this PDF file

advertisement
PERANAN BAURAN PEMASARAN JASA PENDIDIKAN TERHADAP UPAYA
MENINGKATKAN EKUITAS MEREK BERBASIS PELANGGAN PERGURUAN TINGGI
(STUDI PADA PERGURUAN TINGGI DI JAWA BARAT)
Puspo Dewi Dirgantari
Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
ABSTRACT
West Java province dominates the growth rate of universities in Indonesia, but the number of college students
has decreasing. Similarly, the people's preference for universities in West Java as an excellent college and the
best universities in Indonesia is still low. These problems show that customer based brand equity of colleges in
West Java is not optimal. This study conducted in 2013-2014 and uses a management science approach of
marketing. The method used in this study is descriptive survey and explanatory survey. The data used primary
and secondary data that was collected through questionnaires and documentation. The data analysis used
Stuctural Equation Model (SEM). The results of this study revealed that the marketing mix of educational
services has a positive influence on the customer based brand equity of higher education in West Java. The
dimensions of customer-based brand equity, especially brand performance dimension, should be getting more
attention in order to increase performance and the factors are: facilities, meeting the students need, the speed
of service, courtesy, and tuition money. This research is part of my dissertation.
Keywords:
Marketing Mix of Education Services; Customer Based Brand Equity.
PENDAHULUAN
Pendidikan Tinggi adalah jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program diploma, program sarjana,
program magister, program doktor, dan program
profesi,
serta
program
spesialis,
yang
diselenggarakan
oleh
perguruan
tinggi
berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia[1].
Sedangkan Perguruan Tinggi adalah satuan
pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan
Tinggi. Bentuk Perguruan Tinggi antara lain: (1)
Universitas, (2) Institut, (3) Sekolah Tinggi, (4)
Politeknik, (5) Akademi, (6) Akademi
Komunitas[2].
Setiap tahun perguruan tinggi di
Indonesia terus bertambah jumlahnya. Kenaikan
ini berdampak pula pada meningkatnya persaingan
diantara perguruan tinggi itu sendiri. Lokasi
perguruan tinggi di Indonesia untuk tingkat daerah
didominasi wilayah provinsi Jawa Barat dan
Banten dengan proporsi 15,6% dari perguruan
tinggi di seluruh Indonesia dengan status
kepemilikan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan
Perguruan Tinggi Swasta (PTS)[3], namun jumlah
mahasiswa di perguruan tinggi di Jawa Barat
malah menurun.
TABEL 1
PERKEMBANGAN JUMLAH PERGURUAN
TINGGI DI INDONESIA TAHUN 2005 - 2012
JUMLAH PERGURUAN
TAHUN
TINGGI
2005
2.428
2006
2.581
2008
2.929
2010
3.098
2012
3.216
(Sumber: http://pdpt.dikti.go.id/, Diakses Tanggal
01 Juni 2013 Pukul 10.00 WIB)
Naik turunnya jumlah mahasiswa PTS di
Jawa Barat ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain jika dilihat di setiap perguruan tinggi,
pada tahun 2013 sekitar 55 perguruan tinggi swasta
(PTS) di Jawa Barat dalam kondisi kritis karena
hanya memiliki sedikit mahasiswa. Bahkan di
salah satu PTS jumlah mahasiswanya hanya 50
orang, hal tersebut sangat menyulitkan untuk
menjamin keberlangsungan PTS tersebut, karena
PTS hidup dari dana mahasiswa dan yayasan. Jika
penerimaan mahasiswa sangat sedikit, maka sulit
bagi PTS tersebut untuk berkembang. Salah satu
yang menyebabkan PTS sulit untuk memperoleh
mahasiswa, karena perguruan tinggi negeri (PTN)
terlalu banyak menerima mahasiswa baru. Bahkan
22
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
salah satu PTN bisa menerima hingga 10.000
mahasiswa baru[4].
TABEL 2
JUMLAH MAHASISWA PTS DI
JAWA BARAT TAHUN 2009 – 2013
TAHUN
JUMLAH MAHASISWA
2009
398.466
2010
230.564
2011
484.781
2012
520.023
2013
387.628
(Sumber: Data Diolah)
Sedangkan
perkembangan
jumlah
mahasiswa PTN di Jawa Barat dari tahun 2005 –
2010 mengalami kenaikan tetapi menurun pada
tahun 2011. Pada tahun 2010 sebanyak 181.055
mahasiswa turun menjadi 112.191 mahasiswa. Hal
ini menunjukan bahwa kedudukan PTN yang
favorit belum tentu selalu baik, karena statusnya
yang favorit, dan memilih mahasiswanya selalu
yang terbaik, sehingga untuk menghasilkan
sarjana-sarjana yang terampil, cerdas, berwawasan
luas dan andal itu tidak sulit. Ini membuat PTN
terbuai dan lama tidak berusaha melakukan perubahan apa pun untuk bersaing secara nasional dan
internasional[5].
TABEL 3
JUMLAH MAHASISWA PTN DI
JAWA BARAT TAHUN 2005 – 2011
TAHUN
JUMLAH MAHASISWA
2005
27.700
2006
39.400
2007
59.400
2008
80.600
2009
121.255
2010
181.055
2011
112.191
(Sumber: Data Diolah)
Di saat persaingan antar perguruan tinggi
semakin tinggi, peringkat perguruan tinggi di
Indonesia khususnya di Jawa Barat menurun di
mata dunia termasuk di Asia. Padahal secara
implisit Mendiknas Bambang Sudibyo (Kabinet
Tahun 2004-2009) menyatakan bahwa pengertian
berkualitas atau tidak dari sebuah kampus harus
dilihat dari hasil kompetisi antara satu kampus
dengan kampus lainnya. Alur logika yang
digunakan bahwa kampus berkelas internasional
adalah yang memiliki peringkat bagus dalam
kompetisi tersebut, dan kompetisi yang dimaksud
tiada lain adalah kompetisi internasional.
