Chapter II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengawasan
2.1.1
Pengertian dan Tujuan Pengawasan
Dalam pengertian sederhana, pengawasan dapat diartikan sebagai
perbuatan untuk melihat dan memonitor terhadap orang agar ia berbuat sesuai
dengan kehendak yang telah ditentukan sebelumnya.
Tery (2006:395) mengartikan “Pengawasan sebagai mendeterminasi apa
yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila
perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Maringan (2004: 61),
Pengawasan adalah proses dimana pimpinan ingin mengetahui hasil pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan bawahan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan,
kebijakan yang telah ditentukan. Pendapat ahli lain menyatakan bahwa
pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan kinerja karyawan berdasarkan
standar untuk mengukur kinerja, memastikan kualitas atas penilaian kinerja dan
pengambilan informasi yang dapat dijadikan umpan balik pencapaian hasil yang
dikomunikasikan ke para karyawan (Mathis dan Jackson, 2006: 303).
Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan
merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai
bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di
bawahnya. Menurut Robbins dan Coulter (2004 : 7) “Manajemen melibatkan
aktivitas-aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain,
sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif”.
Efesiensi berarti melakukan pekerjaan secara tepat sasaran; efektivitas berarti
Universitas Sumatera Utara
melakukan pekerjaan yang benar. Sedangkan menurut Gary Dessler (2005:2) yang
dialihbahasakan oleh Eli Tanya menyatakan bahwa “Manajemen sumber daya
manusia adalah sebuah konsep dan teknik yang dibutuhkan untuk menangani
aspek personalia atau sumber daya manusia dari sebuah posisi manajerial, seperti
rekrutmen, seleksi, pelatihan, pemberian imbalan, penilaian dan semua kegiatan
lain yang selama ini dikenal.” Fokus utama Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah pengelolaan karyawan, yaitu mengarahkan perilaku karyawan bagi
perusahaan. sumber daya manusia menekankan terhadap pengembangan berbagai
potensi yang dimiliki oleh setiap karyawan agar mampu menunjukkan kinerja
yang optimal sesuai dengan tuntutan perusahaan. Untuk mewujudkan berbagai
tujuan perusahaan tersebut, diperlukan penerapan fungsi-fungsi manajemen
sumber daya manusia secara efektif dan efisien. Pengawasan sebagai salah satu
fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia berfungsi untuk menetapkan standart
sperti kuota penjualan, standart kualitas atau tingkat produksi, memeriksa atau
melihat bagaimana prestasi yang dicapai di bandingkan dengan standart-standart
ini, melakukan korelasi jika dibutuhkan. (Dessler, 2004:2), sedangakan menurut
Rivai (2009:13), Pengawasan (Controling) sebagai Fungsi Manejerial dalam
Manajemen SDM adalah kegiatan
mengendalikan pegawai agar mentaati
peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Bila terjadi
penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan tersebut dapat diambil suatu
pengertian bahwa pengawasan adalah proses pengamatan yang dilakukan
pimpinan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai
pelaksanaan pekerjaan dari pegawai-pegawai yang menjadi bawahannya agar
pelaksanaan pekerjaan tersebut bisa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, tujuan utama dari pengawasan yaitu mengusahakan supaya
apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Mencari dan memberitahu kelemahankelemahan yang dihadapi. Menurut Simbolon (2004: 62) Pengawasan bertujuan
agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan
berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Silalahi (2003: 181) tujuan dari pengawasan adalah:
1. Mencegah
terjadinya
penyimpangan
pencapaian
tujuan
yang
telah
direncanakan.
2. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau
ditetapkan.
3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang atau
mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan.
4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya.
5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.
Agar tujuan tersebut tercapai, maka akan lebih baik jika tindakan kontrol
dilakukan sebelum terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga bersifat
mencegah (preventif control) dibandingkan dengan tindakan kontrol sesudah
terjadi penyimpangan (repressive control). Sehingga dapat kita simpulkan bahwa
tujuan pengawasan ialah untuk mengetahui dan memahami kenyataan yang
sebenarnya tentang pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan. Apakah pekerjaan yang
dilakukan tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Dengan demikian objek
pengawasan dapat diketahui kinerjanya, sehingga jika terjadi kesalahan dapat
diperbaiki dengan segera.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Jenis - Jenis Pengawasan
Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas 3
yaitu:
a. Pengawasan Awal
Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
perkerjaan.
b. Pengawasan Proses
Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung
untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan
apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
c. Pengawasan Akhir
Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan pekerjaan.
Menurut Hasibuan (2005: 248) pengawasan atau pengendalian dikenal atas
beberapa macam, yaitu:
1. Pengendalian Intern (Internal control)
Pengendalian intern adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang atasan
kepada bawahannya. Cakupan dari pengendalian ini meliputi hal-hal yang
cukup luas, baik pelaksanaan tugas, prosedur kerja, kedisiplinan, karyawan,
dan lain-lain.
2. Pengendalian ekstern (external control)
Pengendalian ekstern adalah pengendalian yang dilakukan oleh pihak luar.
Pengendalian ekstern ini dapat dilakukan secara formal atau informal, misalnya
pemeriksaan pembukuan oleh kantor akuntan dan penilaian yang dilakukan
oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengendalian resmi (formal control)
Pengendalian resmi adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh instansi atau
pejabat resmi dan dapat dilakukan secara intern maupun ekstern. Misalnya
pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
terhadap suatu instansi.
4. Pengendalian konsumen (informal control)
Pengendalian informal adalah penilaian yang dilakukan oleh masyarakat atau
konsumen, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya melalui media
massa.
Dari konsep mengenai macam-macam pengawasan tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa pengawasan terdiri atas pengawasan dari dalam organisasi,
pengawasan dari luar organisasi, pengawasan yang dilakukan oleh instansi atau
pejabat resmi dan pengawasan atau penilaian yang dilakukan oleh masyarakat
ataupun konsumen.
