8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Aktiva Tetap
Aktiva tetap sering disebut dengan fixed assets merupakan aktiva
berwujud yang bersifat jangka panjang dan digunakan dalam aktivitas atau operasi
perusahaan.
Aktiva tetap berwujud adalah aktiva-aktiva yang sifatnya relatif
permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah relatif
permanen menunjukkan sifat dimana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan
dalam jangka waktu yang cukup lama untuk tujuan akuntansi. Jangka waktu
penggunaan ini dibatasi dengan lebih dari satu periode akuntansi. (Zaki, 2000:21)
Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud,
mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun dan diperoleh perusahaan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan bukan untuk dijual kembali.
(Soemarsono, 2005:20)
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam operasi
perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan.(Haryono Yusuf, 2005:153)
Berdasarkan pengertian di atas aktiva tetap merupakan assets yang
dimiliki perusahaan bukan untuk diperjual-belikan, melainkan sebagai sarana
untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan. Sifat inilah yang membedakan
antara aktiva tetap dengan persediaan (inventory), misalnya mesin yang
8
diperdagangkan atau dijual oleh toko merupakan persediaan, sedangkan yang
digunakan untuk kegiatan operasi merupakan aktiva tetap perusahaan, karena
digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Sifat aktiva tetap lainnya adalah
umur ekonomisnya lebih dari satu tahun karena sifat inilah kemudian dikenal
adanya penyusutan sebagai suatu alat atau cara untuk mendistribusikan harga
perolehan aktiva tetap tersebut sepanjang umur ekonomisnya. Sifat lainnya adalah
pengeluaran untuk memperoleh aktiva tetap merupakan pengeluaran material bagi
perusahaan.
2.1.2
Klasifikasi Aktiva Tetap
Pengklasifikasian aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan sangat
penting untuk memperlancar atau mempermudah dalam pencatatan, pemeliharaan,
pengawasan dan pembebanan penyusutan. Aktiva tetap dapat dibedakan menjadi
dua bagian yaitu (Haryono Jusuf, 2005:155) :
1) Aktiva Tetap Berwujud
Aktiva tetap berwujud adalah aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya
relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal.
Istilah relatif permanen menunjukkan sifat dimana aktiva yang
bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup
lama. Aktiva tetap berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat
mempunyai macam-macam bentuk seperrti tanah, bangunan, mesin-mesin
dan alat-alat, kendaraan dan lain-lain.
9
2) Aktiva Tetap Tidak Berwujud
Aktiva tetap tidak berwujud digunakan untuk menunjukkan aktiva-aktiva
yang umurnya lebih dari satu tahun dan tidak mempunyai bentuk fisik.
Pada umumnya aktiva tetap tidak berwujud merupakan hak-hak yang
dimiliki yang dapat digunakan lebih dari satu tahun. Aktiva ini
mempunyai nilai karena diharapkan dapat memberikan sumbangan pada
laba. Yang termasuk dalam pengertian aktiva tetap tidak berwujud adalah
patent, hak cipta, merk dagang, franchise, leasehold, goodwill, dan lainlain.
2.1.3
Pengertian Penyusutan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.17) yang dimaksud
dengan penyusutan adalah alokasi suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang
masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke
pendapatan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Penyusutan
(depreciation) adalah proses akuntansi dalam mengalokasikan biaya aktiva
berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang
diharapkan mendapat manfaat dari penggunaan aktiva tersebut. (Kieso dan
Weygandt, 2002:58)
Penyusutan merupakan pengakuan adanya penurunan nilai aktiva tetap
berwujud. (Soemarsono, 2005:24)
Committee on Terminology dari AICPA akuntansi menyatakan bahwa
depresiasi adalah suatu system akuntansi yang bertujuan untuk membagikan harga
perolehan atau nilai dasar lain dari aktiva tetap berwujud, dikurangi nilai sisa
10
(jika ada), selama umur kegunaan unit itu yang ditaksir (mungkin berupa suatu
kumpulan aktiva-aktiva) dalam suatu cara yang sistematis dan rasional. Ini
merupakan proses alokasi bukan penilaian. Beban depresiasi untuk satu tahun
adalah sebagian dari jumlah total beban itu yang dengan sistem tersebut
dialokasikan ke tahun yang bersangkutan. Meskipun di dalam alokasi itu
diperhitungkan hal-hal yang terjadi selama satu tahun itu, tidaklah dimaksudkan
sebagai suatu alat pengukur terhadap akibat-akibat dari kejadian-kejadian itu.
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat
dikelompokkan menurut kriteria berikut (Soemarsono, 2005:25) :
1) Berdasarkan Waktu :
(1) Metode garis lurus (straight line method)
(2) Metode pembebanan yang menurun
a) Metode jumlah angka tahun (sum of year digit method)
b) Metode saldo menurun atau saldo menurun ganda (declining
/ double declining balance method)
2) Berdasarkan Penggunaan :
(1) Metode jam jasa (service hours method)
(2) Metode jumlah unit produksi (produktive output method)
3) Berdasarkan Kriteria lainnya :
(1) Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite
method)
(2) Metode anuitas (annuity method)
(3) Sistem persediaan (inventory system)
11
2.1.4
Pengertian Leasing atau Sewa Guna Usaha
Beberapa pengertian sewa guna usaha atau dikenal dengan istilah leasing
yang dikemukakan oleh beberapa sumber sebagai berikut (Dahlan Siamat,
2004:293):
1) Financial Accounting Standart Board (FASB-13) :
Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal
yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu.
