BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun keturunan secara bersama-sama yang mempunyai karakteristik hiperglikemia yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol. Diabetes melitus dibagi menjadi diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 terjadi jika pankreas hanya menghasilkan sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita selamanya tergantung insulin dari luar, umumnya terjadi pada penderita yang berusia kurang dari 30 tahun. Diabetes melitus tipe 2 terjadi pada keadaan pankreas tetap menghasilkan insulin, terkadang lebih tinggi dari normal, tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut data dari International Diabetes Federation pada tahun 2012 diperkirakan sebanyak 371 juta orang di dunia menderita diabetes melitus. Indonesia sendiri menduduki peringkat ke-7 terbanyak dengan perkiraan jumlah sekitar 7,6 juta kasus dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dengan jumlah sekitar 11,8 juta kasus. Menurut dinkes kota Denpasar tahun 2012 penderita diabetes melitus di Provinsi Bali sendiri pada tahun 2012 tercatat sebanyak 8.543 kasus (Dinkes Kota Denpasar,2012). Berdasarkan data yang dikumpulkan Tim Surveilans 1 2 Terpadu Penyakit Rawat Jalan RS Pemerintah dan Puskesmas Sentinel pada tahun 2011 di Bali, penderita diabetes melitus tercatat sekitar 4.023 (Bali Post, 2012). Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh. Komplikasi diabetes melitus bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek meliputi hipoglikemia dan ketoasidosis, sedangkan komplikasi jangka panjang dapat berupa kerusakan makroangiopati dan mikroangiopati. Kerusakan makroangiopati meliputi penyakit arteri koroner, kerusakan pembuluh darah serebral dan kerusakan pembuluh darah perifer. Adapun komplikasi mikroangiopati meliputi retinopati, nefropati dan neuropati (Smeltzer & Bare, 2008). Neuropati diabetik (ND) adalah salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus. Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan ND antara lain adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh, dan amputasi jari atau kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang berakibat meningkatnya biaya pengobatan diabetes melitus dengan ND (Sudoyo, 2009). Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advace glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada berkurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mionositol dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan 3 bahwa kejadian ND berhubungan kuat dengan lama serta beratnya diabetes melitus (Sudoyo, 2009). Ada dua tipe ND yang paling sering dijumpai adalah neuropati sensorik dan neuropati otonom. Neuropati pada sistem saraf otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang menegenai hampir seluruh sistem organ di dalam tubuh. Ada enam akibat utama dari neuropati otonom yaitu kardiovaskuler, gastrointestinal, urinalisis, kelenjar adrenal, disfungsi seksual, dan neuropati sudomotorik (Smeltzer & Bare, 2002). Neuropati otonom sudomotorik adalah keadaan dimana berkuranganya pengeluaran keringat pada ekstremitas yang disertai dengan peningkatan kompensatorik perspirasi di bagian tubuh yang lain (Smeltzer & Bare, 2002). Neuropati otonom sudomotorik menyebabkan berkurangnya keringat dan kelenjar minyak fungsionalitas. Akibatnya, kaki kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan kulit di atasnya (Clayton & Elasy, 2009). Pernyataan diatas didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Markendeya et al. (2004) dengan judul “Sweat Function in The Diabetic Foot”, yang menunjukkan hasil dari 30 pasien 18 diantaranya (60%) pasien mengalami penurunan produksi keringat atau tidak menghasilkan keringat pada kaki dan 28 pasien mengalami pecah-pecah pada kaki. Juga disebutkan dalam penelitian “Prevalence of Skin Manifestations in Diabetes Mellitus at King Abdulaziz University Hospital” yang dilakukan oleh Samer (2012) di Saudi Arabia didapatkan sebanyak 74,7 % dari 558 orang mengalami kulit kering atau penurunan kelembaban kulit pada penderita diabetes melitus. 4 Penurunan Kelembaban kulit atau kekeringan pada kaki membawa risiko timbulnya ulkus kaki. Rangkaian kejadian yang khas dalam proses terjadinya ulkus kaki diabetik dimulai dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau daerah kulit yang kering, atau pembentukan sebuah kalus (Smeltzer & Bare, 2002). Clayton & Elasy (2009) juga mengatakan pada kaki yang kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan kulit di atasnya akan menjadi kering dan semakin rentan terhadap infeksi termasuk ulkus diabetikum. Berdasarkan penelitian Purwanti (2012) “ Hubungan Antara Neuropati Otonom Dengan Kejadian Ulkus Kaki Pada Responden Diabetes Melitus di RSUD Dr. Moewardi” menunjukkan hasil bahwa 76,5% (n=34) responden yang dengan ulkus kaki mengalami neuropati otonom yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara neuropati otonom dengan kejadian ulkus. Data diperoleh nilai OR: 2,889, yang berarti pasien yang mengalami neuropati otonom mempunyai kemungkinan 2,889 kali terjadi ulkus dibandingkan pasien yang tidak mengalami neuropati otonom. Prevalensi penderita ulkus diabetikum di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetikum merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk diabetes melitus. Penderita ulkus diabetikum di Indonesia juga memerlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk seorang penderita (Rini, 2008). Untuk memperbaiki kelembaban kulit, harus mengurangi hilangnya air lewat epidermis dengan jalan memberikan bahan yang bersifat hidrasi 5 (moisturizer) yang larut dalam air atau pelumas (lumbricating) dan penutup (oclution) yang tidak larut dalam air (Partogi, 2008). Istilah pelembab menggambarkan