2.1.3 Proses Pengawasan
Proses pengawasan adalah serangkaian kegiatan dalam melaksanakan
pengawasan terhadap suatu tugas atau pekerjaan dalam suatu organisasi. Menurut
Kadarman (2001:161) langkah-langkah proses pengawasan yaitu:
1. Menetapkan Standar
Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengawasan,
maka secara logis hal ini berarti bahwa langkah pertama dalam proses
pengawasan adalah menyusun rencana. Perencanaan yang dimaksud disini
adalah menentukan standar.
Universitas Sumatera Utara
2. Mengukur Kinerja
Langkah kedua dalam pengawasan adalah mengukur atau mengevaluasi kinerja
yang dicapai terhadap standar yang telah ditentukan.
3. Memperbaiki Penyimpangan
Proses pengawasan tidak lengkap jika tidak ada tindakan perbaikan terhadap
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Selanjutnya, proses pengawasan kerja terdiri dari beberapa tindakan
(langkah pokok) yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan. Griffin,
(2004: 167) Menggambarkan langkah-langkah dalam proses pengawasan sebagai
berikut:
Menetapkan
Standar
Mengukur
Kinerja
Mempertahankan
status quo
Membandingkan
Kinerja dengan
Standar
Menentukan
kebutuhan akan
tindakan koreksi
Mengoreksi
penyimpangan
Mengubah
standar
Gambar 2.1. Langkah-Langkah Dalam Proses Pengawasan
Sumber : Griffin, 2004 : 167
Masing-masing langkah ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Menetapkan Standar.
Control Standard adalah target yang menjadi acuan perbandingan untuk
kinerja dikemudian hari. Standar yang ditetapkan untuk tujuan pengawasan harus
diekspresikan dalam acuan yang dapat diukur. Strategi pengawasan harus
konsisten dengan tujuan organisasi. Dalam penentuan standar, diperlukan
pengidentifikasian indikator-indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran
Universitas Sumatera Utara
kinerja yang menyediakan informasi yang berhubungan langsung dengan objek
yang diawasi.
Standar bagi hasil kerja karyawan pada umumnya terdapat pada rencana
keseluruhan maupun rencana-rencana bagian. Agar standar itu diketahui secara
benar oleh karyawan, maka standar tersebut harus dikemukakan dan dijelaskan
kepada karyawan sehingga karyawan akan memahami kemana kegiatannya
diarahkan dan tujuan apa yang sebenarnya ingin dicapai.
2. Mengukur Kinerja
Pengukuran kinerja adalah aktivitas konstan dan kontinu bagi sebagian
besar organisasi. Agar pengawasan berlangsung efektif, ukuran-ukuran kinerja
harus valid. Kinerja karyawan biasanya diukur berbasis kuantitas dan kualitas
output, tetapi bagi banyak pekerjaan, pengukuran kinerja harus lebih mendetail.
3. Membandingkan Kinerja dengan Standar
Tahap ini dimaksudkan dengan membandingkan hasil pekerjaan karyawan
(actual result) dengan standar yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan karyawan
dapat diketahui melalui laporan tertulis yang disusun karyawan, baik laporan rutin
maupun laporan khusus. Selain itu atasan dapat juga langsung mengunjungi
karyawan untuk menanyakan langsung hasil pekerjaan atau karyawan dipanggil
untuk menyampaikan laporannya secara lisan.
Kinerja dapat berada pada posisi lebih tinggi dari, lebih rendah dari, atau
sama dengan standar. Pada beberapa perusahaan, perbandingan dapat dilakukan
dengan mudah, misalnya dengan menetapkan standar penjualan produk mereka
berada pada urutan pertama di pasar. Standar ini jelas dan relatif mudah dihitung
untuk menentukan apakah standar telah dicapai atau belum. Namun dalam
beberapa kasus perbandingan ini dapat dilakukan dengan lebih detail. Jika kinerja
Universitas Sumatera Utara
lebih rendah dibandingkan standar, maka seberapa besar penyimpangan ini dapat
ditoleransi sebelum tindakan korektif dilakukan.
4. Menentukan Kebutuhan Tindakan Korektif
Berbagai keputusan menyangkut tindakan korektif sangat bergantung pada
keahlian-keahlian analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja
dengan standar, manajer dapat memilih salah satu tindakan : mempertahankan
status quo (tidak melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah
standar. Tindakan perbaikan diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk
menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar
atau rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melaksanakan tindakan
perbaikan, maka harus diketahui apa yang menyebabkan penyimpangan. Ada
beberapa sebab yang mungkin menimbulkan penyimpangan, yaitu :
1.
Kekurangan faktor produksi
2.
Tidak cakapnya pimpinan dalam mengorganisasi human resources dan
resources lainnya dalam lingkungan organisasi
3.
Sikap-sikap pegawai yang apatis dan sebagainya
Oleh karena itu, dalam proses pengawasan diperlukannya laporan yang
dapat menyesuaikan bentuk-bentuk penyimpangan kearah pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Ukas (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan-tahapan
yang selalu terdapat dalam proses pengawasan, yaitu:
1. Ukuran-ukuran yang menyajikan bentuk-bentuk yang diminta. Standar ukuran
ini bisa nyata, mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus, tetapi selama
seorang masih menganggap bahwa hasilnya adalah seperti yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus
dilaporkan kepada khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini.
3. Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran-pengukuran laporan dalam suatu
pengawasan tidak akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal ini
diketahui bahwa aktivitas umum tidak mengarah ke hasil-hasil yang
diinginkan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses pengawasan
dilakukan berdasarkan beberapa tahapan yang harus dilaksanakan.
- Menetapkan standar pelaksanaan (perencanaan)
Sehingga dalam melakukan pengawasan manajer mempunyai standard yang
jelas.
- Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Mengukur kinerja pegawai, sejauh mana pegawai dapat menerapkan
perencanaan yang telah dibuat atau ditetapkan perusahaan sehingga perusahaan
dapat mencapai tujuannya secara optimal.
- Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standard dan penganalisa
penyimpangan-penyimpangan
- Pengambilan tindakan koreksi
Melakukan perbaikan jika ditemukan penyimpangan yang terjadi.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan.
Menurut Mulyadi (2007:770), mengemukakan beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengawasan adalah:
a. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi
b. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya
desentralisasi kekuasaan.
Universitas Sumatera Utara
c. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi memerlukan
pengawasan.
2.2 Lingkungan Kerja
2.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk
diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksnakan proses
produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh
langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut.
Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan
kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan
kinerja karyawan.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila
manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman.
Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang
lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat
menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung
diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien.
Menurut Nitisemito (2000:183) “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang diembankan”. Sedarmayati (2001:1) “Lingkungan kerja adalah
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di
mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok”.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Lussier dalam Nawawi (2003: 293) mengartikan bahwa
“lingkungan kerja adalah kualitas internal organisasi yang relatif berlangsung
terus menerus yang dirasakan oleh anggotanya”. Sementara itu, menurut Steers
dalam Agustini (2006: 8) berpendapat bahwa “lingkungan kerja merupakan ciriciri dalam organisasi yang mempengaruhi tingkah laku pekerja”.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja
merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik
yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
2.2.2 Jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi:
a. Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di
sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung
maupun scara tidak langsung.
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :
1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat
kerja, kursi, meja dan sebagainya)
2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan
kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya : temperatur,
kelembapan, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau
tidak sedap, warna, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun
hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan
non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa
diabaikan.
Menurut
Nitisemito
(2000:171-173)
Perusahaan
hendaknya
dapat
mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan,
bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan.
Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan,
komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga
dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi
lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai
apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman,
dan nyaman.
Ketidak sesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka
waktu yang lama. Lebih jauh lagi, Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat
menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya
rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Berikut ini beberapa faktor yang
diuraikan Sedarmayanti (2001:21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu
kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya
adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Penerangan/cahaya di tempat kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna
mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan
adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang
kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan
pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan,
sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
2. Bau tidak sedap ditempat kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang
terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air
condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.
3. Kebisingan di tempat kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya
adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak
dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa
menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara
bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan
efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan
kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia,
yaitu : (a) Lamanya kebisingan, (b) Intensitas kebisingan, (c) Frekwensi
kebisingan.
Universitas Sumatera Utara
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk
akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.
4. Getaran mekanis di tempat kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang
sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan
akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu
tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun
frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila
frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara
umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal :
a. Kosentrasi bekerja
b. Datangnya kelelahan
c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap mata,
syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.
5. Keamanan di tempat kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk
menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas
Keamanan (SATPAM).
Menurut (Nitisemito 1982:159) menyatakan bahwa lingkungan kerja
diukur melalui indikator sebagai berikut:
a. Suasana kerja
Setiap karyawan selalu menginginkan suasan kerja yang menyenangkan,
suasana kerja yang nyaman itu meliputi cahaya/ penerangan yang jelas, suara
yang tidak bising dan tenang, keamanan di dalam bekerja. Besarnya kompensasi
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan perusahaan tidak akan perpengaruh secara optimal jika suasana
kerja kurang kondusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedarmayanti (2001:46)
bahwa penerangan, tingkat kebisingan (ketenangan) dan suhu ruangan sebagai
indikator dari lingkungan kerja berpengaruh secara positif terhadap kinerja
karyawan.
b. Hubungan dengan rekan kerja
Hal ini dimaksudkan hubungan dengan rekan kerja harmonis dan tanpa ada
saling intrik diantara sesama rekan kerja. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam suatu organisasi adalah adanya
hubungan yang harmonis diantara rekan kerja. Hubungan rekan kerja yang
harmonis
dan kekeluargaan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan.
a. Tersedianya fasilitas kerja
Hal ini dimaksudkan bahwa peralatan yang digunakan untuk mendukung
kelancaran kerja lengkap/mutahir. Tersedianya fasilitas kerja yang lengkap,
walaupun tidak baru merupakan salah satu penunjang proses kelancaran dalam
bekerja.
2.3. Evektivitas Kerja Tenaga Pendidik
2.3.1 Pengertian Evektivitas Kerja Pendidik
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang
telah dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point)
Universitas Sumatera Utara
dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan
efisiensi.
Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor
Publik mendefinisikan efektivitas, “Efektivitas merupakan hubungan antara
output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap
pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”
(Mahmudi, 2005:92). Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau
kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi
tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely.
Sehubungan dengan hal di atas tersebut, maka efektivitas adalah
menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil
guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan
sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran
berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai targettargetnya. Hal ini berarti, bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah
semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Pandangan yang sama menurut
pendapat Peter F. Drucker yang menyatakan:
“Effectivennes, on the other hand, is the ability to choose appropriate objectives.
An effective manager is one who selects the right things to get done”. (Efektivitas,
pada sisi lain, menjadi kemampuan untuk memilih sasaran hasil sesuai. Seorang
manajer efektif adalah satu yang memilih kebenaran untuk melaksanakan) (dalam
Moenir, 2006:166).
Memperhatikan pendapat para ahli di atas, bahwa konsep efektivitas
merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional, artinya dalam
mendefinisikan efektivitas berbeda-beda sesuai dengan dasar ilmu yang dimiliki
Universitas Sumatera Utara
walaupun tujuan akhir dari efektivitas adalah pencapaian tujuan. Kata efektif
sering dicampur-adukkan dengan kata efisien walaupun artinya tidak sama,
sesuatu yang dilakukan secara efisien belum tentu efektif.
Menurut pendapat Markus Zahnd dalam bukunya Perancangan Kota
Secara Terpadu mendefinisikan efektivitas dan efisiensi, sebagai berikut:
“Efektivitas yaitu berfokus pada akibatnya, pengaruhnya atau efeknya, sedangkan
efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak
membuang-buang waktu, tenaga dan biaya” (Zahnd, 2006:200-2001).
