TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Menurut Steenis

advertisement
5
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jagung
Menurut Steenis (2003), tanaman jagung diklasifikasikan dalam Kingdom:
Plantae,Divisio:Spermatophyta,Subdivisi:Angiospermae,Kelas:Monocotyledonae,
Ordo : Poales, Famili : Poaceae, Genus : Zea, Spesies: Zea mays L.
Tanaman jagung termasuk tanaman semusim (annual), berbatang tinggi,
tegak dan biasanya tunggal dominan walaupun ada beberapa tunas (anakan),
kedudukan daunnya distik (dua baris daun yang keluar dalam kedudukan
berselang), dengan pelepah daun yang saling bertindih-tindih dan daun-daunnya
lebar dan relatif panjang (Fisher dan Goldsworthy, 1996).
Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal
dan akar udara. Akar seminal tumbuh pada saat biji berkecambah, sementara akar
koronal tumbuh ke arah atas dari jaringan batang setelah plumula muncul. Akar
udara merupakan akar yang tumbuh dari buku – buku di atas permukaan tanah,
tetapi dapat masuk ke dalam tanah. Sistem perakaran ini berfungsi untuk
mengisap air serta garam – garam yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat
organik
serta
senyawa
yang
tidak
diperlukan,
dan
alat
pernafasan
(Fisher dan Goldsworthy, 1996).
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas, tidak
bercabang. Ruas-ruas berjajar secara vertikal pada batang jagung. Pada tanaman
jagung
yang
sudah
tua,
jarak
antar
ruas
semakin
berkurang.
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas. Tanaman jagung
umumnya tidak bercabang. Batang memiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat daun
6
dan sebagai tempat pertukaran unsur hara. Unsur hara dibawa oleh pembuluh
bernama xilem dan floem. Floem bergerak dua arah dari atas kebawah dan dari
bawah ke atas. Floem membawa sukrosa menuju seluruh bagian tanaman dengan
bentuk cairan (Fisher and Goldsworthy, 1996).
Daun tanaman terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun
memanjang dengan ujung daun runcing. Kemiringan daun sangat bervariasi antar
genotip dan kedudukan daun yang berkisar dari hampir datar sampai tegak.
Kemiringan daun akan mempengaruhi intersepsi cahaya yang akhirnya akan
menentukan produktifitas tanaman (Sutoro dkk, 1994).
Tanaman jagung berumah satu (monoecus), yaitu bunga jantan terbentuk
pada ujung batang dan bunga betina terletan daun di bagian tengah batang pada
salah satu ketiak daun. Tanaman jagung bersifat protandry, yaitu bunga jantan
matang lebih dahulu 1-2 hari daripada bunga betina. Letak bunga jantan dan
bunga betina terpisah, sehingga penyerbukan tanaman jagung bersifat menyerbuk
silang (cross pollination). Pada bunga betina terdapat sejumlah rambut yang
jumlahnya cukup banyak (sesuai dengan jumlah biji yang ada pada tongkol).
Bunga betina (tongkol) hanya siap dibuahi dalam waktu tiga hari saja
(Poehlman,1987).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok - kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seed coat), endosperm dan embrio
(Fisher dan Goldsworthy, 1996).
7
Bentuk biji ada yang bulat, berbentuk gigi/pipih sesuai dengan
varietasnya. Warna biji juga bervariasi antara lain kuning, putih, merah/orange,
dan merah hampir hitam (Tobing, dkk, 1995).
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan
kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian
utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah
embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air ; (b) endosperm, sebagai
cadangan makanan, mencapai 75 % dari bobot biji yang mengandung 90 % pati
dan 10 % protein, mineral, minyak dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur
tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum dan koleoptil
(Tobing dkk, 1995).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan dengan
temperatur antara 14-300C pada daerah dengan ketinggian sekitar 2200 m di atas
permukaan laut (dpl). Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan
curah hujan dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah
mencapai 100 mm/bulan. Sehingga perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan
distribusinya selama 10 tahun terakhir agar waktu tanam dapat ditentukan dengan
tepat (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
o
o
Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu 21 C dan 27 C, dan
berlangsung sangat lambat atau gagal berkecambah pada suhu tanah lebih rendah
o
dari 10 C. Setelah berkecambah, pertumbuhan bibit dan tanaman dapat
8
o
o
berlangsung pada kisaran suhu 10 C hingga 40 C tetapi terbaik pada suhu antara
o
o
21 C dan 30 C. Suhu rendah sangat menghambat pertumbuhan, khususnya setelah
mulai tumbuh bunga jantan (terseling) (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam
awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari,
tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil
biji yang tidak optimal (Sihotang, 2010).