Sedangkan Wakil Rektor Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan IPB, Yonny Koesmaryono
menyatakan bahwa agar 50 universitas unggulan di
Indonesia masuk world class university, maka
mereka harus berlomba mendapat pengakuan
internasional melalui akreditasi internasional.
Pengakuan internasional terhadap sebuah
universitas akan sangat berdampak positif pada
kinerja setiap unit yang harus selalu prima.
Pernyataan tersebut juga mengindikasikan
perlunya kampus masuk dalam percaturan global
dan kemudian dinilai untuk mendapatkan
pengakuan lembaga internasional[6].
Selain
itu,
masyarakat
memiliki
preferensi dan persepsi tersendiri dalam menilai
suatu perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Pada
tahun 2013 hanya 2 PTS dan 3 PTN di Jawa Barat
yang termasuk PTN dan PTS terfavorit pilihan
masyarakat di Indonesia yang secara implisit
diidentikan pula sebagai perguruan tinggi terbaik
tahun 2013. Hal ini terjadi salah satunya karena
kualitas sebagian besar PTS di tanah air khususnya
wilayah IV ternyata cukup memprihatinkan.
Seperti yang diungkapkan oleh Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IV
Jawa Barat (Jabar) dan Banten, Abdul Hakim
Halim menyebutkan, sebagian besar PTS di
wilayahnya masuk kategori tidak sehat. Di wilayah
IV ada 466 PTS aktif dan 16 PTS tidak aktif.
Jumlah program studi (prodi) mencapai 1.266 unit,
yakni 565 unit sedang dalam proses akreditasi, dan
196 unit tidak mengajukan reakreditasi[7].
Sehingga calon mahasiswa harus benar-benar jeli
memilih perguruan tinggi swasta (PTS).
TABEL 4
PERGURUAN TINGGI TERFAVORIT DI
INDONESIA TAHUN 2013
NO
PTN
PTS
1
Universitas
Universitas
Indonesia
Trisakti
2
Univesitas Gajah
Universitas
Mada
Gunadarma
3
Institut Teknologi IT Telkom
Bandung
4
Institut Pertanian
Universitas
Bogor
Parahyangan
5
Institut Teknologi Ubinus
Sepuluh
November
6
Universitas
Universitas Dian
Airlangga
Nuswantoro
7
Universitas
Universitas
Brawijaya
Tarumanagara
23
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
NO
8
PTN
PTS
Universitas
STIE Perbanas
Diponegoro
9
Universitas
Universitas Islam
Padjajaran
Sultan Agung
10 Universitas
Universitas Islam
Sumatera Utara
Indonesia
(Sumber: Pusat Data dan Analisa Tempo, 2013)
Sedangkan tingkat awareness atau
tingkat pengenalan masyarakat terhadap perguruan
tinggi di Indonesia untuk PTN pada peringkat 1
dan 2 adalah Universitas Indonesia dan Universitas
Gajah Mada sedangkan untuk PTS adalah IT
Telkom dan Universitas Gunadarma. Hal ini
menunjukan bahwa perguruan tinggi-perguruan
tinggi tersebut yang paling diingat keberadaannya
oleh masyarakat. Dari 457 PTS di Jawa Barat dan
Banten hanya IT Telkom yang masuk 12 teratas
perguruan tinggi yang paling diingat oleh
masyarakat dan 3 PTN dari 9 PTN di Jawa Barat
dan Banten yang masuk 12 teratas perguruan tinggi
yang paling diingat oleh masyarakat yaitu Institut
Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian
Bogor (IPB) dan Universitas Padjajaran (Unpad).
Awareness
UI
UGM
ITB
USAKTI
IPB
UNAIR
ITS
UNDIP
UNIBRAW
IT TELKOM
UNPAD
GUNADARMA
98%
88%
83%
71%
69%
57%
55%
47%
47%
44%
44%
44%
2%
12%
17%
29%
31%
43%
45%
53%
53%
56%
56%
56%
Aware
(Sumber: Pusat Data dan Analisa Tempo, 2013)
GAMBAR 1
TINGKAT AWARENESS MASYARAKAT
TERHADAP PERGURUAN TINGGI DI
INDONESIA TAHUN 2013
Tingkat awareness atau pengenalan
masyarakat terhadap nama-nama perguruan tinggi
tersebut diukur dalam tiga level, yaitu top of mind
(TOM), spontanitas, dan aided. Level pertama
adalah nama perguruan tinggi yang disebut
pertama kali. Ini level tertinggi karena
menunjukkan nama yang paling diingat dan
tertanam di benak. Level kedua menunjukkan
semua nama yang diingat secara spontan tanpa
dibantu, hanya diberi waktu untuk mengingat.
Adapun level ketiga adalah level terendah
penyebutan nama dengan alat bantu berupa
showcard atau dengan bantuan penyebutan nama.
Berdasarkan Gambar 2 Universitas
Indonesia (UI) memiliki tingkat awareness paling
tinggi, dikenal oleh 98%. Berarti hanya 2% yang
tidak mengenal universitas itu. Universitas Gadjah
Mada (UGM) berada di urutan kedua, dikenal oleh
88%. Urutan ketiga dan keempat diduduki Institut
Teknologi Bandung (83%) dan Universitas
Trisakti (71%). Komposisi terbesar UI berada pada
level spontanitas (65%). Artinya, kelompok ini
tidak menyebut UI pertama kali, tapi UI tetap
disebut setelah mereka menyebutkan nama-nama
perguruan tinggi lain lebih dulu. Level yang benarbenar menyebut UI pertama kali (TOM) mencapai
25% dan hanya 8% yang memerlukan bantuan.
