Induksi pembungaan pada Gloxinia

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Gloxinia
Gloxinia (Siningia speciosa) merupakan tanaman yang berasal dari Brazil,
termasuk dalam famili Gesneriaceae bersama dengan Saintpaulia ionantha (African
violet). Tanaman Siningia speciosa pertama kali bernama Gloxinia speciosa, yang
diberikan oleh Conrad L~ddigesseorang petani bunga berkebangsaan Inggris, dan
sampai sekarang nama gloxinia lebih dikenal dari nama bofaninya (Syafni, 2006).
Tanaman ini merupakan tanaman herba yang memiliki daun dan bunga yang
indah, helai daunnya lebar, berwama hijau tua dan berbulu. Gloxinia ~empunyaisatu
atau lebih batang daun yang berpasangan clan berbatang pendek dengan beberapa jenis
ada yang mencapai tinggi 30 cm. Daunnya oval, agak persegi, tepi daun bergerigi
dengan tangkai daun pendek. Panjang daun untuk jenis-jenis budidaya mencapai
ukuran 12.5 - 35 cm dengan warna perak atau hijau gelap dan lebar daunnya 7.5 - 15
cm (Larouse, 1995). Untuk jenis-jenis liar panjang daun dapat mencapai 8 inci dan
lebamya 6 inci. Kedua sisi permukaan daun berbulu halus dengan permukaan daun
atas berwarna hijau dan urat dam berwarna agak putih.
Gloxinia ada yang tumbuh tegak dan ada yang mendatar, memiliki umbi
dengan akar muncul disekelilingnya. Bunga gloxinia tumbuh di tengah lingkaran
daun, berbentuk lonceng, berbulu halus dengan diameter 7.5
- 15 cm dan bermahkota
tunggal (Crockett, 1974). Bunganya berwarna ungu, putih, rose, merah, kekuningan
dengan motif polos atau berbintik (Larouse, 1995). Menurut McHoy (1995) ada
beberapa bunga yang berwarna kontras clan sangat menarik.
Gloxinia dapat tumbuh di berbagai tempat dengan ketinggian 250 - 1500 m di
atas permukaan laut. Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
pertumbuhan gloxinia. Ketersediaan air ini sangat membantu kelangsungan
pertumbuhan tanaman gloxinia. Air yang berlebihan menyebabkan akar dan umbi
membusuk dan kemudian mati, sedangkan kurangnya air dapat menyebabkan tanaman
menjadi layu. Gloxinia memerlukan air secukupnya sampai akhir pembungaan dan
perlahan-lahan mengalami pengguguran sampai berhenti. Untuk pertumbuhan
tanaman yang baik dipertukan unsur hara yang seimbang. Pemupukan dapat dilakukan
setiap 2-3 kalilminggu sampai tanaman berbunga (Larouse, 1995). Menurut McHoy
(1995) bahwa ketika pembungaan telah sempuma, pemupukan dapat dihentikan.
Cahaya juga mempakan salah satu faktor iklim yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan suatu tanaman. Gloxinia memerlukan cahaya selarna pertumbuhan dan
perkembangmnya. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi ukuran daun tanaman
gloxinia. Dam akan memucat jika cahaya tidak mencukupi (De Vertuil, 1984). Selain
cahaya yang tidak mencukupi, suhu air yang rendah dapat menimbulkan tintik pada
daun dan menghambat pembentukan tunas baru. Gloxinia dapat tumbuh dengan suhu
minimum ~O'Cdan 16' - 3 0 ' ~pada musim kemarau, dan memerlukan kelembaban
tinggi (Bonar, 1992). Wood (1982) melaporkan bahwa kelembaban yang kurang,
terutama pada musim kemarau, dapat menyebabkan kuncup bunga gloxinia dan
african violet tidak membuka dan perlahan-lahan gugur.
Seperti tanaman berumbi lainnya, gloxinia mengalami masa pertumbuhan dan
dormansi. Pertumbuhan dari umbi akan memerlukan satu periode dengan dormansi
penuh. Apabila bunga telah mulai layu satu per satu, akan diikuti dengan matinya
daun sampai hanya tersisa umbi (Crockett, 1974). Masa dormansi berlangsung antara
2-4 bulan.
