perancangan aplikasi chat lewat gprs menggunakan j2me

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pendukung Keputusan
Keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah
atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi
masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif [3]. Model yang
menggambarkan proses pengambilan keputusan terdiri dari empat fase [5], yaitu:
1.
Penelusuran (Intelligence)
Tahap ini merupakan tahap pendefinisian masalah serta identifikasi informasi
yang dibutuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan
yang akan diambil.
2.
Perancangan (Design)
Tahap ini merupakan suatu proses untuk merepresentasikan model sistem yang
akan dibangun berdasarkan pada asumsi yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini,
suatu model dari masalah dibuat, diuji dan divalidasi.
3.
Pemilihan (Choice)
Tahap ini merupakan suatu proses melakukan pengujian dan memilih keputusan
terbaik berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan dan mengarah kepada
tujuan yang akan dicapai.
4.
Implementasi (Implementation)
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada
tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana sehingga hasil
keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikanperbaikan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan
Keputusan merupakan hasil pemecahan masalah yang harus didasari logika dan
pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, harus mendekati tujuan yang telah
ditetapkan dan memperhatikan hal-hal seperti logika, realitas, rasional dan pragmatis.
Keputusan-keputusan selalu saling berhubungan dan keputusan spesifik dapat
mempengaruhi banyak individu dan kelompok dalam sistem organisasi. Dasar-dasar
keputusan [15] adalah :
1. Intuisi, yaitu keputusan diambil berdasarkan perasaan dan pemikiran si pengambil
keputusan.
2. Pengalaman, yaitu keputusan diambil berdasarkan kejadian-kejadian yang pernah
dialami sebelumnya oleh si pengambil keputusan.
3. Fakta, yaitu keputusan diambil berdasarkan data dan informasi yang telah
dikumpulkan.
4. Wewenang, yaitu keputusan diambil oleh pihak yang memiliki kekuasaan dan
wewenang yang lebih tinggi.
5. Rasional, yaitu keputusan yang diambil harus logis atau dapat diterima akal sehat.
Pengambilan keputusan adalah proses memilih tindakan (di antara berbagai
alternatif) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengambilan keputusan melibatkan
suatu proses berfikir mengenai masalah sesuai kebutuhan data dan pemodelan masalah
yang mengarah pada interpretasi dan aplikasi pengetahuan. Perubahan pada
lingkungan pengambilan keputusan dapat terjadi sehingga mempengaruhi kualitas
keputusan [13].
Pengambilan keputusan merupakan hasil suatu proses pemilihan dari berbagai
alternatif tindakan yang mungkin dipilih dengan mekanisme tertentu, dengan tujuan
untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Dimana proses keputusan secara
bertahap, sistematik, konsisten, dan dalam setiap langkah sejak awal telah
mengikutsertakan semua pihak, akan memberikan hasil yang baik [12].
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah suatu sistem informasi berbasis
komputer yang melakukan pendekatan untuk menghasilkan berbagai alternatif
Universitas Sumatera Utara
keputusan untuk membantu pihak tertentu dalam menangani permasalahan dengan
menggunakan data dan model. Suatu SPK hanya menyediakan alternatif keputusan,
sedangkan keputusan akhir yang diambil tetap ditentukan oleh si pengambil
keputusan. Sistem pendukung keputusan memadukan sumber daya intelektual dari
individu dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan [1].
Sistem Pendukung Keputusan biasa dibangun untuk mendukung solusi atas
suatu masalah atau untuk mengevaluasi suatu peluang. SPK lebih ditujukan untuk
mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis dalam
situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas [7].
2.1.2 Konsep Dasar dalam Sistem Pendukung Keputusan
Konsep SPK merupakan sebuah sistem interaktif berbasis komputer yang membantu
pembuatan keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalahmasalah yang bersifat tidak terstruktur dan semi terstruktur [5]. SPK dirancang untuk
menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahapan
mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang
digunakan dalam proses pembutan keputusan sampai pada kegiatan mengevaluasi
pemilihan alternatif.
Adapun karakteristik sistem pendukung keputusan [13] adalah sebagai berikut [1]:
1.
Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan
dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur ataupun tidak
terstruktur.
2.
Sistem pendukung keputusan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar
kemampuan pengoperasian komputer yang tinggi.
3.
Sistem pendukung keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek
fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Sehingga mudah disesuaikan
dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dalam kebutuhan pemakai.
Universitas Sumatera Utara
Dengan berbagai karakter khusus seperti dikemukakan di atas, sistem
pendukung keputusan dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi pemakainya.
