BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan 2.1.1 Pengertian dan Tujuan Pengawasan Dalam pengertian sederhana, pengawasan dapat diartikan sebagai perbuatan untuk melihat dan memonitor terhadap orang agar ia berbuat sesuai dengan kehendak yang telah ditentukan sebelumnya. Tery (2006:395) mengartikan “Pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Maringan (2004: 61), Pengawasan adalah proses dimana pimpinan ingin mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan bawahan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, kebijakan yang telah ditentukan. Pendapat ahli lain menyatakan bahwa pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan kinerja karyawan berdasarkan standar untuk mengukur kinerja, memastikan kualitas atas penilaian kinerja dan pengambilan informasi yang dapat dijadikan umpan balik pencapaian hasil yang dikomunikasikan ke para karyawan (Mathis dan Jackson, 2006: 303). Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya. Menurut Robbins dan Coulter (2004 : 7) “Manajemen melibatkan aktivitas-aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif”. Efesiensi berarti melakukan pekerjaan secara tepat sasaran; efektivitas berarti Universitas Sumatera Utara melakukan pekerjaan yang benar. Sedangkan menurut Gary Dessler (2005:2) yang dialihbahasakan oleh Eli Tanya menyatakan bahwa “Manajemen sumber daya manusia adalah sebuah konsep dan teknik yang dibutuhkan untuk menangani aspek personalia atau sumber daya manusia dari sebuah posisi manajerial, seperti rekrutmen, seleksi, pelatihan, pemberian imbalan, penilaian dan semua kegiatan lain yang selama ini dikenal.” Fokus utama Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pengelolaan karyawan, yaitu mengarahkan perilaku karyawan bagi perusahaan. sumber daya manusia menekankan terhadap pengembangan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap karyawan agar mampu menunjukkan kinerja yang optimal sesuai dengan tuntutan perusahaan. Untuk mewujudkan berbagai tujuan perusahaan tersebut, diperlukan penerapan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia secara efektif dan efisien. Pengawasan sebagai salah satu fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia berfungsi untuk menetapkan standart sperti kuota penjualan, standart kualitas atau tingkat produksi, memeriksa atau melihat bagaimana prestasi yang dicapai di bandingkan dengan standart-standart ini, melakukan korelasi jika dibutuhkan. (Dessler, 2004:2), sedangakan menurut Rivai (2009:13), Pengawasan (Controling) sebagai Fungsi Manejerial dalam Manajemen SDM adalah kegiatan mengendalikan pegawai agar mentaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Bila terjadi penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan. Dari beberapa definisi yang dikemukakan tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa pengawasan adalah proses pengamatan yang dilakukan pimpinan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan pekerjaan dari pegawai-pegawai yang menjadi bawahannya agar pelaksanaan pekerjaan tersebut bisa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, tujuan utama dari pengawasan yaitu mengusahakan supaya apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Mencari dan memberitahu kelemahankelemahan yang dihadapi. Menurut Simbolon (2004: 62) Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut Silalahi (2003: 181) tujuan dari pengawasan adalah: 1. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah direncanakan. 2. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau ditetapkan. 3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan. 4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya. 5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan. Agar tujuan tersebut tercapai, maka akan lebih baik jika tindakan kontrol dilakukan sebelum terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga bersifat mencegah (preventif control) dibandingkan dengan tindakan kontrol sesudah terjadi penyimpangan (repressive control). Sehingga dapat kita simpulkan bahwa tujuan pengawasan ialah untuk mengetahui dan memahami kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan. Apakah pekerjaan yang dilakukan tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Dengan demikian objek pengawasan dapat diketahui kinerjanya, sehingga jika terjadi kesalahan dapat diperbaiki dengan segera. Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Jenis - Jenis Pengawasan Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas 3 yaitu: a. Pengawasan Awal Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan. b. Pengawasan Proses Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. c. Pengawasan Akhir Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan pekerjaan. Menurut Hasibuan (2005: 248) pengawasan atau pengendalian dikenal atas beberapa macam, yaitu: 1. Pengendalian Intern (Internal control) Pengendalian intern adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang atasan kepada bawahannya. Cakupan dari pengendalian ini meliputi hal-hal yang cukup luas, baik pelaksanaan tugas, prosedur kerja, kedisiplinan, karyawan, dan lain-lain. 2. Pengendalian ekstern (external control) Pengendalian ekstern adalah pengendalian yang dilakukan oleh pihak luar. Pengendalian ekstern ini dapat dilakukan secara formal atau informal, misalnya pemeriksaan pembukuan oleh kantor akuntan dan penilaian yang dilakukan oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara 3. Pengendalian resmi (formal control) Pengendalian resmi adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan dapat dilakukan secara intern maupun ekstern. Misalnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap suatu instansi. 