konsepsi dan aktualisasi

advertisement
KONSEPSI DAN AKTUALISASI
KEBIJAKAN EKONOMI KERAKYATAN
BAGI PEREMPUAN INDONESIA1
Amelia Hayati, SSi.,MT.2
Abstrak
Ekonomi Kerakyatan adalah upaya memberdayakan (kelompok/satuan) ekonomi
yang mendominasi struktur dunia usaha. Di Indonesia, ekonomi kerakyatan
dijelaskan sebagai kesatuan besar individu aktor ekonomi dengan jenis kegiatan
usaha yang sederhana, manajemen usaha yang belum bersistem, dan bentk
kepemilikan usaha secara pribadi. Landasan hukum untuk ekonomi kerakyatan
ini ada pada Propenas dalam UU no. 25/2000. Implementasi ekonomi kerakayatan
yang paling sesuai saat ini adalah koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM). Kedua jenis usaha ini merupakan instrumen pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Perempuan sebagai bagian dari masyarakat merupakan potensi yang
sangat besar untuk memperkuat ekonomi pada sektor koperasi dan UMKM ini.
Diperkirakan lebih dari separuh jumlah UMKM di Indonesia digerakkan oleh
perempuan. Contoh riilnya, hingga saat ini anggota IWAPI yang mayoritas
bergerak pada sektor koperasi dan UMKM sudah memiliki anggota sekitar 30.000
orang yang tersebar di 30 Provinsi dan 256 Kabupaten/Kota.
Kata Kunci : Ekonomi Kerakyatan, Perempuan, Koperasi, UMKM.
I. Pendahuluan
Ekonomi adalah ilmu yang mengelola segala sumberdaya baik manusia maupun
alam dengan kategori langka untuk tujuan efisiensi dan efektivitas (Samuelson, 2005).
Rakyat adalah kumpulan kebanyakan individu dengan ragam ekonomi yang relatif sama
(Fredrik Benu, 2002). Sedangkan kerakyatan adalah segala sesuatu hal yang melibatkan
rakyat/publik/orang banyak (Prof. Mubyarto, 2000).
Ekonomi rakyat adalah suatu usaha yang mendominasi ragaan perekonomian
rakyat. Menurut ahli ekonomi kerakyatan di Indonesia, yaitu Prof. Mubyarto dari UGM
dan Bapak Adi Sasono, mantan Mentri UMKM jaman Habibie, disepakati bahwa istilah
ekonomi kerakyatan berarti upaya memberdayakan (kelompok/satuan) ekonomi yang
mendominasi struktur dunia usaha yang dikelola oleh dan untuk sekelompok
masyarakat banyak (rakyat). Terjemahan bebas mengenai ekonomi kerakyatan di
Indonesia ini adalah kesatuan besar individu aktor ekonomi dengan jenis kegiatan usaha
yang sederhana, manajemen usaha yang belum bersistem dan bentuk kepemilikan usaha
secara pribadi. Landasan hukum untuk ekonomi kerakyatan ini ada pada Program
Pembangunan Nasional (Propenas) UU No. 25 Tahun 2000.
1
Disajikan pada acara Peningkatan Wawasan Kebangsaan, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan
Masyarakat Daerah (BKBPMD) Provinsi Jawa Barat, Tasikmalaya 23 Juli 2008.
2
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNPAD, Peneliti pada Pusat Penelitian Peranan Wanita (P3W),
Lembaga Penelitian UNPAD.
1
II. Implementasi Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi rakyat tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi
di sekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun atau
dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumber daya alam,
sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Namun pada saat perekonomian Indonesia
dilanda krisis moneter mulai pada pertengahan tahun 1997 lalu, terbukti ekonomi rakyat
yang tidak mengandalkan sistem moneter terutama terhadap US $, sebagian besar usaha
rakyat tersebut mampu bertahan dan melanjutkan usahanya hingga saat ini.
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat
dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam
pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak
dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD
1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat
yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus
ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia.
Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian
demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam
penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau
penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah
yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi
semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh
negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang
berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh
ada di tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah
pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Hasil penelitian Laica Marzuki (Unhas, 1999), menjelaskan bahwa ekonomi
kerakyatan saat ini adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat,
dimana ekonomi rakyat sendiri adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat
kebanyakan yang secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat
diusahakan yang selanjutnya disebut usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Menurut Mardi Yatmo Hutomo3 (2003), ada 4 (empat) alasan mengapa ekonomi
3
Staf Ahli pada Proyek Pengembangan Prasarana Perdesaan di Bappenas, dan staf pengajar Universitas
Wangsa Manggala Yogyakarta.
2
kerakyatan perlu dijadikan paradigma baru dan strategi batu pembangunan ekonomi
Indonesia. Keempat alasan, dimaksud adalah:
1. Karakteristik Indonesia
Pengalaman keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil, meniru
konsep pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa Barat dan
Amerika, ternyata bagi negara-negara berkembang lainnya, yang menerapkan konsep
yang memberikan hasil yang berbeda. Dengan mengandalkan dana pinjaman luar negeri
untuk membiayai pembangunan, mengandalkan investasi dari luar negeri, memperkuat
industri substitusi ekspor, selama dua sampai tiga dasawarsa memang berhasil
mendorong pertumbuhan output nasional yang cukup tinggi dan memberikan lapangan
kerja cukup luas bagi rakyat. Walaupun Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu
dari delapan negara di Asia sebagai Asian Miracle atau negara Asia yang ajaib, karena
tingkat pertumbuhan ekonominya yang cukup mantap selama tiga dasa warsa, tetapi
ternyata sangat rentan dengan terjadinya supply shock. Krisis mata uang Bath di
Thailand, ternyata dengan cepat membawa Indonesia dalam krisis ekonomi yang serius
dan dalam waktu yang amat singkat, ekonomi Indonesia runtuh.
Fakta ini menunjukkan kepada kepada kita, bahwa konsep dan strategi
pembangunan ekonomi yang berhasil diterapkan di suatu negara, belum tentu akan
berhasil bila diterapkan di negara lain. Teori pertumbuhan Harrod-Domar, teori
pertumbuhan Rostow, teori pertumbuhan David Romer, teori pertumbuhan Solow,
dibangun dari struktur masyarakat pelaku ekonomi yang berbeda dengan struktur
ekonomi masyarakat Indonesia. Setiap teori selalu dibangun dengan asumsi-asumsi
tertentu, yang tidak semua negara memiliki syarat-syarat yang diasumsikan. Itulah
sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat, stabil dan berkeadilan,
tidak dapat menggunakan teori generik yang ada. Kita harus merumuskan konsep
pembangunan ekonomi sendiri yang cocok dengan tuntutan politik rakyat,
tuntutan konstitusi kita, dan cocok dengan kondisi obyektif dan situasi subyektif
kita.
2. Tuntutan Konstitusi
Walaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang
seharusnya dibangun, belum cukup jelas sehingga tidak mudah untuk dijabarkan bahkan
dapat diinterpretasikan bermacam-macam (semacam ekonomi bandul jam, tergantung
siapa keyakinan ideologi pengusanya); tetapi dari analisis historis sebenarnya makna
atau ruhnya cukup jelas4. Ruh tata ekonomi usaha bersama uang berasas kekeluargaan
adalah tata ekonomi yang memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk
berpartisipasi sebagai pelaku ekonomi. Tata ekonomi yang seharusnya dibangun adalah
bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli. Tata ekonomi yang
dituntut konstitusi adalah tata ekonomi yang memberi peluang kepada seluruh rakyat
atau warga negara untuk memiliki aset dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional
adalah tata ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus
diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh sektor
private atau sektor non pemerintah. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun
dalam penjelasan pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu harus
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.
4
Pasal 27 UUD 1945: bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak. Pasal 33 1945: bahwa ekonomi nasional disusun dalam bentuk usaha
bersama yang berasaskan kekeluargaan.
3
3. Fakta Empirik
Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai tukar
rupiah terhadap dolar, ternyata tidak sampai melumpuhkan perekonomian nasional.
Bahwa akibat krisis ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi hampir tidak
dapat dikendalikan, ekspor menurun (khususnya ekspor produk manufaktur), impor
barang modal menurun, produksi barang manufaktur menurun, pengangguran
meningkat, adalah benar. Tetapi itu semua ternyata tidak berdampak serius terhadap
perekonomian rakyat yang sumber penghasilannya bukan dari menjual tenaga kerja.