2) The International Accounting Standard (IAS-17) :
Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan
barang (asset) dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan
pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu.
3) The Equipment Leasing Association (ELA-UK) :
Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk
penyewaan suatu jenis barang (asset) tertentu langsung dari pabrik atau
agent penjual oleh lessee. Hak kepemilikan barang tetap berada pada
lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar
sewa dengan jumlah dan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
4) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 21
Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha :
Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
12
digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.
Sewa guna usaha (leasing) merupakan suatu cara untuk dapat
menggunakan suatu aktiva tanpa harus membeli aktiva tersebut. (Husnan dan
Pudjiastuti, 2006 : 359). Sewa guna usaha (lease) merupakan perjanjian
kontraktual antara pemilik (lessor) dan penyewa (lessee). (Wild, dkk, 2005 : 164)
Berdasarkan pandangan hukum, kegiatan sewa guna usaha memiliki 4
(empat) ciri, yaitu (Sri Susilo, 2000:128):
Pertama
: Perjanjian antara lessor dengan pihak lessee
Kedua
: Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor mengalihkan hak
penggunaan barang kepada pihak lessee.
Ketiga
: Lessee membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang
(asset).
Keempat : Lessee mengembalikan barang tersebut kepada lessor pada akhir
periode yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang
dari umur ekonomis barang tersebut.
2.1.5
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Leasing
Ada berbagai pihak yang terkait dengan suatu perjanjian sewa guna usaha.
Pihak-pihak tersebut menurut (Sartono, 2001:305) antara lain :
1) Lessor
Adalah perusahaan sewa guna atau pihak yang memberikan jasa
pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk penyediaan barang modal.
2) Lessee
13
Adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam
bentuk barang modal dari pihak lessor.
3) Supplier
Adalah perusahaan yang mengadakan atau menyediakan barang untuk
dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
4) Kreditur
Pihak kreditur dalam transaksi sewa guna usaha biasanya adalah bank
yang memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.
Kondisi ini biasanya terjadi dalam mekanisme leveraged leasing dimana
sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Kreditur
atau pihak bank juga dapat memberikan kredit kepada pihak supplier
untuk pembelian barang-barang modal yang kemudian akan dijual
sebagai objek sewa guna usaha kepada lessee atau lessor.
2.1.6
Klasifikasi Perusahaan Sewa Guna Usaha
Perusahaan-perusahaan sewa guna usaha dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga kelompok, yaitu (Sartono, 2001:305) :
1) Perusahaan sewa guna Independent (Independent Leasing Company)
Sebagian besar perusahaan dalam industri sewa guna usaha termasuk
dalam kelompok ini. Perusahaan jenis ini terpisah dan independent dari
supplier. Untuk memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya,
perusahaan sewa guna independent dapat berhubungan dengan berbagai
supplier atau produsen. Lembaga-lembaga keuangan yang terlibat
dalam kegiatan usaha sewa guna adalah bank dan perusahaan asuransi.
14
Perusahaan-perusahaan ini juga dapat memberikan pendanaan kepada
perusahaan supplier (manufactur) yang disebut sebagai vendor program.
2) Captive Lessor
Adalah perusahaan sewa guna yang merupakan anak perusahaan
(subsidiary) dari suatu perusahaan supplier. Pembentukan perusahaan
semacam
ini
biasanya
didasari
pemikiran
bahwa
penyediaan
pembiayaan sewa guna sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan
penjualan melebihi tingkat penjualan yang menggunakan pembiayaan
tradisional. Captive lessor banyak digunakan dalam penjualan mobil,
seperti Indomobil dengan PT. Swadarma Leasing, Timor Putra Nasional
dengan Timor Leasing Company, dan Astra International dengan Astra
Credit Company. Tujuan penggunaan captive lessor dalam bidang
penjualan mobil ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi
konsumen.
3) Lease Broker atau Packager
Perusahaan jenis ini hanya melakukan fungsi brokerage dengan
mempertemukan calon lessee yang membutuhkan barang modal dengan
pihak lessor. Perusahaan lease broker biasanya tidak memiliki barang
atau peralatan untuk menangani transaksi sewa guna atas namanya.\
15
2.1.7 Jenis-jenis Transaksi Leasing
Jenis-jenis
transaksi
leasing
dapat
dibedakan
menurut
teknik
pembiayaannya yang secara garis besar dapat dibagi dua kategori pembiayaan
yaitu : Finance Lease dan Operating Lease. (Sartono, 2001:306)
1) Finance Lease
Finance lease atau terkadang disebut full pay out lease adalah suatu
bentuk pembiayaan dengan ciri berikut :
Pertama, objek sewa guna atau barang modal yang dimiliki lessor dapat berupa
benda bergerak ataupun benda tidak bergerak yang memiliki umur maksimum
sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut. Kedua, Lessee
berkewajiban melakukan pembayaran kepada lessor secara berkala sesuai dengan
jumlah dan jangka waktu yang telah disetujui. Jumlah yang dibayar merupakan
angsuran (Lease Payment) yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah
dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan yang
ditetapkan lessor. Ketiga, lessor tidak dapat secara sepihak membatalkan kontrak
atau mengakhiri masa kontrak dalam jangka waktu perjanjian yang telah disetujui.