Sedangkan komposisi terbesar UGM
berada pada level spontanitas (57%). Komposisi
aided lebih besar dibanding UI, yaitu 19%. Level
yang benar-benar menyebut yang benar-benar
menyebut UGM pertama kali (TOM) lebih kecil
daripada UI, mencapai 12%. Hal ini menunjukan
bahwa persepsi masyarakat terhadap perguruan
tinggi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
mereka khususnya untuk perguruan tinggi di Jawa
Barat belum optimal, padahal di era kompetisi
seperti saat ini, perguruan tinggi khususnya swasta
berlomba-lomba mempromosikan diri untuk
menarik minat calon mahasiswa. Meskipun PTN
masih diminati, kehadiran PTS yang semakin
banyak dengan pilihan beragam jurusan dapat
menambah alternatif pilihan[8].
Tingkat Awarenes
UI
UGM
ITB
USAKTI
IPB
UNAIR
ITS
UNDIP
UNIBRAW
IT TELKOM
UNPAD
GUNADARMA
25%
65%
8%
12%
57%
19%
7%
53%
23%
36%
36%
34% TOM
35%
35%
32%
Spontan
23%
23%
28%
25%
25%
26%
Aided
20%
20%
23%
16%
16%
30%
16%
16%
28%
19%
19%
22%
17%
17%
26%
(Sumber: Pusat Data dan Analisa Tempo, 2013
GAMBAR 2
PEMBAGIAN TINGKAT AWARENESS
MASYARAKAT TERHADAP PERGURUAN
TINGGI DI INDONESIA TAHUN 2013
Beberapa hal tersebut menunjukan
adanya permasalahan belum optimalnya ekuitas
merek berbasis pelanggan perguruan tinggi di Jawa
Barat. Ekuitas merek adalah serangkaian aset dan
24
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
kewajiban merek yang berkaitan dengan sebuah
merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan pada sebuah
produk atau jasa kepada perusahaan atau para
pelanggan perusahaan[9]. Ketika mencerminkan
konsumen atau perspektif pemasaran, ekuitas
merek disebut sebagai ekuitas merek berbasis
konsumen. Mackay et al. (1997, hal. 153) dalam
Ravi Pappu, Pascale G. Quester & Ray W.
Cooksey[10] menyatakan bahwa pendekatan
pemasaran (sering disebut sebagai ekuitas merek
berbasis konsumen) mengacu pada nilai tambah
merek kepada konsumen. Pendekatan pelanggan
ini cenderung berfokus pada nilai yang diciptakan
oleh kegiatan pemasaran seperti yang dirasakan
oleh pelanggan.
Ekuitas
merek
berbasis-pelanggan
(customer-based brand equity) merupakan
pengaruh diferensial yang dimiliki pengetahuan
merek atas respons konsumen terhadap pemasaran
merek
tersebut[11].
Pengetahuan
merek
menciptakan sumber utama untuk ekuitas merek
berbasis pelanggan. Pengetahuan merek terdiri dari
(1) brand awareness, yang berkaitan dengan
kemampuan untuk mengenali atau mengingat
merek dan (2) brand image, yang terdiri dari
persepsi konsumen dan asosiasi untuk merek
(Keller, 1998, hal. 94) dalam Pekka Tuominen[12].
Keller[13] juga berpendapat bahwa dalam
membangun ekuitas merek berbasis pelanggan
juga harus memperhatikan pengembangan
program pemasaran seperti (1) memastikan
persepsi kualitas tingkat tinggi dan menciptakan
citra merek yang kaya dengan menghubungkan
asosiasi yang terkait dengan produk - tangible dan
intangible untuk merek, (2) mengadopsi strategi
harga, (3) mempertimbangkan berbagai pilihan
distribusi langsung dan tidak langsung, (4) mix
pilihan komunikasi pemasaran, (4) memanfaatkan
secondary associations untuk mengimbangi
dimensi yang hilang dari program pemasaran
dengan menghubungkan merek ke entitas lain
seperti perusahaan, saluran distribusi, merek lain,
karakter, juru bicara atau endorser lain, atau
peristiwa yang memperkuat dan meningkatkan
citra merek.
Elemen bauran pemasaran memberikan
kontribusi terhadap ekuitas merek berbasis
pelanggan[14]. Bauran pemasaran merupakan
seperangkat alat pemasaran taktis yang dipadukan
oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang
diinginkan dalam target pasar. Bauran pemasaran
terdiri dari semua tindakan yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mempengaruhi permintaan atas
produknya[15]. Bauran pemasaran jasa pendidikan
terdiri atas: (1) Produk Jasa, (2) Tarif Jasa, (3)
Tempat/Lokasi Pelayanan, (4) Promosi, (5)
Orang/Partisipan, (6) Sarana Fisik, dan (7)
Proses[16].
Beberapa program bauran pemasaran
yang dilakukan oleh perguruan tinggi di Jawa
Barat antara lain setelah melakukan beberapa kali
rapat dengan pimpinan fakultas, akhirnya UNPAD
tidak mensyaratkan bebas difabel pada SNMPTN
2014. Artinya, mereka yang memiliki cacat fisik
boleh mendaftar ke seluruh prodi yang ditawarkan
UNPAD. Warek Bidang Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, Prof. Dr. H. Engkus Kuswarno,
M.S menyampaikan bahwa semula seluruh prodi
(45 prodi) masih mensyaratkan harus bebas difabel
(bebas ketunaan atau calon yang cacat fisik tidak
boleh mendaftar). Pada surat tanggal 10 Maret
2014 UNPAD menyisakan 21 prodi (jumlah prodi
pada kelompok Saintek) yang masih memberikan
syarat bebas buta warna untuk pendaftaran
SNMPTN 2014[17].
