BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut T. Hani Handoko (2008:4), “manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi”. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2005:10), “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat”. Menurut Mutiara S. Panggabean (2004:15), “manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Gary Dessler (2004:2), “manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian”. 6 2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:21), antara lain: 1. Perencanaan Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 2. Pengorganisasian Adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. 3. Pengarahan (directing) Adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan 7 dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. 4. Pengendalian (controlling) Adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 5. Pengadaan (procurement) Adalan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. 6. Pengembangan (development) Adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoretis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. 7. Kompensasi (compensation) Adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat 8 memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. 8. Pengintegrasian (integration) Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. 9. Pemeliharaan (maintenance) Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan. 10. Kedisiplinan Merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial. 11. Pemberhentian (separation) Adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. 9 2.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah-masalah, menurut Malayu S.P Hasibuan (2005:14) peranan dari manajemen sumber daya manusia antara lain : a. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efekitf sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job requirement, dan job evaluation. b. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the right man in the right place and the right man in the right job. c. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian. d. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. e. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. f. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksaaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis. g. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh. h. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan. i. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal. j. Mengatur pensiun, pemberhentian dan, pesangonnya. Peranan MSDM diakui sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk memimpin unsur manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia 10 selain mampu, cakap dan terampil, juga tidak kalah pentingnya kemauan dan kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan kurang berarti jika tidak diikuti moral kerja dan kedisiplinan karyawan dalam mewujudkan tujuan. 2.2 Motivasi Kerja 2.2.1 Pengertian Motivasi Pengertian motivasi menurut Ashar Sunyoto Munandar (2001:323), “motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu”. Pengertian Motivasi menurut Marihot T.E. Hariandja (2007:321), “Motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah”. Menurut Ishak Arep dan Hendri Tanjung (2003:12), “Motivasi adalah sesuatu yang pokok, yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja”. Sedangkan menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:141) pengertian “motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”. Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan di atas maka yang dimaksud dengan motivasi adalah: sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. 11 2.2.2 Teori-Teori Motivasi a. Teori Tata Tingkat Kebutuhan Teori tingkat kebutuhan dari Maslow mungkin merupakan teori motivasi kerja yang paling luas dikenal. Menurut Ashar Sunyoto Munandar (2001;326) ada lima kelompok kebutuhan yang disusun secara tata tingkat sebagaimana terihat pada gambar berikut: Kebutuhan tingkat tinggi Kebutuhan Aktualisasi Diri Kebutuhan Harga Diri Kebutuhan Sosial Kebutuhan Rasa Aman Kebutuhan tingkat rendah Kebutuhan Fisiologis Gambar 2.1 Tata Tingkat Kebutuhan Maslow Menurut Maslow, makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting ia untuk mempertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda. 1. Kebutuhan Fisiologikal. Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar (Oksigen). Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya. 2. Kebutuhan Rasa Aman. Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk 12 dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kita jumpai kebutuhan ini dalam bentuk ‘rasa asing’ sewaktu menjadi tenaga kerja baru, atau sewaktu pindah ke kota baru. 3. Kebutuhan Sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang tenaga kerja. 4. Kebutuhan Harga Diri. Kebutuhan harga diri ini dapat terungkat dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. b. Teori Dua Faktor Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg. Ia menemukan bahwa faktor-faktor yangg menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrisik dari pekerjaan 13 yaitu (Ashar Sunyoto Munandar, 2001;331): 1. Responsibility, besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja. 2. Advancement, besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya. 3. Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. 4. Achievement, besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi. 5. Recognition, besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya. Jika faktor tersebut tidak dirasakan ada, tenaga kerja merasa hot satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied (tidak puas). Tidak lagi puas Tidak Puas Puas Tidak lagi tidak puas Gambar 2.2 Kutub Kepuasan Kerja dan Kutub Ketidakpuasan Kerja Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, meliputi faktor-faktor: 1. Asministrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. 14 2. Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja. 3. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya. 4. Hubungan antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya. 5. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. Kelompok faktor ini dinamakan kelompok hygiene. Kalau faktor-faktor dirasakan kurang atau tidak diberikan, maka tenaga kerja akan merasa tidak puas (dissatisfied). Tenaga kerja akan banyak mengeluh. Jika faktorfaktor hygiene dirasakan ada atau diberikan, maka yang timbul bukanlah kepuasan kerja, tetapi menurut Herzberg, not dissatisfied atau tidak lagi tidak puas. c. Teori Kebutuhan Berprestasi (Achievement motivation) Teori ini dikembangkan oleh David McClelland. McClelland tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi, tetapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa, dan kebutuhan untuk berafiliasi/ berhubungan(Ashar Sunyoto Munandar, 2001;333). Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement). Ada sementara orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien 15 dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini yang disebut kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need = nAch). Kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power), ialah adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orangg lain. Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan, dan mereka berupaya mempengaruhi orang lain. Hasil penelitian menunjukan para eksekutif puncak, para manajer, memiliki kebutuhan untuk berkuasa yang besar. Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need for Affiliation = nAff). Kebutuhan ini yang paling sedikit mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Orangorang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang yang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka ingin disukai dan diterima oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dari situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan yang melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi. Mereka akan berusaha untuk menghindari konflik. McClelland menggunakan beberapa kartu dari Tematic Apperception Test (TAT) untuk mengetahui tinggi rendahnya kebutuhan untuk berprestasi. Orang diminta untuk membuat cerita setelah diperlihatkan ggambar TAT selama beberapa menit. Dari jawaban-jawaban pada pertanyaan dasar yang diajukan, dapat disimpulkan tinggi rendahnya kebutuhan untuk berprestasi. 16 Orang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berkuasa dan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi sekaligus akan memiliki motivasi kerja yang proaktif. Sedangkan yang memiliki ketiga macam kebutuhan dalam derajat yang rendah akan memiliki corak motivasi kerja yang reaktif. 2.2.3 Proses Motivasi Proses motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:150), yaitu: a. Tujuan Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu. b. Mengetahui Kepentingan Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melibatkan dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan saja. c. Komunikasi Efektif Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus terpenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya. d. Integrasi Tujuan Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalan needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan 17 individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi. e. Fasilitas Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan, seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman. 2.2.4 Metode Motivasi Kerja Ada dua metode motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:149) yaitu motivasi kerja langsung dan motivasi kerja tak langsung. a. Motivasi kerja langsung (Direct Motivation) Motivasi kerja langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa. b. Motivasi kerja tak langsung (Indirect Motivation) Motivasi kerja tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya, kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi kerja tak 18 langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif. 2.2.5 Jenis-Jenis Motivasi Kerja Ada dua jenis motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:150), yaitu motivasi kerja positif dan motivasi kerja negatif. a. Motivasi kerja positif (Insentif Positif) Motivasi kerja positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi kerja positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. b. Motivasi kerja negatif (Insentif Negatif) Motivasi kerja negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi kerja negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. Kedua jenis motivasi kerja di atas dalam prakteknya sering digunakan oleh suatu perusahaan. Tetapi penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. 19 2.3 Prestasi Kerja 2.3.1 Pengertian Prestasi Kerja Prestasi seseorang juga merupakan bagian dari prestasi dalam organisasi. Maka dari itu para manajer harus dapat mempertimbangkan kemungkinan bahwa prestasi yang baik hanya dapat dicapai dengan membuat perubahan yang nyata dalam keseluruhan organisasi. Menurut Marihot T.E. Hariandja (2007:195), “Ujuk kerja atau prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi”. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:94), “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Pengertian ini mencakup bahwa prestasi kerja merupakan kesuksesan yang dicapai atau ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya atas kegiatan bekerja dengan diakhiri suatu karya. 2.3.2 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Perusahaan perlu mengetahui berbagai kelemahan dan kelebihan pegawai sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan tersebut dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pengembangan pegawai. Menurut Mutiara S.Panggabean (2002:66), “Penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik”. 20 Menurut Hani T. Handoko (2008:135), “Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan”. Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan suatu proses dimana organisasi menilai kinerja karyawannya, dimana kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia selain itu untuk menghindari kesalahan informasi dalam melakukan seleksi karyawan dan dapat memberikan feed back kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. 2.3.3 Faktor – Faktor Penilaian Prestasi Kerja Faktor-faktor prestasi menurut Eugene McKenna dan Nic Beech (2001:151), yang biasanya dinilai adalah sebagai berikut : a. Pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dalam pekerjaan. b. Sikap dalam bekerja, yang diekspresikan sebagai antusiasme, komitmen dan motivasi. c. Kualitas pekerjaan atas dasar konsistensinya dengan perhatian pada detail. d. Volume output produktif e. Interaksi, seperti ditunjukkan oleh ketrampilan-ketrampilan dan kemampuan berkomunikasi dengan yang lain dalam tim. 2.3.4 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja pegawai berguna untuk perusahaan serta harus bermanfaat bagi pegawai itu sendiri. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:89) tujuan dan kegunaan penilaian prestasi kerja adalah sebagai beriut: 21 1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur besarnya prestasi kerja yaitu sejauh mana pegawai bisa sukses dalam pekerjaannya. 