bab iv hasil dan pembahasan

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pembangunan Decision Tree
Decision tree merupakan struktur hirarki alternatif yang ada untuk mengambil sebuah
keputusan. Decision tree dalam penelitian ini dibangun sebagai alat evaluasi iklan sebagai rangkuman
dari delapan peraturan perundang-undangan mengenai iklan. Tahap pertama pembangunan alat
tersebut adalah dengan mengumpulkan poin peraturan pada bab, pasal, atau ayat yang mengatur
mengenai iklan pada delapan peraturan perundang-undangan tersebut. Poin peraturan tersebut
kemudian ditransformasikan menjadi bentuk pertanyaan yang membentuk dua alternatif jawaban,
yaitu ya dan tidak. Poin peraturan yang mengandung konten atau inti larangan yang sama dilebur
menjadi satu poin pertanyaan (Q). Dua alternatif jawaban tersebut mengarah pada keputusan, yaitu
memenuhi ketentuan (MK) atau tidak memenuhi ketentuan (TMK) untuk tiap poin pertanyaan
tersebut. Poin-poin pertanyaan yang mengatur mengenai hal sejenis dikelompokkan dalam suatu
kelompok pelanggaran.
Pembangunan decision tree ini menghasilkan sembilan kelompok
pelanggaran umum (kelompok pelanggaran A sampai dengan kelompok pelanggaran I) dan lima
kelompok pelanggaran khusus (kelompok pelanggaran kategori khusus hasil olah susu jenis susu krim
penuh, susu kental manis, susu skim dan “filled milk” hingga kelompok pelanggaran kategori khusus
minuman keras).
Iklan yang telah melalui satu poin pertanyaan pada suatu kelompok decision tree (baik yang
MK ataupun TMK untuk poin pertanyaan tersebut) melalui poin pertanyaan kedua, ketiga, dan
seterusnya sesuai dengan banyaknya poin pertanyaan pada kelompok decision tree tersebut. Hal
tersebut untuk mengetahui total keputusan MK yang diperoleh tiap iklan pada kelompok pelanggaran
tersebut sehingga dapat dihitung level kesesuaian iklan untuk tiap kelompok pelanggaran. Level
pelanggaran dinyatakan dalam prosentase (%). Semakin besar nilai prosentase tersebut, semakin
tinggi level kesesuaian untuk suatu kelompok pelanggaran maka semakin baik kualitas iklan dari segi
pemenuhan peraturan perundang-undangan.
Penyusunan poin-poin pertanyaan pada kelompok pelanggaran didasarkan pada Undang
Undang no.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 7 peraturan
tersebut menyebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: (a)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (b) Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, (c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, (d)
Peraturan Pemerintah, (e) Peraturan Presiden, (f) Peraturan Daerah Provinsi, dan (g) Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, delapan peraturan yang menjadi dasar evaluasi diurutkan menurut
jenis peraturan, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Kesehatan,
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia , dan Surat Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan perundang-undangan
yang telah diurutkan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996
tentang Pangan, (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, (3)
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, (4) Keputusan Menteri
Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman, (5) Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK. 03.1.23.11.11.09909 tahun 2011
Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, (6) Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.06.1.52.6635 tahun 2007 Tentang
Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan Pada Label dan Iklan Pangan, (7)
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.03.1.23.11.11.09657 tahun 2011 Tentang Persyaratan Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi
dalam Pangan Olahan, dan (8) Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK. 00.05.52.1831 tahun 2008 tentang Pedoman Periklanan Pangan. Tabel 1
menunjukkan poin-poin peraturan yang telah dikelompokkan berdasarkan kelompok pelanggaran dan
disusun menurut hirarki peraturan yang mendasarinya.
Tabel 1. Poin peraturan yang digunakan untuk mengevaluasi iklan pangan
Kelompok
Pelanggaran
Kelompok
Pelanggaran
Umum A
Kelompok
Pelanggaran
Umum B
Kelompok
Pelanggaran
Umum C
Kelompok
Pelanggaran
Umum D
Kelompok
Pelanggaran
Umum E
Poin Peraturan
Larangan iklan pangan berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang
berlebihan, yaitu:
1. Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan .
2. Iklan pangan yang dievaluasi memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan
tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan.
3. Iklan pangan yang dievaluasi dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata
yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen.
4. Iklan pangan yang dievaluasi menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik,
dan grafik untuk menyesatkan khalayak atau menciptakan kesan yang berlebihan
dan tak bermakna
5. Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan pernyataan bahwa produk pangan
tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ
Larangan iklan pangan berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model
iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu:
1. Iklan pangan yang dievaluasi bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan
ketertiban umum
2. Iklan pangan yang dievaluasi menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima)
tahun dalam bentuk apapun
Larangan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik
secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:
1. Iklan pangan yang dievaluasi secara langsung atau tidak langsung merendahkan
barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan
lainnya.
2. Iklan pangan yang dievaluasi dengan sengaja menyatakan seolah-olah makanan
yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi.
Larangan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, yaitu:
Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan dalam bentuk
apapun bahwa pangan yang bersangkutan seolah-olah dapat berfungsi sebagai obat.
Larangan iklan pangan berkaitan pencantuman logo, tulisan, atau referensi, yaitu:
1. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan kata “halal” atau logo halal.
2. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan logo yang menyinggung perasaan
etnis atau kelompok sosial tertentu.
3. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama,
logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat
terhadap pangan.
4. Iklan pangan yang dievaluasi memuat referensi, nasehat, peringatan, atau
pernyataan dari tenaga kesehatan (antara lain dokter, ahli farmasi, perawat,
bidan), tenaga profesi lain (antara lain psikolog, ahli gizi, tenaga analisis
laboratorium), organisasi profesi, atau orang dengan profesi keagamaan
30 Tabel 1. Lanjutan
Kelompok
Pelanggaran
Kelompok
Pelanggaran
Umum F
Kelompok
Pelanggaran
Umum G
Poin Peraturan
Larangan iklan pangan berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan dan keamanan
pangan, yaitu:
1. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan
telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya.
2. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan makanan berkalori.
3. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan nilai khusus pada makanan
(misalkan nilai kalori).
4. Iklan pangan yang dievaluasi menyatakan bahwa makanan seolah-olah
merupakan sumber protein.
5. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim kandungan zat gizi.
6. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim “rendah ... (nama komponen
pangan)” atau “bebas ... (nama komponen pangan)”.
7. Iklan pangan yang dievaluasi memuat klaim perbandingan zat gizi.
8. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi zat gizi.
9. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim untuk pangan olahan yang
diperuntukkan bagi bayi.
10. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim
penurunan risiko penyakit.
11. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat pernyataan
bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi
esensial.
12. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memanfaatkan
ketakutan konsumen.
13. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menyebabkan
konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar.
14. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menggambarkan bahwa
suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan
penyakit.
15. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan informasi bebas bahan tambahan
pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata “bebas”,
“tanpa”, “tidak mengandung” atau kata semakna lainnya.
16. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan mineral.
17. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin
atau mineral.
18. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan “dapat membantu
melangsingkan”.
Larangan iklan pangan berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan,
yaitu:
1. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan
yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.
2. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan
tersebut dibuat dari bahan yang segar.
3. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa dibuat
atau berasal dari bahan alamiah tertentu.
4. Iklan pangan yang dievaluasi menyerupai atau dimaksudkan sebagai pengganti
jenis makanan tertentu.
5. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “segar”.
6. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “alami”.
7. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “murni”.
8. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “dibuat dari”.
9. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kalimat, kata-kata, pernyataan, atau
ilustrasi yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah
berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan.
31 Tabel 1. Lanjutan
Kelompok
Pelanggaran
Kelompok
Pelanggaran
Umum H
Kelompok
Pelanggaran
Umum I
Kelompok
Pelanggaran
Khusus
Poin Peraturan
Larangan iklan pangan berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah,
yaitu:
Iklan pangan yang dievaluasi menyertakan undian, sayembara, atau hadiah langsung.
Larangan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang
tertentu, yaitu:
1. Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang
berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan
dan atau perkembangan anak-anak.
2. Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia
sampai dengan 1 (satu) tahun.
3. Iklan yang dievaluasi menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang
diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus.
4. Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau
anak berumur dibawah lima tahun.
5. Iklan pangan yang dievaluasi dinyatakan khusus untuk penderita diabetes.
Kategori khusus iklan produk hasil olah susu (jenis susu krim penuh, susu kental
manis, susu skim dan “filled milk”)
Iklan pangan yang dievaluasi berupa produk jenis 1 (susu krim penuh) atau jenis 2
(susu kental manis, susu skim dan “filled milk”) :
• Iklan produk jenis 1 harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi
“Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan”.
• Iklan produk jenis 2 dilarang diiklankan untuk bayi (sampai dengan 12
bulan) dan harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi “Perhatian!
Tidak cocok untuk bayi”.
Kategori khusus iklan produk pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant
formula
1. Mengiklankan produk pangan pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau
infant formula dalam bentuk apapun, kecuali dalam jurnal kesehatan.
2. Mencantumkan dan mengiklankan klaim gizi atau klaim kesehatan tentang DHA
dan ARA pada formula bayi dan formula lanjutan.
Kategori khusus iklan produk vitamin
1. Iklan vitamin harus dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan
tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan
menyusui, serta lanjut usia.
2. Terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan
(subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi
makanan sudah cukup.
3. Memberi kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda,
kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin.
4. Memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan
vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan dan
pertumbuhan mengatasi stres, ataupun peningkatan kemampuan seks.
Kategori khusus iklan makanan pelengkap (food suplement) dan mineral
Iklan hanya boleh untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan makanan pelengkap
dan mineral, misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, serta lanjut
usia.
Kategori khusus iklan makanan diet
1. Makanan Diet Rendah Natrium dapat diiklankan apabila kadar natrium tidak lebih
dari setengah kandungan natrium yang terdapat pada produk normal yang sejenis,
dan tidak lebih dari 120 mg/100g produk akhir.
2. Makanan Diet Sangat Rendah Natrium dapat diiklankan apabila kadar natrium
tidak lebih dari 40 mg/100 g produk akhir.
3. Makanan Kurang Kalori dapat diiklankan apabila mengandung tidak lebih dari
setengah jumlah kalori produk normal jenis yang sama.
32 Tabel 1. Lanjutan
Kelompok
Pelanggaran
Poin Peraturan
4.
Makanan Rendah Kalori dapat diiklankan apabila mengandung tidak lebih dari 15
kalori pada setiap porsi rata-rata dan tidak lebih dari 30 kalori pada jumlah yang
wajar dimakan setiap hari.
5. Makanan Diet Kurang Laktosa dapat diiklankan apabila diperoleh dengan cara
mengurangi jumlah laktosa dengan membatasi penggunaan bahan-bahan yang
mengandung laktosa.
6. Makanan Diet Rendah Laktosa dapat diiklankan apabila mengandung laktosa
tidak lebih dari 1/20 bagian dari produk normal.
Makanan Diet Bebas Gluten dapat diiklankan apabila diperoleh dari serealia yang
dihilangkan glutennya.
Kategori khusus iklan produk minuman keras (minuman beralkohol), yaitu:
1. Iklan minuman beralkohol yang dievaluasi berkadar etanol (C2H5OH) lebih dari
atau sama dengan 1% (satu perseratus)
2. Mencantumkan pernyataan yang dapat mempengaruhi atau merangsang orang
untuk mulai minum minuman keras.
3. Menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang
memerlukan konsentrasi (perlu informasi bahwa penggunaannya dapat
membahayakan keselamatan).
4. Iklan minuman keras tidak boleh ditujukan terhadap anak dibawah usia 16 tahun
dan atau wanita hamil, atau menampilkan mereka dalam iklan.
5. Mengiklankan minuman keras golongan C (dengan kadar alkohol 20%-55%).
Iklan yang telah melalui tiap poin pertanyaan pada suatu kelompok pelanggaran umum
(misalkan kelompok pelanggaran A) kemudian melalui tiap poin pertanyaan untuk kelompok
pelanggaran berikutnya (kelompok pelanggaran B). Hal tersebut untuk memperoleh level kesesuaian
iklan untuk setiap kelompok pelanggaran umum. Iklan yang telah melalui semua poin pertanyaan
pada sembilan decision tree untuk sembilan kelompok pelanggaran perlu dilihat apakah produk yang
diiklankan tersebut termasuk dalam kategori khusus atau tidak. Kategori khusus yang dimaksud
adalah produk kategori khusus (a) hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim
dan “filled milk”, (b) pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula, (c) vitamin, (d)
makanan pelengkap (food suplement) dan mineral, makanan diet, atau (e) minuman beralkohol. Iklan
yang termasuk dalam salah satu kategori khusus tersebut harus melalui poin pertanyaan pada decision
tree kelompok pelanggaran kategori tersebut. Iklan yang tidak termasuk pada kategori khusus hanya
melalui decision tree kelompok pelanggaran umum. Nilai pembagi level kesesuaian keseluruhan
untuk tiap iklan berbeda-beda sesuai dengan jumlah poin pertanyaan yang dilalui. Decision tree yang
berhasil dibangun pada penelitian ini tercantum pada Lampiran I dan Lampiran 2 skripsi.
4.2
Sebaran Iklan Pangan pada Nama Media Cetak
Total iklan yang terdapat di ketiga media yang dievaluasi dalam periode April – September
2012 adalah 457 iklan pangan, yaitu 269 iklan dari Tabloid NOVA, 71 iklan dari Majalah Kartini, dan
117 iklan dari Majalah Ayahbunda. Banyaknya edisi yang dievaluasi dalam periode tersebut yaitu 26
edisi Tabloid NOVA, 13 edisi Majalah Kartini, dan 13 edisi Majalah Ayahbunda. Oleh karena
perbedaan jumlah edisi tiap majalah dalam periode yang ditentukan, penghitungan prosentase
banyaknya iklan pangan tiap media dihitung berdasarkan rataan per edisi. Rataan banyaknya iklan
33 pangan per edisi untuk Tabloid
T
NOV
VA yaitu 10,35
5 iklan, Majaalah Kartini 5,46 iklan, dan
n Majalah
Ayahbunda 9 iklan. Gam
mbar 2 mempperlihatkan prrosentase rataaan iklan panggan yang diev
valuasi per
edisi tiap media,
m
yaitu prosentase teertinggi padaa Tabloid NO
OVA (41,71%
%), kemudian
n Majalah
Ayahbunda (36,28%), dann Majalah Karrtini (22,02%)).
