PIHAK-PIHAK DALAM PERJANJIAN

advertisement
PERSONALIA DALAM
PERJANJIAN
PERTEMUAN - 06
Personalia




Yang dimaksud dengan personalia di sini adalah
tentang siapa-siapa yang tersangkut dalam suatu
perjanjian.
Pihak (subjek) dalam perjanjian adalah para pihak
yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian.
Subjek perjanjian dapat berupa orang atau badan
hukum.
Syarat menjadi subjek dalam perjanjian adalah harus
mampu atau berwenang melakukan perbuatan hukum.


Mampu/cakap menurut hukum adalah orang yang sudah
dewasa dan sehat pikirannya.
Menurut Pasal 1330 KUHPdt, orang yang dinyatakan tidak
cakap menurut hukum adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa.
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan
oleh Undang-Undang, dan semua orang kepada siapa
Undang-Undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu.

Namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 3 Tahun 1963 menyatakan bahwa
perempuan yang bersuami tidak lagi digolongkan
sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang
melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau
izin dari suaminya.

Selain itu, terdapat subjek hukum yang dilarang undang-undang
untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, diantaranya
adalah:
1.
2.
3.
Orang-orang dewasa yang dinyatakan pailit oleh putusan
pengadilan.
Badan hukum yang dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan.
Seseorang untuk waktu yang pendek maupun untuk waktu yang
lama meninggalkan tempat tinggalnya, tetapi sebelum pergi ia
tidak memberikan kuasa kepada orang lain untuk mewakili
dirinya dan mengurus harta kekayaannya.
Personalia dalam suatu perjanjian


Aturan mengenai subjek perjanjian terdapat dalam
pasal 1315, 1317, 1318 dan pasal 1340 KUHPdt.
KUHPdt membedakan 3 golongan subjek perjanjian (
pihak-pihak yang terikat dengan diadakannya suatu
perjanjian ) yaitu :
1. para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri;
2. para ahli waris dan mereka yang mendapat hak
dari padanya;
3. pihak ketiga.
Pasal 1315 KUHPdt





Pasal 1315 KUHPdt : ”Pada umumnya tak seorang dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji melainkan untuk dirinya sendiri”
Pasal 1340 ayat (1) KUHPdt : ”Persetujuan-persetujuan hanya berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya”
Karena suatu perjanjian hanya berlaku bagi yang mengadakan
perjanjian itu sendiri, maka pernyataan tersebut dikatakan
menganut asas kepribadian suatu perjanjian.
Maksud mengikatkan diri di sini ditujukan untuk memikul kewajiban
atau menyanggupi melakukan sesuatu.
Adapun penetapan suatu janji, ditujukan pada unsur memperoleh
hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu.


Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban antara pihak yang membuatnya,
sedangkan orang lain adalah pihak ketiga yang tidak
mempunyai sangkut paut dengan perjanjian itu.
Contoh : jika saya akan membuat perjanjian atas nama
orang lain, haruslah saya diberi kuasa oleh orang lain
itu dan saya dalam hal ini tidak bertindak atas nama
diri saya sendiri, melainkan untuk pemberi kuasa
sehingga yang menjadi pihak dalam perjanjian
tersebut adalah orang lain itu dan bukan saya sendiri.

Suatu perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu
perjanjian, mempunyai 2 (dua) sudut :
1. Sudut kewajiban-kewajiban (obligations) yang
dipikul oleh suatu pihak (sudut pasif); dan
2. Sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh
oleh pihak lainnya, yaitu hak-hak untuk menuntut
dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam
perjanjian itu (sudut aktif).
Pasal 1317 KUHPdt




Apakah setiap perjanjian takluk terhadap asas kepribadian
tersebut? Jawabnya “tidak!”
Karena asas tersebut tidak bersifat mutlak, dapat
dikecualikan, yaitu dalam bentuk “janji untuk pihak ketiga”
Dalam janji untuk pihak ketiga itu, seorang membuat suatu
perjanjian, di mana ia menjanjikan hak-hak bagi seorang
lain.
A mengadakan suatu perjanjian dengan B. Dalam
perjanjian itu ia minta diperjanjikan hak-hak bagi C, tanpa
adanya kuasa dari C. Dalam hubungan ini A dinamakan
stipulator dan B dinamakan promissor.


