BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Aktiva Tetap Aktiva tetap sering disebut dengan fixed assets merupakan aktiva berwujud yang bersifat jangka panjang dan digunakan dalam aktivitas atau operasi perusahaan. Aktiva tetap berwujud adalah aktiva-aktiva yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah relatif permanen menunjukkan sifat dimana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama untuk tujuan akuntansi. Jangka waktu penggunaan ini dibatasi dengan lebih dari satu periode akuntansi. (Zaki, 2000:21) Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan bukan untuk dijual kembali. (Soemarsono, 2005:20) Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan.(Haryono Yusuf, 2005:153) Berdasarkan pengertian di atas aktiva tetap merupakan assets yang dimiliki perusahaan bukan untuk diperjual-belikan, melainkan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan. Sifat inilah yang membedakan antara aktiva tetap dengan persediaan (inventory), misalnya mesin yang 8 diperdagangkan atau dijual oleh toko merupakan persediaan, sedangkan yang digunakan untuk kegiatan operasi merupakan aktiva tetap perusahaan, karena digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Sifat aktiva tetap lainnya adalah umur ekonomisnya lebih dari satu tahun karena sifat inilah kemudian dikenal adanya penyusutan sebagai suatu alat atau cara untuk mendistribusikan harga perolehan aktiva tetap tersebut sepanjang umur ekonomisnya. Sifat lainnya adalah pengeluaran untuk memperoleh aktiva tetap merupakan pengeluaran material bagi perusahaan. 2.1.2 Klasifikasi Aktiva Tetap Pengklasifikasian aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan sangat penting untuk memperlancar atau mempermudah dalam pencatatan, pemeliharaan, pengawasan dan pembebanan penyusutan. Aktiva tetap dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu (Haryono Jusuf, 2005:155) : 1) Aktiva Tetap Berwujud Aktiva tetap berwujud adalah aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah relatif permanen menunjukkan sifat dimana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama. Aktiva tetap berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat mempunyai macam-macam bentuk seperrti tanah, bangunan, mesin-mesin dan alat-alat, kendaraan dan lain-lain. 9 2) Aktiva Tetap Tidak Berwujud Aktiva tetap tidak berwujud digunakan untuk menunjukkan aktiva-aktiva yang umurnya lebih dari satu tahun dan tidak mempunyai bentuk fisik. Pada umumnya aktiva tetap tidak berwujud merupakan hak-hak yang dimiliki yang dapat digunakan lebih dari satu tahun. Aktiva ini mempunyai nilai karena diharapkan dapat memberikan sumbangan pada laba. Yang termasuk dalam pengertian aktiva tetap tidak berwujud adalah patent, hak cipta, merk dagang, franchise, leasehold, goodwill, dan lainlain. 2.1.3 Pengertian Penyusutan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.17) yang dimaksud dengan penyusutan adalah alokasi suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Penyusutan (depreciation) adalah proses akuntansi dalam mengalokasikan biaya aktiva berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari penggunaan aktiva tersebut. (Kieso dan Weygandt, 2002:58) Penyusutan merupakan pengakuan adanya penurunan nilai aktiva tetap berwujud. (Soemarsono, 2005:24) Committee on Terminology dari AICPA akuntansi menyatakan bahwa depresiasi adalah suatu system akuntansi yang bertujuan untuk membagikan harga perolehan atau nilai dasar lain dari aktiva tetap berwujud, dikurangi nilai sisa 10 (jika ada), selama umur kegunaan unit itu yang ditaksir (mungkin berupa suatu kumpulan aktiva-aktiva) dalam suatu cara yang sistematis dan rasional. Ini merupakan proses alokasi bukan penilaian. Beban depresiasi untuk satu tahun adalah sebagian dari jumlah total beban itu yang dengan sistem tersebut dialokasikan ke tahun yang bersangkutan. Meskipun di dalam alokasi itu diperhitungkan hal-hal yang terjadi selama satu tahun itu, tidaklah dimaksudkan sebagai suatu alat pengukur terhadap akibat-akibat dari kejadian-kejadian itu. Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria berikut (Soemarsono, 2005:25) : 1) Berdasarkan Waktu : (1) Metode garis lurus (straight line method) (2) Metode pembebanan yang menurun a) Metode jumlah angka tahun (sum of year digit method) b) Metode saldo menurun atau saldo menurun ganda (declining / double declining balance method) 2) Berdasarkan Penggunaan : (1) Metode jam jasa (service hours method) (2) Metode jumlah unit produksi (produktive output method) 3) Berdasarkan Kriteria lainnya : (1) Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method) (2) Metode anuitas (annuity method) (3) Sistem persediaan (inventory system) 11 2.1.4 Pengertian Leasing atau Sewa Guna Usaha Beberapa pengertian sewa guna usaha atau dikenal dengan istilah leasing yang dikemukakan oleh beberapa sumber sebagai berikut (Dahlan Siamat, 2004:293): 1) Financial Accounting Standart Board (FASB-13) : Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu. 2) The International Accounting Standard (IAS-17) : Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang (asset) dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. 