ekonomi Indonesia sudah mulai membaik dan inflasi mengalami
penurunan
sehingga suku bunga pinjaman menurun. Seiring dengan waktu
perkembangan kredit konsumtif dari tahun 2001 sampai dengan 2004 mengalami
kondisi yang stabil, hal ini dapat dilihat pada grafik perkembangan rata-rata suku
bunga pinjaman konsumtif tahun 1980 -2004.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman di Sumut
Tahun 1980-2004
50
PDRB
40
30
20
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
0
TAHUN
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Konsumtif Tahun
1980-2004
4.1.6
Variabel Inflasi
Perkembangan inflasi di Indonesia, seperti halnya yang terjadi pada negara-
negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi
satu dari berbagai penyakit ekonomi makro makro yang meresahkan pemerintah
terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir
emerintahan Orde Baru
(sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single
digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa
besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian
diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya
pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat (mencapai lebih
dari 75 % pada tahun 1998), dan diperparah dengan semakin besarnya presentase
golongan masyarakat miskin.
Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasuk
dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat
ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat
dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari
hyperinflation.
Selama dua puluh lima tahun terakhir inflasi mengalami perkembangan yang
cukup naik turun, dari akibat adanya krisis ekonomi. Adapun perkembangan inflasi
dua puluh tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel 4.6. dibawah ini.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Perkembangan Inflasi di Sumut
Tahun 1980-2004
Inflasi
30
20
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
0
TAHUN
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi, tahun 1980-2004
Perkembangan inflasi
mengalami perkembangan yang meningakt dan
menurun, pada tahun 1985 inflasi mencapai angka 2.79 persen, hal ini disebabkan
adanya gejolak politik di Indonesia sehingga infalsi mengalami penurunan. Inflasi
mengalami peningkatan pada tahun 1998 mencapai 18.56 persen disebabkan adanya
krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia termasuk krisis ekonomi melanda
Indonesia. Inflasi mengalami penurunan pada tahun 2000 mencapai 5.73 persen, hal
ini di\sebabkan karena permintaan masyarakat kepada kebutuhan pokok mengalami
penurunan dan masyarakat melakukan efisiensi terhadap pengeluaran
kebutuhan
keluarga.
Perrkembangan inflasi pada tahun 2001 mengalami peningkatan mencapai 14.79
persen, hal ini disebabkan mulai membaiknya perekonomian masyarakat Indonesia
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
dengan dilihat dari daya beli masyarakat yang meningkat ditambah dengan adanya
peningkatan kebutuhan pokok masyarakat meningkat
4.2. Analisis dan Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil regresi dari data sekunder yang diolah dengan
menggunakan Program eviews 5.1. diperoleh hasil sebagai berikut:
LPKK = 14,41 + 0,715 LPDRB – 0,991 LSPB + 0,452LINF
Std Error
(1,57)
(0,09)
(0,53)
(0,106)
t-statistik
(9,12)
(7,92)
(1,86)
(4,26)
__________________________________________________________________
R-squared
0,801
F-statistic
28,20535
Adjusted R-squared
0,772
Prob(F-statistic)
0,000000
Durbin-Watson stat
1,730
________________________________________________________________
Sumber: Hasil Penelitian (2009)
4.2.1. Uji Determinasi (R-squared)
Koefisien determinasi sebesar 0,801 menunjukkan bahwa 80,1 persen dari
variasi variabel Permintaan Kredit Konsumsi mampu dijelaskan oleh variasi variabel
PDRB, Suku Bunga Pinjaman, dan Inflasi sedangkan 18,9 persen lainnya dijelaskan
oleh variabel diluar model yang diteliti.
4.2.2. Uji Simultan (Uji-F)
Dilihat dari nilai F-statistik menunjukkan F-hitung (28,20) > F-tabel (2.86),
signifikan pada tingkat keyakinan 95 persen atau α = 5%, artinya adalah sangat
signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pendapatan (PDRB), Suku
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Bunga Pinjaman (SBP), dan Inflasi (INF) secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK) Bank Pemerintah di
Sumatera Utara.
4.2.3. Uji Parsial (Uji-t)
Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian t-statistik dilakukan
dengan cara membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel. (Gujarati, 2003)
t-tabel = { α ; df ( n-k ) }
Keterangan :
α = Level of significance, atau probabilitas menolak hipotesis yang benar.
n = Jumlah sampel yang diteliti.