Perbanyakan gloxinia dapat dilakukan dengan biji, umbi ataupun dam.
Perbanyakan dengan biji memang sulit dilakukan karena gloxinia sulit menghasilkan
biji. Selain itu, biji yang dihasilkan mempunyai kualitas yang menurun dari generasi
ke generasi berikutnya sehingga bibit yang dikembangkan selalu tergantung dari biji
impor yang kualitasnya terjarnin (Rahmi, 2007).
Induksi Pembungaan Secara In Viiro
Kultur jaringan atau teknik in viho adalah budidaya suatu jaringan tanaman
menjadi lebih kecil yang memiliki sifat seperti induknya. Menumt Gunawan (1992)
Mtur jaringan m e ~ p a k a nsuatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman, seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembaii.
Pembungaan merupakan peristiwa terjadinya pembahan pola pertumb.uhan dan
perkembangan dari proses vegetatif menjadi generatif, yang dipengaruhi dan
dikendalikan oleh interaksi genetik dengan lingkungan. Proses pembungaan
mengandung sejumlah tahap penting yaitu : (1) induksi bunga, inisiasi bunga, (2)
diferensiasi, (3) pendewasaan bagian-bagian bunga, serta (4) antesis (Lang, 1952).
Pada tahap induksi akan terjadi pembahan respon biokimia pada pelapisan struktur
apeks, yang menjadi sinyal pertama perubahan dari fase vegetatif menjadi generatif
dan dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein,
yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel. Inisiasi bunga merupakan
tahap yang sangat penting pada pembungaan tanaman dimana pada tahap ini terjadi
perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup generatif mulai dapat terdeteksi secara
makroskopis untuk pertama kalinya dan transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup
generatif ini dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta
proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ generatif. Perubahan
tunas apikal dan aksilar menjadi tunas bunga merupakan h a i l dari aktivitas hormonal
pada tanaman yang diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu seperti pembahan
panjang hari (lama penyinaran) dan suhu.
Pada tahap diferensiasi, struktur primordia bunga terlihat jelas dan terdiri dari
sepal, petal, stamen, pistil maupun karpelnya. Selama tahap pendewasaan akan terjadi
proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempumaan dan
pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina. Antesis merupakan tahap akhir
ketika terjadi pemekaran bunga. Pada tahap ini, bagian-bagian bunga mencapai ukuran
maksimum dan serbuk sari berkembang sempurna (Ryugo, 1990). Biasanya antesis
terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun
dalam kenyataannya tidak selalu demikian.
Induksi pernbungaan rnempakan produksi senyawa penginduksi pernbungaan
(suatu pembahan kimia pada ujung pucuk) sebagai respons terhadap temperatur dingin
dan hari pendek (Gardner et al, 1991). Pembahan ini rnempengaruhi kehidupan
tanaman, seperti aktivitas respirasi meningkat, asimilasi meningkat dan dengan
dernikian kecepatan pengangkutan air, makanan dan hara ke arah bunga juga
meningkat. Pengaruh induksi pembungaan tidak terjadi langsung pada satu waktu
tetapi pada selang waktu tertentu, tergantung jenis tanamannya. Pembungaan dapat
terjadi setelah melewati petiode malam kritis yang ditentukan oleh panjang pendeknya
periode gelap.
Ada beberapa pendapat yang mendasari pembungaan pada tanaman bahwa
pembungaan dikontrol oleh keseimbangan karbohidrat dan nitrogen atau nisbah CM.
Jika C/N rasio tinggi maka tanaman dapat menginduksi bunga dan bila CM rasio
rendah tanaman dipacu ke arah perturnbuhan vegetatif. Menurut Ryugo (1990), proses
pembungaan pada tanaman tertentu diatur oleh zat pendorong pembungaan (florigen)
yang diproduksi oleh daun dan ditranslokasikan ke kuncup untuk rnemproduksi organ
generatif. Pada prinsipnya terdapat tiga proses dalam induksi pembungaan, yaitu
adanya produksi hormon pembungaan yang diinduksi oleh kondisi lingkungan,
tersedianya kandungan nutrisi yang cukup untuk rnendukung perubahan dalam apeks
dan perubahan respon biokirnia pada apeks yang memicu dihasilkannya unsur-unsur
tertentu untuk menginduksi pembungaan (Ryugo, 1990).