Pasal 1317 KUHPdt : “Lagi pula diperbolehkan juga untuk
meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan
seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang
dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu
pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain,
memuat janji yang seperti itu”.
Selain ketentuan pasal tersebut juga memberi syarat antara
stipulalator dan promissor bahwa mereka tidak boleh
menarik kembali, apabila pihak ketiga telah mengatakan
kehendak untuk mempergunakan hak-hak tersebut.

Pengecualian lain dari asas kepribadian yang diatur dalam
pasal 1315 KUHPdt adalah perjanjian garansi yang diatur
dalam pasal 1316 KUHPdt, yang berbunyi : “Meskipun
demikian, diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin
seorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang
lain ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi
tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah
menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk
menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu, jika
pihak ini menolak perikatannya”.


Dalam hal ini, seorang membuat suatu perjanjian, di
mana dalam perjanjian tersebut ia memperjanjikan
hak-hak bagi orang lain.
Contoh janji untuk pihak ketiga :
 Saya menjual mobil saya kepada si A, dengan
perjanjian bahwa selama satu bulan mobil itu boleh
dipakai dulu oleh si B.
 Atau : Seseorang memberikan modal dengan
percuma kepada orang lain untuk dipakai
berdagang, dengan perjanjian bahwa orang ini
akan membiayai sekolah seorang mahasiswa.


Lazimnya suatu perjanjian adalah timbal balik atau
bilateral. Artinya suatu pihak yang memperoleh hak-hak
dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-kewajiban
yang merupakan kebalikannya dari hak-hak yang
diperolehnya, dan sebaliknya suatu pihak yang memikul
kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hak yang
dianggap sebagai kebalikannya kewajiba-kewajiban
yang dibebankan kepadanya itu.
Apabila tidak demikian, maka perjanjian yang
demikian itu adalah unilateral atau sepihak.


Terhadap perjanjian sepihak, janji untuk pihak
ketiga tidak dapat dilakukan. Karena dalam
perjanjian sepihak, hanya ada hak di satu pihak,
sedangkan di pihak lain hanya ada kewajiban.
Pihak yang hanya mendapatkan kewajiban saja,
tidak memperjanjikan sesuatu untuk dirinya sendiri,
karena tidak dapat melalui perjanjian itu
menjanjikan sesuatu untuk pihak ketiga.
Subjek Perjanjian yang Diperluas (Pasal
1318 KUHPdt)


Pasal 1318 KUHPdt melebarkan personalia suatu
perjanjian, hingga meliputi para ahli waris dari pihakpihak yang mengadakan suatu perjanjian..
Pasal 1318 KUHPdt menyebutkan bahwa : ”Jika
seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka
dianggap itu adalah untuk ahli warisnya dan orangorang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika
dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari
sifat persetujuan tidak sedemikian maksudnya”.


Selain ahli waris, dalam pasal 1318 KUHPdt juga
menyebutkan orang-orang yang memperoleh hak dari para
pihak yang mengadakan perjanjian.
Orang-orang yang memperoleh hak dari sesorang ini dapat
dibagi dalam dua golongan, yaitu :
1. Orang-orang yang memperoleh hak dari seseorang
dengan alas hak umum.
Dalam golongan ini adalah termasuk ahli waris dari
seseorang yang meninggal, suami atau isteri terhadap
harta kekayaan istri/suaminya.
2.
Orang-orang yang memperoleh hak dari seseorang
dengan alas hak khusus.
Dalam golongan ini adalah termasuk pembeli barang,
penukar barang, penerima hibah, dll.
Download