Keuntungan yang dimaksud diantaranya meliputi:
1.
Sistem Pendukung Keputusan memperluas kemampuan pengambil keputusan
dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.
2.
Sistem Pendukung Keputusan membantu pengambil keputusan dalam hal
penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama
berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.
3.
Sistem Pendukung Keputusan dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta
hasilnya dapat diandalkan.
2.1.3 Pendekatan Sistem dalam Sistem Pendukung Keputusan
Sistem sebagai suatu kumpulan dari elemen yang saling berinteraksi membentuk suatu
kesatuan, dalam interaksi yang kuat maupun lemah dengan pembatas sistem yang jelas
[12]. Setelah memasukkan aspek tujuan, Murdick et. al. (1995) memberikan
pengertian tentang sistem sebagai sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam
keadaan yang saling berhubungan untuk suatu tujuan yang sama [12].
Struktur dari sebuah sistem meliputi masukan, proses, keluaran, umpan balik,
lingkungan
dan
batasan
sistem.
Masukan
merupakan
elemen
yang
akan
mempengaruhi kinerja sebuah sistem. Proses merupakan seluruh elemen untuk
mentransformasikan masukan menjadi keluaran. Keluaran menunjukkan produk akhir
atau konsekuensi dari suatu sistem. Umpan balik merupakan aliran informasi dari
komponen keluaran ke pembuat keputusan tentang performansi dari sistem.
Lingkungan terdiri dari beberapa elemen yang berada diluar sistem, dalam arti bukan
masukan, proses dan keluaran. Batasan sistem merupakan sebuah pemisah antara
suatu subsistem dengan subsistem lainnya atau sistem dengan lingkungannya.
Hirarki sebuah sistem memperlihatkan semua rangkaian subsistem yang saling
berhubungan. Pada SPK dibagi atas tiga subsistem, yaitu:
1. Subsistem Manajemen Basis Data (Data Base Management Subsystem)
Universitas Sumatera Utara
2. Subsistem Manajemen Basis Model (Model Base Management Subsystem)
3. Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog (Dialog Generation and
Management Software)
2.1.4 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Komponen-komponen Sistem Pendukung Keputusan dapat diuraikan dalam beberapa
subsistem sebagai berikut:
2.1.4.1 Subsistem Manajemen Basis Data
Data Base Management System (DBMS) merupakan komponen penting dari suatu
sistem pendukung keputusan, karena terdapat perbedaan kebutuhan data. Database
merupakan mekanisme integrasi berbagai jenis data internal dan eksternal. Sebuah
pengelolaan database yang efektif dapat menunjang segala aktivitas menajemen,
terutama perannya sebagai fungsi utama penyajian informasi dalam pembuatan
keputusan.
Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen database adalah sebagai
berikut:
1. Kemampuan untuk mengombinasikan berbagai data melalui pengambilan
ekstraksi data.
2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah.
3. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.
2.1.4.2 Subsistem Manajemen Basis Model
Salah satu keunggulan sistem pendukung keputusan adalah kemampuan untuk
mengintegrasikan akses data dan model-model keputusan. Model cenderung tidak
mencukupi karena adanya kesulitan dalam mengembangkan model yang terintegrasi
untuk menangani sekumpulan keputusan yang saling bergantungan. Cara untuk
Universitas Sumatera Utara
menangani persoalan ini dengan menggunakan koleksi berbagai model yang terpisah,
dimana setiap model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah
tersebut. Komunikasi antara berbagai model yang saling berhubungan diserahkan
kepada pengambil keputusan sebagai proses intelektual dan manual.
2.1.4.3 Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog
Kekuatan dan fleksibilitas dari sistem pendukung keputusan timbul dari kemampuan
interaksi antara sistem dan pemakai, yang dinamakan subsistem dialog. Bennet
membagi subsistem dialog menjadi tiga bagian [12], yaitu:
1.
Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam
berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan
ketik (keyboard), panel-panel sentuh, joystick perintah suara dan sebagainya.
2.
Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang dapat digunakan untuk
menampilkan sesuatu. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer,
layar tampilan, grafik, warna, keluaran suara dan sebagainya.
3.
Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar
pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan dapat berada dalam pikiran
pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual dan sebagainya.
Kemampuan yang dimiliki sistem pendukung keputusan untuk mendukung
dialog pemakai sistem meliputi:
1.
Kemampuan untuk menangani berbagai dialog, bahkan jika mungkin untuk
mengombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai.