Risiko ekonomis yang berkaitan dengan objek sewa guna ditanggung oleh lessee.
Keempat, lessee pada akhir masa kontrak memiliki hak atau opsi beli untuk
membeli objek sewa guna kepada lessor atau memperpanjang masa sewa guna
sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.
Finance lease sendiri terbagi dalam beberapa bentuk transaksi. Dua bentuk
finance lease yang umum dijumpai oleh Direct Financial Lease dan Sale and
Lease Back. Selain itu terdapat beberapa bentuk transaksi finance lease lainnya
16
seperti Leveraged Lease, Syndicated Lease, Cross Border Lease dan Vendor
Program.
(1) Direct Financial Lease atau direct lease, merupakan suatu bentuk
transaksi sewa guna dimana lessor membeli suatu barang atas
permintaan pihak lessee dan sekaligus menyewakan barang tersebut
kepada lessee yang bersangkutan. Lessee dapat menentukan spesifikasi
barang termasuk penentuan harga dan pemilihan supplier yang akan di
lease tersebut. Tujuan utama pihak lessee dalam transaksi ini adalah
untuk mendapatkan pembiayaan dengan cara sewa guna dalam bentuk
perolehan barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi.
Proses pembelian oleh pihak lessor murni dilakukan untuk
kepentingan pihak lessee.
(2) Sale and Lease Back, dimana pihak lessee sengaja menjual barang
modalnya kepada lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna
atas barang tersebut antara lessor dengan lessee yang dalam hal ini
merupakan pihak yang menjual barang untuk digunakan selama masa
sewa guna yang disetujui kedua belah pihak. Metode ini biasanya
digunakan untuk memperoleh tambahan dana untuk keperluan modal
kerja. Metode ini menjadi populer akibat adanya masalah impor barang
modal seperti perijinan, bea masuk dan pajak. Untuk menghindari
kendala-kendala ini biasanya pihak lessee akan membeli dahulu barang
modal impor atau ekspor atas namanya sendiri, termasuk dengan
membayar bea masuk dan bea impor. Kemudian barang tersebut dijual
17
kepada lessor untuk selanjutnya diserahkan kembali dibawah kontrak
sewa guna kepada lessee untuk digunakan sesuai dengan jangka waktu
yang disetujui
(3) Leveraged Lease, ciri penting jenis transaksi ini adalah adanya
keterlibatan kreditur jangka panjang dalam pembiayaan suatu objek
sewa guna. Pihak kreditur jangka panjang inilah yang memiliki porsi
terbesar, sekitar 60%-80%, dalam pembiayaan transaksi sewa guna.
Sisanya sekitar 20%-40% dibiayai oleh pihak lessor. Kreditur jangka
panjang ini dapat berupa bank atau lembaga keuangan lainnya dan
statusnya dalam transaksi sewa guna hanya sebagai penyedia dana
kepada pihak lessor. Jaminan dalam proses pembiayaan antara kreditur
dengan lessor adalah objek sewa guna. Dalam transaksi sewa guna
jenis ini, pihak lessor bertanggungjawab langsung kepada kreditur
sesuai dengan jumlah pembiayaan.
(4) Syndicated Lease, adalah pembiayaan sewa guna usaha yang
diselenggarakan oleh lebih dari satu lessor atau suatu objek sewa guna
atau satu lessee. Transaksi Syndicated terjadi jika lessor tidak bersedia
karena alasan risiko atau tidak mampu karena keterbatasan dana untuk
menutup sendiri suatu transaksi sewa guna yang dibutuhkan oleh pihak
lessee. Untuk memenuhi permintaan pihak lessee, beberapa perusahaan
sewa guna tersebut akan menjadi koordinator dalam pelaksanaan
perjanjian sewa guna.
18
(5) Cross Border Lease, atau disebut juga dengan International Leasing
merupakan transaksi sewa guna yang dilakukan diluar batas suatu
negara, dalam artian negara tempat lessor berkedudukan berbeda
dengan negara dimana pihak lessee berkedudukan. Dalam transaksi
International leasing ini pihak lessor menghadapi berbagai jenis risiko
dan kendala yang kompleks karena perbedaan mekanisme hukum,
perpajakan, peraturan kepemilikan dan berbagai masalah lainnya.