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jawa
Barat akan mendapat alokasi pengembangan
Ruang Kuliah Baru (RKB) dari Pemerintah
Provinsi Jawa Barat. Untuk tahun 2013 Gubernur
Jawa Barat berencana mengalokasikan Rp 300 juta
untuk masing-masing PTS di Jawa Barat yang
jumlahnya mencapai 350 institusi. Totalnya
kurang lebih Rp 100 miliar. Masing-masing dapat
sekitar tiga ruang kuliah baru. Program tersebut
merupakan kelanjutan dari peningkatan kualitas
pendidikan di Jawa Barat, terutama pembangunan
Ruang Kuliah Baru[18].
Sebanyak 30 perguruan tinggi di Jawa
Barat dan pemerintah propinsi Jawa Barat
menandatangani MoU program Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Tematik. Penandatanganan
dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad
Heryawan dan pimpinan perguruan tinggi. KKN
Tematik adalah KKN yang orientasi program
kegiatannya
terfokus
untuk
mengatasi
masalah kronis yang memerlukan pemecahan
masalah (problem solving) melalui 40 kegiatan
tematik[19].
Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka perlu diadakan penelitian mengenai: Peranan
Bauran Pemasaran Jasa Pendidikan Terhadap
Upaya Meningkatkan Ekuitas Merek Berbasis
Pelanggan Perguruan Tinggi (Studi Pada
Perguruan Tinggi Di Jawa Barat)
KAJIAN TEORITIS
Pemasaran adalah kegiatan/aktivitas,
mengatur lembaga, dan proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, memberikan dan bertukar
penawaran yang memiliki nilai bagi pelanggan,
25
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
klien, mitra dan masyarakat pada umumnya[20].
“Marketing is the process by which companies
create value for customers and build strong
customer relationships in order to capture value
from customers in return”[21].
Jasa (service) adalah semua tindakan atau
kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak ke pihak
lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak
menghasilkan kepemilikan apapun[22]. Secara
garis besar, menurut Zeithaml dalam Buchari
Alma[23] jasa dikelompokan ke dalam berbagai
jenis, yaitu: 1) Transportasi termasuk didalamnya
kereta api, bus, truk, transportasi air, udara dan
sebagainya, 2) Komunikasi berupa telepon, radio,
dan televisi, 3) Public utilities berupa listrik, gas,
dan kebersihan, 4) Perdagangan besar termasuk
agen-agen dari produsen, 5) Perdagangan eceran
termasuk didalamnya berbagai bentuk pertokoan,
6) Keuangan, asuransi, dan perumahan berupa
simpan pinjam, bursa efek, perusahaan investasi,
usaha pembangunan perumahan, 7) Jasa hotel, 8)
Personal services, 9) Business services, 10) Jasa
parker, 11) Jasa bengkel/reparasi, 12) Jasa bioskop
hiburan dan rekreasi, 13) Jasa di bidang kesehatan,
14) Jasa dibidang hukum, 15) Jasa pendidikan, 16)
Jasa sosial atau masyarakat, 17) Jasa organisasi,
18) Jasa yang ditawarkan oleh pemerintah,
perizinan, keamanan polisi/TNI dan sebagainya
Pemasaran dalam bidang pendidikan
menghasilkan
kepuasan
mahasiswa
serta
kesejahteraan stakeholder lembaga pendidikan
dalam jangka panjang sebagai kunci untuk
memperoleh profit. Hal ini berlaku bagi lembaga
pendidikan yang bergerak di bidang industri jasa
pendidikan maupun maupun industri jasa non
pendidikan. Walaupun terdapat kesamaan tujuan
pada kedua jenis industri tersebut, diperlukan
strategi pemasaran yang berbeda untuk masingmasing jenis industri. Perbedaan strategi tersebut
dipengaruhi oleh ciri-ciri dasar yang berbeda dari
jenis produk yang dihasilkan.
Strategi pemasaran mengacu pada pola
terpadu organisasi untuk menentukan keputusan
penting yang menyangkut perilaku pemasaran atau
tindakan yang ditujukan pada pelanggan untuk
efek afektif tertentu, kognitif dan kecenderungan
perilaku pada mereka menuju penawaran produk
dalam rangka memfasilitasi mereka terlibat dalam
menghasilkan pendapatan transaksional dan
pertukaran relasional dengan organisasi dan
dengan demikian memungkinkan organisasi untuk
mencapai tujuan tertentu[24]. Sedangkan Kotler
and Amstrong[25] menyatakan bahwa “marketing
strategy is the marketing logic by which the
company hopes to create customer value and
achieve profitable customer relationships”. Pada
dasarnya strategi pemasaran memberikan arah
dalam kaitannya dengan variabel-variabel seperti
segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran,
positioning, elemen bauran pemasaran, dan biaya
bauran pemasaran. Strategi pemasaran merupakan
bagian integral dan strategi bisnis yang
memberikan arah pada semua fungsi manajemen
suatu organisasi[26].
Proses strategi pemasaran terdiri atas: (1)
Market, Segments And Customer Valuemempertimbangkan pasar dan analisis pesaing,
segmentasi
pasar,
manajemen
hubungan
pelanggan
strategis,
dan
terus-menerus
mempelajari tentang pasar, (2) Designing Market
Driven Strategy-meneliti konsumen sasaran dan
strategi positioning, strategi pemasaran hubungan
dan inovasi serta strategi produk baru, (3) Market
Driven Program Development-terdiri dari merek,
rantai nilai, harga, promosi dan rancangan strategi
penjualan dan melaksanakan syarat kebutuhan
konsumen sasaran, (4) Implementing And
Managing Market Driven Strategies-implementasi
dan pengawasan rancangan organisasi dan strategi
pemasaran[27].