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa efektivitas lebih memfokuskan
pada akibat atau pengaruh sedangkan efisiensi menekankan pada ketepatan
mengenai sumber daya, yaitu mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat dan cara
supaya dalam pelaksanaannya tepat waktu. Sehubungan dengan hal-hal yang
dikemukakan di atas, maka secara singkat pengertian daripada efisiensi dan
efektivitas adalah, efisiensi berarti melakukan atau mengerjakan sesuatu secara
benar, “doing things right”, sedangkan efektivitas melakukan atau mengerjakan
sesuatu tepat pada sasaran “doing the right things”. Tingkat efektivitas itu sendiri
dapat ditentukan oleh terintegrasinya sasaran dan kegiatan organisasi secara
menyeluruh,
kemampuan
adaptasi
dari
organisasi
terhadap
perubahan
lingkungannya.
Suatu Organisasi yang berhasil diukur dengan melihat seberapa jauh
Organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Hal ini menyangkut tingkat efektivitas kerja pada Organisasi tersebut.
Berikut ini pengertian dari efektivitas kerja menurut para ahli.
Universitas Sumatera Utara
1. Gibson et al.(1996 : 28) mengemukakan bahwa “efektivitas dalam konteks
prilaku organisasi merupakan hubungan optimal antara produksi, kualitas,
efesiensi, fleksibilitas, kepuasaan, keunggulan, dan pengembangan”.
2. Kusdi (2009:94) “Efektivitas kerja adalah sejauh mana organisasi mencapai
berbagai sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang) yang telah
ditetapkan,
dimana
penetapan
sasaran-sasaran
dan
tujuan-tujuan
itu
mencerminkan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai, dan tahap
pertumbuhan organisasi”.
3. Zoelfirman (2000 : 4) efektivitas kerja adalah “suatu kondisi pada suatu
perusahaan yang hasilnya meningkatkan atau optimal atas penggunaan sumber
ekonomi dan faktor produksi”
4. Suit (1996 : 94) mengemukakan : “Efektivitas adalah ketepatan suatu tindakan
atau kesempurnaan (jaminan) hasil suatu pekerjaan itu sendiri”.
5. Admosoeprapto
(2001
:
4)
efektivitas
kerja
adalah
“ukuran
yang
menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai”
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, jika di hubungkan dengan
efektivitas kerja tenaga pendidik dapat dikatan bahwa kinerja guru itu
dihubungkan dengan prilaku guru yaitu berbagai aktivitasnya dalam proses
instruksional yang berkaitan dengan tanggung jawab dan tugasnya sebagai tenaga
pendidik. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
pasal 1, disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan.
Guru yang bermutu pada dasarnya adalah guru yang menjalankan tugas
secara bertanggung jawab. Dalam kaitan ini, Amidjaya (dalam Anwar, 2004 : 91)
Universitas Sumatera Utara
menekankan rasa tanggung jawab pada adanya kemandirian dalam bentuk
mengambil keputusan yang mengandung wibawa pendidikan baik secara
akademis maupun praktis. Sebagaimana dikemukakan Gaffar (2007:1) fungsi guru
dalam proses pendidikan adalah mengajar, mendidik, membina, mengarahkan dan
membentuk watak dan kepribadian sehingga manusia itu berubah menjadi manusia
yang memiliki ilmu pengetahuan, manusia yang cerdas dan bermartabat.
Berdasarkan pengertian efektivitas kerja diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengertian efektivitas kerja tenaga pendidik adalah prilaku guru dalam
berbagai aktifitas pelayanan pendidikan terutama tugas pembelajaran kepada peserta
didik yang sesuai prosedur dan dilandasi disiplin dan rasa tanggung tanggung jawab
yang tinggi sehingga tujuan pendidikan tercapai secara maksimal.
2.3.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja Tenaga
Pendidik
Menurut Richard M Steers (dalam Zuliyanti, 2005: 26), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja yaitu:
1. Karakteristik Organisasi. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan
teknologi organisasi. Struktur merupakan cara untuk suatu organisasi
menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang meliputi
jumlah spesialisasi pekerjaan, desentralisasi pengendalian untuk penyelesaian
pekerjaan. Teknologi merupakan suatu organisasi untuk mengubah masukan
mentah menjadi keluaran jadi.
2. Karakteristik Lingkungan. Lingkungan mencakup dua aspek yang berhubungan
yaitu lingkungan intern dan ekstern. Lingkungan intern dikenal dengan iklim
organisasi yang meliputi atribut lingkungan kerja seperti kepuasan dan prestasi.
Lingkungan ekstern menyangkut kekuatan yang timbul diluar batas organisasi
Universitas Sumatera Utara
yang mempengaruhi tindakan dalam organisasi seperti adanya peraturan
pemerintah.
3. Karakteristik Pekerja. Pekerja mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan
kemampuan yang berbeda-beda sehingga akan menyebabkan perbedaan
perilaku antara orang satu dengan orang lain. Prestasi merupakan modal utama
di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, sebab
meskipun teknologi yang dipergunakan canggih jika tanpa prestasi tidak ada
gunanya.
4. Kebijakan dan Praktek Manajemen. Manajer memegang peranan sentral dalam
keberhasilan
suatu
organisasi
melalui
perencanaan,
koordinasi
dan
memperlancar kegiatan. Sehingga manajer berkewajiban menjamin struktur
organisasi konsisten dan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang
ada. Selain itu manajer juga bertanggungjawab untuk menetapkan suatu sistem
imbalan yang pantas sehingga dapat memuaskan kebutuhan pekerja dan tujuan
pribadinya dalam mengejar sasaran organisasi.
Berdasarkan pendapat Steers diatas, jika dihubungkan dengan Efektivitas
Kerja Tenaga Pendidik
dapat dikatakan bahwa efektivitas kerja Guru itu
berhubungan dengan perilaku guru yaitu berbagai aktivitas guru dalam proses
istruksional yang berkaitan dengan tanggung jawab dan tugas guru.
