14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Jasa Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai suatu produk Devinisi jasa menurut Kotler (2002 : 486), yaitu “ A service is any activity or benefit that one party can offer to another that essentially intangible and doesn’t result in the ownership of anything.” Yang artinya jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dengan suatu produk fisik. Jadi pada dasarnya jasa merupakan semua aktifitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen. Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang (produk fisik). Griffin (1996) diantaranya menyebutkan karakteristik tersebut sebagai berikut : 15 ♦ Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman. ♦ Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat (inseparability) dipisahkan pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. ♦ Customization. Jasa juga sering kali didisain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan. Tawaran perusahaan kepasar biasanya mencakup beberapa jasa. Komponen jasa dapat berupa bagian kecil atau bagian utama tawaran total. Tawaran dapat dibedakan menjadi lima kategori, Kotler (2002 : 487): ♦ Barang berwujud murni; Tawaran hanya terdiri dari barang berwujud, tidak ada jasa yang menyertai produk itu ♦ Barang berwujud yang disertai layanan; Penawaran terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik konsumen ♦ Campuran; Tawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. ♦ Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan; Tawaran terdiri dari satu jasa utama disertai jasa tambahan dan atau barang pendukung ♦ Jasa murni; Tawaran hanya terdiri dari jasa 16 Terlihat jelas bahwa perusahaan penerbangan termasuk ke dalam kategori nomor empat yaitu jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan karena para penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi dan perjalanannya itu meliputi beberapa barang yang berwujud, seperti makanan dan minuman, potongan tiket, dan majalah penerbangan. Jasa tersebut memerlukan barang padat modal—sebuah pesawat udara—untuk merealisasikannya, tetapi komponen utamanya adalah jasa. 2.1.2 Pengertian Jasa Penerbangan Berdasarkan uraian tentang pengertian dan lingkup yang terkandung dalam suatu produk maupun jasa, dapat dijelaskan bahwa produk dari jasa penerbangan meliputi pesawat yang digunakan, skedul atau jadwal penerbangan, dan pelayanan yang diberikan (Irianto, 1999 : 1). Jasa penerbangan memiliki keunggulan seperti mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dan daya jelajah yang sangat jauh, serta dapat digunakan secara fleksibel karena tidak terikat pada hambatan alam kecuali cuaca. Damardjanti (1995 : 6) mendefinisikan perusahaan penerbangan sebagai berikut “perusahaan penerbangan adalah perusahaan milik swasta atau pemerintah yang khusus menyelenggarakan pelayanan angkutan udara untuk penumpang umum, baik yang berjadwal maupun tidak berjadwal.” 17 2.1.3 Pengertian Kualitas dan Kualitas Jasa Kualitas Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan ciriciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten. Menurut Joseph Juran dalam bukunya Quality Control Hand Book, kualitas dapat diartikan sebagai biaya yang dapat dihindari (avoidable) dan yang tidak dapat dihindari (unavoidable). Yang temasuk dalam biaya yang dapat dihindari misalnya adalah biaya akibat kegagalan produk (product defect and failure), biaya yang dikeluarkan untuk jam kerja buruh akibat adanya pekerjaan ulang (rework) yang harus dilaksanakan, biaya perbaikan produk (repair), biaya yang dikeluarkan karena suatu proses karena ada keluhan pelanggan (complaint processing). Sementara itu, yang termasuk dalam biaya yang tidak dapat dihindari adalah seperti biaya inspeksi operasional produk (inspection), proses pengambilan contoh (sampling), proses penyortiran (sorting), dan kegiatan pengawasan kualitas lainnya (sviokla). Konsep kualitas sendiri pada dasarnya bersifat relatif, yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain yaitu pertama persepsi konsumen, kedua produk atau jasa dan ketiga proses. Untuk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hampir selalu dapat dibedakan dengan jelas, 18 tetapi tidak untuk jasa. Untuk jasa, produk dan proses mungkin tidak dapat dibedakan dengan jelas bahkan produknya adalah proses itu sendiri. Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut John Sviokla, adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan profit perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan (Zeithalm, Berry dan Parasuraman). Konsekuensi atas pendekatan kualitas pelayanan suatu produk memiliki esensi penting bagi strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan. Kualitas Jasa Kualitas jasa jauh lebih sukar dirumuskan, diuraikan dan diukur dibandingkan dengan kualitas barang. Sebagai contoh, kualitas jasa cenderung diukur secara subjektif, kerap lebih ditentukan oleh konsumen, dan sukar dikomunikasikan. Pendekatan kualitas jasa pertama kali dikenalkan oleh Gronroos lewat konsep perceived service quality dan model kualitas jasa total. Pendekatan ini didasarkan pada riset mengenai perilaku konsumen dan pengaruh ekspektasi menyangkut kinerja produk terhadap evaluasi purna konsumsi. Pendekatan perceived service quality hingga kini tampaknya masih memainkan peranan penting dalam membeikan fondasi bagi sebagian besar riset kualitas jasa termasuk model SERVQUAL. 19 Pada prinsipnya definisi kualitas jasa berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Harapan pelanggan bisa berupa tiga macam tipe (Rust, et al., 1996 dalam Rupioady, 2001). Pertama, will expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksikan atau diperkirakan konsumen akan diterima, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Tipe ini merupakan tingkat harapan yang paling sering dimaksudkan oleh konsumen sewaktu menilai kualitas jasa tertentu. Kedua, should expectation, yakni tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen. Biasanya tuntutan dari apa yang seharusnya terjadi jauh lebih tinggi daripada apa yang diperkirakan bakal terjadi. Ketiga, ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen. Menurut Wyckof (Rangkuti, 1997) “kualitas jasa merupakan tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan dan jasa yang dipersepsikan (Parasuraman, Zeithaml dan Berry). Implikasinya baik buruknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan (Kotler, 2002). Sebagai pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa, pelangganlah yang menilai tingkat kualitas jasa sebuah perusahaan. Sayangnya, 20 jasa memiliki karakteristikn variability sehingga kinerjanya kerap tidak konsisten. Hal ini menyebabkan pelanggan menggunakan isyarat intrinsik (output dan penyampaian jasa) dan isyarat ekstrinsik (unsur-unsur pelengkap jasa) sebagai acuan atau pedoman dalam mengevaluasi kualitas jasa Dalam menentukan tingkat kepuasan, seseorang pelanggan sering kali melihat dari nilai lebih ( value added) produk maupun kinerja pelayanan yang diterima dari suatu proses terhadap produk atau jasa dibandingkan dengan perusahaan lain. Besarnya nilai lebih yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada pelanggan tersebut merupakan suatu jawaban dari pertanyaan yang timbul tentang mengapa seseorang pelanggan melakukan pilihannya. Pelanggan pada dasarnya mencari nilai terbesar (value maximizer)yang diberikan suatu produk atau jasa. Nilai yang diberikan pelanggan, diukur berdasarkan keandalan (reliability), ketahanan (durability) dan kinerja (Performance) terhadap bentuk fisik, pelayanan karyawan perusahaan dan citra produk atau jasa. Dilain pihak biaya yang dikeluarkan pelanggan diukur berdasarkan jumlah uang, waktu dan energi, dan biaya psikologis produk atau jasa (Kotler,1997) Nilai yang diberikan pelanggan seperti yang disebutkan diatas, sangat kuat didasari oleh faktor kualitas jasa. Dimana kualitas suatu produk atau jasa adalah sejauh mana produk atau jasa memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service), bila jasa yang dirasakan lebih 21 kecil dari yang diharapkan maka pelanggan menjadi tidak tertarik pada jasa yang bersangkutan, sedangkan bila yang terjadi sebaliknya (perceived > expected), ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan jasa itu lagi. 2.1.4 Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan Pelanggan (Customer ) Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan dan kualitas jasa. Oleh karena itu pelanggan memegang peranan yang cukup penting dalam mengukur kualitas terhadap produk atau jasa maupun pelayanan yang diberikan perusahaan. Berikut ini adalah beberapa persepsi pelanggan : ♦ Pelanggan menurut Cambridge International Dictionaries “a person who buys goods or a service”, artinya pelanggan adalah seseorang yang membeli suatu barang atau jasa ♦ Pelanggan menurut Webster’s 1928 Dictionary “one who prequents any place of sale for the sake or purchasing goods or wares”, artinya pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ketempat yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan. Dan menurutnya lagi “ Customer is one who prequents or visit any place for procuring what he wants...”, maksudnya pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk memenuhi apa yang diinginkan... 