% Rataan Iklan Pangan
41.71%
%
36.28%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
22.02%
Nova
K
Kartini
Ayahbunda
ma Media
Nam
Gambar 2. Prosentase raataan iklan pan
ngan per edisii media yang ddievaluasi
Banyyaknya iklan,, khususnya iklan pangan
n pada Tablooid NOVA tterkait dengaan tingkat
kepopulerann media di kalangan wanita dan ibu rumaah tangga sebaagai target seggmentasi pemb
baca, serta
adanya proggram multi plaatform media yang dikembangkan tabloiid tersebut. T
Tabloid NOVA
A pertama
terbit tahun 1990 dan merupakan
m
pellopor tabloid wanita di Inddonesia. Denngan mengusu
ung dunia
wanita sebagai target, tabbloid ini menjjadi tabloid wanita
w
yang cuukup populer dan tersebar di seluruh
wilayah Inddonesia. Tablooid NOVA merupakan tablloid wanita yaang memiliki kkompetensi saangat baik
dan memilikki market sharre terbesar dibbandingkan deengan para koompetitornya serta jaringan
n distribusi
yang sangatt luas karena berdiri dibaw
wah bendera PT.
P Kompas Gramedia. U
Untuk mempeertahankan
kompetensi tersebut dann semakin meenguatkan possisinya di inddustri media cetak, Tabloiid NOVA
memberikann suatu keungggulan atau benefit yang leebih dari kom
mpetitornya. Salah satu keeunggulan
Tabloid NO
OVA ialah denngan mengem
mbangkan multi platform media
m
(Klub N
NOVA, Mobiil NOVA,
TabloidNOV
VA.com) yanng bertujuan untuk menin
ngkatkan minnat para penngiklan (med
dia buyer)
sehingga dappat meningkaatkan pendapattan iklan dari Tabloid NOV
VA.
Readdership dari Taabloid NOVA
A merupakan dasar
d
pengukuuran utama baggi para pengik
klan untuk
memasang iklan
i
sehingga semakin baanyaknya read
dership maka semakin besar keinginan pengiklan
untuk berikllan pada Tablloid NOVA. Dari hasil analisis yang diilakukan peneeliti terhadap pengiklan
(media buyeer) menunjukkkan bahwa deengan adanya multi platform
m media yangg sedang dikem
mbangkan
oleh Tabloiid NOVA saangat berdamppak kepada minat
m
para media
m
buyer untuk beriklaan karena
memang terrbukti dapat meningkatkan
m
n penjualan prroduk yang diiklankan
d
(Chhristyanto dan
n Prasetya
2009).
Proseentase rataan banyaknya iklan pangan terbanyak keedua setelah T
Tabloid NOV
VA adalah
Majalah Ayyahbunda. Tiingginya minaat pemasang iklan
i
pada majalah ini terkkait dengan faktor
f
usia
terbit majalaah yang terbillang cukup lam
ma dan segmeentasi pembacca. Majalah A
Ayahbunda ad
dalah salah
satu majalahh yang diterbbitkan Feminaa Group, pend
diri majalah Femina
F
dan G
Gadis pada tah
hun 1977.
Ayahbunda merupakan bacaan berupa informasi sep
putar kehamilan, kelahiran,, tumbuh kem
mbang bayi
dan balita serta hubungann suami istri. Adapun sasaaran pembacannya ditujukann kepada pasan
ngan baru
34 menikah dan mempunyai anak usia balita (46,4 persen), usia pembacanya antara 20–34 tahun dengan
jumlah pembaca wanita sebesar 84,5 persen dan pria sebesar 15,5 persen. Pembaca Majalah
Ayahbunda berstatus ekonomi kelas menengah ke atas, mengingat harga tiap eksemplar yang cukup
mahal. Secara psikografis, pembaca Majalah Ayahbunda adalah orang-orang yang haus informasi,
bergaya hidup praktis, terencana, dan terorganisasi, serta prioritas hidupnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan anak dan keluarganya (Permatasari 2005). Segmentasi pembaca tersebut yang memiliki
kecenderungan konsumtif terhadap produk pangan khususnya produk pangan untuk anak. Oleh
karena itu, iklan pangan yang ditemukan pada jenis media tersebut cukup banyak.
Media terakhir dengan prosentase rataan jumlah iklan per edisi paling rendah adalah Majalah
Kartini. Majalah Kartini termasuk majalah wanita yang cukup senior karena mulai terbit tahun 1973.
Diterbitkan oleh PT Kartini Cahaya Lestari, target market Majalah Kartini adalah wanita aktif dan
modern usia 25 sampai 35 tahun. Banyaknya iklan pada majalah Kartini lebih sedikit dibandingkan
jenis media lain. Hal tersebut tidak terlepas dari rating majalah Kartini dan oplah Kartini yang lebih
rendah (Chandra 2007).
Meskipun segmentasi ketiga media yang dievaluasi cenderung sama, yaitu wanita khususnya
ibu rumah tangga, tiap media tersebut memiliki target pembaca yang lebih spesifik. Target pembaca
turut menentukan jenis iklan pangan yang dimuat pada media tersebut. Majalah Ayahbunda memiliki
target pembaca spesifik yaitu ibu rumah tangga yang masih muda (baru menikah, sedang hamil,
setelah melahirkan, atau memiliki anak balita). Majalah Kartini memiliki target pembaca spesifik ibu
rumah tangga yang berumur lebih tua, sedangkan Tabloid Nova memiliki target pembaca yang lebih
luas, yaitu ibu rumah tangga.
4.3
Sebaran Iklan Berdasarkan Kategori Pangan
Iklan pangan dari ketiga media cetak dikelompokkan berdasarkan 16 kategori pangan, yaitu (1)
produk-produk susu dan analognya, kecuali yang termasuk kategori 2, (2) lemak, minyak, dan emulsi
minyak, (3) es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), (4) buah dan sayur (termasuk
jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, (5) kembang
gula / permen dan cokelat, (6) serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji
serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman), tidak termasuk produk
bakeri dan tidak termasuk kacang dari kategori (4), (7) produk bakeri, (8) daging dan produk daging,
termasuk daging unggas dan daging hewan buruan, (9) ikan dan produk perikanan termasuk moluska,
krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil, (10) telur dan produk-produk telur, (11) pemanis,
termasuk madu, (12) garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, (13) produk pangan untuk
keperluan gizi khusus, (14) minuman, tidak termasuk produk susu, (15) makanan ringan siap santap,
(16) pangan campuran (komposit), tidak termasuk pangan dari kategori (1) sampai (15). Gambar 3
menunjukkan prosentase jumlah iklan pangan berdasarkan 16 kategori pangan tersebut.