3) The Equipment Leasing Association (ELA-UK) : Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang (asset) tertentu langsung dari pabrik atau agent penjual oleh lessee. Hak kepemilikan barang tetap berada pada lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar sewa dengan jumlah dan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. 4) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha : Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk 12 digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha (leasing) merupakan suatu cara untuk dapat menggunakan suatu aktiva tanpa harus membeli aktiva tersebut. (Husnan dan Pudjiastuti, 2006 : 359). Sewa guna usaha (lease) merupakan perjanjian kontraktual antara pemilik (lessor) dan penyewa (lessee). (Wild, dkk, 2005 : 164) Berdasarkan pandangan hukum, kegiatan sewa guna usaha memiliki 4 (empat) ciri, yaitu (Sri Susilo, 2000:128): Pertama : Perjanjian antara lessor dengan pihak lessee Kedua : Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak lessee. Ketiga : Lessee membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset). Keempat : Lessee mengembalikan barang tersebut kepada lessor pada akhir periode yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomis barang tersebut. 2.1.5 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Leasing Ada berbagai pihak yang terkait dengan suatu perjanjian sewa guna usaha. Pihak-pihak tersebut menurut (Sartono, 2001:305) antara lain : 1) Lessor Adalah perusahaan sewa guna atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk penyediaan barang modal. 2) Lessee 13 Adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari pihak lessor. 3) Supplier Adalah perusahaan yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. 4) Kreditur Pihak kreditur dalam transaksi sewa guna usaha biasanya adalah bank yang memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor. Kondisi ini biasanya terjadi dalam mekanisme leveraged leasing dimana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Kreditur atau pihak bank juga dapat memberikan kredit kepada pihak supplier untuk pembelian barang-barang modal yang kemudian akan dijual sebagai objek sewa guna usaha kepada lessee atau lessor. 2.1.6 Klasifikasi Perusahaan Sewa Guna Usaha Perusahaan-perusahaan sewa guna usaha dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu (Sartono, 2001:305) : 1) Perusahaan sewa guna Independent (Independent Leasing Company) Sebagian besar perusahaan dalam industri sewa guna usaha termasuk dalam kelompok ini. Perusahaan jenis ini terpisah dan independent dari supplier. Untuk memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya, perusahaan sewa guna independent dapat berhubungan dengan berbagai supplier atau produsen. Lembaga-lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha sewa guna adalah bank dan perusahaan asuransi. 14 Perusahaan-perusahaan ini juga dapat memberikan pendanaan kepada perusahaan supplier (manufactur) yang disebut sebagai vendor program. 2) Captive Lessor Adalah perusahaan sewa guna yang merupakan anak perusahaan (subsidiary) dari suatu perusahaan supplier. Pembentukan perusahaan semacam ini biasanya didasari pemikiran bahwa penyediaan pembiayaan sewa guna sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan yang menggunakan pembiayaan tradisional. Captive lessor banyak digunakan dalam penjualan mobil, seperti Indomobil dengan PT. Swadarma Leasing, Timor Putra Nasional dengan Timor Leasing Company, dan Astra International dengan Astra Credit Company. Tujuan penggunaan captive lessor dalam bidang penjualan mobil ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi konsumen. 3) Lease Broker atau Packager Perusahaan jenis ini hanya melakukan fungsi brokerage dengan mempertemukan calon lessee yang membutuhkan barang modal dengan pihak lessor. Perusahaan lease broker biasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi sewa guna atas namanya.