BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan atau aktivitas penting yang dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk bertahan, berkembang dan tentunya untuk mendapatkan laba. Salah satu kegiatan pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta berusaha bagaimana untuk memuaskan mereka. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pemasaran, berikut adalah pengertian pemasaran menurut para ahli. Kotler-Keller (2009;5) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran edisi 13, mendefinisikan pemasaran adalah : Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Marketing Association of Australia and New Zealand (MAANZ) yang dikutip oleh Buchari Alma (2007;3) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Jasa dan Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa pengertian pemasaran sebagai berikut : Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi dan memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui penciptaan, pendistribusian, promosi, dan penentuan harga dari barang, jasa, dan ide. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran nilai (produk) dengan yang lain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi. Manajemen disebuah perusahaan memiliki peran penting dalam mencapai tujuan. Tugas manajemen pemasaran adalah melakukan perencanaan mengenai 10 11 bagaimana mencari peluang pasar untuk melakukan pertukaran barang dan jasa dengan konsumen. Setelah itu, manajemen mengimplementasikan rencana tersebut dengan cara melakukan strategi pemasaran untuk menciptakan dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan konsumen demi tercapainya tujuan perusahaan. American Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Kotler & Keller (2007;6) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran edisi 12, mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai berikut : Manajemen pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Berdasarkan definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa manajemen pemasaran merupakan suatu proses merencanakan dan melaksanakan konsep tentang produk, harga, promosi, distribusi dari barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan memenuhi tujuan organisasi serta merupakan suatu seni dan ilmu dalam menentukan target pasar dan membangun hubungan yang menguntungkan dengannya. 2.1.2 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan bagian dari aktivitas pemasaran yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi bauran pemasaran menurut beberapa ahli. Buchari Alma (2007;205) menjelaskan bauran pemasaran adalah sebagai berikut : Marketing Mix (bauran pemasaran) merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan pemasaran, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan. Rambat dan Hamdani (2006;70) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa bauran pemasaran adalah sebagai berikut : 12 Bauran pemasaran (Marketing Mix) adalah alat bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses. Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang dilakukan dengan mencampur kegiatan-kegiatan pemasaran, agar dapat dicari kombinasi maksimal untuk mencapai tujuan pemasaran di pasar sasaran sehingga dapat mendatangkan hasil yang memuaskan. Elemen dari bauran pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2007;52) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Pemasaran diklasifikasikan menjadi 4P yaitu (Product, Price, Place, Promotion). Adapun pengertian dari masing-masing bauran pemasaran adalah sebagai berikut : 1. Produk (Product) Penawaran yang berwujud dari perusahaan kepada pasar yang mencakup keragaman produk, kualitas produk, design,ciri, warna merek, kemasan, ukuran, garansi dan imbalan. 2. Harga (Price) Sejumlah uang yang dibayar pelanggan untuk produk tertentu. Perusahaan menentukan harga seperti memberikan daftar harga, diskon, potongan harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit. 3. Tempat (Place) Berbagai kegiatan yang mengakibatkan produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran, yaitu dengan menyediakan saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokkan, lokasi, persediaan, yang perusahaan transportasi. 4. Promosi (Promotion) Meliputi semua kegiatan dilakukan untuk mengkomunikasikan produknya kepada pasar sasaran. Promosi penjualan, periklanan, tenaga penjual, public relation, pemasaran langsung yang merupakan unsur-unsur bauran pemasaran langsung. 13 Tjiptono (2006;145) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Jasa menyatakan bahwa bauran pemasaran dalam jasa menjadi 7P, adapun tambahan 3P tersebut adalah : 5. Orang (People) Perusahaan dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan dengan pelanggan daripada karyawan pesaingnya. 6. Bukti Fisik (Physical Evidence) Merupakan lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan perusahaan berinteraksi dengan konsumennya dan setiap komponen tangible memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa. 7. Proses (Process) Merupakan sebuah prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem pengujian atau operasi. 2.1.3 Jasa 2.1.3.1 Pengertian Jasa Kita mengetahui bahwa yang disalurkan oleh para produsen, bukan bendabenda berwujud saja, tapi juga jasa-jasa. Tetapi keduanya memiliki tujuan yang sama, yang mana keduanya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan serta keinginan dari konsumen. Di dalam kehidupan perekonomian, peranan dalam sektor jasa makin lama semakin luas. Adanya kemajuan perekonomian global dewasa ini semakin mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor jasa. Kotler & Keller (2007;42) menyatakan bahwa definisi jasa adalah : Setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Zeithalm danBitner (2007;243) dalam bukunya yang berjudul Service Marketing, mendefinisikan jasa adalah : 14 Kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud. Hifni Ali Fahmi (2009) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan pada Perusahaan Transportasi PT. Garuda Indonesia Airways di Jakarta , menyebutkan bahwa definisi jasa adalah : Suatu kegiatan atau usaha yang ditawarkan kepada konsumen oleh pihak lain (perusahaan) yang secara fisik kegiatan tersebut tidak bisa dimiliki dan tidak berwujud, tetapi transaksinya didesain untuk memenuhi dan memberikan kepuasan kepada konsumen. Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan jasa pada dasarnya merupakan suatu tindakan yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen untuk mencapai kepuasan. Dalam memproduksi suatu jasa dapat menggunakan bantuan suatu produk fisik tetapi bisa juga tidak. Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak suatu barang atau nyata, jadi jika seorang pemberi jasa memberikan jasanya kepada orang lain, maka tidak ada perpindahan hak milik secara fisik. 2.1.3.2 Karakteristik Jasa Jasa memiliki beberapa karakteristik yang khas yang membedakan dari produk berupa barang dan berdampak pada strategi mengelola dan memasarkannya. Karakteristik jasa menurut Tjiptono (2006;15-18) yaitu : 1. Tidak berwujud (intangibility) Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum membeli dan jasa juga merupakan perbuatan, penampilan atau sebuah usaha (a service is deed, a performance, and effort). Bila kita membeli suatu barang, maka barang tersebut dipakai atau ditempatkan pada suatu tempat. Tapi bila membeli jasa, maka umumnya tidak ada wujudnya. 2. Tidak terpisahkan (inseparability) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. 15 3. Bervariasi (variability) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized out-put, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. 4. Mudah lenyap(perishability) Sifat jasa itu mudah lenyap. Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan dapat disimpan. 2.1.3.3 Klasifikasi Jasa Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Fandy Tjiptono (2006;8) menyatakan bahwa klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria sebagai berikut : 1. Segmen pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada pelanggan akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa kepada pelanggan organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultan manajemen, dan jasa konsultan hukum). 2. Tingkat keberwujudan Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan pelanggan. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : a. Rented goods service Dalam jenis ini, pelanggan menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Pelanggan hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakannya. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, laser disk, villa, dan apartemen. 16 b. Owned goods service Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki pelanggan direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara / dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki pelanggan. Contohnya jasa reparasi (arloji, mobil, sepeda,motor, komputer, dan lain-lain), pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, dan lain-lain. c. Non-goods service Karakteristik khusus pada jenis jasa ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada pelanggan. Contohnya supir, baby-sitter, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli kecantikan, dan lain-lain. 3. Keterampilan penyedia jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas professional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum, konsultan pajak, konsultan sistem informasi, dokter, perawat, dan arsitek) dan nonprofessional service (misalnya supir taksi dan penjaga malam). 4. Tujuan organisasi jasa Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya penerbangan, bank, dan jasa parsel) dan nonprofit service (misalnya sekolah, yayasan dana bantuan, panti asuhan, panti wreda, perpustakaan, dan museum). 5. Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (misalnya makelar, katering, dan pengecatan rumah). 6. Tingkat intensitas karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, ATM, vending machine, dan binatu) dan people-based service (seperti pelatih 17 sepakbola, satpam, jasa akuntansi, konsultasi manajemen, dan konsultasi hukum). 7. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high-contact service (seperti universitas, bank, dokter,dan pegadaian) dan low-contact service (seperti bioskop). 2.1.3.4 Pemasaran Jasa Bisnis jasa sangat bervariasi, karena banyak hal yang dapat mempengaruhinya, antara lain kondisi internal organisasi, lingkungan fisik, kontak personal, dan komentar dari mulut ke mulut. Fandy Tjiptono (2008;144) dalam bukunya yang berjudul Strategi Pemasaran edisi 3, menyatakan bahwa pemasaran jasa terdiri dari tiga aspek, yaitu : 1. Pemasaran eksternal Menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempersiapkan jasa, menetapkan harga, melakukan distribusi, dan mempromosikan jasa yang bernilai superior kepada para pelanggan. 2. Pemasaran internal Menetapkan teori dan praktik pemasaran terhadap para karyawan. Manajer harus mempekerjakan orang yang melayani pelanggan dan mereka harus bekerja sebaik mungkin. Secara teknis pemasaran internal berarti mengaplikasikan setiap aspek pemasaran di dalam perusahaan. 3. Pemasaran interaktif Pemasaran interaktif ini terjadi dalam rangka hubungan antara karyawan dan pelanggan. 18 Gambar 2.1 Tiga Jenis Pemasaran Dalam Dunia Jasa PEMEGANG SAHAM (PEMILIK) Pemasaran Internal Pemasaran Eksternal KARYAWAN PELANGGAN Pemasaran Interaktif Sumber : Fandy Tjiptono (2008;77) Pada gambar diatas diperhatikan tiga pihak yang dapat membuat suatu perusahaan jasa dapat sukses dalam menjual jasa, yaitu : pemegang saham (pemilik), karyawan, dan pelanggan. 2.1.4 Kualitas Jasa 2.1.4.1Pengertian Kualitas Jasa Kualitas atau mutu suatu jasa adalah hal yang sangat dan wajib diperhatikan oleh para produsen. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan. Tanpa adanya kualitas dari suatu produk, maka kemungkinan besar konsumen tidak akan tertarik menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi. Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Tjiptono (2006;59) menyatakan bahwa definisi kualitas jasa adalah : Tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Lovelock-Wright (2007;96) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa kualitas jasa adalah : 19 Evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 2.1.4.2 Mengukur Kualitas Jasa Setiap konsumen selalu ingin menggunakan produk yang berkualitas, sama halnya dengan mengkonsumsi jasa, konsumen ingin jasa yang dikonsumsinya memiliki kualitas yang baik. Kotler-Keller (2008;56) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran edisi 12, menyatakan bahwa terdapat lima penentu mutu kualitas jasa yaitu : 1. Berwujud (tangible) Yaitu penampilan fisik, peralatan, petugas dan materi komunikasi. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. 2. Kehandalan (reliability) Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan secara terpercaya dan akurat. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan dengan akurasi yang tinggi. 3. Daya tanggap (responsiveness) Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Hal ini menyangkut kesigapan dan kecepatan respon karyawan, kesediaan membantu dalam segala hal. 4. Jaminan (assurance) Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. 20 5. Empati (emphaty) Yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan berupa kemudahan komunikasi dan pemahaman kebutuhan pelanggan. 2.1.4.3 Model Kualitas Jasa (Gap Model) Model kualitas jasa (gap model) merupakan suatu model yang mengenali adanya lima kesenjangan yang dapat menyebabkan masalah dalam menyajikan jasa dan mempengaruhi konsumen atas kualitas jasa. Kotler-Keller (2008;55) menyatakan bahwa terdapat lima jenis gap model yaitu : 1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung apa yang diinginkan konsumen. Contohnya, pihak perbnkan mungkin berpikir bahwa nasabah menginginkan kecepatan penanganan dalam setiap pelayanan, tetapi nasabah mungkin lebih mementingkan kepedulian dari pihak perbankan untuk memberikan informasi tentang keanekaragaman produk yang ditawarkan oleh Bank. 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. Contohnya, pihak perbankan meminta para karyawannya agar memberikan pelayanan secara cepat tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat. 21 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain. Misalnya, para karyawan diharuskan meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan atau masalah nasabah tetapi di sisi lain mereka juga harus melayani nasabah dengan cepat. 4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering harapan konsumen dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya, brosur suatu Bank yang memperlihatkan ruangan yang baik, rapi, bersih dan terawat. Tetapi pada kenyataannya ruangan yang ada nampak kusam, kotor, dan tidak terawat. Maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan pihak perbankan tersebut telah mendistorsi harapan nasabah dan menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa Bank tersebut. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya, petugas customer service bisa saja terus mengunjungi nasabahnya untuk menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi nasabah dapat menginterpretasikannya sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan keluhan atau permasalahan yang sedang dialaminya. 22 Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa Sumber : Kotler-Keller (2008;55) 2.1.4.4 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk Tjiptono (2006;85) mengungkapkan terdapat berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor-faktor tersebut meliputi : 1. Produksi dan komunikasi yang terjadi secara simultan Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability. Artinya jasa diproduksi dan dikomunikasi pada saat bersamaan. Dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen 23 dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya : 2. - Tidak terampil dalam melayani pelanggan. - Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan. Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. hal-hal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang tinggi, dan lain-lain. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai Karyawan frontline merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan (perkakas, material, pakaian seragam), pelatihan keterampilan, maupun informasi (misalnya prosedur operasi). Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah unsur pemberdayaan, baik terhadap karyawan frontline maupun para manajer. 4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontrak dengan pelanggan. Bila terjadi gap/kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena mereka memiliki perasaan dan emosi. Dalam hal interaksi dengan pemberi jasa, tidak sama pelanggan bersedia menerima pelayanan/jasa yang seragam (standardized service). Hal ini menimbulkan tantangan bagi perusahaan agar dapat 24 memahami kebutuhan-kebutuhan khusus pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan kepada mereka. 6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan terdapat jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah selalu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalahmasalah seputar standar kualitas jasa. 7. Visi bisnis jangka pendek visi jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan cara mengurangi jumlah kasir (teller) menyebabkan semakin panjang antrian di bank tersebut. 2.1.4.5 Strategi Peningkatan Kualitas Jasa Demi kepuasan konsumen, diperlukan suatu pengembangan strategi yang diarahkan kepada konsumen. Meningkatkan pelayanan jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan atau menekan saklar lampu. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Fandy Tjiptono (2007;88) dalam bukunya yang berjudul Strategi Pemasaran, mengemukakan beberapa cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu : 1. Mengidentifikasikan Determinan Utama Kualitas Jasa Setiap perusahaan jasa perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik kepada konsumennya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama kualitas jasa dari sudut pandang konsumen. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran 25 terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. 