BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA AIDS adalah sindrom dengan gejala

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker
tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV.15 Virus ini
merusak sistem imun tubuh sehingga penderita akan sangat rentan terhadap
mikroorganisme oportunistik yang dapat terlihat secara sistemik maupun oral.4-8 Salah
satu mikro-organisme yang dapat menyebabkan infeksi oportunistik di rongga mulut
pasien adalah virus. Diantaranya seperti EBV yang dapat menyebabkan OHL.16
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai HIV/AIDS, OHL pada
pasien yang terinfeksi HIV/AIDS, dan patogenesis terjadinya OHL pada pasien HIV.
2.1 HIV/AIDS
AIDS merupakan gangguan kesehatan yang ditandai dengan munculnya gejalagejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu sebagai akibat dari menurunnya daya
tahan tubuh penderita. 2,15
2.1.1 Epidemiologi HIV/AIDS
Sindrom HIV/AIDS pertama kali dilaporkan oleh Michael Gottlieb pada
pertengahan tahun 1981 pada lima orang penderita homoseksual dan pecandu
narkotika suntik di Los Angeles, Amerika Serikat. Sejak penemuan pertama inilah,
dalam beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita dengan sindrom yang sama
dari 46 negara bagian Amerika Serikat lain.2
Penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia,
karena disamping belum ditemukannya obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit
ini juga memiliki “window period” dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif
panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal ini menyebabkan pola perkembangan
penyakit ini seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena).15
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari
25 juta jiwa sejak pertama kali dikenal pada tahun 1981, membuat AIDS sebagai
salah satu epidemik paling menghancurkan dalam sejarah.17
Afrika sub-Sahara merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi HIV, dengan
perkiraan 21,6 sampai 27,7 juta penduduk HIV-positif. Sekitar dua juta dari mereka
adalah anak-anak yang usianya kurang dari 15 tahun. Lebih dari 61 persen dari semua
orang yang terinfeksi HIV ada di Afrika Sub Sahara dan lebih dari tiga per empat
(76%) dari semua wanita di negara ini hidup dengan HIV. Pada tahun 2008, terdapat
sekitar 2 juta anak yatim piatu yang terkena AIDS hidup di Afrika sub-Sahara .18
Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah wilayah terburuk kedua yang terinfeksi
HIV dengan besar 15% - 18% dari total penyakit HIV/AIDS diseluruh dunia.18
Sekitar dua per tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5,7
juta infeksi.18 Selain India, populasi HIV/AIDS terbesar di Asia juga terdapat di
wilayah Kamboja, Myanmar, dan Thailand.18
Data terakhir yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
mengenai epidemiologi penyakit HIV/AIDS di Indonesia, sampai 31 Maret 2010
tercatat sekitar 20.564 kasus AIDS dan 3936 meninggal yang tersebar di seluruh
provinsi. Jumlah tersebut tentu saja diyakini masih jauh dari jumlah penderita yang
sebenarnya, mengingat fenomena gunung es pada penyakit ini. Menurut data Ditjen
PPM dan PL Depkes RI bahwa kasus AIDS terbanyak berasal dari provinsi Jawa
Barat, Jawa Timur, Papua dan DKI Jakarta. Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan
meninggal sebanyak 19,14 % dari total keseluruhan penderita.19
Provinsi Sumatera Utara, termasuk dalam sepuluh besar provinsi dengan kasus
AIDS terbanyak di Indonesia, sampai 31 Maret 2010 tercatat 485 kasus AIDS dan 93
kasus diantaranya meninggal dunia. Dari hasil ini, didapatkan data bahwa jumlah
kumulatif kasus AIDS per seratus ribu penduduk di Sumatera Utara mencapai kisaran
angka 3,71 %.19
Medan menduduki urutan pertama dengan kasus HIV/AIDS terbanyak di
Provinsi Sumatera Utara , tercatat sejak tahun 1994 – April 2009 terdapat 581 orang