35 % Jumlah Iklan Pangan
35% 32.60%
30%
25%
20.57%
20%
12.47%
10.94%
15%
10%
7.22%
5.25%
2.41%
1.75%
3.94%
1.31%
1.31%
5%
0.22%
0%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Kategori Pangan
Gambar 3. Prosentase banyaknya iklan berdasarkan kategori pangan
Dapat dilihat dari Gambar 3 bahwa prosentase terbanyak pada media yang dievaluasi berasal
dari kategori produk-produk susu dan olahannya (32,60%). Dominasi iklan produk susu dan
analognya terkait dengan segmentasi pembaca media yang dievaluasi, yaitu wanita khususnya ibu
rumah tangga, terutama Majalah Ayahbunda yang mengkhususkan untuk pasangan muda. Sifat
konsumtif segmen pembaca tersebut terhadap kebutuhan anak menjadi daya tarik industri produk susu
dan analognya untuk memasang iklan pada media tersebut. Selain itu, pertumbuhan industri susu di
Indonesia turut menjadi faktor penyebab tingginya prosentase banyaknya iklan kategori tersebut. Dari
Jatmikasari (2012) diketahui pertumbuhan nilai penjualan susu cair di Indonesia pada tahun 2012
meningkat 13% sedangkan susu jenis lain berada pada angka di bawah 10%. Merek susu pun semakin
banyak menghiasi pasar Indonesia merespon minat tinggi masyarakat akan susu.
Urutan selanjutnya produk garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (20,57%),
minuman, tidak termasuk produk susu (12,47%), dan produk pangan untuk keperluan gizi khusus
(10,94%). Ketiga kategori pangan tersebut masih memperoleh prosentase tinggi pada media yang
dievaluasi mengingat segmentasi ibu rumah tangga lebih dekat dengan produk garam, rempah, sup,
saus, salad, produk protein seperti jenis bumbu masak, dan juga produk pangan untuk keperluan gizi
khusus seperti multivitamin anak dan minuman protein isolat kedelai. Iklan produk minuman juga
masih memperoleh prosentase tinggi karena perkembangan bisnis di bidang minuman terus
mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan rata-rata minuman ringan mencapai 12-13% di
2011 dan meningkat di tahun 2012 (Anonim 2012).
Kategori lain hanya memperoleh prosentase rendah, yaitu produk bakeri (7,22%), serealia dan
produk serealia (5,25%), lemak, minyak, dan emulsi minyak (3,94%), daging dan produk daging,
termasuk daging unggas dan daging hewan buruan (2,41%), ikan dan produk perikanan termasuk
moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil (1,75%), es untuk dimakan (edible ice,
termasuk sherbet dan sorbet) (1,31%), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk
kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (1,31%), dan makanan ringan siap santap
(0,22%). Kategori selain yang telah disebutkan, seperti kembang gula / permen dan cokelat, telur dan
produk-produk telur, pemanis, termasuk madu, dan pangan campuran (komposit) tidak terdapat dalam
media yang dievaluasi. Hal tersebut disebabkan kategori pangan tersebut tidak potensial untuk
diiklankan pada media cetak khususnya majalah dan tabloid yang dievaluasi. Untuk iklan produk
36 kategori kem
mbang gula/ppermen dan cokelat lebih banyak
b
ditem
mukan pada m
media elektron
nik seperti
televisi yangg pemirsanya lebih umum.
4.4
Sebaaran Iklan
n Pangan Berdasarrkan Kesessuaian terrhadap Peeraturan
Peru
undang-un
ndangan
Berddasarkan hasil evaluasi terhhadap 457 iklaan pangan, ikllan yang 100%
% memenuhi ketentuan
(MK) peratuuran perundanng-undangan berjumlah
b
139
9 iklan (30,42%
%), sedangkann yang tidak memenuhi
m
ketentuan (T
TMK) peraturran perundangg-undangan berjumlah
b
3188 iklan (69,588%) (Gambar 4). Iklan
yang TMK dapat
d
tidak meemenuhi satu atau lebih kriiteria pelanggaaran.
30.422%
69.58%
Iklan yang 100%
memenuhi
ketentuan
Iklan yang tiidak
100% memeenuhi
ketentuan
d
tiga med
dia cetak (tablloid dan majaalah) terhadap ketentuan
Gambar 4. Kesesuaian ikklan pangan dalam
peraturan perrundang-undanngan
b
pada media
m
cetak, khususnya taabloid dan
Tinggginya tingkat pelanggaran iklan yang beredar
majalah yanng dievaluasi,, salah satunyya disebabkan
n oleh banyakknya peraturaan perundang--undangan
yang digunaakan sebagai dasar
d
evaluasii, yaitu total 8 peraturan yaang membahaas tentang iklaan pangan.
Peraturan peerundang-unddangan tersebuut mengandun
ng beberapa poin
p
yang sam
ma, dan bebeerapa poin
yang berbedda, yang dirinnci dalam deccision tree yaang digunakann sebagai alatt evaluasi. Banyaknya
B
peraturan teentang iklan pangan tersebbut belum diidukung oleh sosialisasi ddari pemerintaah kepada
pelaku induustri pangan, agen periklannan, dan konssumen, kurangnya kesadarran pelaku ind
dustri dan
agen perikllanan mengennai pentingnyya penegakan
n hukum, serrta lemahnya pengawasan
n terhadap
pemenuhan peraturan perrundang-undaangan yang beerlaku, terbukkti dari masih banyaknya ik
klan TMK
yang beredaar di media cettak.
Sosiaalisasi dari peemerintah diperlukan untuk
k memberikann informasi ddan pemahamaan kepada
pelaku induustri pangan dan
d agen perikklanan mengenai peraturan apa saja yanng perlu dipen
nuhi untuk
iklan produkk pangan seccara spesifik, misalnya men
nurut kategorri pangan prooduk tersebut. Sebagai
contoh, untuuk kategori produk
p
susu dan analogny
ya, tidak hanyya perlu mem
menuhi peratu
uran iklan
pangan secaara umum, teetapi juga perraturan iklan yang khusus kategori terssebut. Sosiallisasi juga
diperlukan untuk
u
menyam
makan persepssi terhadap intterpretasi peraaturan tersebuut untuk meminimalisasi
subjektifitass atau penafssiran yang beerbeda antaraa pemerintah, pengawas hhukum, pelaku
u industri
pangan, ageen periklanan,, dan juga koonsumen. Haal tersebut unntuk mengakomodasi kreatiivitas dari
pengiklan paangan tetapi masih
m
memenuuhi peraturan perundang-unndangan yang berlaku.
