e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI MASALAH MATEMATIKA TERBUKA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA Km. Yudi Ari Wiratama1, I Gst. Ngr. Japa2, I Md. Suarjana3 1,2,3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah matematika terbuka dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 257 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelas IV SD No. 2 Anturan yang berjumlah 31 orang dan kelas IV SD No. 1 Anturan yang berjumlah 31 orang. Data hasil belajar matematika siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk uraian. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thitung = 5,405 dan ttabel = 2,000 (pada taraf signifikansi 5%). Hal ini berarti bahwa thitung > ttabel, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Dari rata-rata hitung, diketahui rata-rata kelompok eksperimen adalah 33,29 dan rata-rata kelompok kontrol adalah 26,48. Hal ini berarti bahwa rata-rata eksperimen lebih besar rata-rata kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng. Kata-kata kunci: pembelajaran berbasis masalah, hasil belajar Abstract This study aims to determine the difference in learning outcomes of mathematic between students who were taught by using mathematic problem based learning and the students who were taught by using conventional way in fourth grade students at gugus XV buleleng district in the academic year 2014/2015. This study was the quasi experimental research. The population was in the fourth grade Gugus XV Buleleng District in the academic year 2014/2015, amounting to 257 people. Samples of this research that fourth grade SD No. 2 Anturan, amounting to 31 people and a fourth grade SD No. 1 Anturan which amounts to 31 people. Math student learning outcomes data collected by instruments shaped test description. Data collected were analyzed using descriptive statistical analysis and inferential statistics (t-test). Based on the analysis of data, obtained t = 5,405 and table = 2,000 (at the 5% significance level). This means that tcount > ttable, so it can be interpreted that there are significant differences between the mathematics learning outcomes of students who take the learning-oriented problembased learning model open mathematical problems and students who follow learning with conventional learning models. Of the arithmetic mean, median known experimental group was 33,29 and the average control group was 26,48. This means that on average a larger e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 experiment the average control, so it can be concluded that the application of problembased learning model open mathematical problem-oriented influence on mathematics learning outcomes fourth grade students in Gugus XV Buleleng. Keywords: problem-based learning, learning outcomes PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seharihari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Belajar matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah dan logis serta mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Saat ini, matematika dipandang sebagai ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Oleh karena itu, untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mengingat pentingnya matematika sebagai ilmu dasar, maka pembelajaran matematika di berbagai jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak yang diajarkan secara informal, tingkat sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Matematika berperan untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan yang berkembang melalui tindakan dasar pemikiran kritis, rasional dan cermat serta dapat menggunakan pola pikir matematika baik dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Susanto (2013) bidang studi matematika merupakan salah satu komponen pendidikan dasar dalam bidangbidang pengajaran. Bidang studi matematika ini diperlukan untuk proses perhitungan dan proses berpikir yang sangat dibutuhkan orang untuk menyelesaikan berbagai masalah. Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan agar siswa tidak hanya terampil menggunakan matematika, tetapi dapat memberikan bekal kepada siswa dengan tekanan penataan nalar dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat di mana siswa tersebut tinggal. Cockroft (dalam Abdurrahman, 2012:204) juga mengemukakan bahwa, “matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang matang”. Belajar matematika merupakan suatu syarat cukup untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika, kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsepkonsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbolsimbol itu. Pada usia siswa sekolah dasar (7-8 tahun hingga 12-13 tahun), menurut teori kognitif Piaget termasuk pada tahap oprasional konkret. Berdasarkan pada perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa di sekolah dasar pada umumnya (Susanto, 2013). Pembelajaran matematika di SD, hingga dewasa ini masih dipandang memiliki kesulitan yang tinggi. Banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 yang sulit, rumit, dan membingungkan. Permasalahan tersebut akan berdampak pada minat siswa dalam belajar matematika sehingga akan berdampak pada proses pembelajaran yang belum optimal. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari belum optimalnya proses pembelajaran adalah rendahnya hasil belajar. Dalam hal ini, hasil belajar (Susanto, 2013) adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Dalam pembelajaran matematika di SD, guru seharusnya memberikan konsepkonsep matematika sesuai jalan pikiran siswa, dengan memperhatikan bahwa jalan pikiran siswa berbeda dengan jalan pikiran orang dewasa dalam memahami konsepkonsep matematika yang abstrak. Sesuatu yang dianggap mudah menurut logika orang dewasa dapat dianggap sulit dimengerti oleh seorang siswa. Siswa tidak berpikir dan bertindak sama seperti orang dewasa. Selain itu, yang harus diperhatikan guru adalah adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD, serta jumlah siswa. Oleh karena itu, Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif. Usaha-usaha yang dapat dilakukan yakni dengan menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan dengan dunia siswa, pembelajaran dapat dilakukan dengan cara dari mudah ke yang sulit, penggunaan alat-alat peraga, dan pembelajaran hendaknya membangkitkan aktivitas siswa yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti siswa. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam ingatan siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Jika dilihat kenyataan di lapangan, berdasarkan hasil observasi di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng, banyak ditemukan dalam proses pembelajaran didominasi oleh guru. Di dalam kelas, guru masih dianggap sebagai pemeran utama dalam pembelajaran sehingga pembelajaran hanya berpusat pada guru. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran masih terbatas pada penerimaan materi yang disampaikan dengan metode ceramah. Dalam pembelajaran, siswa masih pasif dan menunggu informasi dan instruksi dari guru. Belajar seperti ini siswa cenderung bersifat menerima pengetahuan bukan membangun sendiri pengetahuan. Kondisi pembelajaran seperti ini cenderung membuat siswa menyajikan materi dengan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterima, namun kenyataannya mereka tidak memahami materi tersebut. Proses pembelajaran hanya berpusat pada kemampuan berpikir yang rendah, mengingat dan menghafal. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran tidak dioptimalkan, sehingga siswa dalam pembelajaran di kelas hanya memahami materi yang bersifat abstrak. Selain itu, ketika siswa diberikan kesempatan untuk menjawab soal latihan, siswa hanya bisa menjawab soal yang menyerupai contoh soal yang diberikan guru sebelumnya. Namun, ketika soal berbeda dari contoh soal yang diberikan guru, siswa merasa kesulitan untuk menjawabnya. Hal ini menunjukkan siswa hanya menghafal materi dan kurang memahami konsepkonsep dalam materi tersebut. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap pemahaman materi selanjutnya sehingga turut berdampak pada hasil belajar siswa. Setelah melihat dokumen nilai matematika kelas IV semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang dipegang oleh wali kelas maupun guru pengajar mata pelajaran matematika di Gugus XV Kecamatan Buleleng diperoleh nilai ratarata ulangan tengah semester genap siswa adalah 62,82. Sementara itu, kriteria ketuntasan minimal untuk mata pelajaran matematika adalah 65. Jika di ukur menggunakan acuan PAP (Penilaian Acuan Patokan) skala lima, maka rata-rata tersebut masih tergolong predikat rendah. Berdasarkan hasil ulangan tersebut, tampak bahwa rata-rata nilai siswa masih di bawah kriteria ketuntasan minimal yang e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 harus dicapai. Rendahnya rata-rata nilai matematika siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memperoleh nilai yang rendah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru di SD Gugus XV Kecamatan Buleleng, selaku wali kelas maupun guru pengajar mata pelajaran matematika di kelas IV, menunjukkan terdapat beberapa permasalahan yang berpengaruh sebagai penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hasil yang diperoleh diantaranya (1) pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal ini terjadi karena pengetahuan dianggap dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Guru tidak terbiasa untuk memberikan kesempatan kepada siswa seluas-luasnya menemukan sendiri konsepkonsep yang dipelajari. Transfer ilmu terjadi dari guru ke siswa yang bersifat utuh sehingga siswa cenderung pasif bukan karena aktivitas dari siswa itu sendiri. Siswa hanya mendengarkan dan menjalankan instruksi dari guru. Hal ini tentu tidak sejalan dengan paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri; (2) Kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran. Selama pembelajaran berlangsung siswa hanya duduk di kelas mendengarkan dan melaksanakan intruksi guru. Jarangnya siswa