penderita AIDS dan 600 orang penderita HIV.20
2.1.2 Etiologi
Kasus AIDS pertama kali ditemukan Centre of Disease Control (CDC) Amerika
serikat tahun 1981 pada lima pemuda homoseksual yang menderita peradangan paru
pneumocystic carinii di California.2 Pada tahun 1983, Luc Montagnier dkk dari
Institut Pasteur Perancis, telah menemukan penyebab AIDS yang disebut
Lymphadenophaty Associated Virus (LAV) karena virus ini dapat menyebabkan
limfadenopati pada penderita. Penelitian mengenai virus penyebab AIDS kemudian
dilanjutkan oleh Robert Gallo, pada Maret 1984, yang menemukan adanya
perkembangan sel yang tetap berlangsung dan produktif
pada pasien setelah
terinfeksi virus, sehingga disebut Human T-cell Lymphotropic Virus Type III (HLTVIII).15 Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga
pada bulan Mei tahun 1986, Komisi Taksonomi WHO (The International Community
on Taxonomy of Viruses) sepakat untuk memberikan nama baru ntuk virus penyebab
AIDS, yaitu HIV. 15
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai
antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan
penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.15 HIV juga
mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi maupun pertumbuhan virus
yang baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat mempercepat replikasi virus
sedemikian hebatnya sehingga terjadi penghancuran limfosit T4 secara besar-besaran
yang akhirnya menyebabkan kelumpuhan sistem kekebalan tubuh. Kelumpuhan
sistem kekebalan tubuh ini mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik
dan keganasan yang merupakan gejala-gejala klinis AIDS.15
Virus ini berbentuk sferikal dengan diameter 120 nanometer dan sekitar 60 kali
lebih kecil dibandingkan sel eritrosit. HIV terdiri atas dua bagian besar yaitu; bagian
inti yang terdiri atas rantai RNA, protein inti, dan enzim reverse transcriptase yang
memungkinkan virus untuk mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA
ke dalam bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel
limfosit yang diserang (memanfaatkan sel limfosit untuk menggandakan diri
menghasilkan virus baru); dan bagian selubung virus yang terdiri dari lipid, dan
glikoprotein gp120 dan gp41.15,16
Gambar 1 : Struktur HIV
Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein
gp120 pada molekul CD4, yang kemudian masuk ke dalam sel hospes melalui fusi
antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp41, yang juga
terdapat pada permukaan membran virus. Terjadilah awal mula infeksi HIV pada
tubuh hospes.15,16
HIV dapat ditemukan pada darah, semen, ASI, dan sekret vagina. Pada cairancairan inilah virus dapat ditularkan. Selain itu, HIV juga dapat ditemukan pada saliva,
air mata, urin, cairan serebrospinal, dan cairan amnion, tetapi tidak bersifat
menularkan.15 Transmisi HIV dapat terjadi melalui kontak atau pencampuran dengan
cairan tubuh yang mengandung virus, seperti: melakukan hubungan seksual yang
tidak aman dengan pengidap HIV, menggunakan jarum suntik atau alat tusuk lain
(akupuntur, tindik, tato) yang telah terkontaminasi virus HIV, kontak kulit atau
membran mukosa dengan darah dan produk darah yang telah terkontaminasi HIV,
menerima transplantasi organ atau jaringan termasuk tulang atau transfusi darah dari
penderita HIV, dan penularan dari ibu hamil pengidap HIV kepada janin saat
kehamilan, proses kelahiran, maupun saat menyusui.2,15,16
2.1.3 Patogenesis penyakit
Menurut The Center of Disease Control (CDC), setelah terpapar HIV, penderita
tidak secara langsung menimbulkan gejala klinis AIDS. Ada beberapa tahapan infeksi
HIV sampai timbulnya manifestasi klinis; yaitu tahap infeksi HIV akut, infeksi HIV
asimtomatik (masa laten) yang tidak menimbulkan gejala, limfadenopati (radang
kelenjar getah bening) yang persisten dan menyeluruh, sampai akhirnya timbul tandatanda penyakit yang menakutkan pada pasien, yaitu tahap AIDS.15,16
