Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan atau aktivitas penting yang
dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk bertahan, berkembang dan
tentunya untuk mendapatkan laba. Salah satu kegiatan pemasaran adalah
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta berusaha bagaimana untuk
memuaskan mereka.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pemasaran,
berikut adalah pengertian pemasaran menurut para ahli. Kotler-Keller (2009;5)
dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran edisi 13, mendefinisikan
pemasaran adalah :
Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu
dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
secara
bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain.
Marketing Association of Australia and New Zealand (MAANZ) yang
dikutip oleh Buchari Alma (2007;3) dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Jasa dan Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa pengertian pemasaran sebagai
berikut :
Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi dan memperlancar
suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui
penciptaan, pendistribusian, promosi, dan penentuan harga dari
barang, jasa, dan ide.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pemasaran merupakan suatu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan melalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran nilai (produk)
dengan yang lain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk
mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk mencapai
sasaran serta tujuan organisasi.
Manajemen disebuah perusahaan memiliki peran penting dalam mencapai
tujuan. Tugas manajemen pemasaran adalah melakukan perencanaan mengenai
10
11
bagaimana mencari peluang pasar untuk melakukan pertukaran barang dan jasa
dengan konsumen. Setelah itu, manajemen mengimplementasikan rencana
tersebut dengan cara melakukan strategi pemasaran untuk menciptakan dan
mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan konsumen demi
tercapainya tujuan perusahaan.
American Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Kotler &
Keller (2007;6) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran edisi 12,
mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai berikut :
Manajemen pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar
sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan
dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai
pelanggan yang unggul.
Berdasarkan definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa manajemen
pemasaran merupakan suatu proses merencanakan dan melaksanakan konsep
tentang produk, harga, promosi, distribusi dari barang dan jasa untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan pelanggan dan memenuhi tujuan organisasi serta
merupakan suatu seni dan ilmu dalam menentukan target pasar dan membangun
hubungan yang menguntungkan dengannya.
2.1.2
Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran merupakan bagian dari aktivitas pemasaran yang
mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli
produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Di bawah ini dikemukakan
beberapa definisi bauran pemasaran menurut beberapa ahli.
Buchari Alma (2007;205) menjelaskan bauran pemasaran adalah sebagai
berikut :
Marketing Mix (bauran pemasaran) merupakan strategi mencampur
kegiatan-kegiatan pemasaran, agar dicari kombinasi maksimal
sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan.
Rambat dan Hamdani (2006;70) dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa bauran pemasaran adalah
sebagai berikut :
12
Bauran pemasaran (Marketing Mix) adalah alat bagi pemasar yang
terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu
dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan
positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses.
Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bauran
pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang dilakukan dengan mencampur
kegiatan-kegiatan pemasaran, agar dapat dicari kombinasi maksimal untuk
mencapai tujuan pemasaran di pasar sasaran sehingga dapat mendatangkan hasil
yang memuaskan. Elemen dari bauran pemasaran menurut Kotler dan Amstrong
(2007;52)
dalam
bukunya
yang
berjudul
Dasar-dasar
Pemasaran
diklasifikasikan menjadi 4P yaitu (Product, Price, Place, Promotion). Adapun
pengertian dari masing-masing bauran pemasaran adalah sebagai berikut :
1.
Produk (Product)
Penawaran yang berwujud dari perusahaan kepada pasar yang mencakup
keragaman produk, kualitas produk, design,ciri, warna merek, kemasan,
ukuran, garansi dan imbalan.
2. Harga (Price)
Sejumlah uang yang dibayar pelanggan untuk produk tertentu. Perusahaan
menentukan harga seperti memberikan daftar harga, diskon, potongan
harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit.
3. Tempat (Place)
Berbagai kegiatan yang mengakibatkan produk dapat diperoleh dan
tersedia bagi pelanggan sasaran, yaitu dengan menyediakan saluran
pemasaran,
cakupan
pasar,
pengelompokkan,
lokasi,
persediaan,
yang
perusahaan
transportasi.
4. Promosi (Promotion)
Meliputi
semua
kegiatan
dilakukan
untuk
mengkomunikasikan produknya kepada pasar sasaran. Promosi penjualan,
periklanan, tenaga penjual, public relation, pemasaran langsung yang
merupakan unsur-unsur bauran pemasaran langsung.
13
Tjiptono (2006;145) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Jasa
menyatakan bahwa bauran pemasaran dalam jasa menjadi 7P, adapun tambahan
3P tersebut adalah :
5. Orang (People)
Perusahaan dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih
karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dalam
berhubungan dengan pelanggan daripada karyawan pesaingnya.
6. Bukti Fisik (Physical Evidence)
Merupakan lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan perusahaan
berinteraksi dengan konsumennya dan setiap komponen tangible
memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa.
7. Proses (Process)
Merupakan sebuah prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas
dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem pengujian atau
operasi.
2.1.3 Jasa
2.1.3.1 Pengertian Jasa
Kita mengetahui bahwa yang disalurkan oleh para produsen, bukan bendabenda berwujud saja, tapi juga jasa-jasa. Tetapi keduanya memiliki tujuan yang
sama, yang mana keduanya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan serta
keinginan dari konsumen. Di dalam kehidupan perekonomian, peranan dalam
sektor jasa makin lama semakin luas. Adanya kemajuan perekonomian global
dewasa ini semakin mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor jasa.
Kotler & Keller (2007;42) menyatakan bahwa definisi jasa adalah :
Setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak ke
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
Zeithalm danBitner (2007;243) dalam bukunya yang berjudul Service
Marketing, mendefinisikan jasa adalah :
14
Kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi secara
bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah
(seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud.
Hifni Ali Fahmi (2009) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis
Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan pada
Perusahaan Transportasi PT. Garuda Indonesia Airways di Jakarta ,
menyebutkan bahwa definisi jasa adalah :
Suatu kegiatan atau usaha yang ditawarkan kepada konsumen oleh
pihak lain (perusahaan) yang secara fisik kegiatan tersebut tidak bisa
dimiliki dan tidak berwujud, tetapi transaksinya didesain untuk
memenuhi dan memberikan kepuasan kepada konsumen.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan jasa pada dasarnya
merupakan suatu tindakan yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen untuk mencapai kepuasan. Dalam memproduksi suatu
jasa dapat menggunakan bantuan suatu produk fisik tetapi bisa juga tidak.
Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak suatu barang atau
nyata, jadi jika seorang pemberi jasa memberikan jasanya kepada orang lain,
maka tidak ada perpindahan hak milik secara fisik.
2.1.3.2 Karakteristik Jasa
Jasa memiliki beberapa karakteristik yang khas yang membedakan dari
produk
berupa
barang
dan
berdampak
pada
strategi
mengelola
dan
memasarkannya. Karakteristik jasa menurut Tjiptono (2006;15-18) yaitu :
1. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium
atau didengar sebelum membeli dan jasa juga merupakan perbuatan,
penampilan atau sebuah usaha (a service is deed, a performance, and
effort). Bila kita membeli suatu barang, maka barang tersebut dipakai atau
ditempatkan pada suatu tempat. Tapi bila membeli jasa, maka umumnya
tidak ada wujudnya.
2. Tidak terpisahkan (inseparability)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan
jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan.
15
3.
Bervariasi (variability)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized out-put,
artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,
kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
4.
Mudah lenyap(perishability)
Sifat jasa itu mudah lenyap. Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama
dan dapat disimpan.
2.1.3.3 Klasifikasi Jasa
Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana masing-masing
ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya
masing-masing. Fandy Tjiptono (2006;8) menyatakan bahwa klasifikasi jasa
dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria sebagai berikut :
1.
Segmen pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada
pelanggan akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa
kepada pelanggan organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan,
jasa konsultan manajemen, dan jasa konsultan hukum).
2.
Tingkat keberwujudan
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan
pelanggan. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a.
Rented goods service
Dalam jenis ini, pelanggan menyewa dan menggunakan produk-produk
tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Pelanggan hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena
kepemilikannya
tetap
berada
pada
pihak
perusahaan
yang
menyewakannya. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, laser disk,
villa, dan apartemen.
16
b. Owned goods service
Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki pelanggan
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau
dipelihara / dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup
perubahan bentuk pada produk yang dimiliki pelanggan. Contohnya
jasa reparasi (arloji, mobil, sepeda,motor, komputer, dan lain-lain),
pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, dan lain-lain.
c.
Non-goods service
Karakteristik khusus pada jenis jasa ini adalah jasa personal bersifat
intangible (tidak
berbentuk
produk
fisik)
ditawarkan
kepada
pelanggan. Contohnya supir, baby-sitter, dosen, tutor, pemandu wisata,
ahli kecantikan, dan lain-lain.
3.
Keterampilan penyedia jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas
professional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum,
konsultan pajak, konsultan sistem informasi, dokter, perawat, dan arsitek)
dan nonprofessional service (misalnya supir taksi dan penjaga malam).
4.
Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial
service atau profit service (misalnya penerbangan, bank, dan jasa parsel)
dan nonprofit service (misalnya sekolah, yayasan dana bantuan, panti
asuhan, panti wreda, perpustakaan, dan museum).
5.
Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya
pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service
(misalnya makelar, katering, dan pengecatan rumah).
6.
Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa
dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service
(seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, ATM,
vending machine, dan binatu) dan people-based service (seperti pelatih
17
sepakbola, satpam, jasa akuntansi, konsultasi manajemen, dan konsultasi
hukum).
7.
Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi
high-contact service (seperti universitas, bank, dokter,dan pegadaian) dan
low-contact service (seperti bioskop).
2.1.3.4 Pemasaran Jasa
Bisnis
jasa
sangat
bervariasi,
karena
banyak
hal
yang
dapat
mempengaruhinya, antara lain kondisi internal organisasi, lingkungan fisik,
kontak personal, dan komentar dari mulut ke mulut.
Fandy Tjiptono (2008;144) dalam bukunya yang berjudul Strategi
Pemasaran edisi 3, menyatakan bahwa pemasaran jasa terdiri dari tiga aspek,
yaitu :
1.
Pemasaran eksternal
Menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh perusahaan dalam
mempersiapkan jasa, menetapkan harga, melakukan distribusi, dan
mempromosikan jasa yang bernilai superior kepada para pelanggan.
2.
Pemasaran internal
Menetapkan teori dan praktik pemasaran terhadap para karyawan. Manajer
harus mempekerjakan orang yang melayani pelanggan dan mereka harus
bekerja sebaik mungkin. Secara teknis pemasaran internal berarti
mengaplikasikan setiap aspek pemasaran di dalam perusahaan.
3.
Pemasaran interaktif
Pemasaran interaktif ini terjadi dalam rangka hubungan antara karyawan
dan pelanggan.
18
Gambar 2.1
Tiga Jenis Pemasaran Dalam Dunia Jasa
PEMEGANG SAHAM
(PEMILIK)
Pemasaran Internal
Pemasaran Eksternal
KARYAWAN
PELANGGAN
Pemasaran Interaktif
Sumber : Fandy Tjiptono (2008;77)
Pada gambar diatas diperhatikan tiga pihak yang dapat membuat suatu
perusahaan jasa dapat sukses dalam menjual jasa, yaitu : pemegang saham
(pemilik), karyawan, dan pelanggan.
2.1.4 Kualitas Jasa
2.1.4.1Pengertian Kualitas Jasa
Kualitas atau mutu suatu jasa adalah hal yang sangat dan wajib
diperhatikan oleh para produsen. Kualitas yang rendah akan menempatkan
perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan. Tanpa adanya kualitas dari
suatu produk, maka kemungkinan besar konsumen tidak akan tertarik
menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi.
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan
pelanggan.
Tjiptono (2006;59) menyatakan bahwa definisi kualitas jasa adalah :
Tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Lovelock-Wright (2007;96) dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa kualitas jasa adalah :
19
Evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan
jasa suatu perusahaan.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa baik tidaknya
kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten.
2.1.4.2 Mengukur Kualitas Jasa
Setiap konsumen selalu ingin menggunakan produk yang berkualitas,
sama halnya dengan mengkonsumsi jasa,
konsumen ingin jasa
yang
dikonsumsinya memiliki kualitas yang baik. Kotler-Keller (2008;56) dalam
bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran edisi 12, menyatakan bahwa
terdapat lima penentu mutu kualitas jasa yaitu :
1.
Berwujud (tangible)
Yaitu penampilan fisik, peralatan, petugas dan materi komunikasi.