\ 15 2.1.7 Jenis-jenis Transaksi Leasing Jenis-jenis transaksi leasing dapat dibedakan menurut teknik pembiayaannya yang secara garis besar dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu : Finance Lease dan Operating Lease. (Sartono, 2001:306) 1) Finance Lease Finance lease atau terkadang disebut full pay out lease adalah suatu bentuk pembiayaan dengan ciri berikut : Pertama, objek sewa guna atau barang modal yang dimiliki lessor dapat berupa benda bergerak ataupun benda tidak bergerak yang memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut. Kedua, Lessee berkewajiban melakukan pembayaran kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang telah disetujui. Jumlah yang dibayar merupakan angsuran (Lease Payment) yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan yang ditetapkan lessor. Ketiga, lessor tidak dapat secara sepihak membatalkan kontrak atau mengakhiri masa kontrak dalam jangka waktu perjanjian yang telah disetujui. Risiko ekonomis yang berkaitan dengan objek sewa guna ditanggung oleh lessee. Keempat, lessee pada akhir masa kontrak memiliki hak atau opsi beli untuk membeli objek sewa guna kepada lessor atau memperpanjang masa sewa guna sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama. Finance lease sendiri terbagi dalam beberapa bentuk transaksi. Dua bentuk finance lease yang umum dijumpai oleh Direct Financial Lease dan Sale and Lease Back. Selain itu terdapat beberapa bentuk transaksi finance lease lainnya 16 seperti Leveraged Lease, Syndicated Lease, Cross Border Lease dan Vendor Program. (1) Direct Financial Lease atau direct lease, merupakan suatu bentuk transaksi sewa guna dimana lessor membeli suatu barang atas permintaan pihak lessee dan sekaligus menyewakan barang tersebut kepada lessee yang bersangkutan. Lessee dapat menentukan spesifikasi barang termasuk penentuan harga dan pemilihan supplier yang akan di lease tersebut. Tujuan utama pihak lessee dalam transaksi ini adalah untuk mendapatkan pembiayaan dengan cara sewa guna dalam bentuk perolehan barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi. Proses pembelian oleh pihak lessor murni dilakukan untuk kepentingan pihak lessee. (2) Sale and Lease Back, dimana pihak lessee sengaja menjual barang modalnya kepada lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna atas barang tersebut antara lessor dengan lessee yang dalam hal ini merupakan pihak yang menjual barang untuk digunakan selama masa sewa guna yang disetujui kedua belah pihak. Metode ini biasanya digunakan untuk memperoleh tambahan dana untuk keperluan modal kerja. Metode ini menjadi populer akibat adanya masalah impor barang modal seperti perijinan, bea masuk dan pajak. Untuk menghindari kendala-kendala ini biasanya pihak lessee akan membeli dahulu barang modal impor atau ekspor atas namanya sendiri, termasuk dengan membayar bea masuk dan bea impor. Kemudian barang tersebut dijual 17 kepada lessor untuk selanjutnya diserahkan kembali dibawah kontrak sewa guna kepada lessee untuk digunakan sesuai dengan jangka waktu yang disetujui (3) Leveraged Lease, ciri penting jenis transaksi ini adalah adanya keterlibatan kreditur jangka panjang dalam pembiayaan suatu objek sewa guna. Pihak kreditur jangka panjang inilah yang memiliki porsi terbesar, sekitar 60%-80%, dalam pembiayaan transaksi sewa guna. Sisanya sekitar 20%-40% dibiayai oleh pihak lessor. Kreditur jangka panjang ini dapat berupa bank atau lembaga keuangan lainnya dan statusnya dalam transaksi sewa guna hanya sebagai penyedia dana kepada pihak lessor. Jaminan dalam proses pembiayaan antara kreditur dengan lessor adalah objek sewa guna. Dalam transaksi sewa guna jenis ini, pihak lessor bertanggungjawab langsung kepada kreditur sesuai dengan jumlah pembiayaan. (4) Syndicated Lease, adalah pembiayaan sewa guna usaha yang diselenggarakan oleh lebih dari satu lessor atau suatu objek sewa guna atau satu lessee. Transaksi Syndicated terjadi jika lessor tidak bersedia karena alasan risiko atau tidak mampu karena keterbatasan dana untuk menutup sendiri suatu transaksi sewa guna yang dibutuhkan oleh pihak lessee. Untuk memenuhi permintaan pihak lessee, beberapa perusahaan sewa guna tersebut akan menjadi koordinator dalam pelaksanaan perjanjian sewa guna. 18 (5) Cross Border Lease, atau disebut juga dengan International Leasing merupakan transaksi sewa guna yang dilakukan diluar batas suatu negara, dalam artian negara tempat lessor berkedudukan berbeda dengan negara dimana pihak lessee berkedudukan. Dalam transaksi International leasing ini pihak lessor menghadapi berbagai jenis risiko dan kendala yang kompleks karena perbedaan mekanisme hukum, perpajakan, peraturan kepemilikan dan berbagai masalah lainnya. Pihak lessor juga harus memiliki pertimbangan politis, seperti pertimbangan mengenai stabilitas suatu negara, sebelum memutuskan untuk terlibat dalam perjanjian sewa guna dengan pihak lessee disuatu negara lain. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, umumnya transaksi International Leasing ini dilakukan oleh anak perusahaan (subsidiary) atau perusahaan afiliasi dari perusahaan sewa guna yang terlibat. Proses transaksi International Leasing ini dilakukan dengan perjanjian penjualan bersyarat dimana pihak lessee diwajibkan untuk membeli barang yang di leasenya pada akhir masa kontrak. Ketentuan ini merupakan upaya untuk melindungi pihak lessor dari kompleksitas peraturan suatu negara asing. (6) Vendor Program merupakan suatu metode penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer dimana perusahaan sewa guna memberikan fasilitas sewa guna kepada pembeli barang. Dalam transaksi ini pihak lessor membayar kepada pihak vendor (penjual) sesuai dengan harga barang yang dipilih.atau ditentukan pembeli (lessee). Pembayaran 19 sewa atau angsuran oleh lessee dapat dilakukan langsung kepada lessor atau dapat dibayarkan melalui vendor yang bersangkutan. 2) Operating Lease Operating lease adalah suatu bentuk pembiayaan dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) Objek sewa guna digunakan oleh lessee dalam masa kontrak dengan jangka waktu relatif pendek daripada umur ekonomisnya. (2) Jumlah seluruh pembayaran sewa secara berkala yang dilakukan oleh lessee kepada lessor tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal berikut dengan bunganya. Hal ini dikarenakan pihak lessor justru mengharapkan keuntungan dari penjualan barang modal setelah berakhirnya masa kontrak atau keuntungan melalui kontrak-kontrak sewa guna lainnya. (3) Risiko ekonomis dan biaya pemeliharaan barang modal yang menjadi objek sewa guna ditanggung oleh pihak lessor. (4) Barang modal yang menjadi objek sewa guna harus dikembalikan oleh pihak lessee kepada pihak lessor pada akhir masa kontrak atau dapat dikatakan bahwa pihak lessee tidak memiliki hak atau opsi untuk membeli objek sewa guna. (5) Bersifat cancellable atau pihak dapat secara sepihak membatalkan perjanjian kontrak sewa guna sewaktu-waktu. Jenis transaksi operating lease tidak begitu populer digunakan di banyak negara, termasuk Indonesia, karena berbagai alasan teknis. Salah satu alasan 20 utama tidak populernya jenis transaksi ini adalah karena belum tersedianya dukungan pasar sekunder atas barang bekas sewa guna. 2.1.8 Mekanisme Transaksi Leasing Mekanisme leasing merupakan dasar-dasar dalam suatu transaksi leasing (basic lease). Mekanisme transaksi leasing adalah sebagai berikut (Kasmir, 2000:130) : 1) Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan dilease. 2) Lessee melakukan negoisasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal. 3) Lessor mengirimkan letter of ofter atau commitment letter kepada lessee yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lessee, menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor. 4) Penandatanganan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi lessee dimana kontrak tersebut mencakup hal-hal : pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggungjawab atas objek leasing, perpajakan, jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya. 5) Pengiriman order beli kepada suplier disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui. 21 6) Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan serta menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar yang selanjutnya diserahkan kepada suplier. 7) Penyerahan dokumen oleh suplier kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang-barang lainnya. 8) Pembayaran oleh lessor kepada suplier. 9) Pembayaran sewa (leasing payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya. 2.1.9 Pembayaran Leasing Besarnya uang sewa yang dibayarkan oleh lessee terdiri dari unsur bunga dan cicilan pokok yang jumlahnya selalu berubah-ubah. Pembayaran bunga tersebut akan semakin kecil sejalan dengan penurunan saldo pokok. Pembayaran sewa dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu (Kasmir, 2000:134) : 1) Payment in Advance (pembayaran di muka) adalah pembayaran angsuran pertama dilakukan pada saat realisasi. Angsuran ini hanya mengurangi hutang pokok karena saat itu belum dikenakan bunga. 2) Payment in Arrears (pembayaran sewa dibelakang) adalah angsuran yang dilakukan pada periode berikutnya setelah realisasi. Angsuran ini mengandung unsur bunga dan cicilan pokok. 22 Besarnya pembayaran sewa pada setiap periode ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : 1) Nilai barang modal Nilai barang modal adalah total nilai harga barang modal dengan nilai sisa pada akhir masa kontrak. 2) Simpanan jaminan Simpanan jaminan dilakukan atas permintaan lessor sebagai security deposite yang besarnya tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Semakin besar simpanan jaminan semakin sedikit besarnya uang sewa periodik. 