i. pendahuluan - IPB Repository

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), peningkatan angka nominal
indeks pembangunan manusia, dan pencapaian sasaran Millennium Development
Goals (MDGs) tahun 2015 telah menjadi komitmen Indonesia dalam
pembangunan di segala bidang. Indeks pembangunan manusia merupakan proksi
kinerja pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development),
sedangkan MDGs merupakan sasaran pembangunan manusia hingga tahun 2015.
Tujuan MDGs terdiri dari, yaitu: (1) mengurangi kemiskinan dan kelaparan
(reducing poverty and hunger), (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua
(achieving universal primary education), (3) mempromosikan kesetaraan dan
keadilan gender, khususnya di pendidikan (promoting gender equality, especially
in education) serta pemberdayaan perempuan (empowering women), (4)
menurunkan angka kematian balita (reducing child mortality), (5) meningkatkan
kesehatan ibu (improving maternal health), (6) mencegah HIV/AIDS, malaria,
dan penyakit lainnya (combating HIV/AIDS, malaria, and other diseases), (7)
menjamin lingkungan berkelanjutan (ensuring environmental sustainability), dan
(8) memperkuat kemitraan global antara negara kaya dan negara miskin
(strengthening partnership between rich and poor countries) (United Nations
Development Programme, 2003).
UNDP menguraikan MDGs ke dalam target spesifik tahun 2015, yaitu: (1)
menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1
(Purchacing Power Pariety atau PPP) per hari menjadi setengahnya dalam kurun
2
waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (2) menjamin seluruh anak laki-laki
dan perempuan untuk menyelesaikan pendidikan dasar, (3) mengeleminasi
perbedaan gender di semua jenjang pendidikan, (4) mengurangi kematian anak
balita sebesar dua per tiganya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan
tahun 2015, (5) mengurangi rasio kematian ibu melahirkan sebesar tiga per
empatnya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (6)
menghentikan dan mulai membalikkan penyebaran HIV/AIDS dan kejadian
malaria dan penyakit utama lainnya, (7) mengurangi setengah proporsi dari
penduduk tanpa akses air minum yang baik, dan (8) menaruh perhatian lebih besar
kepada kebutuhan khusus negara negara sedang berkembang yang terisolir dan
pulau-pulau kecil (Todaro and Smith, 2006).
Berdasarkan cara pengukuran indeks pembangunan manusia yang dilakukan
di seluruh dunia, maka indeks pembangunan manusia Indonesia diukur dengan
rumus tertentu yang terdiri atas tiga dimensi pokok pembangunan manusia di
Indonesia, yaitu: (1) hidup layak yang diukur dari Indeks Hidup Layak (IHL), (2)
hidup panjang yang diukur dari Indeks Hidup Panjang (IHP), dan (3) hidup
mudah yang diukur dari Indeks Pendidikan (IP). Masing masing komponen diberi
bobot satu per tiga. Meskipun pembobotan indeks hidup panjang, indeks
pendidikan, indeks hidup layak dihitung berdasarkan persamaan identitas, tetapi
memberikan hasil yang hampir sama dengan analisis multivarians, dimana masing
masing bernilai 0.34, 0.34, dan 0.32 (Biswas and Caliendo, 2001).
Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP)
tanggal 5 Oktober 2009 bahwa indeks pembangunan manusia untuk Indonesia
berada pada peringkat ke 111 dari 182 negara. Jika dibandingkan dengan negara-
3
negara tetangga sesama anggota Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN), maka peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia masih jauh,
khususnya dari Singapura yang berada pada peringkat 23 dan Malaysia berada
pada peringkat 66. Pemerintah Indonesia sepertinya masih belum menemukan
formula yang tepat untuk mencapainya. Oleh sebab itu nilai nominal indeks
pembangunan manusia Indonesia masih tertinggal di belakang dari sasaran
MDGs. Misalnya Pemerintah Jawa Barat masih belum menemukan bagaimana
cara mencapai indeks pembangunan manusia menjadi sebesar 80, yang notabene
menjadi nilai paling rendah dari kelompok negara maju dengan nilai indeks
pembangunan manusia antara 80 dan 100.1
Secara logika angka nominal indeks pembangunan manusia Indonesia akan
meningkat apabila indeks pembangunan manusia seluruh provinsi di Indonesia
meningkat, padahal angka nominal indeks pembangunan manusia akan meningkat
apabila meningkatnya indeks-indeks komponen pembentuknya, yaitu: indeks
hidup layak yang unsur utamanya adalah pendapatan per kapita berdasarkan
kemampuan daya beli, indeks hidup panjang yang unsurnya adalah Angka
Harapan Hidup (AHH), dan Indeks Pendidikan yang unsurnya adalah Angka
Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Sementara itu, upaya
meningkatkan ketiga indeks tersebut secara ekonomi dapat dilakukan dengan
meningkatkan investasi di provinsi yang bersangkutan, baik investasi dalam
bentuk sumber daya modal maupun
investasi dalam bentuk
sumber daya
manusia.
Melalui investasi sumber daya modal dan sumber daya manusia akan terjadi
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik.
-
------------------------------------------------------Harian Kompas, 16 Desember 2010: Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Diundur Jadi 2022
1
4
Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pembangunan manusia dan sebaliknya
pembangunan manusia pada gilirannya juga akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi (Ranis and Steward,2002; Ranis, 2004).
Kebijakan fiskal menjadi salah satu instrumen investasi dari Pemerintah
yang disalurkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini di bawah
pengelolaan dan kendali aparatur Pemerintah dengan harapan akan lebih mudah
dan cepat dilaksanakan, serta dengan sasaran yang dapat diarahkan langsung
menyentuh komponen pembentuk indeks pembangunan manusia tersebut.
Bersamaan dengan itu, melalui pertumbuhan ekonomi akan menyediakan fiskal
bagi belanja Pemerintah yang bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh dunia
usaha dan masyarakat.
Kontribusi masyarakat dan dunia usaha tidak hanya sebagai pembayar pajak
dan retribusi yang pada akhirnya menjadi pendapatan negara dan daerah, namun
mereka juga berkonstribusi langsung dalam peningkatan indeks pembangunan
manusia melalui pengeluaran konsumsi dan investasi, terutama melalui konsumsi
rumah tangga untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
1.2. Perumusan Masalah
Indeks pembangunan manusia memberikan makna yang penting dalam
pembangunan suatu negara. Makna dari angka nominal indeks pembangunan
manusia adalah untuk menggambarkan pencapaian pembangunan manusia, yang
biasanya dibagi menjadi tiga kelompok pencapaian, yaitu: (1) kelompok indeks
pembangunan manusia bernilai nominal lebih kecil dari 50 dengan predikat
tingkat pembangunan manusia rendah, (2) kelompok indeks pembangunan
5
manusia yang memiliki nilai indeks pembangunan manusia di antara 50 dan 80
dengan predikat tingkat pembangunan manusia sedang, dan (3) indeks
pembangunan manusia bernilai 80 dan 100 dengan predikat tingkat pembangunan
manusia tinggi (Badan Pusat Statistik, 2008).
Peringkat
indeks
pembangunan
manusia
menggambarkan
tentang
perbandingan pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara, antar daerah
antar wilayah yang diukur. Peringkat satu merupakan peringkat yang tertinggi
dalam pencapaian pembangunan manusia. Setiap negara atau daerah tentunya
ingin mencapai peringkat yang lebih baik dari waktu ke waktu, sehingga kenaikan
nilai nominal indeks pembangunan manusia saja menjadi kurang berarti jika tidak
diikuti dengan kenaikan peringkat indeks pembangunan manusia. Kondisi ini
menstimulasi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menaikkan nilai nominal
indeks pembangunan manusia masing-masing, sehingga pada saatnya nanti
disparitas nilai nominal satu sama lainnya akan semakin menyempit dan
kesejahteraan rakyat semakin merata.
