kajian karakteristik backscatter alos palsar resolusi

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang
tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik
untuk menghasilkan citra yang bersih dari awan. Hujan yang terjadi hampir
sepanjang tahun dan kebakaran hutan yang menimbulkan asap di musim kemarau
menjadi kendala citra optik untuk menghasilkan citra yang baik. Sejak tahun 2003
penggunaan citra optik (Landsat) untuk digunakan secara luas dalam pemetaan
atau pemantauan tutupan lahan menjadi kurang optimal karena citra landsat
mengalami kerusakan pada kanal scan line corrector (SLC), sehingga citra
mengalami garis-garis (striping) pada hasil rekamannya.
Satelit radar (radio detecting and ranging) merupakan sensor gelombang
mikro
(microwave)
yang memungkinkan
untuk
melakukan
pengamatan
permukaan bumi dengan baik. Sensor ini mampu menembus awan, partikel hujan
dan mempunyai sumber energi sendiri sehingga mampu melakukan pencitraan
baik siang maupun malam dan pada segala macam cuaca (JAXA 2007).
Teknologi radar telah dikembangkan dan banyak satelit radar diluncurkan sejak
dioperasikannya SEASAT, yaitu SIR-A, SIR-B, SIR-C, ERS-1, ERS-2, ALMAZ,
JERS-1, RADARSAT dan ALOS PALSAR. Penggunaan radar pada frekuensi Lband dan P-band telah dilakukan yaitu dalam estimasi perhitungan biomassa hutan
untuk mendapatkan hasil perhitungan yang konsisten. Metode yang digunakan
melalui pengukuran polarimetrik backscatter SAR (Synthetic Aperture Radar).
Sandberg et al. (2011) menyatakan untuk data L-band hasil terbaik diperoleh
dengan menggunakan backscatter polarisasi HV dengan kesalahan estimasi root
mean square error (RMSE) antara 31% dan 46%. Untuk P-band hasilnya lebih
baik daripada L-band. Model menggunakan polarisasi HH atau HV memberikan
hasil yang sama, dengan RMSE antara 18% dan 27%, dan nilai-nilai koefisien
determinan (r2) adalah antara 70% dan 80%.
ALOS PALSAR diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 oleh Jepang,
yang bekerja pada saluran band-L dengan polarimatrik penuh HH, HV, VV dan
VH (LAPAN 2006a). Lebar cakupan areal antara 250 sampai 350 km. Sensor
2
dengan band L mampu menembus atau penetrasi ke vegetasi hutan mulai dari
daun, ranting, cabang dan bahkan sampai ke batang pohon (Smith 2006). Data
citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk pembuatan DEM (Digital Elevation
Model), monitoring sumberdaya alam (hutan), monitoring kebakaran hutan,
estimasi kandungan biomassa, mengukur kelembaban tanah, monitoring objekobjek buatan, kandungan mineral dan bahkan untuk pencarian pesawat dan kapal
yang hilang (Ginting et al. 2003).
Mitchard et al. (2011) melakukan pengukuran perubahan biomassa akibat
perambahan hutan dan deforestasi/degradasi di wilayah hutan savana Afrika
Tengah menggunakan hubungan nilai backscatter citra JERS-1 (1996) dan
PALSAR (2007). Hasilnya memperlihatkan hubungan antara backscatter radar
dan biomassa pohon (aboveground biomass = AGB) yang kuat (r2 = 86% untuk
ALOS HV untuk plot biomassa, r2 = 95% berhubungan ALOS yang diturunkan
biomassa untuk 40 daerah berubah yang diduga oleh JERS-1 HH).
Kemampuan citra ALOS PALSAR menembus vegetasi hutan sampai ke
batang pohon atau tumbuhan bawah akan berpengaruh terhadap sinyal pancar
balik (backscatter) pada setiap kondisi objek tutupan lahan. Tanaman perkebunan
karet dan kelapa sawit memiliki kondisi homogen dan jarak tanam yang sama
namun memiliki umur tanaman berbeda. Perbedaan umur tanaman mempengaruhi
besaran ukuran dimensi tanaman yang berarti mempengaruhi penetrasi sensor
ALOS PALSAR. Perbedaan dimensi tanaman akan memperlihatkan perbedaan
kekasaran pada perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi nilai
backscatter citra ALOS PALSAR. Hal yang penting dikaji disini adalah kondisi
dimensi tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit mana yang mempengaruhi
nilai backscatter citra ALOS PALSAR. Selanjutnya dengan mengetahui dimensi
tanaman yang berpengaruh dapat diklasifikasikan kelas dari perbedaan dimensi
tersebut.
Citra ALOS PALSAR telah digunakan untuk beberapa kajian, diantaranya
adalah menghitung koefisien kalibrasi data citra ALOS PALSAR (Nakamura et
al. 2008), akurasi koreksi geometrik untuk normalisasi radiometrik (Small et al.