22 Jadi dengan kata lain, pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu dan berulang kali datang kesuatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Loyalitas Pelanggan Oliver mendefinisikan loyalitas (Kotler, 2002) yaitu “a deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product or services in the future despite situational influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior”, maksud dari devinisi tersebut, loyalitas adalah sebuah komitmen untuk membeli kembali produk atau jasa dimasa yang akan datang meskipun dipengaruhi oleh situasi dan keadaan pasar yang dapat menyebabkan perubahan perilaku. Beberapa konsumen benar-benar loyal terhadap satu macam merk, kelompok lainnya agak loyal mereka menyukai suatu produk tetapi kadang-kadang menggunakan produk lain, kelompok lainnya suka berpindah dari menfavoritkan satu produk ke produk lain, kelompok terakhir tidak menunjukan loyalitas terhadap merek apapun, mereka menyukai sesuatu yang baru muncul. Menurut Kotler (2002) pembeli diklasifikasikan menjadi empat bagian berdasarkan tingkat loyalitasnya, yaitu : ♦ Hard Core Loyals : yaitu pelanggan yang membeli satu merek setiap saat 23 ♦ Split Loyals : pelanggan yang setia terhadap dua atau tiga merek ♦ Shifting Loyals : pelanggan yang berganti merek dari satu merek ke merek lain ♦ Switchers : pelanggan yang tidak loyal terhadap merek apapun Kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan akan suatu produk atau jasa sebagai akhir dari suatu proses penjualan memberikan dampak tersendiri kepada perilaku pelanggan akan produk atau jasa tersebut. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan jasa yang diperolehnya, dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk dan jasa yang telah dirasakan. Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk atau jasa akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukan pelanggan setelah terjadi proses pembelian (postpurchase action) (Kotler, 2002). Apabila pelanggan merasa puas, maka dia akan menunjukkan besarnya kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas juga cenderung memberi reverensi yang baik terhadap produk atau jasa kepada orang lain. Tidak demikian dengan seorang pelanggan yang tidak puas (dissatisfied). Pelanggan yang tidak puas dapat melakukan tindakan pengembalian produk, atau secara ekstrim bahkan dapat mengajuka gugatan terhadap perusahaan melalui seorang pengacara. Pembentukan sikap dan pola perilaku pelanggan terhadap pembelian dan penggunaan produk atau jasa merupakan hasil dari pengalaman mereka sebelumnya. Sikap seorang pelanggan kerap terbentuk sebagai alat dari kontak langsung dengan 24 objek sikap. Pelanggan yang menikmati produk atau jasa mungkin akan mengembangkan sikap yang mendukung perusahaan dan jasa tersebut (favourable), misalnya dengan berkata positif tentang produk, merekomendasikan perusahaan pada orang lain, setia kepada produk perusahaan, membayar produk dengan harga premium. Sebaliknya produk yang gagal memenuhi fungsi sebagaimana diharapkan dapat dengan mudah menimbulkan sikap negatif (unfavourable),misalnya dengan berkata negatif tentang produk, pindah kepada perusahaan lain, tidak memiliki bisnis yang banyak dengan perusahaan, mengajukan tuntutan kepada perusahaan melalui pihak luar. Karakteristik penting dari sikap yang didasarkan pada pengalaman tersebut adalah sikap yang biasanya dianut dengan keyakinan yang lebih besar. Konsisten dengan hal ini, konsumen memiliki keyakinan yang jauh lebih kuat mengenai sikap terhadap produk mereka bila didasarkan pada pemakaian produk dibandingkan bila hanya didasarkan pada informasi atau janji dari iklan saja. 2.1.5 Service Quality (SERVQUAL) Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL oleh Parasuraman yang melibatkan 800 pelanggan (yang terbagi dalam empat perusahaan) berusia dua puluh lima tahun ke atas, disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman, et.all,1998 dalam Rupioadi, Rambat, 2001): 25 ♦ Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal.penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) , serta penampilan pegawainya. ♦ Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalaham, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. ♦ Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. ♦ Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopanantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy). 