a. Infeksi HIV akut
Sekitar dua sampai enam minggu setelah terinfeksi (biasanya dua minggu), akan
terjadi sindrom retroviral akut. Lebih dari setengah orang yang terinfeksi HIV akan
menunjukkan gejala infeksi primer yang bervariasi seperti demam, adenopati,
faringitis, kelainan kulit, diare, sakit kepala, mual dan muntah, hepatosplenomegali,
penurunan berat badan, gangguan jamur di rongga mulut, dan gejala neurologis (nyeri
kepala, nyeri belakang kepala, depresi).15-17 Gejala ini tidak spesifik pada infeksi HIV
saja, tetapi juga akan terjadi pada infeksi retrovirus lain. Setelah dua sampai enam
minggu gejala dapat menghilang disertai serokonversi, dengan atau tanpa
pengobatan.15-17
Setelah terinfeksi HIV, ada saat dimana pemeriksaan serologi antibodi HIV
terhadap pasien menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah ada
dalam tubuh hospes. Fase ini disebut periode jendela (window period), yaitu penderita
sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain walaupun pemeriksaan antibodinya
menunjukkan hasil negatif. Periode ini dapat berlangsung selama tiga sampai dua
belas minggu.16,17
b. Infeksi HIV asimtomatik (masa laten)
Terdapat jeda waktu yang panjang pada pasien, yang mana pasien tidak
mengalami manifestasi fisik dari infeksi, tapi tetap anti-HIV positif. Sebagian besar
pengidap HIV berada pada fase laten ini tidak terlihat gejala pada pasien. Penderita
terlihat sehat, dapat melakukan aktivitas secara normal, namun sudah dapat
menularkan virus kepada orang lain.16,17 Jumlah virus di dalam darah dan jaringan
limfoid pasien berada dalam batas rendah dan jumlah CD4 limfosit masih berada
dalam batas normal. Masa laten klinis ini dapat terjadi selama dua minggu sampai
delapan tahun atau lebih.16,17
c. Limfadenopati persisten yang menyeluruh
Limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening didefinisikan dengan
adanya nodus limfe yang berdiameter lebih dari satu sentimeter pada dua atau
beberapa daerah ekstra inguinal selama lebih dari tiga bulan, tetapi tidak terdapat
penyakit atau kondisi lain selain infeksi HIV yang menjelaskan alasan dari keadaan
tersebut. 16,17
d. Infeksi HIV simtomatik (AIDS)
Pada fase ini terjadi perubahan progresif dalam pengaturan kekebalan tubuh
yang disebabkan oleh limfopenia sel-T, dan berkurangnya fungsi T-cell helper ini
yang mengakibatkan AIDS berkembang sepenuhnya. Penyakit ini ditandai oleh
infeksi-infeksi oportunistik dan kerentanan terhadap bentuk–bentuk kanker tertentu.17
Jumlah CD4 pasien sudah berada pada taraf kritis, hingga dibawah 200sel/ul darah.
4,15,17
Beberapa penyakit yang dapat timbul pada pasien seperti di bawah ini17 :
- Subgrup A : Penyakit Konstitusional
Gejala-gejala seperti demam atau diare yang persisten selama lebih dari satu
bulan atau penurunan berat badan yang lebih dari 10% dari berat ideal pasien sebelum
sakit, yang tidak terdapat infeksi atau penyakit lain yang dapat menjelaskan alasan
keadaan tersebut, selain infeksi HIV/AIDS.
- Subgrup B : Penyakit Neurologi
Banyak pasien yang mengalami simtom neurologi sebelum mengalami tanda
infeksi HIV lainnya. Pada mulanya pasien akan mengalami kehilangan memori, sulit
berkonsentrasi, menarik diri dari pergaulan sosial, dan letargi. Tanda awal tersebut
sering dianggap sebagai suatu depresi dan biasanya diabaikan, sampai akhirnya
berkembang menjadi gangguan yang lebih dramatis seperti demensia yang hebat dan
keterbelakangan psikomotor. Gangguan motoris pada mulanya terlihat dari hilangnya
koordinasi, tremor, langkah yang goyah, dan bahkan dapat berkembang menjadi
ataksia dan paraplegia yang hebat.
- Subgrup C : Penyakit Infeksi Sekunder (Infeksi Oportunistik)
Organisme yang relatif nonvirulen dalam tubuh dapat mengakibatkan infeksi
yang hebat dan mengancam jiwa pada pasien yang sistem imunnya sudah rusak
akibat HIV.
