model pelaksanaan manajemen berbasis sekolah

advertisement
MODEL PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Seger Harianto
MTs Ma’arif NU Waropen Papua
Email : seger@[email protected]
Abstrak : Manajemen berbasis sekolah merupakan usaha untuk menumbuhkan pendidikan dari bawah
berakar dari masyarakat, atas inisiatif masyarakat, dikelola masyarakat dan untuk kepentingan
masyarakat. Dengan ini memberikan kewenangan sekolah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh lembaga yang bersangkutan. Dari studi langsung di lapangan, ada tiga faktor penyebab mutu
pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata, antara lain bahwa kebijakan pendidikan kurang
memperhatikan proses pendidikan, penyelenggaraan pendidikan secara sentralistik, dan peran serta
masyarakat terutama orang tua hanya terbatas pada dukungan dana. Dalam MBS, sekolah memiliki
kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah. Secara filosofis sekolah yang lebih memahami
bagaimana situasi atau kondisi sekolah. Tujuan MBS adalah peningkatan mutu pendidikan yang meliputi
manajemen sekolah, pembelajaran aktif kreatif efektif, dan menyenangkan (PAKEM) dan peran serta
masyarakat (PSM). Dalam penelitian digambarkan implementasi manajemen berbasis sekolah di MTs
Ma’arif Waropen Papua, termasuk faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Fokus penelitian MBS
di MTs Ma’arif Waropen Papua adalah untuk mengetahui implementasi MBS dari pihak manajemen
sekolah dalam hal ini kenerja kepala sekolah, kinerja guru dan peran serta masyarakat dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Sebagai penelitian deskriftif kualitatif, data utama adalah kata-kata dan
tindakan dari kepala sekolah, Wakil kepala sekolah, guru, pengurus komite sekolah, serta tata usaha.
Penggalian data melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Hasilnya menunjukkan, Pertama,
bahwa pelaksanaan MBS dilihat dari kinerja kepala sekolah berbagai tugas dan fungsinya seperti sebagai
manajer, administrator, supervisor, pemimpin, innovator, dan motivator dapat berjalan cukup baik.
Kedua, bahwa kinerja guru dinilai melalui aspek-aspek seperti kelengkapan program mengajar, penyajian
materi pelajaran, evaluasi dan analisis hasil belajar murid serta program perbaikan dan pengayaan dan
Ketiga, bahwa partisipasi masyarakat belum sepenuhnya menunjukkan kerjasama yang baik dengan pihak
pengelola sekolah.
Kata Kunci : implementasi, kebijakan, Managemen Berbasis Sekolah
naungan yayasan ma’arif, namun kebijakan
yang dilakukan tentu saja didasarkan pada
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah, baik dalam bidang administrasi,
proses pendidikan, proses pengelolaan dan
lain sebagainya. Karena orientasi kurikulum
sekarang mengacu pada peningkatan kualitas
manajemen yang berbasis sekolah, maka
penekanan pengembangan yang semula
berorientasi pada kuantitas berubah menjadi
kualitas, mandiri, dan disentralisasi. Namun
realitasnya bahwa belum sepenuhnya sekolah
ini
mampu melaksanakan school based
management atau MBS yang diharapkan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Dari uraian di atas ada beberapa hal
yang mendasari mengapa penelitian ini
mengambil lokasi di MTs Ma’arif Waropen,
yaitu:
Model manajemen berbasis sekolah
(MBS) adalah model pengelolaan pendidikan
yang mencoba diterapkan oleh sekolahsekolah negeri maupun swasta, tidak
terkecuali dengan MTs Ma’arif Waropen.
Berdasarkan observasi awal implementasi
konsep MBS yang demokratis, berciri pada
pemberian wewenang luas pada sekolah untuk
mengatur pendidikan dan pengajaran sebagai
aspirasi dari masyarakat kepada sekolah. Ini
merupakan inti dari konsep MBS. Bahwa
MTs Ma’arif Waropen adalah salah satu
lembaga yang mencoba memelopori dan
menerapkan konsep MBS.
MTs Ma’arif Waropen sudah berdiri
cukup lama. Sebuah lembaga yang memiliki
banyak prestasi yang sangat membanggakan
baik di tingkat Kabupaten maupun Provinsi.
Walaupun lembaga pendidikan di bawah
63
64 | Jurnal Karya Pendidikan Volume 2, Nomor 1, Desember 2015 hlm 63 - 69
1. Belum ada penelitian terdahulu membahas
tentang bagaimana implementasi MBS di
MTs Ma’arif Waropen.