K = Jumlah variabel independen termasuk konstanta.
Se = Standar error.
Pengaruh variabel Pendapatan (PDRB) terhadap Permintaan Kredit Konsumsi
(PKK) menunjukkan t-hitung sebesar 7,92 lebih besar dari t-tabel 1,724 pada
α=
0.05 yaitu 0,175 menunjukkan bahwa dengan naiknya pendapatan (LPDRB)
Sumatera Utara sebesar 1
persen akan menaikkan permintaan kredit konsumtif
(LPKK) sebesar 0,175 persen. Hal ini berarti variabel Pendapatan (PDRB) signifikan
pengaruhnya terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK), hal ini juga sesuai
dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa PDRB berpengaruh
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
secara positif terhadap permintaan kredit konsumtif bank pemerintah di Sumatera
Utara.
Pengaruh variabel Suku Bunga Pinjaman (SBP) terhadap Permintaan Kredit
Konsumsi (PKK) menunjukkan t-hitung sebesar 1,86 lebih besar dari t-tabel 1,724
pada
α = 0.05 yaitu - 0,991, menunjukkan bahwa dengan turunnya suku bunga
pinjaman (LSBP) sebesar 1 persen akan menaikkan permintaan kredit konsumtif
(LPKK) sebesar 0,991 persen. Hal ini berarti variabel Suku Bunga Pinjaman (SBP)
signifikan pengaruhnya terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK)
bank
pemerintah di Sumatera Utara.
Pengaruh variabel Inflasi (INF) terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK)
menunjukkan t-hitung sebesar 4,26 lebih besar dari t-tabel 1,724 pada
α = 0.05
yaitu 0,452. menunjukkan bahwa dengan naiknya infalsi (LINF) sebesar 1 persen
akan menaikkan permintaan kredit konsumtif (LPKK) sebesar 0,452 persen. Hal ini
berarti variabel Inflasi (INF) signifikan pengaruhnya terhadap Permintaan Kredit
Konsumsi (PKK), hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu Inflasi mempunyai
hubungan yang positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit
konsumtif bank pemerintah di Sumatera Utara
4.3.
Uji Asumsi Klasik
4.3.1. Uji Multikolinearitas
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik pada hasil estimasi variabel
variabel bebas, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2. Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas
Nilai R2
0,801
0.126
0.125
0.012
Variabel
LPKK = f(LPDRB, LSBP, LINF)
LPDRB = f(LSBP, LINF)
LSBP = f(LPDRB, LINF)
LINF = (LPDRB, LSBP)
Sumber: Hasil Peneliatian 2009
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai R2 LPKK =
f(LPDRB, LSBP, LINF)
lebih besar dibandingkan dengan nilai R2 dalam regresi parsial, R2 LPDRB =
= 0,126, R2 LSBP =
f(LPDRB, LINF)=
0,125, dan R2 LINF =
(LPDRB, LSBP)
= 0,801
f(LSBP, LINF)
=0,012. Maka dapat
disimpulkan bahwa dalam model empiris LPKK = f(LPDRB, LSBP, LINF) tidak
ditemukan adanya gejala multikolinieritas.
4.3.2. Uji Autokorelasi
Selanjutnya dilakukan Uji Autokorelasi dengan menggunakan LM Test
sebagaimana disajikan pada Tabel.4.2.
Tabel 4.3. Hasil Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
52.08246
21.14338
Probability
Probability
0.000000
0.256314
Sumber: Hasil Penelitian 2009
Melalui Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dari program Eviews
5.1. terlihat nilai Obs* R-squared mempunyai probabilitas 0.256314 dan ini lebih
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
besar dari α penelitian 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi
pada model regresi.
Berdasarkan uji d Durbin-Watson (D-W Test) ini bahwa nilai D-W terletak
antara 0 < 0,05 < 0,064, maka hipotesis ini tidak terdapat autokolerasi pada model
ini.
4.3.3. Uji Heterokedastisitas
Untuk melihat ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan uji
White Heteroscedasticity test yang tersedia di Eviews 5.1. seperti yang terlihat
dibawah ini.
Tabel 4.4. Uji Heterokedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
2.557982
Obs*R-squared
11.50589
Sumber: Hasil Penelitian 2009
Probability
Probability
0.057067
0.073944
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai Observed R-Squared 11.50589 dan
memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0.073944, maka dapat
ditarik kesimpulan tidak terdapat heterokedastisitas.
4.4.