Infeksi oportunistik yang sering dijumpai antara lain Pneumonia
pneumositis cranii, toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, tuberkulosis, kandidiasis
rongga mulut, dan lain sebagainya.
- Subgrup D : Kanker Sekunder
Diagnosis dari satu atau beberapa kanker yang terbukti mempunyai hubungan
dengan infeksi HIV merupakan indikator dari hilangnya imunitas sel sebagai
mediator. Infeksi kanker sekunder yang sering terjadi adalah Sarkoma Kaposi,
limfoma non-Hodgkin, atau limfoma primer dari otak.
- Subgrup E : keadaan lain pada Infeksi HIV
Tanda klinis dari penyakit, yang tidak diklasifikasikan seperti di atas, dapat
berperan pada infeksi HIV dan merupakan indikator dari cacat pada imunitas sel
sebagai mediator pasien, simtom yang berhubungan dengan infeksi HIV termasuk
Pneumositis interstisial limfoid kronis dan simtom-simtomnya, dan penyakit infeksi
sekunder dan neoplasma lain yang tidak tercantum di atas.16
2.1.4 Manifestasi Klinis Penyakit di Rongga Mulut
Pasien yang terinfeksi HIV juga memperlihatkan manifestasi klinis di rongga
mulutnya, yang dapat menunjukkan tanda awal dari infeksi HIV.6,8 Ada banyak
pendapat mengenai pengklasifikasian manifestasi rongga mulut, diantaranya ECClearinghouse yang membagi klasifikasi lesi oral yang berhubungan dengan infeksi
HIV menjadi tiga grup: 5
• Grup I : Lesi yang sering muncul pada infeksi HIV
-
Kandidiasis
o Erytematous
o Pseudomembranous
-
Oral Hairy Leukoplakia
-
Linear Gingivitis Erythema
-
Necrotising (ulcerative) gingivitis
-
Sarkoma Kaposi
-
Non-Hodgkin’s Lymphoma
• Grup II : Lesi yang kadang muncul pada infeksi HIV
-
Bacteria infection
o Mycobacterium avium intercellulare
o Mycobacterium tuberculosis
-
Melanotic Hyperpigmentation
-
Necrotising (ulcerative) stomatitis
-
Penyakit kel.saliva
o Mulut kering akibat berkurangnya suplai saliva
o Pembengkakan unilateral atau bilateral dari kel.saliva mayor
-
Trombositopenia purpura
-
Ulcerasi NOS (Nor Otherwise Specified)
-
Infeksi virus
o Virus herpes simpleks
o Human Papilloma Virus (HPV)
o Condyloma acuminatum
o Verruca vulgaris
-
Varicella –Zoster virus
• Grup III : Lesi yang jarang muncul pada infeksi HIV
o
Infeksi bakteri
o
Actinomyces israelii
o
Escherchia coli
-
Epitheloid (bacilary) angiomatosis (cat-strach disease)
-
Reaksi obat (ulcerative, erythema multiforme, dll)
-
Infeksi jamur selain kandidiasis
-
Neurologic disturbances
-
Recurrent Apthous stomatitis
-
Infeksi virus
o
Cytomegalovirus
o
Molluscom contagius
Manifestasi rongga mulut yang dijumpai dapat berupa : 4-7,16
a. Infeksi Jamur
Kandidiasis oral sejauh ini merupakan tanda di dalam mulut yang paling sering
dijumpai pada penderita AIDS, dan merupakan tanda dari manifestasi klinis pada
penderita kelompok resiko tinggi pada lebih 59% kasus.2 Infeksi jamur rongga mulut
lain juga terlihat pada pasien HIV adalah Histoplasmosis , Cryptococcosis,
Geotrichosis, dan Aspergillosis, tapi dalam jumlah yang relatif kecil.5,16
b. Infeksi virus16
Infeksi karena virus golongan herpes paling sering dijumpai pada penderita
AIDS Related Complex (ARC) dan AIDS. Infeksi ini disebabkan karena penyerangan
secara umum dari sel T dari sistem imun.
Infeksi karena virus dapat disebabkan oleh golongan Herpes simplex Virus
(HSV), virus varicella zoster (VZV), EBV maupun cytomegalo-virus (EMV).
