49 3 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Pemikiran Gugus Pulau Kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai suatu jawaban atas permasalahan yang berkaitan dengan penentuan efek batas dari suatu mekanisme pembentukan gugus pulau sesuai dengan sudut pandang pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Berdasarkan sudut pandang diatas, maka mekanisme pembentukan gugus pulau ini sendiri pada prinsipnya merupakan suatu mekanisme yang mengelompokan dan mendekatkan pulau-pulau kecil dalam jangkauan pusat-pusat pertumbuhan, sehingga tercipta suatu pola keterkaitan tumbuh diantara mereka secara berkelanjutan. Pola keterkaitan tumbuh ini sendiri secara lebih detail kemudian diasumsikan sebagai proses hubungan interaksi antar pulau-pulau kecil yang muncul sebagai akibat adanya faktor-faktor input seperti jumlah penduduk, sistem prasarana jaringan transportasi, sistem kegiatan tata guna lahan yang berlaku diantara pulau-pulau kecil tersebut, sehingga menimbulkan adanya pergerakan penduduk, barang atau jasa diantara mereka. Dengan demikian mekanisme pembentukan gugus pulau sebagaimana dimaksud pada prinsipnya merupakan suatu mekanisme Efek Sebaran dari suatu pulau menuju pulau lainnya yang kemudian diasumsikan memiliki pengaruh terhadap proses terdistribusinya PDRB diantara pulau-pulau kecil tersebut. Sebagai indikator pertumbuhan pulau-pulau kecil, terdistribusinya PDRB kemudian diasumsikan sebagai suatu persyaratan didalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun ekonomi wilayah pulaupulau kecil yang cenderung terpencil. Selain distribusi PDRB, maka output dari model ini juga diasumsikan berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan akan luas lahan sesuai dengan karakter jejak ekologis (ecological footprint) yang mempengaruhinya. 50 Pemenuhan kebutuhan penduduk akan lahan sebagaimana dimaksud diatas sangat berkaitan dengan kapasitas biologi (bio capacity) dari keragaan sistem dan penggunaan lahan pulau-pulau kecil tersebut yang sangat terbatas luasannya. Dengan demikian, untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan pulau-pulau kecil, maka : Model gugus pulau perlu menjaga keberimbangan antara Ecological Footprint (EF) Penduduk Terhadap Bio Capacity (BC) dari Pulau-Pulau Kecil yang ditempati oleh penduduk tersebut, (EFPddk ≤ BC Pulau). Model gugus pulau perlu menjaga keberimbangan antara Ecological Footprint (EF) Penduduk Terhadap Ecological Footprint (EF) PDRB, (EFPddk ≤ BC PDRB). Model gugus pulau perlu menjaga keberimbangan antara Ecological Footprint (EF) PDRB Terhadap Bio Capacity (BC) dari Pulau-Pulau Kecil yang ditempati oleh penduduk tersebut, (EFPDRB ≤ BC Pulau). Dalam perspektif ruang, proses menuju kepada keberimbangan sebagaimana dimaksud di atas, akan membentuk suatu pola pengelompokan pulau-pulau kecil yang saling berinteraksi dalam sistem wilayah tertentu. Pola ini dibentuk atas dasar kemampuan distribusi jarak, besar, dan arah interaksi antar pulau-pulau kecil tersebut yang kemudian membentuk hirarki wilayah pusat dan wilayah pinggiran. Pola interaksi ini juga akan membentuk efek batas berupa diagram garis pengaruh (isoline) wilayah pusat terhadap wilayah disekitarnya. Selanjutnya dalam perspektif pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan, maka implikasi dari efek batas gugus pulau ini dipergunakan sebagai ukuran sensitivitas model gugus pulau yang kriterianya dikategorikan sebagai fase pembangunan yang bersifat involutif, partisipatif dan eksploitatif (Gambar 11). Fase involutif yang merupakan tahap dimana pulau-pulau kecil akan kehilangan pasokan sumberdaya untuk tumbuh sedemikan rupa sehingga seiring dengan perjalanan waktu pulau-pulau tersebut akan mengalami penyusutan energi didalam mempertahankan keberadaannya. Kondisi ini akan berakhir dengan ketidak berimbangan pembangunan terhadap pulaupulau kecil tersebut. Sebaliknya jika keterkaitan tumbuh itu ada atau terbentuk 51 melalui suatu upaya pendekatan pusat pertumbuhan, maka yang menjadi perhatian sekarang adalah seberapa besar efek pertumbuhan dapat di dukung oleh pulau-pulau kecil yang ditunjukkan melalui tingkat keberimbangan terhadap besar dan arah aliran migrasi penduduk antara pusat pertumbuhan dengan pulau-pulau kecil tersebut. Karakter Ekspose P U L A U K E C I L Terpencil dan