2.
Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai
peralatan masukan.
3.
Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai format dan peralatan
keluaran.
4.
Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis
pengetahuan pemakai.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Metode Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation
(Promethee)
Preference ranking organization method for enrichment evaluation (Promethee)
adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Masalah
pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan, dan kestabilan. Dugaan dari dominasi
kriteria yang digunakan dalam Promethee adalah penggunaan nilai hubungan
outranking [14].
Ini adalah metode peringkat yang cukup sederhana dalam konsepsi dan
aplikasi dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk analisis
multikriteria. Hal ini juga disesuaikan untuk masalah dimana jumlah terbatas untuk
alternatif harus di-ranking menurut beberapa kriteria, kadang-kadang kriteria yang
bertentangan [9].
Tabel evaluasi adalah mulainya metode Promethee, dalam hal ini alternatif
dievaluasi berdasarkan kriteria yang berbeda. Pelaksanaan Promethee membutuhkan
dua tambahan jenis informasi, yaitu : informasi tentang kepentingan relatif yang bobot
kriterianya dipertimbangkan dan informasi tentang preferensi pembuat keputusan
fungsi, dimana ia digunakan ketika membandingkan kontribusi dari alternatif dengan
masing-masing kriteria yang terpisah [9].
Pemilihan subset dari alternatif di antara lebih luas sering diformulasikan
sebagai masalah keputusan analisis multikriteria dimana beberapa atribut memiliki
sudut pandang yang ditemui untuk menggambarkan setiap alternatif. Secara
tradisional, subdaerah yang berhubungan dengan satu set dihitung alternatif disebut
multiatribut pengambilan keputusan sedangkan ketika mengatur kontinu subdaerah
yang disebut multitujuan pembuatan keputusan [8].
Diantara beberapa metode keputusan multikriteria , metode outranking telah
menyajikan sebuah perkembangan pesat selama dekade terakhir karena mereka
beradaptasi dengan struktur buruk yang sebagian besar situasi keputusan yang
sebenarnya. Metode Promethee
merupakan salah satu yang paling dikenal dan
Universitas Sumatera Utara
merupakan metode outranking yang diterapkan secara luas, terdiri dari pembangunan
relasi outranking melalui perbandingan berpasangan alternatif diperiksa di setiap
kriteria terpisah. Dengan memperkenalkan beberapa jenis kriteria umum, Promethee
memungkinkan untuk pengayaan struktur preferensi yang lebih cocok untuk
menangani masalah ketidakpastian atau ketidaktepatan struktur
karakteristik.
Parameter yang diperlukan untuk menentukan kriteria memiliki korespondensi yang
erat dengan pertimbangan ekonomi, teknis atau sosial dan dapat diperoleh secara
langsung dari pembuat keputusan [8].
Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah
ditetapkan berdasarkan pertimbangan (∀i | fi (.) → ℜ[Real]), dengan kaidah dasar:
Max{f1 (x), f2 (x), f3 (x), … fk (x) | x ∈ ℜ},
dimana K adalah sejumlah kumpulan alternatif, dan fi (i = 1, 2, 3, …, K) merupakan
nilai/ukuran relaltif kriteria untuk masing-masing alternatif. Dalam aplikasinya
sejumlah kriteria telah ditetapkan untuk menjelaskan K yang merupakan penilaian dari
ℜ (Real).
Promethee termasuk dalam keluarga metode outranking yang dikembangkan
oleh B. Roy dan meliputi dua fase:
1. Membangun hubungan outranking dari K.
2. Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam
paradigma permasalahan multikriteria.
Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan
dominasi masing-masing kriteria indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking
secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. Data dasar
untuk evaluasi dengan metode Promethee disajikan sebagai berikut [12]:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Data Dasar Analisis Promethee
Aternatif
a1
a2
…
ai
…
an
Kriteria
f1 (.) f2 (.) … fj (.)
f1 (a1) f2 (a1) … fj (a1)
f1 (a2) f2 (a2) … fj (a2)
…
…
… …
f1 (ai) f2 (ai)
fj (ai)
…
…
… …
f1 (an) f2 (an) … fj (an)
...
...
...
…
...
…
…
fk (.)
fk (a1)
fk (a2)
…
fk (ai)
…
fk (an)
Keterangan:
1.
a1, a2, …, ai, an: n alternatif potensial.
2.
f1, f2, …, fj, fk: k kriteria evaluasi.