37 Perusahaan (dan agen periklanan) perlu mengetahui batasan hukum dalam menawarkan,
mempromosikan, khususnya mengiklankan suatu produk di media. Hal tersebut dimaksudkan sebagai
langkah antisipasi bagi perusahaan yang dapat dipandang sebagai tindakan ekonomis. Artinya,
apabila iklan tidak memberikan informasi yang jujur dan berguna bagi konsumen, dalam jangka
panjang konsumen setelah memperoleh informasi yang cukup akan mengalihkan keputusan pembelian
ke produk kompetitor. Hal tersebut akan sangat merugikan perusahaan, karena kepuasan konsumen
(jangka panjang dan jangka pendek) menjadi tujuan keberadaan produk. Dari sisi perusahaan akan
lebih menguntungkan untuk mempertahankan konsumen daripada mencari konsumen baru.
Keputusan beli konsumen seharusnya didasarkan atas kondisi objektif produk yang didukung oleh
pengaruh bujukan dari iklan. Dalam memengaruhi konsumen melalui iklan hendaknya dilakukan
dengan menggunakan bahasa pesan yang memberikan informasi yang jelas, jujur, dan benar. Oleh
karena itu, perusahaan harus mampu bertindak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Kepuasan konsumen dan promosi sebagai alat pemasaran harus begerak dalam suatu
keseimbangan. Artinya, promosi yang dilakukan harus mengutamakan pemberian informasi yang
jujur dan terbuka sehingga proses pengoptimalan kepuasan konsumen dapat tercapai. Hal tersebut
karena tujuan utama dari promosi (iklan) adalah peningkatan volume penjualan yang terkait dengan
peningkatan keuntungan perusahaan. Perlu dicermati adanya komunikasi manipulatif yang digunakan
perusahaan untuk sekedar meningkatkan keuntungan tanpa memerhatikan kepentingan (kepuasan)
konsumen.
Adanya peraturan perundang-undangan tentunya perlu didukung oleh sistem pengawasan yang
baik. Sanksi hukum terhadap pelanggaran peraturan telah disebutkan diantaranya dalam Pasal 58 UU
No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Bab XIII UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Untuk itu diperlukan pengawasan terhadap pemenuhan peraturan tersebut. Seperti yang
telah disebutkan dalam Pasal 30 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan
perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat. Perlu tindakan yang tegas dari pemerintah terhadap iklan yang
melanggar peraturan, serta awareness dan kepedulian masyarakat sebagai konsumen terhadap iklan
yang beredar apakah sudah memberikan informasi yang benar. Konsumen diharapkan tidak menelan
mentah-mentah informasi yang tercantum pada iklan. Konsumen juga memiliki kewajiban untuk
membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, contohnya dengan membaca komposisi dan nutrition
fact pada label produk pangan ketika hendak membeli suatu produk pangan, apakah sudah sesuai
dengan informasi yang tercantum pada iklan. Kewajiban tersebut tercantum dalam Pasal 5 UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Jika hal tersebut telah dilakukan, diharapkan
pelanggaran yang terjadi pada iklan dapat diminimalisasi.
Gambar 5 memperlihatkan ketidaksesuaian iklan pangan berdasarkan kategori pangan.
Prosentase iklan TMK lebih tinggi dibanding iklan MK ditemukan pada kategori pangan produkproduk susu dan analognya, es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), buah dan
sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, bijibijian, serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi,
kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman, produk bakeri, daging dan produk daging,
termasuk daging unggas dan daging hewan buruan, ikan dan produk perikanan termasuk moluska,
krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil, garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, dan
kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Tingginya prosentase iklan TMK pada kategori
tersebut terkait dengan adanya peraturan tambahan untuk produk pangan khusus (produk susu dan
38 Kesesuaian dengan Peraturan (%)
analognya), banyaknya klaim
k
(klaim gizi
g dan klaim
m kesehatan) pada kategorri produk tersebut, atau
kurang lenggkapnya inform
masi yang dibberikan. Sed
dangkan kateggori lain seperrti lemak, miinyak, dan
emulsi minyyak, minumann, tidak termasuk produk susu, dan maakanan ringann siap santap memiliki
prosentase ikklan MK lebihh tinggi dibannding iklan TM
MK.
120
1000
100
100
92
100
81
67
Memeenuhi
ketenntuan
63
54
46
25
19
Tidakk
memeenuhi
ketenntuan
38
38
33
40
20
66
56
44
60
78
755
80
22
8
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
Kategori Pan
ngan
b
keesesuaian terhhadap peraturaan perundang--undangan
Gambar 5. Sebaran kateegori pangan berdasarkan
% Jumlah Iklan
dak memenuhhi ketentuan (TMK) mem
miliki level
Secarra lebih rincii, iklan yang diketahui tid
Gambar
kesesuaian yang berbedda-beda padaa proses evaluasi mengggunakan deccision tree.
sebelumnya, yaitu Gambaar 4 memberii informasi pro
osentase iklann dengan leveel kesesuaian 100% dan
iklan dengaan level keseesuaian kuranng dari 100%
%. Gambar 6 memperlihhatkan secaraa spesifik
prosentase jumlah
j
iklan dengan level kesesuaian tertentu terhaadap decisionn tree yang digunakan
d
sebagai alat dalam evaluaasi.
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
42.899%
30.42%
16.85%
% 0.22%
0.44% 0.22%
% 1.97% 2.19%
4.81%
%
89% 90% 91% 92% 93% 94% 96% 98% 100%
Level KesesuaianTerhadap Peraturran Berdasarrkan
Deccision Tree
Gambar 6.
6 Prosentase juumlah iklan dengan
d
level kesesuaian
k
terttentu terhadapp peraturan perrundangundanngan berdasark
kan decision tree
t
39 Dari gambar terseebut diketahuii prosentase teertinggi yaitu iklan dengann level kesesu
uaian 98%
atau melangggar 1 poin peeraturan pada decision tree (42,89% jum
mlah iklan keseeluruhan). Seelanjutnya,
30,42% iklaan yang dievvaluasi 100%
% MK, 16,85%
% iklan 96%
% MK, dan ssisanya memiiliki level
kesesuaian di
d bawah 96%
%. Akan tetappi, kualitas ik
klan pada meddia yang dievvaluasi tergolo
ong cukup
bagus karenna level kesesuuaian terendaah adalah 89%
%, atau kurangg lebih melangggar 5 peratu
uran dalam
decision tree. Peningkataan level kesessuaian hinggaa 100% diperluukan untuk m
menjamin kuallitas iklan,
yaitu iklan yang
y
jujur dann sesuai dengaan peraturan perundang-unddangan yang bberlaku.
Untuuk membedakkan level kesesuaian iklan
n terhadap peeraturan perunndang-undang
gan, iklan
dikategorikaan dalam 4 golongan,
g
yaiitu golongan A dengan leevel kesesuaian 100%, go
olongan B
dengan leveel kesesuaian 95-100%, goolongan C dengan level keesesuaian 900-95% dan go
olongan D
dengan leveel kesesuaian 85-90%. Pennggolongan teersebut dibatassi hingga goloongan D karena tingkat
level kesesuuaian terendahh yaitu 89%. Gambar 7 memberi
m
inform
masi prosentasse jumlah iklaan dengan
kategori kessesuaian yang ditentukan.