Sejalan dengan itu Burhanudin (2005: 34) manyatakan ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja guru diantaranya adalah:
-
Tingkat pendidikan guru
-
Lingkungan sekolah yang kondusif.
-
Kemampuan manajerial Kepala sekolah
-
Gaya kepemimpinan Kepala sekolah
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang di kemukakan diatas Kemampuan manajerial kepala sekolah
akan mempunyai peranan dalam meningkatkan kinerja guru. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal merupakan suatu pola kerjasama antara manusia yang
saling melibatkan diri dalam satu unit kerja (kelembagaan). Dalam proses
mencapai tujuan pendidikan, tidak bisa terlepas dari dari kegiatan administrasi.
Kegiatan adminstrasi sekolah mencakup pengaturan proses belajar mengajar,
kesiswaan, personalia, peralatan pengajaran, gedung, perlengkapan, keuangan
serta hubungan masyarakat. Dalam proses administrasi terdapat kegiatan
manajemen yang meliputi kemampuan membuat perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan. Bila kepala sekolah memiliki kemampuan
manajerial yang baik, maka pengelolaan terhadap komponen dan sumber daya
pendidikan di sekolah akan baik, ini akan mendukung pelaksanaan tugas guru dan
peningkatan kinerjanya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Robbins
dan Coulter bahwa Pengawasan adalah salah satu faktor yang dapat berpengaruh
terhadap pekerjaan seseorang, dimana Manajemen harus melibatkan aktivitasaktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga
pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektiv. (Robbins dan
Coulter, 2004:7)
Selain kemampuan manajerial, Lingkungan yang kondusif di sekolah juga akan
berpengaruh pada kinerja guru, di antaranya: pengelolaan kelas yang baik yang
menunjuk pada pengaturan orang (siswa), maupun pengaturan fasilitas (ventilasi,
penerangan, tempat duduk, dan media pengajaran). Selain itu hubungan antara
pribadi yang baik antara kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan sekolah akan
membuat suasana sekolah menyenangkan dan merupakan salah satu sumber
semangat bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Hadari Nawawi
Universitas Sumatera Utara
(2006: 37) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang kondusif adalah: (a)
Lingkungan kerja fisik seperti ruangan kerja yang luas dan bersih, peralatan kerja
yang memadai, ventilasi dan penerangan yang memenuhi persyaratan, dan
tersedia transportasi untuk melaksanakan tugas luar, (b) Lingkungan kerja
nonfisik antara lain berupa hubungan kerja yang menyenangkan, harmonis, dan
saling menghargai sesuai posisi masing-masing, baik antara bawahan dengan
atasan, maupun sebaliknya, termasuk juga antar manager/pimpinan unit kerja.
Pandji Anoraga (2006: 58) menyatakan lingkungan kerja yang baik akan
mempengaruhi kinerja yang baik pula pada segala pihak , baik pada para pekerja,
pimpinan, atau pada hasil pekerjaannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam peningkatan kinerja, karena dengan lingkungan yang
mendukung, baik suasana maupun sarana dan prasarana akan menjadikan guru
lebih giat untuk bekerja. Menurut Thoha (dalam Meliana, 2007: 33), perilaku
seseorang adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan
lingkungannya. Hal ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya
menentukan perilaku keduanya secara langsung. Individu dengan organisasi
mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua
karakteristik berinteraksi akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa suatu kondisi lingkungan kerja
dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara
optimal, sehat, aman dan nyaman.
Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu
yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat
menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung
diperoleh rancangan system kerja yang efisien.
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor Pengawasan
Untuk mendapatkan suatu hasil pekerjaan yang baik dan bermutu tinggi
maka diperlukan pengawasan yang baik. Melalui pengawasan yang efektif, roda
organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya pengendalian mutu dapat
dilaksanakan dengan lebih baik. Menurut Sarwoto (2001:83) Pengawasan adalah
kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai
dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Sedangkan
menurut Sujamto (2001:19) Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas
dan kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Apabila ada
pengawasan yang efektif dari pimpinan maka semangat kerja akan timbul dan
para pegawai akan bekerja dengan rajin dengan disiplin yang tinggi dan
bertanggung jawab sehingga efektivitas kerja dapat meningkat dengan sendirinya.
Pengawasan merupakan usaha mengevaluasi kinerja pada pegawai dan
mengadakan tindakan yang dianggap perlu untuk menyasuaikan hasil pekerjaan
agar dapat sesuai dengan yang diharapkan. Mathis dan Jackson (2006: 303),
menyatakan bahwa pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan kinerja
karyawan berdasarkan standar untuk mengukur kinerja, memastikan kualitas atas
penilaian kinerja dan pengambilan informasi yang dapat dijadikan umpan balik
pencapaian hasil yang dikomunikasikan ke para karyawan. Dengan tindakan
pengawasan akan dapat diketahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan para
pegawai sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan apabila ternyata ada
penyimpangan dari rencana, kebijaksanaan maupun perintah yang telah
dikeluarkan, dapat segera diketahui dan selanjutnya diadakan tindakan perbaikan
dan penyesuaian agar hasil pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan. Pengawasan
Universitas Sumatera Utara
pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan
penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui
pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif. Dari
segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai pengamatan atas
pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar
seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan.
Faktor pengawasan merupakan faktor yang penting bagi organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena jika tidak ada pengawasan dalam
suatu organisasi akan menimbulkan banyaknya kesalahan-kesalahan yang terjadi
baik yang berasal dari bawahan maupun lingkungan. Pengawasan menjadi sangat
dibutuhkan karena dapat membangun suatu komunikasi yang baik antara
pemimpin dengan pegawainya sehingga dapat meningkatkan efektivitas kerja
pegawai guna mencapai tujuan yang hendak dicapai organisasi.