Usaha-usaha yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak yang produknya
tidak menggunakan bahan impor, hampir tidak mengalami goncangan yang berarti.
Fakta yang lain, ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital, ternyata
ekonomi Indonesia mampu tumbuh 3,4 persen pada tahun 1999. Ini semua
membuktikan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh kalau pelaku ekonomi dilakukan
oleh sebanyak-banyaknya warga negara.
4. Kegagalan Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama 32 tahun lebih, dilihat
dari satu aspek memang menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik. Walaupun dalam
periode tersebut, kita menghadapi 2 kali krisis ekonomi (yaitu krisis hutang Pertamina
dan krisis karena anjloknya harga minyak), tetapi rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional masih di atas 7 persen pertahun. Pendapatan perkapitan atau GDP perkapita
juga meningkat tajam dari 60 US dolar pada tahun 1970 menjadi 1400 US dolar pada
tahun 1995. Volume dan nilai eksport minyak dan non migas juga meningkat tajam.
Tetapi pada aspek lain, kita juga harus mengakui, bahwa jumlah penduduk miskin
makin meningkat5, kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan atar daerah
makin lebar, jumlah dan ratio hutang dengan GDP juga meningkat tajam 6, dan
5
Menurut data statistik, pada tahun 1970 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai sekitar 60
juta orang. Tahun 1990 jumlah penduduk miskin turun menjadi 27,2 juta jiwa dan pada tahun 1993
jumlah penduduk miskin turun 25,5 juta jiwa. Pada awal krisis ekonomi yaitu tahun 1996 jumlah
penduduk miskin tinggal 15,5 juta jiwa. Perhitungan sesitivitas dari data Sesenas menunjukkan
bahwa bila batas garis kemiskinan dinaikkan dari pendapatan Rp 930 perhari untuk kota dan Rp 608
hari untuk desa, menjadi Rp 1.000,- per hari, maka jumlah orang miskin di Indonesia akan meningkat
dari 25,5 juta menjadi 77 juta. Dari 77 juta ini 67 juta adalah orang yang tinggal di perdesaan dan 10
juta tingal di perkotaan. Bila analisis sensitivitas ini dilanjutkan dengan melihat jumlah penduduk
Indonesia yang mengkonsumsi di bawah Rp 2.000 per hari atau Rp 60.000,- per bulan, maka dari data
Susenas tahun 1993, jumlah orang yang hidup dengan konsumsi di bawah Rp 2.000,- per hari
mencapai 82persen penduduk Indonesia. Fakta empirik ini setidaknya dapat digunakan sebagai acuan
untuk mempertanyakan relevansi dan
efektivitas program-program khusus penganggulangan
kemiskinan. Hasil SUSENAS tahun 1996 yang dilakukan oleh BPS, dari 26 propinsi, hanya ada satu
propinsi, yaitu propinsi Kalimantan Tengah, yang jumlah penduduknya miskinnya tidak bertambah
bila dibandingkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1993 dengan tahun 1996. Sedang di 25
propinsi lainnya jumlah penduduk miskinnya meningkat. Kemudian kalau dilihat sebaran kabupaten
yang penduduk miskinnya meningkat, maka persentasenya mencapai 36,08persen dari total
kabupaten yang ada. Artinya, dari total kabupaten yang ada, ada 36,08persen kabupaten yang
jumlah penduduk miskinnya bertambah, bila dibandingkan jumlah penduduk miskin tahun 1993
dengan jumlah penduduk miskin tahun 1996. Perubahan kesenjangan pendapatan antar golongan
penduduk, dari data SUSENAS tahun 1996, ternyata persentase kabupaten yang kesenjangan
pendapatan masyarakatnya makin buruk mencapai 50,52persen dari total kabupaten. Dari 26 propinsi
(Tabel 1), hanya propinsi DKI Jakarta yang kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk
mengalami perbaikan di semua kota. Sedang di 25 propinsi lainnya, kesenjangan pendapatan antar
golongan penduduk justru makin buruk di beberapa kabupaten/kota. Di Propinsi Jawa Timur
misalnya, 44,44persen kabupaten, kesenjangan pendepatan antar golongan penduduk justru makin
memburuk dari tahun 1993 hingga tahun 1996.
6
Pada tahun 2001, resio hutang terhadap PDB telah mencapai 90persen.