26 ♦ Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Jasa yang diberikan oleh perusahaan penerbangan mulai dari pelayanan sebelum penerbangan, pelayanan didalam pesawat hingga pelayanan sesudah penerbangan harus benar-benar diperhatikan oleh perusahaan, karena pada setiap kejadian tersebut pelanggan membentuk kesan dari setiap siklus pelayanan. Hal ini akan menentukan apakah pelanggan akan menggunakan jasa perusahaan lain atau tidak pada masa yang akan datang. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Parasuraman tentang dimensi kualitas jasa, maka Zeithaml dan Bitner (2003 : 96) menyatakan bahwa dimensi kualitas jasa penerbangan dapat dinilai melalui: ♦ Reliability (Keandalan) ♦ Responsiveness (daya tanggap) ♦ Assurance (Jaminan) ♦ Empathy (Empati) ♦ Tangibles (Produk-produk fisik) 27 2.1.6 Skala Pengukuran Dimensi SERVQUAL Dalam rangka menghasilkan suatu pelayanan yang berkualitas suatu perusahaan diharapkan dapat mengukur pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggannya dengan skala pengukuran yang telah dihasilkan dari hasil penelitian beberapa orang sebelumnya. Instrumen dalam skala didisain untuk bermacam bentuk pelayanan. Instrumen tersebut merupakan suatu format dalam menentukan harapan dan persepsi pelanggan, serta dapat digunakan untuk menentukan kualitas pelayanan suatu perusahaan atas dasar lima dimensi kualitas pelayanan. Caranya dengan merata-ratakan perbedaan nilai yang dihasilkan dari masing-masing bagian yang membentuk kelima dimensi. Salah satu aplikasi yang digunakan dari skala pengukuran SERVQUAL ini adalah dengan menentukan nilai kepentingan relatif lima dimensi yang mempengaruhi persepsi pelanggan. Salah satu format penelitiannya adalah dengan skala Likert yang dirancang untuk memungkinkan pelanggan menjawab dalam berbagai tindakan pada setiap butir yang menguraikan pelayanan atau produk. Untuk memungkinkan para pelanggan menjawab dalam berbagai tingkatan bagi setiap butir kepuasan, format tipe Likert bisa dipergunakan. R.A. Likert (1932) mengembangkan prosedur penskalaan dimana skala mewakili suatu kontinum bipolar. Pada ujung sebelah kiri (dengan angka terendah) menggambarkan suatu jawaban yang negatif sedangkan ujung kanan (dengan angka besar) mengambarkan yang positif. 28 Kategori yang dipergunakan oleh skala Likert berupa analisis tingkat kepentingan atau harapan dan kinerja atau persepsi (Performance and Importance Analysis) dengan lima kategori sebagai berikut (Supranto,1997) : Tabel 2.1 Tingkatan dan Skor Penilaian Skala Likert Kategori Skor Sangat puas / sangat penting 5 Puas / penting 4 Ragu / Netral 3 Tidak puas / tidak penting 2 Sangat tidak puas / sangat tidak penting 1 Variabel-variabel jawaban tersebut mewakili butir-butir kepuasan yang benarbenar menguraikan pelayanan perusahaan, pelanggan menjawab setiap butir berdasarkan seberapa baik suatu butir tertentu menggambarkan pelayanan yang diterimanya. Dari jawaban butir-butir data mentah yang dihasilkan dan berhasil dikumpulkan tersebut, perlu dilakukan pengelolaan data atau dibuat data statistik yaitu berupa data ringkasan antara lain rata-rata dan standar deviasi untuk setiap butir kepuasan sehingga bisa diperbandingkan atau dianalisis untuk diambil kesimpulannya. Ringkasan nilai tersebut dapat memberikan ukuran mutu pelayanan yang lebih umum dan sangat berguna. 29 Pengukuran kualitas jasa dalam model SERVQUAL didasarkan pada skala multiitem yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan serta gap diantara keduanya dalam dimensi-dimensi utama kualitas jasa. Selanjutnya dimensidimensi utama yang terdiri dari lima dimensi itu dijabarkan kedalam kedalam masing-masing atribut rinci untuk variabel harapan dan variabel persepsi, yang disusun dalam pernyataan-pernyataan berdasarkan skala Likert atau sematik diferensial dari satu (sangat tidak setuju) sampai lima (sangat setuju), kemudian diajukan kepada para responden. Penilaian kualitas jasa menggunakan model SERVQUAL mencakup perhitungan perbedaan diantara nilai yang diberikan para pelanggan