BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Asal usul itik bali tidak

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Itik Bali
Asal usul itik bali tidak diketahui dengan pasti, kemungkinan sekali berasal dari
lombok, sebab itik ini juga disebut itik lombok. Bentuknya hampir sama dengan itik tegal
karena lehernya agak pendek, variasi warnanya cukup banyak ada yang hitam kelam dengan
bintik putih, ada yang putih mulus, sebagian besar berwarna coklat merah dengan beberapa
campuran warna dan terdapat banyak yang memiliki jambul. Itik bali warna kulit telurnya
putih berbeda dengan itik indonesia yang lain yang umumnya kulit telurnya berwarna hijau
muda atau biru muda, ( Rasyaf, 1992).
Secara taksonomi itik termasuk dalam kelas: aves, ordo Anseriformes, sub-famili
Anatidae, famili Anatinae, genus Anas dan species Anas sp (Hetzel, 1984). Itik bali yang
terkenal pada saat ini sebenarnya adalah hasil domestikasi itik liar sehingga menjadi jinak
(Samosir, 1983). Selanjutnya, saat domestikasi berlangsung terjadi perubahan morfologi
cukup besar dan akhirnya menghasilkan beberapa bangsa itik yang masing-masing memiliki
karakter tertentu.
Ciri-ciri itik bali menurut Murhijanto, (1996) adalah sebagai berikut:
•
Tubuh : bentuk tubuhnya agak ramping jika dibandingkan itik jawa dan bagian
belakang tubuhnya sempit.
•
Kepala dan leher : kepala kecil dan berjambul, leher bulat tidak terlalu panjang dan
agak melengkung
•
Kaki dan paruh : kulit kaki dan paruh warnanya hampir sama.
•
Bulu : bulu ekor lebih pendek (hampir mendatar) jika dibandingkan itik jawa.
Itik bali dewasa kelamin pada umur 6-7 bulan, rata-rata berat itik jantan 1,8 – 2 kg
dan betina 1,6-1,8 kg, dengan produksi telurnya mencapai 250-280 butir/ekor/tahun berat
telurnya 65-75 gram/butir (Simanjuntak, 2002 dalam Kusuma, 2004). Diantara keragaman
warna bulu yang ada, bahwa itik bulu “sumi” mempunyai produksi telur tertinggi dibanding
itik warna bulu lainnya (Palguna et al., 1977 dalam Udayana, 1994). Masyarakat dibali juga
meyakini hal demikian bahwa itik dengan bulu seperti warna jerami padi kering ini
mempunyai produksi telur paling tinggi dibanding bulu lainnya.
Itik bali pada umumnya dipelihara secara ekstensif, merupakan salah satu varietas itik
Indonesia Indian Runner yang termasuk tipe itik petelur. Itik bali memiliki daya tahan hidup
sangat tinggi. Selain itu, dalam pemeliharaan itik cara pemberian pakan disesuaikan dengan
kebutuhan nutrisi itik dan kepadatan kandang tetap merupakan faktor penting. Kandang yang
terlampau padat dapat menyebabkan lantai kandang cepat kotor, akibatnya, serangan berbagai
macam penyakit mungkin akan terjadi. Kandang yang terlalu padat menyebabkan
pendistribusian pakan tidak merata, akibatnya keseragaman berat badan itik sulit dicapai, dan
dapat menimbulkan kematangan kelamin yang tidak seragam antara itik satu dengan itik
lainnya (Agus et al., 2002)
2.2 Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai suatu kultur spesifik dari mikro organisme hidup
seperti bakteri strain Lactobacillus yang memberi efek-efek menguntungkan pada ternak
serta dapat berfungsi untuk memperbaiki keseimbangan mikrobial didalam saluran
pencernaan ternak (Ritongga, 1992). Dilaporkan juga oleh Andajani (1997) bahwa probiotik
merupakan bahan yang berasal dari kultur bakteri atau substansi lain yang berasal dari kultur
bakteri yang dapat mempengaruhi keseimbangan alami dalam usus dan bila diberikan pada
jumlah yang tepat akan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan zat-zat makanan. Menurut
Shin et al. (1992) probiotik merupakan mikroorganisme hidup dalam bentuk kering yang
mengandung media tempat tumbuh dan produksi metabolismenya, terdiri dari bakteri gram
positif, bakteri gram negatif, yeast dan fungi.
