BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sirosis hati merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Sebagian besar penyakit hati kronik yang mengalami fibrosis akan berlanjut menjadi sirosis setelah 15-20 tahun. Di Amerika Serikat, sekitar 5,5 juta orang (2% dari populasi) menderita sirosis hati. Sirosis hati merupakan penyebab mortalitas pada 26.000 pasien tiap tahun dan merupakan penyebab kematian terbanyak ketujuh di Amerika Serikat pada penduduk berusia 26 sampai 64 tahun. Jumlah morbiditas dan mortalitas ini diperkirakan akan terus meningkat pada masa yang akan datang (Sanchez&Talwalkar, 2005). Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya terdapat laporan dari pusat-pusat pendidikan. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 5 tahun (Januari 1990 – Desember 1994), terdapat 892 pasien sirosis hati yang dirawat inap di bagian penyakit dalam, dimana 104 orang (11,7 %) diantaranya dengan ensefalopati hepatik dan 22 dari 104 orang (21,2 %) dengan keluhan utama penurunan kesadaran pada saat datang (Adenan et al., 1995). Di negara barat, penyebab tersering sirosis hati adalah akibat alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Nurdjanah, 2009). 1 Selama bertahun-tahun, banyak parameter klinis dan biokimia digunakan untuk mendapatkan prediksi secara akurat prognosis pasien sirosis hati pada kesintasan jangka pendek dan menengah (Yu&Abola, 2006). Parameter yang sering digunakan diantaranya denganskor Child-Pugh (CP), model of end stage liver disease (MELD) dan kombinasi MELD dengan kadar natrium (Na) serum atau MELD-Na. Banyak ahli memiliki pendapat berbeda-beda tentang kemampuan masing-masing skor dalam menilai tingkat keparahan sirosis hati (Boursier et al., 2009). Skor CP telah digunakan secara luas untuk menstratifikasi risiko pasien sirosis hati dan untuk mengevaluasi efikasi terapi. Skor CP saat ini merupakan skor yang paling banyak digunakan dalam aplikasi klinis dan mudah diterapkan saat berada di dekat pasien (Yu&Abola, 2006). Skor CPmasih dianggap yang terbaik untuk evaluasi prognosis pasien sirosis hati walaupun telah diformulasikan lebih dari 30 tahun lalu (Botta et al., 2003). Keterbatasan skor CP adalah adanya dua komponen parameter klinis yaitu asites dan ensefalopati hepatik, dimana subyektivitas dalam menilai grading akan mempengaruhi reabilitas skor (Rendon et al., 2008). Model of end-stage liver disease (MELD) pada beberapa tahun terakhir telah menjadi metode baru untukmemprediksi risiko mortalitas, severitas sirosis hati dan menentukan fungsi hati yang tersisa (Jiang et al., 2010; Rendon et al., 2008). Walaupun skor MELD sebelumnya diformulasikan sebagai indeks prognostik pasien sirosis hati yang menjalani transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS), tapi skor ini telah divalidasi beberapa ahli untuk 2 diaplikasikan pada pasien penyakit hati dengan berbagai etiologi dan severitas (Rendon et al., 2008). Skor MELD telah diuji validitasnya dengan data yang diperoleh dari pasien yang dirawat dengan penyakit hati dekompensasi. Kelompok tersebut dilakukan analisis akurasi dalam memprediksi mortalitas dalam 3 bulan dengan menggunakan statistik-c dengan hasil 0,87 dibandingkan 0,84 untuk skor CP. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan tentang alat ukur yang baik untuk menilai prognosis pasien sirosis hati karena beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda. Oleh karena itu kami meneliti tentang peran skor CP dan MELD dalam memprediksi prognosispasien sirosis hati dekompensata dalam waktu 3 bulan di RSUP Dr. Sardjito. have B. Permasalahan penelitian Berdasarkan data-data yang telah disebutkan, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Angka kejadian sirosis hati masih tinggi, termasuk di Indonesia terutama di Yogyakarta. 2. Skor CP merupakan skor yang paling banyak diaplikasikan untuk menilai prognosis pasien sirosis hati walaupun mempunyai dua kriteria subyektif. 