2.2.1 Dominasi Kriteria
Nilai f merupakan nilai real dari suatu kriteria dan tujuan berupa prosedur optimasi:
f : K→ℜ
Untuk setiap alternatif a ∈ K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif tersebut
untuk suatu kriteria. Pada saat alternatif dibandingkan, a, b ∈ K, harus dapat
ditentukan perbandingan preferensinya.
Penyampaian intensitas (P) dari preferensi alternatif a terhadap alternatif b
sedemikian rupa sehingga:
a. P (a, b) = 0, berarti tidak ada beda antara a dan b, atau tidak ada preferensi dari a
lebih baik dari b.
b. P (a, b) ~ 0, berarti lemah, preferensi dari a lebih baik dari b.
c. P (a, b) ~ 1, berarti kuat, preferensi dari a lebih baik dari b.
d. P (a, b) = 1, berarti mutlak, preferensi dari a lebih baik dari b.
Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang
berbeda antara dua evaluasi, sehingga:
P (a, b) = P{f(a) – f (b)}
Universitas Sumatera Utara
Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai
kriteria yang lebih baik ditentukan oleh nilai f dan akumulasi dari nilai ini menentukan
nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih [12].
2.2.2 Rekomendasi Fungsi Preferensi
Pada metode Promethee terdapat enam bentuk fungsi preferensi kriteria antara lain
kriteria biasa (usual criterion), kriteria quasi (quasi criterion), kriteria dengan
preferensi linier (U-shape criterion), kriteria level (level criterion), kriteria dengan
preferensi linier dan area yang tidak berbeda (V-shapecriterion), kriteria gaussian
(Gaussian criterion). Hal ini tentu saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik
untuk beberapa kasus. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area
yang tidak sama, digunakan fungsi selisih nilai kriteria antaralternatif H(d) dimana hal
ini mempunyai hubungan langsung pada fungsi preferensi [14].
2.2.2.1 Kriteria Biasa
Pada preferensi ini tidak ada beda antara a dan b jika dan hanya jika f(a) = f(b),
apabila nilai kriteria pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda, pembuat
keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif yang memiliki nilai yang lebih
baik.
H(d) =
...…………..…….……………...(1)
Keterangan:
1. H(d) : fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = f(a)-f(b)}
Untuk melihat kasus preferensi pada kriteria biasa, ilustrasinya dapat dilihat
dari perlombaan renang, seorang peserta dengan peserta lainnya akan memiliki
peringkat yang mutlak berbeda walaupun hanya dengan selisih nilai (waktu), yang
teramat kecil, dan akan memiliki peringkat yang sama jika dan hanya jika waktu
Universitas Sumatera Utara
tempuhnya sama atau selisih nilai diantara keduanya sebesar nol [14]. Fungsi H(d)
untuk preferensi disajikan pada gambar 2.1.
H(d)
1
0
d
Gambar 2.1 Usual Criterion
2.2.2.2 Kriteria Quasi
H(d) =
…………………...(2)
Keterangan:
1. H(d)
: fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)}
3. Parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap
H(d)
1
-q
0
q
d
Gambar 2.2 Quasi Criterion
Gambar 2.2 menjelaskan dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting
selama selisih atau nilai H(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu
tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing
alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak [14].
Universitas Sumatera Utara
Kasus pembuat keputusan dengan menggunakan kriteria quasi, terlebih dahulu
harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat menjelaskan pengaruh yang
signifikan dari suatu kriteria. Dalam hal ini, preferensi yang lebih baik diperoleh
apabila terjadi selisih antara dua alternatif di atas nilai q.
2.2.2.3 Kriteria dengan Preferensi Linier
Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai
yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier
dengan nilai d [14].
H(d) =
…………….………(3)
Keterangan:
1. H(d)
: fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)}
3. p
: nilai kecenderungan atas
Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak.
Fungsi kriteria ini digambarkan pada Gambar 2.3.
H(d)
1
-p
0
p
d
Gambar 2.3 Kriteria dengan Preferensi Linier
Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasi beberapa kriteria untuk tipe ini,
pembuat keputusan harus menentukan nilai dari kecenderungan atas (nilai p). Dalam
hal ini nilai d di atas p telah dipertimbangkan akan memberikan preferensi mutlak dari
satu alternatif. Misalnya, akan terjadi preferensi dalam hubungan linier kriteria untuk
nilai akademik seseorang dengan orang lain apabila nilai akademik seseorang
Universitas Sumatera Utara
berselisih dibawah 40, apabila di atas 40 poin maka mutlak orang itu lebih unggul
dibandingkan dengan orang lain.
