medika

advertisement
medika
REPUBLIKA SELASA, 6 DESEMBER 2011
BIJAK
YOGI ARDHI/REPUBLIKA
:: klinika ::
Philips Luncurkan
Program The +
Project
Permasalah kesehatan begitu
banyak di sekeliling kita sehingga
terkadang sulit dicari tahu apa
penyebab dan solusinya. Masyarakat
adalah pihak yang paling dirugikan
karena banyaknya perma-salahan
tersebut. Menyadari kondisi itu,
Philips mengajak masyarakat mencari solusi permasalahan yang ada
melalui program The + Project. “Program ini adalah perwujudan komitmen kami kepada maryarakat. Kolaborasi philips dan masyarakat
akan mewujudkan kota layak huni,
mempermudah akses layanan kesehatan, dan mengajak warga untuk
hidup sehat,” ujar Presiden Direktur
PT Philips Indonesia, Robert
Fletcher, di Jakarta, pekan lalu.
Menurutnya, program ini dibagi
menjadi tiga kategori yaitu layanan
kesehatan (access to healthcare),
kota layak huni (livable cities), dan
gaya hidup sehat (healthy living).
Pada ajang ini masyarakat bisa
mengadu idenya secara berkelompok maupun individu. Pengajuan ide
dilakukan mulai 28 November 2011
sampai 29 Januari 2012, melalui
situs www.philips.co.id/plus.
Kompetisi dilakukan di seluruh
kawasan Asia Pasifik.
Format pengajuan adalah
ringkasan tak lebih dari 750 kata,
foto dan video dilampirkan sebagai
tambahan. Selama delapan minggu
akan dipilih pemenang mingguan
dari setiap kategori. Di akhir kompetisi, 24 finalis dari tiga kategori
akan diumumkan.” Tahap penentuan
pemenang dilakukan oleh para juri
dan voting dari masyarakat, masingmasing selama dua minggu.
Pemenang setiap kategori memperoleh uang senilai 50 ribu dolar
AS dan kesempatan mewujudkan ide
bersama Philips,” jelas Fletcher.
Kompetisi ini, lanjutnya, diharapkan bisa mengatasi permasalahan
yang ada. ■ c 11 ed: anjar fahmiarto
Menggunakan
Antibiotik
Pemberian antibiotik yang
terlalu sering membuat
kuman kebal.
ila kita sakit dan
memeriksakan ke
dokter, biasaya
sering diberi
antibiotik. Obat
jenis ini diyakini
ampuh melawan penyakit.
Karena itu masyarakat sering
mengonsumsinya, baik dengan
resep dokter maupun tidak.
Padahal mengonsumsi antibiotik tidak boleh sembarangan.
Layaknya semua obat,
antibiotik juga memiliki efek
samping. Karena itu, kata
spesialis patologi klinik FKUIRSCM, Tonny Loho, penggunaannya harus tepat dan bijak.
Misalnya pemberian untuk
paru-paru. Ketika diminum
antibiotik akan melewati usus.
Akibatnya akan berefek pada
flora dalam usus. Mungkin saja
flora di usus ikut mati dan
menjadi kebal. Flora ini akan
tubuh menjadi koloni dan tentu
akan berefek pada tubuh si
pemakai. “Ada saat dimana
antibiotik harus diberikan atau
tidak. Hal tersebut tergantung
hasil laboratorium. Pemberian
antibiotik terlalu kerap akan
membuat kuman kebal. Setiap
antibiotik juga memiliki
spesifikasi,” ujarnya di
Jakarta, pekan lalu.
Menurut Tony, antibiotik
adalah segolongan senyawa
alami maupun sintetik yang
berefek menekan atau
menghentikan proses
biokimia dalam organisme.
Khususnya proses infeksi
oleh bakteri. Mekanisme ini
memungkinkannya manjur
mengobati penyakit.
Akibatnya masyarakat
maupun dokter terbiasa
menggunakan obat ini.
Padahal antibiotik tidak
efektif mengobati penyakit
akibat virus, jamur, dan
nonbakteri lainnya.
Antibiotik bisa diberikan
bila ada tanda-tanda infeksi
bakteri. Gejala tersebut meliputi nyeri, bengkak, kemerahan, atau rasa sakit bila lokasi
infeksi di sekitar sendi. Obat
ini sebaiknya tidak diberikan
bila yang muncul adalah
radang (inflamasi), alergi, atau
akibat virus misalnya dengue
fever. Antibiotik juga tidak
perlu diberikan, bila hasil lab
menunjukkan flora normal,
B
28
misalnya Esterichia coli nonpatogen pada feses. Kejelian
dokter pada saat pemeriksaan
sangat menentukan pemberian
antibiotik. “Hasil lab sifatnya
mendukung kejelian pengamatan saat pemeriksaan.