terlibat langsung dalam pembelajaran menyebabkan siswa akan merasa bosan dan tidak fokus pada pembelajaran; (3) Kurangnya penggunaan media pembelajaran. Saat proses pembelajaran penggunaan media pembelajaran masih minim yang berkaitan dengan materi yang dibahas. Sebagian besar materi dan penyampaian materi masih terpaku pada buku yang dipegang siswa. Sehingga gairah siswa kurang terhadap pembelajaran dan pengetahuan siswa pada materi pelajaran hanya sebatas pada buku pelajaran yang digunakan. Masalah rendahnya hasil belajar siswa tersebut perlu dicarikan suatu solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal dan mampu meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang konstrutivistik yang dapat mempengaruhi hasil belajar serta memecahkan permasalahan matematika yang berkaitan dengan lingkungan sekitar siswa. Salah satunya dengan menerapkan strategi pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata siswa. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah rendahnya hasil belajar siswa adalah dengan penggunaan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk terlibat dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak hanya menjadi objek pembelajaran, tetapi juga sebagai subjek yang dapat memecahkan masalah yang ditemukan dalam pembelajaran. Model pembelajaran berbasis masalah menempatkan situasi bermasalah sebagai pusat pembelajaran. Dalam penerapannya, dengan berorientasi masalah matematika terbuka, siswa diarahkan agar tumbuh pemahamannya atas masalah yang diajukan dengan terlibat secara langsung dalam memecahkan masalah dan menjadi pebelajar mandiri. Penyajian masalah matematika terbuka diyakini lebih mendorong kreativitas dan motivasi berpikir matematika siswa. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dalam pembelajaran matematika memungkinkan siswa untuk mengembangkan cara berpikirnya, menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari, mampu memecahkan masalahmasalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari, aktif dalam kegiatan pembelajaran, saling bekerja sama dengan siswa lain untuk memecahkan masalah, dan berani untuk mengemukakan pendapat. Dengan demikian, siswa menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha untuk memecahkan permasalahan yang e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 dihadapi. Oleh karena itu model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual yang memberikan ruang gerak kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka sangat berbeda dengan model pembelajaran konvensional yang digunakan oleh guru-guru di sekolah. Perbedaan ini dapat dilihat dari sintaks dan metode yang digunakan dalam pembelajaran. Dengan perbedaan-perbedaan tersebut, diyakini memberikan efek yang berbeda terhadap hasil belajar matematika. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. METODE Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari suatu tindakan atau perlakuan tertentu yang sangaja dilakukan terhadap kondisi tertentu (Sanjaya, 2013:87). Dalam penelitian ini unit eksperimennya berupa kelas, sehingga penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Disebut eksperimen semu karena dalam eksperimen ini tidak semua variabel (gejala) yang muncul dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Dalam eksperimen semu, penempatan subjek ke dalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak. Individu subjek sudah ada dalam kelompok yang dibandingkan sebelum diadakannya penelitian. Penelitian ini menggunakan rancangan nonequivalent post-test only control group design. Secara prosedural desain penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 1. Nonequivalent Post-test Only Control Group Design Kelompok Treatment Post-test E X Q2 K – Q4 (dalam Agung, 2014) Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada rentang waktu semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng. Gugus XV Kecamatan Buleleng ini terdiri dari delapan SD sehingga terdapat delapan kelas IV dengan jumlah seluruh siswanya sebanyak 257 siswa. Prosedur pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling. Teknik ini diterapkan dengan mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama dan mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi anggota sampel (Agung, 2011). Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas karena dalam eksperimen tidak memungkinkan untuk menggubah kelas yang ada. Delapan sekolah yang terdapat di Gugus XV Kecamatan Buleleng, hanya diambil dua kelas yang akan dijadikan sampel. Sebelum menentukan sampel penelitian, dilakukan uji kesetaraan pada semua sekolah yang ada di Gugus XV Kecamatan Buleleng. Data yang digunakan dalam uji kesetaraan adalah ulangan tengah semester mata pelajaran matematika kelas IV. Uji kesetaraan ini menggunakan anava satu jalur. Hasil analisis dengan anava satu jalur pada taraf signifikansi 5%, diperoleh Fhitung = 1,08 dan Ftabel = 2,03. Jadi Ftabel > Fhitung, sehingga e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng adalah setara. Berdasarkan hasil pengundian diperoleh sampel, yaitu siswa kelas IV SD No. 2 Anturan sebagai kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dan siswa kelas IV SD No. 1 Anturan sebagai kelas kontrol diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dan model pembelajaran konvensional sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes. Menurut Agung (2011:60), metode tes dalam kaitannya dengan penelitian adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau kelompok orang yang dites (testee). Jenis instrumen berupa tes uraian. Tes tersebut kemudian diuji coba lapangan untuk mencari validitas, reabilitas, taraf kesukaran dan daya bedanya. Hasil tes uji lapangan akan diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kontrol. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial melalui Uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini adalah skor hasil belajar matematika siswa sebagai akibat dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar matematika Hasil Belajar Matematika Data Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Mean 33,29 26,48 Median 33,67 26,05 Modus 34 25,30 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Frekuensi Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol (33,29 > 26,48). Kemudian, data hasil belajar kelompok eksperimen disajikan ke dalam bentuk grafik poligon, seperti pada Gambar 1 berikut. 24 27 30 33 36 39 Nilai Tengah Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen Berdasarkan grafik polygon di atas, diketahui modus lebih besar dari median e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, grafik pologon di atas menunjukkan juling negarif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Sedangkan data hasil belajar kelompok kontrol disajikan ke dalam bentuk grafik poligon, seperti pada Gambar 2 berikut. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 rumus Chi-Kuadrat diperoleh 2 hitung hasil post-test kelompok eksperimen adalah 6,345 dengan 2 tabel pada taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, 2 hitung hasil belajar matematika kelompok eksperimen 2 hitung lebih kecil dari 2 tabel 2 tabel , sehingga data hasil Frekuensi belajar matematika kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan, untuk data hasil belajar kelompok kontrol, 2 diperoleh hitung hasil post-test kelompok kontrol adalah 7,132 dengan 2 tabel pada taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 2 7,815. Hal ini berarti, hitung lebih kecil dari 2 tabel 2 hitung 2 tabel , sehingga data 18.5 22.5 26.5 30.5 34.5 38.5 Titik Tengah Gambar 2. Grafik Poligon Data Hasil Belajar Kelompok Kontrol Berdasarkan grafik poligon di atas, diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, grafik pologon di atas menunjukkan juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pangaruh dari model pembelajaran yang diterapkan. Namun sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu normalitas dan homogenitas. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan hasil belajar matematika kelompok kontrol berdistribusi normal. Setelah melakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan rumus uji-F, diperoleh Fhitung hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,43, sedangkan Ftabel pada dbpembilang = 30, dbpenyebut = 30, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,84. Hal ini berarti, varians data hasil belajar matematika kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Untuk itu, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t Data Kelompok N s2 thitung X Hasil Belajar Eksperimen 31 33,29 21,75 5,405 Matematika Kontrol 31 26,48 31,06 Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh nilai thitung sebesar 5,405. Sedangkan nilai ttabel adalah 2,000. Hal ini berarti nilai thitung lebih besar daripada nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa ttabel 2,000 terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 pada siswa kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng. Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor pemahaman konsep siswa. Rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka adalah 33,29 dan rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 26,48. Berdasarkan pengujian hipotesis, diketahui nilai thitung = 5,405 dan nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% = 2,000. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa pada kelompok eksperimen dan siswa pada kelompok kontrol. Perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk merangsang siswa pada rasa ingin tahu sehingga dapat menemukan pemecahan dari masalah tersebut. Masalah tersebut bersifat terbuka, yaitu masalah yang memiliki lebih dari satu jawaban (Kurniasih & Sani, 2014). Model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan aktivitas problem solving, kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi logis matematis, mengembangkan kreativitas dan produktivitas berfikir kreatif dan kritis. Model pembelajaran ini menekankan bukan hanya pada kemampuan siswa untuk mencari sebuah jawaban yang benar, tetapi lebih mendorong siswa untuk belajar membangun, mengkonstruksi dan mempertahankan solusi-solusi yang argumentatif dan masuk akal (Sudiarta, 2010). Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat menyediakan pengalaman otentik yang mendorong siswa untuk belajar aktif, mengkonstruksi pengetahuan, dan mengintegrasikan konteks belajar di sekolah dan belajar di kehidupan nyata secara alamiah. Dalam penerapannya, siswa terlibat secara langsung dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi akar masalah dan kondisi yang diperlukan untuk menghasilkan solusi yang baik, mengejar makna dan pemahaman, dan menjadi pebelajar mandiri (Abidin, 2014). Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka menekankan aktivitas siswa dan guru menurut Sudiarta (2010), melalui langkahlangkah yaitu, (1) Orientasi siswa pada masalah, siswa diberikan suatu permasalahan yang dapat merangsang rasa ingin tahunya untuk dapat memecahkan permasalahan tersebut. (2) Mengorganisasi siswa dalam belajar pemecahan masalah, siswa dibantu untuk mendefinisikan dan mengorganisasi kegiatan pembelajaran yang berhubungan dengan masalah matematika. Siswa merancang pemecahan masalah sesuai permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam memecahkan masalah dibutuhkan kemampuan untuk berkolaborasi diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama sehingga siswa dibentuk dalam kelompokkelompok belajar kooperatif. (3) Membimbing penyelidikan siswa, siswa didorong untuk mengumpulkan informasi e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 yang diperlukan untuk memecahkan masalah matematika. Siswa mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. (4) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, siswa dibantu untuk merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang disajikan. Masing-masing kelompok menyajikan hasil pemecahan masalah yang diperoleh berupa laporan. (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru bersama siswa menganalisis dan mengevaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang telah dilaporkan maupun terhadap keseluruhan aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan. Tahapan-tahapan pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka sangat mendukung kebermaknaan belajar pada pembelajaran matematika, sehingga secara teoritis pula tahapan belajar pada model tersebut akan memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional yang mencirikan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Pada pembelajaran konvensional guru memiliki peran untuk menyiapkan informasi kepada siswa dan memberikan materi dengan menjelaskan materi secara lisan. Hal tersebut merupakan suatu stimulus yang diberikan guru kepada siswa. Sedangkan peran siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat materi yang diberikan (Budiningsih, 2012). Dalam pembelajaran, guru lebih aktif menjelaskan melalui metode ceramah. Di dalam pembelajaran konvensional siswa cenderung lebih pasif, membuat siswa mudah bosan mengikuti proses pembelajaran karena hanya mendengarkan informasi dan penjelasan guru, mengerjakan tugas yang diberikan guru kemudian menunjukkan pekerjaannya kepada guru sehingga proses belajar menjadi kurang bermakna dan pembelajaran tidak dapat berlangsung secara efektif. Hal ini tentu tidak mampu membangkitkan semua potensi yang dimilikinya secara optimal. Berdasarkan pemaparan di atas tentang model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dan model pembelajaran konvensional dapat dilihat bahwa secara secara konseptual dan operasional antara kedua model tersebut terdapat perbedaan yang jelas tentunya memberikan dampak yang berbeda pula terhadap hasil belajar siswa. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran, terlebih dahulu menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari, saling bekerja sama, siswa belajar untuk mengemukakan pendapatnya dan siswa merasa lebih tertantang untuk memecahkan masalah yang diberikan sehingga pembelajaran lebih bermakna. Karena siswa sendiri yang menemukan konsepkonsep pembelajaran terkait, konsepkonsep tersebut akan lebih diingat oleh siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Pradnyana (2013) menunjukkan bahwa motivasi belajar dan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada motivasi belajar dan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hasil ini dibuktikan dari rata-rata skor motivasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah 109,91 dan rata-rata skor motivasi belajar matematika dengan model pembelajaran konvensional adalah 100,38 sedangkan nilai rata-rata prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah 72,57 dan rata-rata nilai prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran konvensional adalah 59,24. Penelitian lain juga konsisten dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Pariasa (2015) membuktikan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 pembelajaran dengan pendekatan masalah terbuka (open-ended) berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dari rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pelajaran dengan menggunakan penerapan pendekatan masalah terbuka (open-ended) adalah 41,70 dan rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pelajaran dengan pendekatan belajar konvensional adalah 32,05. Meskipun temuan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dan teori pendukungnya, ada beberapa hal yang memerlukan pembahasan lebih lanjut mengenai hasil belajar yakni faktor-faktor yang menyebabkan pencapaian hasil belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen belum sepenuhnya optimal. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yakni, pertama siswa belum terbiasa belajar dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka, kedua menyita waktu yang cukup banyak untuk membiasakan siswa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka, dan ketiga siswa belum terbiasa dengan bentuk tes yang digunakan. Biasanya siswa mengerjakan tes berupa tes objektif yang hanya menuntut satu jawaban tanpa menyertakan alasan dari jawaban tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan tes uraian yang menuntut siswa untuk mengemukan konsep-konsep dari materi yang telah dipelajari. Hal tersebut membuat siswa belum terbiasa mengerjakan soal dengan tes uraian. Implikasi yang ditimbulkan pada pembelajaran di kelas akibat penerapan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dapat meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika lebih banyak menekankan keterlibatan siswa dalam menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang dipelajari melalui penemuan dan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dalam pembelajaran. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan temuan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka memberi pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Untuk itu model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka secara signifikan dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, baik pada kelompok siswa yang memiliki hasil belajar tinggi maupun pada kelompok siswa yang mempunyai hasil belajar rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa thitung sebesar 5,405 sedangkan ttabel dengan db = 60 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,000. Skor rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka adalah 33,29 sedangkan skor rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional adalah 26,48. Kualifikasi hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka berada pada kategori sangat tinggi sedangkan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional berada pada kategori tinggi. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disampaikan beberapa saran adalah sebagai berikut. (1) Kepada siswa harus selalu terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan mendapatkan pengetahuan baru melalui pengalamannya sendiri. (2) Guru disarankan agar mempertimbangkan e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 penerapan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi efektif dan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan optimal. (3) Kepada sekolah, hendaknya dapat menjadikan model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka menjadi salah satu model pembelajaran yang dapat disarankan kepada guru-guru lainnya untuk dapat diterapkan. (4) Bagi peneliti lain dan mahasiswa yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran berbasis masalah berorientasi masalah matematika terbuka dalam bidang ilmu matematika maupun bidang ilmu lainnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bandingan dan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan terhadap penelitian yang akan dilakukan. Pariasa, I Komang. 2015. “Pengaruh Pendekatan Masalah Terbuka (OpenEnded) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus VII Kec. Tejakula, Tahun Pelajaran 2013/2014”. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015). Pradnyana, P.B. 2013. “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Motivasi Belajar Dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD”. e-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013). Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kharisma Putra Utama. DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis, dan Remediasinya. Jakarta: Renika Cipta. Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama. Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha. Budiningsih, C. Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2014. Suskes Mengimplementasikan Kurikulum 2013, Memahami Berbagai Aspek dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena. Sudiarta, I. G. P.. 2010. “Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif Mengacu Pada Permen Diknas N0.41/2007”. Makalah disampaikan dalam Pendidikan dan Pelatihan MGMP Matematika SMK Kabupaten Karangasem, Agustus 2010. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.