Pembungaan tanaman dapat dipacu oleh berbagai kondisi, seperti hari panjang,
vemalisasi, hari pendek pada suhu tinggi ataupun pemberian hormon turnbuh.
Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, induksi pembungaan dapat
tejadi pada tanarnan seperti Roses sp, Cymbidium niveo-marginatum Mak, Olive dan
Petunia sp.
Pembungaan secara in vitro merupakan suatu metode rnenginduksi keluarnya
organ dalam kondisi terkendali secara aseptik. Tujuan pembungaan secara in vitro
adalah untuk menginduksi bunga diluar musim, memproduksi benih yang bebas
patogen terutama virus, menginduksi bunga pada tanaman yang sulit berbunga baik
karena genetik atau lingkungan yang kurang mendukung, melakukan in vitro fertilisasi
yang sulit dilakukan secara in viiro dan mencegah aborsi buah, mempersingkat waktu
dalam proses pemuliaan, melakukan pelestarian plasma nutfah dan untuk tujuan
estetika sebagai tanaman hias dalam botol. Menurut Wang er a1 (2002) bahwa ada tiga
alasan utama untuk mempelajari pembungaan secara in vitro yaitu menyediakan suatu
sistem model untuk mempelajari inisiasi bunga dan pengembangannya; melaksanakan
microbrecding yang bermanfaat terutaina bagi tanaman yang membutuhkan waktu
yang lama un:uk pertumbuhan vegetatifnya serta sebagai miniatur pembungaan secara
in vitro yang berpotensi komersial baik sebagai tanaman hias.
Keberhasilan pembungaan secara in vitro bergantung pada beberapa faktor
dan salah satunya adalah eksplan (Taylor et al, 2007). Eksplan m e ~ p a k a npotongan
jaringan atau organ yang diisolasi dari tanaman untuk inisiasi suatu kultur. Untuk
menentukan eksplan yang tepat maka perlu memperhatikan pemilihan bagian tanaman
sebagai sumber eksplan, umur eksplan clan perlakuan eksplan sebelum diilturkan
(Gunawan, 1992).
Komposisi media yang digunakan terdiri dari nutrisi, karbohidrat, zat pengatur
tumbuh dan pH (Taylor et al, 2007). Komposisi media di dalam induksi pembungaan
secara in vitro berbeda untuk setiap tanaman. Perbedaan tersebut terletak pada
konsentrasi bahan-bahan kimia penyusunnya. Media yang sering digunakan untuk
banyak jenis tanaman adalah media Murashige dan Skoog 1962 yang komposisi
medianya mengandung unsur hara esensial yang lengkap dibandingkan komposisi
media lainnya.
Zat pengatur tumbuh dan hara mempakan unsur-unsur dalam komposisi media
tanam yang mempengmhi induksi pembungaan suatu tanaman. Zat pengatur tumbuh
merupakan senyawa organik bukan nutrisi tanaman, aktif dalam konsentrasi rendah
yang merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan serta perkembangan
tanaman secara kuantitatif maupun kualitatif (Wattimena, 1988). Penggunaan jenis
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh tertentu dapat mengatur arah pertumbuhan suatu
tanaman Warney, 1982). Menurut Weaver (1972) zat pengatur tumbuh sangat penting
untuk menginduksi pembungaan, karena penggunaannya dapat mengatur pembungaan
sesuai dengan waktu yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh ini tidak bekerja sendiri
dalam mempengamhi setiap proses pembungaan. Pembungaan dapat dihasilkan dari
interaksi zat pengatur tumbuh seperti sitokinin, auksin, giberelin, etilen, a s m absisat
atau zat-zat lain Wew dan Yong, 1996).