2. Tingkat kelulusan siswa pada setiap ujian
nasional mengalami peningkatan.
3. Berdasarkan observasi awal, tenaga
pengajar di sekolah tersebut telah
menjalankan aktivitas mengajar dengan
konsep PAIKEM.
4. Diduga besarnya jumlah siswa pada
sekolah tersebut mengindikasikan bahwa
minat, partisipasi, dan apresiasi masyarakat
terhadap sekolah ini sangatlah besar.
5. Belum diketahui ketersediaan dan kesiapan
input-input pendidikan yang mendukung
keterlaksanaan
program
manajemen
peningkatan berbasis sekolah diduga
belum memadai.
6. Belum diketahui keterbukaan manajemen
sekolah, segi dana maupun program belum
sesuai dengan yang dikehendaki.
7. Diduga iklim kerjasama antara sesama
komunitas sekolah, komunitas sekolah
dengan masyarakat belum terlaksana
dengan baik.
8. Belum terdeteksi efektifitas partisipasi
komite sekolah dan dewan pendidikan
dalam penggalian dana sekolah.
9. Diduga belum maskimal akuntabitas
sekolah kepada stakeholders.
10. Diduga belum memadai upaya untuk
memecahkan
berbagai faktor-faktor
penghambat dalam mengimplementasikan
manajemen
berbasis sekolah di MTs
Ma’arif Waropen
Desentralisasi Pendidikan
Berkaitan dengan aspirasi masyarakat,
ditegaskan pula bahwa daerah dibentuk
berdasarkan kehendak masyarakat setempat
dengan
mempersyaratkan kemampuan
ekonomi, potensi daerah, jumlah penduduk,
luas daerah dan berbagai syarat lain yang
memungkinkan daerah menyelenggarakan
otonomi daerah (Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 7
ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004). Dipertegas
pula “Bahwa bidang pendidikan merupakan
bidang yang termasuk dalam garapan
kewenangan daerah otonom atau penyerahan
(pendelegasian) pemerintah pusat yang
dikenal dengan desentralisasi pendidikan”.
Selanjutnya Burhanuddin (1998:117)
“Sistem Sentralisasi atau desentralisasi dalam
penyelenggaraan
atau
manajemen
pemerintahan memiliki implikasi langsung
terhadap penyelenggaraan pendidikan, sistem
pendidikan
nasional
dan
manajemen
pendidikan. Bidang-bidang yang terkait
langsung dengan sistem tersebut adalah
kebijaksanaan, pengawasan, mutu dan sumber
dana pendidikan”.
Kalster (2000 : 11), menyebutkan bahwa
desentralisasi pendidikan dalam bentuk
School Base community, diyakini dapat
meningkatkan efisiensi, relevansi. pemerataan
dan mutu pendidikan serta memenuhi azas
keadilan dan demokrasi. Hasil studinya
menunjukkan bahwa terdapat potensi yang
memungkinkan keberhasilan pelaksanaan
desentralisasi pendidikan di Indonesia.
Kebijakan
Publik
Akuntabilitas.
Dalam
Dimensi
Di Indonesia telah lahir Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) yang bertumpu pada
sekolah dan masyarakat. Model manajemen
ini menuntut keterlibatan yang tinggi dari
stakeholders sekolah. Susan Mohrman
menyatakan, "Untuk mendukung pencapaian
MBS telah muncul manajemen berpartisipasi
tinggi yang membutuhkan empat sumber daya
penting: 1) informasi, 2) pengetahuan, 3)
keterampilan, 4) penghargaan dan sanksi."
Empat sumber daya ini jika dikelola secara
baik
akan
meningkatkan
efektivitas
manajemen
sekolah.
Dan
efektifitas
manajemen sekolah akan ditunjukkan dengan
output yang berkualitas.
Akuntabilitas yang tinggi hanya dapat
dicapai dengan pengelolaan sumber daya
sekolah
secara
efektif
dan
efisien.
Akuntabilitas tidak datang dengan sendiri
setelah
lembaga-lembaga
pendidikan
melaksanakan usaha-usahanya. Ada tiga hal
yang memiliki kaitan, yaitu kompetensi,
akreditasi dan akuntabilitas. Menurut Fasli
Jalal dan Dedi Supriadi (2001:88): Tiga aspek
Seger Harianto,Model Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | 65
yang dapat memberi jaminan mutu suatu
lembaga pendidikan, yaitu kompetensi,
akreditasi, dan akuntabilitas. Lulusan
pendidikan yang dianggap telah memenuhi
semua persyaratan dan memiliki kompetensi
yang dituntut berhak mendapat sertifikat.