1.
Stomatitis herpertiformis
Disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV). Pada penderita AIDS, insiden
infeksi HSV tipe II ini cukup tinggi, sedangkan pada penderita dengan penurunan
imunitas, infeksi HSV biasanya bersifat rekuren.
Pada penderita AIDS, lesi berbentuk vesikel akan dengan cepat menjadi ulkus
yang cukup besar dengan diameter 0,5 - 3 cm. Ulkus berbentuk kepundan dengan tepi
yang menonjol dan tidak teratur, berwarna merah, ditutupi oleh lapisan putih keabuabuan. Jika lesi ini tidak diobati, lesi akan menjadi besar dan makin terasa sakit. Pada
penderita AIDS, lesi herpes simpleks juga dapat dijumpai di daerah perianal dan
nasolabial.16
2. Herpes zoster
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella zoster dan biasanya lebih jarang
ditemukan daripada infeksi karena HSV. Namun bila ditemukan adanya herpes zoster
orofasial, ini biasanya merupakan indikator dari prognosa yang buruk.16
3. Oral Hairy Leukoplakia
OHL adalah lesi mulut yang merupakan indikator dari infeksi HIV stadium
lanjut dan merupakan tanda patognomotik dari AIDS. OHL ini dapat dijumpai pada
semua penderita dari berbagai golongan resiko .16
Secara klinis OHL tampak sebagai lesi putih, tidak dapat dilepas, terutama
mengenai sisi lateral dan ventral lidah, namun terkadang mengenai permukaan
mukosa lainnya. Bentuk lesi yang seperti rambut disebabkan karena hiperplasia epitel
yang padat dan dapat mempunyai panjang sekitar satu cm. Infeksi ini dapat
ditumpangi oleh jamur kandida dan biasanya asimtomatik.16
Menurut berbagi laporan hasil penelitian, biasanya satu dari tiga kasus OHL
akan berkembang menjadi AIDS. Oleh karena itu keberadaan OHL merupakan
indikator penting untuk memperkirakan diagnosa dengan tetap mempertimbangkan
kondisi lainnya. Walaupun demikian, OHL juga dapat ditemukan pada individu
dengan kelainan imunologi tanpa antibodi HIV, misalnya pada pasien yang mendapat
transplantasi sumsum atau ginjal.9,16
c. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri yang biasanya mengenai jaringan periodontal, dapat berupa
Gingivitis Ulseratif Nekrosis Akut (GUNA), gingivitis HIV, maupun periodontitis
HIV. GUNA sering ditemukan pada pasien HIV, lesi ditandai oleh gusi yang
mendadak sakit, merah padam, bengkak, berdarah, dan halitosis pada pasien. Papila
interdental menghilang, berulserasi, dan tertutup oleh kulit nekrosis yang berwarna
keabuan. 1,2
Gingivitis HIV ditandai oleh eritema gusi kronis yang dapat terjadi pada
maksila ataupun mandibula, perdarahan ketika menggosok gigi, rasa sakit dan
halitosis.1,2 Linear Gingivitis Eritema juga dapat ditemukan pada daerah anterior
pasien HIV/AIDS.1
Periodontitis HIV merupakan penyakit periodontal yang berlangsung secara
progresif, merupakan indikator awal yang dapat ditemukan pada infeksi HIV.1,2
Infeksi bakteri ini ditandai oleh sakit dan perdarahan gusi spontan, nekrosis dan
pembentukan kawah pada papila interdental, edema gusi dan eritema hebat, resesi
gingival yang cepat, kerusakan tulang yang sangat cepat dan tidak teratur (sampai
sepuluh millimeter dalam enam bulan), penyembuhan luka yang terlambat dan
penyebaran cepat ke daerah sekitarnya.1
d. Neoplasma
Sarkoma Kaposi yang berhubungan dengan AIDS tampak sebagai penyakit
yang lebih ganas dan biasanya telah menyebar pada saat dilakukan diagnosa awal.