Selain pengawasan, faktor lain yang dapat mempengaruhi Efektivitas
adalah faktor Lingkungan kerja. Richard M Steers mengatakan Karakteristik
Lingkungan dapat berpengaruh terhadap pekerjaan seseorang, baik itu lingkungan
ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat
berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan
pengambilan tindakan maupun lingkungan intern organisasi yaitu lingkungan yang
secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.
b. Faktor Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah Keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada
disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
perkerjaan itu sendiri” (Saydam, 2000:266).
Lingkungan kerja dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
organisasi merupakan suatu kondisi pekerjaan untuk memberikan suasana dan
situasi kerja pegawai yang nyaman dalam pencapaian tujuan yang di inginkan
oleh suatu organisasi. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab
karyawan mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya
efektivitas kerja.
Pengaruh lingkungan kerja merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan
oleh organisasi karena akan berdampak pada kinerja pegawai yang berpengaruh
terhadap organisasi. Lingkungan dalam pencapaian efektivitas kerja mempunyai
pengaruh yang sangat besar. Keberhasilan hubungan organisasi dan lingkungan
bergantung pada tiga hal yaitu: (1) Keadaan lingkungan, (2) Ketetapan persepsi,
(3) Tingkat rasionalitas (Richard, 1985:210). Ketiga faktor tersebut berpengaruh
kepada organisasi terhadap perubahan lingkungan. Semakin tepat tanggapannya,
semakin berhasil adaptasinya yang dilakukan oleh organisasi.
Anoraga (2006: 58) menyatakan lingkungan kerja yang baik akan
mempengaruhi kinerja yang baik pula pada segala pihak , baik pada para pekerja,
pimpinan, atau pada hasil pekerjaannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam peningkatan efektivitas kerja, karena dengan
lingkungan yang mendukung, baik suasana maupun sarana dan prasarana akan
menjadikan pegawai lebih giat untuk bekerja. Menurut Thoha (dalam Meliana,
2007: 33), perilaku seseorang adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang
individu dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa seseorang individu dengan
lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung. Individu dengan
organisasi mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika
kedua karakteristik berinteraksi akan menimbulkan perilaku individu dalam
organisasi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa suatu kondisi lingkungan
Universitas Sumatera Utara
kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan
secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat
dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkunganlingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang
lebih banyak dan tidak mendukung diperoleh rancangan sistem kerja yang efisien.
Faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi kinerja adalah ketersediaan saran
dan prasarana. Semakin lengkap sarana, maka semakin besar kemungkinan terjadi
penigkatan efektivitas kerja, pegawai yang ditunjang dengan sarana yang lengkap
dan memadai, berpotensi meningkatkan kinerjanya.
Selain faktor pengawasan dan lingkungan kerja di atas, efektivitas juga
menekankan pada segi efek atau akibatnya dan segi hasilnya, seperti pendapat
yang dikemukakan oleh Syams (1988:2) ”Efektivitas (hasil guna) ditekankan pada
efeknya, hasilnya dan tanpa kurang memperdulikan pengorbanan yang perlu
diberikan untuk memperoleh hasil tersebut”.
Adapun syarat-syarat eksplisit mengenai efektivitas kerja menurut
M.Steers (1985:135) adalah
a. Setiap organisasi harus mampu membina dan mempertahankan suatu jumlah
pekerja terampil
b. Organisasi harus mampu memiliki prestasi, peranan yang dapat diandalkan dari
pada karyawannya.
c. Organisasi yang efektif juga menuntut agar para karyawannya mengusahakan
bentuk tingkah laku yang spontan dan inisiatif.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa untuk mencapai sasaran organisasi
secara efektif diperlukan pula penanganan pekerjaan yang efektif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Ukuran Efektivitas
Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output)
tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka
pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran
efektivitas tersebut karena pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat
diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi dalam jangka panjang setelah program
berhasil, sehingga ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif
(berdasarkan pada mutu) dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya
apabila mutu yang dihasilkan baik, maka efektivitasnya baik pula.
Ukuran efektivitas bermacam-macam. Etzioni yang diterjemahkan oleh
wijaya (1989 : 227) mengatakan : “Efektivitas diukur dengan (a) adaftasi; (b)
integrasi; (c) motivasi; dan (d) produk”. Lebih lanjut, Gibson et al yang
diterjemahkan oleh makmur syarif (1996: 28) mengatakan : “Efektivitas dapat
diukur dengan (a) produktivitas; (b) kualitas; (c) efesiensi; (d) fleksibilitas; (e)
kepuasaan; (f) keunggulan; dan (g) pengembangan”.
Selanjutnya, berikut ini dikemukakan penjelasan ukuran atau kriteria
efektivitas menurut Gibson dkk (1989 : 34) indikator efektivitas dapat diukur :
1. Produktivitas yaitu merupakan kemampuan organisasi untuk memproduksi
jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan.
2. Kualitas yaitu suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.
3. Efesiensi yaitu merupakan perbandingan (ratio) antara output dengan
input.
4. Fleksibilitas respons terhadap suatu organisasi atau perubahan-perubahan
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi pada suatu organisasi.
5. Kepuasaan yaitu merupakan ukuran untuk menunjukan tingkat dimana
organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
6.
Keunggulan yaitu kemampuan bersaing dari organisasi dan anggota
organisasi terhadap perubahan-perubahan yang ada.
7. Pengembangan yaitu merupakan mengukur kemampuan organisasi untuk
meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi tuntutan masyarakat.
Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran
efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan
tujuan yang akan dicapai serta menunjukan pada tingkat sejauhmana organisasi,
program/kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.
Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L.
Ballachey dalam bukunya Individual and Society yang dikutip Sudarwan Danim
dalam bukunya Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok menyebutkan
ukuran efektivitas, sebagai berikut:
1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa
kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil
dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input)
dengan keluaran (output).
2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini
dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat
kualitatif (berdasarkan pada mutu).
3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif
dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan
kemampuan.