2. Mengelola Harapan Pelanggan Semakin banyak janji yang diberikan perusahaan, maka semakin besar pula harapan konsumen (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan konsumen oleh perusahaan. Untuk itu ada suatu hal yang dapat dijadikan pedoman, yaitu : Jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari apa yang dijanjikan . 3. Mengelola Bukti (evidence) Kualitas Jasa Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi konsumen selama dan sesudah jasa diberikan. 4. Mendidik Konsumen Tentang Jasa Membantu konsumen dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. 5. Mengembangkan Budaya Kualitas Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukkan dan penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik, dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi. 6. Menciptakan Automating Quality Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Meskipun demikian, sebelum memutuskan akan melakukan otomatis, perusahaan perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang membutuhkan otomatisasi. sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan 26 7. Menindaklanjuti Jasa Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua konsumen untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka. 8. Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi dan kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan konsumen. 2.1.5 Merek 2.1.5.1 Pengertian Merek Merek merupakan atribut produk yang sangat penting dan dapat mempengaruhi kegiatan-kegiatan pemasaran dari suatu perusahaan. Agar dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai brand ini, maka penulis mengemukakan pengertian brand dari beberapa ahli diantaranya : Undang Undang Merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 yang dikutip oleh Tjiptono (2008;347) mengatakan definisi merek adalah : Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi, dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. Buchari Alma (2005;147) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa definisi merek adalah : Suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya. 27 Kotler & Keller (2009;332) mendefinisikan merek adalah : Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing. Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa pemberian merek dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kepada konsumen. Bagian dari merek menurut Kotler dan Amstrong (2008;76) dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Pemasaran adalah sebagai berikut : a. Nama merek (brand name) adalah sebagian dari merek dan yang diucapkan. b. Tanda merek (brand mark) adalah sebagian dari merek yang dapat dikenal, tetapi tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf, atau warna khusus. c. Tanda merek dagang (trademark) adalah merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya menghasilkan sesuatu yang istimewa. d. Hak cipta (copyright) adalah hak istimewa yang dilindungi undangundang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik, atau karya seni. Jika suatu perusahaan memperlakukan brand hanya sebagai nama, maka perusahaan tersebut tidak melihat tujuan yang sebenarnya. Tantangan dalam pemberian brand adalah mengembangkan satu kumpulan makna mendalam untuk brand tersebut. 2.1.5.2 Karakteristik Merek Setiap perusahaan tentu menginginkan suatu brand yang dipakai oleh suatu produk menjadi brand pilihan konsumen sehingga akan memberikan 28 dukungan yang besar bagi keberhasilan suatu produk di pasar. Maka dari itu selain untuk membedakan suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dari produk pesaingnya, brand juga berfungsi untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasikan barang atau jasa yang hendak dibeli. Rangkuti (2002;37) dalam bukunya yang berjudul The Power of Brands, Teknik Mengelola Brand Equity &Strategi Pengembangan Merek menyatakan bahwa karakteristik merek adalah sebagai berikut : 1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut. 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. 3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khusus. 4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. 5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapatkan perlindungan hukum. Suatu merek yang baik harus dapat memenuhi karakteristik diatas, meskipun pada kenyataannya tidak semua merek tersebut dapat memenuhi karakteristik tersebut. Tetapi bagi perusahaan yang ingin memiliki keunggulan bersaing, mereka akan berusaha untuk memenuhi kriteria-kriteria tersebut bagi produk yang dihasilkannya sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dari pemberian merek. 2.1.5.3 Manfaat Merek Pemberian merek dapat menambah nilai dari suatu produk, namun perlu juga dilihat dari pihak-pihak yang berkaitan yaitu produsen, konsumen, dan bahkan distributor. Saladin (2004;127) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Strategi & Kebijakan Perusahaan, menyatakan sudut pandang produsen, konsumen dan distributor terhadap merek sebagai berikut : 1. Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang produsen a. Memudahkan penjual mengolah pesanan-pesanan dan menekan masalah. 29 b. Nama merek dan tanda dengan secara hukum akan melindungi penjual dari pemalsuan ciri-ciri produk karena jika tidak demikian setiap pesaing akan meniru produk tersebut. c. Memberikan peluang bagi penjual kesetiaan konsumen pada produknya dengan menetapkan haarga lebih tinggi. d. Membantu penjual dalam mengelompokkan pasar kedalam segmensegmen. e. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya merek yang baik. f. Memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang ganas. 2. Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang konsumen a. Dapat membedakan prouk tanpa harus diperiksa secara teliti. b. Konsumen mendapatkan beberapa informasi tentang produk tersebut. 