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan
keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa.
2.
Kehandalan (reliability)
Yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan secara
terpercaya dan akurat. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan
yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan dengan akurasi yang tinggi.
3.
Daya tanggap (responsiveness)
Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa
dengan cepat. Hal ini menyangkut kesigapan dan kecepatan respon
karyawan, kesediaan membantu dalam segala hal.
4.
Jaminan (assurance)
Yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka
untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
20
5.
Empati (emphaty)
Yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi kepada
pelanggan berupa kemudahan komunikasi dan pemahaman kebutuhan
pelanggan.
2.1.4.3 Model Kualitas Jasa (Gap Model)
Model kualitas jasa (gap model) merupakan suatu model yang mengenali
adanya lima kesenjangan yang dapat menyebabkan masalah dalam menyajikan
jasa dan mempengaruhi konsumen atas kualitas jasa. Kotler-Keller (2008;55)
menyatakan bahwa terdapat lima jenis gap model yaitu :
1.
Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara
tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa
seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung apa yang diinginkan
konsumen. Contohnya, pihak perbnkan mungkin berpikir bahwa nasabah
menginginkan kecepatan penanganan dalam setiap pelayanan, tetapi
nasabah mungkin lebih mementingkan kepedulian dari pihak perbankan
untuk memberikan informasi tentang keanekaragaman produk yang
ditawarkan oleh Bank.
2.
Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa.
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang
diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar
kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak
adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan
sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. Contohnya, pihak
perbankan meminta para karyawannya agar memberikan pelayanan secara
cepat tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat
dikategorikan cepat.
21
3.
Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang
terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak
dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar
kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan
pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain.
Misalnya,
para
karyawan
diharuskan
meluangkan
waktu
untuk
mendengarkan keluhan atau masalah nasabah tetapi di sisi lain mereka
juga harus melayani nasabah dengan cepat.
4.
Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Sering harapan konsumen dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji
yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah
apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya,
brosur suatu Bank yang memperlihatkan ruangan yang baik, rapi, bersih
dan terawat. Tetapi pada kenyataannya ruangan yang ada nampak kusam,
kotor, dan tidak terawat. Maka sebenarnya komunikasi eksternal yang
dilakukan pihak perbankan tersebut telah mendistorsi harapan nasabah dan
menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa Bank
tersebut.
5.
Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi
perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru
mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya, petugas customer service
bisa saja terus mengunjungi nasabahnya untuk menunjukkan perhatiannya.
Akan tetapi nasabah dapat menginterpretasikannya sebagai suatu indikasi
bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan keluhan atau permasalahan
yang sedang dialaminya.
22
Gambar 2.2
Model Kualitas Jasa
Sumber : Kotler-Keller (2008;55)
2.1.4.4 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk
Tjiptono (2006;85) mengungkapkan terdapat berbagai macam faktor yang
dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor-faktor tersebut
meliputi :
1.
Produksi dan komunikasi yang terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability. Artinya
jasa diproduksi dan dikomunikasi pada saat bersamaan. Dengan kata lain
dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan.
Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen
23
dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada
karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi
pelanggan pada kualitas jasa misalnya :
2.
-
Tidak terampil dalam melayani pelanggan.
-
Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan.
Intensitas tenaga kerja yang tinggi
Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat pula
menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi.
hal-hal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang
kurang memadai atau bahkan tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang
tinggi, dan lain-lain.
3.
Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang
memadai
Karyawan frontline merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa.
Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu
mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi,
pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia). Dukungan tersebut bisa
berupa peralatan (perkakas, material, pakaian seragam), pelatihan
keterampilan, maupun informasi (misalnya prosedur operasi). Selain itu
yang tidak kalah pentingnya adalah unsur pemberdayaan, baik terhadap
karyawan frontline maupun para manajer.
4.
Kesenjangan-kesenjangan komunikasi
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor yang
sangat
esensial
dalam
kontrak
dengan
pelanggan.
Bila
terjadi
gap/kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau
persepsi negatif terhadap kualitas jasa.
5.
Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama
Pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena mereka memiliki
perasaan dan emosi. Dalam hal interaksi dengan pemberi jasa, tidak sama
pelanggan bersedia menerima pelayanan/jasa yang seragam (standardized
service). Hal ini menimbulkan tantangan bagi perusahaan agar dapat
24
memahami kebutuhan-kebutuhan khusus pelanggan individual dan
memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan
kepada mereka.
6.
Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan
Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat
meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan
yang buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan
tambahan terdapat jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah
selalu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalahmasalah seputar standar kualitas jasa.
7.
Visi bisnis jangka pendek
visi jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk
untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan suatu bank untuk
menekan
biaya
dengan
cara
mengurangi
jumlah
kasir
(teller)
menyebabkan semakin panjang antrian di bank tersebut.
2.1.4.5 Strategi Peningkatan Kualitas Jasa
Demi kepuasan konsumen, diperlukan suatu pengembangan strategi yang
diarahkan kepada konsumen. Meningkatkan pelayanan jasa tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan atau menekan saklar lampu. Banyak faktor yang
perlu dipertimbangkan. Fandy Tjiptono (2007;88) dalam bukunya yang berjudul
Strategi Pemasaran, mengemukakan beberapa cara yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu :
1. Mengidentifikasikan Determinan Utama Kualitas Jasa
Setiap perusahaan jasa perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik
kepada konsumennya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama
kualitas jasa dari sudut pandang konsumen. Oleh karena itu langkah
pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk mengidentifikasi
determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah
berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran
25
terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan
tersebut.
2. Mengelola Harapan Pelanggan
Semakin banyak janji yang diberikan perusahaan, maka semakin besar
pula harapan konsumen (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis)
yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya
harapan konsumen oleh perusahaan. Untuk itu ada suatu hal yang dapat
dijadikan pedoman, yaitu : Jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan,
tetapi berikan lebih dari apa yang dijanjikan .
3. Mengelola Bukti (evidence) Kualitas Jasa
Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi
konsumen selama dan sesudah jasa diberikan.
4. Mendidik Konsumen Tentang Jasa
Membantu konsumen dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang
sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang
lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.
5.
Mengembangkan Budaya Kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukkan dan penyempurnaan
kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi,
keyakinan, sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang
meningkatkan kualitas. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik,
dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.
