76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Seperti umumnya negara Amerika Latin, Bolivia masih mengalami kemelaratan dan ketimpangan sosial yang diwarisi sejak zaman kolonial Spanyol. Kaum elit keturunan Spanyol mengendalikan pemerintahan dan menguasai sebagian besar kekayaan negara, sementara kaum penduduk asli yang merupakan kelompok mayoritas hidup miskin dan terdiskriminasi. Belakangan, kebijakan pasar terbuka yang dipaksakan oleh AS dan organisasi-organisasi macam WTO, World Bank, dan IMF malah semakin memperparah kemiskinan negara tersebut. Produk-produk impor membanjiri Bolivia, sementara perusahaan-perusahaan asing mengendalikan pertambangan dan sektor-sektor ekonomi penting di negara tersebut. Bolivia juga tidak berkutik ketika dipaksa AS memusnahkan koka, tanaman penting bagi penduduk asli Bolivia, dengan dalih untuk memerangi narkotika. Akan tetapi, semua itu mulai berubah sejak Evo Morales terpilih sebagai Presiden Bolivia tahun 2006. Evo Morales merupakan presiden pertama Bolivia yang berasal dari golongan penduduk asli Indian. Morales berjanji untuk mengangkat kembali harga diri bangsa Bolivia dan menciptakan kesejahteraan rakyat yang lebih merata, antara lain dengan memperjuangkan legalisasi koka, menuntut distribusi yang lebih besar dari hasil berbagai aktivitas tambang Bolivia, melaksanakan program- 77 program kerakyatan seperti pendidikan dasar gratis, sarapan gratis untuk muridmurid sekolah, pelayanan gratis untuk ibu hamil, dan pelatihan kerja untuk para pemuda. Latar belakang Morales sebagai petani koka yang tertindas menumbuhkan sikap anti-AS dan anti-kapitalis dalam dirinya. Menurut Morales, AS dan sekutu-sekutunya terlalu mendominasi politik dan ekonomi Bolivia. Untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya, Bolivia harus terpilih dahulu memutus ketergantungannya terhadap AS dan kapitalisme global. Berkaca dari pengalaman Venezuela yang telah terlebih dahulu melakukan perlawanan terhadap dominasi kapitalisme global, Morales yakin Bolivia juga dapat melakukan hal serupa. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara maju, langkah yang dipilih Morales adalah dengan memperkuat kerjasama dengan sesama negara berkembang. Kemiripan ideologi anti-kapitalis mendorong Bolivia ikut bergabung dengan aliansi Venezuela-Kuba, dua negara yang sebelumnya tidak pernah memiliki hubungan yang begitu intens dengan Bolivia. Venezuela memberikan banyak sekali bantuan kepada Bolivia, mulai dari bantuan dana untuk program-program kerakyatan, pelatihan untuk industri hidrokarbon, investasi untuk psbrik pengolahan koka, hingga bantuan militer untuk menjaga daerah perbatasan. Sementara Kuba mengirimkan para dokter dan gurunya ke Bolivia untuk membantu meningkatkan standar kesehatan dan pendidikan di negara tersebut. Bolivia juga menjalin hubungan yang lebih intens dengan Brazil dan Argentina, dua negara utama penggerak ekonomi Amerika Selatan sekaligus 78 konsumen utama gas alam Bolivia. Hubungan Bolivia dan Brazil sempat memanas ketika Morales menasionalisasi tambang gas Bolivia yang dikelola perusahaan Brazil, tetapi ketergantungan Brazil terhadap gas Bolivia membuat perseteruan tersebut tidak berlangsung lama. Malah selanjutnya Brazil terus mendukung pemerintahan Morales dengan memperbesar aktivitas perdagangan dan memberikan berbagai bantuan dan dukungan diplomatik, begitupula dengan Argentina. Hubungan Bolivia dan Chile masih mengalami pasat surut akibat belum adanya kesepakatan mengenai wilayah pesisir Pasifik yang diperebutkan kedua negara tersebut. Sementara itu, persekutuan yang lebih erat telah dibangun antara Bolivia dan Peru. Peru bahkan mengizinkan Bolivia membangun pelabuhannya sendiri di salah satu kawasan pesisir Peru. Di tingkat regional, Bolivia mengikuti hampir semua blok kerjasama regional yang melibatkan negara-negara Amerika Selatan, seperti CAN, ALADI, UNASUR, dan ALBA. Tiap-tiap blok memiliki tujuan yang berbeda-beda, misalnya UNASUR cenderung menginginkan adanya liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, sementara ALBA menolak adanya perdagangan bebas dan lebih mementingkan perlindungan industri domestik dan pemenuhan kebutuhan sosial seperti pemberantasan buta huruf dan perlindungan lingkungan hidup. Bolivia sendiri mengikuti hampir semua blok kerjasama tersebut dengan tujuan mendapat keuntungan dari tiap-tiap bentuk kerjasama yang diikuti, misalnya Bolivia dapat memaksimalkan aktivitas perdagangannya dengan UNASUR, sekaligus dapat mewujudkan pembangunan yang berkeadilan sosial bersama ALBA. 79 Bolivia juga menjalin aliansi dengan sejumlah negara berkembang lain di luar Amerika Latin. Persamaan