0.44%
9.441%
300.42%
Golongann A
Golongann B
59.74%
Golongann C
Golongann D
l
kesesuaiian terhadap kkeseluruhan peeraturan
Gambar 7. Sebaran ikklan berdasarkkan golongan level
n level kesesuuaian golongaan B yang meemperoleh
Dari gambar terseebut diketahuii iklan dengan
bagian proseentase terbesaar, yaitu 59,744%. Selanjuttnya yaitu level kesesuaian golongan A (30,42%),
level kesesuuaian golonggan C (9,41%
%), dan prosentase terenndah diperoleeh iklan den
ngan level
kesesuaian golongan
g
D (00,44%). Denggan adanya saaran perbaikann yang telah ddisebutkan seb
belumnya,
diharapkan semua
s
iklan dapat
d
masuk dalam golongaan A, yaitu iklaan dengan levvel kesesuaian
n 100%.
4.5
Sebaaran Iklan Pangan yaang Tidak Memenuhi
M
Ketentuan
n yang Berllaku
Dari jumlah iklan pangan yang dievaluasi pad
da ketiga meddia cetak, darii 337 iklan pan
ngan yang
tidak 100% MK berdasaarkan kategorii pangan adalah seperti terrcantum pada Gambar 8. Total 337
iklan tersebuut merupakann iklan yang sekurang-kura
s
angnya TMK terhadap satuu peraturan perundangundangan beerdasarkan decision tree, baaik kategori um
mum maupunn khusus.
40 % Iklan yyangg tidak 100% MK
40% 35.991%
35%
30%
21.66%
25%
20%
13.65%
%
15%
6.23%
7
7.72%
10%
5.34%
2.37%
3.26%
1.78%
%
1.19%
0.89%
5%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kateegori Pangan
Gambar 8. Sebaran kateggori pangan yaang tidak 100% memenuhi ketentuan
Dari gambar tersebbut diketahui prosentase terbanyak berassal dari kategoori produk-produk susu
dan analognnya (35,91%)). Hal tersebbut karena ik
klan pangan yang
y
ditemukkan pada ketiiga media
tersebut diddominasi olehh produk jeniss susu dan an
nalognya, dann produk jeniis tersebut seelain perlu
memenuhi ketentuan
k
pada decision treee kategori um
mum, juga perrlu memenuhi untuk katego
ori khusus.
Prosentase tertinggi
t
iklann yang tidak 100% MK selaanjutnya berassal dari kategoori garam, rem
mpah, sup,
saus, salad, produk proteiin (21,66%) disebabkan
d
oleeh kurangnya informasi meengenai dampak negatif
bahan berkaadar tinggi paada komposisii produk terhaadap perkembbangan anak-aanak, kemudiaan produk
pangan untuuk keperluan gizi
g khusus (13,65%) karena banyaknya klaim
k
gizi atauu klaim keseh
hatan yang
tidak sesuaii keterangan pada label produk.
p
Selaanjutnya yaituu kategori prroduk minum
man, tidak
termasuk prroduk susu (7,,72%), produkk bakeri (6,23
3%), serealia dan
d produk seerealia yang merupakan
m
produk turuunan dari biji serealia, akarr dan umbi, kacang
k
dan em
mpulur (5,34%
%), daging daan produk
daging, term
masuk dagingg unggas dann daging hew
wan buruan (33,26%), lemakk, minyak, dan emulsi
minyak (2,337%), es untukk dimakan (eddible ice, term
masuk sherbet dan sorbet) (11,78%), buah dan sayur
(termasuk jaamur, umbi, kacang
k
termaasuk kacang kedelai,
k
dan liidah buaya), rumput laut, biji-bijian
(1,19%), daan kategori ikkan dan produuk perikanan termasuk mooluska, krustase, ekinoderm
mata, serta
amfibi dan reptil
r
(0,89%)). Prosentasee tersebut teru
utama terkait dengan frekuuensi iklan tiap
p kategori
yang dievaluuasi pada meddia.
4.6
Sebaaran Iklan Berdasark
kan Kelomp
pok Pelangggaran Iklaan
Gamb
mbar 9 mem
mperlihatkan pelanggaran iklan berdaasarkan 8 kkelompok peelanggaran
berdasarkann decision treee kategori um
mum dan kateg
gori khusus yang
y
merupakkan dasar evalluasi iklan
bersumber dari
d peraturan perundang-unndangan yang
g berlaku. Satu iklan dapatt TMK untuk lebih dari
satu kelomppok pelanggaraan.
41 % Iklan yang TMK
28.45% 28.88%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
8.32%
10.72%
9.85%
8.332%
5.25%
1.75%0.88%
0%
Golonga
an Pelanggaran
Gambar 9. Sebaran pelaanggaran iklan
n berdasarkan kelompok pellanggaran
Dapaat dilihat darii gambar terseebut bahwa kelompok
k
pellanggaran yanng paling men
ndominasi
adalah kelom
mpok pelangggaran untuk prroduk pangan kategori khussus, terutama uuntuk produk hasil olah
susu (susu krim
k
penuh, suusu kental maanis, susu skim
m dan “filled milk”),
m
penggaanti air susu ib
bu (PASI)
atau susu baayi atau infantt formula, vitaamin, makanaan pelengkap (food suplemeent), dan mak
kanan diet,
yaitu 28,88%
% dari total ikklan yang dievvaluasi tidak 100% MK unntuk kelompokk pelanggaran
n tersebut.
Selanjutnya yaitu kategorri I berkaitan dengan
d
larang
gan iklan panggan yang mengandung bahaan tertentu
atau untuk kelompok orrang tertentu (28,45%), terutama melaanggar subkaategori mengeenai iklan
pangan yang mengandunng bahan-bahaan yang berk
kadar tinggi yang
y
dapat meembahayakan
n dan atau
menggangguu pertumbuhhan dan ataau perkembaangan anak-aanak, dan ttentang pang
gan yang
diperuntukkkan bagi bayi dan
d atau anak berumur dibaawah lima tahuun.
Pelannggaran terbaanyak selanjuutnya yaitu paada kategori H larangan iiklan pangan berkaitan
dengan pennyertaan undian, sayembarra, dan hadiaah (10,72%), kategori F larangan iklaan pangan
berkaitan deengan klaim gizi,
g
manfaat kesehatan
k
dan
n keamanan pangan
p
(9,85%
%), kategori A larangan
iklan pangann berkaitan deengan pengguunaan kata-katta atau ilustrasi yang berlebbihan (8,32%)), kategori
G larangan iklan pangan berkaitan denngan proses daan asal serta sifat
s
bahan paangan (8,32%)), kategori
E larangan iklan pangann berkaitan peencantuman logo,
l
tulisan, atau referenssi (5,25%), kategori
k
C
larangan ikllan pangan yaang mendiskreeditkan atau merendahkan
m
baik secara llangsung mau
upun tidak
langsung paangan lain (11,75%), kateggori D larang
gan iklan panngan yang meengarah bahw
wa pangan
seolah-olah sebagai obatt (0,88%). Diketahui
D
pu
ula bahwa selluruh iklan teelah 100% MK
M untuk
kelompok pelanggaran
p
B larangan iklaan pangan berrkaitan dengann norma kesuusilaan dan peenggunaan
model iklan anak-anak beerusia di bawaah lima tahun.