Seorang dokter harus bisa
membedakan gejala karena
bakteri atau bukan,” ujar
Tonny.
Khusus untuk demam,
sarannya, sebaiknya disertai
hasil lab untuk melihat penghitungan jumlah sel darah
putih. Tes lab bisa dilakukan di
empat lokasi yaitu pada urine,
dahak, darah, dan feses.
Antibiotik tidak bisa diberikan
apabila efek samping yang
timbul terlalu berat.
Tonny mencontohkan, jenis
MUSIRON/R
EPUBLIKA
Alternatif
Pengobatan
Bernama Biosimilar
quinolone yang
tidak boleh diberikan pada
wanita hamil, menyusui, bayi,
dan anak. Pada wanita hamil
pemberian obat akan menghambat pembentukan inti sel,
terutama pada dua minggu
pertama kehamilan. Akibatnya
anak akan terlahir cacat.
Quinolone juga menghambat
pembentukan (epiphysis) tulang pada wanita menyusui,
bayi dan anak. Akibatnya anak
menjadi pendek, sedangkan
pada wanita menyususi ancaman osteoporosis mengintai.
Obat ini juga tidak
diperkenankan bila ada pilihan
lain yang kurang toksik.
“Penderita ginjal dan gangguan
saraf pendengaran, sebaiknya
tidak mengonsumsi antibiotik
jenis aminoglycosida. Jenisnya
antara lain gentamicin dan
amikacin. Antibiotik ini bersifat toksik pada ginjal sehingga
tidak diperkenankan bagi penderita ginjal,” papar Tony.
Banyaknya hal yang harus
dipertimbangkan pada penggunaan antibiotika, mensyaratkan pengetahuan yang juga
harus dimilik pasien. Meurut
Anesthesiologist RS Pondok
Indah, Yohanes George, pasien
harus tahu penyakit apa yang
menyerangnya. Apalagi
sekarang banyak informasi di
internet. Jadi jangan hanya
menggantungkan pada dokter.
”Sama halnya saat pemberian
obat. Pasien harus tahu obat
apa yang diberikan dan efek
sampingnya,” katanya.
Hal ini, lanjut Yohanes,
sudah dilakukan di dunia
barat. Masyarakat barat menganggap medical knowledge
adalah pengetahuan wajib yang
harus dimiliki. Sehingga dokter
dan pasien bisa mendiskusikan
jenis penyakit dan obat yang
diberikan. Kesadaran
masyarakat menyebabkan
antibiotik tidak bisa
sembarangan diberikan.
Kondisi berbeda ditemukan
di Indonesia, atau Asia pada
umunnya. Yohanes mengatakan, Indonesia menganut
prinsip pengobatan kuratif
(mengobati). Sedangkan Barat
menganut preventif (pence-
gahan). Akibatnya, ketika sakit
semua obat diberikan untuk
mengatasi penyakit tersebut.
“Istilahnya pasien seperti
dibom obat. Baru setelah itu
dilihat mana yang efektif,”
ujarnya.
Pencegahan
Antibiotik bukan harga mati
alternatif pengobatan. Tonny
mengatakan, kalau tidak mau
menggunakan antibiotik, jagalah kebersihan. Serangan
bakteri bisa diminimalkan
dengan langkah itu.” Tindakan
preventif tersebut misalnya
cuci tangan dan menutup
makanan setelah dimasak,”
ujarnya.
Hand hygiene bisa mencegah
transmisi kuman ke lokasi lain.
Tonny membagi langkah cuci
tangan berdasarkan kondisi
yang ada. Apabila tangan terlihat kotor secara fisik, sebaiknya cuci tangan menggunakan
air mengalir. Bila tidak, menggunakan cairan berbasis alkohol. “Sekarang sudah banyak
dijual cairan antiseptik berbasis
alkohol. Tentu kebersihan
tangan bukan masalah lagi,”
ujarnya. ■ c11 ed: anjar fahmiarto
Biosimilar adalah produk biologi
atau bioterapeutika yang dinyatakan mirip obat yang pertama
kali dipasarkan. Obat ini dipasarkan setelah masa paten dari obat
inovator berakhir. Contohnya adalah
Monoclonal Antibody, Growth Hormone, Human recombinant, Erythropoietin, dan Human Insulin.
Pengobatan biosimilar berbasis
protein. Penyakit kanker menjadi
contoh bagaimana pengobatan
biosimilar bekerja. Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia, dr
Dradjat Ryanto Suardi SpB (K) Onk
mengatakan, kanker dihasilkan dari
protein tertentu dari tubuh.
Pengobatan biosimilar dilakukan
dengan memasukkan rangkaian
protein yang menghasilkan zat antikanker ke dalam tubuh. Rangkaian
protein ini bersifat rapuh, jangan
sampai menggumpal, tidak boleh
kena guncangan dan panas, serta
punya tendensi bergabung dengan
yang lain. Akibatnya efektivitas
akan menurun. “Namun biosimilar
hanya butuh sekali penerapan.