terjadinya penambahan air ke kulit, sehingga menurunkan kekasaran kulit atau peningkatan kadar air secara aktif ke kulit. Pengertian pelembab adalah bahan oklusif yang membantu hidrasi kulit dengan cara melapisi permukaan kulit dan menahan air di stratum corneum (Purwandhani, 2000). Price (2003) menyatakan jika menggunakan lotion biasa untuk perawatan kulit, umumnya lotion menggunakan komponen air sehingga ketika dipakai akan memberikan kesegaran sesaat namun ketika kandungan airnya hilang karena penguapan, maka kulit menjadi kering. Price (2003) juga menyatakan minyak kelapa yang diolah untuk konsumsi sebagai minyak goreng akan kehilangan sebagian zat-zat aktif yang dibutuhkan kulit karena pengolahan dengan pemanasan dan penjernihan oleh karena itu jika dipakai sebagai bahan topikal untuk perawatan kulit mengakibatkan terciptanya radikal bebas di permukaan kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan konekstif. Hal demikian dapat dihindari dengan memilih bahan topikal minyak kelapa yang diolah dengan baik yaitu tanpa pemanasan suhu tinggi dan tidak dijernihkan seperti pada virgin coconut oil. Virgin coconut oil adalah minyak kelapa yang dihasilkan dari pengolahan daging buah kelapa tanpa melakukan pemanasan atau dengan pemanasan suhu rendah sehingga menghasilkan minyak dengan warna yang jernih, tidak tengik dan terbebas dari radikal bebas akibat pemanasan. Lucida et al. (2008) menyatakan virgin coconut oil mengandung 48 – 53 % asam laurat, 1,5 – 2,5 % 6 asam oleat, asam lemak lainnya seperti 8% asam kaprilat, dan 7% asam kaprat. Kandungan asam lemak terutama asam laurat dan oleat dalam virgin coconut oil bersifat melembutkan kulit. virgin coconut oil dapat diberikan sebagai bahan topikal yang berfungsi menjadi pelembab untuk kulit kering. virgin coconut oil juga memberikan nutrisi melalui proses penyerapan oleh kulit dan sebagai pelumas untuk mengurangi efek gesekan. Virgin coconut oil mengandung pelembab alamiah dan membantu menjaga kelembaban kulit serta baik digunakan untuk kulit yang kering, kasar dan bersisik. virgin coconut oil mengandung medium chain fatty acids (MCFA) yang mudah masuk ke lapisan kulit dalam dan mempertahankan kelenturan serta kekenyalan kulit (Tranggonno, 2007). Virgin coconut oil berikatan dengan keringat dengan cara melembabkan permukaan kulit dan menahan air di stratum corneum. Kelenjar keringat ditemukan bersama dengan kelenjar minyak di kulit. Keringat melembabkan kulit. Namun, tanpa campuran apapun, keringat akan mudah menguap, mengakibatkan pengeringan kulit yang lebih parah. Untuk mencegahnya, zat lain dibutuhkan. (Eurell & Frappier, 2006). Pernyataan di atas juga didukung oleh penelitian “The effect of virgin coconut oil loaded solid lipid particles (VCO-SLPs) on skin hydration and skin elasticity” yang dilakukan oleh Mohamed (2013) di Malaysia didapatkan hasil pelembab lotion sarat dengan VCO–SLPs yang mengandung virgin coconut oil sebesar 20% ditemukan efektif dalam meningkatkan kelembaban kulit dan meningkatkan elastisitas kulit. Ada 24,8 % peningkatan kelembaban kulit untuk lotion dengan VCO-SLPs dibandingkan dengan 12,7% peningkatan kelembaban 7 kulit dalam penggunaan lotion kosong untuk durasi pemakaian 2 kali sehari selama 28 hari. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya diperoleh jumlah total kunjungan pasien diabetes melitus yang melakukan rawat jalan pada tahun 2012 sebanyak 808 dan dari bulan Januari hingga bulan November 2013 didapatkan data sebanyak 536 kunjungan. Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan data dari 10 pasien diabetes melitus yang telah dilakukan penilaian kulit kaki, 6 pasien (60%) mengalami kulit kering pada kedua kaki. Angka kejadian ini cukup tinggi, namun di poliklinik interna RSUD Wangaya belum ada program khusus untuk penanganan kulit kaki kering pada pasien diabetes melitus. Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pemberian virgin coconut oil terhadap kelembaban kulit kaki pada pasien rawat jalan diabetes melitus di RSUD Wangaya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh pemberian virgin coconut oil terhadap kelembaban kulit kaki pada pasien rawat jalan diabetes melitus di RSUD Wangaya?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 8 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian virgin coconut oil terhadap kelembaban kulit kaki pada pasien rawat jalan diabetes melitus di RSUD Wangaya. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi nilai pre test kelembaban kulit kaki pasien diabetes melitus pada kelompok perlakuan sebelum diberikan virgin coconut oil. b. Mengidentifikasi nilai post test kelembaban kulit kaki pasien diabetes melitus pada kelompok perlakuan setelah diberikan virgin coconut oil. c. Mengidentifikasi nilai pre test kelembaban kulit kaki pasien diabetes melitus pada kelompok kontrol. d. Mengidentifikasi nilai post test kelembaban kulit kaki pasien diabetes melitus pada kelompok kontrol. e. Menganalisis perbedaan nilai pre test dan post test kelembaban kulit kaki pasien diabetes melitus pada kelompok perlakuan. f. Menganalisis perbedaan nilai pre test dan post test kelembaban kulit kaki pasien diabetes melitus pada kelompok kontrol. g. Menganalisis perbedaan perubahan nilai pre test dan post test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktis Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya penangangan untuk 9 meningkatkan kelembaban pada kulit kaki pasien diabetes melitus serta sebagai pencegahan timbulnya ulkus diabetikum. 1.4.2 Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan teori dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan medikal bedah dan perawatan kulit kaki pada pasien diabetes melitus serta sebagai dasar acuan dalam penelitian selanjutnya.