BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Preeklamsia – eklamsia (PE-E) hingga saat ini masih merupakan salah satu penyakit dan sering ditemukan pada seorang ibu baik pada masa kehamilan, persalinan maupun masa nifas. Karena pengaruh yang ditimbulkannya merupakan masalah yang banyak menentukan keselamatan / kesejahteraan ibu dan janin yang dikandungnya. Walaupun kemajuan di bidang perawatan antenatal dan neonatal telah dicapai, namun PE-E masih menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janinnya. 1,2,3 Preeklamsia adalah sindrom yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC), vasospasme, retensi sodium, dan kejang ; terjadinya kejang pada wanita preeklamsia menandai timbulnya eklamsia. Preeklamsia merupakan penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas ibu di seluruh dunia, 4 terjadi 5% sampai 7% pada kehamilan pertama dan 13% sampai 18% berulang pada kehamilan berikutnya.5,6 Meskipun angka mortalitas dari preeklamsia dan eklamsia tertinggi di negara- negara yang belum berkembang, beban penyakit dan kematian di negara maju masih cukup besar. Di Amerika Serikat, hampir 20% dari kematian setelah usia kehamilan 20 minggu berhubungan dengan komplikasi dari preeklamsia dan eklamsia.7 Pada penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Simanjuntak selama lima tahun (1993-1997), didapat hasil 5-10% kematian ibu pada kasus preeklamsia berat.8 Penelitian lainnya secara meta-analisis dari Cochrane Review menyebutkan prevalensi penderita preeklamsia berat dengan usia kehamilan di bawah 34 minggu adalah 50% dari jumlah kehamilan dengan preeklamsia berat. 9,10 Etiologi dan patogenesis preeklamsia masih sulit dimengerti. Preeklamsia ditandai dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa manifestasi preeklamsia yang bermacam-macam, termasuk perubahan reaktivitas vaskular, vasospasme, dan kelainan berbagai sistem organ, berasal dari perubahan patologis pada endotel vaskuler maternal.11,12 Hipotesa yang mendapat banyak perhatian saat ini yaitu reaksi radikal bebas yang mengakibatkan suatu kejadian yang membahayakan fungsi pertahanan endotel vaskuler pada preeklamsia. Bila terdapat radikal bebas melebihi kapasitas mekanisme pertahanan antioksidan terjadi stres oksidasi.11,12,13,14,15 Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Ruder dkk (2009), Wruch dkk (2009), serta Talaulikar dan Manyonda (2009) mengemukakan bahwa stres oksidasi mungkin merupakan faktor utama penyebab preeklamsia. Atamer dkk (2005) dan Fainaru dkk (2003) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kadar serum hidroperoksida yang berhubungan dengan tingginya stres oksidasi. 16 Sidabutar E (2005) mengemukakan bahwa terdapat penurunan kadar enzim antioksidan yaitu enzim superoksida dismutase pada pasien preeklamsia.17 Penelitian lain menunjukkan adanya peningkatan kadar serum seruloplasmin pada pasien preeklamsia (Guller dkk, 2008; Engin-Ustȕn dkk, 2005; Orhan dkk, 2001). Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa eksperimen (Guller dkk, 2008; Hellman dan Gitlin, 2002; Patel dkk, 2002)bahwa kadar seruloplasmin plasenta, protein dengan kelengkapan antioksidan meningkat dengan jelas pada pasien preeklamsia dibandingkan dengan pasien dengan kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama Kemungkinan adanya hipoksia plasenta yang berhubungan dengan preeklamsia meningkatkan ekspresi seruloplasmin plasenta pada makrofag dan monosit (Redman and Sargent, 2005; Kaufmann dkk, 2003, Sarkar dkk, 2003).16 Atas dasar ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan membandingkan kadar serum seruloplasmin plasma antara penderita preeklamsia berat early onset dengan penderita preeklamsia berat late onset untuk mengetahui apakah kadar serum seruloplasmin plasma penderita preeklamsia berat early onset berbeda bermakna dibandingkan dengan penderita preeklamsia berat late onset. 1.2. Rumusan Masalah Preeklamsia sebagai salah satu penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas maternal di dunia memiliki kaitan yang erat dengan stres oksidatif. Serum seruloplasmin merupakan salah satu marker dari stres oksidasi. Belum ada penelitian di Indonesia yang membandingkan kadar serum seruloplasmin pada penderita preeklamsia berat early onset dan late onset. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : - Bagaimana kadar seruloplasmin pada penderita preeklamsia early onset - Bagaimana kadar seruloplasmin pada penderita preeklamsia late onset 1.3. Hipotesis Bahwa kadar serum seruloplasmin pada preeklamsia berat early onset lebih tinggi dibandingkan dengan kadar seruloplasmin pada preeklamsia berat late onset. 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui perbandingan kadar serum seruloplasmin pada kehamilan dengan preeklamsia berat early onset dan late onset. 1.4.2. Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui karakteristik antara penderita preeklamsia berat early onset dan late onset. b) Untuk mengetahui perbandingan kadar serum seruloplasmin antara kehamilan dengan preeklamsia berat early onset dan kehamilan dengan preeklamsia berat late onset c) Untuk mengetahui korelasi antara kadar serum seruloplasmin dengan usia kehamilan ibu dengan preeklamsia berat early onset d) Untuk mengetahui korelasi antara kadar serum seruloplasmin dengan usia kehamilan ibu dengan preeklamsia berat late onset 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya agar kadar serum seruloplasmin dapat digunakan sebagai prognosis dari preeklamsia.