Mengikuti laporan UNDP dari tahun 1995 hingga tahun 2009, maka setiap
negara yang diukur indeks pembangunan manusianya secara berkelanjutan
memiliki angka nominal indeks pembangunan manusia dengan kecendrungan
meningkat. Sebagai contoh Norwegia sebagai pemegang peringkat tertinggi dalam
laporan UNDP tahun 2009 selama tahun 1980 hingga 2007, sedangkan Nigeria
berada pada peringkat terendah, yaitu diurutan 182 dalam laporan UNDP tahun
2009. Di sisi lain Indonesia berada pada peringkat 111 dalam laporan UNDP
tahun 2009
memiliki kecendrungan yang meningkat pula dari tahun ke tahun.
Selama ini indeks pembangunan manusia yang terus meningkat tidak disertai
6
dengan konvergensi pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara,
sehingga disparitas indeks pembangunan manusia antar negara belum teratasi.
Untuk melihat disparitas indeks pembangunan manusia ketiga negara tersebut
disajikan pada Gambar 1.
Sumber: United Nations Development Programme, 2009.
Gambar 1. Disparitas Indeks Pembangunan Manusia
Indonesia, dan Nigeria Tahun 1980-2007
di
Norwegia,
Grafik di atas menunjukkan bahwa ketiga negara memiliki indeks
pembangunan manusia yang cendrung meningkat, namun disparitas antar negara
masih relatif dalam. Hal ini juga menunjukan bagaimana perbedaan kedalaman
disparitas pembangunan manusia di ketiga negara tersebut. Bagi Indonesia, perlu
diakui jika relatif sangat jauh untuk mengejar ketertinggalan indeks pembangunan
manusia Norwegia.
Pada Gambar 2 menampilkan kecendrungan indeks pembangunan manusia
Norwegia, Indonesia, dan Nigeria dengan menggunakan persamaan linier
sederhana. Tahun 1980 sebagai tahun dasar bagi jangka waktu (angka nol).
7
Berdasarkan regresi sederhana dengan menggunakan bantuan Microsoft Office
Excel, maka persamaan linier indeks pembangunan manusia masing-masing
negara adalah sebagai berikut:
Norwegia : Y = 1.1095X + 89.432 sehingga X = 0.9013Y - 89.432
Indonesia : Y = 3.1321X + 51.218 sehingga X = 0.3192Y - 51.218
Nigeria
: Y = 2,51X + 15.26 sehingga X = 0.3984Y-15.26
Sumber: United Nations Development Programme, 2009 (diolah). Gambar 2. Grafik Linier Indeks Pembangunan Manusia di Norwegia,
Indonesia, dan Nigeria
Y adalah besaran nilai indeks pembangunan manusia dan X adalah jangka
waktu (tahun), maka secara sederhana dapat dihitung waktu yang harus ditunggu
Indonesia untuk mencapai nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia
sama dengan nilai nominal indeks pembangunan manusia Norwegia adalah sekitar
19 tahun. Sedangkan nilai nominal indeks pembangunan manusia Nigeria berada
di bawah indeks pembangunan manusia Indonesia, yaitu sekitar 58 tahun. Namun,
8
pada kenyataannya, pencapaian angka nominal indeks pembangunan manusia
suatu negara tidak sesederhana persamaan linier tersebut, karena berkaitan dengan
banyak faktor yang menjadi variabel peubahnya, yang terdiri atas variabel di
bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.
Indeks pembangunan manusia Indonesia merupakan
rata-rata dari
akumulasi indeks pembangunan manusia yang terjadi di 33 provinsi. Pada tahun
2008, indeks pembangunan manusia di 33 provinsi menunjukan selang antara
indeks pembangunan manusia tertinggi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar
77.03 dan indeks pembangunan manusia terendah di Papua sebesar 64, sedangkan
yang berada di peringkat moderat, yaitu peringkat 17, adalah Daerah Istimewa
Aceh sebesar 70.76.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009c (diolah).