Ritongga (1992) menyatakan bahwa syarat-syarat probiotik adalah: (1) bakteri
tersebut tidak patogen terhadap ternak maupun manusia; (2) bakteri tersebut harus merupakan
mikroorganisme yang normal berada didalam saluran pencernaan dan sanggup melakukan
kolonisasi didalam usus; (3) harus tahan terhadap asam-asam lambung, asam dan garamgaram empedu, enzim-enzim pencernaan maupun respon-respon kekebalan didalam tubuh
ternak; (4) sanggup memproduksi zat-zat anti bakteri yang berspektrum luas pada bakteribakteri spesifik terhadap bakteri patogen pada saluran pencernaan manusia. Umumnya yang
memenuhi syarat tersebut diatas sebagai probiotik adalah bakteri strain Lactobacilus dan
Pediococci sp.
Menurut Barrow (1992), pada dasarnya ada dua tujuan utama dari penggunaan
probiotik pada unggas, yaitu: (1) untuk manipulasi mikroflora dalam saluran pencernaan
bagian anterior (crop, gizard, dan usus halus) dalam menempatkan mikroflora dari strain
Lactobacillus; (2) untuk meningkatkan daya tahan ternak dari infeksi salmonela. Andajani
(1997) menyatakan bahwa umumnya bakteri yang terdapat dalam probiotik adalah
Lactobacillus yang mampu menekan perkembangan E.coli patogen. Senjata ampuh pada
Lactobacillus adalah hidrogen paroksida yang dihasilkan dari metabolismenya yang bersifat
bakterisidial, disamping itu Lactobacillus juga mampu memproduksi semacam antibiotik
yang disebut acidolin yang dapat membunuh bakteri patogen. Tortuero (1973) menyatakan
bahwa penambahan probiotik 109 organisme/ml kedalam air minum secara nyata dapat
meningkatkan retensi nitrogen dan menurunkan angka FCR.
Manfaat probiotik yaitu diantaranya, (1) mencegah penyakit gastroenteritis yang
disebabkan bakteri patogen melalui keseimbangan mikroflora; (2) mencegah infeksi jalur
urogenital; (3) meningkatkan degradasi laktosa (menguntungkan bagi penderita “lactose
intolerance”; (4) meningkatkan sistem immunitas; (5) mencegah kanker kolon, (6)
munurunkan kolesterol (Fuller, 1992). Menurut Bidura et al, (2008) mekanisme kerja
probiotik pada saluran pencernaan ternak unggas adalah sebagai berikut; (1) Menetralisir
racun, (2) menekan populasi bakteri tertentu yang tidak dikehendaki sebagai antibakteri atau
berkompetisi didalam saluran pencernaan, (3) mengubah metabolisme dari mikroba, (4)
meningkatkan kekebalan, kebanyakan mikroba probiotik adalah dari bakteri strain
Lactobacilus, Bacillus, dan Saccharomyces.
Owing et al. (1990) menyatakan bahwa suplementasi probiotik (S. Faecium M-74)
dalam ransum ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan kualitas karkas yang lebih baik
yaitu karkas dengan kandungan lemak yang rendah. Penggunaan probiotik sebanyak 750
mg/kg ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan, menurunkan nilai
FCR, menurunkan jumlah colliform dalam gizard, usus halus, dan cecum masing-masing
4,47; 7,92; dan 8,61 log 10 menjadi 1,65; 4,18; dan 5,11 log 10.
2.3 Bakteri Selulolitik
Kerbau memiliki kemampuan istimewa untuk tumbuh dan berkembang pada
lingkungan yang buruk serta cukup efisien dalam memanfaatkan pakan kualitas rendah
menjadi daging. Pemanfaatan cairan rumen sebagai sumber mikroba untuk pendegradasi
pakan serat dan sumber probiotik dewasa ini perlu dikaji pengaruhnya pada pakan maupun
suplemen untuk ternak mono gastrik maupun ternak ruminansia lainnya (Leng, 1997).
Menurut Kamra (2005), cairan rumen ternak ruminansia di daerah tropis yang umumnya
mengkonsumsi pakan serat kasar, mengandung sekitar 50 jenis bakteri yang jumlahnya dapat
mencapai 1010-1011 sel/ml cairan rumen, sekitar 25 jenis protozoa bersilia (104-106 sel/ml
cairan rumen, dan sekitar 5 jenis fungi anaerob (103-105 zoospore/ml cairan rumen).