untuk setiap pasang pernyataan berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor SERVQUAL untuk setiap pasang pernyataan bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus : Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Harapan (Zeithaml, Parasuraman dan Berry). Data yang diperoleh melalui instrumen SERVQUAL dapat digunakan untuk menghitung skor gap kualitas jasa pada berbagai level secara rinci (Buttle, 1996): item-by-item analysis (misalnya, P1-H1, P2-H2), dimension-by-dimension analysis (contohnya, [(P1+P2+P3+P4)/4)] – [(H1+H2+H3+H4)], dimana P1 sampai P4 dan H1 sampai H4 mencerminkan empat pernyataan persepsi dan harapan berkaitan dengan dimensi tertentu), dan perhitungan ukuran tunggal kualitas jasa atau gap SERVQUAL (([P1+P2+P3,...,P22]/22) – ([H1+H2+H3,...,H22]/22)). 30 Melalui analisis terhadap berbagai skor gap ini tidak hanya bisa melihat kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana dipersepsikan pelanggan namun namun juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspek-aspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan penyempurnaan kualitas instrumen SERVQUAL dan data yang dihasilkannya juga dapat digunakan untuk beberapa keprluan lain : membandingkan harapan dan persepsi pelanggan sepanjang waktu, membandingkan skor SERVQUAL suatu organisasi dengan skor para pesaingnya, mengidentifikasi dan menganalisis segmen-segmen pelanggan dengan persepsi kualitas yang berbeda dan menilai persepsi kualitas para pelanggan internal (Zeithaml, Parasuraman dan Berry). 2.1.7 Penilaian Konsumen Terhadap Kualitas Jasa Berbeda dengan produk, penilaian konsumen terhadap kualitas jasa terjadi selama proses penyampaian jasa tersebut. Setiap kontak yang terjadi antara penyedia jasa dengan konsumen merupakan gambaran mengenai suatu moment of truth, yaitu suatu peluang untuk memuaskan konsumen atau tidak memuaskan konsumen. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan, karena pelanggan yang mengkonsumsi dan 31 menikmati jasa yang diberikan oleh perusahaan, sehingga pelanggan juga yang seharusnya menentukan kualitas jasa yang akan atau telah diterimanya. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan apenilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa daru sudut pandang konsumen Dengan menggunakan kelima dimensi kualitas jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman dan Fitzsimmons. Fitzsimmons menggambarkan bagaimana mekanisme dan ukuran mengenai kualitas jasa oleh konsumen, yang berhubungan dengan persepsi konsumen terhadap kualitas jasa (consumer’s perceived service quality). Salah satu cara agar penjualan jasa satu perusahaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat harapan konsumen. Dan setelah menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka harapkan. Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang perusahaan tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian pelanggan, karena itu perusahaan harus berorientasi pada harapan atau kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen kualitas jasa yang terdiri dari lima dimensi SERVQUAL menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry yang sudah kita ketahui sebelumnya. 2.1.8 Analisis Kesenjangan Kualitas Pelayanan (SERVQUAL) Dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang telah disebutkan sebelumnya, harus diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan 32 antara perusahaan dan pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan sebagai berikut : ♦ Gap Persepsi Manajemen. Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen. ♦ Gap Spesifikasi Kualitas. Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas dan tidak adanya penyusunan tujuan. ♦ Gap Penyampaian Pelayanan. Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (service delivery). Kesenjangan ini disebabkan terutama oleh faktor-faktor : • Ambiguitas peran, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan tugas sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan • Konflik peran, yaitu sejauh mana pegawai meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak 33 • Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya • Kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai • Sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya sistem penilaian dan sistem imbalan • Perceived control, yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan • Teamwork, yaitu sejauh mana pegawai dan manajemen merumuskan tujuan bersama didalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu ♦ Gap Komunikasi Pemasaran. Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena tidak memadainya komunikasi horizontal dan adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini komunikasi ekstenal telah mendistorsi harapan nasabah. ♦ Gap dalam Pelayanan yang Dirasakan. Adalah perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif. Namun, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan. Model SERVQUAL dibangun atas asumsi bahwa konsumen membandingkan kinerja atribut jasa dengan standar ideal atau sempurna untuk masing-masing atribut 34 tersebut. Bila kinerja atribut melampaui standar, maka persepsi atas kualitas jasa keseluruhan akan meningkat. Ringkas kata model ini menganalisis gap antara dua variabel pokok, yakni jasa yang diharapkan dan jasa yang dipersepsikan (lihat gambar 2.1). Komunikasi dari mulut ke mulut Kebutuhan pribadi Pengalaman masa lalu Expected service Gap 5 Konsumen Perceived service Pemasar Service delivery Gap 3 Gap 4 Perubahan dari persepsi menjadi spesifikasi kualitas jasa Gap 1 Gap 2 Persepsi manajemen tentang harapan konsumen Gambar 2.1 Model SERVQUAL Komunikasi eksternal dengan konsumen 35 2.1.9 Faktor-faktor Yang Menjadi Kunci Sukses Jasa Observasi dan pengamatan yang dilakukan oleh pemain-pemain di sektor jasa mengemukakan lima langkah yang dapat dilakukan untuk meraih sukses di dunia jasa (Rupiyoadi, 2001), yakni: ♦ memperbaharui jasa yang ditawarkan ♦ melokalisasi sistem point of service ♦ menyelenggarakan kontrak layanan sebagai hambatan larinya konsumen ♦ menggunakan kekuatan informasi ♦ menentukan nilai strategis jasa pada konsumen 2.1.10 Kepuasan Pelanggan Melalui Kualitas Jasa Apabila ditinjau lebih lanjut, pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan, dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut (Kotler, 2001) : ♦ Memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara persepsi dengan harapan, dan antara pihak manajemen dengan pelanggan. Misalnya dengan melakukan penelitian dengan mengedarkan kuesioner dalam beberapa periode, untuk mengetahui persepsi pelayanan menurut pelanggan. Demikian juga penelitian dengan metode pengamatan bagi pegawai perusahaan tentang pelaksanaan pelayanan 36 ♦ Perusahaan harus mampu membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi di dalam perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk didalamnya adalah memperbaiki cara berfikir, perilaku, kemampuan dan pengetahuan dari semua sumber daya manusia yang ada. ♦ Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan. Dengan membentuj complaint and suggestion system, misalnya dengan hotline bebas pulsa. ♦ Mengembangkan dan menerapkan accountable, proactive, dan partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran. Perusahaan menghubungi pelanggan setelah proses pelayanan terjadi untuk mengetahui kepuasan dan harapan pelanggan (accountable). Perusahaan menghubungi pelanggan dari waktu kewaktu untuk mengetahui perkembangan pelayanannya (proactive). Sedangkan partnership marketing adalah pendekatan dimana perusahaan membangun kedekatan dengan pelanggan yang bermanfaat untuk meningkatkan citra dan posisi perusahaan di pasar. 2.1.11 Unsur-unsur Pelayanan Penumpang Dalam Jasa Penerbangan menurut Sugiarto (1999 : 112) unsur-unsur pelayanan yang diberikan kepada penumpang dalam jasa penerbangan adalah sebagai berikut : 1. Ground handling, yang meliputi: 37 ♦ reservasi; yaitu upaya perusahaan mengelola persediaan tempat, dan pencatatan nama penumpang . ♦ chek-in procedur; yaitu prosedur yang dilakukan oleh petugas untuk menyesuaikan tiket yang telah dimiliki oleh penumpang. ♦ Boarding; yaitu pelayanan yang diberikan oleh petugas bagi penumpang yang akan naik ke pesawat. ♦ Cargo; yaitu pelayanan yang diberikan berhubungan dengan bagasi dari penumpang. 2. On air, pelayanan ini akan diberikan oleh cockpit crew (pilot dan co-pilot), flight engineer dan cabin crew (pramugari dan pramugara). Pelayanan on air dimulai pada saat kita boarding, dimana barang bawaan penumpang diperiksa dengan sinar x untuk memeriksa kalau-kalau ada barang terlarang. Setelah itu luggage handling,yaitu pemilahan mana barang yang akan dibawa kedalam pesawat dan mana yang harus masuk kedalam bagasi. Barang-barang yang masuk bagasi diberi luggage tag (label) dan pad saat itu penumpang harus membayar airport tax. Selesai pemeriksaan, para penumpang langsung menuju gate dimana pesawat berada. Sampai di gate, sekali lagi boarding pass dan tiket diperiksa, tujuannya agar penumpang tidak salah masuk pesawat. Didepan pintu pesawat, para pramugari menyambut dan melihat boarding pass penumpang untuk mengetahui nomor tempat duduknya. Pada saat mesin pesawat dihidupkan, penumpang langsung memakai sabuk pengaman. 