2.2.2.4 Kriteria Level
Dalam kasus ini, kecenderungan tidak berbeda dengan q dan kecenderungan
preferensi ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai p dan q, hal ini
berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0,5) [14]. Fungsi ini disajikan pada:
H(d) =
.…………………………………(4)
Keterangan :
1. H(d)
: fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. p
: nilai kecenderungan atas
3. parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap
Fungsi ini disajikan pada Gambar 2.4 dan pembuat keputusan telah
menentukan kedua kecenderungan untuk kriteria ini.
H(d)
1
1/2
-p
-q
0
q
p
d
Gambar 2.4 Level Criterion
Bentuk kriteria level ini dapat dijelaskan misalnya dalam penetapan nilai
preferensi jarak tempuh antarkota. Misalnya jarak antara Bandung-Cianjur sebesar 60
km, Cianjur-Bogor sebesar 68 km, Bogor-Jakarta sebesar 45 km, Cianjur-Jakarta 133
km. Dan telah ditetapkan bahwa selisih dibawah 10
km maka dianggap jarak
antarkota tersebut adalah tidak berbeda, selisih jarak sebesar 10-30 km relatif berbeda
dengan preferensi yang lemah, sedangkan selisih di atas 30 km relatif berbeda dengan
Universitas Sumatera Utara
preferensi yang lemah, sedangkan selisih di atas 30 km diidentifikasi memiliki
preferensi mutlak berbeda [1].
Dalam kasus ini, selisih jarak antara Bandung-Cianjur dan Cianjur-Bogor
dianggap tidak berbeda (H(d) = 0) karena selisih jaraknya dibawah 10 km, yaitu (6860) km = 8 km, sedangkan preferensi jarak antara Cianjur-Bogor dan Jakarta-Bogor
dianggap berbeda dengan preferensi lemah (H(d) = 0,5) karena memiliki selisih yang
berada pada interval 10-30 km, yaitu sebesar (68-45) km = 23 km. Dan terjadi
preferensi mutlak (H(d) = 1) antara jarak Cianjur-Jakarta dan Bogor-Jakarta karena
memiliki selisih jarak lebih dari 30 km.
2.2.2.5 Kriteria Linier dan Area yang Tidak Berbeda
Pada kasus ini, pengambil keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi
secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua
kecenderungan q dan p [14].
H(d) =
……..……………………(5)
Keterangan:
1. H(d)
: fungsi selisih kritaria antara alternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)}
3. parameter (p) : nilai kecenderungan atas
4. parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap
Dua parameter p dan q telah ditentukan nilainya. Fungsi H(d) adalah hasil
perbandingan antara alternatif, seperti pada Gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
H(d)
1
-p
-q
0
q
p
d
Gambar 2.5 Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang Tidak Berbeda
2.2.2.6 Kriteria Gaussian
Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai σ, dimana dapat dibuat berdasarkan
distribusi normal dalam statistik [12].
H(d) = 1-exp {-d²/2σ²} …...................…………………. (6)
H(d)
1
0
d
Gambar 2.6 Kriteria Gaussian
2.2.3 Indeks Preferensi Multikriteria
Tujuan pembuat keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi Pi, dan πi untuk
semua kriteria fi (i = 1, 2, 3, …, K) dari masalah optimasi kriteria majemuk. Bobot
(wigth) πi merupakan ukuran relatif untuk kepentingan kriteria fi, jika semua kriteria
memiliki kepentignan yang sama dalam pangambilan keputusan maka semua nilai
bobot adalah sama.
Universitas Sumatera Utara
Indeks preferensi multikriteria ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari
fungsi preferensi Pi.
ϕ(
) merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan bahwa
alternatif a lebih baik dari alternatif b dengan pertimbangan secara simultan dari
seluruh kriteria. Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara nilai 0 dan 1, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. ϕ (
) = 0 menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif
alternatif
2. ϕ (
berdasarkan semua kriteria.
) = 1 menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif
alternatif
lebih dari
lebih dari
berdasarkan semua kriteria [1].
2.2.4 Promethee ranking
Perhitungan arah preferensi dipertimbangkan berdasarkan nilai indeks [3]:
a. Leaving flow
..…..……………………..(8)
b. Entering flow
…..….………………………..(9)
c. Net flow
……………...……………………(10)
Keterangan:
1.
= menunjukkan preferensi bahwa alternatif
lebih baik dari alternatif x.
2.
= menunjukkan preferensi bahwa alternatif x lebih baik dari alternatif .