3) Nilai sisa Nilai sisa adalah perkiraan yang wajar atas nilai suatu barang modal yang dilease pada akhir masa kontrak. Metode apapun yang digunakan untuk mengatur leasing, nilai sisa adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan untuk menetapkan harga dari setiap jenis sewa guna usaha. Nilai sisa dan pembayaran sewa adalah sumber utama pendapatan lessor. 4) Jangka waktu Jangka waktu kontrak leasing dikaitkan dengan jangka waktu kegunaan atau manfaat barang modal tersebut. Meskipun demikian dalam praktek proyeksi arus kas, lessee merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan jangka waktu leasing. 23 5) Tingkat bunga Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan pembayaran leasing adalah tingkat bunga efektif yang ditetapkan oleh lessor yang dihitung berdasarkan besarnya biaya dana ditambah dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. 2.1.10 Kelebihan Leasing sebagai Sumber Pembiayaan Leasing sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya, antara lain sebagai berikut (Dahlan Siamat, 2004:313) : 1) Pembiayaan penuh Transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan pembiayaannya dapat diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini akan membantu cash flow terutama bagi perusahaan (lessee) yang berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang mulai berkembang. 2) Lebih fleksibel Dipandang dari segi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena leasing lebih mudah menyesuaikan keadaan keuangan lessee dibandingkan dengan perbankan. 3) Sumber pembiayaan alternatif Leasing merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa mengganggu fasilitas kredit (cash line) yang telah dimiliki. Dari segi jaminan, leasing tidak terlalu menuntut adanya jaminan tambahan yang lebih dibandingkan apabila lessee memperoleh pinjaman dari pihak lainnya. 24 banyak 4) Off balance sheet Tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi leasing dalam neraca memberi daya tarik tersendiri kepada lessee karena tanpa mencantumkan sebagai aktiva berarti prosedur pembelian barang tidak perlu dipenuhi serta terperinci karena mungkin masih dalam batas kewenangan direksi. 5) Arus dana Keluwesan pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting dalam perencanaan arus dana karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang berarti terhadap pendapatan lessee. 6) Proyeksi inflasi Leasing merupakan pelindung terhadap inflasi meskipun dalam beberapa keadaan sering dikatakan hal ini kurang relevan. Dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan, khususnya apabila leasing berdasarkan tarif suku bunga tetap, maka lessee akan membayar dengan jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan di masa lalu. 7) Perlindungan akibat kemajuan teknologi Dengan memanfaatkan leasing, lessee dapat terhindar dari kerugian akibat barang yang disewa tersebut mengalami ketinggalan model dan teknologi disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi karena dalam perjanjian, barang yang sedang disewa dapat ditukarkan dengan barang yang serupa yang 25 lebih canggih apabila dikemudian hari terdapat penemuan-penemuan baru yang lebih unggul dari pada produk barang yang sama. 8) Sumber pelunasan kewajiban Pembatasan pembelanjaan dalam perjanjian kredit dapat di atasi melalui leasing karena pada umumnya pelunasan atau pembayaran angsuran hampir selalu diperkirakan berasal dari modal kerja yang dihasilkan oleh adanya barang yang dilease, sehingga ke khawatiran pada kreditur terhadap gangguan penggunaan modal kerja yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang telah diberikan dapat di atasi. Adanya biaya-biaya tambahan selain harga perolehan seperti biaya penyerahan, instalasi, pemeriksaan, konsultan, percobaan, dan sebagainya dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal yang dapat dibiayai dalam leasing dan dapat disusutkan berdasarkan lamanya masa leasing. 9) Perlindungan terhadap keusangan Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating lease yang berjangka waktu relatif singkat dapat mengatasi kekhawatiran lessee terhadap risiko keusangan sehingga lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi. 10) Kemudahan penyusutan anggaran Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap akan merupakan kemudahan dalam penyusutan anggaran tahunan lessee. 26 11) Pembiayaan proyek skala besar Adanya keengganan untuk memikul risiko investasi dalam pembiayaan proyek yang sering kali menjadi masalah diantara pemberi dana, biasanya dapat di atasi melalui perusahaan leasing sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh yang dapat diterima serta kemudahan untuk menguasai barang yang dibiayai apabila terjadi suatu kelalaian. 