Lambung depan ternak sapi merupakan kantung yang memiliki potensi sebagai
sumber mikroba, karena mengandung bakteri sekitar 109/gram cairan rumen. Species utama
bakteri rumen adalah bakteri pencerna selulosa dan hemiselulosa. Bakteri pencerna selulosa
meliputi Ruminococcus albus, R. Flavefaciens, Fibrobacter succinogenes dan Butyrivibrio
fibriosolvens, sedangkan bakteri pencerna hemiselulosa adalah Eubacterium ruminantum dan
Bacteriodes ruminocola (Sujono, 1990)
Menurut Suryahadi et al, (1996) jenis bakteri selulolitik yang dapat diisolasi dari
cairan rumen sapi dan kerbau antara lain Ruminococcus flavefacien, R. Albus, Bacteroides
ruminicola. Dinyatakan pula bahwa aktivitas selulolitik dari ternak kerbau lebih tinggi
dibanding ternak sapi (43,2%/hari vs 16,3%/hari). Degradasi komponen dinding sel tanaman
didalam rumen dilakukan oleh kombinasi antara bakteri, fungi dan protozoa. Bakteri bersama
fungi mampu mendegradasi komponen sel tanaman sebanyak kurang lebih 80% dan sisanya
kurang lebih 20% dilakukan oleh protozoa.
Selulosa merupakan salah satu fraksi serat kasar tanaman yang sulit/ tidak dapat
dicerna oleh enzim pencernaan hewan, sebagai sumber energi untuk mikroorganisme dalam
rumen. Supaya dapat digunakan oleh mikroba rumen, maka selulosa terlebih dahulu harus
diuraikan menjadi senyawa dengan berat molekul rendah, seperti mono, di, dan tri sakarida.
Degradasi tersebut melibatkan kompleks enzim selulase yang diasilkan oleh mikroba. Fraksi
selulosa tersebut merupakan komponen yang paling besar sebagai penyusun dinding sel
tanaman yang sudah masuk, yaitu sekitar 40-50% (Wainwright, 2002). Selulosa tersebut
hanya dapat didegradasai oleh dua enzim utama yang dikeluarkan oleh fungi, yaitu endobeta-glucanase dan beta glucosidase. Dilaporkan juga bahwa salah satu khamir dari
kelompok cryptococcus merupakan khamir yang mampu memproduksi enzim endo (1-4)bxylanase, yang mampu mendegradasi fraksi serat kasar yang sulit dicerna yaitu xylan.
Menurut Orpin dan Joblin (1988), sebagian besar polysakarida tanaman difermentasi oleh
fungi dalam rumen dan hampir 50% komponen selulosa dan hemiselulosa tanaman dicerna
oleh fungi, sedangkan bakteri Ruminococcus albus hanya mampu mencerna 8%. Kamir dari
kelompok Cryptococcus, bersama dengan Candida, dan Hensula dalam industri peternakan
secara luas banyak digunakan untuk memproduksi protein sel tunggal (single cell protein)
dan enzim lipase (Wainwright, 2002).
Selulosa merupakan kelompok enzim yang mengkatalis degradasi selulosa yang
dibangun oleh struktur ikatan b-1, 4 glukosa (Alexander, 1977). Enzim yang dihasilkan oleh
mikro organisme tersebut merupakan katalis biologis didalam proses metabolisme untuk
mempercepat dan meningkatkan efisiensi proses tersebut. Secara umum enzim yang
digunakan pada pakan adalah produk fermentasi dari mikro organisme, baik fungi ataupun
bakteri. Enzim yang diproduksi oleh bakteri tersebut β-gluconase dan endoprotease dari
Bacillus subtilis, pullunase dari Bacillus acidophilus, sedangkan yang berasal dari fungi
adalah paktinase dari Aspergillus niger, sellulase dari Trichoderma ressei atau T. Verideae.
Mikroba penghasil selulase secara ekstraseluler tersebar pada kapang dan bakteri
(Bidura et al., 2008). Selulase dihasilkan oleh beberapa jenis kapang dan bakteri sebagai
respon terhadap adanya selulase pada lingkungan tempat hidupnya. Kemapuan memproduksi
selulase menjadikan mikroba mampu menghidrolisis selulosa menjadi gula sederhana yang
hasilnya dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhanya.