3. Skor MELD merupakan skor yang prognosis sirosis hati yang relatif baru, pada beberapa penelitian menunjukkan mempunyai peran dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati. 3 C. Pertanyaan penelitian Pertanyaan penelitian ini : 1. Apakah skor Child Pugh > 11 meningkatkan risiko mortalitas 3 bulan pada pasien sirosis hati dekompensata? 2. Apakah skor MELD > 14 meningkatkan risiko mortalitas 3 bulan pada pasien sirosis hati dekompensata? D. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hazard ratio skor CP dan skor MELD dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata. E. Manfaat penelitian 1. Bagi pasien dan keluarga pasien dapat memberikan gambaran prognosis perjalanan penyakit pasien dan sebagai bahan edukasi pada keluargapasien dengan risiko sirosis hati sehingga dapat dilakukan prevensi untuk berkembang menjadi sirosis hati. 2. Bagi peneliti dapat mengetahui hazard ratio skor CP dan skor MELD dalam memprediksi prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata. 3. Bagi institusi dapat memberikan data mengenai hazard ratio skor CP dan skor MELD sebagai prediktor prognosis jangka pendek pasien sirosis hati dekompensata di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya untuk mengetahui peran skor CP dan skor MELD sebagai prediktor kesintasan pada pasien sirosis hati dengan hasil yang bervariasi. 4 Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti/Metode Angermayr et al., (2003) Subyek : 501 pasien yang menjalani TIPS Judul Child-Pugh versus MELD score in predicting survival in patients undergoing transjugular intrahepatic portosystemic shunt Doubatty (2009) Subyek : 48 pasien sirosis hati Perbandingan Validitas Skor Mayo End Stage Liver Disease dan Skor Child-Pugh dalam Memprediksi Ketahanan Hidup 12 Minggu Pada Pasien Sirosis Hepatis Botta et al. (2003) MELD scoring system is Cohort Retrospektif useful for predicting Subyek : 129 pasien prognosis in patients sirosis hati dengan with liver cirrhosis and is penyebab dan derajat correlated with residual keparahan bervariasi liver fuction : a European study Papatheodoridiset MELD vs Child-Pugh and al., 2005 creatinine-modified Metode : cohort Child-Pugh score for Subyek : 102 pasien predicting survival in sirosis hati patients with dekompensata decompensated cirrhosis dengan medianfollow up 6 bulan Hasil Pasien dengan skor MELD > 14dan pada pasien dengan skor Child > 11 mempunyai median kesintasan < 90 hari dengan spesivisitas 94% dengan spesivisitas skor MELD 34% dan 33% untuk skor CP. Sensitivitas skor CP lebih tinggi dibandingkan skor MELD (68,97% vs 58,62%) sedangkan spesifisitas skor MELD lebih tinggi dibandingkan skor CP (78,95% vs 73,68%). Skor MELD menunjukkan korelasi yang signifikan dengan kadar monoethylglycinexylidide (MEGX) serum dan skor CP (p<0,0001). Skor CP juga berkorelasi dengan kadar MEGX serum (p < 0,0001) Skor MELD, CP dan skor CP dimodifikasi kreatinin mempunyai areas under the receiver operating characteristic curves(AUROC) tidak berbeda signifikan. Pada analisis regresi Cox, skor MELD dan skor CP dimodifikasi kreatinin mempunyai nilai prediktif yang lebih baik dan berhubungan signifikan dengan kesintasan (statistik-c 0,73 dan 0,69-0,7) dibandingkan skor CP 0,65). Said et al., (2004) Model for end stage liver Skor MELD merupakan prediktor Subyek : 1611 disease score predicts yang baik terhadap mortalitas 1 pasien penyakit hati mortality across a broad tahun pada penyakit hati kronik kronik spectrum of liver disease (statistic-c ≥ 0,75) dan dapat memprediksi mortalitas 3 bulan dan 6 bulan pada pasien hepatitis alkoholik (statistic-c ≥ 0,83). Skor CTP mempunyai kemampuan prediktif yang sama baiknya dengan skor MELD. Ensefalopati hepatik merupakan prediktor independen yang kuat terhadap kematian (hazard ratio (HR) 2,8; p < 0,0001). 5