Pembahasan hasil estimasi variabel yang mempengaruhi Permintaan
Kredit Konsumsi (PKK) Bank Pemerintah di Sumatera Utara.
4.4.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh
pendapatan domestik regional bruto (PDRB) dengan pengaruh positif yang nyata
(signifikan). Artinya: bila pendapatan domestik regional bruto (PDRB) meningkat
maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat. Bila pendapatan domestik
regional bruto (PDRB) menurun maka permintaan kredit konsumsi akan menurun
pula.
Hasil estimasi ini dapat pula dijelaskan sebagai berikut; yaitu ketika
pendapatan naik maka akan meningkatkan konsumsi yang berarti juga meningkatkan
pendapatan terhadap suatu jenis barang. Sebaliknya, ketika pendapatan turun maka
permintaan untuk mengkonsumsi suatu barang akan menurun pula. Meski tidak selalu
apabila pendapatan turun maka permintaan untuk mengkonsumsi suatu barang akan
menurun. Miraza (2006) menyatakan bahwa konsumsi mempunyai sifat yang khusus.
Pengeluarannya bisa naik di kala pendapatan naik dan bahkan bisa lebih cepat
naiknya dari kenaikan pendapatan itu sendiri. Sebaliknya konsumsi akan sulit turun di
kala pendapatan turun. Ada upaya untuk tidak mengurangi pengeluaran konsumsi
walau pendapatan sudah turun. Dengan kata lain, turunnya pendapatan konsumsi
lebih lambat daripada turunnya pendapatan
Berdasarkan fenomena saat ini, dalam memenuhi permintaan terhadap suatu
jenis barang, masyarakat peminjam (bank) didorong untuk melakukan pembelian
dengan cara hutang dan mencicil (kredit) atas barang-barang yang dibelinya.
Masyarakat (konsumen) menggunakan sistem kredit ini dengan anggapan jika saat ini
tidak punya pendapatan (uang) untuk membeli maka pendapatan masa mendatang
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
yang akan dipakai untuk membeli saat ini. Miraza (2006) menyatakan bahwa pada
dasarnya
setiap
orang
yang
melakukan
pembelian
secara
kredit
berarti
telahmenggunakan pendapatan masa mendatang (income rational expectation) untuk
pengeluaran saat ini (today expenditure).
Dalam hal ini, bila pendapatan masyarakat semakin besar maka akan semakin
besar pula pengeluaran konsumsi. Bila pengeluaran konsumsi dilakukan dengan
menggunakan sistem kredit maka cara seperti inilah yang menyebabkan tingginya
permintaan kredit konsumsi; dengan kredit konsumsi inilah maka permintaan akan
barang-barang terpenuhi. Pada tahun 1999 dan 2000 menunjukkan bahwa PDRB
menurun sebagai akibat dari krisis moneter tahun 1998.
Kondisi tersebut
mengakibatkan permintaan kredit konsumsi juga mengalami peurunan yang
ditunjukkan oleh perubahan permintaan kredit konsumsi turun sebesar 19,40 persen
tahun 1998 dan 10,43 persen tahun 1999.
4.4.2
Suku Bunga Pinjaman (SBP)
Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh
tingkat suku bunga kredit konsumsi dengan pengaruh negatif yang nyata (signifikan).
Artinya: bila tingkat bunga kredit konsumsi rendah maka permintaan akan kredit
konsumsi akan meningkat; sebaliknya, jika tingkat bunga kredit konsumsi tinggi
maka permintaan akan kredit konsumsi akan cenderung menurun.
Pada model permintaan kredit konsumsi (PKK) ditunjukkan bahwa nilai
taksiran koefisien tingkat bunga kredit konsumsi (SBP) adalah negatif 0,991. Hal ini
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
sesuai dengan teori, dimana penurunan tingkat bunga kredit konsumsi akan
meningkatkan permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Dengan ilustrasi
bahwa permintaan kredit konsumsi sebagai produk/barang yang diminta dan tingkat
bunga kredit sebagai harga, maka dalam membahas permintaan suatu barang yang
berkaitan dengan harga diperoleh hasil bahwa semakin rendah harga suatu barang
maka semakin banyak jumlah barang yang diminta; sebaliknya semakin tinggi harga
suatu barang, maka semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Miller dan Meiners
(2000) menambahkan bahwa kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara berikut:
a. Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta ketimbang pada
harga rendah, asalkan hal-hal lain sama, atau dengan cara lain;
b. Pada harga rendah, lebih banyak barang yang akan diminta ketimbang pada
harga tinggi asalkan hal-hal lain sama.
