Pemetaan Quantitative Trait Loci (QTL) Sifat Pertumbuhan Pada

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi ternak domba di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Data terakhir populasi domba di Indonesia pada tahun 2004, tercatat
lebih dari 8.245.000 ekor tersebar hampir di seluruh tiga puluh wilayah propinsi dan
paling banyak tersebar di Propinsi Jawa Barat (tidak termasuk Propinsi Banten), yaitu
berjumlah 3.673.812 ekor (DJBPP 2004). Hingga saat ini pengusahaan ternak domba
masih didominasi oleh peternakan rakyat dalam skala kecil dengan sistem
pemeliharaan sederhana atau tradisional. Pemeliharaan domba tersebut pada
umumnya ditujukan untuk produksi daging dan sebagian lainnya digunakan sebagai
tabungan untuk menunjang ekonomi keluarga. Dilihat dari sisi ekonomi, usaha
peternakan domba mempunyai prospek bagus karena mempunyai perputaran modal
yang lebih cepat dibandingkan dengan usaha ternak ruminansia besar seperti sapi atau
kerbau. Bahkan isu terakhir, ternak domba dari Indonesia dapat memasok sebagian
keperluan domba di Timur Tengah. Namun sampai saat ini usaha peternakan domba
belum diusahakan secara industri atau dalam skala besar. Selama ini usaha pemuliaan
telah diupayakan untuk memperbaiki sifat genetik dalam produksi (daging) tinggi,
namun hasil yang diperoleh belum maksimal. Terlebih lagi, usaha pemuliaan
produksi domba juga belum merambah untuk memikirkan produksi daging dengan
sebaran lemak yang rendah. Kualitas daging akan mempunyai nilai tambah apabila
daging yang dihasilkan tidak mengandung banyak lemak atau dihasilkan daging
kurus (leaner). Penangkar ternak juga belum belum memperhitungkan efisiensi waktu
maupun jumlah ternak yang digunakan dalam program pemuliaan.
Perkembangan ilmu pengetahan dan teknologi yang semakin cepat berkembang
dewasa ini, usaha perbaikan genetik sekarang dapat lebih diarahkan untuk sifat
bernilai ekonomi tertentu. Kemajuan pengetahuan di bidang biologi molekuler dan
bidang teknologi informasi utamanya bioinformatika, maka penelitian pada bidang
genetika telah berkembang pesat.
Selama ini penelitian dalam perbaikan genetik ternak untuk sifat kuantitatif
bernilai ekonomi tinggi, dilakukan kurang efektif karena memerlukan populasi ternak
yang besar dan hampir semua menggunakan nilai dugaan berdasar analisis statistik.
Sekarang, penelitian seperti tersebut akan menjadi lebih cepat dan akurat karena
tersedianya peta genetik ternak dan tersedianya program komputer (software) yang
basis datanya adalah fragmen DNA (merupakan manifestasi alel) yang digunakan
sebagai parameter selain data kuantitatif. Adanya fasilitas peta genetik ternak
tersebut, kesempatan untuk mengungkap lebih jauh sifat yang sulit untuk diwariskan,
sekarang dimungkinkan untuk diupayakan perbaikan genetiknya. Penelitian pemetaan
sifat genetik akhir-akhir ini semakin penting sebagai terobosan pada pencarian sifat
kuantitatif bernilai ekonomi pada pemuliaan ternak.
Sejarah terciptanya peta genetik ternak tidak terlepas dari teori pewarisan
Mendel. Teori pewarisan sifat tersebut dilakukan oleh Bapak Ilmu Genetika Modern Gregor Johann Mendel pada sekitar abad 18 (Russell 1990). Kemajuan ilmu genetika
kemudian disusul dengan ditemukannya jarak antara dua gen pada kromosom oleh
Morgan. Penetapan jarak fisik antara dua gen tersebut diukur dengan satuan map
units, dan akhirnya penetapan satuan jarak ini disepakati dengan nama centi-Morgan
(cM) untuk memberi kehormatan pada Morgan sebagai penemunya (Russell 1990).
Penentuan jarak antara dua gen, didasarkan pada banyaknya frekuensi terjadinya
rekombinasi. Semakin sering terjadi rekombinasi (lokasinya disebut hot spot) diantara
2 gen atau penciri genetik, ini berarti jarak atau interval antara 2 gen tersebut lebih
lebar. Sebaliknya semakin jarang kejadian rekombinasi, berarti jarak antara dua gen
tersebut adalah lebih pendek. Pada daerah hot spot tersebut dimungkinkan terjadinya
segregasi, sementara jarak yang lebih pendek adalah semakin kecil terjadi segregasi.