Universitas Sumatera Utara
4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam
suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan
kadar yang tinggi. (dalam Danim, 2004:119-120).
Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus
adanya suatu perbandingan antara input dan output, ukuran daripada efektifitas
mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang
kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran dari pada efektivitas adanya
rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi.
2.3.4 Indikator Efektivitas Kerja
Efektivitas adalah pengukuran dalam arti pencapaian sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya oleh organisai. Jelasnya bila sasaran atau tujuan
telah dicapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif.
Menurut Gibson (2004:32), yang menyatakan bahwa indikator untuk
mengukur efektivitas organisasi adalah :
1. Produksi
Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah
dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan. Dalam kaitannya
dengan pengukuran efektifitas sebuah instansi 1 pemerintah, tentunya
parameter yang digunakan adalah seberapa optimal pelaksanaan tugas atau
pelayanan kepada masyarakat serta seberapa besar tingkat kepuasan
masyarakat yang dilayani.
2. Efisiensi
Konsep ini didefinisikan sebagai angka perbandingan (rasio) antara output dan
input, Kriteria ini memusatkan perhatian pada seturuil siklus inputprosesoutput, namun demikian kriteria ini menekankan unsur input dan proses.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran efisiensi meliputi penggunaan waktu dengan sebaik baiknya, periode
waktu mesin tidak aktif dan lain sebagainya
3. Kepuasan
Penyusunan konsep organisasi sebagai suatu sistem sosial mengharuskan kita
memperhatikan keuntungan yang diterima oleh para pengurusnya maupun
pelanggannya. Kepuasan dan semangat kerja adalah istilah yang serupa, yang
menunjukkan sampai seberapa jauh organisasi memenuhi kebutuhan para
pegawai atau pengurusnya. Ukuran kepuasan meliputi sikap karyawan,
pergantian karyawan (turnover), keterlambatan, dan keluhan.
4. Adaptasi
Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat
menanggapi perubahan intern dan ekstern. Kriteria ini berhubungan dengan
kemampuan manajemen untuk menduga adanya perubahan dalam lingkungan
maupun dalam organisasi itu sendiri. Jika organisasi tidak dapat menyesuaikan
diri, maka kelangsungan hidupnya akan terancam.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Judul Skripsi
Hasil Penelitian
Pengaruh Lingkungan Kerja Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Fisik dan Pengawasan Terhadap variable Lingkungan Kerja Fisik (X1) dan
Efektivitas Kerja Pegawai Pada Pengawasan (X2) mempunyai pengaruh
Dinas Pendidikan Kabupaten yang signifikan terhadap Efektivitas Kerja
Sragen Tahun 2010
Pegawai yang ditandai dengan hasil uji F,
dimana F hitung sebesar 8,133 > F tabel sebesar
Sumber: Wihartanti (2010)
3,285. dan taraf signifikansi 5%
Pengaruh Supervisi dan Iklim Hasil Penelitian menunjukkan Supervisi dan
Organisasi terhadap Efektivitas Iklim organisasi berpengaruh langsung
Kerja
Guru
SMPN
di positif terhadap efektivitas kerja Guru SMP
Kecamayan bekasi Timur Kota Guru SMPN di Kecamayan bekasi Timur
Kota Bekasi. Artinya, perbaikan Supervisi
Bekasi
dan Iklim Organisasi akan menungkatkan
Efektivitas Kerja Guru
Sumber : Zainir, M.Pd
Pengaruh lingkungan kerja fisik Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dan
pengawasan
terhadap variable lingkungan kerja fisik (X1) dan
efektivitas kerja pegawai pada pengawasan (X2) mempunyai pengaruh
dinas pekerjaan umum dan lalu yang signifikan terhadap efektivitas kerja
lintas angkutan jalan Kab. Pegawai yang ditandai dengan hasil F hitung
Karanganyar tahun 2006
lebih besar F tabel atau 11,709 > 3,15, dan
taraf signifikansi 5%
Sumber: Sulistyorini (2007)
Pengaruh Pengawasan Terhadap Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Efektivitas
Kerja Karyawan adanya pengaruh yang positif dan signifikan
Pada
Kantor
Dinas
PT antara variabel Pengawasan (X) terhadap
ANGKASA
PURA
II Efektivitas Kerja Karyawan (Y) dengan
2
(PERSERO) Medan
Analisis koefisien determinan (R ) dilihat
2
dari Adjusted R sebesar 78,3% yang berarti
variabel efektivitas kerja karyawan (Y)
dapat dijelaskan oleh variabel pengawasan
Sumber: Maisyarah (2012)
(X)
Pengaruh
Lingkungan
dan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Pengawasan Kerja terhadap adanya pengaruh secara parsial dan simultan
Produktivitas Kerja Karyawan di antara lingkungan dan pengawasan kerja
terhadap produktivitas kerja karyawan yang
PT. Yuro Mustika Purbalingga
ditunjukkan dengan hasil uji F diperoleh
sebesar 73,681 dengan nilai signifikansi
0,000 dan uji t diperoleh t hitung sebesar
7,739 dengan nilai signifikansi 0,000.
Koefisien determinasi (Adjusted R2)
Sumber : Septianingrum (2011) sebesar 0,626,
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual atau kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang
hubungan beberapa variabel yang diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang
dideskripsikan. Kerangka konseptual merupakan dasar dalam pembuatan hipotesis
(Sugiyono, 2003:49).
Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan
memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi.
