BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif [3]. Model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan terdiri dari empat fase [5], yaitu: 1. Penelusuran (Intelligence) Tahap ini merupakan tahap pendefinisian masalah serta identifikasi informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi serta keputusan yang akan diambil. 2. Perancangan (Design) Tahap ini merupakan suatu proses untuk merepresentasikan model sistem yang akan dibangun berdasarkan pada asumsi yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini, suatu model dari masalah dibuat, diuji dan divalidasi. 3. Pemilihan (Choice) Tahap ini merupakan suatu proses melakukan pengujian dan memilih keputusan terbaik berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan dan mengarah kepada tujuan yang akan dicapai. 4. Implementasi (Implementation) Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikanperbaikan. Universitas Sumatera Utara 2.1.1 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Keputusan merupakan hasil pemecahan masalah yang harus didasari logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, harus mendekati tujuan yang telah ditetapkan dan memperhatikan hal-hal seperti logika, realitas, rasional dan pragmatis. Keputusan-keputusan selalu saling berhubungan dan keputusan spesifik dapat mempengaruhi banyak individu dan kelompok dalam sistem organisasi. Dasar-dasar keputusan [15] adalah : 1. Intuisi, yaitu keputusan diambil berdasarkan perasaan dan pemikiran si pengambil keputusan. 2. Pengalaman, yaitu keputusan diambil berdasarkan kejadian-kejadian yang pernah dialami sebelumnya oleh si pengambil keputusan. 3. Fakta, yaitu keputusan diambil berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan. 4. Wewenang, yaitu keputusan diambil oleh pihak yang memiliki kekuasaan dan wewenang yang lebih tinggi. 5. Rasional, yaitu keputusan yang diambil harus logis atau dapat diterima akal sehat. Pengambilan keputusan adalah proses memilih tindakan (di antara berbagai alternatif) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengambilan keputusan melibatkan suatu proses berfikir mengenai masalah sesuai kebutuhan data dan pemodelan masalah yang mengarah pada interpretasi dan aplikasi pengetahuan. Perubahan pada lingkungan pengambilan keputusan dapat terjadi sehingga mempengaruhi kualitas keputusan [13]. Pengambilan keputusan merupakan hasil suatu proses pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih dengan mekanisme tertentu, dengan tujuan untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Dimana proses keputusan secara bertahap, sistematik, konsisten, dan dalam setiap langkah sejak awal telah mengikutsertakan semua pihak, akan memberikan hasil yang baik [12]. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang melakukan pendekatan untuk menghasilkan berbagai alternatif Universitas Sumatera Utara keputusan untuk membantu pihak tertentu dalam menangani permasalahan dengan menggunakan data dan model. Suatu SPK hanya menyediakan alternatif keputusan, sedangkan keputusan akhir yang diambil tetap ditentukan oleh si pengambil keputusan. Sistem pendukung keputusan memadukan sumber daya intelektual dari individu dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan [1]. Sistem Pendukung Keputusan biasa dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau untuk mengevaluasi suatu peluang. SPK lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas [7]. 2.1.2 Konsep Dasar dalam Sistem Pendukung Keputusan Konsep SPK merupakan sebuah sistem interaktif berbasis komputer yang membantu pembuatan keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalahmasalah yang bersifat tidak terstruktur dan semi terstruktur [5]. SPK dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahapan mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pembutan keputusan sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif. Adapun karakteristik sistem pendukung keputusan [13] adalah sebagai berikut [1]: 1. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur ataupun tidak terstruktur. 2. Sistem pendukung keputusan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar kemampuan pengoperasian komputer yang tinggi. 