Bauran pemasaran adalah kombinasi dari
produk, sistem distribusi, struktur harga dan
kegiatan promosi[28]. “Marketing mix is the set of
tactical marketing tools-product, price, place, and
promotion-that the firm blends to produce the
response it wants in the target market”[29]. Bauran
pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran
terkendali yang digunakan institusi untuk
memproduksi/menghasilkan
respon
yang
diinginkan dari berbagai target pasar[30].
Sedangkan bauran pemasaran jasa
pendidikan adalah elemen-elemen organisasi
pendidikan yang dapat dikontrol oleh organisasi
dalam melakukan komunikasi dengan peserta
didik dan akan dipakai untuk memuaskan peserta
didik[31]. Jonathan Ivy[32] menyatakan bahwa
dalam Business School 7P Marketing Mix terdiri
atas: (1) Premiums (Premi), (2) Prominence
(Keahlian/Keunggulan), (3) Promotion (Promosi),
(4) Prospectus, (5) Price (Harga), (6) Programme
(Program), (7) People (Orang)
Salah satu aset tak berwujud adalah
ekuitas yang diwakili oleh merek. Bagi banyak
perusahaan, merek dan segala yang diwakilinya
merupakan aset yang paling penting karena dasar
keuntungan kompetitif dan sumber penghasilan
masa depan. Namun, merek-merek jarang dikelola
secara terkoordinasi, dan tidak ada sikap koheren
yang memandang aset tersebut memang
semestinya dijaga dan diperkokoh[33]. Karena itu,
26
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
tantangan bagi pemasar dalam membangun merek
yang kuat adalah memastikan bahwa pelanggan
memiliki jenis pengalaman yang tepat dengan
produk, jasa dan program pemasaran mereka untuk
menciptakan pengetahuan merek yang diinginkan.
Pengetahuan konsumen-lah yang menimbulkan
perbedaan-perbedaan
yang
kemudian
memanifestasikan diri dalam ekuitas merek.
Dalam pengertian abstrak, kita dapat menganggap
ekuitas merek sebagai alat yang memberikan
“jembatan” strategi vital kepada pemasar dari masa
lalu mereka ke masa depan[34].
Pemasar dan periset menggunakan
berbagai perspektif untuk mempelajari ekuitas
merek.
Pendekatan
berbasis
pelanggan
memandang ekuitas merek dari perspektif
konsumen - baik perorangan maupun organisasi.
Prinsip dari model ekuitas merek berbasis
pelanggan adalah bahwa kekuatan merek terletak
pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dipelajari,
dipikirkan, dan dirasakan pelanggan tentang merek
sepanjang waktu.
Ekuitas
merek
berbasis-pelanggan
(customer-based brand equity) adalah pengaruh
diferensial yang dimiliki pengetahuan merek atas
respons konsumen terhadap pemasaran merek
tersebut. Sebuah merek mempunyai ekuitas merek
berbasis pelanggan yang positif ketika konsumen
bereaksi lebih positif terhadap produk dan cara
produk itu dipasarkan ketika merek itu
teridentifikasi, dibandingkan ketika merek itu
tidak teridentifikasi. Merek mempunyai ekuitas
merek berbasis pelanggan yang negatif jika
konsumen tidak terlalu menyukai aktivitas
pemasaran untuk merek itu dalam keadaan yang
sama[35].
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian disertasi S3, yang dijadikan independent
variables (variabel bebas) adalah bauran
pemasaran jasa pendidikan dan dependent variable
(variabel terikat) adalah ekuitas merek berbasis
pelanggan. Berdasarkan tujuan penelitian,
penelitian ini bersifat penelitian deskriptif dan
verifikatif dengan metode penelitian yang
digunakan adalah metode explanatory survey dan
ditinjau dari sisi rentang waktu (time horizon),
penelitian ini tergolong cross sectional studies,
pengumpulan data dari responden dilakukan pada
tahun 2014.
Bentuk uji statistika yang digunakan yaitu
model persamaan struktural atau Structural
Equation Modeling (SEM). Populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa aktif angkatan
tahun 2008-2012 di perguruan tinggi negeri dan
swasta di Jawa Barat sebanyak 540.087 orang
mahasiswa dengan ukuran sampel sebanyak 400
orang responden. Hipotesis yang diajukan penulis
sebagai berikut:
H0: Bauran pemasaran jasa pendidikan tidak
berpengaruh terhadap ekuitas merek
berbasis pelanggan perguruan tinggi
baik secara simultan maupun parsial
H1: Bauran pemasaran jasa pendidikan
berpengaruh terhadap ekuitas merek
berbasis pelanggan perguruan tinggi
baik secara simultan maupun parsial
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran
Bauran
Pemasaran
Jasa
Pendidikan Perguruan Tinggi Di Jawa Barat
Gambaran bauran Pemasaran Jasa
Pendidikan dilakukan melalui enam dimensi yaitu
Programme, Prospectus, Price, Prominence,
People, Promotion dan Premiums.