Gambar 3. Indeks Pembangunan Manusia Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Daerah Istimewa Aceh, dan Papua Tahun 2005-2008
9
Indeks pembangunan manusia provinsi Daerah Khusus Ibukota, Daerah
Istimewa Aceh, dan Papua dapat dijadikan sebagai contoh disparitas capaian
indeks pembangunan manusia antar daerah di Indonesia. Indeks pembangunan
manusia tertinggi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berada di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Indeks pembangunan manusia moderat diwakili Daerah
Istimewa Aceh, sedangkan indeks pembangunan manusia terendah dimiliki oleh
Provinsi Papua. Kecendrungan indeks pembangunan manusia dan disparitas tiga
provinsi tersebut dijelaskan secara grafis dalam Gambar 3.
Lebih jauh bahwa disparitas indeks pembangunan manusia tersebut
mengandung arti pula disparitas sebagian hingga keseluruhan dari variabel
pembentuk indeks pembangunan manusia, seperti angka harapan hidup, angka
melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan per kapita yang didekati
dengan
daya
beli.
Disparitas
pembangunan
sosial
ekonomi
antara
provinsi/kabupaten/kota maju dan provinsi/kabupaten/kota tertinggal di Indonesia,
menunjukan jurang kemiskinan yang dalam di provinsi/kabupaten/kota yang
tertinggal tersebut. Membiarkan hal ini terus berlangsung telah melanggar amanat
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial antar
penduduk dan antar daerah di Indonesia, yang pada akhirnya dapat menimbulkan
disintegritas bangsa. Oleh sebab itu disparitas indeks pembangunan manusia dapat
menjadi disintegritas bangsa apabila tidak diantisipasi dengan baik.
Laporan pencapaian pembangunan manusia Indonesia tahun 2007
menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah terhadap pencapaian
MDGs sudah dalam jalur yang benar. Namun menurut Alisyahbana, Menteri
-
------------------------------------------------------Harian Kompas, 4 Agustus 2010. 7(1-3): Wajah Muram MDGs di Indonesia
2
10
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada tanggal 20
April tahun 2010, capaian MDGs berpotensi gagal dicapai pada tahun 2015.2
Begitu juga dengan Susilo pada Harian Kompas tanggal 4 Agustus tahun 2010
yang mengutip progress report MDGs di kawasan Asia dan Pasifik, dimana
Indonesia masih masuk kategori negara yang lamban langkahnya dalam mencapai
MDGs pada tahun 2015. Agar hal ini tidak terjadi maka diperlukan penguatan
komitmen Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (political will), dan peran
pemuka masyarakat dalam mempercepat pencapaian MDGs tersebut. 3
Sumber potensi kegagalan yang disebutkan oleh Alisyahbana sama dengan
sumber kelambanan yang disebutkan oleh Susilo, yaitu merujuk kepada masih
tingginya angka kematian ibu (AKI) melahirkan, belum teratasinya laju penularan
HIV/AIDS, makin meluasnya laju deforestrasi, rendahnya tingkat pemenuhan air
minum dan sanitasi yang buruk, serta beban utang luar negeri yang terus
menggunung (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific, 2010). Ditambahkan oleh Wakil Presiden, Budiono, bahwa penyebab
lambannya kemajuan pencapaian MDGs adalah dukungan fiskal dari negara maju
dan alokasi dana dalam negeri yang kurang memadai untuk melanjutkan MDGs
tahun 2015. Komitmen negara maju seperti yang dicetuskan pada pertemuan di
Montereym, Meksiko pada tahun 2002 dan di Gleneagles, Skotlandia pada tahun
2005 telah memudar akibat krisis global tahun 2008. Komitmen semula dari
negara maju menyisihkan 0.7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun
pada kenyataannya mereka hanya merealisasikan 0.31 persen PDB-nya guna
membantu negara miskin dalam mencapai MDGs. 4
-
------------------------------------------------------Harian Kompas, 21 April 2010. 3(3-4): Tujuan Milenium Berpotensi Gagal
Harian Bisnis Indonesia, 4 Agustus 2010. 2 (3-6) : Wapres Tagih Komitmen Negara Maju Soal MDGs.