Jauh Jaraknya Interaksi? Jaringan Prasarana Transportasi Kegiatan Tata Guna Lahan Efek Batas ( Isoline ) wil pusat & pelayanan No Yes Hirarki jumlah Penduduk Tidak ada Akses Skala Makro Distribusi Pertumbuhan Pola Pergerakkan Feedback model Proses Partisipatif Yes Sensi tivitas Gugus Pulau Distribusi Kebutuhan Lahan Karakter No Eco Footprint (EF) Pemb. Berimbang Ukuran Sangat Kecil Symetric Yes Produktifitas Lahan Terbatas Adaptasi Bio Capacity (BC) Gambar 11. Kerangka Pemikiran Penelitian + atau Pddk Proses Involutif Kebutuhan Pemb. Tdk Berimbang Lahan No Proses Eksploitatif Skala Mikro 52 Ketidak berimbangan terhadap besar dan arah aliran dari dan menuju ke pulau-pulau kecil (asymetric) dikategorikan sebagai fase eksploitatif, dimana pulau yang satu cenderung mengeksplotasi pulau yang lain tanpa ada kompensasi timbal balik yang seimbang. Kondisi ini akan berakhir dengan ketidak berimbangan pembangunan terhadap pulau-pulau kecil tersebut. Jika keberimbangan terhadap besar dan arah aliran dari dan menuju ke pulaupulau kecil tersebut kemudian dapat tercapai (symetric) maka proses pembangunan dikategorikan mencapai fase partisipatif, dimana pulau yang satu merupakan komplementer dari pulau yang lain sedemikian rupa sehingga terjadi suatu hubungan yang bersifat simbiosis mutualisma dan memberikan keuntungan di kedua belah pihak. Kondisi ini akan menciptakan pembangunan yang berimbang saling memperkuat dan berkelanjutan. 3.2 Batasan Model Hal yang terpenting dalam penelitian ini adalah bagaimana model gugus pulau sebagai suatu upaya strategi pengelolaan wilayah yang didominasi oleh pulau-pulau kecil dapat benar-benar berfungsi sesuai dengan tujuannya yaitu mengelompokan dan mendekatkan pulau-pulau kecil tersebut dalam jangkauan pusat-pusat pertumbuhan, sehingga tercipta suatu pola keterkaitan tumbuh diantara mereka secara berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka kajian efek batas model gugus pulau ini lebih dibatasi pada aspek-aspek bersifat ekonomi, sosial, fisik dan lingkungan sebagai masukan (input) dan keluaran (output) dari suatu mekanisme (proses) interaksi ruang yang berpengaruh terhadap batas keseimbangan antara distribusi pertumbuhan dengan kemampuan daya dukung dari pulaupulau kecil didalam model aspek-aspek dimaksud antara lain : (1) Aspek Ekonomi, berkaitan dengan potensi lokasi, berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan yang dapat dikembangkan untuk memacu pertumbuhan. (2) Aspek Sosial, berkaitan dengan kependudukan, pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan beserta prasarana dan sarananya mendukung atau menghambat pengembangan wilayah. yang 53 (3) Aspek Fisik, berkaitan dengan pergerakan manusia barang atau jasa antar pulau, serta sistem transportasi yang mendukungnya. (4) Aspek Lingkungan, berkaitan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan, sehingga penggunaannya dapat dilakukan secara optimal sesuai dengan keseimbangan ekosistem. (5) Mengacu pada batasan point (1) s/d (4) tersebut diatas, maka dalam penelitian ini output pertumbuhan diukur sebagai suatu nilai tambah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang bisa dihasilkan dan distribusikan oleh sekelompok pulau-pulau kecil melalui suatu mekanisme interaksi diantara pulau-pulau kecil tersebut yang muncul sebagai akibat adanya faktor-faktor input seperti jumlah penduduk, sistem prasarana jaringan transportasi, sistem kegiatan tata guna lahan. (6) Sedangkan output dari keberlanjutan diukur sebagai pemenuhan kebutuhan akan luas lahan produktif melalui mekanisme jejak ekologis dari setiap input jumlah penduduk di suatu pulau kecil dari waktu kewaktu. (7) Dengan demikian dalam penelitian ini efek batas model gugus pulau digambarkan sebagai batas distribusi PDRB optimal yang masih bisa dilakukan dalam koridor kapasitas lahan pulau-pulau kecil yang membentuk model gugus pulau tersebut dari waktu kewaktu. (8) Penelitian dilakukan pada wilayah kewenangan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, yang merupakan representatif dari sistem pengelolaan wilayah pulau-pulau kecil yang berbasiskan gugus pulau di Provinsi Maluku. (9) Diasumsikan dalam model ini, harga barang bersifat konstan dan data yang dipergunakan adalah tahun 2006, dengan pertimbangan kelengkapan dan konsistensi data yang tersedia.