Pihak lessor juga harus memiliki pertimbangan politis, seperti
pertimbangan mengenai stabilitas suatu negara, sebelum memutuskan
untuk terlibat dalam perjanjian sewa guna dengan pihak lessee disuatu
negara lain. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, umumnya
transaksi International Leasing ini dilakukan oleh anak perusahaan
(subsidiary) atau perusahaan afiliasi dari perusahaan sewa guna yang
terlibat. Proses transaksi International Leasing ini dilakukan dengan
perjanjian penjualan bersyarat dimana pihak lessee diwajibkan untuk
membeli barang yang di leasenya pada akhir masa kontrak. Ketentuan
ini merupakan upaya untuk melindungi pihak lessor dari kompleksitas
peraturan suatu negara asing.
(6) Vendor Program merupakan suatu metode penjualan yang dilakukan
oleh produsen atau dealer dimana perusahaan sewa guna memberikan
fasilitas sewa guna kepada pembeli barang. Dalam transaksi ini pihak
lessor membayar kepada pihak vendor (penjual) sesuai dengan harga
barang yang dipilih.atau ditentukan pembeli (lessee). Pembayaran
19
sewa atau angsuran oleh lessee dapat dilakukan langsung kepada lessor
atau dapat dibayarkan melalui vendor yang bersangkutan.
2) Operating Lease
Operating lease adalah suatu bentuk pembiayaan dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
(1) Objek sewa guna digunakan oleh lessee dalam masa kontrak dengan jangka
waktu relatif pendek daripada umur ekonomisnya.
(2) Jumlah seluruh pembayaran sewa secara berkala yang dilakukan oleh lessee
kepada lessor tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang modal berikut dengan bunganya. Hal ini dikarenakan
pihak lessor justru mengharapkan keuntungan dari penjualan barang modal
setelah berakhirnya masa kontrak atau keuntungan melalui kontrak-kontrak
sewa guna lainnya.
(3) Risiko ekonomis dan biaya pemeliharaan barang modal yang menjadi objek
sewa guna ditanggung oleh pihak lessor.
(4) Barang modal yang menjadi objek sewa guna harus dikembalikan oleh
pihak lessee kepada pihak lessor pada akhir masa kontrak atau dapat
dikatakan bahwa pihak lessee tidak memiliki hak atau opsi untuk membeli
objek sewa guna.
(5) Bersifat cancellable atau pihak dapat secara sepihak membatalkan
perjanjian kontrak sewa guna sewaktu-waktu.
Jenis transaksi operating lease tidak begitu populer digunakan di banyak
negara, termasuk Indonesia, karena berbagai alasan teknis. Salah satu alasan
20
utama tidak populernya jenis transaksi ini adalah karena belum tersedianya
dukungan pasar sekunder atas barang bekas sewa guna.
2.1.8
Mekanisme Transaksi Leasing
Mekanisme leasing merupakan dasar-dasar dalam suatu transaksi leasing
(basic lease). Mekanisme transaksi leasing adalah sebagai berikut (Kasmir,
2000:130) :
1) Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis
barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual
atas barang yang akan dilease.
2) Lessee
melakukan negoisasi dengan lessor mengenai kebutuhan
pembiayaan barang modal.
3) Lessor mengirimkan letter of ofter atau commitment letter kepada lessee
yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai
barang
modal
yang
dibutuhkan
lessee,
menandatangani
dan
mengembalikannya kepada lessor.
4) Penandatanganan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi
lessee dimana kontrak tersebut mencakup hal-hal : pihak-pihak yang
terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan
asuransi,
tanggungjawab
atas
objek
leasing,
perpajakan,
jadwal
pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
5) Pengiriman order beli kepada suplier disertai instruksi pengiriman barang
kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah
disetujui.
21
6) Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan
serta menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar yang
selanjutnya diserahkan kepada suplier.
7) Penyerahan dokumen oleh suplier kepada lessor termasuk faktur dan
bukti-bukti kepemilikan barang-barang lainnya.
8) Pembayaran oleh lessor kepada suplier.
9) Pembayaran sewa (leasing payment) secara berkala oleh lessee kepada
lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian
jumlah yang dibiayai beserta bunganya.
2.1.9
Pembayaran Leasing
Besarnya uang sewa yang dibayarkan oleh lessee terdiri dari unsur bunga
dan cicilan pokok yang jumlahnya selalu berubah-ubah. Pembayaran bunga
tersebut akan semakin kecil sejalan dengan penurunan saldo pokok. Pembayaran
sewa dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu (Kasmir, 2000:134) :
1) Payment in Advance (pembayaran di muka) adalah pembayaran
angsuran
pertama dilakukan pada saat realisasi. Angsuran ini hanya
mengurangi hutang pokok karena saat itu belum dikenakan bunga.
2) Payment in Arrears (pembayaran sewa dibelakang) adalah angsuran
yang dilakukan pada periode berikutnya setelah realisasi. Angsuran ini
mengandung unsur bunga dan cicilan pokok.
22
Besarnya pembayaran sewa pada setiap periode ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu :
1) Nilai barang modal
Nilai barang modal adalah total nilai harga barang modal dengan nilai sisa
pada akhir masa kontrak.
2) Simpanan jaminan
Simpanan jaminan dilakukan atas permintaan lessor sebagai security
deposite yang besarnya tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak.
Semakin besar simpanan jaminan semakin sedikit besarnya uang sewa
periodik.