4
pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil warga negara juga
meningkat.
Walaupun berbagai program penanggulangan kemiskinan telah kita
dilaksanakan, program 8 jalur pemerataan telah kita canangkan, tetapi ternyata
semuanya tidak mampu memecahkan masalah-masalah dimaksud. Oleh sebab itu, yang
kita butuhkan saat ini sebenarnya bukan program penanggulangan kemiskinan, tetapi
merumuskan kembali strategi pembangunan yang cocok untuk Indonesia. Kalau strategi
pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka sebenarnya semua program
pembangunan adalah sekaligus menjadi program penanggulangan kemiskinan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan ekonomi kerakyatan ini adalah
:
1. Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan
berkepribadian yang berkebudayaan
2. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
3. Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
4. Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
Untuk kondisi Provinsi Jawa Barat, Gubernur Terpilih Periode 2008 – 2013,
memiliki misi untuk meningkatkan perekonomian rakyat yang tertuang dalam misi
Gubernur ke 2,4 dan 5 pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Jawa Barat, yaitu :
 Memfokuskan pada pembangunan nyata perekonomian masyarakat berbasis
agroindustri dan bahari yang berwawasan lingkungan,
 Menumbuhakan investasi dalam negeri yang mampu secara langsung mengangkat
perekonomian dan kesejahteraan rakyat,
 Memperkuat pemberdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi, sosial,
politik dan perlindungan terhadap anak.
III. Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Ekonomi kerakyatan yang dianggap paling sesuai untuk kondisi dan
karakteristik negara Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat adalah Koperasi dan
UMKM. Koperasi adalah bentuk aplikasi secara nyata untuk ekonomi kerakyatan.
Menurut Suryadarma Ali (Menteri Koperasi Sekarang), koperasi merupakan instrumen
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sedangkan menurut Agung Bharata (Bupati
Gianyar, Bali), koperasi merupakan usaha yang diyakini mampu menjawab kendala
pembangunan, yaitu kemiskinan.
Menurut Prof. Yuyun Wirasasmita, MSc., dalam buku “Analisis Ekonomi Jawa
Barat”, Penerbit UNPAD Press, Bandung, 2003.
“Kewirausahaan dan wirausaha merupakan faktor produksi aktif yang dapat
menggerakkan dan memanfaatkan sumberdaya lainnya seperti sumberdaya alam, modal
dan teknologi, sehingga dapat menciptakan kekayaan dan kemakmuran, yaitu melalui
penciptaan lapangan kerja,penghasilan dan produk yang diperlukan masyarakat, karena
itu pengembangan kewirausahaan merupakan suatu keharusan di dalam pembangunan.”
Menurut Dr.Nunuy Nur Afiah,dkk.,dalam buku “Analisis Ekonomi Jawa Barat”,
Penerbit UNPAD Press, Bandung, 2003.
5
”Definisi UKM berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995, usaha kecil menengah memiliki
kriteria sebagai berikut :
• Kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha
• Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 milyar
• Milik Warga Negara Indonesia (WNI)
• Berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusaan yang dimiliki atau
dikuasai oleh perusahaan besar
• Bentuk usaha orang per orang, badan usaha berbadan hokum atau tidak, termasuk
koperasi.
• Untuk sektor industri, memiliki total asset maksimal Rp. 5 milyar
• Untuk sektor non industri memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 600 juta
(tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan
tahunan maksimal Rp. 3 milyar pada usaha yang dibiayai.
Kelebihan UMKM adalah UMKM pada kenyataannya mampu bertahan dan
mengantisipasi kelesuan perekonomian yang disebabkan inflasi atau berbagai faktor
penyebab lainnya. Tanpa subsidi maupun proteksi, UMKM mampu menambah devisa
negara khususnya industri kecil di sektor non-formal dan mampu berperan sebagai
penyangga dalam perekonomian masyarakat kecil lapisan bawah. Sedangkan
Kelemahan UMKM dan hambatannya terutama dalam pengelolaan usaha kecil
umumnya berkaitan dengan faktor internal seperti, manajemen perusahaan, keterbatasan
modal, pembagian kerja yang tidak proporsional serta strategi pemasaran yang kurang
mampu bersaing. UMKM juga seringkali harus menghadapi mekanisme pasar yang
tidak seimbang serta struktur pasar yang berlapis.