Giberelin dan Sukrosa
Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh endogen, terdapat pada berbagai
organ dan jaringan tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga, bintil akar,
buah dan jaringan halus (Wahyurini, 2002). Giberelin berperan dalam menginduksi
pertumbuhan tanaman dengan cara merangsang pembesaran sel, dormansi dan
perkecambahan biji, mendorong terjadinya pembungaan, pembentukan buah
partenokarpi dan mengganti pengaruh suhu dingin pada tanaman (Wattimena, 1988).
Giberelin dapat memacu pertumbuhan dan pembesaran sel karena hormon ini
meningkatkan hidrolisis pati, fruktan dan fruktosa menjadi glukosa dan fruktosa
(Davies, 1995). Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA3 (gibberellic acid) dapat
mencapai 15 kali lebih tinggi dari sel yang tidak diberi GA3. Giberelin dapat
menggantikan kondisi lingkw~ganyang spesifik guna mengendaliian pembentukan
bunga. Induksi pembungaan yang disebabkan oleh GA merupakan pengganti peran
hari panjang dan menginduksi pembungaan pada tanaman hari pendek.
Chaari-Rkhis et a1 (2006) melaporkan bahwa giberelin merupakan fitohormon
yang terlibat di dalam proses fisiologi termasuk induksi pembungaan dan
pertumbuhan tunas. Menurut Brooking dan Cohen (2002); Zhang dan Leung (2002)
bahwa giberelin mempunyai peran di dalam proses pembungaan. Menurut ChaariRkhis et al. (2006) pemberian GA 10 mgll dapat menginduksi pembungaan tanaman
zaitun (Olive). Ben-Nissan ef a1 (2004) membuktikan bahwa ekspresi GIPl (suatu
protein yang dipengaruhi oleh GA3) dapat merangsang pembungaan Petunia hybryda
bersamaan dengan pemanjangan sel. Pertumbuhan dan pembungaan Philodendron
dapat meningkat dengan pemberian konsentrasi GA3 dari 125 mgll hingga 1.000 mgll
(Chen et al, 2003). Yursak (2003) dalam penelitiannya menyatakan ha1 yang sama
bahwa pemberian GA3 selain meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah ruas
batang juga merangsang pembungaan tanaman lily. Selain itu, Wuryaningsih dan
Sutater (1993) melaporkan bahwa pemberian tiga kali 23 mgll GA3 pada tanaman
krisan meningkatkan tinggi tanaman sampai dengan minggu ke-12 dan produksi bunga
dengan panjang tangkai lebih 60 cm serta kesegaran bunga 5 hari.
Dalam menginduksi pembungaan suatu tanaman pemberian giberelin dapat
dilakukan bersamaan dengan unsur lain. Karbohidrat merupakan salah satu unsur yang
berperan penting dalam keberhasilan kultur jaringan suatu tanaman. Karbohidrat
dibutuhkan dalam sel hidup sebagai sumber energi dan kerangka karbon untuk proses
biosintesis. Dalam kultur jaringan tanaman, penyediaan karbohidrat dari media sangat
diperlukan karena aktivitas fotosintesis dalam jaringan in viiro berlangsung sangat
rendah akibat rendahnya intensitas cahaya, pertukaran gas terbatas dan kelembaban
relatif rendah. Guia merupakan sumber karbohidrat utama dalam kultur jaringan.
Menurut Gunawan (1992), gula putih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan Mtur. Keberadaan gula
berfungsi sebagai sumber energi pengganti karbon yang biasa didapat tanaman dari
atmosfer melalui fotosintesis (George dan Shenington, 1984). Beberapa penelitian
tentang induksi pembungaan secara in viiro pada tanaman-tanaman seperti Kalanchoe
blossfeldiana pickens dan Van Staden, 1988), Lolizm temulentum (McDaniel et al,
1991), Pisum sativum (Franklin et al, 2000) dan Torenia fournieri (Tanimoto dan
Harada, 1981) melaporkan bahwa karbohidrat sangat esensial dan respon dosis
tergantung gula. Secara umum pembungaan akan berkurang pada konsentrasi gula
yang rendah dan pada konsentrasi gula yang tinggi akan menghalangi pembentukan
kuncup bunga (Taylor et al, 2007). Pada studi fisiologi Sinapsis alba menunjukkan
bahwa konsentrasi gula pada apeks meningkat dengan cepat dan nyata selama induksi
pembungaan, bahkan setelah induksi pembungaan konsentrasi gula tetap meningkat
(Bernier et al, 1993). Hal ini membuktikan bahwa secara genetik pembungaan
dikontrol oleh gula (Levy dan Dean, 1998).