3) Nilai sisa
Nilai sisa adalah perkiraan yang wajar atas nilai suatu barang modal yang
dilease pada akhir masa kontrak. Metode apapun yang digunakan untuk
mengatur leasing, nilai sisa adalah faktor yang sangat penting untuk
dipertimbangkan untuk menetapkan harga dari setiap jenis sewa guna
usaha. Nilai sisa dan pembayaran sewa adalah sumber utama pendapatan
lessor.
4) Jangka waktu
Jangka waktu kontrak leasing dikaitkan dengan jangka waktu kegunaan
atau manfaat barang modal tersebut. Meskipun demikian dalam praktek
proyeksi arus kas, lessee merupakan faktor yang sangat penting dalam
penentuan jangka waktu leasing.
23
5) Tingkat bunga
Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan pembayaran leasing
adalah tingkat bunga efektif yang ditetapkan oleh lessor yang dihitung
berdasarkan besarnya biaya dana ditambah dengan tingkat keuntungan
yang diharapkan.
2.1.10 Kelebihan Leasing sebagai Sumber Pembiayaan
Leasing sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya, antara lain
sebagai berikut (Dahlan Siamat, 2004:313) :
1) Pembiayaan penuh
Transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan pembiayaannya
dapat diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini akan membantu cash flow
terutama bagi perusahaan (lessee) yang berdiri atau beroperasi dan perusahaan
yang mulai berkembang.
2) Lebih fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena leasing lebih
mudah menyesuaikan keadaan keuangan lessee dibandingkan dengan
perbankan.
3) Sumber pembiayaan alternatif
Leasing merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa
mengganggu fasilitas kredit (cash line) yang telah dimiliki. Dari segi jaminan,
leasing tidak terlalu menuntut adanya jaminan tambahan yang lebih
dibandingkan apabila lessee memperoleh pinjaman dari pihak lainnya.
24
banyak
4) Off balance sheet
Tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi leasing dalam
neraca memberi daya tarik tersendiri kepada lessee karena tanpa
mencantumkan sebagai aktiva berarti prosedur pembelian barang tidak perlu
dipenuhi serta terperinci karena mungkin masih dalam batas kewenangan
direksi.
5) Arus dana
Keluwesan
pengaturan
pembayaran
sewa
sangatlah
penting
dalam
perencanaan arus dana karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang
berarti terhadap pendapatan lessee.
6) Proyeksi inflasi
Leasing merupakan pelindung terhadap inflasi meskipun dalam beberapa
keadaan sering dikatakan hal ini kurang relevan. Dalam tahun-tahun
berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan, khususnya apabila leasing
berdasarkan tarif suku bunga tetap, maka lessee akan membayar dengan
jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian
yang dilakukan di masa lalu.
7) Perlindungan akibat kemajuan teknologi
Dengan memanfaatkan leasing, lessee dapat terhindar dari kerugian akibat
barang yang disewa tersebut mengalami ketinggalan model dan teknologi
disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi karena dalam perjanjian,
barang yang sedang disewa dapat ditukarkan dengan barang yang serupa yang
25
lebih canggih apabila dikemudian hari terdapat penemuan-penemuan baru
yang lebih unggul dari pada produk barang yang sama.
8) Sumber pelunasan kewajiban
Pembatasan pembelanjaan dalam perjanjian kredit dapat di atasi melalui
leasing karena pada umumnya pelunasan atau pembayaran angsuran hampir
selalu diperkirakan berasal dari modal kerja yang dihasilkan oleh adanya
barang yang dilease, sehingga ke khawatiran pada kreditur terhadap gangguan
penggunaan modal kerja yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang
telah diberikan dapat di atasi.
Adanya biaya-biaya tambahan selain harga perolehan seperti biaya
penyerahan, instalasi, pemeriksaan, konsultan, percobaan, dan sebagainya
dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal yang dapat dibiayai dalam leasing
dan dapat disusutkan berdasarkan lamanya masa leasing.
9) Perlindungan terhadap keusangan
Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating lease yang berjangka
waktu relatif singkat dapat mengatasi kekhawatiran lessee terhadap risiko
keusangan sehingga lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap
dini yang mungkin terjadi.
10) Kemudahan penyusutan anggaran
Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap akan
merupakan kemudahan dalam penyusutan anggaran tahunan lessee.
26
11) Pembiayaan proyek skala besar
Adanya keengganan untuk memikul risiko investasi dalam pembiayaan proyek
yang sering kali menjadi masalah diantara pemberi dana, biasanya dapat di
atasi melalui perusahaan leasing sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh
yang dapat diterima serta kemudahan untuk menguasai barang yang dibiayai
apabila terjadi suatu kelalaian.
12) Meningkatkan debt capacity
Perolehan barang modal melalui leasing tidak otomatis menaikkan debt equity
ratio yang mempengaruhi bankability dari lessee yang bersangkutan.
2.1.11 Segi-segi Kelemahan Leasing
Disamping keuntungan-keuntungan yang telah disebutkan di atas, menurut
(Sartono, 2001:317) sistem pembiayaan dengan sewa guna usaha juga mempunyai
kelemahan antara lain :
1) Tingkat bunga lease biasanya lebih tinggi dari tingkat bunga hutang.