Namun, dengan penangan yang terpadu dan terarah untuk mengembangkan
potensi usaha bagi Koperasi dan UMKM ini, diperkirakan menjadi asset ekonomi
bangsa yang sangat besar dan memicu laju pertumbuhan ekonomi di masa depan serta
mampu mnegurangi kesenjangan distribusi pendapatan.
IV. Perempuan, Koperasi dan UMKM
Di era globalisasi ini, perempuan Indonesia mempunyai peluang dan kesempatan
yang sangat besar untuk berkembang. Peluang dan kesempatan itu ditunjang pula oleh
kondisi perubahan pandangan tentang citra perempuan dan pengakuan oleh lingkungan
sosial terhadap keberadaan perempuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal
tersebut di atas sejalan dan atau disertai pula dengan tuntutan pembangunan nasional
yang memerlukan peran serta seluruh warga Negara Indonesia dalam berbagai bidang
kegiatan pembangunan. Sebagai bagian integral dari warga Negara Indonesia, kaum
perempuan juga dituntut untuk ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan nasional.
Menurut APCTT (APCTT = ASIAN AND PACIFIC CENTRE FOR TRANSFER
OF TECHNOLOGY (WED, 2007), pada Abad ke-21 ini adalah abad dimana
“Lingkungan dunia sangat ramah terhadap Pengusaha Perempuan” atau diistilahkan
sebagai “Womenomics Century”. Hal itu disebabkan karena :
1. Proses globalisasi secara progresif mengurangi kendala pada kewirausahaan
perempuan,
2. Dengan berkembangnya ICT memungkinkan perempuan bekerja dari rumah tanpa
meninggalkan keluarga,
6
3. Perempuan memiliki kesempatan yang lebih besar dalam ruang pasar global untuk
berkembang menjadi entrepreneur, manager and investor.
Pemberdayaan perempuan dalam ekonomi sebagaimana misi Gubernur Jawa
Barat saat ini bisa dilakan dengan Transformasi Ekonomi pada kewirausahaan
Perempuan. Perempuan dari semua latar belakang sosial-ekonomi banyak yang bergerak
pada kewirausahaan. Pada mayoritas sektor industri jasa, perempuan perlu didukung
untuk bergerak di bisnis ventura. Saat ini terjadi pergeseran dari sektor tradisional ke
sektor modern termasuk untuk pengembangan manajemen dan teknis, perempuan
memiliki kesempatan besar untuk bergerak pada perubahan teknologi yang digunakan.
Pada era glabalisasi saat ini, penggunaan ICT untuk perdagangan internasional sangat
menguntungkan kewirausahaan perempuan.
Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dimulai dari sektor
rumah tangga telah mampu menggali berbagai potensi ekonomi daerah yang
sebelumnya tidak terungkap, melalui kreativitas dan inovasi. Ibu rumah tangga atau
perempuan pada umumnya berperan besar dalam keberhasilan Koperasi dan terutama
untuk UMKM. Keuntungan Kperasi dan UMKM ini adalah antara lain, dapat dilakukan
dengan lebih bebas dan pada tempat yang mungkin saja disekitar tempat tinggal,
sehingga tidak terlalu lama meninggalkan keluarga atau sewaktu-waktu dapat saja
kembali menengok anak-anaknya/ keluarga. Pada beberapa kasus UMKM, upaya ini
pun menjadi perekat keluarga karena suami ikut bersama-sama membangun usaha
bisnis keluarga.
Kekuatan ekonomi perempuan yaitu :
• Perempuan sama dengan laki-laki dalam hal tanggung-jawab dalam menjalankan
bisnis/usaha, tetapi perempuan lebih disiplin dalam mencicil utang/pinjaman modal
(contoh kasus : Grameen Bank di Pakistan, 90% nasabahnya adalah perempuan)
• Perempuan juga pada saat memiliki kewirausahaan harus tetap mengerjakan
pekerjaan rumah dan mengawasi anak-anak.