Jadi, kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu
barang berhubungan terbalik dengan harganya, asalkan hal-hal lain sama pada setiap
tingkat harga.
4.4.3
Inflasi (INF)
Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh
Inflasi dengan pengaruh positif yang nyata (signifikan). Artinya: bila tingkat inflasi
rendah maka permintaan akan kredit konsumsi akan menurun; sebaliknya, jika inflasi
tinggi maka permintaan akan kredit konsumsi akan cenderung menaik. Hal ini terjadi
karena masyarakat pada umumnya melakukan pinjaman kredit konsumsi untuk
membiayai kehidupannya, dimana apabila terjadi inflasi yang tinggi mengakibatkan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
daya beli masyarakat menurun, sementara kebutuhan hidup mereka adalah tetap,
sehingga terpaksa mereka melakukan pinjaman untuk memnuhi kebutuhan hidup
mereka.
Lebih lanjut, lonjkan inflasi yang beawal pada kelompok barang perumahan,
listrik, gas air dan bahn bakar tersebut terus menggelinding seperti bola salju
menyentuh seluruh lapisan kelompok barang lainnya. Tekanan psikologis dari
kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tersebut mendorong ekspektasi
inflasi yang lebih besar lagi (overshooting). Pada akhirnya dampak langsung (first
round) inflasi terus terakumulasi dan berimbas pada seluruh kelompok barang
(second round) dan mengalami lonjakan tingkat harga yang sangat tinggi dari
perkiraan awal tahun 2005.
Penyebab tingginya tekanan tingkat harga di wilayah Provinsi Sumatera Utara
dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor utama antara lain faktor fundamental
psikologis masyarakat terhadap tingginya ekspektasi inflasi, sebagai realisasi
kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (administered price), serta
kendala distribusi pasokan menghadapi pelaksanaan puasa dan hari raya idul Fitri
yang jatuh di pertengahan triwulan IV, serta persiapan menghadapi perayaan Natal
dan Tahun Baru di akhir tahun.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Berdasarkan pembahasan atas hasil penelitian Permintaan Kredit
Konsumsi (LPKK) di Sumatera Utara, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara parsial Pendapatan (LPDRB) mempunyai hubungan positif terhadap
Permintaan Kredit Konsumsi (LPKK) bank pemerintah di Sumatera Utara,
pada α = 5%, hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian
2. Suku Bunga Pinjaman (LSPB) mempunyai
hubungan yang negatif dan
berpengaruh secara signifikan terhadap Permintaan Kredit Konsumsi
(LPKK) Bank Pemerintah di Sumatera Utara dengan α = 5 persen.
3. Inflasi (LINF) mempunyai hubungan yang positif dan berpengaruh secara
signifikan terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (LPKK) Bank Pemrintah
di Sumatera Utara dengan α =5 persen atau tingkat keyakinan 95 persen.
4. Secara parsial, variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap Permintaan
Kredit Konsumsi (LPKK) adalah Variabel Suku Bunga Pinjaman.
5. Secara serempak Pendapatan (PDRB), Suku Bunga Pinjaman (SBP), Kurs,
dan Inflasi (INF) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap Permintaan Kredit Konsumsi (PKK).
5.2 Saran
1. Permintaan kredit konsumtif Bank Pemrintah di Sumatera Utara masih tetap
tinggi, untuk itu agar tidak menimbulkan permasalahan yang besar,
hendaknya pemerintah mengambil statu kebijakan dalam pemberian kredit
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
konsumtif yang lebih ringan, mudah dan dengan proses yang cepat, sehingga
masyarakat mendapat kepuasan dalam memohon kredit konsumtif
2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki
peran yang besar terhadap peningkatan permintaan kredit konsumtif di
Sumatera Utara, alangkah baiknya kepada peneliti-peneliti selanjutnya dapat
meneliti faktor faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
atau apakah ada faktor lain diluar pertumbuhan ekonomi yang bisa
meningkatkan permintaan kredit konsumtif.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarwal. R, Exchange rates and stock price: A study of the US Capital
market under Floating exchange Rates, Akron Business and
Economic review, (Fall), 1981
Ari, Sritua, Metodologi Penelitian Ekonomi, Yogyakarta, 1993.