2) Bisa lebih mahal dari pada pembelian aktiva dengan uang tunai.
3) Biasanya ada batasan-batasan agar lessee tidak bisa mengubah atau
memodifikasi aktiva yang disewagunausahakan tanpa ijin lessor.
4) Untuk operating lease, pada saat berakhirnya kontrak lease harus
menandatangani kontrak baru atau membeli aktiva yang bersangkutan
dengan harga pasar yang relatif tinggi. Dengan kata lain, nilai sisa aktiva
yang bersangkutan dikuasai lessor.
27
Menurut Anastasia yang dikutip dari (Sofyan, 1994:171) kegiatan sewa
guna usaha juga memiliki kelemahan baik bagi lessee ataupun bagi lessor, yaitu
sebagai berikut :
Kelemahan bagi lessee adalah :
1) Lessee wajib memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh lessor
untuk
melindungi
peralatannya
misalnya
bentuk
pembatasan
pengoperasian barang, perlindungan asuransi, dan lain-lain.
2) Lessee juga bisa saja kehilangan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan barang pada saat akhir lease untuk beberapa jenis barang.
3) Khususnya dalam capital lease, mungkin kurang tepat bila lessee hanya
membutuhkan aktiva dalam jangka waktu pendek, karena jika dibatalkan
sebelum perjanjiannya selesai akan menimbulkan biaya yang cukup besar.
4) Karena barang yang disewagunausahakan tidak dapat dicatat sebagai
assets, maka tidak dapat dijadikan sebagai jaminan kredit di bank.
5) Hak menggunakan barang sewa guna usaha merupakan intangable assets
yang tidak dapat disajikan dalam neraca sebagai aktiva tetap.
Kerugian bagi pihak lessor adalah :
1) Sebagai pemilik, lessor mempunyai risiko besar jika barang yang
disewagunausahakan mendapat tuntutan dari pihak ketiga, misalnya terjadi
kecelakaan atau kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh
barang yang disewagunausahakan tersebut.
28
2) Dalam hal adanya komplain, lessor tidak bisa mengklaim pabrik atau
supliernya secara langsung. Tindakan tersebut seharusnya dilakukan oleh
lessee sebagai pemakai barang tersebut.
3) Lessor tetap bertanggung jawab atas pembayaran kewajiban tertentu
karena kepemilikan barang.
4) Walaupun mempunyai hak secara hukum menjual barang sewa guna
usaha, namun lessor belum tentu bebas dari berbagai ikatan seperti gadai
dan kewajiban lain.
2.1.12 Kredit Bank
Menurut (Hasibuan, 2001:87) kredit berasal dari kata credere yang artinya
kepercayaan,
yaitu
kepercayaan
dari
kreditor
bahwa
debitornya
akan
mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah
pihak. Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama
bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Kredit adalah kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk membayar
sejumlah uang di masa yang akan datang (Kasmir, 2002:97)
Menurut
Undang-undang
No.7
tahun
1992
tentang
Perbankan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 tahun 1998 disebutkan:
” Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
29
Adapun untuk menghitung besarnya angsuran kredit yang harus
dibayarkan oleh peminjam kepada bank, menurut (Riyanto, 2001:233) dapat
dihitung dengan menggunakan present value. Formula angsuran kredit adalah
sebagai berikut :
1

1 
 (1  i )
P= 
i



n



 ...........................................................................(1)



Dimana :
P = jumlah pinjaman
n = periode pembayaran
i = tingkat bunga
Dimana dalam rumus tersebut bahwa besarnya angsuran yang dibayarkan adalah
sebesar jumlah pinjaman dibagi dengan present value dari anuitas.
2.1.13 Keunggulan dan Kelemahan Kredit Bank
Pembiayaan usaha melalui hutang pada bank, memiliki keunggulan dan
kelemahan yaitu : (Kasmir, 2000:71)
Keunggulan hutang bank sebagai alternatif pembiayaan adalah :
1) Pinjaman jangka menengah dan panjang memberikan lebih banyak waktu
untuk pengembalian, walaupun konsekuensinya dengan biaya bunga.
2) Tidak mempengaruhi persentase pemilikan saham perusahaan.
3) Membuka kemungkinan pinjaman tambahan di masa mendatang jika tidak
ada keterlambatan pelunasan pinjaman.
4) Hutang rekening koran menyediakan dana untuk keperluan mendadak
dengan biaya bunga yang terkendalikan.
30
Kelemahan hutang pada bank adalah :
1) Bisa lebih mahal dari suumber dana lainnya.
2) Umumnya membutuhkan jaminan berupa aktiva perusahaan atau aktiva
pribadi pemilik perusahaan.
3) Selain biaya bunga, seringkali juga ada pembebanan biaya jasa tertentu.
4) Hanya dapat diperoleh dalam jumlah terbatas, yang mungkin tidak cukup
untuk rencana perusahaan.
5) Biaya untuk pinjaman jangka panjang biasanya lebih tinggi dari pinjaman
jangka pendek.