12) Meningkatkan debt capacity Perolehan barang modal melalui leasing tidak otomatis menaikkan debt equity ratio yang mempengaruhi bankability dari lessee yang bersangkutan. 2.1.11 Segi-segi Kelemahan Leasing Disamping keuntungan-keuntungan yang telah disebutkan di atas, menurut (Sartono, 2001:317) sistem pembiayaan dengan sewa guna usaha juga mempunyai kelemahan antara lain : 1) Tingkat bunga lease biasanya lebih tinggi dari tingkat bunga hutang. 2) Bisa lebih mahal dari pada pembelian aktiva dengan uang tunai. 3) Biasanya ada batasan-batasan agar lessee tidak bisa mengubah atau memodifikasi aktiva yang disewagunausahakan tanpa ijin lessor. 4) Untuk operating lease, pada saat berakhirnya kontrak lease harus menandatangani kontrak baru atau membeli aktiva yang bersangkutan dengan harga pasar yang relatif tinggi. Dengan kata lain, nilai sisa aktiva yang bersangkutan dikuasai lessor. 27 Menurut Anastasia yang dikutip dari (Sofyan, 1994:171) kegiatan sewa guna usaha juga memiliki kelemahan baik bagi lessee ataupun bagi lessor, yaitu sebagai berikut : Kelemahan bagi lessee adalah : 1) Lessee wajib memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh lessor untuk melindungi peralatannya misalnya bentuk pembatasan pengoperasian barang, perlindungan asuransi, dan lain-lain. 2) Lessee juga bisa saja kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan barang pada saat akhir lease untuk beberapa jenis barang. 3) Khususnya dalam capital lease, mungkin kurang tepat bila lessee hanya membutuhkan aktiva dalam jangka waktu pendek, karena jika dibatalkan sebelum perjanjiannya selesai akan menimbulkan biaya yang cukup besar. 4) Karena barang yang disewagunausahakan tidak dapat dicatat sebagai assets, maka tidak dapat dijadikan sebagai jaminan kredit di bank. 5) Hak menggunakan barang sewa guna usaha merupakan intangable assets yang tidak dapat disajikan dalam neraca sebagai aktiva tetap. Kerugian bagi pihak lessor adalah : 1) Sebagai pemilik, lessor mempunyai risiko besar jika barang yang disewagunausahakan mendapat tuntutan dari pihak ketiga, misalnya terjadi kecelakaan atau kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh barang yang disewagunausahakan tersebut. 28 2) Dalam hal adanya komplain, lessor tidak bisa mengklaim pabrik atau supliernya secara langsung. Tindakan tersebut seharusnya dilakukan oleh lessee sebagai pemakai barang tersebut. 3) Lessor tetap bertanggung jawab atas pembayaran kewajiban tertentu karena kepemilikan barang. 4) Walaupun mempunyai hak secara hukum menjual barang sewa guna usaha, namun lessor belum tentu bebas dari berbagai ikatan seperti gadai dan kewajiban lain. 2.1.12 Kredit Bank Menurut (Hasibuan, 2001:87) kredit berasal dari kata credere yang artinya kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditor bahwa debitornya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Kredit adalah kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk membayar sejumlah uang di masa yang akan datang (Kasmir, 2002:97) Menurut Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 tahun 1998 disebutkan: ” Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. 29 Adapun untuk menghitung besarnya angsuran kredit yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada bank, menurut (Riyanto, 2001:233) dapat dihitung dengan menggunakan present value. Formula angsuran kredit adalah sebagai berikut : 1 1 (1 i ) P= i n ...........................................................................(1) Dimana : P = jumlah pinjaman n = periode pembayaran i = tingkat bunga Dimana dalam rumus tersebut bahwa besarnya angsuran yang dibayarkan adalah sebesar jumlah pinjaman dibagi dengan present value dari anuitas. 2.1.13 Keunggulan dan Kelemahan Kredit Bank Pembiayaan usaha melalui hutang pada bank, memiliki keunggulan dan kelemahan yaitu : (Kasmir, 2000:71) Keunggulan hutang bank sebagai alternatif pembiayaan adalah : 1) Pinjaman jangka menengah dan panjang memberikan lebih banyak waktu untuk pengembalian, walaupun konsekuensinya dengan biaya bunga. 2) Tidak mempengaruhi persentase pemilikan saham perusahaan. 3) Membuka kemungkinan pinjaman tambahan di masa mendatang jika tidak ada keterlambatan pelunasan pinjaman. 4) Hutang rekening koran menyediakan dana untuk keperluan mendadak dengan biaya bunga yang terkendalikan. 30 Kelemahan hutang pada bank adalah : 1) Bisa lebih mahal dari suumber dana lainnya. 2) Umumnya membutuhkan jaminan berupa aktiva perusahaan atau aktiva pribadi pemilik perusahaan. 3) Selain biaya bunga, seringkali juga ada pembebanan biaya jasa tertentu. 4) Hanya dapat diperoleh dalam jumlah terbatas, yang mungkin tidak cukup untuk rencana perusahaan. 