4. Pengendalian konsumen (informal control) Pengendalian informal adalah penilaian yang dilakukan oleh masyarakat atau konsumen, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya melalui media massa. Dari konsep mengenai macam-macam pengawasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pengawasan terdiri atas pengawasan dari dalam organisasi, pengawasan dari luar organisasi, pengawasan yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan pengawasan atau penilaian yang dilakukan oleh masyarakat ataupun konsumen. 2.1.3 Proses Pengawasan Proses pengawasan adalah serangkaian kegiatan dalam melaksanakan pengawasan terhadap suatu tugas atau pekerjaan dalam suatu organisasi. Menurut Kadarman (2001:161) langkah-langkah proses pengawasan yaitu: 1. Menetapkan Standar Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengawasan, maka secara logis hal ini berarti bahwa langkah pertama dalam proses pengawasan adalah menyusun rencana. Perencanaan yang dimaksud disini adalah menentukan standar. Universitas Sumatera Utara 2. Mengukur Kinerja Langkah kedua dalam pengawasan adalah mengukur atau mengevaluasi kinerja yang dicapai terhadap standar yang telah ditentukan. 3. Memperbaiki Penyimpangan Proses pengawasan tidak lengkap jika tidak ada tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Selanjutnya, proses pengawasan kerja terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan. Griffin, (2004: 167) Menggambarkan langkah-langkah dalam proses pengawasan sebagai berikut: Menetapkan Standar Mengukur Kinerja Mempertahankan status quo Membandingkan Kinerja dengan Standar Menentukan kebutuhan akan tindakan koreksi Mengoreksi penyimpangan Mengubah standar Gambar 2.1. Langkah-Langkah Dalam Proses Pengawasan Sumber : Griffin, 2004 : 167 Masing-masing langkah ini akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Menetapkan Standar. Control Standard adalah target yang menjadi acuan perbandingan untuk kinerja dikemudian hari. Standar yang ditetapkan untuk tujuan pengawasan harus diekspresikan dalam acuan yang dapat diukur. Strategi pengawasan harus konsisten dengan tujuan organisasi. Dalam penentuan standar, diperlukan pengidentifikasian indikator-indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran Universitas Sumatera Utara kinerja yang menyediakan informasi yang berhubungan langsung dengan objek yang diawasi. Standar bagi hasil kerja karyawan pada umumnya terdapat pada rencana keseluruhan maupun rencana-rencana bagian. Agar standar itu diketahui secara benar oleh karyawan, maka standar tersebut harus dikemukakan dan dijelaskan kepada karyawan sehingga karyawan akan memahami kemana kegiatannya diarahkan dan tujuan apa yang sebenarnya ingin dicapai. 2. Mengukur Kinerja Pengukuran kinerja adalah aktivitas konstan dan kontinu bagi sebagian besar organisasi. Agar pengawasan berlangsung efektif, ukuran-ukuran kinerja harus valid. Kinerja karyawan biasanya diukur berbasis kuantitas dan kualitas output, tetapi bagi banyak pekerjaan, pengukuran kinerja harus lebih mendetail. 3. Membandingkan Kinerja dengan Standar Tahap ini dimaksudkan dengan membandingkan hasil pekerjaan karyawan (actual result) dengan standar yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan karyawan dapat diketahui melalui laporan tertulis yang disusun karyawan, baik laporan rutin maupun laporan khusus. Selain itu atasan dapat juga langsung mengunjungi karyawan untuk menanyakan langsung hasil pekerjaan atau karyawan dipanggil untuk menyampaikan laporannya secara lisan. Kinerja dapat berada pada posisi lebih tinggi dari, lebih rendah dari, atau sama dengan standar. Pada beberapa perusahaan, perbandingan dapat dilakukan dengan mudah, misalnya dengan menetapkan standar penjualan produk mereka berada pada urutan pertama di pasar. Standar ini jelas dan relatif mudah dihitung untuk menentukan apakah standar telah dicapai atau belum. Namun dalam beberapa kasus perbandingan ini dapat dilakukan dengan lebih detail. Jika kinerja Universitas Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan standar, maka seberapa besar penyimpangan ini dapat ditoleransi sebelum tindakan korektif dilakukan. 4. Menentukan Kebutuhan Tindakan Korektif Berbagai keputusan menyangkut tindakan korektif sangat bergantung pada keahlian-keahlian analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja dengan standar, manajer dapat memilih salah satu tindakan : mempertahankan status quo (tidak melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah standar. Tindakan perbaikan diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar atau rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melaksanakan tindakan perbaikan, maka harus diketahui apa yang menyebabkan penyimpangan. Ada beberapa sebab yang mungkin menimbulkan penyimpangan, yaitu : 1. Kekurangan faktor produksi 2. Tidak cakapnya pimpinan dalam mengorganisasi human resources dan resources lainnya dalam lingkungan organisasi 3. Sikap-sikap pegawai yang apatis dan sebagainya Oleh karena itu, dalam proses pengawasan diperlukannya laporan yang dapat menyesuaikan bentuk-bentuk penyimpangan kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ukas (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan-tahapan yang selalu terdapat dalam proses pengawasan, yaitu: 1. Ukuran-ukuran yang menyajikan bentuk-bentuk yang diminta. Standar ukuran ini bisa nyata, mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus, tetapi selama seorang masih menganggap bahwa hasilnya adalah seperti yang diharapkan. Universitas Sumatera Utara 2. Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus dilaporkan kepada khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini. 3. Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran-pengukuran laporan dalam suatu pengawasan tidak akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal ini diketahui bahwa aktivitas umum tidak mengarah ke hasil-hasil yang diinginkan. