BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut T. Hani Handoko (2008:4), “manajemen sumber daya manusia
adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber
daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi”.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2005:10), “Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat”.
Menurut Mutiara S. Panggabean (2004:15), “manajemen sumber daya
manusia adalah suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
pemimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis
pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi,
dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Gary Dessler (2004:2), “manajemen sumber daya
manusia adalah kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk
menjalankan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dari posisi seorang
manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan
penilaian”.
6
2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Malayu S.P.
Hasibuan (2005:21), antara lain:
1. Perencanaan
Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga
kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan
dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan
menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan,
kedisiplinan
dan
pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan
membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
2. Pengorganisasian
Adalah kegiatan untuk
mengorganisasi semua
karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart).
Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan
organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3. Pengarahan (directing)
Adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama
dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan
7
dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan
baik.
4. Pengendalian (controlling)
Adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturanperaturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat
penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan
penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran,
kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga
situasi lingkungan pekerjaan.
5. Pengadaan (procurement)
Adalan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
6. Pengembangan (development)
Adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoretis, konseptual, dan
moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan
pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa
kini maupun masa depan.
7. Kompensasi (compensation)
Adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung
(indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang
diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak.
Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat
8
memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah
minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
8. Pengintegrasian (integration)
Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling
menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi
kebutuhan dari hasil pekerjaannya.
9. Pemeliharaan (maintenance)
Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,
mental dan loyalitas agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang
berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada
internal dan eksternal perusahaan.
10. Kedisiplinan
Merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan
karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal.
Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial.
11. Pemberhentian (separation)
Adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.
Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan
perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.
9
2.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
MSDM mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup
masalah-masalah, menurut Malayu S.P Hasibuan (2005:14) peranan dari
manajemen sumber daya manusia antara lain :
a.
Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efekitf
sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job
specification, job requirement, dan job evaluation.
b. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan
asas the right man in the right place and the right man in the right job.
c.
Menetapkan
program
kesejahteraan,
pengembangan,
promosi
dan
pemberhentian.
d. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
e.
Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
f.
Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksaaan
pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
g. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
h. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan.
i.
Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
j.
Mengatur pensiun, pemberhentian dan, pesangonnya.
Peranan MSDM diakui sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi
untuk memimpin unsur manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia
10
selain mampu, cakap dan terampil, juga tidak kalah pentingnya kemauan dan
kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan
kecakapan kurang berarti jika tidak diikuti moral kerja dan kedisiplinan karyawan
dalam mewujudkan tujuan.
2.2
Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi menurut Ashar Sunyoto Munandar (2001:323),
“motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang
untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan
tertentu”.
Pengertian Motivasi menurut Marihot T.E. Hariandja (2007:321),
“Motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau
keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam
bentuk usaha yang keras atau lemah”.
Menurut Ishak Arep dan Hendri Tanjung (2003:12), “Motivasi adalah
sesuatu yang pokok, yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja”.
Sedangkan menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:141) pengertian
“motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan di atas maka yang dimaksud
dengan motivasi adalah: sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat
kerja.
11
2.2.2 Teori-Teori Motivasi
a. Teori Tata Tingkat Kebutuhan
Teori tingkat kebutuhan dari Maslow mungkin merupakan teori motivasi
kerja yang paling luas dikenal. Menurut Ashar Sunyoto Munandar
(2001;326) ada lima kelompok kebutuhan yang disusun secara tata tingkat
sebagaimana terihat pada gambar berikut:
Kebutuhan
tingkat
tinggi
Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Kebutuhan
Harga Diri
Kebutuhan
Sosial
Kebutuhan
Rasa Aman
Kebutuhan
tingkat
rendah
Kebutuhan
Fisiologis
Gambar 2.1 Tata Tingkat Kebutuhan Maslow
Menurut Maslow, makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting ia
untuk mempertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya
dapat ditunda.
1. Kebutuhan Fisiologikal. Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi
fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan
minuman, kebutuhan akan udara segar (Oksigen). Kebutuhan
fisiologikal merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu
berhenti eksistensinya.
2. Kebutuhan Rasa Aman. Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan
kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk
12
dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kita
jumpai kebutuhan ini dalam bentuk ‘rasa asing’ sewaktu menjadi
tenaga kerja baru, atau sewaktu pindah ke kota baru.
3. Kebutuhan Sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima
persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap orang
ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai informal
yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang
tenaga kerja.
4. Kebutuhan Harga Diri. Kebutuhan harga diri ini dapat terungkat
dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan diakui prestasi kerjanya.
Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan
sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini
mencakup
kebutuhan
untuk
kreatif,
kebutuhan
untuk
dapat
merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan
kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
b. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi dikembangkan
oleh Herzberg. Ia menemukan bahwa faktor-faktor yangg menimbulkan
kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja,
yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan
dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrisik dari pekerjaan
13
yaitu (Ashar Sunyoto Munandar, 2001;331):
1. Responsibility, besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan
diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2. Advancement, besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju
dalam pekerjaannya.
3. Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga
kerja dari pekerjaannya.
4. Achievement, besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai
prestasi kerja yang tinggi.
5. Recognition, besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga
kerja atas unjuk kerjanya.
Jika faktor tersebut tidak dirasakan ada, tenaga kerja merasa hot satisfied
(tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied (tidak puas).
Tidak lagi puas
Tidak Puas
Puas
Tidak lagi tidak puas
Gambar 2.2 Kutub Kepuasan Kerja dan Kutub Ketidakpuasan Kerja
Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan
dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari
pekerjaan, meliputi faktor-faktor:
1. Asministrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang
berlaku dalam perusahaan.
14
2. Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh
tenaga kerja.
3. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk
kerjanya.
4. Hubungan antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
5. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya.
Kelompok faktor ini dinamakan kelompok hygiene. Kalau faktor-faktor
dirasakan kurang atau tidak diberikan, maka tenaga kerja akan merasa
tidak puas (dissatisfied). Tenaga kerja akan banyak mengeluh. Jika faktorfaktor hygiene dirasakan ada atau diberikan, maka yang timbul bukanlah
kepuasan kerja, tetapi menurut Herzberg, not dissatisfied atau tidak lagi
tidak puas.
c. Teori Kebutuhan Berprestasi (Achievement motivation)
Teori ini dikembangkan oleh David McClelland. McClelland tidak saja
meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi, tetapi juga tentang
kebutuhan
untuk
berkuasa,
dan
kebutuhan
untuk
berafiliasi/
berhubungan(Ashar Sunyoto Munandar, 2001;333).
Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement). Ada sementara
orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih
mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka
bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien
15
dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini yang disebut kebutuhan
untuk berprestasi (the achievement need = nAch).
Kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power), ialah adanya keinginan yang
kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain,
dan
untuk memiliki dampak terhadap orangg lain. Orang dengan
kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan-pekerjaan
dimana mereka menjadi pimpinan, dan mereka berupaya mempengaruhi
orang lain. Hasil penelitian menunjukan para eksekutif puncak, para
manajer, memiliki kebutuhan untuk berkuasa yang besar.
Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need for Affiliation = nAff). Kebutuhan ini
yang paling sedikit mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Orangorang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang
yang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka ingin disukai dan
diterima oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif
dari situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan yang
melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi. Mereka akan
berusaha untuk menghindari konflik.
McClelland menggunakan beberapa kartu dari Tematic Apperception Test
(TAT) untuk mengetahui tinggi rendahnya kebutuhan untuk berprestasi.
Orang diminta untuk membuat cerita setelah diperlihatkan ggambar TAT
selama beberapa menit. Dari jawaban-jawaban pada pertanyaan dasar yang
diajukan,
dapat
disimpulkan
tinggi
rendahnya
kebutuhan
untuk
berprestasi.
16
Orang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk
berkuasa dan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi sekaligus akan
memiliki motivasi kerja yang proaktif. Sedangkan yang memiliki ketiga
macam kebutuhan dalam derajat yang rendah akan memiliki corak
motivasi kerja yang reaktif.
2.2.3 Proses Motivasi
Proses motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:150), yaitu:
a.
Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi
baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu.
b.
Mengetahui Kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan
karyawan dan tidak hanya melibatkan dari sudut kepentingan pimpinan
atau perusahaan saja.
c.
Komunikasi Efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan
bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan
syarat apa saja yang harus terpenuhinya supaya insentif tersebut
diperolehnya.
d.
Integrasi Tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan
kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalan needscomplex yaitu
untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan
17
individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan
organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting
adanya penyesuaian motivasi.
e.
Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi
dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan
pekerjaan, seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
2.2.4 Metode Motivasi Kerja
Ada dua metode motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:149)
yaitu motivasi kerja langsung dan motivasi kerja tak langsung.
a.
Motivasi kerja langsung (Direct Motivation)
Motivasi kerja langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang
diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk
memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti
pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.
b.
Motivasi kerja tak langsung (Indirect Motivation)
Motivasi kerja tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya
merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah
kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan
bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya, kursi yang empuk,
mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana
pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi kerja tak
18
langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja
karyawan sehingga produktif.
2.2.5 Jenis-Jenis Motivasi Kerja
Ada dua jenis motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:150),
yaitu motivasi kerja positif dan motivasi kerja negatif.
a.