6
4
2
0
PTN
PTS
Rata2
(Sumber: Hasil Pengolahan Data)
GAMBAR 3
GAMBARAN BAURAN PEMASARAN JASA
PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI DI
JAWA BARAT
Berdasarkan data yang diperoleh di
lapangan, pendapat mahasiswa yang banyak
menilai tinggi adalah untuk tingkat ketersediaan
akomodasi mahasiswa (tempat ibadah, tempat
makan/kantin, asrama, dan lain-lain) pada dimensi
premiums, rasio kualifikasi dosen S2, S3, Guru
Besar atau Profesor pada dimensi prominance,
penggunaan electronic media/media elektronik
dalam mempromosikan perguruan tinggi pada
dimensi promotion, penggunaan prospectus/brosur
dalam mempromosikan perguruan tinggi pada
dimensi prospectus, dan ketersediaan layanan
pembelajaran tatap muka langsung dalam
perkuliahan pada dimensi people. Sedangkan
tingkat kesesuaian durasi/lamanya masa studi
dengan standar nasional pendidikan tinggi pada
dimensi price dan variasi pilihan jenjang
pendidikan di perguruan tinggi pada dimensi
programme banyak dinilai cukup tinggi oleh
mahasiswa.
27
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
Jika
berdasarkan
skor
perolehan
tanggapan mahasiswa terhadap bauran pemasaran
jasa pendidikan perguruan tinggi di Jawa Barat
yaitu 34.132 dibandingkan skor ideal yaitu 48.000
untuk 24 item pertanyaan maka bauran pemasaran
jasa pendidikan perguruan tinggi di Jawa Barat
termasuk kategori tinggi, berarti bahwa
penggunaan dan/atau pelaksanaan bauran
pemasaran jasa pendidikan di perguruan tinggi di
Jawa Barat dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan
mahasiswa.
Mahasiswa
dapat
menggunakan
infrastruktur
TI
maupun
kelengkapan akomodasi lainnya di lingkungan
perguruan tinggi. Kelengkapan buku perpustakaan
dan sistem onlinenya memudahkan mahasiswa
untuk mencari bahan yang diperlukan, sistem
pembayaran kuliah, beragam/variasi jenjang
pendidikan dan jurusan atau program studi dan
sebagainya.
Gambaran Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan
Perguruan Tinggi Di Jawa Barat
Gambaran ekuitas merek berbasis
pelanggan perguruan tinggi di Jawa Barat
dilakukan melalui brand salience, brand
performance, brand imagery, brand judgement,
brand feeling, dan brand resonance.
Berdasarkan data yang diperoleh di
lapangan, pendapat mahasiswa yang paling banyak
menilai tinggi adalah untuk frekuensi mahasiswa
mendengar perguruan tinggi pada dimensi brand
saliance dan banyaknya mahasiswa yang kuliah di
perguruan tinggi pada dimensi brand imagery.
Sedangkan tingkat kesukaan mahasiswa atas
design/rancangan perguruan tinggi pada dimensi
brand performance, pemenuhan kebutuhan
mahasiswa oleh perguruan tinggi, kesesuaian
perguruan tinggi dengan kepribadian mahasiswa
dan rasio/perbandingan kelebihan/keunggulan dari
perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lain pada
dimensi brand judgement, kebanggan yang
dirasakan mahasiswa saat kuliah di perguruan
tinggi sehingga membuat mahasiswa merasa lebih
baik tentang diri mereka sendiri pada dimensi
brand feeling, perbedaan jika perguruan tinggi ini
tidak ada dan harus kuliah di perguruan tinggi lain,
keistimewaan perguruan tinggi bagi mahasiswa,
kesamaan memilih perguruan tinggi dengan
mahasiswa lain dan perbandingan keingintahuan
mahasiswa tentang informasi perguruan tinggi
dibandingkan dengan orang lain pada dimensi
brand resonance banyak dinilai cukup tinggi oleh
mahasiswa.
5
4
3
2
1
0
PTN
PTS
Rata2
(Sumber: Hasil Pengolahan Data)
GAMBAR 4
REKAPITULASI GAMBARAN EKUITAS
MEREK BERBASIS PELANGGAN
PERGURUAN TINGGI DI JAWA BARAT
Jika berdasarkan
skor perolehan
tanggapan mahasiswa terhadap ekuitas merek
berbasis pelanggan perguruan tinggi di Jawa Barat
yaitu 103.464 dibandingkan skor ideal yaitu
148.000 untuk 74 item pertanyaan maka ekuitas
merek berbasis pelanggan perguruan tinggi di Jawa
Barat termasuk kategori cukup tinggi, hal ini
berarti bahwa perguruan tinggi di Jawa Barat
memiliki kekuatan merek yang cukup tinggi di
mata mahasiswa setelah mereka melihat,
mendengar, mempelajari, memikirkan dan
merasakan langsung jasa pendidikan perguruan
tinggi di Jawa Barat.
Merek yang kuat mempunyai ekuitas
merek yang tinggi. Ekuitas merek adalah pengaruh
diferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal
nama merek, pelanggan akan merespon produk
atau jasa. Satu ukuran ekuitas merek adalah sejauh
mana pelanggan bersedia membayar lebih untuk
merek tersebut[36]. Premis dasar dari model
ekuitas merek berbasis pelanggan adalah bahwa
kekuatan merek terletak pada apa yang pelanggan
telah pelajari, merasakan, melihat, dan mendengar
tentang merek dari waktu ke waktu. Dengan kata
lain, kekuatan merek berada dalam benak
pelanggan[37].
Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa Pendidikan
Terhadap Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan
Perguruan Tinggi Di Jawa Barat
Hasil pengujian pengaruh bauran
pemasaran jasa pendidikan (BPJP) terhadap
ekuitas merek berbasis pelanggan (EMBP)
ditunjukan dengan menganalisis nilai regresi
(regression weights analisis structural equation
modeling) dimana CR dan nilai P hasil olah data
dibandingkan dengan batasan statistik yang
disyaratkan yaitu untuk nilai CR > 1,978 dan untuk
nilai P < 0,05. Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa
Pendidikan (BPJP) terhadap Ekuitas Merek
28
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
Berbasis
Pelanggan
(EMBP)
memiliki
standardized estimate (regression weight) sebesar
0,206 atau 20,6% dengan nilai CR 3,271 > 1,978
dan P 0,001 ≤ 0.05 berarti Bauran Pemasaran Jasa
Pendidikan (BPJP) berpengaruh secara signifikan
terhadap Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan
(EMBP). Nilai yang positif menunjukan bahwa
perguruan tinggi yang telah mempertimbangkan
bauran pemasaran jasa pendidikan dengan baik
pada umumnya cenderung akan memiliki ekuitas
merek berbasis pelanggan yang lebih baik.
Bauran
pemasaran
memberikan
kontribusi terhadap ekuitas merek berbasis
pelanggan[38]. Kegiatan bauran pemasaran dapat
menciptakan hubungan yang lebih dekat antara
kedua fungsi di mana strategi pemasaran bagi
perusahaan menggunakan/memanfaatkan bauran
pemasaran (harga, kualitas produk, promosi dan
tempat/distribusi) untuk membuat dampak yang
berbasis konsumen dan posisi merek dalam pola
pikir konsumen. Hal ini akan menyebabkan
dampak yang berbasis keuangan bahwa hasil
keuangan atau imbalan menyebabkan siklus untuk
mempertahankan investasi dalam merek[39].
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bauran pemasaran jasa pendidikan
perguruan tinggi di Jawa Barat dinilai tinggi,
berarti bahwa penggunaan dan/atau pelaksanaan
bauran pemasaran jasa pendidikan di perguruan
tinggi di Jawa Barat dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan mahasiswa. Demikian pula dengan
ekuitas merek berbasis pelanggan perguruan tinggi
di Jawa Barat memiliki kekuatan merek yang
dinilai tinggi di mata mahasiswa setelah mereka
melihat, mendengar, mempelajari, memikirkan
dan merasakan langsung jasa pendidikan
perguruan tinggi di Jawa Barat
Perguruan tinggi di Jawa Barat
diharapkan
dapat
terus
meningkatkan:
pemanfaatan brosur, direct mail, press advertising,
publicity dan electronic media, layanan
pembelajaran tatap muka langsung perkuliahan,
ketersediaan kontak personal dosen, karyawan dan
ketersediaan informasi setiap saat, reputasi staf
akademik, rasio kualifikasi dosen S2, S3 Guru
Besar atau Profesor, partisipasi perguruan tinggi
dalam perkumpulan antar perguruan tinggi dan
informasi online
DAFTAR PUSTAKA
[1] Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
Tentang Pendidikan Tinggi Pasal 1 Ayat 2
[2] Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
Tentang Pendidikan Tinggi Pasal 1 Ayat 2
[3] Pikiran Rakyat (Koran) Tanggal 08 April
2010
[4] Cimincrang (GM). 55 PTS di Jabar Kondisi
Kritis. Artikel Diakses Pada Tanggal 16
September
2013
Dari
Website
http://www.klik-galamedia.com/55-pts-dijabar-kondisi-kritis
[5] A.Mohammad BS. (2011). Aneka Strategi PT
Lokal Menjawab Tantangan PT Asing.
Majalah SWA No. 20/XXVII/Tanggal 22
September – 2 Oktober 2011. pp 100. Jakarta:
Sembada Swakarya.
[6] Edi Subkhan. (2010). Sebuah Studi Analisis:
Mempertanyakan Orientasi World Class
University*. Disampaikan Pada Seminar
Nasional BEM FE Unsoed, 30 Oktober 2010.
Artikel Diakses Pada Tanggal 16 Juli 2014
DariWebsite
http://ardianumam.web.ugm.ac.id/?p=2241
[7] Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi, Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah XII Maluku. (2014). 70% PTS Belum
Akreditasi Ribuan Mahasiswa Terancam
Gagal Wisuda. Artikel Diakses Pada Tanggal
20
April
2014
Dari
Website
http://www.kopertis12.or.id/2014/03/21/berit
a-edukasi-20-maret-2014.html
[8] Pusat Data dan Analisa. Panduan Memilih
Perguruan Tinggi 2013 Edisi Ke-18. Jakarta:
Pusat Data dan Analisa Tempo. 2013. Hal 80
[9] Aaker, DA. Alih Bahasa Oleh Aris Ananda.
Manajemen
Ekuitas
Merek.
Jakarta:
Spektrum. 1997. Hal 22.
[10] Ravi Pappu, Pascale G. Quester, Ray W.
Cooksey. (2005). Consumer-Based Brand
Equity: Improving The Measurement –
Empirical Evidence. Journal of Product &
Brand Management Volume 14 · Number 3 ·
2005 · 143–154 © Emerald Group Publishing
Limited
[ISSN
1061-0421]
[DOI
10.1108/10610420510601012].
[11] Philip Kotler & Kevin Lane Keller.
Manajemen Pemasaran Edisi Ketiga Belas.
Jakarta: Erlangga. 2009. Hal 263.
[12] Tuominen, P. (2000). Customer-Based Brand
Equity: Delivering Value For The Firm, Trade
And Customer. Management Expertise For
The Millennium, Series A-1: 2000. pp 305316.
[13] Kevin Lane Keller. Strategic Brand
Management: Building, Measuring, and
Managing Brand Equity. England: Perason
Education Limited. 2013. Hal 550-551
[14] Hui-Chu Chen & Robert D. Green. (2011).
Brand Equity, Marketing Strategy, And
29
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
Consumer Income: A Hypermarket Study.