6. Menciptakan Automating Quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang
disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Meskipun
demikian, sebelum memutuskan akan melakukan otomatis, perusahaan
perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang
membutuhkan
otomatisasi.
sentuhan
manusia
dan
bagian
yang
memerlukan
26
7. Menindaklanjuti Jasa
Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang
perlu
ditingkatkan.
Perusahaan
perlu
mengambil
inisiatif
untuk
menghubungi sebagian atau semua konsumen untuk mengetahui tingkat
kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan
dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk
berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.
8. Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa
Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan
berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan
dan menyebarluaskan informasi dan kualitas jasa guna mendukung
pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala
aspek yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal
dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan konsumen.
2.1.5
Merek
2.1.5.1 Pengertian Merek
Merek merupakan atribut produk yang sangat penting dan dapat
mempengaruhi kegiatan-kegiatan pemasaran dari suatu perusahaan. Agar dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai brand ini, maka penulis
mengemukakan pengertian brand dari beberapa ahli diantaranya :
Undang Undang Merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 yang dikutip
oleh Tjiptono (2008;347) mengatakan definisi merek adalah :
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi, dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan dan jasa.
Buchari Alma (2005;147) dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran Jasa, menyatakan bahwa definisi merek adalah :
Suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang
atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau
kombinasi keduanya.
27
Kotler & Keller (2009;332) mendefinisikan merek adalah :
Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, atau
kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk
mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa pemberian merek
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau
sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Merek
sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan
keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik
memberikan jaminan kepada konsumen.
Bagian dari merek menurut Kotler dan Amstrong (2008;76) dalam
bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Pemasaran adalah sebagai berikut :
a. Nama merek (brand name) adalah sebagian dari merek dan yang
diucapkan.
b. Tanda merek (brand mark) adalah sebagian dari merek yang dapat
dikenal, tetapi tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf,
atau warna khusus.
c. Tanda merek dagang (trademark) adalah merek atau sebagian dari
merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya menghasilkan
sesuatu yang istimewa.
d. Hak cipta (copyright) adalah hak istimewa yang dilindungi undangundang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis,
karya musik, atau karya seni.
Jika suatu perusahaan memperlakukan brand hanya sebagai nama, maka
perusahaan tersebut tidak melihat tujuan yang sebenarnya. Tantangan dalam
pemberian brand adalah mengembangkan satu kumpulan makna mendalam untuk
brand tersebut.
2.1.5.2 Karakteristik Merek
Setiap perusahaan tentu menginginkan suatu brand yang dipakai oleh
suatu produk menjadi brand pilihan konsumen sehingga akan memberikan
28
dukungan yang besar bagi keberhasilan suatu produk di pasar. Maka dari itu
selain untuk membedakan suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dari
produk pesaingnya, brand juga berfungsi untuk mempermudah konsumen untuk
mengenali dan mengidentifikasikan barang atau jasa yang hendak dibeli.
Rangkuti (2002;37) dalam bukunya yang berjudul The Power of Brands,
Teknik Mengelola Brand Equity &Strategi Pengembangan Merek menyatakan
bahwa karakteristik merek adalah sebagai berikut :
1.
Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.
2.
Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat.
3.
Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khusus.
4.
Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.
5.
Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan
mendapatkan perlindungan hukum.
Suatu merek yang baik harus dapat memenuhi karakteristik diatas,
meskipun pada kenyataannya tidak semua merek tersebut dapat memenuhi
karakteristik tersebut. Tetapi bagi perusahaan yang ingin memiliki keunggulan
bersaing, mereka akan berusaha untuk memenuhi kriteria-kriteria tersebut bagi
produk yang dihasilkannya sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dari
pemberian merek.
2.1.5.3 Manfaat Merek
Pemberian merek dapat menambah nilai dari suatu produk, namun perlu
juga dilihat dari pihak-pihak yang berkaitan yaitu produsen, konsumen, dan
bahkan distributor.
Saladin (2004;127) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Strategi
& Kebijakan Perusahaan, menyatakan sudut pandang produsen, konsumen dan
distributor terhadap merek sebagai berikut :
1.
Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang produsen
a. Memudahkan penjual mengolah pesanan-pesanan dan menekan
masalah.
29
b. Nama merek dan tanda dengan secara hukum akan melindungi penjual
dari pemalsuan ciri-ciri produk karena jika tidak demikian setiap
pesaing akan meniru produk tersebut.
c. Memberikan peluang bagi penjual kesetiaan konsumen pada
produknya dengan menetapkan haarga lebih tinggi.
d. Membantu penjual dalam mengelompokkan pasar kedalam segmensegmen.
e. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya merek yang baik.
f. Memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang ganas.
2.
Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang konsumen
a. Dapat membedakan prouk tanpa harus diperiksa secara teliti.
b. Konsumen mendapatkan beberapa informasi tentang produk tersebut.
2.1.6 Keputusan-keputusan Dalam Branding
2.1.6.1 Keputusan Pemberian Nama Merek (Brand Name Decision)
Pemilihan merek untuk suatu jenis barang atau jasa perlu sekali dipikirkan
karena jelas bahwa bagaimanapun besar kecilnya merek yang telah kita pilih
mempunyai pengaruh terhadap kelancaran penjualan. Pemberian merek terhadap
hasil produksi ini harus hati-hati jangan menyimpang dari keadaan dan kualitas
serta kemampuan perusahaan. Nama merek harus disesuaikan dengan keadaan
produk dan perusahaan yang bersangkutan.
Kotler dan Keller (2007;359), menyatakan bahwa terdapat empat strategi
dalam pemberian nama merek yaitu :
1. Nama merek individual (individual brand name)
Strategi ini memungkinkan perusahaan mencari nama terbaik untuk
masing-masing produk. Keuntungan utama dari strategi ini bahwa reputasi
perusahaan tidak terikat erat dengan produk tersebut. jika produk gagal
dan tampaknya memiliki mutu yang rendah, nama atau citra perusahaan
tidak akan rusak, contohnya : Unilever (Shampo Clear, Sabun Lux, Rinso,
Pepsodent dan lain-lain).