Lembaga pendidikan beserta perangkatperangkatnya yang dinilai mampu menjamin
produk yang bermutu disebut sebagai
lembaga terakreditasi (accredited).
Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan
alternatif strategis untuk meningkatkan
kualitas
pendidikan.
Hasil
penelitian
Balitbangdikbud (1991:47) menunjukkan
bahwa manajemen sekolah merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kualitas
pendidikan. Selanjutnya Gaffar (1989 : 59),
mengemukakan bahwa : “Manajemen
pendidikan mengandung arti sebagai suatu
proses kerjasama yang sistemik dan
komprehensif dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Manajemen
pendidikan dapat juga diartikan sebagai
segala sesuatu berkenan dengan pengelolaan
proses pendidikan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka
pendek, menengah maupun tujuan jangka
panjang.
Substansi manajemen pendidikan lebih
memusatkan diri pada substansi yang
berkaitan dengan proses pendidikan, yaitu
manajemen pengajaran, peserta didik,
ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana,
hubungan sekolah dan masyarakat dan
layanan-layanan khusus.
Mugatroyd dan Morgan (dalam Mantja,
2002 : 131) mengemukakan empat gagasan
dasar yang sangat sentral bagi keefektifan
manajemen persekolahan. Pertama, adalah
bahwa lembaga pendidikan merupakan mata
rantai yang menghubungkan pelanggan
(customer client) dan pemasok (supplier),
Kedua, yang merupakan gagasan kunci adalah
semua hubungan antara pelanggan dan
pemasok ditengahi oleh proses. Ketiga, orang
yang paling melakukan perbaikan adalah
mereka yang dekat dengan pelanggan dalam
proses tersebut. Keempat, bahwa untuk
menjamin terdapatnya dukungan perbaikan
performansi kualitas terhadap sekolah
dipersyaratkan kepemimpinan yang bervisi,
yang mendukung dan meningkatkan kinerja
terhadap mereka yang dekat (familiar) dengan
klien.
Konsep MBS
Sekolah)
(Manajemen
Berbasis
Istilah Manajemen berbasis Sekolah
merupakan terjemahan dari .School Based
Management.. Istilah ini pertama kali muncul
di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan
tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. Pengertian Manajemen berbasis
Sekolah menurut beberapa ahli:
Menurut E. Mulyasa (2004:24) : .MBS
merupakan salah satu wujud dari reformasi
pendidikan yang menawarkan kepada sekolah
untuk menyediakan pendidikan yang lebih
baik dan memadai bagi para peserta didik.
Otonomi dalam manajemen merupakan
potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja para staff, menawarkan partisipasi
langsung kelompok-kelompok yang terkait,
dan meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan.
Menurut Nanang Fatah (2006:32) MBS
merupakan pendekatan politik yang bertujuan
untuk mendesain ulang pengelolaan sekolah
dengan memberikan kekuasaan kepada kepala
sekolah dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja
sekolah yang mencakup guru, siswa, komite
sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.
Manajemen berbasis Sekolah mengubah
sistem pengambilan keputusan dengan
memindahkan otoritas dalam pengambilan
keputusan dan manajemen ke setiap yang
berkepentingan di tingkat lokal Local
Stakeholder.
Menurut Bedjo sudjanto (2005:37)
MBS
merupakan
model
manajemen
pendidikan yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah. Disamping itu, MBS
juga mendorong pengambilan keputusan
partisipatif yang melibatkan langsung semua
66 | Jurnal Karya Pendidikan Volume 2, Nomor 1, Desember 2015 hlm 63 - 69
warga sekolah yang dilayani dengan tetap
selaras pada kebijakan nasional pendidikan.
Hal yang penting dalam implementasi
/pelaksanaan manajemen berbasis sekolah
adalah manajemen terhadap komponenkomponen sekolah itu sendiri.