Kira-kira 40% penderita AIDS dengan Sarkoma Kaposi akan meninggal dalam waktu
kurang lebih satu tahun dan biasanya disertai infeksi oportunistik lain, seperti
Pneumositis carinii, jamur, virus, dan bakteri.2
Sarkoma Kaposi pada mulut awalnya terlihat sebagai makula, nodul dan plak
yang datar atau menonjol, biasanya berbentuk lingkaran dan berwarna merah atau keunguan. Lesi ini terletak pada palatum dengan besar dari beberapa millimeter sampai
beberapa sentimeter. Bentuknya tidak teratur, dapat tunggal atau multipel dan
biasanya asimtomatik, sehingga baru disadari oleh pasien bila lesi sudah agak besar.
Sarkoma Kaposi juga dapat ditemukan di kulit kepala dan leher.1,2
Limfoma sel B non-Hogkins dan karsinoma sel skuamosa juga sering dikaitkan
dengan infeksi HIV. Limfoma sel B non-Hogkins tampak sebagai massa ungu yang
difus, dan cepat berproliferasi pada daerah palatum retromolar. Karsinoma sel
skuamosa sering dijumpai berupa lesi putih kemerahan atau berulserasi pada tepi
lateral lidah.1,2
e. Kelainan lain di dalam mulut
Kelainan-kelainan ini tidak diketahui sebabnya, dapat timbul berupa: stomatitis
apthosa rekuren (terutama tipe mayor), ulkus nekrotik yang meluas sampai ke fausia,
xerostomia, pembesaran kelenjar parotis (terutama pada penderita AIDS anak),
idiopatik
trombositopenia
purpura,
palsi
wajah,
hiperpigmentasi
mukosa,
limfadenopati submandibula, hiperpigmentasi melanotik, penyembuhan luka yang
lama, dan dapat juga terjadi deformasi wajah pada bayi yang baru lahir. 2
Pada pasien HIV dapat juga ditemukan flora bakteri yang tidak umum dalam
rongga mulut pasien. Bakteri yang paling umum diisolasi adalah flora pernafasan dan
coliform, seperti spesies Klebsiella dan Escherichia coli. Infeksi oleh organisme ini
sering menyebabkan perubahan lidah yang difus, eritematus dan berulserasi, yang
dapat menyebabkan gejala glositis.1
2.2 OHL pada Pasien HIV/AIDS
OHL adalah lesi mulut yang merupakan indikator dari infeksi HIV stadium
lanjut dan merupakan tanda patognomonik dari AIDS. OHL ini dapat dijumpai pada
semua penderita dari berbagai golongan resiko. 16
2.2.1 Epidemiologi
OHL adalah manifestasi awal infeksi HIV . Hal ini terbukti dengan banyaknya
peneliti yang menemukan kasus OHL pada penderita HIV. OHL dapat ditemukan
pada sekitar 17,3 – 32% penderita HIV positif dan menurut penelitian dari 217 pasien
yang terinfeksi HIV 40 pasien atau sekitar 18,5%. Greenspan dkk melaporkan dari 55
pasien HIV terdapat 98% OHL di lateral lidahnya dan 83% pasien OHL dalam 31
bulan berkembang menjadi AIDS. 9, 13
Infeksi HIV mempunyai masa inkubasi yang sangat lama yaitu sekitar 5-10
tahun. Hal ini disebabkan oleh karena pada saat masuk ke dalam tubuh, HIV akan
menyerang dan merusak sel CD4 T-Helper limfosit yang berfungsi mengatur sistem
imun tubuh.9 Jumlah sel CD4 yang kadar normalnya dalam darah sekitar 800-1200
sel / mm3 akan menurun, proses ini memakan waktu yang cukup lama, sehingga pada
tahap awal belum ada gejala yang spesifik. Biasanya setelah jumlah sel CD4 turun
sampai 250-300 sel/mm3 maka pada saat bersamaan baru timbul infeksi oportunistik
dan plasma virus tampak dalam darah. 9
Manifestasi infeksi oportunistik dengan persentase kematian yang tinggi baru
terjadi jika jumlah sel CD4 turun dibawah 100 sel/mm3. Bila jumlah sel CD4 turun
dibawah 50 sel/mm3 maka penderita hanya mempunyai waktu 12 bulan untuk
bertahan hidup.