6) Ada kemungkinan batasan rasio keuntungan tertentu, seperti rasio jumlah
hutang terhadap modal sendiri tidak lebih dari 20%. Batasan tersebut
mungkin akan menghambat perkembangan usaha perusahaan.
2.1.14 Aliran Kas Dalam Perbankan
Setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan
kas. Kas diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari maupun
untuk mengadakan investasi baru dalam aktiva tetap. Kas diartikan sebagai nilai
uang kontan yang ada dalam perusahaan beserta pos-pos lain yang dalam jangka
waktu dekat dapat diuangkan sebagai alat pembayaran kebutuhan financial, yang
mempunyai sifat yang tinggi tingkat likuiditasnya. Kas dalam kegiatan
operasional diperlukan untuk : ( Riyanto, 2001: 94)
1) Membiayai seluruh kegiatan operasi perusahaan sehari-hari.
2) Mengadakan investasi baru dalam aktiva tetap.
3) Membayar deviden, pajak, bunga dan pembayaran lain-lain.
31
Proses aliran kas yang terjadi dalam perusahaan terus-menerus atau
kontinyu sepanjang hidup perusahaan yang bersangkutan yang terdiri dari :
1) Aliran Kas Masuk (Cash Inflow)
Aliran kas masuk ada yang bersifat kontinyu dan ada yang bersifat tidak
kontinyu.
Aliran kas masuk yang bersifat kontinyu seperti :
(1) Aliran kas yang berasal dari hasil penjualan produk secara tunai.
(2) Penagihan piutang dari penjualan
(3) Penjualan aktiva tetap yang ada.
(4) Penanaman investasi dari pemilik atau pemilik saham bila berbentuk
perseroan terbatas.
(5) Pinjaman hutang dari pihak lain.
(6) Penerimaan sewa dan pendapatan lain-lain.
2) Aliran Kas Keluar (Cash Out Flows)
Seperti aliran kas masuk, aliran kas keluar juga ada yang bersifat kontinyu
dan juga yang bersifat tidak kontinyu.
Aliran kas keluar yang bersifat kontinyu, yaitu :
(1) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik
lain-lain (biaya over head pabrik).
(2) Pengeluaran biaya administrasi umum dan biaya administrasi
penjualan.
32
Sedangkan aliran kas keluar yang tidak kontinyu yaitu :
(1) Pengeluaran untuk pembayaran bunga.
(2) Deviden.
(3) Pajak penghasilan atau laba.
(4) Pembayaran angsuran hutang.
(5) Pembelian kembali saham perusahaan.
(6) Pembelian aktiva tetap.
Menurut (Husnan, 2000:160) secara umum terdapat tiga komponen arus
kas yaitu :
1) Arus kas investasi
Arus kas investasi ini merupakan arus kas keluar (karena itu akan
diberikan tanda negatif), dan umumnya terjadi pada awal periode (tahun
ke-0).
Meskipun demikian, dapat saja arus kas keluar tersebut terjadi selama
beberapa tahun atau periode.
2) Arus kas operasional
Arus kas ini merupakan arus kas yang terjadi karena operasi proyek dan
terjadi selama usia ekonomis proyek tersebut. Umumnya arus kas ini
diharapkan positif, meskipun pada awal-awal usia proyek dapat saja
ditaksir masih akan negatif.
33
3) Arus kas terminal
Arus kas terminal adalah arus kas yang akan terjadi pada saat usia
ekonomis proyek telah berakhir. Biasanya arus kas ini positif dan berasal
dari penjualan aktiva tetap dan kembalinya modal kerja.
2.1.15 Metode Net Present Value
Metode net present value merupakan metode yang memperhatikan
proceeds setelah tercapainya payback period maupun time value of money. Oleh
karena metode ini memperhatikan time value of money, maka proceeds yang
digunakan dalam menghitung net present value (NPV) adalah proceeds atau cash
inflow yang di diskontokan atas dasar biaya modal (cost of capital) atau rate of
return yang diinginkan.
Menurut (Riyanto, 2001:127) dalam metode ini pertama-tama yang
dihitung adalah nilai sekarang (present value) dari procceds yang diharapkan atas
dasar discount rate tertentu. Kemudian jumlah present value (PV) dari
keseluruhan procceds selama usianya dikurangi dengan present value dari jumlah
investasinya (initial investment). Selisih antara present value dari keseluruhan
procceds dengan present value dari pengeluaran modal (capital out lays)
dinamakan nilai sekarang neto atau net present value (NPV).
Present value dapat diperoleh dengan mengalikan tingkat bunga dengan
pokok pinjaman untuk periode tertentu. (Sartono, 2001:46)
Formula umum present value arus kas tunggal yang akan diterima pada
waktu ke-n adalah sebagai berikut (Husnan, 2000:51) :
34
PV 
Vn
1  r n …………………………………………………………………..(2)
Dimana :
PV = Present Value
Vn = nilai arus kas keluar pada waktu ke-n
r = tingkat bunga
2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi adalah penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Siswadi (1999) dengan judul ”Analisis Alternatif
Pembiayaan Barang Modal Antara Sewa Guna Usaha atau Kredit Bank pada PT.