3. Sistem pendukung keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi. Sehingga mudah disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi dalam kebutuhan pemakai. Universitas Sumatera Utara Dengan berbagai karakter khusus seperti dikemukakan di atas, sistem pendukung keputusan dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi pemakainya. Keuntungan yang dimaksud diantaranya meliputi: 1. Sistem Pendukung Keputusan memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya. 2. Sistem Pendukung Keputusan membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur. 3. Sistem Pendukung Keputusan dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan. 2.1.3 Pendekatan Sistem dalam Sistem Pendukung Keputusan Sistem sebagai suatu kumpulan dari elemen yang saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan, dalam interaksi yang kuat maupun lemah dengan pembatas sistem yang jelas [12]. Setelah memasukkan aspek tujuan, Murdick et. al. (1995) memberikan pengertian tentang sistem sebagai sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk suatu tujuan yang sama [12]. Struktur dari sebuah sistem meliputi masukan, proses, keluaran, umpan balik, lingkungan dan batasan sistem. Masukan merupakan elemen yang akan mempengaruhi kinerja sebuah sistem. Proses merupakan seluruh elemen untuk mentransformasikan masukan menjadi keluaran. Keluaran menunjukkan produk akhir atau konsekuensi dari suatu sistem. Umpan balik merupakan aliran informasi dari komponen keluaran ke pembuat keputusan tentang performansi dari sistem. Lingkungan terdiri dari beberapa elemen yang berada diluar sistem, dalam arti bukan masukan, proses dan keluaran. Batasan sistem merupakan sebuah pemisah antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya atau sistem dengan lingkungannya. Hirarki sebuah sistem memperlihatkan semua rangkaian subsistem yang saling berhubungan. Pada SPK dibagi atas tiga subsistem, yaitu: 1. Subsistem Manajemen Basis Data (Data Base Management Subsystem) Universitas Sumatera Utara 2. Subsistem Manajemen Basis Model (Model Base Management Subsystem) 3. Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog (Dialog Generation and Management Software) 2.1.4 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan Komponen-komponen Sistem Pendukung Keputusan dapat diuraikan dalam beberapa subsistem sebagai berikut: 2.1.4.1 Subsistem Manajemen Basis Data Data Base Management System (DBMS) merupakan komponen penting dari suatu sistem pendukung keputusan, karena terdapat perbedaan kebutuhan data. Database merupakan mekanisme integrasi berbagai jenis data internal dan eksternal. Sebuah pengelolaan database yang efektif dapat menunjang segala aktivitas menajemen, terutama perannya sebagai fungsi utama penyajian informasi dalam pembuatan keputusan. Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen database adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan untuk mengombinasikan berbagai data melalui pengambilan ekstraksi data. 2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah. 3. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data. 2.1.4.2 Subsistem Manajemen Basis Model Salah satu keunggulan sistem pendukung keputusan adalah kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model-model keputusan. Model cenderung tidak mencukupi karena adanya kesulitan dalam mengembangkan model yang terintegrasi untuk menangani sekumpulan keputusan yang saling bergantungan. Cara untuk Universitas Sumatera Utara menangani persoalan ini dengan menggunakan koleksi berbagai model yang terpisah, dimana setiap model digunakan untuk menangani bagian yang berbeda dari masalah tersebut. Komunikasi antara berbagai model yang saling berhubungan diserahkan kepada pengambil keputusan sebagai proses intelektual dan manual. 2.1.4.3 Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog Kekuatan dan fleksibilitas dari sistem pendukung keputusan timbul dari kemampuan interaksi antara sistem dan pemakai, yang dinamakan subsistem dialog. Bennet membagi subsistem dialog menjadi tiga bagian [12], yaitu: 1. Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan ketik (keyboard), panel-panel sentuh, joystick perintah suara dan sebagainya. 2. Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang dapat digunakan untuk menampilkan sesuatu. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, layar tampilan, grafik, warna, keluaran suara dan sebagainya. 3. Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan dapat berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual dan sebagainya. Kemampuan yang dimiliki sistem pendukung keputusan untuk mendukung dialog pemakai sistem meliputi: 1. Kemampuan untuk menangani berbagai dialog, bahkan jika mungkin untuk mengombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai. 2. Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan. 3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai format dan peralatan keluaran. 4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai. Universitas Sumatera Utara 2.2 Metode Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation (Promethee) Preference ranking organization method for enrichment evaluation (Promethee) adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan, dan kestabilan. Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam Promethee adalah penggunaan nilai hubungan outranking [14]. Ini adalah metode peringkat yang cukup sederhana dalam konsepsi dan aplikasi dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk analisis multikriteria. Hal ini juga disesuaikan untuk masalah dimana jumlah terbatas untuk alternatif harus di-ranking menurut beberapa kriteria, kadang-kadang kriteria yang bertentangan [9]. Tabel evaluasi adalah mulainya metode Promethee, dalam hal ini alternatif dievaluasi berdasarkan kriteria yang berbeda. Pelaksanaan Promethee membutuhkan dua tambahan jenis informasi, yaitu : informasi tentang kepentingan relatif yang bobot kriterianya dipertimbangkan dan informasi tentang preferensi pembuat keputusan fungsi, dimana ia digunakan ketika membandingkan kontribusi dari alternatif dengan masing-masing kriteria yang terpisah [9]. Pemilihan subset dari alternatif di antara lebih luas sering diformulasikan sebagai masalah keputusan analisis multikriteria dimana beberapa atribut memiliki sudut pandang yang ditemui untuk menggambarkan setiap alternatif. Secara tradisional, subdaerah yang berhubungan dengan satu set dihitung alternatif disebut multiatribut pengambilan keputusan sedangkan ketika mengatur kontinu subdaerah yang disebut multitujuan pembuatan keputusan [8]. Diantara beberapa metode keputusan multikriteria , metode outranking telah menyajikan sebuah perkembangan pesat selama dekade terakhir karena mereka beradaptasi dengan struktur buruk yang sebagian besar situasi keputusan yang sebenarnya. Metode Promethee merupakan salah satu yang paling dikenal dan Universitas Sumatera Utara merupakan metode outranking yang diterapkan secara luas, terdiri dari pembangunan relasi outranking melalui perbandingan berpasangan alternatif diperiksa di setiap kriteria terpisah. Dengan memperkenalkan beberapa jenis kriteria umum, Promethee memungkinkan untuk pengayaan struktur preferensi yang lebih cocok untuk menangani masalah ketidakpastian atau ketidaktepatan struktur karakteristik. Parameter yang diperlukan untuk menentukan kriteria memiliki korespondensi yang erat dengan pertimbangan ekonomi, teknis atau sosial dan dapat diperoleh secara langsung dari pembuat keputusan [8]. Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah ditetapkan berdasarkan pertimbangan (∀i | fi (.) → ℜ[Real]), dengan kaidah dasar: Max{f1 (x), f2 (x), f3 (x), … fk (x) | x ∈ ℜ}, dimana K adalah sejumlah kumpulan alternatif, dan fi (i = 1, 2, 3, …, K) merupakan nilai/ukuran relaltif kriteria untuk masing-masing alternatif. Dalam aplikasinya sejumlah kriteria telah ditetapkan untuk menjelaskan K yang merupakan penilaian dari ℜ (Real). Promethee termasuk dalam keluarga metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy dan meliputi dua fase: 1. Membangun hubungan outranking dari K. 2. Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam paradigma permasalahan multikriteria. Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan dominasi masing-masing kriteria indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. Data dasar untuk evaluasi dengan metode Promethee disajikan sebagai berikut [12]: Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Data Dasar Analisis Promethee Aternatif a1 a2 … ai … an Kriteria f1 (.) f2 (.) … fj (.) f1 (a1) f2 (a1) … fj (a1) f1 (a2) f2 (a2) … fj (a2) … … … … f1 (ai) f2 (ai) fj (ai) … … … … f1 (an) f2 (an) … fj (an) ... ... ... … ... … … fk (.) fk (a1) fk (a2) … fk (ai) … fk (an) Keterangan: 1. a1, a2, …, ai, an: n alternatif potensial. 