Kinerja Kepala Sekolah
Peran
kepala
sekolah
sebagai
administrator pendidik bertolak dari hakikat
administrasi
pendidikan,
yakni
mendayagunakan berbagai sumber (manusia
sarana
dan prasarana serta berbagai media
pendidikan lainnya) secara optimal, relevan,
efektif dan efisien guna menunjang
pencapaian pendidikan. Secara kongkret
pelaksanaan tugas dan fungsi administrator
dalam administrasi pendidikan mencakup
lingkup substansi administrasi pendidikan
(sekolah) (1) kurikulum atau pengajaran,
(2) kesiswaan, (3) perlengkapan, (4)
keuangan., (5) kepegawaian dan (6) hubungan
sekolah dan masyarakat (IKIP Malang, 1995).
Sehubungan dengan itu tugas-tugas kepala
sekolah sebagai administrator, (Burton dalam
Mantja 2002) menyarankan bahwa:“Beberapa
kompetensi dasar yang perlu dikuasai oleh
Kepala Sekolah yakn (1) memahami
kurikulum
sekolah,
(2)
membantu
melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dalam kelas, (3) mengadakan hubungan
dengan masyarakat di sekitarnya untuk
keefektifan pelaksanaan pengajaran di
sekolah khususnya para orang tua murid, (4)
mampu menciptakan hubungan baik guru
dengan murid di sekolahnya,(5) mengelolah
sarana dan fasilitas sekolah; dan (6) mampu
melaksanakan program kerja pengajaran”.
Kinerja Guru
Mengajar
Dalam
Proses
Belajar
Pembinaan dan peningkatan profesional
guru
perlu
dikembangkan
kegiatan
profesional kesejawatan yang baik, harmonis,
dan objektif. Secara sistematis pengembangan
kejawatan memerlukan :
a. Wadah/kelembagaan, untuk pengembang
an kesejawatan adalah kelompok yang
merupakan organ yang bersifat nonstruktural dan lebih bersifat formal.
b. Bentuk kegiatan kelompok yang dibentuk
merupakan wadah kegiatan dimana antara
anggota sejawat biasa saling asah, asuh
dan asih untuk meningkatkan kualitas diri
masing-masing khususnya dan mencapai
kualitas sekolah serta pendidikan pada
umumnya.
c. Mekanisme, kegiatan kelompok dilaksana
kan secara rutin dan berkesinambungan.
d. Standar profesional guru, pada dasarnya
kelompok yang diuraikan di atas
merupakan wadah aktivitas profesional
untuk
meningkatkan
kemampuan
profesional guru.
Partisipasi Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga yang tidak
dapat dipisahkan masyarakat lingkungannya,
sebaliknya masyarakat pun tidak dapat
dipisahkan dari sekolah. Dikatakan demikian,
karena keduanya memiliki kepentingan.
Sekolah merupakan lembaga formal yang
diserahi mandat untuk mendidik, melatih dan
membimbing generasi muda bagi peranannya
di masa depan sementara masyarakat
merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
Metodologi Penelitian
Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif
untuk menjelaskan analisis implementasi
pelaksanaan manajemen berbasis Sekolah
dalam proses belajar mengajar pada tingkat
Sekolah Menengah Pertama. Objek yang
diteliti adalah kinerja kepala sekolah, kinerja
guru dan partisipasi masyarakat terhadap
proses belajar mengajar, sedangkan subjeknya
adalah kepala sekolah, guru dan masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan pada MTs
Ma’arif Waropen Papua dengan pertimbangan
bahwa Sekolah Menengah Pertama telah
memiliki kewenangan dan tanggung jawab
pada tahap awal pelaksanaan manajemen
berbasis sekolah.
Variabel Penelitian
Seger Harianto,Model Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | 67
Berdasarkan variabel yang diteliti dan
dianalisis, pelaksanaan penelitian dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Manajemen Berbasis Sekolah.
Pada variabel manajemen berbasis sekolah
akan diteliti tentang bagaimana kinerja
kepala sekolah dengan berbagai sub
variabelnya, kinerja guru dengan sub
variabelnya dan kinerja partisipasi
masyarakat dengan sub variabelnya.
2. Faktor pendukung dan penghambat dalam
pengimplementasian manajemen berbasis
sekolah di MTs Ma’arif Waropen Papua
akan dijabarkan secara mendalam dalam
penelitian ini.
Instrumen Penelitian
Pengukuran variabel dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan instrumen
berupa daftar pertanyaan yang meliputi: (1)
instrumen kinerja kepala sekolah, (2)
instrumen kinerja guru, (3) instrumen
partisipasi masyarakat.
Populasi dan Sampel.