Sapta Melati Denpasar”. Pada penelitiannya, jenis sewa guna usaha yang
dilakukan adalah capital leasing, dimana jenis transaksinya adalah sale and lease
back. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana menentukan alternatif
pembiayaan barang modal yang lebih menguntungkan antara sewa guna usaha dan
kredit bank. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan metode Bower
Herringer Williamson (BHW). Dengan menggunakan pendekatan BHW method
diperoleh kesimpulan bahwa alternatif pembiayaan barang modal dengan sewa
guna usaha lebih menguntungkan dari pada alternatif kredit bank.
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Kartika Yasa (2003) yang berjudul
”Evaluasi Keputusan Pembiayaan Pada Mesin Foto Copy Xerox V500R di PT.
Asuransi Astra Buana Cabang Denpasar” dimana pada penelitian ini jenis
transaksi leasing yang dilakukan perusahaan termasuk operating lease, pokok
permasalahan yang di bahas adalah sumber pembiayaan manakah yang
seharusnya dipilih oleh perusahaan untuk pengadaan mesin Foto Copy Xerox
35
V500R. Teknik analisis yang digunakan adalah Capital Budgeting dengan metode
nilai sekarang kas keluar, dimana metode ini digunakan untuk mengetahui nilai
sekarang aliran kas keluar dari pengeluaran dengan pembiayaan sewa guna usaha
dan pembiayaan dengan kredit bank. Dengan menggunakan metode Capital
Badgeting dapat disimpulkan bahwa alternatif pembiayaan dengan kredit bank
lebih menguntungkan dari pada sewa guna usaha.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Anastasia (2004) dengan judul ”FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Sewa Guna Usaha Sebagai Kebijakan
Pembiayaan Barang Modal Pada PT. Bali Desa Puri”. Pada penelitian ini, jenis
sewa guna usaha yang dilakukan adalah capital lease, dimana jenis transaksinya
adalah lease and back. Pokok permasalahan yang dibahas adalah faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh atau yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan
kebijakan pembiayaan barang modal pada PT. Bali Desa Puri. Teknik analisis
yang digunakan adalah mencari cash out flow pada masing-masing alternatif
pembiayaan yaitu alternatif sewa guna usaha atau alternatif kredit bank serta
dengan uji statistik menggunakan distribusi Kai Kuadrat. Dengan menggunakan
metode Present Value disimpulkan bahwa kebijakan sewa guna usaha lebih
menguntungkan dari pada kredit bank dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan kebijakan sewa guna usaha pada PT. Bali Desa Puri sebagai kebijakan
pembiayaan barang modalnya ada empat, yaitu : cost of benefit, kemudahan
prosedur, jaminan dan relasi. Dan yang paling mempengaruhi kebijakan tersebut
dari hasil perhitungan kuisioner dan uji statistik adalah faktor cost of benefit dan
kemudahan prosedur.
36
Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah :
Persamaannya :
1) Memiliki latar belakang masalah yang hampir sama, dimana masalah dana
merupakan hambatan utama bagi suatu perusahaan dalam penyediaan
fasilitas atau faktor-faktor produksi, sehingga memerlukan sumber dana
dari luar perusahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan aktiva
tetapnya.
2) Memiliki pokok permasalahan yang sama yaitu membandingkan alternatif
yang lebih menguntungkan antara sewa guna usaha dengan pembiayaan
dari kredit bank.
3) Pada penelitian kedua dan ketiga dengan penelitian ini sama-sama
memperhitungkan nilai sekarang dari biaya modal yang harus dikeluarkan
oleh masing-masing alternatif pembiayaan.
Perbedaannya :
1) Pada penelitian pertama dan ketiga, perusahaan sudah memutuskan untuk
memilih alternatif sewa guna usaha (leasing) sebagai sarana penambahan
aktiva tetapnya dengan jenis capital lease, penelitian kedua melakukan
transaksi leasing jenis operating lease, sedangkan pada penelitian ini
perusahaan baru akan merencanakan penambahan aktiva tetap dan belum
memutuskan apakah akan menggunakan alternatif sewa guna usaha atau
kredit bank.
37
2) Pada
teknik
analisis
datanya,
dimana
pada
penelitian
pertama
menggunakan metode Bower Herringer Williamson dan pada penelitian
kedua menggunakan metode capital budgeting, serta penelitian ketiga
menggunakan metode present value cash out flow dan uji statistik dengan
menggunakan distribusi Kai Kuadrat, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan metode present value cash out flow.
3) Lokasi penelitian dimana pada penelitian pertama dilakukan di PT. Sapta
Melati Denpasar yang bergerak dalam penyediaan jasa transportasi yang
dikhususkan untuk angkutan pariwisata, pada penelitian kedua dilakukan
di PT. Asuransi Astra Buana Cabang Denpasar yang bergerak dalam
bidang jasa asuransi kerugian dan penelitian yang ketiga dilakukan di PT.
Bali Desa Puri yang bergerak di bidang jasa perhotelan, sedangkan pada
penelitian ini dilakukan di PT. Destination Asia yang bergerak di bidang
jasa travel agent.
38
Download