pandangan anti-Amerika telah mendorong terbentuknya kemitraan strategis antara Bolivia dan Iran, dua negara yang terpisah jauh dan tidak memiliki kedekatan sejarah, budaya, dan agama. Tidak sedikit subsidi yang diberikan Iran kepada Bolivia, yang digunakan antara lain untuk membangun pabrik susu, pabrik semen, dan rumah sakit. Kerjasama antara Bolivia dengan Rusia dan China juga terjalin lebih erat. Kepentingan kedua negara raksasa tersebut apalagi kalau bukan cadangan gas alam, dimana Rusia dan China telah menanamkan investasi dalam jumlah besar untuk ikut mengembangkan industri tersebut. Selain itu Rusia dan China juga banyak memberikan bantuan teknik seperti bantuan persenjataan dan peluncuran satelit. Banyaknya dukungan dari negara-negara berkembang tersebut semakin memantapkan Morales mulai melancarkan aksi-aksinya untuk membendung hegemoni kapitalisme global. Bolivia menasionalisasi lahan-lahan tambangnya yang dikuasai korporasi asing, dimana korporasi asing harus menyerahkan 82% dari keuntungan tambang kepada pemerintah pusat. Bolivia juga menasionalisasi sektor-sektor ekonomi lain seperti listrik, air, dan telekomunikasi. Kemudian Bolivia untuk pertama kalinya menolak permintaan AS untuk memberantas penanaman koka. Morales bahkan mempromosikan kegunaan tanaman koka di hadapan forum PBB, sebagai bentuk protes terhadap aksi “perang narkotika” yang dilancarkan AS. Di fora internasional, Bolivia juga mengkritik negara-negara industri yang terlihat tidak serius dalam memerangi pemanasan global. Morales menunjukkan komitmennya dalam pelestarian lingkungan dengan mengeluarkan 80 hukum The Law of the Rights of Mother Earth. Morales juga menghimbau negaranegara maju untuk menghapus utang negara-negara berkembang. Aksi paling radikal dari Morales barangkali adalah dengan berani mengusir Dubes AS keluar dari Bolivia karena diduga terlibat dalam aksi kudeta untuk menurunkan Morales pada tahun 2008, Tindakan ini kemudian dibalas AS dengan mengusir dubes Bolivia di negaranya. Selain itu Bolivia juga mengusir personil DEA dari Bolivia dan menolak keberadaan USAID di Bolivia. Hubungan Bolivia-AS mulai mencair setelah Barack Obama terpilih sebagai presiden. Tanggal 7 November 2012 kedua negara bersepakat untuk menormalisasi hubungan bilateral dan kembali saling menempatkan duta besar. Tetapi setelah normalisasi hubungan tersebut, belum ada lagi perkembangan yang signifikan dari hubungan kedua negara tersebut. Bentuk perlawanan lain Bolivia terhadap hegemoni AS adalah dengan mengakui kedaulatan Palestina dan menentang intervensi NATO pada saat Arab Spring menerjang Libya. Selama hampir enam kepemimpinannya, pemerintahan Morales telah terbukti mampu meningkatkan taraf hidup penduduk Bolivia. Berbagai data menunjukkan bahwa volume ekspor dan impor Bolivia telah meningkat pesat selama enam tahun terakhir. Bolivia juga berhasil mendiversifikasi destinasi ekspornya, sehingga tidak lagi bergantung kepada pasar ekspor AS dan Eropa. Hal ini berpengaruh kepada meningkatnya GDP, pertumbuhan GDP, dan GDP per kapita Bolivia. Meningkatnya kualitas hidup Bolivia juga dapat dilihat dari angka harapan hidup, means years of schooling, dan HDI Bolivia. 5.2 81 Saran Perbaikan ekonomi yang telah dicapai Bolivia melalui kebijakan-kebijakan luar negeri ala Chavismo-nya ini menjadi bukti suatu negara berkembang mampu melepaskan diri dari ketergantungan kapitalisme global dengan cara memperkuat kerjasama Selatan-Selatan. Pengalaman Bolivia ini hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi negara-negara berkembang lain untuk bisa melepaskan diri dari eksploitasi para kapitalis global melalui langkah-langkah serupa. Rencana negara-negara Dunia Ketiga untuk saling memperkuat kerjasama sebenarnya sudah digagas sejak puluhan tahun yang lalu, misalnya dengan dibentuknya Gerakan Non-Blok pada masa Perang Dingin. Akan tetapi blok kerjasama tersebut tampaknya kurang berhasil untuk menjadikan negara-negara berkembang independen secara politik dan ekonomi. Hal ini tampaknya dikarenakan pada masa Perang Dingin banyak negara berkembang yang baru saja merdeka dan secara ekonomi masih jauh dari kata mapan. Tetapi saat ini, banyak negara berkembang telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Bahkan sejumlah negara telah muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di kawasan masing-masing, seperti India di kawasan Asia Selatan dan Afrika Selatan untuk Benua Afrika. Seharusnya sudah menjadi lebih mudah bagi negara-negara Dunia Ketiga untuk mencapai kemakmuran nasional dengan cara memaksimalkan kerjasama regional. Hal ini tentunya harus didukung dengan pemerintahan yang tegas dan tidak korup.