Populasi penelitian ini adalah seluruh
komponen yang terdapat pada MTs Ma’arif
Waropen Papua Kabupaten Umum yang
terlibat
langsung
dengan
aktivitas
pembelajaran berjumlah 40 guru.
Pemilihan sampel dilakukan secara
bertujuan (purposive) dengan hanya memilih
sebahagian orang sebagai sampel. Sumber
data penelitian ini terdiri dari kepala sekolah,
guru, anggota komite sekolah sebagai
perwakilan orang tua/wali yang masingmasing terdapat pada MTs Ma’arif Waropen
Papua Kabupaten Umum. Responden diambil
dari kepala sekolah, 24 guru, 24 anggota
komite yang mewakili orang tua wali atau
seluruhnya 49 Dengan perincian sebagai
berikut:
a. Kepala sekolah, yaitu untuk memperoleh
keterangan mengenai usaha-usahanya
dalam mengimplementasikan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) di MTs Ma’arif
Waropen Papua.
b. Wakil kepala sekolah, yaitu untuk
memperoleh keterangan tentang upaya-
c.
d.
e.
f.
upaya
yang
dilakukan
dalam
mengimplementasikan
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) di MTs Ma’arif
Waropen Papua
Guru-guru, yaitu untuk memperoleh
keterangan sebagai pelaksana langsung
dalam implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) di MTs Ma’arif Waropen
Papua.
Wakasek kurikulum dan pengajaran dan
Wakasek Kesiswaan
Kapala Tata Usaha
Orang tua siswa dalam hal ini yang
diwakili Komite sekolah, yaitu untuk
memperoleh keterangan sejauh mana
perannya sebagai wakil dari orang tua
siswa dan patner sekolah dalam
pengimplementasian Manajemen Berbasis
Sekolah di MTs Ma’arif Waropen Papua.
Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa faktor pendukung dan
penghambat maka digunakan metode analisis
SWOT yaitu Strength (kekuatan), weaknes
(kelemahan), opportunity (peluang), treath
(ancaman). Penulis menggunakan instrumen
pengumpulan data yang berupa pertanyaan
kepada responden, penulis juga melakukan
pencatatan data-data yang ada di MTs Ma’arif
Waropen Papua.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor Pendukung dan Penghambat
Keberhasilan Implementasi MBS
1. Faktor Pendukung
Dalam buku Pedoman Manajemen
Berbasis
Sekolah
dikaitkan
bahwa
keberhasilan pelaksanaan MBS sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
internal maupun eksternal. Beberapa faktor
pendukung tersebut :
a. Sosialisasi
peningkatan
kualitas
pendidikan.
b. Gerakan Peningkatan Kualitas Pendidikan
Yang Dicanangkan Pemerintah
c. Gotong Royong Dalam Kekeluargaan
d. Potensi Kepala Sekolah.
e. Organisasi Formal dan Optimal
f. Organisasi Profesi
68 | Jurnal Karya Pendidikan Volume 2, Nomor 1, Desember 2015 hlm 63 - 69
g. Harapan Terhadap Kualitas Pendidikan
h. Input Manajemen
Pada buku pedoman implementasi
manajemen berbasis Sekolah yang diterbitkan
oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan Jakarta, 2002, bahwa faktor
pendukung keberhasilan MBS terdiri dari
a. Kepemimpinan dan manajemen Sekolah
yang baik.
b. Keadaan
social
ekonomi
dan
penghayatan
masyarakat
terhadap
pendidikan.
c. Dukungan pemerintah.
d. Profesionalisme, faktor ini sangat
strategis dalam upaya menentukan mutu
dan hasil kerja Sekolah
2. Faktor Penghambat
Beberapa hambatan yang dihadapi
pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan
Manajemen Berbasis sekolah (MBS) pada
MTs Ma’arif NU Waropen Papua yang dapat
dianalisis adalah sebagai berikut:
1. Tidak Berminat Untuk Terlibat.
Sebagian orang tidak menginginkan kerja
tambahan selain pekerjaan yang sekarang
mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk
ikut serta dalam kegiatan yang menurut
mereka hanya menambah beban.
2. Tidak Efisien.
Pengambilan
keputusan
yang
dilakukan secara partisipatif adakalanya
menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih
lamban dibandingkan dengan cara-cara yang
otokratis. Para anggota dewan sekolah harus
dapat bekerja sama dan memusatkan
perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain
di luar itu.
3. Pikiran Kelompok.
Setelah beberapa saat bersama, para anggota
dewan sekolah kemungkinan besar akan
semakin kohesif. Pada saat inilah dewan
sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.”