38 Menurut Nasution (1996 : 189), pelayanan terhadap penumpang penerbangan secara umum dikelompokan menjadi tiga. Urutan prioritas pelayanan yang dianggap paling penting adalah sebagai berikut: 1. pelayanan sebelum penerbangan (pre flight service); yaitu pelayanan dari mulai permintaan jadwal sampai dengan naik ke pesawat. Pelayanan ini meliputi: ♦ ketetapan keberangkatan; yaitu penetapan waktu keberangkatan dan tujuan keberangkatan. ♦ Kemudahan informasi; yaitu cara memperoleh informasi dengan mudah dan benar bagi calon penumpang yang membutuhkan. ♦ Jadwal keberangkatan; yaitu hari/tanggal dan jam berapa pesawat akan diberangkatkan ke kota/negara tujuan yang diberikan kepada penumpang. ♦ Pelayanan check-in; yaitu pelayanan yang diberikan pada saat penumpang berada dibandara untuk memperoleh boarding pass 2. pelayanan selama penerbangan (in flig… service). Yaitu pelayanan penumpang selama berada didalam pesawat. Pelayanan ini meliputi: ♦ kebersihan pesawat; yaitu keadaan bagian dalam dan luar pesawat yang harus selalu dalam keadaan bersih dan rapih. • kebersihan didalam pesawat (interior), meliputi: sarung bantal,alas kepala, selimut membersihkan asbak membersihkan tempat duduk, meja makan 39 membersihkan debu dengan penghisap debu mengganti isi kantong kursi, petunjuk penyelamatan, kantong muntah menyikat/membersihkan lantai membersihkan ruang pilot (cockpit ) membersihkan toilet dan mengganti kertas handuk mengisi air untuk minul dan untuk toilet • kebersihan bagian luar pesawat (eksterior), meliputi: membersihkan kaca jendela ruang pilot membersihkan mesin pesawat membersihkan sayap pesawat membersihkan jendela/ kaca bagian luar pesawat ♦ pelayanan awak kabin; pelayanan pramugari atau pramugara yang selalu siap untuk membantu penumpang ♦ kenyamanan tempat duduk; tempat duduk didalam pesawat harus dirancang untuk kenyamanan penumpangnya ♦ fasilitas didalam pesawat; yaitu fasilitas-fasilitas yang tersedia didalam pesawat dan digunakan untuk kenyamanan penumpang ♦ mutu makanan dan minuman; yaitu kondisi makanan dan minuman yang disajikan didalam pesawat 3. Pelayanan sesudah penerbangan (post flight service); yaitu pelayanan ketika turun dari pesawat sampai meninggalkan bandara. Pelayanan ini meliputi: 40 ♦ pelayanan bagasi; pelayanan ini menyangkut keamanan bagasi dan kecepatan pelayanan bagasi ♦ pelayanan penerbangan lanjutan yaitu pelayanan pada penumpang apabila bandara yang dituju bukan bandara akhir 2.1.12 Karakteristik Jasa Penerbangan Menutur Irianto (1999 : 3) jasa penerbangan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. inseparable (sebagai satu kesatuan); dalam industri penerbangan, konsumen yang berinteraksi dengan jasa penerbangan akan menjadi bagian dari jasa tersebut. Penumpang yang onboard di dalam pesawat sering dilihat oleh penumpang lainnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari jasa penerbangan tersebut. 2. variable (sangat bervariasi); pelayanan yang diberikan kepada penumpang bisa saja terjadi perubahan. Disuatu waktu penumpang dapat merasakan bahwa semua pelayanan diberikan dengan baik, tetapi dilain waktu bisa saja terjadi sebaliknya. 3. perishable (mudah rusak); dalam hal ini adalah sisa jasa yang tidak terjual pada saat yang telah ditentukan tidak dapat disimpan oleh karena itu, jika pada suatu penerbangan terdapat kursi kosong yang tidak terjual pada aat lepas landas, maka sisa produk tersebut tidak lagi dapat dijual dan dianggap sebagai suatu kerugian. 41 Sedangkan menurut Nasution (1996 : 137), jasa penerbangan mempunyai sifat dan karakteristik sebagai berikut: 1. produksi yang dihasilkan tidak dapat disimpan, diraba, tetapi dapat ditandai dengan pemanfaatan waktu dan tempat. 2. demand-nya elastis, permintaan jasa angkutan udara bersifat derived demand yaitu sebagai akibat adanya demand lain. Karena tarif angkutan udara relatif mahal, bila terjadi perubahan harga maka demand menjadi alastis. 3. selalu menyesuaikan diri dengan teknologi maju, perusahaan penerbangan pada dasarnya bersifat dinamis yang dengan cepat menyesuaikan perkembangan teknologi pesawat udara. 