Tanah
Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan
baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutaman
nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak
(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekitar 5,5-7,0.
Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung
dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah dengan maksud untuk
mencegah keganasan erosi yang terjadi pada waktu hujan lebat (Subandi,1988).
Varietas.
Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh
setiap sifat (morfologi, sitologi, kimia, dll) yang nyata untuk usaha pertanian dan
bila dproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari
yang lainnya (Sutopo, 1998).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu
lingkungan untuk mendapatkan genotip unggul pada lingkungan tersebut. Pada
9
umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap
genotip. Respon genotip terhadap faktor ingkungan ini biasanya terlihat dalam
penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001).
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada
suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat
tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan
keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat
perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang
digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Penggunaan varietas unggul (baik hibrida maupun komposit) mempunyai
peranan penting dalam upaya peningkatan produktivitas jagung. Memilih varietas
hendaknya melihat deskripsi varietas, terutama potensi hasilnya, ketahanan
terhadap hama maupun penyakit, ketahanannya terhadap kekeringan, tanah
masam, umur tanaman, warna biji dan disenangi baik petani maupun pedagang
(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Varietas jagung berdasarkan genotipenya digolongkan menjadi 2, yaitu
bersari bebas (komposit) dan hibrida. Varietas bersari bebas dicirikan dengan
adanya penyerbukan acak (random mating) antar tanaman dalam varietas,
sehingga merupakan satu populasi. Varietas bersari bebas dibentuk dari beberapa
galur murni atau berbagai plasmanutfah. Sedangkan varietas hibrida adalah F1
persilangan antara dua tetua, dimana tetua dapat berupa galur murni, hibrida
silang
tunggal,
dan
(Zubachtirodin dkk, 2007).
varietas
atau
populasi
bersari
bebas
10
Pupuk Organik “Green Giant”
Pupuk adalah setiap bahan organik ataupun anorganik, alam atau buatan,
mengandung satu atau lebih unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
normal tanaman yang dapat diberikan kepada tanah atau tanaman yang dapat
diaplikasikan melalui daun atau bagian tanaman lainnya dan merupakan kunci
dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan
unsur yang habis terisap tanaman (Damanik, dkk, 2010).
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan
alami daripada bahan pembenah buatan/sintetis, membantu dalam mencegah
terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah. Pupuk organik memacu
dan meningkatkan populasi mikrobia di dalam tanah jauh lebih besar daripada
hanya diberikan dengan pupuk kimia (Sutanto, 2002).
Pemanfaatan bahan organik pada usaha tani merupakan salah satu
alternatif yang tepat dan perlu mendapat perhatian yang besar untuk
mempertahankan bahan organik tanah sebab sebagian besar lahan pertanian
intensif di Indonesia berkadar bahan organik rendah di samping mahalnya pupuk
anorganik (Urea, ZA, SP36, dan KCl). Bahan organik dalam tanah akan
mengalami dekomposisi dan menghasilkan humus yang akan menjadi sumber
hara bagi tanaman terutama N,P,K dan unsur hara mikro lainnya yang sangat
dibutuhkan tanaman (Syafruddin dkk, 2000).
Pemberian pupuk yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Sifat pupuk N umumnya mudah larut
dalam air sehingga mudah hilang baik melalui pencucian maupun penguapan.
Untuk mengurangi kehilangan N, pemberian pupuk N sebaiknya diberikan secara
11
bertahap, sebab hasil yang diperoleh lebih besar daripada pupuk N yang berasal
dari urea yang diberikan sekaligus (Ridwan, 2009).