3
4
11
Susilo juga menyebut penyebab utama potensi kegagalan atau kelambanan
pelaksanaan anggaran Pemerintah adalah karena pencapaian MDGs dan
penanggulangan kemiskinan tidak dijadikan indikator keberhasilannya. Selama
ini indikator-indikator yang dipakai untuk penyusunan APBN dan APBD hanya
indikator-indikator makroekonomi tanpa menyertakan indikator target MDGs dan
indeks pembangunan manusia. Semestinya harus ada perubahan mendasar dalam
menilai keberhasilan pembiayaan negara bukan hanya pada tingkat penyerapan
anggaran tetapi juga pada dampak penggunaan anggaran terhadap pencapaian
target MDGs dan indikator indeks pembangunan manusia yang terukur.
Sama dengan fenomena pencapaian agregat MDGs tingkat nasional,
pencapaian MDGs provinsi-provinsi di Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai.
Untuk sebagai contoh, berikut adalah data pencapaian tiga provinsi di Indonesia
menyangkut indeks pembangunan manusia dan variabel-variabel turunannya pada
tahun 2008 dan tahun 2009.
Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia dan Variabel Turunannya Tahun
2008-2009
No.
1.
2.
3.
Provinsi
(ranking)
Angka
Harapan
Hidup
(Tahun)
Angka Melek
Huruf
(Persen)
Rata-Rata
Lama
Sekolah
(Tahun)
Indeks
Pembangunan
Manusia
Pengeluaran
per Kapita
(Rp. 1 000*)
2008
2009
2008
2009
2008
2009
2008
2009
2008
2009
Daerah
Khusus
Ibukota (1)
Daerah Istimewa
Aceh (17)
73.90
73.05
98.76
98.94
10.80
10.9
625.70
627.46
77.03
77.36
68.50
68.60
96.20
96.39
8.50
8.63
605.56
610.27
70.76
71.31
Papua (33)
68.10
68.35
75.41
75.58
6.52
6.57
599.65
603.88
64.53
64.53
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010.
Keterangan: *) Pengeluaran riil per kapita disesuaikan (Purchacing Power Pariety atau PPP).
Betapapun Indonesia dinyatakan sudah berada pada jalur pencapaian
MDGs, menurut Palupi (2010), walaupun telah terjadi peningkatkan anggaran
untuk penanggulangan kemiskinan sebesar 300 persen lebih, yaitu dari Rp. 23
12
`triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 70 triliun pada tahun 2008, namun angka
kemiskinan hanya berkurang 1 persen. Hal ini karena program penanggulangan
kemiskinan sama sekali tidak efektif, dan karena itu data capaian target MDGs
terkait pengurangan kemiskinan diragukan.5
Landasan hukum, konsensus dan komitmen Indonesia sesungguhnya sudah
sangat kuat dalam pembangunan yang berpusat pada manusia yang didekati
dengan peningkatan indeks pembangunan manusia. Salah satunya adalah
digunakannya indikator indeks pembangunan manusia untuk dasar mengukur
besaran anggaran transfer pusat ke daerah melalui dana alokasi umum (DAU).
Kebijakan yang sudah baik ini, dari sisi anggaran pendapatan daerah, seharusnya
diikuti dengan memberikan landasan yang kuat dari sisi belanja daerah, yaitu
dengan menunjukkan sektor apa yang paling tepat sebagai dasar kebijakan fiskal
untuk percepatan pembangunan daerah. Dengan kata lain, setidaknya ada landasan
ilmiah mengapa sektor pendidikan dan atau sektor kesehatan yang dijadikan
prioritas pembangunan manusia di Indonesia selama ini.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa kebijakan fiskal yang menjadi
kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, yang
dikaitkan dengan upaya peningkatan angka nominal indeks pembangunan
manusia, dilakukan lebih bersifat coba-coba karena tidak adaa model ekonominya,
sehingga tidak mampu meramalkan kombinasi besaran dan jangka waktu dalam
mencapai sasaran pembangunan manusia yang ditetapkan dalam MDGs. Sejauh
ini, kebijakan fiskal oleh Pemerintah atau Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
kebanyakan adalah dengan memperbesar anggaran sektor pendidikan dan atau
sektor kesehatan. Pilihan memperbesar anggaran sektor pendidikan berdasarkan
-
------------------------------------------------------Harian Kompas, 5 Agustus 2010. 6(3-6): MDGs, Proyek Menjinakkan Nurani ?.