Badan Pusat Statistik, Kondisi ekonomi makro dan kesejahteraan rakyat
Sumatera Utara Tahun 2005, Medan, 2005.
Bank Indonesia, Perkembangan indikator sektor riil terpilih, Jakarta, 2004.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Chow,E.H., W.Y.Lee, and M.S.Solt, The Exchange Rate Risk Exposure of
Assets Return, Jurnal of Business, 1997.
Dornbusch,R. dan S.Fisher, Exchange rate and current account, American
economic Review, 1980.
Gavin, M., The Stock Market and Exchange Rate dynamics, Journal of
International Money and Finance, 1989.
Gertler.M, Gilchrist, S., Monetary Policy, Business Cycle, and the behavior of
small manufacturing firms, The Quarterly journal of Economics,
1994.
Ghafar Abdul bin Ismail, Norain bt. Mod Asri and Ritonga, Jhon T., Financial
Intermediation And Growth, Evidence From Indonesia, 2003.
Gujarati, Damodar, N., Basic Econometrics, 4 edition, New york, Mc Graw
Hill, 2003.
Hadad, Muliaman D., Wimboh Santosos, dan Dwityapoetra S.Besar, Studi
Biaya Intermediasi Beberaba Bank Besar di Indonesia: Apakah
Bunga Kredit bank Umum Overpriced?, Jakarta, Bank Indonesia,
Oktober 2003.
Hakim, Ridho, Bambang Kusmiarso, Gunaawan, Erwin Gunawan H.,
Bambang Pramono, dan Masagus Abdul, Sturktur Pembentukan Suku
Bunga dari SISI Perbankan. Jakarta, Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Vol.3 No.2, September, 2000.
Harmanta, Mahyus Ekananda, Disintermediasi Fungsi Perbankan Di
Indonesia Pasca Krisis, 1997, Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, 2003.
Julaihah, Umi dan Insukrindo, Analisis Dampak Kebijakan Moneter Terhadap
Variabel Makro Ekonomi Indonesia Tahun 1983 – 2003, Jakarta,
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.7 No.2, september
2004.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, 2002.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Ketut Rindjin Pengantar perbankan dan lembaga keuangan bukan bank,
Jakarta, 2003.
Martowijoyo, Sumantoro, Kinerja Keuangan Mikro dan perilaku Masyarakat
Pedesaan,Jakarta, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.I
No.4, September, 1999.
Miller, Roger Le Roy, Roger E. Meiners., Teori Ekonomi Intermediate, Edisi
Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Mussa, M., The Balance of Payment and Monetary and Fiscal Under a regime
of Controlled Floating The economiy of Exchange, JMac Millan
Education, London, 1976.
Miraza, Bachtiar Hassan. 2006. Perjalanan Moneter dan Perbankan,
Perkembangan
Moneter Indonesia 2000-2005. USU Press. Medan
Nasution, Mulia., Ekonomi Moneter Uang dan Bank, Jakarta, 1998.
Ronald MacDonald dan Mark P.Taylor, Exchange Rate Economics, 1992.
Samuelson, Paul A. Dan Wilson D. Nordhaus, Ilmu Makro Ekonomi, Edisi
bahasa Indonesia, PT. Media Global Edukasi, Jakarta, 2001.
Sasongko Tedjo, Sekilas Ekonomi Indonesia, Jakarta, 1994.
Soenen, L.A. and E.S. Hennigar, An Analysis exchange rate and Stock Prices –
The US Experience between 1980 and 1986, Akron Business and
Economic review, 1988.
Solopos, Bank Indonesia mengimbau kepada perbankan untuk menurunkan
suku bunga pinjmanannya berkaitan dengan turunnya SBI, Solo,
2003.
Sudarsono, Pengantar teori Ekonomi, LP3ES, Jakarta, 1990.
Sukirno Sadono, Makroekonomi Teori pengantar, Jakarta, 2004.