30
2. Nama kelompok yang digunakan untuk semua produk (blanket family
name for all products)
Keuntungan dari strategi ini adalah rendahnya biaya pengembangan karena
tidak membutuhkan riset nama atau pengeluaran iklan yang besar untuk
menciptakan pengakuan merek. Penjualan dari suatu produk baru akan
menjadi kuat jika nama produk baik. Contohnya : Toyota (Kijang Corolla,
Landscruiser).
3. Nama kelompok yang berbeda untuk semua produk (separate family
name for all product)
Strategi ini biasanya dilakukan pada saat perusahaan sering menciptakan
nama keluarga yang berbeda-beda untuk lini mutu yang berbeda dalam
kelas produk yang sama. Jika perusahaan memproduksi produk-produk
yang agak berbeda tidak dianjurkan untuk menggunakan strategi ini.
Contohnya : Indofood (Kecap Indofood, Saus Indofood dan lain-lain).
4. Nama dengan perusahaan dikombinasikan dengan nama merek
individual (company trade combine with individual product name)
Beberapa produk mengikat nama perusahaan mereka pada satu nama
merek individual untuk masing-masing produk. Nama perusahaan
melegtimasikan dan nama individual mengindividualisasikan produk baru.
Contohnya : Astra (Astra Kredit, Astra Mobil).
2.1.6.2 Keputusan Strategi Merek (Brand Strategy Decision)
Dalam memasarkan produk perusahaan ke pasar maka para pemasar harus
dapat mempergunakan tahapan strategi merek pada produk yang akan dijualnya
ke pasaran.
Saladin (2004;129), menyatakan bahwa perusahaan memiliki strategi
pemberian merekantara lain :
1. Brand Extention Strategy (strategi perluasan merek)
Merupakan suatu usaha untuk menggunakan merek yang sudah berhasil
terdapat produk baru, misalnya dengan menambahkan kata pada merek
lama produk tersebut. Contohnya Rinso menjadi Rinso Cair.
31
2. Multi Brand Strategy (strategi merek ganda)
Merupakan produk sejenis yang diberikan merek-merek berbeda, yang
dimaksudkan agar seolah-olah antara produk tersebut saling bersaing.
Contohnya sabun mandi produk Unilever terdapat merek Lux, Lifebuoy
dan lain-lain.
3.
Co-Branding (merek bersama)
Fenomena yang mengikat adalah munculnya co-branding yaitu dua merek
terkenal atau lebih dikombinasikan dalam suatu penawaran. Tiap sponsor
merek mengharapkan bahwa merek lain akan memperkuat preferensi
merek atau minat beli. Contoh Peugeot bekerja sama dengan ban
Michellin.
Strategi merek di atas akan sangat membantu perusahaan dalam
menentukan tipe merek mana yang bermanfaat bagi produknya. Keputusan
strategi merek yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam
memasarkan produknya, sehingga tujuan telah ditetapkan perusahaan yang akan
tercapai.
2.1.6.3 Keputusan Penetapan Ulang Posisi Merek (Brand Repositioning
Decision)
Brand Repositioning Decision adalah keputusan yang dilakukan
perusahaan untuk menentukan kembali posisi suatu merek. Betapapun baiknya
posisi awal suatu merek dalam pasar, nantinya perusahaan harus memposisikan
ulang pesaing mungkin dengan meluncurkan merek yang diposisikan berdekatan
dengan merek perusahaan dan mengambil alih pangsa pasarnya, atau keinginan
pelanggan mungkin bergeser, sehingga merek perusahaan kurang diminati lagi.
Pemasar harus mempertimbangkan reposisi ulang merek yang ada sebelum
memperkenalkan merek dan loyalitas konsumen.
32
2.1.7 Citra Merek (Brand Image)
2.1.7.1 Pengertian Citra Merek (Brand Image)
Brand image pada setiap perusahaan selalu dianggap penting karena dapat
membantu perusahaan tersebut untuk memposisikan diri mereka, pasar dan juga
dalam mempertahankan konsumen. Hal ini dikarenakan konsumen sering
mengartikan produk yang memiliki brand yang baik sebagai produk yang
berkualitas baik pula. Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat
apabila
dilandasi
pada
banyak
pengalaman
atau
penampakan
untuk
mengkomunikasikannya sehingga akan terbentuk citra merek (brand image).
Brand image yang baik akan mendorong untuk meningkatkan volume penjualan.
Untuk lebih jelasnya beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai brand
image.
Tjiptono (2008;49), menyatakan bahwa definisi brand image adalah
sebagai berikut :
Deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek
tertentu .
Ismail Solihin (2004;19) dalam bukunya yang berjudul Kamus
Pemasaran, mendefinisikan brand image adalah :
Citra merek merupakan segala seutau tentang merek suatu produk
yang dipikirkan, dirasakan dan divisualisasikan oleh konsumen .
Christina Whidya Utami (2006;213) dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Ritel, menyatakan bahwa definisi brand image (citra merek) adalah :
Serangkaian asosiasi yang biasanya diorganisasikan di seputar
beberapa tema yang bermakna .
Evawati (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Kualitas Produk dan
Citra Merek (Brand Image) MC DONALD : Pengaruhnya Terhadap
Kepuasan Konsumen , menyatakan bahwa:
Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan
persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan
pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek
berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi
terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif
33
terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan
pembelian.
Jadi brand image adalah serangkaian deskripsi tentang asosiasi dan
keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Brand image dari suatu produk
yang baik akan mendorong calon pembeli untuk mmbeli produk tersebut daripada
membeli produk yang sama dengan merek lain. Karena itu penting bagi
perusahaan untuk selalu menjag brand image perusahaannya agar selalu mendapat
kepercayaan dari konsumen.
2.1.7.2 Manfaat Brand Image
Rangkuti (2004;17), mengemukakan bahwa brand image memiliki
berbagai manfaat bagi perusahaan yaitu :
1.
Brand image dapat dibuat sebagai tujuan didalam strategi perusahaan.
2.
Brand image dapat dipakai sebagai suatu dasar untuk bersaing dengan
brand-brand lain dari produk yang sejenis.
3.
Brand image juga dapat membantu memperbaharui penjualan suatu
produk.
4.
Brand image dapat dipergunakan untuk mengevaluasi efek kualitas dari
strategi pemasaran.
5.
Brand image dapat dihasilkan dari faktor-faktor lain diluar usaha-usaha
strategi perusahaan.