2008), menghitung kandungan biomassa pohon (Lucas et al. 2006, Mitchard et al.
2009, dan Wijaya 2009), dan monitoring sumberdaya hutan (Amaral et al. 2009).
3
Citra ALOS PALSAR juga digunakan untuk monitoring bahaya gunung api
seperti yang dilakukan oleh para peneliti dari Lembaga Antariksa dan
Penerbangan Nasional dalam pemantauan gunung Merapi (LAPAN 2006b).
1.2 Perumusan Masalah
Menurut JICA & IPB (2010) faktor yang mempengaruhi besaran nilai
backscatter pada citra ALOS PALSAR dapat dibedakan dalam dua kelompok
besar, yaitu: sistem sensor dan target objeknya. Pada sistem sensor terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi besaran nilai backscatter, yaitu: a) panjang
gelombang microwave yang digunakan (band X, C, S, L dan P), b) polarisasi (HH,
HV, VV, VH), c) sudut pandang dan orientasi, dan d) resolusinya. Faktor yang
mempengaruhi nilai backscatter dari target objeknya adalah: a) kekasaran, ukuran
dan orientasi objek termasuk didalamnya biomassa, b) konstanta dielektrik (antara
lain dapat berupa kelembaban atau kandungan air), c) sudut kemiringan atau slope
dan orientasinya (sudut pandang lokal, local incident angle).
Perkebunan karet merupakan jenis tanaman dikotil yang memiliki struktur
lengkap, memiliki daun, ranting, cabang dan batang serta akar yang berbanir.
Percabangan karet berbentuk kerucut terbalik dengan diameter tajuk yang melebar
kesamping dan keatas relatif pendek. Perkebunan kelapa sawit merupakan
tanaman monokotil yang hanya memiliki daun dengan pelepah dan batang serta
akar serabut kecil-kecil yang tidak tampak dipermukaan tanah. Panjang pelepah
kelapa sawit dan sifatnya yang saling menumpuk mampu menutup areal
dibawahnya (lantai tanaman).
Perbedaan tahun tanam pada perkebunan mempengaruhi penutupan areal
dan besaran ukuran dimensi tanaman. Pada areal baru tanam atau tanaman muda
di perkebunan karet dan kelapa sawit areal belum tertutup tajuk, mirip seperti
areal/lahan kosong. Hal ini menunjukkan tingkat kekasaran objek rendah
menyebabkan reflektor bersifat cermin dan memantulkan sinyal/energi menjauhi
sensor. Tanaman remaja sampai tua (umur > 5 tahun) tajuk tanaman sudah mulai
rapat sehingga objek memiliki kekasaran meningkat yang ditangkap sensor
sebagai reflektor tersebar. Bahkan pada kondisi ini dapat terjadi yang disebut
mekanisme volume scattering, yaitu sensor radar akan menerima pancar balik dari
4
reflektor permukaan dan reflektor sudut dari vegetasi tanaman karena kemampuan
sensor menembus sampai lapisan bawah vegetasi.
Karakteristik perkebunan seperti ini menunjukkan tingkat kekasaran objek
berbeda sehingga berpengaruh pada nilai backscatter. Perbedaan kekuatan
backscatter mempengaruhi tingkat kecerahan (brightness) objek dalam citra
ALOS PALSAR. Jumlah energi pancar balik sangat tergantung pada beberapa
faktor; sinyal yang mengiluminasi (panjang gelombang, polarisasi, sudut pandang
dan lain‐lain) dan sifat objek terhadap iluminasi (kekasaran, bentuk, orientasi,
konstanta dielektrik dan lain‐lain) (Saleh 2010).
Pemilihan perkebunan karet dan kelapa sawit sebagai objek penelitian
karena secara visual pada citra ALOS PALSAR memiliki kesamaan kenampakan
dengan beberapa penutupan lahan lain. Perkebunan karet pada citra ALOS
PALSAR memiliki warna dominan hijau terang sampai kuning. Kenampakan
seperti ini memiliki kesamaan dengan hutan alam atau hutan tanaman. Namun ada
juga areal kebun berwarna biru yang menunjukkan tanaman masih muda sehingga
kondisi demikian mirip dengan lahan terbuka dan sawah.
Pada citra ALOS PALSAR perkebunan kelapa sawit memiliki kenampakan
warna dominan ungu dan dibeberapa areal ada yang berwarna biru gelap, ungu
terang sampai pink. Kenampakan ini ada kesamaan dengan lahan kosong atau
hutan tanaman muda.
Menurut Awaya (2009) menyatakan terjadinya perbedaan kenampakan
kecerahan pada perkebunan karet dan kelapa sawit disebabkan adanya perbedaan
kelas umur dan kandungan biomassa. Perkebunan karet dan kelapa sawit di
beberapa wilayah di Indonesia memiliki batas dan/atau berada di dalam kawasan
hutan, menjadi penting untuk mempelajari karakteristik kedua objek tutupan lahan
ini agar tidak terjadi kesalahan penafsiran.