2.1.6 Keputusan-keputusan Dalam Branding 2.1.6.1 Keputusan Pemberian Nama Merek (Brand Name Decision) Pemilihan merek untuk suatu jenis barang atau jasa perlu sekali dipikirkan karena jelas bahwa bagaimanapun besar kecilnya merek yang telah kita pilih mempunyai pengaruh terhadap kelancaran penjualan. Pemberian merek terhadap hasil produksi ini harus hati-hati jangan menyimpang dari keadaan dan kualitas serta kemampuan perusahaan. Nama merek harus disesuaikan dengan keadaan produk dan perusahaan yang bersangkutan. Kotler dan Keller (2007;359), menyatakan bahwa terdapat empat strategi dalam pemberian nama merek yaitu : 1. Nama merek individual (individual brand name) Strategi ini memungkinkan perusahaan mencari nama terbaik untuk masing-masing produk. Keuntungan utama dari strategi ini bahwa reputasi perusahaan tidak terikat erat dengan produk tersebut. jika produk gagal dan tampaknya memiliki mutu yang rendah, nama atau citra perusahaan tidak akan rusak, contohnya : Unilever (Shampo Clear, Sabun Lux, Rinso, Pepsodent dan lain-lain). 30 2. Nama kelompok yang digunakan untuk semua produk (blanket family name for all products) Keuntungan dari strategi ini adalah rendahnya biaya pengembangan karena tidak membutuhkan riset nama atau pengeluaran iklan yang besar untuk menciptakan pengakuan merek. Penjualan dari suatu produk baru akan menjadi kuat jika nama produk baik. Contohnya : Toyota (Kijang Corolla, Landscruiser). 3. Nama kelompok yang berbeda untuk semua produk (separate family name for all product) Strategi ini biasanya dilakukan pada saat perusahaan sering menciptakan nama keluarga yang berbeda-beda untuk lini mutu yang berbeda dalam kelas produk yang sama. Jika perusahaan memproduksi produk-produk yang agak berbeda tidak dianjurkan untuk menggunakan strategi ini. Contohnya : Indofood (Kecap Indofood, Saus Indofood dan lain-lain). 4. Nama dengan perusahaan dikombinasikan dengan nama merek individual (company trade combine with individual product name) Beberapa produk mengikat nama perusahaan mereka pada satu nama merek individual untuk masing-masing produk. Nama perusahaan melegtimasikan dan nama individual mengindividualisasikan produk baru. Contohnya : Astra (Astra Kredit, Astra Mobil). 2.1.6.2 Keputusan Strategi Merek (Brand Strategy Decision) Dalam memasarkan produk perusahaan ke pasar maka para pemasar harus dapat mempergunakan tahapan strategi merek pada produk yang akan dijualnya ke pasaran. Saladin (2004;129), menyatakan bahwa perusahaan memiliki strategi pemberian merekantara lain : 1. Brand Extention Strategy (strategi perluasan merek) Merupakan suatu usaha untuk menggunakan merek yang sudah berhasil terdapat produk baru, misalnya dengan menambahkan kata pada merek lama produk tersebut. Contohnya Rinso menjadi Rinso Cair. 31 2. Multi Brand Strategy (strategi merek ganda) Merupakan produk sejenis yang diberikan merek-merek berbeda, yang dimaksudkan agar seolah-olah antara produk tersebut saling bersaing. Contohnya sabun mandi produk Unilever terdapat merek Lux, Lifebuoy dan lain-lain. 3. Co-Branding (merek bersama) Fenomena yang mengikat adalah munculnya co-branding yaitu dua merek terkenal atau lebih dikombinasikan dalam suatu penawaran. Tiap sponsor merek mengharapkan bahwa merek lain akan memperkuat preferensi merek atau minat beli. Contoh Peugeot bekerja sama dengan ban Michellin. Strategi merek di atas akan sangat membantu perusahaan dalam menentukan tipe merek mana yang bermanfaat bagi produknya. Keputusan strategi merek yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produknya, sehingga tujuan telah ditetapkan perusahaan yang akan tercapai. 2.1.6.3 Keputusan Penetapan Ulang Posisi Merek (Brand Repositioning Decision) Brand Repositioning Decision adalah keputusan yang dilakukan perusahaan untuk menentukan kembali posisi suatu merek. Betapapun baiknya posisi awal suatu merek dalam pasar, nantinya perusahaan harus memposisikan ulang pesaing mungkin dengan meluncurkan merek yang diposisikan berdekatan dengan merek perusahaan dan mengambil alih pangsa pasarnya, atau keinginan pelanggan mungkin bergeser, sehingga merek perusahaan kurang diminati lagi. Pemasar harus mempertimbangkan reposisi ulang merek yang ada sebelum memperkenalkan merek dan loyalitas konsumen. 32 2.1.7 Citra Merek (Brand Image) 2.1.7.1 Pengertian Citra Merek (Brand Image) Brand image pada setiap perusahaan selalu dianggap penting karena dapat membantu perusahaan tersebut untuk memposisikan diri mereka, pasar dan juga dalam mempertahankan konsumen. Hal ini dikarenakan konsumen sering mengartikan produk yang memiliki brand yang baik sebagai produk yang berkualitas baik pula. Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya sehingga akan terbentuk citra merek (brand image). Brand image yang baik akan mendorong untuk meningkatkan volume penjualan. Untuk lebih jelasnya beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai brand image. Tjiptono (2008;49), menyatakan bahwa definisi brand image adalah sebagai berikut : Deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu . Ismail Solihin (2004;19) dalam bukunya yang berjudul Kamus Pemasaran, mendefinisikan brand image adalah : Citra merek merupakan segala seutau tentang merek suatu produk yang dipikirkan, dirasakan dan divisualisasikan oleh konsumen . Christina Whidya Utami (2006;213) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Ritel, menyatakan bahwa definisi brand image (citra merek) adalah : Serangkaian asosiasi yang biasanya diorganisasikan di seputar beberapa tema yang bermakna . Evawati (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Kualitas Produk dan Citra Merek (Brand Image) MC DONALD : Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Konsumen , menyatakan bahwa: Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif 33 terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Jadi brand image adalah serangkaian deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Brand image dari suatu produk yang baik akan mendorong calon pembeli untuk mmbeli produk tersebut daripada membeli produk yang sama dengan merek lain. Karena itu penting bagi perusahaan untuk selalu menjag brand image perusahaannya agar selalu mendapat kepercayaan dari konsumen. 2.1.7.2 Manfaat Brand Image Rangkuti (2004;17), mengemukakan bahwa brand image memiliki berbagai manfaat bagi perusahaan yaitu : 1. Brand image dapat dibuat sebagai tujuan didalam strategi perusahaan. 2. Brand image dapat dipakai sebagai suatu dasar untuk bersaing dengan brand-brand lain dari produk yang sejenis. 