Jadi Brand Image merupakan elemen yang sangat penting bagi perusahaan
didalam menjalankan aktivitas pemasarannya. Brand image suatu produk yang
baik akan menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut dibandingkan
membeli produk yang sejenis dari perusahaan lain, oleh karena itu perusahaan
harus dapat mempertahankan dan meningkatkan brand image yang sudah positif
di benak konsumen.
2.1.7.3 Diferensiasi Brand Image
Para pembeli mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap citra
perusahaan. Setiap perusahaan bekerja keras untuk mengembangkan citra yang
membedakan untuk merek-merek mereka. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor
34
diluar kontrol perusahaan. Agar dapat berfungsi citra tersebut harus disampaikan
melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia. Kotler dan Keller (2007;338),
menyatakan bahwa kontak pesan merek disampaikan melalui hal-hal sebagai
berikut :
1. Lambang
Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol yang kuat, perusahaan
dapat memilih sebuah simbol atau suatu warna pengidentifikasi.
Contoh : Simbol singa untuk Harris Bank dan apel untuk Apple Computer.
2. Media
Citra yang dipilih harus ditampilkan dalam iklan yang menyampaikan
suatu cerita, suasana hati, pernyataan sesuatu yang jelas berbeda dngan
yang lain.
Contoh : Pesan itu harus tampak di laporn tahunan, brosur dan katalog,
peralatan kantor perusahaan serta kartu nama.
3. Suasana
Ruang fisik yang ditempati organisasi merupakan pencipta citra yang kuat
lainnya.
Contoh : Hyatt Regency mengembangkan suatu citra tersendiri melalui
lobby atriumnya.
4. Peristiwa
Suatu oerusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis kegiatan
yang disponsorinya.
Contoh : Perrier, perusahaan air botolan, tampil menonjol dengan
membangun sarana olahraga dan mensponsori acara-acara olahraga.
2.1.7.4 Tolak Ukur Brand Image
Secara sederhana citra merek (brand image) dapat dikatakan sekumpulan
asosiasi yang berbentuk pada benak konsumen. Hal ini tentunya bisa dari hasil
komunikasi pemasaran, atau dari pengalaman orang yang sudah membeli merek
tersebut. jadi persepsi konsumen tersebut sangat dipengaruhi oleh citra merek. Hal
itulah yang membuat konsumen ingin mencoba suatu produk. Akan tetpai bagi
35
konsumen sebagai pengguna produk tersebut semua itu dapat bertambah kuat atau
lemah karena hasil dari pengalaman diri sendiri. Pengalaman inilah yang menjadi
hal yang terpenting dalam membentuk citra merek. Tentunya image yang timbul
diusahakan sebisa mungkin dapat membuat produk atau merek tersebut
dipersepsikan berbeda dari pesaing.
Keller yang dikutip oleh Tri Ari Prabowo (2007), mengatakan bahwa
terdapat tiga hal yang dapat membedakan citra merek antara berbagai merek yang
dievaluasi oleh konsumen yang dapat mningkatkan kemungkinan untuk
melakukan keputusan pembelian terhadap suatu merek, yaitu :
1.
Favorability of brand association, dimana konsumen percaya bahwa
merek suatu produk dapat memiliki manfaat bagi mereka. Indikatornya
adalah variasi produk (variasi model, variasi warna, variasi ukuran), harga
terjangkau dan kompetitif, prcaya diri konsumen.
2.
Strength of brand association, merupakan kekuatan asosiasi suatu merek
produk yang ada dalam ingatan konsumen. Indikatornya adalah kualitas
produk.
3.
Uniqueness of brand association, merupakan keunikan dari suatu merek
produk yang akan dipandang lain dan akan memberikan citra (image) yang
berbeda dari psaing. Indikatornya adalah akses atau kemudahan, ciri khas
trsendiri.
2.1.8
Kepuasan Konsumen
2.1.8.1 Pengertian Kepuasan Konsumen
Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para
konsumen yang merasa puas. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang
sederhana maupun kompleks. Dalam hal ini, peranan setiap individu dalam suatu
jasa sangatlah penting dan berpengaruh terhdap kepuasan yang dibentuk. Terdapat
banyak pengertian yang dikemukakan oleh beberaapa ahli, diantaranya adalah :
Kotler & Keller (2009;138), menyatakan bahwa definisi kepuasan yaitu :
36
Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecwa
seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang
dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka.
Lovelock-Wright (2007;102), mendefinisikan kepuasan adalah :
Keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa
kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan,
atau kesenangan.
Fandy Tjiptono (2007;24), mengemukakan kepuasan adalah :
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen
terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan
antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja
aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Anjar Rahmulyono (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis
Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Puskesmas Depok
I di Sleman, menyatakan bahwa :
Jika harapan pelanggan ini sesuai dengan apa yang dialami dan
dirasakan melebihi harapannya sudah dapat dipastikan pelanggan
tersebut akan merasa puas. Tetapi bila yangdialami dan dirasakan
pelanggan tidak sesuai dengan harapannya, misalpelayanannya tidak
ramah, tidak tanggap dan masakannya tidak enak, sudah
dapatdipastikan pelanggan tidak merasa puas.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kepuasan konsumen mencakup kesesuaian antara harapan konsumen dengan
kinerja yang dirasakan setelah mengkonsumsi. Harapan konsumen merupakan
keyakinan konsumen tentang apa yang diterimanya bila ia mengkonsumsi suatu
barang atau jasa, sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi konsumen
terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
37
Gambar 2.3
Konsep Kepuasan Konsumen
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan
Konsumen
Produk
Harapan Konsumen
Nilai Produk Bagi
Konsumen
Tingkat Kepuasan
Sumber : Fandy Tjiptono (2007;24)
Harapan konsumen dibentuk berdasarkan pengalaman pribadi, temanteman, dan juga dari komunikasi yang disampaikan lewat iklan, brosur atau
dengan cara lain. Apabila mereka membeli jasa tersebut, mereka membandingkan
dengan harapan mereka. Apabila jasa yang mereka rasakan jauh berada dibawah
jasa yang mereka harapkan, diasumsikan bahwa konsumen belum terpuaskan.
Untuk itu perusahaan harus memberikan jasa melebihi harapan mereka (mutu
jasa) agar perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang unggul dibandingkan
para pesaing.