Setelah itu tubuh secara otomatis
memproduksinya,” kata Drajat, di
Jakarta, beberapa waktu lalu.
Walaupun diklaim menguntungkan, lanjutnya, saat ini Indonesia belum mengenal biosimilar. Ini
karena biosimilar memiliki sensitivitas dan risiko immunogenitas yang
tinggi. ■ c11 ed: anjar fahmiarto
TAHTA AIDILLA
:: jurnal ::
HINDARI IMS UNTUK
KETURUNAN YANG SEHAT
I
nfeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat
hubungan seksual dengan pasangan yang
sudah tertular. Contohnya HIV/AIDS dan Hepatitis BT. Tetapi penyakitnya tidak bisa dilihat
dari alat kelaminnya. Artinya, alat kelaminnya
masih tampak sehat meskipun orangnya
membawa bibit penyakit ini.
Sebagian besar orang yang memiliki infeksi menular seksual tidak tahu bahwa dirinya
terinfeksi. Ini karena tidak adanya gejala yang
muncul sehingga tanpa disadari ia bisa menularkan infeksi tersebut ke orang lain. Menurut
Pakar Seks, dr Boyke Dian Nugraha SpOG,
penting bagi kita mengetahui apa itu IMS dan
apakah pasangan kita menderita IMS atau
tidak.” Ini untuk menghindarkan kita tertular
infeksi yang sama dari pasangan,” ujarnya di
Jakarta, pekan lalu.
Boyke menegaskan, ketidaktahuan pasangannya ini merupakan hal yang fatal karena bisa berdampak buruk bagi pasangan
ataupun bayi yang dikandung oleh si wanita.
Misalnya saja jika pasangan wanitanya hamil,
maka janin dalam kandungannya akan cacat,
mengalami kebutaan, kelainan usus dan penderitaan lainnya. Untuk itu penting sekali ada
keterbukaan antar pasangan.
“Keterbukaan orang Indonesia terhadap
pasangannya masih belum ada dan sepertinya susah sekali. Padahal kalau kena penyakit kelamin lalu yang perempuan hamil bisa menyebabkan cacat pada janin,” jelasnya.
Padahal, tutur Boyke, setiap pasangan
pasti ingin memiliki anak yang sehat. Salah
satu caranya adalah dengan memiliki
keterbukaan satu sama lain. Namun kebanyakan masyarakat sulit mengungkapkannya
dan beranggapan hal tersebut adalah masa
lalu. Jangankan masalah IMS, masalah perawan atau perjaka saja mereka tidak mau.
Ia menambahkan, masyarakat biasanya
sudah berpikir dulu kalau ditanya apakah
punya infeksi menular seksual atau tidak.
Mereka lebih memilih saling menutup diri.
Padahal itu bukan masa lalu tapi suatu hal
yang patut untuk diomongin. “Sebaiknya sebelum menikah, pasangan calon pengantin
melakukan pre marital check up terlebih
dahulu. Ini penting untuk mengetahui kondisi
kesehatan masing-masing pasangan termasuk masalah IMS ini. Hal tersebut jarang
sekali dilakukan, mereka lebih sibuk
mengurusi pesta pertunangan dan
pernikahan,” tandasnya.
Mereka juga enggan melakukan cek,
takut ketika mengetahui hasilnya tidak sesuai
harapan dan pada akhirnya tidak jadi menikah. Padahal ini demi keturunan yang sehat.
Selain keterbukaan, Boyke menyarankan agar
pasangan dalam melakukan hubungan seksual menggunakan pelindung, agar terhindari
dari IMS.
Hal penting lainnya adalah jangan bergantiganti pasangan. Parahnya menurut Data
Penelitian Sexual Wellbeing Global Survey
ditemukan bahwa hanya 29 persen pria dan
wanita Indonesia berada didalam hubungan
yang stabil (menikah) saat pertama kali
berhubungan seksual. General Manager
Reckitt Benckiser Indonesia, Ratanjit Das,
mengatakan menurut hasil penelitian Sexual
Wellbeing Global Survey yang dilakukan Durex
kepada 1.015 responden warga Indonesia
berusia 18 tahun keatas, ditemukan sekitar 1
dari 5 orang Indonesia yang sedang menjalin
hubungan mengaku tidak tahu apakah pasangannya pernah menderita infeksi menular
seksual atau tidak. Ditemukan fakta juga
bahwa 27 persen laki-laki tidak mengetahui
apakah pasangan mereka pernah menderita
IMS atau tidak. Sedangkan perempuan hanya
13 persen yang tidak tahu apakah pasangan
mereka pernah menderita IMS atau tidak.
■ desy susilawati ed: anjar fahmiarto
Download