• Perempuan sebagai manajer lebih komprehensif dalam mengelola kewirausahaan
• Perempuan juga lebih cermat dalam melihat potensi pasar dan mengelola keuangan
• Perempuan lebih sabar dalam menghadapi tantangan dalam bisnis
• Mengembangkan kewirausahaan perempuan sangat berarti bagi pengembangan
sumber daya manusia yang potensial
Kelemahan/kendala pada kewirausahaan perempuan
1. Kendala secara umum :
• Keterbatasan akses terhadap pemodalan
• Kekurangan SDM (Perempuan) yang terampil
• Keterbatasan infrastruktur dasar, seperti :jalan, komunikasi, listrik, dan air
• Keterbatasan kemampuan manajerial dan kecakapan teknis produksi untuk
meningkatkan daya saing di pasaran
• Keterbatasan fasilitas terhadap informasi dan teknis pemasaran
• Keterbatasan kemampuan untuk menangkap peluang pasar
• Keterbatasan biaya untuk penelitian terhadap pengembangan teknologi untuk bahan
hasil bumi
• Kelangkaan bahan baku
• Ketergantungan terhadap jasa perantara
7
2.
•
•
•
•
•
Kendala secara pribadi :
Mobilitas rendah
Kurang Percaya Diri
Rendahnya pendidikan Formal dan Informal yang mendukung kewirausahaan
Pengaruh kultur lingkungan sosial dan keluarga
Kemampuan mengorganisasi yang rendah
Jika kekuatan kewirausahaan pada perempuan ini bisa dikembangkan dan
kelemahannya mampu dieliminasi, maka potensi ekonomi pada perempuan di masa
depan mampu menjadi aset ekonomi potensial terbesar bagi negara Indonesia.
V. Kesimpulan
Ekonomi kerakyatan yang paling sesuai dengan karakteristik Indonesia,
tuntutan Konstsitusi bangsa, fakta empirik dan akibat dari kegagalan pembangunan
ekonomi periode sebelumnya, yaitu ekonomi yang melibatkan rakyat banyak terkait
dengan potensi sumber daya alam dan sumberdaya manusianya. Implementasi ekonomi
kerakyatan tersebut dalam bentuk Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) yang diperkirakan mampu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan
distribusi pendapatan sekaligus mengurangi kesenjangan. Pemberdayaan perempuan
Indonesia dalam bidang ekonomi saat ini dianggap cukup berhasil. Perempuan dewasa
dengan segala kelebihan dan kekurangannya diperkirakan mengelola lebih dari separuh
jumlah Koperasi dan UMKM di Indonesia saat ini. Sebagi contoh, Ikatan Wanita
Pengusaha Indonesia ( IWAPI) yang mayoritas bergerak di sektor UMKM, sudah
memiliki anggota 30.000 orang yang tersebar di 20 Provinsi dan 256 Kabupaten/Kota
se Indonesia. Walaupun kewirausahaan peempuan ini memiliki kelebihan dan banyak
sekali kelemahannya, jika kekuatan kewirausahaan pada perempuan ini bisa
dikembangkan dan kelemahannya mampu dieliminasi, maka potensi ekonomi pada
perempuan di masa depan mampu menjadi aset ekonomi potensial terbesar bagi negara
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sasono. 1999. Ekonomi Jaringan : Menuju Demokratisasi Ekonomi di Indonesia.
Konferensi Internasional Demokrasi Ekonomi. Jakarta.
Amelia Hayati. 2008. Pemberdayaan Kekuatan Ekonomi Perempuan Indonesia.
Orientasi Pembauran Bangsa, BKBPMD Prov. Jawa Barat.
Arixs. 2007. Atasi Kemiskinan Bangun Ekonomi Kerakyatan.Dnas Koperasi dan UKM
Prov. Bali. Denpasar.
Fedrik Benu. 2002. Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat : Suatu
Kajian Konseptual. Seminar Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Univ. Nusa
Cendana. Kupang.
Laica Marzuki. 1999. Penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan Dalam Kerangka
Paradigma Pembangunan Kemandirian Lokal. Univ.Hasanuddin. Makasar.
Mardi Yatmo Hutomo. 2003. Konsep Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta.
Mubyarto. 2007. Ekonomi Kerakyatan dalam Era Glabalisasi. UGM. Yogyakarta.
Mubyarto. 2004. Capres/Cawapres dan Ekonomi Rakyat. UGM. Yogyakarta.
Rina Fahmi Idris. 2008. Mengawal Demokrasi Ekonomi. IWAPI. Jakarta.
Samuelson-Nordhaus. 2005. Economics. 16th Edition. Mc Graw Hill.
8
Download