2. f1, f2, …, fj, fk: k kriteria evaluasi. 2.2.1 Dominasi Kriteria Nilai f merupakan nilai real dari suatu kriteria dan tujuan berupa prosedur optimasi: f : K→ℜ Untuk setiap alternatif a ∈ K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif tersebut untuk suatu kriteria. Pada saat alternatif dibandingkan, a, b ∈ K, harus dapat ditentukan perbandingan preferensinya. Penyampaian intensitas (P) dari preferensi alternatif a terhadap alternatif b sedemikian rupa sehingga: a. P (a, b) = 0, berarti tidak ada beda antara a dan b, atau tidak ada preferensi dari a lebih baik dari b. b. P (a, b) ~ 0, berarti lemah, preferensi dari a lebih baik dari b. c. P (a, b) ~ 1, berarti kuat, preferensi dari a lebih baik dari b. d. P (a, b) = 1, berarti mutlak, preferensi dari a lebih baik dari b. Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang berbeda antara dua evaluasi, sehingga: P (a, b) = P{f(a) – f (b)} Universitas Sumatera Utara Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai kriteria yang lebih baik ditentukan oleh nilai f dan akumulasi dari nilai ini menentukan nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih [12]. 2.2.2 Rekomendasi Fungsi Preferensi Pada metode Promethee terdapat enam bentuk fungsi preferensi kriteria antara lain kriteria biasa (usual criterion), kriteria quasi (quasi criterion), kriteria dengan preferensi linier (U-shape criterion), kriteria level (level criterion), kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda (V-shapecriterion), kriteria gaussian (Gaussian criterion). Hal ini tentu saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area yang tidak sama, digunakan fungsi selisih nilai kriteria antaralternatif H(d) dimana hal ini mempunyai hubungan langsung pada fungsi preferensi [14]. 2.2.2.1 Kriteria Biasa Pada preferensi ini tidak ada beda antara a dan b jika dan hanya jika f(a) = f(b), apabila nilai kriteria pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda, pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif yang memiliki nilai yang lebih baik. H(d) = ...…………..…….……………...(1) Keterangan: 1. H(d) : fungsi selisih kriteria antaralternatif 2. d : selisih nilai kriteria {d = f(a)-f(b)} Untuk melihat kasus preferensi pada kriteria biasa, ilustrasinya dapat dilihat dari perlombaan renang, seorang peserta dengan peserta lainnya akan memiliki peringkat yang mutlak berbeda walaupun hanya dengan selisih nilai (waktu), yang teramat kecil, dan akan memiliki peringkat yang sama jika dan hanya jika waktu Universitas Sumatera Utara tempuhnya sama atau selisih nilai diantara keduanya sebesar nol [14]. Fungsi H(d) untuk preferensi disajikan pada gambar 2.1. H(d) 1 0 d Gambar 2.1 Usual Criterion 2.2.2.2 Kriteria Quasi H(d) = …………………...(2) Keterangan: 1. H(d) : fungsi selisih kriteria antaralternatif 2. d : selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)} 3. Parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap H(d) 1 -q 0 q d Gambar 2.2 Quasi Criterion Gambar 2.2 menjelaskan dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak [14]. Universitas Sumatera Utara Kasus pembuat keputusan dengan menggunakan kriteria quasi, terlebih dahulu harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat menjelaskan pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria. Dalam hal ini, preferensi yang lebih baik diperoleh apabila terjadi selisih antara dua alternatif di atas nilai q. 2.2.2.3 Kriteria dengan Preferensi Linier Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier dengan nilai d [14]. H(d) = …………….