Pada beberapa mikroba, produksi selulosa terjadi dengan berkaitan langsung dengan
fungsi regulasi pertumbuhan sel, germinasi spora, dan kemampuan penetrasi miselium
mikroba ke dalam media pertumbuhan. Kapang yang baik digunakan untuk memproduksi
selulase adalah T. Reesei, T. Viride, T. Koningii, A. Niger, A. Terreus, P. Iriensis, P.
Verrucolossum, dan Fusarium solani. Aktivitas selulase sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu seperti pH, suhu, dan adanya senyawa-senyawa penghambat. Menurut Pangestu
(2003), kandungan serat kasar dan karbohidrat dalam bahan pakan terfermentasi menurun
secara nyata, dan sebaliknya kandungan protein dan energi meningkat.
2.4 Lemak
Pemecahan lemak dalam ransum menjadi asam lemak, monogliserida, dan kholin oleh
enzim lipase yang dikeluarkan pankreas. Pemecahan tersebut hampir semua terjadi didalam
duodenum dan jejenum. Didalam proses penyerapan lemak, dibantu oleh asam dan garam
empedu yang dihasilkan oleh hati. Kedua sekresi organ pencernaan tersebut bekerja dalam
kondisi pH yang tinggi akibat adanya sekresi bikarbonat. Di dalam duodenum, garam-garam
empedu mengemulsi lemak kemudian dalam gerakan peristaltik (gerakan yang terjadi pada
otot-otot pada saluran pencernaan yang menimbulkan gerakan semacam gelombang sehingga
menimbulkan efek menyedot atau menelan makanan yang masuk kedalam saluran
pencernaan), lemak terdispersi menjadi butiran yang lebih kecil, kemudian diikuti pencernaan
oleh lipase (Tillman et al., 1998).
Asam lemak rantai pendek (SCFA), seperti asam asetat, propionat, dan butirat,
merupakan produk utama dari metabolisme antara bakteri dan merupakan hasil akhir dari
fermentasi karbohidrat ( polisakarida kompleks pakan, gula sukar dicerna, dan karbohidrat
endogen, seperti mucin). Fermentasi protein dan lipid di usus besar juga menghasilkan SCFA
pada colon, terutama SCFA rantai cabang. Mukosa colon langsung menyerap SCFA dari
luman terutama asam asetat dan propionat yang merupakan sumber energi siap pakai untuk
inang (Rombeau at al., 1990)
Metabolisme lemak merupakan proses asam-asam lemak yang diubah dan digunakan
untuk energi, produksi telur atau disimpan sebagai lemak tubuh. Lemak yang disimpan
adalah spesies-spesifik, yaitu konsistensi yang dinyatakan oleh tekstur, titik cair, dan lainlainnya, bervariasi menurut unggas atau hewan. Hubungan antara lemak dengan lemak yang
disimpan dalam tubuh unggas dapat berubah bila sejumlah besar lemak dikosumsi
(Deckelbaum et al., 1997). Lemak cadangan tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimakan
tetapi berasal pula dari karbohidrat dan ada kalanya dari protein (Anggorodi, 1985).
Pada umumnya 2,5 hingga 3 jam setelah ternak makan yang mengandung banyak
lemak, kadar lemak dalam darah akan kembali normal. Dalam darah lemak diangkut dalam
tiga bentuk, yaitu berbentuk kilomikron, partikel lipoprotein yang sangat kecil, dan bentuk
asam lemak yang terikat dalam albumin. Kilomikron yang menyebabkan darah tampak keruh,
terdiri atas lemak 81-82%, protein 2%, fosfolipid 7% dan kolesterol 9%. Kekeruhan akan
hilang dan darah akan jernih kembali apabila darah telah mengalir melalui beberapa organ
tubuh atau jaringan-jaringan, karena terjadinya proses hidrolisis lemak oleh enzim lipoprotein
lipase. Lipoprotein lipase terdapat dalam sebagian besar jaringan, dan terdapat dalam jumlah
banyak pada jaringan adiposa dan otot jantung (Poedjiadi, 1994). Sebagian besar lemak yang
diabsorbsi diangkut kehati. Disini lemak diubah menjadi fosfolipid yang kemudian
didistribusikan ke organ-organ maupun jaringan-jaringan tubuh.