Perusahaan berpikir bahwa mendapatkan konsumen adalah tugas bagian
pemasaran atau penjualan, jika bagian tersebut tidak mendapatkan konsumen
bahwa perusahaan menyimpulkan kinerja penjualan atau pemasaran kurang baik.
Akan tetapi kenyataannya adalah pelayanan perusahaan itu sendiri yang dapat
menarik konsumen dan mempertahankan konsumen sehingga tercipta kepuasan
konsumen, karena kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas
kinerja dan harapan, dengan begitu bila kinerja tidak memenuhi harapan sangat
berpengaruh dengan kepuasan konsumen.
38
2.1.8.2 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen
Setiap orang melakukan pembelian dengan harapan tertentu mengenai apa
yang akan dilakukan oleh produk atau jasa yang bersangkutan ketika digunakan,
dan kepuasan merupakan hasil yang diharapkan.
Fandy Tjiptono (2007;210), mengidentifikasikan empat metode untuk
mengukur kepuasan konsumen, yaitu :
1. Sistem Keluhan dan Saran
Organisasi
yang
berpusat
pada
pelanggan
mempermudah
para
pelanggannya guna memuaskan saran dan keluhan. Sejumlah perusahaan
yang berpusat pada pelanggan menyediakan nomor telepon bebas pulsa
hot lines.
2. Survey Kepuasan Pelanggan
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa para pelanggan kecewa pada
satu dari setiap empat pembelian, kurang dari 5% yang akan mengadukan
keluhan. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau
berpindah pemaok. Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan
pelanggan secara langsung dengan melakukan survey secara berkala.
Sambil mengumpulkan data pelanggan perusahaan tersebut juga perlu
bertanya lagi guna mengukur minat membeli ulang dan mengukur
kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan perusahaan dan merek
kepada orang lain.
3. Belanja Siluman (Ghost Shopping)
Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli
guna melaporkan titk kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu membeli
produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja misterius itu bahkan dapat
menguji cara karyawan penjualan di perusahaan itu menangani berbagai
situasi. Para manajer itu sendiri harus keluar dari kantor dari waktu ke
waktu, masuk ke situasi penjualan di perusahaannya dan di para
pesaingnya dengan cara menyamarkan dan merasakan sendiri perlakuan
yang mereka terima. Cara yang mirip dengan itu adalah para manajer
39
menelepon perusahaan mereka sendiri guna mengajukan pertanyaan dan
keluhan dalam rangka melihat cara menangani telepon.
4. Analisis Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)
Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti membeli atau
yang telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian itu.
Yang penting dilakukan bukan hanya melakukan wawancara terhadap
pelanggan yang keluar segera setelah berhenti membeli yang juga penting
adalah memantau tingkat kehilangan pelanggan.
2.1.9
Posisi Skripsi : Dibandingkan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Thomas S. Kaihatu (2012) yang
berjudul
Kepuasan Konsumen yang Dipengaruhi oleh Kualitas Layanan
dengan Brand Image Sebagai Variabel Perantara : Studi Kasus Pada
Konsumen Rumah Sakit Swasta di Kota Surabaya
menyatakan bahwa
kualitas layanan berpengaruh secara positif dansignifikan terhadap kepuasan
konsumen, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama dapat diterima.
Konsep yang dikemukakan oleh Zeithaml & Bitner (1996) bahwa kepuasan
konsumendipengaruhi oleh kualitas layanan yang diberikan sehingga semakin
baik kualitas layanan yang ditunjukkan, akan semakin meningkatkan kepuasan
dari konsumen yang merasakannya. Halini dibuktikan dengan nilai persepsi
konsumen atas kualitas layanan dengan nilai meansebesar 3,49 yang masuk ke
dalam kategori baik.
Kualitas layanan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadapbrand
image, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua dapat diterima. Seperti
dikemukakan oleh Tjiptono (2005) bahwa konsumen seringkali mengaitkan
sebuah kualitas jasa dengan reputasi yang diasosiasikan dengan brand saja,
sehingga sebuah kualitas jasa yang baik akan turut mengangkat brand image
penyedia jasa dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dibuktikan dengan nilai mean
sebesar 4,01 yang masuk ke dalam kategori baik.
Brand image berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap
kepuasan konsumen, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga tidak
40
diterima. Sebuah analogi pemikiran bahwa pada saat konsumen berada pada
kondisi darurat apapun, peran brand image sebuah rumah sakit menjadi tidak
terlalu pentinglagi bagi kepuasan konsumen. Oleh karena itu dalam penelitian ini
pula tidak dapat membuktikan bahwa brand image dapat menjadi variabel
perantara antarakualitas layanan dengan kepuasan konsumen.
Selain itu, terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Evawati (2012)
yang berjudul Kualitas Produk dan Citra Merek (Brand Image) MC
DONALD : Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Konsumen menyatakan
bahwakualitas produk dan citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan konsumen. Kualitas produk memiliki hubunganyang kuat dan kontribusi
yang
signifikan
dalammempengaruhi
kepuasan
pelanggan
dan
citra
merek.Kepuasan pelanggan juga memiliki hubungan yangkuat dan memberikan
kontribusi bagi kualitas jasa dan citra merek.
Dengan adanya kedua kesimpulan dari penelitian terdahulu tersebut, maka
dapat diperoleh perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan penulis. Penelitian Thomas S. Kaihatu (2012)menyatakan brand
image berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, sedangkan penelitian ini
menyatakan bahwa brand image berpengaruh positif dan signifikan. Karena pada
dasarnya seseorang akan merasa puas dan menimbulkan gengsi dengan
keberadaan brand image dari produk atau jasa yang dikonsumsinya.Penelitian
Evawati (2012) menyatakan kepuasan pelanggan memiliki hubungan yangkuat
dan memberikan kontribusi bagi kualitas jasa dan brand image, sedangkan
penelitian ini menyatakan adanya hubungan yang cukup kuat antara kualitas jasa
pelayanan dan brand image terhadap kepuasan konsumen. Hal tersebut dapat
terjadi karena adanya faktor-faktor dari kualitas jasa dan brand image yang belum
membuat konsumen merasa puas.
2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1
Keterkaitan Kualitas Jasa Pelayanan dengan Kepuasan Konsumen
Suatu kepuasan akan dirasakan oleh konsumen bila mereka menerima
produk atau jasa sekurang-kurangnya sama atau sesuai dengan yang diharapkan.