Ini berbahaya karena keputusan yang diambil
kemungkinan besar tidak lagi
realistis.
4. Memerlukan Pelatihan.
Pihak-pihak yang berkepentingan
kemungkinan besar sama sekali tidak atau
belum berpengalaman menerapkan model
yang rumit dan partisipatif ini. Mereka
kemungkinan
besar
tidak
memiliki
pengetahuan dan keterampilan tentang
hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara
kerjanya,
pengambilan
keputusan,
komunikasi, dan sebagainya
5. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung
Jawab Baru.
Pihak-pihak
yang
terlibat
kemungkinan besar telah sangat terkondisi
dengan iklim kerja yang selama ini mereka
geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan
tanggung
jawab
pihak-pihak
yang
berkepentingan.
Berdasarkan faktor pendukung dan
penghambat yang dikemukan diatas maka ada
beberapa Strategi yang dapat diterapkan
diterapkan di MTs Ma’arif Waropen Papua
untuk meningkatakan Mutu Pendidikan
Melalui Penerapan MBS yaitu :
1. Peningkatan kapasitas dan komitmen
seluruh
warga
sekolah,
termasuk
masyarakat dan orangtua siswa.
2. Membangun budaya sekolah (school
culture) yang demokratis, transparan, dan
akuntabel.
3. Mengembangkan
model
program
pemberdayaan sekolah.
KESIMPULAN
Implementasi
Manajemen
Berbasis
Sekolah pada MTs Ma’arif Waropen Papua
Kabupaten Umum diperoleh gambaran
sebagai berikut:
1. Kinerja kepala sekolah terhadap berbagai
tugas dan fungsi kepala sekolah seperti
kepala sekolah sebagai edukator, manajer,
administrator supervisor, leader, inovator
dan motivator berjalan maksimal.
2. Kinerja guru dilihat dari empat aspek yang
dinilai yakni kelengkapan program
mengajar guru, penyajian materi pelajaran
evaluasi dan analisis hasil belajar murid
serta program perbaikan dan pengayaan.
Seger Harianto,Model Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | 69
3. Partisipasi masyarakat terhadap pihak
pengelola sekolah belum sepenuhnya
menunjukkan kerjasama yang baik
diakibatkan oleh rendahnya kemampuan
akademik
masyarakat
berorganisasi
(komite sekolah) sehingga memiliki
keterbatasan
berperan
aktif
dalam
kegiatan-kegiatan yang bersifat akademik
seperti, perumusan misi, visi dalam
perencanaan dan mekanisme pengawasan
dalam pelaksanaan pengelolaan sekolah.
4. Adapun faktor pendukung diterapkannya
manajemen berbasis sekolah di MTs
Ma’arif NU Waropen Papua antara lain:
adanya kerjasama antara kepala sekolah
dengan semua pihak-pihak yang ada di
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1987. Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah. Jakarta : Media Sarana Press
Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta. Suara Bebas
Abustam, Idrus, Djaali dan Rahman Asfah, M. 1996. Pedoman Praktis Penelitian dan Penulisan
Karya Tulis Ilmiah. Ujung Pandang Lembaga Penelitian IKP Ujung Pandang.
Arikunto, Suharsimi, 2002 Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta,
Cet ke-12.
Bastian, Reza Aulia. 2002. Reformasi Pendidikan. Yogyakarta : Lappera Pustaka Utama.
Berkepanjangan, ICW, 2004
Burhanuddin, 1998. Desentralisasi Manajemen Pendidikan. Malang : UNM
Danuredjo. 1977. Otonomi Indonesia Ditinjau dalam Rangka Kedaulatan. Jakarta : Penerbit Laras
Depdiknas, 2001 MPMBS, Konsep & Pelaksanaan, Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Depdiknas. 2001. Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta Depdiknas.
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta. Gajah Mada University
Press
Fatah, Nanang, 2003 Konsep Management Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah, Bandung
Pustaka Bani Quraisy.
Fattah, Nanang, 2000, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Fiske, Edward. B. 1998. Desentralisasi Pengajaran. (Terjemahan Ahli Bahasa Basillius
Bengoteku). Jakarta: Grasindo.
Hasbullah, 2006. Otonomi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Imron , Ali. 1995. Kebijakan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Jalal, Fasli, Supriadi dan Dedi. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.
Yogyakarta : Adi Cita.
Download