Perkembangan genetika modern dari Mendel dan ditambah penemuan dari
Morgan tersebut kemudian mengilhami dibuatnya peta genetik pada hewan budidaya,
misal pada domba. Peta genetik tersebut awalnya dikemukakan pada tahun 1994 oleh
Broad et al. (1997) yang melaporkan peta fisik kromosom, kemudian disusul
pengembangan peta genetik oleh Crawford et al. (1995) dan de Gortari et al. (1998).
Kelengkapan peta genetik domba akhir-akhir ini dikembangkan terus dari tahun ke
tahun oleh Maddox et al. (2001; 2002). Perkembangan peta genetik ternak domba
tersebut sekarang menjadi acuan untuk penelitian pemetaan quantitative trait loci
(QTL) untuk sifat kuantitatif penting bernilai ekonomi. Dengan dilengkapinya peta
genetik ternak domba, hal ini menjadi kemajuan besar di bidang penelitian genetika
molekuler pada ternak domba.
Salah satu sifat kuantitatif penting pada ternak adalah produksi karkas. Sifat ini
berhubungan dengan sifat bobot badan dan pertumbuhan pada ternak. Sifat tersebut
belum diupayakan semaksimal mungkin dalam perbaikan genetik yang ekspresinya
dapat dilihat pada perbaikan tampilan fenotipenya. Perbaikan genetik melalui seleksi
ternak yang dilakukan selama ini semata-mata berdasarkan tampilan fenotipe untuk
menduga kontribusi genetik yang diwariskan atau gen yang dipindahkan dari generasi
ke generasi berikutnya. Penemuan saat ini (pada seleksi ternak) dengan melibatkan
penggunaan penciri genetik akan mempersempit estimasi karena pendugaan yang
tadinya hanya didasarkan pada parameter fenotipe sekarang dimungkinkan untuk
meduga dengan tambahan informasi sampai tingkat DNA.
Dinyatakan oleh Kinghorn et al. (1994) bahwa penggunaan teknik molekuler
dapat membantu memecahkan beberapa keterbatasan dari metode yang selama ini
digunakan. Lebih lanjut diterangkan bahwa kemampuan untuk menyusun peta
genetik yang lebih lengkap untuk setiap jenis hewan memungkinkan dilakukannya
evaluasi QTL seluruh genom untuk QTL yang mempunyai efek besar terhadap
fenotipe. Informasi demikian dapat dimanfaatkan di dalam program pemuliaan.
Selain itu metode analisis segregasi telah dikembangkan untuk mendeteksi
keberadaan gen mayor (major genes) dari analisis data kuantitatif pedigree (asal usul
atau silsilah) tanpa adanya informasi molekuler (Bovenhuis et al. 1997). Namun
analisis segregasi ini diketahui kurang kuat dalam pembuktian keberadaan gen mayor
dibandingkan dengan studi analisis QTL yang dilengkapi dengan pemanfaatan penciri
molekuler.
Hingga saat ini di Indonesia belum dilakukan analisis QTL untuk identifikasi
gen mayor yang dikaitkan dengan sifat kuantitatif bernilai ekonomi tinggi pada
ternak. Kemajuan komputerisasi dan tersedianya perangkat lunak (sowfware) secara
online dari internet dan tersedianya fasilitas laboratorium molekuler dapat digunakan
untuk membantu analisis pemetaan QTL.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menerapkan metode pemetaan QTL sifat pertumbuhan dengan memanfaatkan
penciri genetik
2. Identifikasi QTL dan estimasi lokasi QTL (cM) yang mempengaruhi sifat
pertumbuhan pada berat lahir (BL), berat badan umur 90 hari (BB90), berat
umur 180 hari (BB180), berat umur 270 hari (BB270) dan berat umur 360 hari
(BB360)
3. Identifikasi penciri DNA apit (flanking markers) dalam pemetaan QTL
4. Mencari gen kandidat sifat pertumbuhan pada domba
Manfaat Penelitian
Dengan ditemukannya penciri DNA dan ketersediaan perangkat lunak dalam
komputerisasi untuk membantu analisis pemetaan QTL, maka penelitian pemetaan
QTL sifat pertumbuhan dengan beberapa karakter berat badan pada domba memberi
beberapa manfaat seperti berikut:
1. Ternak dapat diseleksi lebih akurat dengan informasi keberadaan sifat yang
dicari berlokasi relatif tepat
2. Keberadaan gen mayor yang berasosiasi dengan penciri genetik (marker)
dapat dideteksi lebih awal
3. Biaya dan waktu seleksi dapat ditekan atau program pemuliaan secara
keseluruhan dapat dilakukan secara efisien melalui Marker Assisted Selection
(MAS)
4. Metode identifikasi penciri genetik untuk sifat pertumbuhan ini dapat
diterapkan dalam penelusuran sifat yang diinginkan (interest traits) lainnya
dan pada komoditi ternak lainnya
Download