41
Dan apabila produk atau jasa berada dibawah harapan konsumen maka akan
terjadi suatu ketidakpuasan.
Kotler-Keller (2009;66),menyatakan bahwa :
Salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari
perusahaan adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan
pelanggan tidak lagi bersedia menerima atau mentoleransi kinerja
kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan terdapat
hubungan yang erat antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan.
Jasa memiliki pengaruh terhadap kepuasan konsumen. Jasa yang baik
memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan
yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang hubungan ini dapat
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan konsumen
serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meminimumkan atau
meniadakan pengalaman konsumen yang kurang menyenangkan. Sehingga
kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada
perusahaan yang telah memberikan kualitas pelayanan yang memuaskan.
Kualitas jasa pada dasarnya merupakan suatu kelengkapan organ yang
mutlak dan harus ada pada setiap perusahaan, untuk itu banyak perusahaan yang
bergerak dalam bidang jasa berlomba untuk melakukan inovasi dan koreksi
terhadap
kinerja
atau
hasil
yang
dicapai
tersebut,
karena
gunanya
mempertahankan konsumen agar tidak jatuh ketangan para pesaing. Maka
perusahaan harus berpikir maju beberapa langkah dalam memperhatikan atas apa
yang sebenarnya diharapkan oleh para pelanggan atau konsumen (pengguna jasa)
dari mulai hal kecil sampai dengan hal yang besar.
Hubungan pelanggan dengan sebuah perusahaan menjadi kuat ketika
pelanggan memberikan penilaian yang baik tentang kualitas jasa dan menjadi
kelemahan ketika konsumen memberikan citra yang negatif, penilaian yang baik
dengan kualitas pelayanan akan membuat perusahaan mendapatkan kepercayaan
dari konsumen.
Dalam sebuah perusahaan, peranan kualitas jasa sangat vital karena
berhubungan dengan minat dan kepuasan konsumen atau pelanggan. Konsumen
selalu
menuntut
jawaban
yang
memuaskan
terhadap
pertanyaan
yang
dikemukakannya, sehingga kualitas jasa dalam perusahaan dituntut dapat
42
memuaskan konsumen dengan berbagai cara, seperti bukti langsung, kehandalan,
daya tanggap, jaminan, empati dan lain-lain sehingga tercipta kepuasan
konsumen. Saat ini perusahaan berfokus pada pengukuran kepuasan konsumen,
hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kualitas jasa dari perusahaan untuk
meningkatkan kepuasan konsumen.
2.2.2
Keterkaitan Brand Image dengan Kepuasan Konsumen
Image yang diyakini oleh konsumen mengenai suatu merek sangat
bervariasi, tergantung dari persepsi masing-masing individu. Pada masyarakat
yang semakin terbuka wawasannya mengenai kualitas dan performance suatu
produk, brand image ini akan menjadi sangat penting. Apabila suatu produk
memiliki brandimage yang positif dan diyakini konsumen dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginannya, maka dengan sendirinya akan menumbuhkan
kepuasan konsumen akan barang dan jasa yang dibelinya tersebut. Image positif
tentu dapat menjadi kekuatan bagi merek yang digunakan produk atau jasa
tersebut sehingga menimbulkan kepuasan konsumen setelah menggunakannya.
Muhammad Igor Beladin, Bambang Munas Dwiyanto (2013) dalam
jurnalnya yang berjudul
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas
Pelayanan, dan Citra Merek Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi pada
Pengguna Sepeda Motor Merek Yamaha dari Kalangan Mahasiswa
Universitas Diponegoro Semarang), menyatakan bahwa :
Semakin baik persepsi konsumen terhadap citra merek perusahaan
maka kepuasan konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika
persepsi konsumen terhadap citra merek buruk maka kepuasan
konsumen juga akan semakin rendah. Citra merek atau image yang
baik dari suatu produk menumbuhkan kepuasan konsumen tersendiri
atas pemakaian produk yang memang memiliki citra yang positif, hal
ini menjadikan konsumen merasa bangga dan percaya diri ketika
menggunakan merek tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Brand Image yang dilaksanakan dengan baik akan
memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
43
2.2.3
Keterkaitan Kualitas Jasa Pelayanan dan Brand Image dengan
Kepuasan Konsumen
Kualitas jasa pelayanan dan brand image merupakan faktor yang dapat
menimbulkan kepuasan konsumen. Hal tersebut terjadi karena dengan adanya
kualitas jasa pelayanan yang baik dimata konsumen, maka konsumen akan merasa
puas dan tentunya memilih jasa tersebut untuk dikonsumsinya secara terus
menerus. Selain kualitas jasa pelayanan, brand image yang baik pada jasa tersebut
pun yang pada akhirnya akan memberi kepuasan dan menimbulkan gengsi yang
tinggi kepada diri konsumen.
Tjiptono (2008;55),menyimpulkan bahwa :
Dengan meningkatkan kualitas jasa dan pencitraan merek
perusahaan
yang
baik,
maka
akan
meningkatkan
kepuasan
konsumen.
Hal tersebut yang membuat kualitas jasa pelayanan dan brand image harus
diperhatikan oleh perusahaan dalam melakukan pemasarannya. Tidak hanya
membuat konsumen membeli produk atau jasa perusahaan saja, tetapi membuat
konsumen merasa puas yang pada akhirnya konsumen akan loyal dengan produk
atau jasa dari perusahaan tersebut.
2.3
Hipotesis Penelitian
Sejalan dengan kerangka pemikiran tersebut, maka dalam melakukan
penelitian ini penulis memperoleh hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1 :
Kualitas jasa pelayanan yang dilakukan PT. Cahaya Medika Healthcare
sudah baik, brand image (citra merek) PT. Cahaya Medika Healthcare
sudah baik, dan tingkat kepuasan konsumen PT. Cahaya Medika
Heathcare tinggi.
Hipotesis 2 :
Kualitas jasa pelayanan PT. Cahaya Medika Healthcare berpengaruh
positif terhadap kepuasan konsumen.
44
Hipotesis 3 :
Brand image PT. Cahaya Medika Healthcareberpengaruh positif terhadap
kepuasan konsumen.
Hipotesis 4 :
Kualitas jasa pelayanan dan brand image PT. Cahaya Medika Healthcare
berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
Download