Menurut Glick biasanya OHL timbul pada saat jumlah sel CD4 turun dibawah
300 sel/mm3. OHL dapat digunakan sebagai indikator adanya seroposif HIV yang
merupakan petunjuk terjadinya penurunan sistem kekebalan tubuh serta merupakan
suatu indikator berkembangnya infeksi HIV dengan cepat.9,11,13 OHL biasanya timbul
pada fase intermediate immune depletion atau pada saat jumlah sel CD4 turun
diantara 500-200 sel/mm3.9
Terapi anti retroviral dan anti herpesviral dapat mengurangi prevalensi OHL.
Terbukti sejak era Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) berlangsung
prevalensi OHL menurun.12
2.2.2 Patogenesis
OHL diduga disebabkan oleh virus, karena ditemukannya EBV pada infeksi ini.
Walaupun demikian penemuan ini belum dapat dibuktikan secara pasti karena EBV
ini juga dapat diisolasi dari jaringan mulut yang normal.16
OHL sama sekali tidak memberikan respon pada terapi antijamur, tapi
memberikan respon yang baik dengan terapi anti virus seperti acyclovir, dan hal ini
menunjukkan bahwa penyebab utama dari OHL adalah virus. EBV adalah virus yang
termasuk kedalam golongan virus herpes, yang tersebar luas di seluruh dunia dan
menginfeksi sejak manusia lahir.9 Di beberapa daerah termasuk Amerika, sekitar 90%
orang dewasa sudah mempunyai antibodi terhadap EBV dan di negara-negara
berkembang infeksi primer sudah mengenai lebih dari 90% anak-anak dibawah usia 6
tahun dan biasanya infeksi primer tidak menunjukkan gejala.9
OHL disebabkan oleh autoinokulasi EBV melalui saliva dan ada hubungannya
dengan imunosupresi yang biasanya disebabkan oleh infeksi HIV. EBV yang telah
menginfeksi epitel akan menetap secara laten dan secara periodik akan menjadi aktif.
Genom EBV yang berada pada sel inang umumnya dalam bentuk laten episome.
Penelitian membuktikan bahwa replikasi EBV di dalam sel-sel lidah hanya dijumpai
pada penderita imunosupresi yang berat.9
Biasanya infeksi primer EBV terjadi pada awal kehidupan atau selama usia
belasan tahun dan umumnya berbentuk infeksi subklinis, dan 50% diantaranya
menunjukkan gejala infeksi mononukleusis. Selama infeksi primer, virus disekresikan
dalam jumlah yang kecil dan berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas dalam
orofarings.9
Pada tubuh yang sehat ada keseimbangan antara replikasi EBV dengan
penghancuran EBV oleh sel sistem imun seperti Limfosit-T sehingga tidak
menimbulkan gejala. Pada penderita AIDS, keseimbangan tidak mungkin tercapai
sehingga EBV berubah sifat dari organisme komensial menjadi patogen. Hilangnya
kemampuan sel T karena infeksi HIV, menyebabkan EBV mendapat kemampuan
untuk menghadapi fase produktif dan siklus kehidupan yang tidak terkendali.9
2.2.3 Gambaran klinis
OHL tampak sebagai lesi putih seperti leukoplakia, namun memiliki gambaran
klinis yang unik. Bentuk lesi tidak teratur, bercak sedikit menonjol, dan warna putih
keabu-abuan, dengan pertumbuhan keratin seperti rambut pada batas lateral lidah,
sehingga dinamakan OHL. Bentuk lesi seperti rambut disebabkan oleh hiperplasia
epitel yang padat sepanjang 1cm pada permukaan parakeratotik yang terbukti ada
secara histologis. Permukaan lesi terkadang berombak dan bergelombang
memberikan gambaran seperti permukaan karpet yang kasar. Pada umumnya lesi
tidak dapat hilang dengan diusap atau digosok.9,21
OHL menunjukkan adanya lipatan-lipatan tegak vertikal yang putih pada sisi
lateral lidah. Pada awalnya lesi-lesi tersebut mempunyai lipatan-lipatan agak putih
dan berlekuk-lekuk merah muda disekitarnya yang saling bergantian sehingga tampak
garis vertikal yang khas atau bercak-bercak putih tebal yang luas, sedangkan lesi yang
lama dapat menutup seluruh lateral dan permukaan dorsal lidah dan meluas ke
mukosa pipi dan palatum.9,12,22
Gambar 2: OHL pada lateral lidah penderita AIDS
OHL biasanya ditemukan pada bagian lateral lidah dan seringkali bilateral,
kadang-kadang mengenai bagian dorsal lidah, tapi jarang ditemukan pada mukosa
pipi, mukosa bibir, dasar mulut palatum lunak, mukosa orofaring.9,12,22
2.2.4 Gambaran Histopatologis
OHL memperlihatkan gambaran histopatologis yang bervariasi pada jaringan
epitel seperti infeksi virus lainnya. Tampak hiperkeratosis yang menghasilkan
permukaan keratin bergelombang atau kerutan. Lapisan permukaan yang mengelupas
meninggalkan pengerasan atau penonjolan dalam bentuk lipatan yang khas seperti
rambut. Istilah “hairy” berasal dari gambaran proyeksi keratin dan epitel squamosa
yang memberi gambaran seperti kulit lunak berwarna putih pada permukaan lidah.