………(3) Keterangan: 1. H(d) : fungsi selisih kriteria antaralternatif 2. d : selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)} 3. p : nilai kecenderungan atas Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak. Fungsi kriteria ini digambarkan pada Gambar 2.3. H(d) 1 -p 0 p d Gambar 2.3 Kriteria dengan Preferensi Linier Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasi beberapa kriteria untuk tipe ini, pembuat keputusan harus menentukan nilai dari kecenderungan atas (nilai p). Dalam hal ini nilai d di atas p telah dipertimbangkan akan memberikan preferensi mutlak dari satu alternatif. Misalnya, akan terjadi preferensi dalam hubungan linier kriteria untuk nilai akademik seseorang dengan orang lain apabila nilai akademik seseorang Universitas Sumatera Utara berselisih dibawah 40, apabila di atas 40 poin maka mutlak orang itu lebih unggul dibandingkan dengan orang lain. 2.2.2.4 Kriteria Level Dalam kasus ini, kecenderungan tidak berbeda dengan q dan kecenderungan preferensi ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai p dan q, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0,5) [14]. Fungsi ini disajikan pada: H(d) = .…………………………………(4) Keterangan : 1. H(d) : fungsi selisih kriteria antaralternatif 2. p : nilai kecenderungan atas 3. parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap Fungsi ini disajikan pada Gambar 2.4 dan pembuat keputusan telah menentukan kedua kecenderungan untuk kriteria ini. H(d) 1 1/2 -p -q 0 q p d Gambar 2.4 Level Criterion Bentuk kriteria level ini dapat dijelaskan misalnya dalam penetapan nilai preferensi jarak tempuh antarkota. Misalnya jarak antara Bandung-Cianjur sebesar 60 km, Cianjur-Bogor sebesar 68 km, Bogor-Jakarta sebesar 45 km, Cianjur-Jakarta 133 km. Dan telah ditetapkan bahwa selisih dibawah 10 km maka dianggap jarak antarkota tersebut adalah tidak berbeda, selisih jarak sebesar 10-30 km relatif berbeda dengan preferensi yang lemah, sedangkan selisih di atas 30 km relatif berbeda dengan Universitas Sumatera Utara preferensi yang lemah, sedangkan selisih di atas 30 km diidentifikasi memiliki preferensi mutlak berbeda [1]. Dalam kasus ini, selisih jarak antara Bandung-Cianjur dan Cianjur-Bogor dianggap tidak berbeda (H(d) = 0) karena selisih jaraknya dibawah 10 km, yaitu (6860) km = 8 km, sedangkan preferensi jarak antara Cianjur-Bogor dan Jakarta-Bogor dianggap berbeda dengan preferensi lemah (H(d) = 0,5) karena memiliki selisih yang berada pada interval 10-30 km, yaitu sebesar (68-45) km = 23 km. Dan terjadi preferensi mutlak (H(d) = 1) antara jarak Cianjur-Jakarta dan Bogor-Jakarta karena memiliki selisih jarak lebih dari 30 km. 2.2.2.5 Kriteria Linier dan Area yang Tidak Berbeda Pada kasus ini, pengambil keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan q dan p [14]. H(d) = ……..……………………(5) Keterangan: 1. H(d) : fungsi selisih kritaria antara alternatif 2. d : selisih nilai kriteria {d = f(a) – f(b)} 3. parameter (p) : nilai kecenderungan atas 4. parameter (q) : harus merupakan nilai yang tetap Dua parameter p dan q telah ditentukan nilainya. Fungsi H(d) adalah hasil perbandingan antara alternatif, seperti pada Gambar 2.5. Universitas Sumatera Utara H(d) 1 -p -q 0 q p d Gambar 2.5 Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang Tidak Berbeda 2.2.2.6 Kriteria Gaussian Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai σ, dimana dapat dibuat berdasarkan distribusi normal dalam statistik [12]. H(d) = 1-exp {-d²/2σ²} …...................…………………. (6) H(d) 1 0 d Gambar 2.6 Kriteria Gaussian 2.2.3 Indeks Preferensi Multikriteria Tujuan pembuat keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi Pi, dan πi untuk semua kriteria fi (i = 1, 2, 3, …, K) dari masalah optimasi kriteria majemuk. Bobot (wigth) πi merupakan ukuran relatif untuk kepentingan kriteria fi, jika semua kriteria memiliki kepentignan yang sama dalam pangambilan keputusan maka semua nilai bobot adalah sama. Universitas Sumatera Utara Indeks preferensi multikriteria ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari fungsi preferensi Pi. ϕ( ) merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan bahwa alternatif a lebih baik dari alternatif b dengan pertimbangan secara simultan dari seluruh kriteria. Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara nilai 0 dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. ϕ ( ) = 0 menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif alternatif 2. ϕ ( berdasarkan semua kriteria. ) = 1 menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif alternatif lebih dari lebih dari berdasarkan semua kriteria [1]. 2.2.4 Promethee ranking Perhitungan arah preferensi dipertimbangkan berdasarkan nilai indeks [3]: a. Leaving flow ..…..……………………..