Universitas Sumatera Utara
3.
= leaving flow, digunakan untuk menentukan urutan prioritas pada proses
Promethee I yang menggunakan urutan parsial.
4.
= entering flow, digunakan untuk menentukan urutan priorotas pada proses
Promethee I yang menggunakan urutan parsial.
5.
= net flow, digunakan untuk menghasilkan keputusan akhir penentuan
urutan dalam menyelesaikan masalah sehingga menghasilkan urutan lengkap.
Penjelasan dari hubungan outranking dibangun atas pertimbangan untuk
masing-masing alternatif pada grafik nilai outranking, berupa urutan parsial
(Promethee I) atau urutan lengkap (Promethee II) pada sejumlah alternatif yang
mungkin, yang dapat diusulkan kepada pembuat keputusan untuk memperkaya
penyelesaian masalah.
2.2.4.1 Promethee I
Nilai terbesar pada leaving flow dan nilai yang kecil dari entering flow merupakan
alternatif yang terbaik. Leaving flow dan entering flow menyebabkan:
Keterangan :
1.
= nilai leaving flow a lebih baik dari nilai leaving flow b.
2.
= nilai leaving flow a tidak beda dengan nilai leaving flow b.
3.
= leaving flow a.
4.
= entering flow b.
5.
= nilai entering flow a lebih baik dari nilai entering flow b.
6.
= nilai entering flow a tidak beda dengan nilai entering flow b.
7.
= entering flow a.
Universitas Sumatera Utara
Promethee
I
menampilkan
partial
preorder
(PI,
II,
RI)
dengan
mempertimbangkan interseksi dari dua preorder:
Partial preorder diajukan kepada pembuat keputusan, untuk membantu pengambilan
keputusan masalah yang dihadapinya. Dengan menggunakan metode Promethee I
masih menyisakan bentuk incomparable, atau dengan kata hanya memberikan solusi
partial preorder(sebagian).
2.2.4.2 Promethee II
Dalam kasus complete preorder dalam K adalah penghindaran dari bentuk
incomparable, Promethee II complete preorder (PII, III) disajikan dalam bentuk net
flow disajikan berdasarkan pertimbangan persamaan:
Keterangan :
1.
= nilai net flow a lebih baik dari nilai net flow b.
2.
= nilai net flow a tidak beda dengan nilai net flow b.
3.
= net flow a.
4.
= net flow b.
Melalui complete preorder, informasi bagi pembuat keputusan lebih realistik [1].
Universitas Sumatera Utara
2.3
Pemilihan Program Studi
Untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, merupakan
dambaan bagi setiap siswa/siswi dan adik-adik yang baru saja menyelesaikan
pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang sederajat. Namun sebelum
memilih program studi apa dan mana yang akan dipilih, tentunya terlebih dahulu harus
dapat mengukur kemampuan yang dimiliki, menentukan bidang studi apa yang
diminati dan menentukan jenis program pendidikan mana yang diinginkan.
Kriteria yang menjadi penilaian dalam pemilihan program studi [6] :
1. Nilai Akademik
Beberapa mata pelajaran yang menjadi penilaian dalam pemilihan program studi
yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi,
Teknologi Informasi, Pkn, Sejarah, Eknomi, Sosiologi dan Geografi.
2. Nilai Try Out
Nilai try out digunakan sebagai pedoman dalam memilih program studi sesuai
dengan passing grade yang telah ditetapkan untuk setiap program studi di
Perguruan Tinggi Negeri.
3. Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu. Minat biasanya muncul dari diri sendiri karena pengaruh
lingkungannya atau juga bisa muncul karena merasa tertantang. Minat seseorang
bisa sangat beragam namun di sini yang ditekankan adalah minat dalam bidangbidang pelajaran tertentu untuk mendukung pemilihan program studi yang tepat
dalam kuliah.
4. Kepribadian
Dalam dunia kerja sering terjadi bahwa seseorang tidak betah karena karakter
pekerjaannya tidak cocok dengan karakter pribadinya sehingga orang itu tidak
merasakan adanya kepuasan kerja. Akibatnya, ia bekerja dengan terpaksa dan pada
akhirnya hasil kerjanya tidak optimal. Oleh karena itu, akan lebih baik bila kita
mengenali dulu tipe kepribadian kita sebelum kita memutuskan untuk memilih
program studi tertentu. Setelah itu, kita bisa menentukan program studi apa yang
akan kita ambil berdasarkan prospek tempat kerja lulusan program studi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Download