Jenis gula yang ditambahkan pada medium juga berpengamh pada
pembungaan suatu tanaman. Umumnya jenis gula yang digunakan dalam medium in
vitro adalah sukrosa (Taylor et al, 2007). Gamborg dan Shyluk (1981) juga
menyatakan bahwa sumber karbon standar adalah sukrosa atau glukosa. Sukrosa juga
merupakan salah satu produk akhir dari proses fotosintesis dan mempakan bentuk
utama dari gula yang ditranslokasikan pada kebanyakan tanaman. Konsentrasi sukrosa
yang diberikan pada tanaman sangat dipengaruhi oleh tipe dan umur eksplan.
Konsentrasi sukrosa yang sering digunakan berkisar antara 1-5 % (Pierik, 1987).
Tanimoto d m Harada (1981) melaporkan bahwa sukrosa dan glukosa mempengaruhi
bunga di dalam induksi pembungaan Torenia fournieri sedangkan fruktosa dapat
mencegah pembungaan pada konsentrasi-konsentrasi rendah dan hanya sedikit bunga
yang terbentuk. Respon pembungaan akan meningkat dengan meningkatkannya
konsentmi-konsentrasi sukrosa dan glukosa sampai dengan 50 g/l. Menurut Tiburcio
et al (1988) bahwa sukrosa lebih baik dari pada glukosa di dalam m e m p e n g d
pembungaan Nicotiana tabacum kultur-kultur TCL. Franklin et a1 (2000) melaporkan
bahwa frekuensi dan efisiensi pembungaan secara in viiro pada tanaman Pisum
sativum lebih tinggi dengan penambahan sukrosa 30 g/l pada media dibandingkan
dengan sukrosa 15 g/l dan 50 g/l.
Sukrosa dapat digunakan bersamaan dengan giberelin dalam menginduksi
bunga. Pada Arabidopsis, GA dapat memacu pembungaan. Menurut Levy dan Dean
(1998), perlakuan GA saja tidak memberikan pengaruh, perlakuan sukrosa saja
menghasilkan s e d i t peningkatan, sedangkan jika keduanya diberikan secara
bersamaan dapat memberikan p e n g d yang sinergis. Meilan (1997) juga melaporkan
bahwa karbohidrat endogen berperan dalam mengontrol induksi pembungaan pada
pohon buah-buahan. Dewir et a1 (2007) melaporkan bahwa GA3 10 mg/l dan sukrosa
3 atau 6% dapat menginduksi 83-85% bunga Spathiphyllurn.
Nitrogen dan Fosfor
Nitrogen merupakan unsur penting yang sangat berperan dalam mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan suatu tanaman (Wattimena et al, 1992). Nitrogen juga dapat
membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain
(Hendaryono dan Wijayani, 1994). Protein banyak terdapat pada sel-sel yang masih
hidup yaitu pada bagian yang sedang aktif tumbuh sehingga nitrogen dapat
dipergunakan terutama untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Selain itu, nitrogen juga
berperan dalam pembentukan Morofil yang berguna di dalam proses fotosintesis dan
menghasilkan karbohidrat. Secara in vitro nitragen diberikan dalam bentuk N&N03
dan KNO3 (Wattimena et al, 1992). Dickens dan Staden (1988) melaporkan bahwa
nitrogen yang terdapat didalam N&N03 dan KN03 dapat merangsang pembungaan
secara in vibo pada Kalachoe. NH4N03 berperan positif dalam mempengaruhi
pembungaan secara in vitro pada konsentrasi rendah dan menghalangi pembungaan
pada konsentrasi yang lebih tinggi (Franklin et al, 2000). Menurut Ignacimuthu et a1
(1997) bahwa pengurangan sebagian NH4N03 dari medium MS dapat menimbulkan
jumlah bunga yang maksimum seperti pada tanaman Vigna mungo.