3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan. 4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja. 5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan atihan bagi pegawai/karyawan yang berada dalam organisasi. 6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik. 7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor, manager, administrator) untuk mengobservasi perilaku bawahan (subordinate) agar diketahui minat dan kebutuhan bawahannya. 8. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan di masa lampau dan meningkatkan kemampuan pegawai selanjutnya. 9. Sebagai kriteria didalam menentukan seleksi dan penempatan pegawai/karyawan. 10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personil dan dengan demikian dapat dijadikan bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan. 22 11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. 12. Sebgai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (job description). Jadi dengan penilaian prestasi kerja dapatlah diketahui prestsi kerja seorang karyawan dimana terdapat kelebihan-kelebihan maupun kekurangankekurangan yang dimilikinya. Bagi mereka yang memiliki prestasi kerja tinggi, memungkinkan dirinya untuk mendapatkan promosi. Sebaliknya, karyawan yang prestasinya rendah dapat diperbaiki dengan demosi ataupun melalui pendidikan dan latihan dalam rangka pengembangan karyawan. 2.3.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja Secara praktis banyak metode penilaian yang dapat dilakukan. Marihot T.E. Hariandja (2007:204) Keseluruhan metode tersebut secara garis besar dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : 1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan sebagai penilaian perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan. Melalui hasil penilaian tersebut dapat dilakukan usaha untuk mengubah perilaku kerja atau pengembangan pegawai. Penilaian ini terdiri dari: a. Rating Scale Adalah penilaian yang didasarkan pada suatu skala, dari sangat memuaskan sampai kurang memuaskan, pada standar-standar unjuk kerja 23 seperti inisiatif, tanggung jawab, hasil kerja secara umum, dan lain-lain. Penilaian dilakukan oleh seorang penilai yang biasanya atasan langsung, yang dilakukan secara subyektif. b. Checklist Penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah pegawai sudah memenuhi atau melakukannya. c. Critical Incident Technique Penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun yang tidak baik. Penilaian ini dilakukan melalui observasi langsung ke tempat kerja. d. Behaviorally Anchored Rating Scale Penilaian yang dilakukan dengan menspesifikasi unjuk kerja dalam dimensi-dimensi tertentu dan selanjutnya masing-masing dimensi diidentifikasikan berdasarkan perilaku tertentu, baik perilaku yang sangat baik maupun perilaku yang tidak baik. e. Performance test and Observation Adalah penilaian yang dilakukan dengan melakukan tes dilapangan. Misalnya, seorang pilot setiap enam bulan sekali menjalani tes yang meliputi pengujian pengetahuan mengenai prosedur pelaksanaan dalam menerbangkan pesawat, yang dilakukan secara langsung dengan menerbangkan pesawat atau dalam simulator, dan tes kesehatan. 24 f. Metode Perbandingan Kelompok Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti pemeringkatan (rangking method) dari yang terbaik sampai yang terburuk, pemberian poin atau angka (point allocation method), dan metode perbandingan dengan pegawai lain (paired comparison). 2. Penilaian yang berorientasi pada masa depan Metode penilaian masa yang akan datang diartikan dengan penilaian akan potensi seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang. Metode-metode penilaian ini terdiri dari : a. Penilaian Diri Sendiri Penilaian diri sendiri merupakan penilaian pegawai untuk diri sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasikan aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. b. Management By Objective (MBO) Adalah sebuah program manajemen yang melibatkan pegawai dalam pengambilan dicapainya, keputusan yang dapat untuk menentukan dilakukan sasaran-sasaran melalui prosedur: yang atasan menginformasikan tujuan yang akan dicapai unit kerjanya yang merupakan terjemahan dari tujuan yang lebih atas, dan tentunya dengan tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi dalam pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari metode ini adalah standar unjuk kerja jelas, ukuran kinerja juga jelas, dapat dipahami oleh atasan dan bawahan, dapat 25 memotivasi karyawan dan dapat menunjukkan bimbingan dan dukungan yang akan diberikan dalam peningkatan unjuk kerja serta pengembangan pegawai. c. Penilaian Secara Psikologis Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologis untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, emosi, motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologis. d. Assessment Center (Pusat penilaian) Adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan cara interview mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka, dan menstimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari suatu masalah untuk mengetahui kekuatan-kekuatan, kelemahan- kelemahan, dan potensi seseorang. 2.4 Keterkaitan Motivasi dengan Prestasi Kerja Motivasi dengan prestasi kerja mempunyai kaitan yang sangat erat dalam mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan perlu menuntun pegawainya untuk berperan aktif dalam lingkungan kerja supaya pegawai dapat menyalurkan bakat serta kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu seorang manajer mampu memberikan motivasi kepada pegawainya atau 26 bawahannya sehingga akan dapat menimbulkan prestasi kerja pegawai yang baik. Hubungan motivasi dengan prestasi kerja pegawai dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diketahui karena dalam menerapkan pemberian motivasi bagi pegawai sangat diperlukan bagi perusahaan. Dimana perusahaan harus memberikan motivasi pada karyawannya agar karyawan benar-benar dapat memanfaatkan aktivitas kerja dan membangkitkan semangat kerja yang tinggi. Dengan adanya pemberian motivasi yang diberikan perusahaan akan mendorong seseorang untuk mengembangkan bakat serta kemampuan yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu dalam memotivasi pegawai, pimpinan hendaknya menyediakan fasilitas yang memadai misalnya, menciptakan suasana lingkungan kerja yang nyaman dan memberikan kesempatan dalam promosi sehingga karyawan diberi kesempatan untuk meningkatkan prestasi kerjanya. Dan selanjutnya prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan perlu dievaliasi secara sistematis oleh perusahaan melalui penilaian prestasi kerja pegawai. 27