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Lampiran – 1
Data Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank
Pemerintah Sumatera Utara
obs
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
PKK
180456
198324
210652
225751
235890
253622
287561
293332
298181
312812
351562
359426
326687
432045
642536
870583
1028358
1179280
950455
851367
1331655
1912966
2346402
3366672
5702586
PDRB
0.857841
0.89456
0.92546
1.124
1.835
2.013
2.345
2.845
3.254
4.013
4.852
5.935
6.387
7.104
18.215
19.94
21.801
23.715
25.065
22.119
22.692
23.788
24.672
25.925
27.087
SBP
18.21
19.02
18.34
19.45
20.14
20.65
21.34
24.36
22.87
21.14
24.36
25.23
23.93
20.64
18.22
19.68
19.49
21.96
34.93
28.78
18.16
21.18
23.48
23.08
21.06
INF
13.18
7.28
8.98
10.9
9.78
2.79
11.29
7.32
11.24
6.64
7.55
8.99
4.5
9.75
8.25
7.24
8.73
13.1
18.56
7.37
5.73
14.79
9.59
4.23
6.8
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Lampiran – 2
Deskriptive Statistik
Sample: 1980 2004
Mean
Std. Dev.
N
PKK
PDRB
SBP
INF
965966.4
1256667.
25
11.97615
13.39947
25
21.98800
33.743238
25
8.743200
9.793884
25
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Lampiran – 3
Output Regresi
Dependent Variable: LPKK
Method: Least Squares
Date: 06/18/09 Time: 04:07
Sample: 1980 2004
Included observations: 25
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LPDRB
LSBP
LINF
14.41049
0.715042
-0.991743
0.452955
1.578471
0.090199
0.532866
0.106162
9.129402
7.927385
-1.861150
4.266625
0.0000
0.0001
0.0334
0.0024
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.801167
0.772762
0.460338
4.450125
-13.89917
1.730041
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
13.25868
0.965686
1.431933
1.626954
28.20535
0.000000
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Lampiran – 4
UJI MULTIKOLINEARITAS
Dependent Variable: LPDRB
Method: Least Squares
Sample: 1980 2004
Included observations: 25
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LSBP
LINF
-6.358647
2.795087
-0.173720
5.269596
1.650025
0.461367
-1.206667
1.693966
-0.376533
0.2404
0.1044
0.7101
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.126300
0.046872
1.231216
33.34962
-39.07559
0.208594
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
1.889435
1.261126
3.366048
3.512313
1.590129
0.226458
Dependent Variable: LSBP
Method: Least Squares
Sample: 1980 2004
Included observations: 25
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LPDRB
LINF
3.039041
0.041281
-0.018794
0.132102
0.024369
0.056106
23.00533
1.693966
-0.334977
0.0000
0.1044
0.7408
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.125131
0.045598
0.149627
0.492541
13.61470
1.292422
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
3.078469
0.153160
-0.849176
-0.702911
1.573316
0.229811
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
85
Lanjutan Lampiran – 4
Dependent Variable: LINF
Method: Least Squares
Sample: 1980 2004
Included observations: 25
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
PDRB
LSBP
3.116554
-0.002126
-0.337474
2.387631
0.011566
0.785323
1.305291
-0.183833
-0.429727
0.2053
0.8558
0.6716
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.012537
-0.077233
0.568517
7.110648
-19.75743
2.399402
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.052186
0.547758
1.820595
1.966860
0.139654
0.870424
Lampiran – 5
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
UJI OTOKORELASI
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
52.08246
21.14338
Probability
Probability
0.000000
0.256314
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LPDRB
LSBP
LINF
RESID(-1)
RESID(-2)
0.044274
0.093114
-0.116771
0.102982
1.066758
0.210990
0.860832
0.039139
0.273648
0.076629
0.226204
0.307725
0.051432
2.379083
-0.426720
1.343907
4.715912
0.685646
0.9595
0.0280
0.6744
0.1948
0.0002
0.5012
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.845735
0.805139
0.190083
0.686497
9.464399
2.201011
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-1.00E-15
0.430606
-0.277152
0.015378
20.83298
0.000000
Lampiran – 6
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
UJI HETEROKEDASTISITAS
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
2.557982
11.50589
Probability
Probability
0.057067
0.073944
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Sample: 1980 2004
Included observations: 25
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
LPDRB
LPDRB^2
LSBP
LSBP^2
LINF
LINF^2
-18.62209
-0.398120
0.151645
10.98167
-1.668276
1.257039
-0.390979
25.14827
0.312993
0.096752
15.45733
2.373220
0.581146
0.179027
-0.740492
-1.271976
1.567349
0.710450
-0.702959
2.163033
-2.183913
0.4686
0.2196
0.1344
0.4865
0.4911
0.0442
0.0424
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.460236
0.280314
0.294828
1.564623
-0.833076
1.263106
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.178005
0.347534
0.626646
0.967931
2.557982
0.057067
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Mohammad Yusuf : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di
Sumatera Utara, 2009
Download