4.6.1 Keelompok pelanggaran
n A: Laran
ngan Iklan
n Pangan Berkaitan dengan
Peenggunaan Kata-Kataa atau Ilustrrasi yang Berlebihan
B
Dari hasil evaluassi menggunakkan decision tree diketahuui bahwa kessesuaian iklan
n terhadap
kelompok pelanggaran
p
A bervariasi, yaitu
y
60% MK
K, 80% MK, dan 100% M
MK. Jumlah iklan
i
yang
100% mem
menuhi peratuuran pada keelompok pelaanggaran A berjumlah
b
1449 iklan (79,,68% dari
keseluruhann iklan yang diievaluasi), yanng artinya seju
umlah iklan teersebut tidak m
menggunakan
n kata-kata
42 atau ilustrasi yang berlebihan. Selanjutnya, 35 iklan (18,72% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi)
80% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran A, dan 3 iklan (1,60% dari keseluruhan iklan
yang dievaluasi) 60% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran A. Kelompok pelanggaran A
diuraikan lagi dalam sub-kelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat
dilihat pada Tabel 2. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK
kelompok pelanggaran A, yaitu 38 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori
pada kelompok pelanggaran A.
Tabel 2.
Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang
berlebihan
Subkelompok pelanggaran
(1) Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan
(2) Iklan pangan yang dievaluasi memuat keterangan atau pernyataan bahwa
pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera
memberikan kekuatan
(3) Iklan pangan yang dievaluasi dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun
kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen
(4) Iklan pangan yang dievaluasi menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah,
statistik, dan grafik untuk menyesatkan khalayak atau menciptakan kesan
yang berlebihan dan tak bermakna
(5) Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan pernyataan bahwa produk
pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ
Jumlah
%
3
7,89%
1
2,63%
26
68,42%
0
0,00%
11
28,95%
Tabel 2 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok
pelanggaran A adalah iklan pangan yang dievaluasi dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun katakata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen (68,42%), selanjutnya yaitu iklan pangan
yang dievaluasi menggunakan pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan
kecerdasan atau meningkatkan IQ (28,95%), iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata
seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan (7,89%), dan iklan
pangan yang dievaluasi memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber
energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan (2,63%). Diketahui pula bahwa semua iklan
MK untuk subkategori 4, yaitu mengenai penyalahgunaan istilah-istilah ilmiah, statistik, dan grafik
untuk menyesatkan khalayak atau menciptakan kesan yang berlebihan dan tak bermakna.
Bila dikelompokkan berdasarkan kategori pangan, prosentase tertinggi iklan yang tidak 100%
MK pada kelompok pelanggaran A berasal dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya
(26,32%). Hal tersebut selain terkait dengan frekuensi munculnya produk susu dan analognya lebih
tinggi pada media yang dievaluasi, juga kecenderungan penggunaan kata yang lebih banyak dalam
iklan dari jenis tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan pelanggaran untuk kelompok pelanggaran A
lebih banyak terjadi pada produk kategori tersebut. Pelanggaran untuk kategori ini juga ditemukan
pada kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (18,42%), minuman, tidak
termasuk produk susu (15,79%), produk pangan untuk keperluan gizi khusus (10,53%), serealia dan
produk serealia (7,89%), produk bakeri (7,89%), serta kategori pangan ikan dan produk perikanan
(7,89%). Sedangkan iklan yang termasuk kategori lemak, minyak, dan emulsi minyak, es untuk
dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang
termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, dan makanan ringan siap santap
seluruhnya telah memenuhi ketentuan terkait penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan.
43 Contoh pelanggaran yang ditemukan pada subkategori (1) tercantum pada Tabel 3. Jika dilihat
dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori ini 66,67% berasal dari kategori daging dan
produk daging dan 33,33% berasal dari kategori produk-produk susu dan analognya. Pencantuman
kata-kata aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan ditemukan pada
pangan kategori daging dan produk daging serta produk-produk susu dan analognya karena termasuk
produk dengan resiko tinggi dalam daftar kategori risiko produk pangan. Dalam Thaheer (2009)
disebutkan, yang termasuk produk dengan risiko tinggi diantaranya produk-produk yang mengandung
ikan, telur, sayur, serealia dan/atau berkomposisi susu yang perlu direfrigerasi, daging segar, ikan
mentah, dan produk-produk olahan susu, serta produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau lebih yang
disterilisasi dalam wadah yang ditutup secara hermetis. Pengelompokan produk menjadi resiko
tinggi, sedang, atau rendah didasarkan pada: (1) kemungkinan produk mengandung atau mendukung
pertumbuhan patogen potensial, (2) adanya proses pemanasan tambahan yang dilakukan pada produk,
(3) kondisi penyimpanan produk apakah memberi peluang untuk pertumbuhan patogen atau
komunikasi lebih lanjut, dan (4) populasi yang akan mengonsumsi produk tersebut apakah khususnya
kelompok yang peka (bayi, manula, orang sakit, wanita hamil, dan daya tubuh rendah). Faktor
tersebut yang membuat produsen produk pangan kategori tersebut mencantumkan kata-kata aman atau
sejenisnya, untuk memberi persepsi positif pada konsumen terhadap produk. Akan tetapi, iklan
menjadi tidak memenuhi ketentuan manakala tidak disertai dengan keterangan yang lengkap
mengenai pernyataan tersebut.
Tabel 3. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi
menggunakan kata-kata seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek
sampingan
1
Kode
Evaluasi
Iklan
307
2
422
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Daging
dan
produk daging
Chicken
nugget
Produkproduk susu
dan analognya
Susu bubuk
pertumbuhan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“X Chicken Nugget telah
melalui proses pemasakan
dengan suhu 170ºC selama
tidak kurang dari 3 menit
dan langsung dibekukan
secara
cepat
untuk
menjamin
kesegaran,
kelezatan nutrisi. Kondisi
tersebut menjadikan X
Chicken Nugget sebagai
makanan
yang
aman
dikonsumsi”
“Inovasi
unik
dari
produsen
Y
dengan
memisahkan
area
penyimpanan sendok takar
dan susu bubuk. Lebih
aman, higienis, dan mudah
digunakan”
Poin pelanggaran
Penggunaan kata
“aman”
tidak
disertai
dengan
keterangan yang
lengkap
Penggunaan kata
“aman”
tidak
disertai
dengan
keterangan yang
lengkap
Contoh pelanggaran pada Tabel 3 tersebut menggunakan kata “aman”, yang menurut pasal 9
ayat 1 poin j UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen penggunaan kata-kata tersebut
seharusnya disertai keterangan yang lengkap. Pada contoh pertama, penggunaan kata “aman” dalam
44 iklan telah didukung dengan keterangan proses pemasakan. Akan tetapi hanya disebutkan hubungan
proses tersebut dengan kesegaran dan nutrisi produk, tidak disebutkan hubungan proses tersebut
dengan faktor keamanan produk. Tidak disebutkan pula bahwa untuk dapat aman dikonsumsi perlu
distribusi dan penyimpanan dalam kondisi dingin (cold chain). Keterangan yang diberikan pada iklan
tersebut kurang lengkap, maka iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran A.