3. Brand image juga dapat membantu memperbaharui penjualan suatu produk. 4. Brand image dapat dipergunakan untuk mengevaluasi efek kualitas dari strategi pemasaran. 5. Brand image dapat dihasilkan dari faktor-faktor lain diluar usaha-usaha strategi perusahaan. Jadi Brand Image merupakan elemen yang sangat penting bagi perusahaan didalam menjalankan aktivitas pemasarannya. Brand image suatu produk yang baik akan menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut dibandingkan membeli produk yang sejenis dari perusahaan lain, oleh karena itu perusahaan harus dapat mempertahankan dan meningkatkan brand image yang sudah positif di benak konsumen. 2.1.7.3 Diferensiasi Brand Image Para pembeli mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap citra perusahaan. Setiap perusahaan bekerja keras untuk mengembangkan citra yang membedakan untuk merek-merek mereka. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor 34 diluar kontrol perusahaan. Agar dapat berfungsi citra tersebut harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia. Kotler dan Keller (2007;338), menyatakan bahwa kontak pesan merek disampaikan melalui hal-hal sebagai berikut : 1. Lambang Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol yang kuat, perusahaan dapat memilih sebuah simbol atau suatu warna pengidentifikasi. Contoh : Simbol singa untuk Harris Bank dan apel untuk Apple Computer. 2. Media Citra yang dipilih harus ditampilkan dalam iklan yang menyampaikan suatu cerita, suasana hati, pernyataan sesuatu yang jelas berbeda dngan yang lain. Contoh : Pesan itu harus tampak di laporn tahunan, brosur dan katalog, peralatan kantor perusahaan serta kartu nama. 3. Suasana Ruang fisik yang ditempati organisasi merupakan pencipta citra yang kuat lainnya. Contoh : Hyatt Regency mengembangkan suatu citra tersendiri melalui lobby atriumnya. 4. Peristiwa Suatu oerusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis kegiatan yang disponsorinya. Contoh : Perrier, perusahaan air botolan, tampil menonjol dengan membangun sarana olahraga dan mensponsori acara-acara olahraga. 2.1.7.4 Tolak Ukur Brand Image Secara sederhana citra merek (brand image) dapat dikatakan sekumpulan asosiasi yang berbentuk pada benak konsumen. Hal ini tentunya bisa dari hasil komunikasi pemasaran, atau dari pengalaman orang yang sudah membeli merek tersebut. jadi persepsi konsumen tersebut sangat dipengaruhi oleh citra merek. Hal itulah yang membuat konsumen ingin mencoba suatu produk. Akan tetpai bagi 35 konsumen sebagai pengguna produk tersebut semua itu dapat bertambah kuat atau lemah karena hasil dari pengalaman diri sendiri. Pengalaman inilah yang menjadi hal yang terpenting dalam membentuk citra merek. Tentunya image yang timbul diusahakan sebisa mungkin dapat membuat produk atau merek tersebut dipersepsikan berbeda dari pesaing. Keller yang dikutip oleh Tri Ari Prabowo (2007), mengatakan bahwa terdapat tiga hal yang dapat membedakan citra merek antara berbagai merek yang dievaluasi oleh konsumen yang dapat mningkatkan kemungkinan untuk melakukan keputusan pembelian terhadap suatu merek, yaitu : 1. Favorability of brand association, dimana konsumen percaya bahwa merek suatu produk dapat memiliki manfaat bagi mereka. Indikatornya adalah variasi produk (variasi model, variasi warna, variasi ukuran), harga terjangkau dan kompetitif, prcaya diri konsumen. 2. Strength of brand association, merupakan kekuatan asosiasi suatu merek produk yang ada dalam ingatan konsumen. Indikatornya adalah kualitas produk. 3. Uniqueness of brand association, merupakan keunikan dari suatu merek produk yang akan dipandang lain dan akan memberikan citra (image) yang berbeda dari psaing. Indikatornya adalah akses atau kemudahan, ciri khas trsendiri. 2.1.8 Kepuasan Konsumen 2.1.8.1 Pengertian Kepuasan Konsumen Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para konsumen yang merasa puas. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana maupun kompleks. Dalam hal ini, peranan setiap individu dalam suatu jasa sangatlah penting dan berpengaruh terhdap kepuasan yang dibentuk. Terdapat banyak pengertian yang dikemukakan oleh beberaapa ahli, diantaranya adalah : Kotler & Keller (2009;138), menyatakan bahwa definisi kepuasan yaitu : 36 Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecwa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka. Lovelock-Wright (2007;102), mendefinisikan kepuasan adalah : Keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. Fandy Tjiptono (2007;24), mengemukakan kepuasan adalah : Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Anjar Rahmulyono (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Puskesmas Depok I di Sleman, menyatakan bahwa : Jika harapan pelanggan ini sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan melebihi harapannya sudah dapat dipastikan pelanggan tersebut akan merasa puas. Tetapi bila yangdialami dan dirasakan pelanggan tidak sesuai dengan harapannya, misalpelayanannya tidak ramah, tidak tanggap dan masakannya tidak enak, sudah dapatdipastikan pelanggan tidak merasa puas. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen mencakup kesesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasakan setelah mengkonsumsi. Harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen tentang apa yang diterimanya bila ia mengkonsumsi suatu barang atau jasa, sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. 37 Gambar 2.3 Konsep Kepuasan Konsumen Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan Keinginan Konsumen Produk Harapan Konsumen Nilai Produk Bagi Konsumen Tingkat Kepuasan Sumber : Fandy Tjiptono (2007;24) Harapan konsumen dibentuk berdasarkan pengalaman pribadi, temanteman, dan juga dari komunikasi yang disampaikan lewat iklan, brosur atau dengan cara lain. Apabila mereka membeli jasa tersebut, mereka membandingkan dengan harapan mereka. Apabila jasa yang mereka rasakan jauh berada dibawah jasa yang mereka harapkan, diasumsikan bahwa konsumen belum terpuaskan. Untuk itu perusahaan harus memberikan jasa melebihi harapan mereka (mutu jasa) agar perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang unggul dibandingkan para pesaing. Perusahaan berpikir bahwa mendapatkan konsumen adalah tugas bagian pemasaran atau penjualan, jika bagian tersebut tidak mendapatkan konsumen bahwa perusahaan menyimpulkan kinerja penjualan atau pemasaran kurang baik. Akan tetapi kenyataannya adalah pelayanan perusahaan itu sendiri yang dapat menarik konsumen dan mempertahankan konsumen sehingga tercipta kepuasan konsumen, karena kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan, dengan begitu bila kinerja tidak memenuhi harapan sangat berpengaruh dengan kepuasan konsumen. 