BAB IV PENUTUP Dalam Bab ini, tiba saatnya bagi Penulis untuk melakukan penarikan kesimpulan, yang sudah barang tentu memperhatikan perumusan masalah penelitian yang telah Penulis kemukakan di dalam Bab I, serta analisis dan apa yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam bagian-bagian sebelumnya dari skripsi ini. Bersama dengan kesimpulan, Penulis juga akan mengemukakan saran yang barangkali penting untuk diperhatikan oleh para hakim yang mungkin saja pada waktu yang akan datang, tidak tertutup kemungkinan mengadili kasus dengan pola yang sama seperti yang terjadi di balik Putusan 1887 yang menjadi satuan amatan penelitian dalam sripsi ini. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik oleh Penulis, sehubungan dengan jawaban atas pertanyaan bagaimana nemo dat rule dalam Putusan 1887 adalah bahwa asas hukum perdagangan internasional atau yang dikenal lex mercatoria itu belum diperhatikan dengan saksama dalam mengadili perkara di balik Putusan 1887 yang menjadi satuan amatan penelitian ini. Alasan dibalik mengapa asas hukum nemo dat rule tersebut harus diperhatikan adalah mengingat transaksi yang diadakan dalam Putusan 1887 adalah transaksi yang berdimensi hukum perdagangan internasional, sehingga akan lebih bermanfaat dan adil apabila asas hukum nemo dat rule tersebut diterapkan. Kurang diperhatikannya nemo dat rule dalam memutus perkara dengan dimensi internasional itu terlihat dari tidak dihadirkannya tiga pihak pemesan pupuk kepada PT. Gespamindo dalam 73 persidangan untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana ditegaskan oleh para hakim yang mengadili kasus di balik Putusan 1887 tersebut. Dengan kata lain bahwa hakim dalam mengadili perkara di balik Putusan 1887 tersebut telah terjadi kekurangtepatan penerapan hukum. Sebagaimana gambaran di dalam Bab-Bab terdahulu, ketiga pemesan pupuk sebanyak 3000 metric ton yang belakangan terkesan telah ‘dibeli’ oleh PT. Gespamindo dari perusahaan penghasil pupuk di Australia yaitu Phospate Mining Co. tersebut telah menyebabkan orang dapat saja menarik suatu persepsi bahwa para hakim telah membiarkan suatu ketidakjelasan kaedah, yaitu dengan sengaja seolah-olah membenarkan pelanggaran terhadap nemo dat rule tanpa suatu pertanggungjawaban ilmiah yang memadai. Orang bisa juga beranggapan bahwa itulah pengadilan Indonesia yang mungkin saja menganggap tidak terlalu penting menjelaskan mengapa ketika pemesan pupuk tersebut bisa menguasai pupuk, padahal pemesan pupuk tersebut dalam kenyataannya bukan pihak sama sekali dalam transaksi ekspor-impor di balik Putusan 1887 tersebut. Penulis memprediksi, bahwa seandainya para hakim yang mengadili kasus di balik Putusan 1887 itu menghadirkan ketiga pemesan pupuk dari PT. Gespamindo tersebut, maka para hakim akan lebih memberi dimensi penemuan hukum yang lebih jelas, yaitu dalam hal ini adanya pengecualian (exemption) berlakunya nemo dat rule, yang tidak diterapkan kepada ketiga pihak yang memesan pupuk. Dan ada kemungkinan, asas hukum (the principle of Law) seperti pembeli yang beriktikad baik (buyer in good faith) akan muncul dan dengan demikian menambah kualitas dari sekedar klaim adanya perbuatan 74 melawan hukum (PMH) yang sudah dilakukan oleh para hakim yang memutus kasus di balik Putusan 1887 tersebut. Berdasarkan penelitian dan pembahasan serta kesimpulan tentang keadaan ‘bagaimana’ asas hukum nemo dat rule di dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas, maka ada hal yang perlu diperhatikan demi terwujudnya peradilan yang berdampak terhadap ketepatan pengenaan hukuman kepada para pihak yang membutuhkan keadilan, yaitu bahwa apabila para hakim yang mungkin saja mengadili kasus yang sama seperti kasus yang ada di balik Putusan 1887 tersebut, perlu menghadirkan pembeli yang beriktikad baik ke dalam penyelesaian kasus. Hal itu akan memberi dimensi penemuan hukum yang lebih elegan dan lebih sejalan dengan status kasus-kasus seperti itu, yaitu kasus-kasus hukum yang berdimensi internasional. 75