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses pengawasan dilakukan berdasarkan beberapa tahapan yang harus dilaksanakan. - Menetapkan standar pelaksanaan (perencanaan) Sehingga dalam melakukan pengawasan manajer mempunyai standard yang jelas. - Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan Mengukur kinerja pegawai, sejauh mana pegawai dapat menerapkan perencanaan yang telah dibuat atau ditetapkan perusahaan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara optimal. - Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standard dan penganalisa penyimpangan-penyimpangan - Pengambilan tindakan koreksi Melakukan perbaikan jika ditemukan penyimpangan yang terjadi. 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan. Menurut Mulyadi (2007:770), mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan adalah: a. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi b. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya desentralisasi kekuasaan. Universitas Sumatera Utara c. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi memerlukan pengawasan. 2.2 Lingkungan Kerja 2.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksnakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Menurut Nitisemito (2000:183) “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Sedarmayati (2001:1) “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Universitas Sumatera Utara Sedangkan Lussier dalam Nawawi (2003: 293) mengartikan bahwa “lingkungan kerja adalah kualitas internal organisasi yang relatif berlangsung terus menerus yang dirasakan oleh anggotanya”. Sementara itu, menurut Steers dalam Agustini (2006: 8) berpendapat bahwa “lingkungan kerja merupakan ciriciri dalam organisasi yang mempengaruhi tingkah laku pekerja”. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja. 2.2.2 Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi: a. Lingkungan kerja fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni : 1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya) 2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya : temperatur, kelembapan, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara b. Lingkungan kerja non fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut Nitisemito (2000:171-173) Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. 2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidak sesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001:21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah : Universitas Sumatera Utara 1. Penerangan/cahaya di tempat kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. 2. Bau tidak sedap ditempat kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja. 3. Kebisingan di tempat kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : (a) Lamanya kebisingan, (b) Intensitas kebisingan, (c) Frekwensi kebisingan. Universitas Sumatera Utara Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang. 4. Getaran mekanis di tempat kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal : a. Kosentrasi bekerja b. Datangnya kelelahan c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain. 5. Keamanan di tempat kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM). Menurut (Nitisemito 1982:159) menyatakan bahwa lingkungan kerja diukur melalui indikator sebagai berikut: a. Suasana kerja Setiap karyawan selalu menginginkan suasan kerja yang menyenangkan, suasana kerja yang nyaman itu meliputi cahaya/ penerangan yang jelas, suara yang tidak bising dan tenang, keamanan di dalam bekerja. Besarnya kompensasi Universitas Sumatera Utara yang diberikan perusahaan tidak akan perpengaruh secara optimal jika suasana kerja kurang kondusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedarmayanti (2001:46) bahwa penerangan, tingkat kebisingan (ketenangan) dan suhu ruangan sebagai indikator dari lingkungan kerja berpengaruh secara positif terhadap kinerja karyawan. b. Hubungan dengan rekan kerja Hal ini dimaksudkan hubungan dengan rekan kerja harmonis dan tanpa ada saling intrik diantara sesama rekan kerja. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam suatu organisasi adalah adanya hubungan yang harmonis diantara rekan kerja. Hubungan rekan kerja yang harmonis dan kekeluargaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. a. Tersedianya fasilitas kerja Hal ini dimaksudkan bahwa peralatan yang digunakan untuk mendukung kelancaran kerja lengkap/mutahir. Tersedianya fasilitas kerja yang lengkap, walaupun tidak baru merupakan salah satu penunjang proses kelancaran dalam bekerja. 2.3. Evektivitas Kerja Tenaga Pendidik 2.3.1 Pengertian Evektivitas Kerja Pendidik Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang telah dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point) Universitas Sumatera Utara dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan” (Mahmudi, 2005:92). Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely. Sehubungan dengan hal di atas tersebut, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai targettargetnya. Hal ini berarti, bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Pandangan yang sama menurut pendapat Peter F. Drucker yang menyatakan: “Effectivennes, on the other hand, is the ability to choose appropriate objectives. An effective manager is one who selects the right things to get done”. (Efektivitas, pada sisi lain, menjadi kemampuan untuk memilih sasaran hasil sesuai. Seorang manajer efektif adalah satu yang memilih kebenaran untuk melaksanakan) (dalam Moenir, 2006:166). Memperhatikan pendapat para ahli di atas, bahwa konsep efektivitas merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional, artinya dalam mendefinisikan efektivitas berbeda-beda sesuai dengan dasar ilmu yang dimiliki Universitas Sumatera Utara walaupun tujuan akhir dari efektivitas adalah pencapaian tujuan. Kata efektif sering dicampur-adukkan dengan kata efisien walaupun artinya tidak sama, sesuatu yang dilakukan secara efisien belum tentu efektif. Menurut pendapat Markus Zahnd dalam bukunya Perancangan Kota Secara Terpadu mendefinisikan efektivitas dan efisiensi, sebagai berikut: “Efektivitas yaitu berfokus pada akibatnya, pengaruhnya atau efeknya, sedangkan efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya” (Zahnd, 2006:200-2001). Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa efektivitas lebih memfokuskan pada akibat atau pengaruh sedangkan efisiensi menekankan pada ketepatan mengenai sumber daya, yaitu mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat dan cara supaya dalam pelaksanaannya tepat waktu. Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka secara singkat pengertian daripada efisiensi dan efektivitas adalah, efisiensi berarti melakukan atau mengerjakan sesuatu secara benar, “doing things right”, sedangkan efektivitas melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran “doing the right things”. Tingkat efektivitas itu sendiri dapat ditentukan oleh terintegrasinya sasaran dan kegiatan organisasi secara menyeluruh, kemampuan adaptasi dari organisasi terhadap perubahan lingkungannya. Suatu Organisasi yang berhasil diukur dengan melihat seberapa jauh Organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini menyangkut tingkat efektivitas kerja pada Organisasi tersebut. Berikut ini pengertian dari efektivitas kerja menurut para ahli. Universitas Sumatera Utara 1. Gibson et al.(1996 : 28) mengemukakan bahwa “efektivitas dalam konteks prilaku organisasi merupakan hubungan optimal antara produksi, kualitas, efesiensi, fleksibilitas, kepuasaan, keunggulan, dan pengembangan”. 2. Kusdi (2009:94) “Efektivitas kerja adalah sejauh mana organisasi mencapai berbagai sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang) yang telah ditetapkan, dimana penetapan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan itu mencerminkan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai, dan tahap pertumbuhan organisasi”. 3. Zoelfirman (2000 : 4) efektivitas kerja adalah “suatu kondisi pada suatu perusahaan yang hasilnya meningkatkan atau optimal atas penggunaan sumber ekonomi dan faktor produksi” 4. Suit (1996 : 94) mengemukakan : “Efektivitas adalah ketepatan suatu tindakan atau kesempurnaan (jaminan) hasil suatu pekerjaan itu sendiri”. 5. Admosoeprapto (2001 : 4) efektivitas kerja adalah “ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai” Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, jika di hubungkan dengan efektivitas kerja tenaga pendidik dapat dikatan bahwa kinerja guru itu dihubungkan dengan prilaku guru yaitu berbagai aktivitasnya dalam proses instruksional yang berkaitan dengan tanggung jawab dan tugasnya sebagai tenaga pendidik. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 pasal 1, disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan. Guru yang bermutu pada dasarnya adalah guru yang menjalankan tugas secara bertanggung jawab. Dalam kaitan ini, Amidjaya (dalam Anwar, 2004 : 91) Universitas Sumatera Utara menekankan rasa tanggung jawab pada adanya kemandirian dalam bentuk mengambil keputusan yang mengandung wibawa pendidikan baik secara akademis maupun praktis. Sebagaimana dikemukakan Gaffar (2007:1) fungsi guru dalam proses pendidikan adalah mengajar, mendidik, membina, mengarahkan dan membentuk watak dan kepribadian sehingga manusia itu berubah menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan, manusia yang cerdas dan bermartabat. Berdasarkan pengertian efektivitas kerja diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian efektivitas kerja tenaga pendidik adalah prilaku guru dalam berbagai aktifitas pelayanan pendidikan terutama tugas pembelajaran kepada peserta didik yang sesuai prosedur dan dilandasi disiplin dan rasa tanggung tanggung jawab yang tinggi sehingga tujuan pendidikan tercapai secara maksimal. 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja Tenaga Pendidik Menurut Richard M Steers (dalam Zuliyanti, 2005: 26), ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja yaitu: 1. Karakteristik Organisasi. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Struktur merupakan cara untuk suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang meliputi jumlah spesialisasi pekerjaan, desentralisasi pengendalian untuk penyelesaian pekerjaan. Teknologi merupakan suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. 2. Karakteristik Lingkungan. Lingkungan mencakup dua aspek yang berhubungan yaitu lingkungan intern dan ekstern. Lingkungan intern dikenal dengan iklim organisasi yang meliputi atribut lingkungan kerja seperti kepuasan dan prestasi. Lingkungan ekstern menyangkut kekuatan yang timbul diluar batas organisasi Universitas Sumatera Utara yang mempengaruhi tindakan dalam organisasi seperti adanya peraturan pemerintah. 3. Karakteristik Pekerja. Pekerja mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda sehingga akan menyebabkan perbedaan perilaku antara orang satu dengan orang lain. Prestasi merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, sebab meskipun teknologi yang dipergunakan canggih jika tanpa prestasi tidak ada gunanya. 