38 2.1.8.2 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen Setiap orang melakukan pembelian dengan harapan tertentu mengenai apa yang akan dilakukan oleh produk atau jasa yang bersangkutan ketika digunakan, dan kepuasan merupakan hasil yang diharapkan. Fandy Tjiptono (2007;210), mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu : 1. Sistem Keluhan dan Saran Organisasi yang berpusat pada pelanggan mempermudah para pelanggannya guna memuaskan saran dan keluhan. Sejumlah perusahaan yang berpusat pada pelanggan menyediakan nomor telepon bebas pulsa hot lines. 2. Survey Kepuasan Pelanggan Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa para pelanggan kecewa pada satu dari setiap empat pembelian, kurang dari 5% yang akan mengadukan keluhan. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau berpindah pemaok. Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survey secara berkala. Sambil mengumpulkan data pelanggan perusahaan tersebut juga perlu bertanya lagi guna mengukur minat membeli ulang dan mengukur kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain. 3. Belanja Siluman (Ghost Shopping) Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli guna melaporkan titk kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja misterius itu bahkan dapat menguji cara karyawan penjualan di perusahaan itu menangani berbagai situasi. Para manajer itu sendiri harus keluar dari kantor dari waktu ke waktu, masuk ke situasi penjualan di perusahaannya dan di para pesaingnya dengan cara menyamarkan dan merasakan sendiri perlakuan yang mereka terima. Cara yang mirip dengan itu adalah para manajer 39 menelepon perusahaan mereka sendiri guna mengajukan pertanyaan dan keluhan dalam rangka melihat cara menangani telepon. 4. Analisis Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis) Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti membeli atau yang telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian itu. Yang penting dilakukan bukan hanya melakukan wawancara terhadap pelanggan yang keluar segera setelah berhenti membeli yang juga penting adalah memantau tingkat kehilangan pelanggan. 2.1.9 Posisi Skripsi : Dibandingkan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Thomas S. Kaihatu (2012) yang berjudul Kepuasan Konsumen yang Dipengaruhi oleh Kualitas Layanan dengan Brand Image Sebagai Variabel Perantara : Studi Kasus Pada Konsumen Rumah Sakit Swasta di Kota Surabaya menyatakan bahwa kualitas layanan berpengaruh secara positif dansignifikan terhadap kepuasan konsumen, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama dapat diterima. Konsep yang dikemukakan oleh Zeithaml & Bitner (1996) bahwa kepuasan konsumendipengaruhi oleh kualitas layanan yang diberikan sehingga semakin baik kualitas layanan yang ditunjukkan, akan semakin meningkatkan kepuasan dari konsumen yang merasakannya. Halini dibuktikan dengan nilai persepsi konsumen atas kualitas layanan dengan nilai meansebesar 3,49 yang masuk ke dalam kategori baik. Kualitas layanan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadapbrand image, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua dapat diterima. Seperti dikemukakan oleh Tjiptono (2005) bahwa konsumen seringkali mengaitkan sebuah kualitas jasa dengan reputasi yang diasosiasikan dengan brand saja, sehingga sebuah kualitas jasa yang baik akan turut mengangkat brand image penyedia jasa dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dibuktikan dengan nilai mean sebesar 4,01 yang masuk ke dalam kategori baik. Brand image berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap kepuasan konsumen, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga tidak 40 diterima. Sebuah analogi pemikiran bahwa pada saat konsumen berada pada kondisi darurat apapun, peran brand image sebuah rumah sakit menjadi tidak terlalu pentinglagi bagi kepuasan konsumen. Oleh karena itu dalam penelitian ini pula tidak dapat membuktikan bahwa brand image dapat menjadi variabel perantara antarakualitas layanan dengan kepuasan konsumen. Selain itu, terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Evawati (2012) yang berjudul Kualitas Produk dan Citra Merek (Brand Image) MC DONALD : Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Konsumen menyatakan bahwakualitas produk dan citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Kualitas produk memiliki hubunganyang kuat dan kontribusi yang signifikan dalammempengaruhi kepuasan pelanggan dan citra merek.Kepuasan pelanggan juga memiliki hubungan yangkuat dan memberikan kontribusi bagi kualitas jasa dan citra merek. Dengan adanya kedua kesimpulan dari penelitian terdahulu tersebut, maka dapat diperoleh perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis. Penelitian Thomas S. Kaihatu (2012)menyatakan brand image berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, sedangkan penelitian ini menyatakan bahwa brand image berpengaruh positif dan signifikan. Karena pada dasarnya seseorang akan merasa puas dan menimbulkan gengsi dengan keberadaan brand image dari produk atau jasa yang dikonsumsinya.Penelitian Evawati (2012) menyatakan kepuasan pelanggan memiliki hubungan yangkuat dan memberikan kontribusi bagi kualitas jasa dan brand image, sedangkan penelitian ini menyatakan adanya hubungan yang cukup kuat antara kualitas jasa pelayanan dan brand image terhadap kepuasan konsumen. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya faktor-faktor dari kualitas jasa dan brand image yang belum membuat konsumen merasa puas. 2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Keterkaitan Kualitas Jasa Pelayanan dengan Kepuasan Konsumen Suatu kepuasan akan dirasakan oleh konsumen bila mereka menerima produk atau jasa sekurang-kurangnya sama atau sesuai dengan yang diharapkan. 41 Dan apabila produk atau jasa berada dibawah harapan konsumen maka akan terjadi suatu ketidakpuasan. Kotler-Keller (2009;66),menyatakan bahwa : Salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari perusahaan adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak lagi bersedia menerima atau mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan terdapat hubungan yang erat antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan. Jasa memiliki pengaruh terhadap kepuasan konsumen. Jasa yang baik memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang hubungan ini dapat memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan konsumen serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meminimumkan atau meniadakan pengalaman konsumen yang kurang menyenangkan. Sehingga kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang telah memberikan kualitas pelayanan yang memuaskan. Kualitas jasa pada dasarnya merupakan suatu kelengkapan organ yang mutlak dan harus ada pada setiap perusahaan, untuk itu banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa berlomba untuk melakukan inovasi dan koreksi terhadap kinerja atau hasil yang dicapai tersebut, karena gunanya mempertahankan konsumen agar tidak jatuh ketangan para pesaing. Maka perusahaan harus berpikir maju beberapa langkah dalam memperhatikan atas apa yang sebenarnya diharapkan oleh para pelanggan atau konsumen (pengguna jasa) dari mulai hal kecil sampai dengan hal yang besar. Hubungan pelanggan dengan sebuah perusahaan menjadi kuat ketika pelanggan memberikan penilaian yang baik tentang kualitas jasa dan menjadi kelemahan ketika konsumen memberikan citra yang negatif, penilaian yang baik dengan kualitas pelayanan akan membuat perusahaan mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Dalam sebuah perusahaan, peranan kualitas jasa sangat vital karena berhubungan dengan minat dan kepuasan konsumen atau pelanggan. Konsumen selalu menuntut jawaban yang memuaskan terhadap pertanyaan yang dikemukakannya, sehingga kualitas jasa dalam perusahaan dituntut dapat 42 memuaskan konsumen dengan berbagai cara, seperti bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan lain-lain sehingga tercipta kepuasan konsumen. Saat ini perusahaan berfokus pada pengukuran kepuasan konsumen, hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kualitas jasa dari perusahaan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. 2.2.2 Keterkaitan Brand Image dengan Kepuasan Konsumen Image yang diyakini oleh konsumen mengenai suatu merek sangat bervariasi, tergantung dari persepsi masing-masing individu. Pada masyarakat yang semakin terbuka wawasannya mengenai kualitas dan performance suatu produk, brand image ini akan menjadi sangat penting. Apabila suatu produk memiliki brandimage yang positif dan diyakini konsumen dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka dengan sendirinya akan menumbuhkan kepuasan konsumen akan barang dan jasa yang dibelinya tersebut. Image positif tentu dapat menjadi kekuatan bagi merek yang digunakan produk atau jasa tersebut sehingga menimbulkan kepuasan konsumen setelah menggunakannya. Muhammad Igor Beladin, Bambang Munas Dwiyanto (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Pelayanan, dan Citra Merek Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi pada Pengguna Sepeda Motor Merek Yamaha dari Kalangan Mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang), menyatakan bahwa : Semakin baik persepsi konsumen terhadap citra merek perusahaan maka kepuasan konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap citra merek buruk maka kepuasan konsumen juga akan semakin rendah. Citra merek atau image yang baik dari suatu produk menumbuhkan kepuasan konsumen tersendiri atas pemakaian produk yang memang memiliki citra yang positif, hal ini menjadikan konsumen merasa bangga dan percaya diri ketika menggunakan merek tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Brand Image yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. 43 2.2.3 Keterkaitan Kualitas Jasa Pelayanan dan Brand Image dengan Kepuasan Konsumen Kualitas jasa pelayanan dan brand image merupakan faktor yang dapat menimbulkan kepuasan konsumen. Hal tersebut terjadi karena dengan adanya kualitas jasa pelayanan yang baik dimata konsumen, maka konsumen akan merasa puas dan tentunya memilih jasa tersebut untuk dikonsumsinya secara terus menerus. Selain kualitas jasa pelayanan, brand image yang baik pada jasa tersebut pun yang pada akhirnya akan memberi kepuasan dan menimbulkan gengsi yang tinggi kepada diri konsumen. Tjiptono (2008;55),menyimpulkan bahwa : Dengan meningkatkan kualitas jasa dan pencitraan merek perusahaan yang baik, maka akan meningkatkan kepuasan konsumen. Hal tersebut yang membuat kualitas jasa pelayanan dan brand image harus diperhatikan oleh perusahaan dalam melakukan pemasarannya. Tidak hanya membuat konsumen membeli produk atau jasa perusahaan saja, tetapi membuat konsumen merasa puas yang pada akhirnya konsumen akan loyal dengan produk atau jasa dari perusahaan tersebut. 2.3 Hipotesis Penelitian Sejalan dengan kerangka pemikiran tersebut, maka dalam melakukan penelitian ini penulis memperoleh hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 1 : Kualitas jasa pelayanan yang dilakukan PT. Cahaya Medika Healthcare sudah baik, brand image (citra merek) PT. Cahaya Medika Healthcare sudah baik, dan tingkat kepuasan konsumen PT. Cahaya Medika Heathcare tinggi. Hipotesis 2 : Kualitas jasa pelayanan PT. Cahaya Medika Healthcare berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. 44 Hipotesis 3 : Brand image PT. Cahaya Medika Healthcareberpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Hipotesis 4 : Kualitas jasa pelayanan dan brand image PT. Cahaya Medika Healthcare berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.