(8) b. Entering flow …..….………………………..(9) c. Net flow ……………...……………………(10) Keterangan: 1. = menunjukkan preferensi bahwa alternatif lebih baik dari alternatif x. 2. = menunjukkan preferensi bahwa alternatif x lebih baik dari alternatif . Universitas Sumatera Utara 3. = leaving flow, digunakan untuk menentukan urutan prioritas pada proses Promethee I yang menggunakan urutan parsial. 4. = entering flow, digunakan untuk menentukan urutan priorotas pada proses Promethee I yang menggunakan urutan parsial. 5. = net flow, digunakan untuk menghasilkan keputusan akhir penentuan urutan dalam menyelesaikan masalah sehingga menghasilkan urutan lengkap. Penjelasan dari hubungan outranking dibangun atas pertimbangan untuk masing-masing alternatif pada grafik nilai outranking, berupa urutan parsial (Promethee I) atau urutan lengkap (Promethee II) pada sejumlah alternatif yang mungkin, yang dapat diusulkan kepada pembuat keputusan untuk memperkaya penyelesaian masalah. 2.2.4.1 Promethee I Nilai terbesar pada leaving flow dan nilai yang kecil dari entering flow merupakan alternatif yang terbaik. Leaving flow dan entering flow menyebabkan: Keterangan : 1. = nilai leaving flow a lebih baik dari nilai leaving flow b. 2. = nilai leaving flow a tidak beda dengan nilai leaving flow b. 3. = leaving flow a. 4. = entering flow b. 5. = nilai entering flow a lebih baik dari nilai entering flow b. 6. = nilai entering flow a tidak beda dengan nilai entering flow b. 7. = entering flow a. Universitas Sumatera Utara Promethee I menampilkan partial preorder (PI, II, RI) dengan mempertimbangkan interseksi dari dua preorder: Partial preorder diajukan kepada pembuat keputusan, untuk membantu pengambilan keputusan masalah yang dihadapinya. Dengan menggunakan metode Promethee I masih menyisakan bentuk incomparable, atau dengan kata hanya memberikan solusi partial preorder(sebagian). 2.2.4.2 Promethee II Dalam kasus complete preorder dalam K adalah penghindaran dari bentuk incomparable, Promethee II complete preorder (PII, III) disajikan dalam bentuk net flow disajikan berdasarkan pertimbangan persamaan: Keterangan : 1. = nilai net flow a lebih baik dari nilai net flow b. 2. = nilai net flow a tidak beda dengan nilai net flow b. 3. = net flow a. 4. = net flow b. Melalui complete preorder, informasi bagi pembuat keputusan lebih realistik [1]. Universitas Sumatera Utara 2.3 Pemilihan Program Studi Untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, merupakan dambaan bagi setiap siswa/siswi dan adik-adik yang baru saja menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang sederajat. Namun sebelum memilih program studi apa dan mana yang akan dipilih, tentunya terlebih dahulu harus dapat mengukur kemampuan yang dimiliki, menentukan bidang studi apa yang diminati dan menentukan jenis program pendidikan mana yang diinginkan. Kriteria yang menjadi penilaian dalam pemilihan program studi [6] : 1. Nilai Akademik Beberapa mata pelajaran yang menjadi penilaian dalam pemilihan program studi yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Teknologi Informasi, Pkn, Sejarah, Eknomi, Sosiologi dan Geografi. 2. Nilai Try Out Nilai try out digunakan sebagai pedoman dalam memilih program studi sesuai dengan passing grade yang telah ditetapkan untuk setiap program studi di Perguruan Tinggi Negeri. 3. Minat Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat biasanya muncul dari diri sendiri karena pengaruh lingkungannya atau juga bisa muncul karena merasa tertantang. Minat seseorang bisa sangat beragam namun di sini yang ditekankan adalah minat dalam bidangbidang pelajaran tertentu untuk mendukung pemilihan program studi yang tepat dalam kuliah. 4. Kepribadian Dalam dunia kerja sering terjadi bahwa seseorang tidak betah karena karakter pekerjaannya tidak cocok dengan karakter pribadinya sehingga orang itu tidak merasakan adanya kepuasan kerja. Akibatnya, ia bekerja dengan terpaksa dan pada akhirnya hasil kerjanya tidak optimal. Oleh karena itu, akan lebih baik bila kita mengenali dulu tipe kepribadian kita sebelum kita memutuskan untuk memilih program studi tertentu. Setelah itu, kita bisa menentukan program studi apa yang akan kita ambil berdasarkan prospek tempat kerja lulusan program studi tersebut. Universitas Sumatera Utara