Kondisi dimensi tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit di atas,
menimbulkan pertanyaan dalam penelitian ini; variabel apa saja dari dimensi
tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi nilai backscatter
pada citra ALOS PALSAR? Apakah ada perbedaan dimensi tanaman perkebunan
karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi perbedaan nilai backscatter citra
ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan 12,5 meter?
5
Karakteristik perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi
backscatter ini penting untuk dipahami karena akan membantu interpreter dalam
mengklasifikasikan
kelas
penutupan
lahan
setiap
objek
terutama
bila
menggunakan citra ALOS PALSAR.
1.3 Kerangka Pemikiran
Penginderaan jauh pada prinsipnya mengenal dua sistem dalam mengindera
permukaan bumi, yaitu penginderaan dengan sensor pasif dan sensor aktif.
Penginderaan jauh sistem pasif adalah suatu sistem yang memanfaatkan energi
almiah (sinar matahari), dimana sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan
pada energi matahari (Purwadhi 2001). Alat perekam datanya merupakan sistem
multispectral scanner yang bekerja dalam selang cahaya tampak sampai
inframerah termal atau dikenal dengan sistem optik. Panjang gelombang yang
digunakan pada penginderaan jauh pasif 0,4 µm ~ 12 µm (Jaya 2009).
Sistem aktif menggunakan gelombang mikro (microwave) yang mempunyai
panjang gelombang lebih panjang (30 mm ~ 300 mm) dengan frekuensi 1 GHz ~
10 GHz dan dikenal dengan microwave remote sensing atau pencitraan radar
(radar imaging). Sistem aktif pada umumnya berupa saluran tunggal (single
channel) yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sistem optik dalam hal
mampu menembus awan dan dapat dioperasikan pada malam hari karena tidak
tergantung pada sinar matahari. Sistem aktif menggunakan sumber energi buatan
yang dipancarkan ke permukaan bumi dan direkam nilai pantulnya oleh sensor
(Jaya 2009).
Citra yang dihasilkan dari sistem aktif (radar) berdasarkan kondisi fisik
objek, berupa tingkat kekasaran permukaan, ukuran, bentuk dan kandungan
biomassa. Perbedaan kondisi ini akan berpengaruh terhadap nilai backscatter citra
(ALOS PALSAR) dan kenampakan visual citra yang dihasilkan. Perkebunan karet
dan kelapa sawit memiliki kondisi yang beragam karena umur tanaman pada
perkebunan tersebut berbeda-beda. Oleh karena itu perlu diketahui peubah yang
mempengaruhi tingkat kekasaran, ukuran, bentuk dari vegetasi serta kandungan
biomassa yang terdapat di perkebunan karet dan kelapa sawit.
6
Untuk mengetahui atau mengidentifikasi peubah yang berpengaruh terhadap
perbedaan nilai backscatter di perkebunan karet dan kelapa sawit maka digunakan
analisis diskriminan. Selanjutnya peubah yang berpengaruh dapat digunakan
untuk mengklasifikasikan kelas perkebunan karet dan kelapa sawit sebagai objek
dalam penelitian ini. Secara lengkap kerangka pemikiran dari penelitian ini seperti
pada gambar 1.
Penginderaan Jauh
Radar (Sistem Aktif)
Optik (Sistem Pasif)
Karakteristik Fisik Vegetasi;
- kerapatan, ukuran, bentuk
pohon, cabang, ranting,
daun/tajuk
- kondisi tumb. bawah
- kondisi permukaan lantai
tanaman
- biomassa
Variasi Nilai Backscatter
Citra ALOS PALSAR
Peubah Dimensi Tanaman
Apakah yang Mempengaruhi
Nilai Backscatter?
Analisis Diskriminan
Peubah-peubah yang Paling
Signifikan
Klasifikasi Tutupan
Perkebunan Karet & Kelapa
Sawit
Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran
7
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan mengidentifikasi peubah dimensi tanaman
pada perkebunan karet dan kelapa sawit yang mempengaruhi nilai backscatter
citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan 12,5 meter.
1.5 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini akan membuktikan bahwa dimensi tanaman pada
perkebunan karet dan kelapa sawit mempengaruhi perbedaan nilai backscatter
citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan 12,5 meter.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan dalam
mengklasifikasikan setiap tutupan lahan, khususnya klasifikasi dalam perkebunan
karet dan kelapa sawit. Dengan mengetahui kelas klasifikasi dalam perkebunan
tersebut dapat ditentukan potensi atau kelas perkebunan karet dan kelapa sawit.
Sebagai bahan dalam pengembangan metode identifikasi/klasifikasi tutupan lahan
menggunakan citra radar khususnya ALOS PALSAR.
Download