(Mulyasa, 2000: 30). Efektivitas kerja adalah sejauh mana organisasi mencapai
berbagai sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang) yang telah
ditetapkan,
dimana
penetapan
sasaran-sasaran
dan
tujuan-tujuan
itu
mencerminkan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai, dan tahap
pertumbuhan organisasi (kusdi, 2009:94). Penggunaan tenaga kerja yang efektif dan
terarah merupakan kunci dari peningkatan pegawai sehingga dibutuhkan suatu
kebijaksanaan organisasi untuk menggerakkan tenaga kerja tersebut agar mau bekerja
lebih produktif sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Berdasarkan pengertian diatas, jika dihubungkan dengan kinerja guru itu
berhubungan dengan perilaku guru yaitu berbagai aktivitasnya dalam proses
instruksional yang berkaitan dengan dengan tanggung jawab dan tugasnya sebagai
guru atau tenaga pendidik, sehingga dapat disimpulkan Efektivitas Kerja Tenaga
Pendidik adalah prilaku guru dalam berbagai aktifitas pelayanan pendidikan terutama
tugas pembelajaran kepada peserta didik yang sesuai prosedur dan dilandasi disiplin
dan rasa tanggung tanggung jawab yang tinggi sehingga tujuan pendidikan tercapai
secara maksimal, dimana efektivitas kerja tenaga pendidik yang baik, maka
kemungkinan besar efektivitas kerja Organisasi/sekolah juga akan dan mendapat
prestasi yang baik pula.
Universitas Sumatera Utara
Tinggi rendahnya efektivitas kerja tenaga pendidik tergantung kepada
faktor-faktor yang mempengaruhinya, Pengawasan dan lingkungan kerja sering
berhubungan dengan prestasi kerja atau efektivitas kerja seseorang. Jones
(2002:92) menjelaskan bahwa banyak hal yang menyebabkan terjadinya kinerja
yang buruk, diantaranya adalah kemampuan dan situasi pribadi, kemampuan
manajer seperti pengawasan, masalah lingkungan, serta motivasi dan kedisiplinan.
Pengawasan mempunyai arti penting bagi setiap organisasi. Pengawasan
bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien)
dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya
Pengawasan sangat erat hubungannya terhadap terhadap efektivitas kerja tenaga
pendidik. Sebab dengan adanya pengawasan yang baik maka efektivitas kerja tenaga
pendidik akan dapat berjalan lancar dan dapat menciptakan hasil kerja yang optimal.
Pengawasan yang baik akan mendorong tenaga pendidik lebih giat dalam bekerja dan
menghasilkan kerja pula terlebih apabila menyelesaikan pekerjaannya dengan
semangat yang baik. Terry (dalam Moekijat, (2000:68) menyatakan pengawasan
berhubungan dengan aktivitas keorganisasian dalam hal mengatur, menggerakkan
bawahan untuk melaksakan pekerjaan yang telah di tetapkan. Aspek yang dijadikan
pegangan dalam melakukan pengawasan adalah: 1) aktivitas menilai hasil kerja
pegawai; 2) melakukan tindakan perbaikan; dan 3) mengevaluasi laporan sesuai
rencana. Sejalan dengan itu
Kadarman (2001: 159) mengartikan pengawasan
adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada
perencanaan
untuk
merancang
sistem
umpan
balik
informasi,
untuk
membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk
menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
Universitas Sumatera Utara
sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna
mencapai tujuan perusahaan. Itu artinya, jika pengawasan terhadap kurang maka
tidak dapat di pungkiri efektivitas kerja tenaga pendidik akan menurun dan apa
bila efektivitas kerja tenaga pendidik menurun, maka sasaran yang hendak dicapai
organisasi juga akan menurun.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap efektivitas adalah Lingkungan
Kerja, Lingkungan Kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja
atau segala sesuatu yang mengelilingi kerja seseorang dan yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembankan
(Nitisemito, 2001:183).
Jika dihubungkan dengan kinerja tenaga pendidik maka Lingkungan Kerja
Sekolah dapat berpengaruh terhadap efektivitas kerja guru, Lingkungan kerja
adalah tempat di mana tenaga pendidik melakukan aktivitas setiap harinya.
Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan gurui
untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosional
guru. Jika guru menyenangi lingkungan kerja di mana dia bekerja, maka guru
tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu
kerja dipergunakan secara efektif. Produktivitas akan tinggi dan otomatis prestasi
kerja guru juga tinggi. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja antara
bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja. Lingkungan
kerja sekolah yang memusatkan bagi tenaga pendidiknya dapat meningkatkan
efektivitas kerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat
menurunkan efektivitas kerja tenaga pendidik yang ada.
Pandji Anoraga (2006: 58) menyatakan lingkungan kerja yang baik akan
mempengaruhi kinerja yang baik pula pada segala pihak , baik pada para pekerja,
Universitas Sumatera Utara
pimpinan, atau pada hasil pekerjaannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam peningkatan kinerja, karena dengan lingkungan yang
mendukung, baik suasana maupun sarana dan prasarana akan menjadikan guru
lebih giat untuk bekerja.
Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Pengawasan
dan Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan memiliki peranan penting dalam
meningkatkan efektivitas kerja tenaga pendidik. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Burhanudin (2005: 34) dimana kinerja guru dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : (1) Manajerial kepala sekolah, dalam
proses
manajemen
yang
meliputi
kemampuan
membuat
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan, (2) Iklim/Lingkungan kerja yang
kondusif, dimana tersedianya sarana dan prasana yang memadai, hubungan yang baik
antara kepala sekolah, guru dan siswa, (3) Tingkat pendidikan guru, (4) Supervise
pengajaran, dll.
Untuk memperjelas gambaran penelitian secara keseluruhan dan agar
penelitian lebih terarah maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut :
Pengawasan (X1)
Efektivitas Kerja
Tenaga Pendidik (Y)
Lingkungan kerja (X2)
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Sumber Burhanudin (2005: 34)
Berdasarkan kerangka konseptual yang dipaparkan di atas, maka di duga
bahwa pengawasan dan Lingkungan kerja baik secara simultan maupun parsial,
masing-masing berpengaruh terhadap efektivitas kerja tenaga pendidik.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
disusun, maka hipotesisi penelitian ini adalah ada pengaruh positif dan signifikan
pengawasan dan lingkungan kerja terhadap efektivitas kerja tenaga pendidik di
SMK Bisnis Manajemen Yayasan Perguruan Trisakti Lubuk pakam.
Universitas Sumatera Utara
Download