Pupuk organik sebaiknya diberikan lebih awal sebelum bertanam karena
pupuk ini mempunyai sifat sukar larut atau lambat larut dalam air. Hal ini berguna
untuk memberi kesempatan pada pupuk untuk melarut dan pada waktunya nanti
dapat segera digunakan tanaman sedangkan pupuk yang bersifat mudah larut
dalam air dapat diberikan pada saat bertanam ataupun setelah tanaman tumbuh
(Damanik, dkk, 2010).
Pupuk organik Green Giant berbentuk pelet mengandung unsur hara
lengkap dengan kapasitas tukar kation yang tinggi yang akan meningkatkan
ketersediaan unsur hara tanaman. Pupuk Green Giant mengandung unsur hara
makro, seperti N = 3%, P = 5%, K = 3%, Ca = 6,81%, Mg = 0, 88%, S = 0,95%,
dan Na = 0, 48%; serta unsur hara mikro Fe = 0,82%, Zn = 0,15%, Mn = 0,10%,
B = 0,11%, Cu = 94,94 ppm, Mo = 15,03 ppm, Se = 0,21 ppm
(Pupuk organik, 2012).
Beberapa kegunaan pupuk organik Green Giant adalah :
- Melepas unsur hara secara konstan, cocok untuk tanaman tahunan karena
menghemat penggunaan hara tanah, sehingga memperpanjang umur produktif
tanah
- Menyediakan seluruh unsur hara mineral dan asam amino protein yang
dibutuhkan tanaman dan dapat meningkatkan pH tanah
- Mencegah degradasi tanah karena kerusakan struktur (pemampatan)
- Mengembalikan keseimbangan tanah dan mempertahankan unsur hara dalam
tanah dalam waktu lebih lama
12
- Mempertahankan kelembaban tanah sehingga berguna dalam meningkatkan
ketegaran tanaman di lahan kering
- Mengefektifkan
pemakaian
pupuk
kimia,
karena
pupuk
ini
dapat
meminimalisir kehilangan pupuk kima akibat pencucian dan meningkatkan
ketersediaan pupuk kimia di zona perakaran, dimana penggunaannya juga
dapat dicampur dengan pupuk kimia
- Aman terhadap tanaman, lingkungan dan pemakai
- Bebas bibit hama penyakit dan biji gulma karena proses pembuatannya dengan
sterilisasi
(Pupuk organik, 2012).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien
yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan
fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi
tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi
terhadap produktivitas yang tinggi (Fehr, 1987).
Dari segi pemuliaan pengujian genotipe pada suatu lingkungan tertentu
sangat diperlukan informasi genetik. Keberhasilan seleksi ditentukan oleh nilai
duga heritabilitas dan variabilitas. Menurut Pinaria et al. (1995), pemilihan/seleksi
pada suatu lingkungan akan berhasil bila karakter yang diamati menunjukkan nilai
duga heritabilitas yang tinggi dan variabilitas yang luas. Pada karakter yang
mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi, menunjukkan bahwa pengaruh
genetik lebih berperan dibanding pengaruh lingkungan. Selain hal tersebut
informasi keeratan (korelasi) antara karakter komponen hasil dengan hasil juga
13
diperlukan. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi, semakin erat hubungan antara
kedua karakter tersebut (Saleh, dkk, 2005).
Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi
pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu
karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai
heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan
dibandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi,
maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya
(Alnopri, 2004).
Nilai heritabilitas dilakukan dengan menghitung seluruh parameter
tanaman pada saat panen dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
σ2g
σ2g
2
h =
σ2p
=
σ2g + σ2
dimana σ2p = σ2g + σ2
dimana :
h2 = heritabilitas
σ2g = varians genotipe
σ2p = varians penotipe
σ2 = varians lingkungan
Menurut Stansfield (1991) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut :
Heritabilitas tinggi > 0,5
Heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5
Heritabilitas rendah < 0,2
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi
genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang
penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini
diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi
14
yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam
arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis.
Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh
variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila
seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas
akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).
Download