4. Kebijakan dan Praktek Manajemen. Manajer memegang peranan sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan. Sehingga manajer berkewajiban menjamin struktur organisasi konsisten dan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada. Selain itu manajer juga bertanggungjawab untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas sehingga dapat memuaskan kebutuhan pekerja dan tujuan pribadinya dalam mengejar sasaran organisasi. Berdasarkan pendapat Steers diatas, jika dihubungkan dengan Efektivitas Kerja Tenaga Pendidik dapat dikatakan bahwa efektivitas kerja Guru itu berhubungan dengan perilaku guru yaitu berbagai aktivitas guru dalam proses istruksional yang berkaitan dengan tanggung jawab dan tugas guru. Sejalan dengan itu Burhanudin (2005: 34) manyatakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja guru diantaranya adalah: - Tingkat pendidikan guru - Lingkungan sekolah yang kondusif. - Kemampuan manajerial Kepala sekolah - Gaya kepemimpinan Kepala sekolah Universitas Sumatera Utara Seperti yang di kemukakan diatas Kemampuan manajerial kepala sekolah akan mempunyai peranan dalam meningkatkan kinerja guru. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan suatu pola kerjasama antara manusia yang saling melibatkan diri dalam satu unit kerja (kelembagaan). Dalam proses mencapai tujuan pendidikan, tidak bisa terlepas dari dari kegiatan administrasi. Kegiatan adminstrasi sekolah mencakup pengaturan proses belajar mengajar, kesiswaan, personalia, peralatan pengajaran, gedung, perlengkapan, keuangan serta hubungan masyarakat. Dalam proses administrasi terdapat kegiatan manajemen yang meliputi kemampuan membuat perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Bila kepala sekolah memiliki kemampuan manajerial yang baik, maka pengelolaan terhadap komponen dan sumber daya pendidikan di sekolah akan baik, ini akan mendukung pelaksanaan tugas guru dan peningkatan kinerjanya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Robbins dan Coulter bahwa Pengawasan adalah salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap pekerjaan seseorang, dimana Manajemen harus melibatkan aktivitasaktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektiv. (Robbins dan Coulter, 2004:7) Selain kemampuan manajerial, Lingkungan yang kondusif di sekolah juga akan berpengaruh pada kinerja guru, di antaranya: pengelolaan kelas yang baik yang menunjuk pada pengaturan orang (siswa), maupun pengaturan fasilitas (ventilasi, penerangan, tempat duduk, dan media pengajaran). Selain itu hubungan antara pribadi yang baik antara kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan sekolah akan membuat suasana sekolah menyenangkan dan merupakan salah satu sumber semangat bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Hadari Nawawi Universitas Sumatera Utara (2006: 37) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang kondusif adalah: (a) Lingkungan kerja fisik seperti ruangan kerja yang luas dan bersih, peralatan kerja yang memadai, ventilasi dan penerangan yang memenuhi persyaratan, dan tersedia transportasi untuk melaksanakan tugas luar, (b) Lingkungan kerja nonfisik antara lain berupa hubungan kerja yang menyenangkan, harmonis, dan saling menghargai sesuai posisi masing-masing, baik antara bawahan dengan atasan, maupun sebaliknya, termasuk juga antar manager/pimpinan unit kerja. Pandji Anoraga (2006: 58) menyatakan lingkungan kerja yang baik akan mempengaruhi kinerja yang baik pula pada segala pihak , baik pada para pekerja, pimpinan, atau pada hasil pekerjaannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan kinerja, karena dengan lingkungan yang mendukung, baik suasana maupun sarana dan prasarana akan menjadikan guru lebih giat untuk bekerja. Menurut Thoha (dalam Meliana, 2007: 33), perilaku seseorang adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung. Individu dengan organisasi mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik berinteraksi akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperoleh rancangan system kerja yang efisien. Universitas Sumatera Utara a. Faktor Pengawasan Untuk mendapatkan suatu hasil pekerjaan yang baik dan bermutu tinggi maka diperlukan pengawasan yang baik. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Menurut Sarwoto (2001:83) Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Sedangkan menurut Sujamto (2001:19) Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Apabila ada pengawasan yang efektif dari pimpinan maka semangat kerja akan timbul dan para pegawai akan bekerja dengan rajin dengan disiplin yang tinggi dan bertanggung jawab sehingga efektivitas kerja dapat meningkat dengan sendirinya. Pengawasan merupakan usaha mengevaluasi kinerja pada pegawai dan mengadakan tindakan yang dianggap perlu untuk menyasuaikan hasil pekerjaan agar dapat sesuai dengan yang diharapkan. Mathis dan Jackson (2006: 303), menyatakan bahwa pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan kinerja karyawan berdasarkan standar untuk mengukur kinerja, memastikan kualitas atas penilaian kinerja dan pengambilan informasi yang dapat dijadikan umpan balik pencapaian hasil yang dikomunikasikan ke para karyawan. Dengan tindakan pengawasan akan dapat diketahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan para pegawai sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan apabila ternyata ada penyimpangan dari rencana, kebijaksanaan maupun perintah yang telah dikeluarkan, dapat segera diketahui dan selanjutnya diadakan tindakan perbaikan dan penyesuaian agar hasil pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan. Pengawasan Universitas Sumatera Utara pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan. Faktor pengawasan merupakan faktor yang penting bagi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena jika tidak ada pengawasan dalam suatu organisasi akan menimbulkan banyaknya kesalahan-kesalahan yang terjadi baik yang berasal dari bawahan maupun lingkungan. Pengawasan menjadi sangat dibutuhkan karena dapat membangun suatu komunikasi yang baik antara pemimpin dengan pegawainya sehingga dapat meningkatkan efektivitas kerja pegawai guna mencapai tujuan yang hendak dicapai organisasi. Selain pengawasan, faktor lain yang dapat mempengaruhi Efektivitas adalah faktor Lingkungan kerja. Richard M Steers mengatakan Karakteristik Lingkungan dapat berpengaruh terhadap pekerjaan seseorang, baik itu lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan maupun lingkungan intern organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi. b. Faktor Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah Keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi perkerjaan itu sendiri” (Saydam, 2000:266). Lingkungan kerja dalam suatu Universitas Sumatera Utara organisasi merupakan suatu kondisi pekerjaan untuk memberikan suasana dan situasi kerja pegawai yang nyaman dalam pencapaian tujuan yang di inginkan oleh suatu organisasi. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya efektivitas kerja. Pengaruh lingkungan kerja merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan oleh organisasi karena akan berdampak pada kinerja pegawai yang berpengaruh terhadap organisasi. Lingkungan dalam pencapaian efektivitas kerja mempunyai pengaruh yang sangat besar. Keberhasilan hubungan organisasi dan lingkungan bergantung pada tiga hal yaitu: (1) Keadaan lingkungan, (2) Ketetapan persepsi, (3) Tingkat rasionalitas (Richard, 1985:210). Ketiga faktor tersebut berpengaruh kepada organisasi terhadap perubahan lingkungan. Semakin tepat tanggapannya, semakin berhasil adaptasinya yang dilakukan oleh organisasi. Anoraga (2006: 58) menyatakan lingkungan kerja yang baik akan mempengaruhi kinerja yang baik pula pada segala pihak , baik pada para pekerja, pimpinan, atau pada hasil pekerjaannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan efektivitas kerja, karena dengan lingkungan yang mendukung, baik suasana maupun sarana dan prasarana akan menjadikan pegawai lebih giat untuk bekerja. Menurut Thoha (dalam Meliana, 2007: 33), perilaku seseorang adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung. Individu dengan organisasi mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik berinteraksi akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa suatu kondisi lingkungan Universitas Sumatera Utara kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkunganlingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperoleh rancangan sistem kerja yang efisien. Faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi kinerja adalah ketersediaan saran dan prasarana. Semakin lengkap sarana, maka semakin besar kemungkinan terjadi penigkatan efektivitas kerja, pegawai yang ditunjang dengan sarana yang lengkap dan memadai, berpotensi meningkatkan kinerjanya. Selain faktor pengawasan dan lingkungan kerja di atas, efektivitas juga menekankan pada segi efek atau akibatnya dan segi hasilnya, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Syams (1988:2) ”Efektivitas (hasil guna) ditekankan pada efeknya, hasilnya dan tanpa kurang memperdulikan pengorbanan yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil tersebut”. Adapun syarat-syarat eksplisit mengenai efektivitas kerja menurut M.Steers (1985:135) adalah a. Setiap organisasi harus mampu membina dan mempertahankan suatu jumlah pekerja terampil b. Organisasi harus mampu memiliki prestasi, peranan yang dapat diandalkan dari pada karyawannya. c. Organisasi yang efektif juga menuntut agar para karyawannya mengusahakan bentuk tingkah laku yang spontan dan inisiatif. Berdasarkan pendapat di atas bahwa untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif diperlukan pula penanganan pekerjaan yang efektif. Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Ukuran Efektivitas Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output) tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas tersebut karena pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi dalam jangka panjang setelah program berhasil, sehingga ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan pada mutu) dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya apabila mutu yang dihasilkan baik, maka efektivitasnya baik pula. Ukuran efektivitas bermacam-macam. Etzioni yang diterjemahkan oleh wijaya (1989 : 227) mengatakan : “Efektivitas diukur dengan (a) adaftasi; (b) integrasi; (c) motivasi; dan (d) produk”. Lebih lanjut, Gibson et al yang diterjemahkan oleh makmur syarif (1996: 28) mengatakan : “Efektivitas dapat diukur dengan (a) produktivitas; (b) kualitas; (c) efesiensi; (d) fleksibilitas; (e) kepuasaan; (f) keunggulan; dan (g) pengembangan”. Selanjutnya, berikut ini dikemukakan penjelasan ukuran atau kriteria efektivitas menurut Gibson dkk (1989 : 34) indikator efektivitas dapat diukur : 1. Produktivitas yaitu merupakan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan. 2. Kualitas yaitu suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. 3. Efesiensi yaitu merupakan perbandingan (ratio) antara output dengan input. 4. Fleksibilitas respons terhadap suatu organisasi atau perubahan-perubahan Universitas Sumatera Utara yang terjadi pada suatu organisasi. 5. Kepuasaan yaitu merupakan ukuran untuk menunjukan tingkat dimana organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. 6. Keunggulan yaitu kemampuan bersaing dari organisasi dan anggota organisasi terhadap perubahan-perubahan yang ada. 7. Pengembangan yaitu merupakan mengukur kemampuan organisasi untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi tuntutan masyarakat. Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai serta menunjukan pada tingkat sejauhmana organisasi, program/kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal. Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L. Ballachey dalam bukunya Individual and Society yang dikutip Sudarwan Danim dalam bukunya Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut: 1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output). 