Dalam proses metabolisme lemak di dalam sel, peranan lipoprotein sebagai alat
angkut lipida sangat besar sekali. Lipoprotein adalah molekul yang terdiri atas protein dan
lipida yang tergabung dalam ikatan non kovalen. Ikatan non kovalen tersebut adalah interaksi
hidrofobik antara gugus non polar dari lipida dengan molekul protein (Mayes et al., 1992).
Dilaporkan juga bahwa lemak dicerna menjadi asam-asam lemak mono dan di-gliserida yang
semuanya dalam bentuk mecelles (emulsi mikro) diabsorsi dengan cara diffusi melalui villi.
Mono dan di-gliserida diresterifikasi dalam sel dan dengan asam lemak membentuk kembali
trigliserida, kemudian bergabung dengan sirkulasi umum dalam bentuk kilomikron-2 (suatu
proporsi kecil dari lipida makanan yang di absorpsi langsung ke dalam sistem peredaran
darah portal).
2.5 Kolesterol
Kolesterol adalah sterol yang paling penting terdapat pada semua lemak hewan, otot,
usus, telur, hati, ginjal, kelenjar adrenal dan pankreas dengan rumus kimia C27H45OH dengan
berat molekul 387 (Anggorodi, 1979). Hambing (2006), kolesterol merupakan suatu senyawa
lemak seperti lilin dan berwarna kuning. Hal senada dilaporkan oleh Sitepoe (1993),
kolesterol merupakan produk khas hasil metabolisme hewan, karenanya sumber kolesterol
hanya berasal dari hewan seperti susu, telur, daging dan darah
Mekanisme menurunkan kolesterol dalam tubuh inang oleh probiotik menurut
Harmayani (2004), digolongkan menjadi empat, yaitu (1) oleh komponen dari produk
probiotik itu sendiri seperti yogurt, (2) asimilasi kolesterol oleh bakteri, (3) ko-presipitasi
kolesterol dan garam empedu bebas, dan (4) dekonjugasi asam empedu (aktivitas enzim bile
salt hidrolase).
Fungsi kolesterol dalam tubuh diperlukan dalam berbagai proses metabolisme.
Misalnya, selain sebagai bahan pembentuk dinding sel, kolesterol juga dibutuhkan untuk
mensintesis vitamin D. Kolesterol yang dikeluarkan dari hati ke jaringan otot untuk disimpan
sebagai cadangan energi. Demikian juga pembuatan asam empedu yang digunakan untuk
mengemulsi lemak (Susanto, 2006). Kolesterol yang berasal dari ransum (diet), yang terdapat
dalam dinding usus, asam empedu, dan yang terdapat dalam sel-sel diabsorsi terutama
didalam usus halus. Setelah diabsorbsi ke dalam mukosa sel, kolesterol bergabung kembali
dengan trigliserida, phospholidpid, dan apolipoprotein B untuk membentuk kilomitron
(Wahyuni dan Hendraningsih, 2007). Pengeluaran kolesterol dari dalam tubuh melalui dua
jalur, yaitu (1) diubah menjadi asam empedu dan (2) kolesterol diekskresi bersama feses
dalam bentuk sterol netral. Pada manusia, sterol netral utama dalam feses adalah koprostanol
dan kolesterol.
Mayes (2003) menyatakan bahwa sedikit lebih dari separuh jumlah kolesterol tubuh
berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati menghasilkan kurang lebih 10% dari
total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada hakekatnya semua jaringan yang
mengandung sel-sel berinti mampu menghasilkan kolesterol. Fraksi mikrosomal (retikulum
endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas sintesis kolesterol. Pada
konsumsi makanan yang beraneka ragam, kurang lebih setengah dari kolesterol berasal dari
biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung di dalam usus, kulit terutama dalam hati ( kira-kira
50%), selebihnya kolesterol diambil dari bahan makanan. Sebagian besar kolesterol
membentuk lapisan lemak dari membrane plasma. Perubahannya dari asam empedu juga
menggunakan jumlah kolesterol yang sangat besar. Selain itu, kolesterol juga disekresikan
kedalam empedu dalam bentuk yang tidak diubah. Sejumlah kecil kolesterol berfungsi pada
biosintesis hormon steroid. Keseluruhanya setiap hari digunakan atau dieliminasi kurang
lebih 1gram kolesterol (Koolman dan Rohm, 1994).
Download