Gambaran ini terjadi akibat proliferasi EBV di lapisan epitel skuamosa lidah.12,21,22
Gambaran akantolitik pada epitel bervariasi dari gelembung, bengkak, atau
membentuk sel-sel balon. Biasanya dijumpai setempat atau dapat meliputi hampir
seluruh pertengahan lapisan spinosum. Sel-sel balon terlihat sendiri-sendiriatau
berkelompok dilapisan spinosum, superbasal, atau pada permukaan.12,21,22
Atipia sel seperti hiperkromatik sel basal dan mitosis abnormal merupakan
perubahan displasia yang mengarah terjadinya keadaan prakanker, tetapi hal ini
jarang terjadi. Peradangan epitel dan subepitel jarang dijumpai, kadang-kadang
terlihat adanya infiltrasi sel-sel mononuclear pada jaringan subepitel. Hal ini
disebabkan jamur kandida. Hifa Candida albicans dapat meluas ke lapisan
permukaan epitel. Sel-sel spinosum menggelembung, menghasilkan degenerasi balon,
koilitosis, perpindahan kromatin ke daerah tepi, dan daerah peradangan ringan. 12,21,22
Gambaran seperti rambut pada OHL terjadi karena proliferasi EBV dilapisan
epitel skuamosa lidah. Hal lain diungkapkan oleh Silverman bahwa vakuol sel pada
OHL sering dianggap sebagai koilosit yaitu sel-sel yang mengindikasikan adanya
infeksi virus. Menurut Greenspan, adanya benda inklusi dalam sel epitel atau adanya
homogenisasi pada sel keratinosit dari lesi OHL diyakini sebagai tanda spesifik untuk
EBV dan digunakan sebagai petunjuk adanya infeksi virus disamping tanda-tanda
seperti vakuolisasi sitoplasma sel, homogenisasi dan zona perinuklear. Menurut
Pindborg, sel epitel mukosa mulut yang membesar dan membalon pada OHL
mencerminkan sel epitel yang mengalami hambatan pada tahap awal mitosis.21,22
Gambar 3: Gambaran histopatologi OHL pada pasien HIV . 23
Gambar 4 : EBV laten pada OHL 23
2.2.5 Perawatan
Perawatan OHL sendiri cukup sulit karena lesi sering kali rekuren jika
pemakaian obat dihentikan dan biasanya lesi rekuren kembali ditempat yang sama.9,24
Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik maupun lokal. Secara sistemik
pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian terapi antiviral sistemik dan akan
menunjukkan hasil yang baik setelah terapi 1-2 minggu.12,24 Sedangkan secara lokal,
pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian podophyllum resin 25% solution yang
saat ini menjadi pilihan terbaik karena obat ini memberikan periode waktu rekurensi
yang lama, selain itu obat ini lebih murah dan efek sampingnya sedikit.9,24
Pengobatan OHL pada penyakit AIDS saat ini masih berupa pengobatan
suportif untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak terjadi infeksi oportunistik dan
pengobatan dengan obat-obat anti retrovirus tidak dapat membunuh semua virus,
sifatnya hanya menghambat perjalanan penyakit saja.9,12
Download