2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu). 3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan. Universitas Sumatera Utara 4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi. (dalam Danim, 2004:119-120). Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus adanya suatu perbandingan antara input dan output, ukuran daripada efektifitas mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran dari pada efektivitas adanya rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi. 2.3.4 Indikator Efektivitas Kerja Efektivitas adalah pengukuran dalam arti pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya oleh organisai. Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah dicapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah efektif. Menurut Gibson (2004:32), yang menyatakan bahwa indikator untuk mengukur efektivitas organisasi adalah : 1. Produksi Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan. Dalam kaitannya dengan pengukuran efektifitas sebuah instansi 1 pemerintah, tentunya parameter yang digunakan adalah seberapa optimal pelaksanaan tugas atau pelayanan kepada masyarakat serta seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat yang dilayani. 2. Efisiensi Konsep ini didefinisikan sebagai angka perbandingan (rasio) antara output dan input, Kriteria ini memusatkan perhatian pada seturuil siklus inputprosesoutput, namun demikian kriteria ini menekankan unsur input dan proses. Universitas Sumatera Utara Ukuran efisiensi meliputi penggunaan waktu dengan sebaik baiknya, periode waktu mesin tidak aktif dan lain sebagainya 3. Kepuasan Penyusunan konsep organisasi sebagai suatu sistem sosial mengharuskan kita memperhatikan keuntungan yang diterima oleh para pengurusnya maupun pelanggannya. Kepuasan dan semangat kerja adalah istilah yang serupa, yang menunjukkan sampai seberapa jauh organisasi memenuhi kebutuhan para pegawai atau pengurusnya. Ukuran kepuasan meliputi sikap karyawan, pergantian karyawan (turnover), keterlambatan, dan keluhan. 4. Adaptasi Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat menanggapi perubahan intern dan ekstern. Kriteria ini berhubungan dengan kemampuan manajemen untuk menduga adanya perubahan dalam lingkungan maupun dalam organisasi itu sendiri. Jika organisasi tidak dapat menyesuaikan diri, maka kelangsungan hidupnya akan terancam. Universitas Sumatera Utara 2.4 Penelitian Terdahulu No 1. 2. 3. 4. 5. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Judul Skripsi Hasil Penelitian Pengaruh Lingkungan Kerja Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Fisik dan Pengawasan Terhadap variable Lingkungan Kerja Fisik (X1) dan Efektivitas Kerja Pegawai Pada Pengawasan (X2) mempunyai pengaruh Dinas Pendidikan Kabupaten yang signifikan terhadap Efektivitas Kerja Sragen Tahun 2010 Pegawai yang ditandai dengan hasil uji F, dimana F hitung sebesar 8,133 > F tabel sebesar Sumber: Wihartanti (2010) 3,285. dan taraf signifikansi 5% Pengaruh Supervisi dan Iklim Hasil Penelitian menunjukkan Supervisi dan Organisasi terhadap Efektivitas Iklim organisasi berpengaruh langsung Kerja Guru SMPN di positif terhadap efektivitas kerja Guru SMP Kecamayan bekasi Timur Kota Guru SMPN di Kecamayan bekasi Timur Kota Bekasi. Artinya, perbaikan Supervisi Bekasi dan Iklim Organisasi akan menungkatkan Efektivitas Kerja Guru Sumber : Zainir, M.Pd Pengaruh lingkungan kerja fisik Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dan pengawasan terhadap variable lingkungan kerja fisik (X1) dan efektivitas kerja pegawai pada pengawasan (X2) mempunyai pengaruh dinas pekerjaan umum dan lalu yang signifikan terhadap efektivitas kerja lintas angkutan jalan Kab. Pegawai yang ditandai dengan hasil F hitung Karanganyar tahun 2006 lebih besar F tabel atau 11,709 > 3,15, dan taraf signifikansi 5% Sumber: Sulistyorini (2007) Pengaruh Pengawasan Terhadap Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Efektivitas Kerja Karyawan adanya pengaruh yang positif dan signifikan Pada Kantor Dinas PT antara variabel Pengawasan (X) terhadap ANGKASA PURA II Efektivitas Kerja Karyawan (Y) dengan 2 (PERSERO) Medan Analisis koefisien determinan (R ) dilihat 2 dari Adjusted R sebesar 78,3% yang berarti variabel efektivitas kerja karyawan (Y) dapat dijelaskan oleh variabel pengawasan Sumber: Maisyarah (2012) (X) Pengaruh Lingkungan dan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengawasan Kerja terhadap adanya pengaruh secara parsial dan simultan Produktivitas Kerja Karyawan di antara lingkungan dan pengawasan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan yang PT. Yuro Mustika Purbalingga ditunjukkan dengan hasil uji F diperoleh sebesar 73,681 dengan nilai signifikansi 0,000 dan uji t diperoleh t hitung sebesar 7,739 dengan nilai signifikansi 0,000. Koefisien determinasi (Adjusted R2) Sumber : Septianingrum (2011) sebesar 0,626, Universitas Sumatera Utara 2.5 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual atau kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang hubungan beberapa variabel yang diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan. Kerangka konseptual merupakan dasar dalam pembuatan hipotesis (Sugiyono, 2003:49). Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. (Mulyasa, 2000: 30). Efektivitas kerja adalah sejauh mana organisasi mencapai berbagai sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang) yang telah ditetapkan, dimana penetapan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan itu mencerminkan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai, dan tahap pertumbuhan organisasi (kusdi, 2009:94). Penggunaan tenaga kerja yang efektif dan terarah merupakan kunci dari peningkatan pegawai sehingga dibutuhkan suatu kebijaksanaan organisasi untuk menggerakkan tenaga kerja tersebut agar mau bekerja lebih produktif sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Berdasarkan pengertian diatas, jika dihubungkan dengan kinerja guru itu berhubungan dengan perilaku guru yaitu berbagai aktivitasnya dalam proses instruksional yang berkaitan dengan dengan tanggung jawab dan tugasnya sebagai guru atau tenaga pendidik, sehingga dapat disimpulkan Efektivitas Kerja Tenaga Pendidik adalah prilaku guru dalam berbagai aktifitas pelayanan pendidikan terutama tugas pembelajaran kepada peserta didik yang sesuai prosedur dan dilandasi disiplin dan rasa tanggung tanggung jawab yang tinggi sehingga tujuan pendidikan tercapai secara maksimal, dimana efektivitas kerja tenaga pendidik yang baik, maka kemungkinan besar efektivitas kerja Organisasi/sekolah juga akan dan mendapat prestasi yang baik pula. Universitas Sumatera Utara Tinggi rendahnya efektivitas kerja tenaga pendidik tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya, Pengawasan dan lingkungan kerja sering berhubungan dengan prestasi kerja atau efektivitas kerja seseorang. Jones (2002:92) menjelaskan bahwa banyak hal yang menyebabkan terjadinya kinerja yang buruk, diantaranya adalah kemampuan dan situasi pribadi, kemampuan manajer seperti pengawasan, masalah lingkungan, serta motivasi dan kedisiplinan. Pengawasan mempunyai arti penting bagi setiap organisasi. Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya Pengawasan sangat erat hubungannya terhadap terhadap efektivitas kerja tenaga pendidik. Sebab dengan adanya pengawasan yang baik maka efektivitas kerja tenaga pendidik akan dapat berjalan lancar dan dapat menciptakan hasil kerja yang optimal. Pengawasan yang baik akan mendorong tenaga pendidik lebih giat dalam bekerja dan menghasilkan kerja pula terlebih apabila menyelesaikan pekerjaannya dengan semangat yang baik. Terry (dalam Moekijat, (2000:68) menyatakan pengawasan berhubungan dengan aktivitas keorganisasian dalam hal mengatur, menggerakkan bawahan untuk melaksakan pekerjaan yang telah di tetapkan. Aspek yang dijadikan pegangan dalam melakukan pengawasan adalah: 1) aktivitas menilai hasil kerja pegawai; 2) melakukan tindakan perbaikan; dan 3) mengevaluasi laporan sesuai rencana. Sejalan dengan itu Kadarman (2001: 159) mengartikan pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua Universitas Sumatera Utara sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan. Itu artinya, jika pengawasan terhadap kurang maka tidak dapat di pungkiri efektivitas kerja tenaga pendidik akan menurun dan apa bila efektivitas kerja tenaga pendidik menurun, maka sasaran yang hendak dicapai organisasi juga akan menurun. Faktor lain yang berpengaruh terhadap efektivitas adalah Lingkungan Kerja, Lingkungan Kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja atau segala sesuatu yang mengelilingi kerja seseorang dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembankan (Nitisemito, 2001:183). Jika dihubungkan dengan kinerja tenaga pendidik maka Lingkungan Kerja Sekolah dapat berpengaruh terhadap efektivitas kerja guru, Lingkungan kerja adalah tempat di mana tenaga pendidik melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan gurui untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosional guru. Jika guru menyenangi lingkungan kerja di mana dia bekerja, maka guru tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Produktivitas akan tinggi dan otomatis prestasi kerja guru juga tinggi. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja. Lingkungan kerja sekolah yang memusatkan bagi tenaga pendidiknya dapat meningkatkan efektivitas kerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan efektivitas kerja tenaga pendidik yang ada. Pandji Anoraga (2006: 58) menyatakan lingkungan kerja yang baik akan mempengaruhi kinerja yang baik pula pada segala pihak , baik pada para pekerja, Universitas Sumatera Utara pimpinan, atau pada hasil pekerjaannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan kinerja, karena dengan lingkungan yang mendukung, baik suasana maupun sarana dan prasarana akan menjadikan guru lebih giat untuk bekerja. Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Pengawasan dan Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan memiliki peranan penting dalam meningkatkan efektivitas kerja tenaga pendidik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Burhanudin (2005: 34) dimana kinerja guru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : (1) Manajerial kepala sekolah, dalam proses manajemen yang meliputi kemampuan membuat perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan, (2) Iklim/Lingkungan kerja yang kondusif, dimana tersedianya sarana dan prasana yang memadai, hubungan yang baik antara kepala sekolah, guru dan siswa, (3) Tingkat pendidikan guru, (4) Supervise pengajaran, dll. Untuk memperjelas gambaran penelitian secara keseluruhan dan agar penelitian lebih terarah maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut : Pengawasan (X1) Efektivitas Kerja Tenaga Pendidik (Y) Lingkungan kerja (X2) Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Sumber Burhanudin (2005: 34) Berdasarkan kerangka konseptual yang dipaparkan di atas, maka di duga bahwa pengawasan dan Lingkungan kerja baik secara simultan maupun parsial, masing-masing berpengaruh terhadap efektivitas kerja tenaga pendidik. Universitas Sumatera Utara 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah disusun, maka hipotesisi penelitian ini adalah ada pengaruh positif dan signifikan pengawasan dan lingkungan kerja terhadap efektivitas kerja tenaga pendidik di SMK Bisnis Manajemen Yayasan Perguruan Trisakti Lubuk pakam. Universitas Sumatera Utara