Fosfor diberikan pada suatu tanaman terutama untuk pembentukan asam
amino. Selain itu, fosfor dibutuhkan bagian organ aktif tanaman seperti akar c!an buah
(Adam dan Early, 2004). Fosfor juga berperan dalam pembentukan gula atau
karbohidrat di dalam tanaman yang sangat dibutuhkan untuk proses pembungaan.
Pemberian fosfor pada media biasanya bekerjasama dengan ion kalium dan diduga
juga dengan sukrosa dan ion femun. Fosfor yang diberikan pada media biasanya
dalam bentuk
(Wattimena et al, 1992).
Selain giberelin dan sukrosa, nitrogen dan fosfor sebagai hara dalam media in
vitro dapat digunakan untuk merangsang pembungaan. Pemberian nitrogen yang
rendah clan fosfor yang tinggi diharapkan &pat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
khususnya untuk merangsang pembungaan. Penggunaan medium dengan nitrogen
rendah saja tidak mampu untuk menginduksi bunga. Menurut Kostenyuk (1999)
penggunaan nitrogen yang rendah (1120 konsentrasi nitrogen dari komposisi MS) dan
fosfor yang tinggi (5x konsentrasi fosfor dari komposisi MS) dapat menginduksi
pembungaan Cymbidium niveo-marginatum Mak sebanyak 97% setelah 3 bulan.
Suhu dan Fotoperiodisitas
Selain eksplan, pengaturan zat pengatur tumbuh dan hara dalam media maupun
jenis dan konsentrasi karbohidrat, faktor lingkungan juga berperan penting dalam
pertumbuhan dan pembungaan suatu tanaman. Proses pembungaan suatu tanaman
secara in vitro dapat dikendalikan oleh suhu dan lama penyinaran atau
fotoperiodisitas. Menurut Vaz et a1 (2004), faktor lingkungan, khususnya suhu dan
fotoperiodisitas mempengaruhi inisiasi dan perkembangan bunga pada banyak jenis
tanaman. Ratcliffe dan Riechmann (2002) melaporkan bahwa transisi pembungaan
mempakan proses yang plastis, yang selain dipengaruhi oleh faktor endogen juga
faktor lingkungan, seperti panjang hari, kualitas cahaya dan suhu. Pengaruh suhu
terhadap pembungaan tanaman sudah banyak dipelajari. Secara umum suhu tinggi
merangsang pertumbuhan vegetatif sedangkan suhu rendah pada malam hari
mempengaruhi pembungaan. Suhu rendah bervariasi sesuai perbedaan ketinggian
tempat atau adanya curah hujan yang menyebabkan pendinginan (Goh dan Arditti,
1982). Jenis anggrek seperti Cymbidium merupakan tanaman yang proses
pembungaannya dipengaruhi oleh suhu, terutama suhu rendah. Untuk terjadiiya
induksi, tanaman chicory harus ditumbuhkan dengan perlakuan suhu rendah (4°C
selama 3 minggu) pada benih-benih yang berkecambah atau pada seluruh tanaman
(Rappaport dan Wittwer 1956).
Persyaratan untuk pencahayaan pada
fotoperiodisitas tertentu dalam
mempengamhi pembungaan dapat dimodifikasi dengan suhu dan sebaliknya pada
suhu tertentu dapat dimodifikasi dengan fotoperiodisitas dalam mempengaruhi
pembungaan. Efek fotoperodisitas dan suhu pada tanaman tropis masih sangat dibatasi
secara ekstensif (Vaz et al, 2004). Pada daerah tropis, fotoperiodisitas dan suhu tidak
beraturan sepanjang tahun, tetapi pada jenis tertentu cukup sensitif menvggapi
pembahan faktor lingkungan tersebut untuk proses pembungaan (Goh dan Arditti,
1982; Hew dan Clifford, 1993). Menurut Gardner et a1 (1991), suhu dan
fotoperiodisitas yang dominan memegang peranan penting dalam proses pembungaan,
pembuahan dan produksi biji suatu tanaman.
Download