4. selalu ada campur tangan pemerintah, seperti pada umumnya kegiatan-kegiatan transportasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, selain itu untuk menjaga keseimbangan antara penumpang dan operator, jumlah investasi yang besar dan menjamin keselamatan penerbangan. Masih menurut Nasution (1996 : 138), pada prinsipnya terdapat beberapa fungsi produk jasa penerbangan yang harus tercapai, yaitu: 1. melaksanakan penerbangan yang aman (safety). Untuk menunjang keselamatan pesawat yang akan dioperasikan, perusahaan mengadakan tindakan-tindakan sebagai berikut: ♦ pesawat harus memenuhi syarat seperti layak terbang yang dibuktikan dengan certificate of air worthiness dari yang berwenang 42 ♦ release sheet oleh dinas teknik perusahaan tersebut (krunya karus qualified) ♦ membuat flight planning yang mencakup arah penerbangan, bahan bakar yang dibawa, ti9nggi yamg akan diterbangi dan lainnya. ♦ Air traffic control yang baik pada stasiun tertentu ♦ Adanya peta dana navigation bag yang lengkap 2. Melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur (regularity). Dalam mengoperasikan pesawat terbang harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan secara tepat dan teratur, serta sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh penumpang. 3. melaksanakan penerbangan yang nyaman (comfortable). Dalam hal ini perusahaan berusaha semaksimal mungkin agar penumpang mendapat kenyamanan selama penerbangan berlangsung. 4. Melaksanakan penerbangan yang ekonomis (economy for company). Disamping mengadakan penghematan biaya disegala bidang serta adanya pegawai yang cakap dan terampil, penjualan yang tinggi akan menimbulkan perbandingan antara revenue dan cost yang menonjol. Keempat fungsi jasa angkutan udara tersebut, dilaksanakan secara tepat agar jasa angkutan udara yang dihasilkan dapat mencapai tiga sasaran, yaitu kualitas pelayanan, biaya operasi penerbangan yang seminimal mungkin serta tepat waktu. 43 Untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut, jasa angkutan udara yang dihasilkan harus memenuhi kualitas pelayanan, yaitu dalam bentuk kecepatan, keselamatan, kapasitas angkutan, frekuensi penerbangan dan terjangkau (tarif yang relatif rendah). 44 2.2 Kerangka Pemikiran JASA TRANSPORTASI UDARA GARUDA INDONESIA DIMENSI (SERVQUAL) ☺ RELIABILITY (KEHANDALAN) ☺ RESPONSIVENESS (DAYA TANGGAP) ☺ ASSURANCE (JAMINAN) ☺ EMPATHY (EMPATI) ☺ TANGIBLES (PRODUK-PRODUK FISIK) PERCEIVED EXPECTED SERVICE SERVICE KUALITAS JASA Hubungan / pengaruh?? PRILAKU LOYALITAS Gambar 2.2 Kerangka Pikiran 45 Berdasarkan gambar 2.2 diatas dapat diberi penjelasan, bahwa jasa transportasi udara Garuda Indonesia dianalisis mengunakan model SERVQUAL dengan lima dimensi yang terdiri dari dimensi Tangibles (Produk-produk fisik), dimensi Reliability (Keandalan), dimensi Responsiveness (daya tanggap), dimensi Assurance (Jaminan) dan dimensi Empathy (Empati) yang kemudian berdasarkan kelima dimensi tersebut dibuat kuesioner yang berisi pernyataan untuk diketahui harapan dan persepsi pelanggan, dari hasil semua jumlah kuesioner yang dibagikan dan telah diisi oleh para responden kualitas jasa dapat kita ketahui melalui pengolahan data terlebih dahulu, setelah kualitas jasa diketahui maka akan dilihat apakah ada hubungan atau pengaruhnya terhadap prilaku dan loyalitas pelanggan. 2.3 Hipotesis Dalam penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah apakah ada hubungan antara kualitas jasa dengan prilaku konsumen dalam memilih jasa transportasi penerbangan dan apakah ada hubungan antara kualitas jasa dengan loyalitas konsumen. Dengan ketentuan sebagai berikut : X = variabel independen (kualitas jasa) Y = variabel dependen (Prilaku konsumen) Z = variabel dependen (Loyalitas konsumen) Dimana variabel X terdiri dari : ♦ X1 = Tangibles (Produk-produk fisik) 46 ♦ X2 = Reliability (Keandalan) ♦ X3 = Responsiveness (daya tanggap) ♦ X4 = Assurance (Jaminan) ♦ X5 = Empathy (Empati) Hipotesis uji : 1. H0 = tidak ada hubungan antara kualitas jasa dengan prilaku konsumen dalam memilih jasa transportasi udara H1 = ada hubungan antara kualitas jasa dengan prilaku konsumen dalam memilih jasa transportasi udara 2. H0 = tidak ada hubungan antara kualitas jasa dengan loyalitas konsumen dalam memilih jasa transportasi udara H1 = ada hubungan antara kualitas jasa dengan loyalitas konsumen dalam memilih jasa transportasi udara