5
13
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengamanatkan pengalokasiannya
minimal 20 persen dari total anggaran. Sedangkan pilihan memperbesar sektor
kesehatan tentunya didasarkan asumsi bahwa sektor kesehatan mengandung
komponen angka harapan hidup yang menjadi pembentuk persamaan identitas
indeks pembangunan manusia.
Pilihan-pilihan tersebut masih menyimpan pertanyaan mengenai ketepatan
jumlah alokasi fiskal, ketepatan pemilihan sektor, dan jawaban tentang pertanyaan
kapan target MDGs dapat tercapai, karena selama ini belum ada model yang
menempatkan komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai
variabel endogen dan menjadi bagian dari model ekonometrika. Jika model
ekonometrika indeks pembangunan manusia sudah terbangun secara terintegrasi,
maka berbagai permasalahan di atas dapat dengan lebih mudah diselesaikan.
Berdasarkan uraian di atas dan uraian pada latar belakang, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana model ekonometrika mampu menjelaskan kaitan komponenkomponen perekonomian makro (APBD, pasar barang dan pasar tenaga
kerja) dengan komponen-komponen indeks pembangunan manusia (angka
harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan
per kapita), serta bagaimana dampak kebijakan fiskal terhadap indeks
pembangunan manusia di Indonesia?
2.
Bagaimana stategi kebijakan fiskal yang efektif dalam rangka mengurangi
pengangguran dan kemiskinan, serta mendukung pemerataan pembangunan
antar provinsi di Indonesia?
14
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan mampu mengurai permasalahan tersebut di
atas dan menemukan solusi terbaik sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu:
1.
Membangun
model
mengintegrasikan
makro
komponen
ekonometrika
perekonomian
yang
diperluas
makro
dan
dengan
indeks
pembangunan manusia.
2.
Mempelajari dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor
kesehatan, serta sektor lainnya terhadap perekonomian makro dan indeks
pembangunan manusia.
3.
Meramalkan indeks pembangunan manusia dalam kerangka pencapaian
MDGs di Indonesia tahun 2015.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil identifikasi hubungan kausalitas perekonomian makro dengan indeks
pembangunan manusia serta dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan
sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia dapat digunakan untuk:
1.
Bahan masukan dalam rangka pembangunan yang berpusat pada manusia
(people centred development) di Indonesia.
2.
Salah satu sumber informasi untuk perumusan alternatif kebijakan dalam
rangka mencapai sasaran MDGs di Indonesia.
3.
Sebagai referensi penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan dampak kebijakan fiskal,
khususnya sektor pendidikan dan sektor kesehatan, terhadap indeks pembangunan
15
manusia di Indonesia pada tahun 2015. Penelitian ini memiliki berbagai
keterbatasan:
1.
Alokasi belanja sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor lainnya
tidak semata-mata tergantung pada pertimbangan ekonomi (pertumbuhan
dan pemerataan), tetapi juga tergantung pada politik anggaran Pemerintah
setempat. Namun dalam penelitian ini diasumsikan bahwa politik anggaran
Pemerintah setempat sudah mempertimbangkan aspek ekonomi tersebut.
2.
Belanja sektor, termasuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan, meliputi
belanja sektor yang tertampung dalam anggaran pendapatan dan belanja
provinsi maupun kabupaten/kota di provinsi masing-masing, tidak termasuk
belanja sektor yang berasal dari dana dekonsentrasi maupun dana
pembantuan, serta tidak diurai lebih lanjut berdasarkan jenis pengeluaran
maupun jenis kegiatan.
3.
Disesuaikan dengan ketersediaan data dan waktu penelitian, maka hanya
sasaran kunci dari MDGs yang dijadikan variabel endogen dalam model
yang dibangun (angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama
sekolah, dan daya beli sebagai proksi pendapatan riil per kapita), serta hanya
meliputi 21 provinsi dengan jenis data cross section dan time series selama
tahun 2004 sampai dengan hingga tahun 2008.
Download