5) Biaya untuk pinjaman jangka panjang biasanya lebih tinggi dari pinjaman jangka pendek. 6) Ada kemungkinan batasan rasio keuntungan tertentu, seperti rasio jumlah hutang terhadap modal sendiri tidak lebih dari 20%. Batasan tersebut mungkin akan menghambat perkembangan usaha perusahaan. 2.1.14 Aliran Kas Dalam Perbankan Setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan kas. Kas diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari maupun untuk mengadakan investasi baru dalam aktiva tetap. Kas diartikan sebagai nilai uang kontan yang ada dalam perusahaan beserta pos-pos lain yang dalam jangka waktu dekat dapat diuangkan sebagai alat pembayaran kebutuhan financial, yang mempunyai sifat yang tinggi tingkat likuiditasnya. Kas dalam kegiatan operasional diperlukan untuk : ( Riyanto, 2001: 94) 1) Membiayai seluruh kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. 2) Mengadakan investasi baru dalam aktiva tetap. 3) Membayar deviden, pajak, bunga dan pembayaran lain-lain. 31 Proses aliran kas yang terjadi dalam perusahaan terus-menerus atau kontinyu sepanjang hidup perusahaan yang bersangkutan yang terdiri dari : 1) Aliran Kas Masuk (Cash Inflow) Aliran kas masuk ada yang bersifat kontinyu dan ada yang bersifat tidak kontinyu. Aliran kas masuk yang bersifat kontinyu seperti : (1) Aliran kas yang berasal dari hasil penjualan produk secara tunai. (2) Penagihan piutang dari penjualan (3) Penjualan aktiva tetap yang ada. (4) Penanaman investasi dari pemilik atau pemilik saham bila berbentuk perseroan terbatas. (5) Pinjaman hutang dari pihak lain. (6) Penerimaan sewa dan pendapatan lain-lain. 2) Aliran Kas Keluar (Cash Out Flows) Seperti aliran kas masuk, aliran kas keluar juga ada yang bersifat kontinyu dan juga yang bersifat tidak kontinyu. Aliran kas keluar yang bersifat kontinyu, yaitu : (1) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain (biaya over head pabrik). (2) Pengeluaran biaya administrasi umum dan biaya administrasi penjualan. 32 Sedangkan aliran kas keluar yang tidak kontinyu yaitu : (1) Pengeluaran untuk pembayaran bunga. (2) Deviden. (3) Pajak penghasilan atau laba. (4) Pembayaran angsuran hutang. (5) Pembelian kembali saham perusahaan. (6) Pembelian aktiva tetap. Menurut (Husnan, 2000:160) secara umum terdapat tiga komponen arus kas yaitu : 1) Arus kas investasi Arus kas investasi ini merupakan arus kas keluar (karena itu akan diberikan tanda negatif), dan umumnya terjadi pada awal periode (tahun ke-0). Meskipun demikian, dapat saja arus kas keluar tersebut terjadi selama beberapa tahun atau periode. 2) Arus kas operasional Arus kas ini merupakan arus kas yang terjadi karena operasi proyek dan terjadi selama usia ekonomis proyek tersebut. Umumnya arus kas ini diharapkan positif, meskipun pada awal-awal usia proyek dapat saja ditaksir masih akan negatif. 33 3) Arus kas terminal Arus kas terminal adalah arus kas yang akan terjadi pada saat usia ekonomis proyek telah berakhir. Biasanya arus kas ini positif dan berasal dari penjualan aktiva tetap dan kembalinya modal kerja. 2.1.15 Metode Net Present Value Metode net present value merupakan metode yang memperhatikan proceeds setelah tercapainya payback period maupun time value of money. Oleh karena metode ini memperhatikan time value of money, maka proceeds yang digunakan dalam menghitung net present value (NPV) adalah proceeds atau cash inflow yang di diskontokan atas dasar biaya modal (cost of capital) atau rate of return yang diinginkan. Menurut (Riyanto, 2001:127) dalam metode ini pertama-tama yang dihitung adalah nilai sekarang (present value) dari procceds yang diharapkan atas dasar discount rate tertentu. Kemudian jumlah present value (PV) dari keseluruhan procceds selama usianya dikurangi dengan present value dari jumlah investasinya (initial investment). Selisih antara present value dari keseluruhan procceds dengan present value dari pengeluaran modal (capital out lays) dinamakan nilai sekarang neto atau net present value (NPV). Present value dapat diperoleh dengan mengalikan tingkat bunga dengan pokok pinjaman untuk periode tertentu. (Sartono, 2001:46) Formula umum present value arus kas tunggal yang akan diterima pada waktu ke-n adalah sebagai berikut (Husnan, 2000:51) : 34 PV Vn 1 r n …………………………………………………………………..(2) Dimana : PV = Present Value Vn = nilai arus kas keluar pada waktu ke-n r = tingkat bunga 2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi adalah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siswadi (1999) dengan judul ”Analisis Alternatif Pembiayaan Barang Modal Antara Sewa Guna Usaha atau Kredit Bank pada PT. Sapta Melati Denpasar”. Pada penelitiannya, jenis sewa guna usaha yang dilakukan adalah capital leasing, dimana jenis transaksinya adalah sale and lease back. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana menentukan alternatif pembiayaan barang modal yang lebih menguntungkan antara sewa guna usaha dan kredit bank. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan metode Bower Herringer Williamson (BHW). Dengan menggunakan pendekatan BHW method diperoleh kesimpulan bahwa alternatif pembiayaan barang modal dengan sewa guna usaha lebih menguntungkan dari pada alternatif kredit bank. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Kartika Yasa (2003) yang berjudul ”Evaluasi Keputusan Pembiayaan Pada Mesin Foto Copy Xerox V500R di PT. Asuransi Astra Buana Cabang Denpasar” dimana pada penelitian ini jenis transaksi leasing yang dilakukan perusahaan termasuk operating lease, pokok permasalahan yang di bahas adalah sumber pembiayaan manakah yang seharusnya dipilih oleh perusahaan untuk pengadaan mesin Foto Copy Xerox 35 V500R. Teknik analisis yang digunakan adalah Capital Budgeting dengan metode nilai sekarang kas keluar, dimana metode ini digunakan untuk mengetahui nilai sekarang aliran kas keluar dari pengeluaran dengan pembiayaan sewa guna usaha dan pembiayaan dengan kredit bank. Dengan menggunakan metode Capital Badgeting dapat disimpulkan bahwa alternatif pembiayaan dengan kredit bank lebih menguntungkan dari pada sewa guna usaha. Penelitian ketiga dilakukan oleh Anastasia (2004) dengan judul ”FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Sewa Guna Usaha Sebagai Kebijakan Pembiayaan Barang Modal Pada PT. Bali Desa Puri”. Pada penelitian ini, jenis sewa guna usaha yang dilakukan adalah capital lease, dimana jenis transaksinya adalah lease and back. Pokok permasalahan yang dibahas adalah faktor-faktor apa saja yang berpengaruh atau yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan kebijakan pembiayaan barang modal pada PT. Bali Desa Puri. Teknik analisis yang digunakan adalah mencari cash out flow pada masing-masing alternatif pembiayaan yaitu alternatif sewa guna usaha atau alternatif kredit bank serta dengan uji statistik menggunakan distribusi Kai Kuadrat. Dengan menggunakan metode Present Value disimpulkan bahwa kebijakan sewa guna usaha lebih menguntungkan dari pada kredit bank dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kebijakan sewa guna usaha pada PT. Bali Desa Puri sebagai kebijakan pembiayaan barang modalnya ada empat, yaitu : cost of benefit, kemudahan prosedur, jaminan dan relasi. Dan yang paling mempengaruhi kebijakan tersebut dari hasil perhitungan kuisioner dan uji statistik adalah faktor cost of benefit dan kemudahan prosedur. 36 Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : Persamaannya : 1) Memiliki latar belakang masalah yang hampir sama, dimana masalah dana merupakan hambatan utama bagi suatu perusahaan dalam penyediaan fasilitas atau faktor-faktor produksi, sehingga memerlukan sumber dana dari luar perusahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan aktiva tetapnya. 2) Memiliki pokok permasalahan yang sama yaitu membandingkan alternatif yang lebih menguntungkan antara sewa guna usaha dengan pembiayaan dari kredit bank. 3) Pada penelitian kedua dan ketiga dengan penelitian ini sama-sama memperhitungkan nilai sekarang dari biaya modal yang harus dikeluarkan oleh masing-masing alternatif pembiayaan. Perbedaannya : 1) Pada penelitian pertama dan ketiga, perusahaan sudah memutuskan untuk memilih alternatif sewa guna usaha (leasing) sebagai sarana penambahan aktiva tetapnya dengan jenis capital lease, penelitian kedua melakukan transaksi leasing jenis operating lease, sedangkan pada penelitian ini perusahaan baru akan merencanakan penambahan aktiva tetap dan belum memutuskan apakah akan menggunakan alternatif sewa guna usaha atau kredit bank. 37 2) Pada teknik analisis datanya, dimana pada penelitian pertama menggunakan metode Bower Herringer Williamson dan pada penelitian kedua menggunakan metode capital budgeting, serta penelitian ketiga menggunakan metode present value cash out flow dan uji statistik dengan menggunakan distribusi Kai Kuadrat, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode present value cash out flow. 3) Lokasi penelitian dimana pada penelitian pertama dilakukan di PT. Sapta Melati Denpasar yang bergerak dalam penyediaan jasa transportasi yang dikhususkan untuk angkutan pariwisata, pada penelitian kedua dilakukan di PT. Asuransi Astra Buana Cabang Denpasar yang bergerak dalam bidang jasa asuransi kerugian dan penelitian yang ketiga dilakukan di PT. Bali Desa Puri yang bergerak di bidang jasa perhotelan, sedangkan pada penelitian ini dilakukan di PT. Destination Asia yang bergerak di bidang jasa travel agent. 38