Motivasi kerja positif (Insentif Positif)
Motivasi kerja positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang)
bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di
atas prestasi standar. Dengan motivasi kerja positif, semangat kerja
bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima
yang baik-baik saja.
b.
Motivasi kerja negatif (Insentif Negatif)
Motivasi kerja negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan
standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi kerja negatif
ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan
meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat
berakibat kurang baik.
Kedua jenis motivasi kerja di atas dalam prakteknya sering digunakan oleh
suatu perusahaan. Tetapi penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat
meningkatkan semangat kerja karyawan.
19
2.3
Prestasi Kerja
2.3.1 Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi seseorang juga merupakan bagian dari prestasi dalam organisasi.
Maka dari itu para manajer harus dapat mempertimbangkan kemungkinan bahwa
prestasi yang baik hanya dapat dicapai dengan membuat perubahan yang nyata
dalam keseluruhan organisasi.
Menurut Marihot T.E. Hariandja (2007:195), “Ujuk kerja atau prestasi
kerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata
yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi”.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:94), “Prestasi kerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”.
Pengertian ini mencakup bahwa prestasi kerja merupakan kesuksesan yang
dicapai atau ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya atas
kegiatan bekerja dengan diakhiri suatu karya.
2.3.2 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja
Perusahaan perlu mengetahui berbagai kelemahan dan kelebihan pegawai
sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan
tersebut dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pengembangan pegawai.
Menurut Mutiara S.Panggabean (2002:66), “Penilaian prestasi merupakan
sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi
kerja seseorang secara periodik”.
20
Menurut Hani T. Handoko (2008:135), “Penilaian prestasi kerja
(performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan”.
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja
merupakan suatu proses dimana organisasi menilai kinerja karyawannya, dimana
kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia selain itu untuk
menghindari kesalahan informasi dalam melakukan seleksi karyawan dan dapat
memberikan feed back kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
2.3.3 Faktor – Faktor Penilaian Prestasi Kerja
Faktor-faktor prestasi menurut Eugene McKenna dan Nic Beech
(2001:151), yang biasanya dinilai adalah sebagai berikut :
a.
Pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dalam pekerjaan.
b.
Sikap dalam bekerja, yang diekspresikan sebagai antusiasme, komitmen
dan motivasi.
c.
Kualitas pekerjaan atas dasar konsistensinya dengan perhatian pada detail.
d.
Volume output produktif
e.
Interaksi,
seperti
ditunjukkan
oleh
ketrampilan-ketrampilan
dan
kemampuan berkomunikasi dengan yang lain dalam tim.
2.3.4 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja pegawai berguna untuk perusahaan serta harus
bermanfaat bagi pegawai itu sendiri. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:89)
tujuan dan kegunaan penilaian prestasi kerja adalah sebagai beriut:
21
1.
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.
2.
Untuk mengukur besarnya prestasi kerja yaitu sejauh mana pegawai bisa
sukses dalam pekerjaannya.
3.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam
perusahaan.
4.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal
kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja
dan peralatan kerja.
5.
Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan atihan bagi
pegawai/karyawan yang berada dalam organisasi.
6.
Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga
dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.
7.
Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor,
manager,
administrator)
untuk
mengobservasi
perilaku
bawahan
(subordinate) agar diketahui minat dan kebutuhan bawahannya.
8.
Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan di
masa lampau dan meningkatkan kemampuan pegawai selanjutnya.
9.
Sebagai
kriteria
didalam
menentukan
seleksi
dan
penempatan
pegawai/karyawan.
10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personil dan
dengan demikian dapat dijadikan bahan pertimbangan agar bisa
diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan.
22
11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan
karyawan.
12. Sebgai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan
(job description).
Jadi dengan penilaian prestasi kerja dapatlah diketahui prestsi kerja
seorang karyawan dimana terdapat kelebihan-kelebihan maupun kekurangankekurangan yang dimilikinya. Bagi mereka yang memiliki prestasi kerja tinggi,
memungkinkan dirinya untuk mendapatkan promosi. Sebaliknya, karyawan yang
prestasinya rendah dapat diperbaiki dengan demosi ataupun melalui pendidikan
dan latihan dalam rangka pengembangan karyawan.
2.3.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja
Secara praktis banyak metode penilaian yang dapat dilakukan. Marihot
T.E. Hariandja (2007:204) Keseluruhan metode tersebut secara garis besar
dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :
1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu
Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan sebagai penilaian
perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan.
Melalui hasil penilaian tersebut dapat dilakukan usaha untuk mengubah
perilaku kerja atau pengembangan pegawai. Penilaian ini terdiri dari:
a. Rating Scale
Adalah penilaian yang didasarkan pada suatu skala, dari sangat
memuaskan sampai kurang memuaskan, pada standar-standar unjuk kerja
23
seperti inisiatif, tanggung jawab, hasil kerja secara umum, dan lain-lain.