Journal of Management and Marketing
Research. September 2011, Vol. 8, p1.
http://www.aabri.com/
manuscripts/11828.pdf
[15] Philip Kotler & Amstrong. Principles Of
Marketing 14ed. USA: Pearson Education.
2012. Hal 51
[16] Buchari Alma dan Ratih Hurriyati.
Manajemen
Corporate
dan
Strategi
Pemasaran Jasa Pendidikan. Bandung:
Alfabeta. 2008. Hal 154.
[17] Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi, Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah XII Maluku. (2014). Unpad Cabut
Syarat Bebas Difabel untuk SNMPTN. Artikel
Diakses Pada Tanggal 10 Juli 2014 Dari
Website
http://www.kopertis12.or.id/2014/03/21/berit
a-edukasi-20-maret-2014.html
[18] Pemerintah Propinsi Jawa Barat. (2014).
Heryawan Siapkan 100 Miliar Bangun RKB
PT. Artikel Diakses Pada Tanggal 19 Maret
2014
Dari
Website
http://www.jabarprov.go.id/index.php/news/5
447/Heryawan_Siapkan_100_Miliar_Bangun
_RKB_PTS
[19] Pemerintah Jawa Barat Dan Perguruan Tinggi
Tandatangani Mou Program Kuliah. (2011).
Diposkan oleh M. Denis Caesar. Artikel
Diakses Pada Tanggal 18 Juli 2014 Dari
Website
http://braderdennis.blogspot.co.id/2011/12/13
21.html
[20] Philip Kotler & Kevin Lane Keller.
Manajemen Pemasaran Edisi Ketiga Belas.
Jakarta: Erlangga. 2009. Hal. 5
[21] Philip Kotler & Amstrong. Principles Of
Marketing 14ed. USA: Pearson Education.
2012. Hal. 27
[22] Philip Kotler & Kevin Lane Keller.
Manajemen Pemasaran Edisi Ketiga Belas.
Jakarta: Erlangga. 2009. Hal. 410
[23] Buchari Alma. Manajemen Pemasaran dan
Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta. 2007.
Hal. 250.
[24] Venkatesh Shankar dan Gregory S. Carpenter.
Handbook Of Marketing Strategy. UK:
Edward Elgar Publishing Limited. 2012. Hal.
24
[25] Philip Kotler & Amstrong. Prinsip-Prinsip
Pemasaran Edisi 12. Jakarta: Erlangga. 2008.
Hal. 58.
[26] Fandy Tjiptono. Strategi Pemasaran.
Yogyakarta: Andi. 2008. Hal. 6.
[27] David W Cravens & Nigel Piercy. Strategic
Marketing. Boston: McGraw Hill Irwin. 2009.
Hal. 13.
[28] Ashok Jain. (2009). Principles of Marketing.
India. V.K. New Delhi: Enterprises. 2009.
Hal. 77.
[29] Philip Kotler & Amstrong. Principles Of
Marketing 14ed. USA: Pearson Education.
2012. Hal. 76
[30] Jonathan Ivy. (2008). A New Higher
Education Marketing Mix: The 7Ps For MBA
Marketing. Birmingham City University.
Birmingham. UK. International Journal of
Educational Management Vol. 22 No. 4, 2008
pp. 288-289 © Emerald Group Publishing
Limited.
[31] Buchari Alma dan Ratih Hurriyati.
Manajemen
Corporate
dan
Strategi
Pemasaran Jasa Pendidikan. Bandung:
Alfabeta. 2008. Hal. 154.
[32] Jonathan Ivy. (2008). A New Higher
Education Marketing Mix: The 7Ps For MBA
Marketing. Birmingham City University.
Birmingham. UK. International Journal of
Educational Management Vol. 22 No. 4, 2008
pp. 288-289 © Emerald Group Publishing
Limited.
[33] Aaker, DA. Alih Bahasa Oleh Aris Ananda.
Manajemen
Ekuitas
Merek.
Jakarta:
Spektrum. 1997. Hal 20.
[34] Philip Kotler & Kevin Lane Keller.
Manajemen Pemasaran Edisi Ketiga Belas.
Jakarta: Erlangga. 2009. Hal. 264.
[35] Philip Kotler & Kevin Lane Keller.
Manajemen Pemasaran Edisi Ketiga Belas.
Jakarta: Erlangga. 2009. Hal. 263
[36] Philip Kotler & and Amstrong. (2008).
Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 12. Jakarta:
Erlangga. 2008. Hal. 282.
[37] Kevin Lane Keller. (2001). Building
Customer-Based Brand Equity: A Blueprint
For Creating Strong Brands, Working Paper,
report No. 01-107, Marketing Science
Institute 1000 Massachusetts Avenue,
Cambridge MA 02138 USA, 617.491.2060,
www.msi.org.
[38] Hui-Chu Chen & Robert D. Green. (2011).
Brand Equity, Marketing Strategy, And
Consumer Income: A Hypermarket Study.
Journal of Management and Marketing
Research. September 2011, Vol. 8, p1.
http://www.aabri.com/
manuscripts/11828.pdf
[39] Jürgen Abele, Len Tiu Wright, David Pickton,
Kaouther Kooli. (2006).Brand Equity with an
30
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
Improved Role for the Marketing Mix in a
Practice-oriented
Brand
Valuation.
Framework. Leicester Business School,
Faculty of Business and Law, Hugh Aston
Building, De Montfort University. The
Gateway, Leicester, LE1 9BH, UK. Email:
[email protected].
http://www.brandmanagement.usi.ch/Abstracts/Monday/Brand
Equity2/Monday_BrandEquityII_Abele.pdf.
31
Strategic, Volume 11, Nomor 20, Desember 2016
Download