Penilaian dilakukan oleh seorang penilai yang biasanya atasan langsung,
yang dilakukan secara subyektif.
b. Checklist
Penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja yang sudah
dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian
penilai memeriksa apakah
pegawai sudah memenuhi atau melakukannya.
c. Critical Incident Technique
Penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat
kerja, baik perilaku yang baik maupun yang tidak baik. Penilaian ini
dilakukan melalui observasi langsung ke tempat kerja.
d. Behaviorally Anchored Rating Scale
Penilaian yang dilakukan dengan menspesifikasi unjuk kerja dalam
dimensi-dimensi
tertentu
dan
selanjutnya
masing-masing
dimensi
diidentifikasikan berdasarkan perilaku tertentu, baik perilaku yang sangat
baik maupun perilaku yang tidak baik.
e. Performance test and Observation
Adalah penilaian yang dilakukan dengan melakukan tes dilapangan.
Misalnya, seorang pilot setiap enam bulan sekali menjalani tes yang
meliputi pengujian pengetahuan mengenai prosedur pelaksanaan dalam
menerbangkan pesawat, yang dilakukan secara langsung dengan
menerbangkan pesawat atau dalam simulator, dan tes kesehatan.
24
f. Metode Perbandingan Kelompok
Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan
rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik
seperti pemeringkatan (rangking method) dari yang terbaik sampai yang
terburuk, pemberian poin atau angka (point allocation method), dan
metode perbandingan dengan pegawai lain (paired comparison).
2.
Penilaian yang berorientasi pada masa depan
Metode penilaian masa yang akan datang diartikan dengan penilaian akan
potensi seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan
datang. Metode-metode penilaian ini terdiri dari :
a. Penilaian Diri Sendiri
Penilaian diri sendiri merupakan penilaian pegawai untuk diri sendiri
dengan harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasikan aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Management By Objective (MBO)
Adalah sebuah program manajemen yang melibatkan pegawai dalam
pengambilan
dicapainya,
keputusan
yang
dapat
untuk
menentukan
dilakukan
sasaran-sasaran
melalui
prosedur:
yang
atasan
menginformasikan tujuan yang akan dicapai unit kerjanya yang
merupakan terjemahan dari tujuan yang lebih atas, dan tentunya dengan
tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi dalam pencapaian tujuan
tersebut. Kelebihan dari metode ini adalah standar unjuk kerja jelas,
ukuran kinerja juga jelas, dapat dipahami oleh atasan dan bawahan, dapat
25
memotivasi karyawan dan dapat menunjukkan bimbingan dan dukungan
yang akan diberikan dalam peningkatan unjuk kerja serta pengembangan
pegawai.
c. Penilaian Secara Psikologis
Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh
para ahli psikologis untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, emosi,
motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologis.
d. Assessment Center (Pusat penilaian)
Adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan
dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang
dalam
melakukan
tanggung
jawab
yang
lebih
besar.
Proses
pelaksanaannya dilakukan dengan cara interview mendalam, tes psikologi,
pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka, dan
menstimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari
suatu
masalah
untuk
mengetahui
kekuatan-kekuatan,
kelemahan-
kelemahan, dan potensi seseorang.
2.4
Keterkaitan Motivasi dengan Prestasi Kerja
Motivasi dengan prestasi kerja mempunyai kaitan yang sangat erat dalam
mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan perlu menuntun pegawainya untuk
berperan aktif dalam lingkungan kerja supaya pegawai dapat menyalurkan bakat
serta kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan. Oleh
karena itu seorang manajer mampu memberikan motivasi kepada pegawainya atau
26
bawahannya sehingga akan dapat menimbulkan prestasi kerja pegawai yang baik.
Hubungan motivasi dengan prestasi kerja pegawai dalam suatu perusahaan
sangat penting untuk diketahui karena dalam menerapkan pemberian motivasi
bagi pegawai sangat diperlukan bagi perusahaan. Dimana perusahaan harus
memberikan motivasi pada karyawannya agar karyawan benar-benar dapat
memanfaatkan aktivitas kerja dan membangkitkan semangat kerja yang tinggi.
Dengan adanya pemberian motivasi yang diberikan perusahaan akan
mendorong seseorang untuk mengembangkan bakat serta kemampuan yang
dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu dalam
memotivasi pegawai, pimpinan hendaknya menyediakan fasilitas yang memadai
misalnya, menciptakan suasana lingkungan kerja yang nyaman dan memberikan
kesempatan dalam promosi sehingga karyawan diberi kesempatan untuk
meningkatkan prestasi kerjanya. Dan selanjutnya prestasi kerja yang telah dicapai
oleh karyawan perlu dievaliasi secara sistematis oleh perusahaan melalui penilaian
prestasi kerja pegawai.
27
Download