Sedangkan, pada contoh kedua, tidak terdapat keterangan lengkap mengenai hubungan keamanan
produk dengan pemisahan penyimpanan area sendok takar dan susu bubuk, maka iklan tersebut TMK
untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran A.
Kata-kata lain seperti tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tidak
ditemukan pada iklan yang dievaluasi. Masih adanya pelanggaran untuk subkategori ini menunjukkan
perlunya peninjauan kembali produsen pangan atau agen periklanan pada iklan yang dipasang.
Apabila diperlukan penggunaan kata-kata tersebut, hendaknya disertai dengan keterangan yang
lengkap dan tepat mengarah pada kata-kata yang disebutkan. Apabila sekiranya tidak perlu, kata-kata
tersebut lebih baik tidak dicantumkan pada iklan. Hal tersebut selain dinilai berlebihan, pada dasarnya
produk pangan yang beredar di pasaran sudah selayaknya aman dikonsumsi, tidak mengandung risiko
atau efek samping, sehingga pencantuman kata-kata tersebut pada iklan perlu dipertimbangkan
kembali apakah diperlukan atau tidak.
Contoh pelanggaran yang ditemukan pada subkategori (2) tercantum pada Tabel 4. Jika dilihat
dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori ini hanya berasal dari kategori pangan minuman,
tidak termasuk produk susu.
Tabel 4. Contoh pelanggaran subkategori (2) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi
memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang
unggul dan segera memberikan kekuatan
No.
1
Kode
Evaluasi
Iklan
098
Kategori
Pangan
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Jenis
Pangan
Minuman
cokelat
bubuk
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Padatnya kegiatan si aktif
pasti membutuhkan energi
lebih. Karenanya, bekali
produk X! Kandungan
Protomalt di dalamnya
berikan
energi
untuk
beraktivitas di manapun.”
Poin Pelanggaran
Memuat keterangan
mampu
memberikan energi
secara seketika
Dapat dilihat dari contoh pada Tabel 4, kata-kata yang tercantum pada iklan minuman tersebut
mengandung keterangan bahwa bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera
memberikan kekuatan. Adanya keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber
energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan dilarang dalam Pasal 50 PP No. 69 Tahun 1999
Tentang Label dan Iklan Pangan, Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831
Tentang Pedoman Periklanan Pangan. Akan tetapi, prosentase iklan yang melanggar subkategori ini
sangat kecil, yaitu hanya ditemukan 1 iklan dari 457 total iklan yang dievaluasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa produsen produk pangan sudah memahami esensi peraturan tersebut, yaitu
bahwa pada dasarnya konsumsi pangan tidak memungkinkan untuk memberikan kekuatan secara
seketika, terkait dengan adanya proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan pada tubuh.
Adanya pernyataan sumber kalori dapat dilakukan, akan tetapi pernyataan makanan sebagai sumber
energi yang unggul dinilai berlebihan.
45 Contoh pelanggaran yang ditemukan pada subkategori (3) tercantum pada Tabel 5. Jika dilihat
dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori ini 26,92% berasal dari kategori garam, rempah,
sup, saus, salad, produk protein. Tingginya pelanggaran dari kategori tersebut untuk subkategori
penggunaan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan
konsumen terutama disebabkan oleh frekuensi munculnya iklan produk yang sama untuk kategori
tersebut pada media yang dievaluasi. Kategori pangan yang juga TMK untuk subkategori ini yaitu
minuman, tidak termasuk produk susu (19,23%), produk-produk susu dan analognya (11,54%),
serealia dan produk serealia (11,54%), produk bakeri (11,54%), ikan dan produk perikanan (11,54%),
serta kategori pangan daging dan produk daging (7,69%). Penggunaan kata-kata “higienis” atau
“bersih” membuat iklan kategori minuman, produk susu dan analognya, ikan dan produk perikanan,
serta daging dan produk daging TMK untuk subkelompok pelanggaran ini. Sedangkan iklan yang
termasuk kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, es untuk dimakan (edible ice, termasuk
sherbet dan sorbet), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan
lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, produk pangan untuk keperluan gizi khusus, dan kategori
makanan ringan siap santap MK untuk subkategori (3).
Tabel 5. Contoh pelanggaran subkategori (3) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi
dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat
menyesatkan konsumen
1
Kode
Evaluasi
Iklan
005
2
No.
Kategori
Pangan
Jenis Pangan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produsen X percaya sapisapi yang dipelihara dan
dilayani layaknya hotel
bintang 5 yang dapat
menghasilkan susu
berkualitas dan kaya
nutrisi.”
“Susu X diproses dan
dikemas secara higienis
untuk memberikan manfaat
susu alami bagi anda dan
keluarga.”
“Berapa lapis? Ratusan”
Produkproduk susu
dan analognya
Susu
pasteurisasi
dan
homogenisasi
071
Produk bakeri
Wafer biskuit
3
134
Garam,
rempah, sup,
saus,
salad,
produk protein
Bumbu
penyedap
serbaguna
“Cuma produk Y dengan
butiran ajaib membuat
segala masakan lezatnya
gaa ketulungan!”
4
164
Serealia
produk
serealia
Mie Instan
“This is the best! Rasanya
kayak abis digoreng”
dan
Poin pelanggaran
Memuat kata-kata
sapi dilayani
layaknya hotel
bintang lima yang
dianggap
berlebihan dan
menggunakan kata
“higienis” yang
tidak perlu
sehingga dianggap
berlebihan
Memuat
pernyataan yang
berlebihan dan
mampu
menimbulkan
persepsi salah
konsumen
mengenai ukuran
produk
Memuat
pernyataan mampu
membuat semua
masakan menjadi
lezat
Memuat kata “the
best”
yang
bermakna
superlatif
46 Tabel 5. Lanjutan
No.
Kode
Kategori
Evaluasi
Pangan
Iklan
5
307
Ikan
dan
produk
perikanan
Jenis Pangan
Udang segar
beku
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produk Z telah
menyediakan udang segar
beku, praktis, dan higienis
tanpa kepala”
Poin pelanggaran
Menggunakan kata
“higienis” yang
tidak perlu
sehingga dianggap
berlebihan
Adanya ilustrasi, peragaan, maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan
konsumen dilarang berdasarkan Petunjuk Teknis Umum poin ke-7 Peraturan Menteri Kesehatan No.
386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman, Bab IX Surat
Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan.
Frekuensi iklan yang TMK terhadap peraturan ini cukup tinggi yaitu 5,69% dari keseluruhan iklan
yang dievaluasi. Hal tersebut terkait dengan kreativitas para pembuat iklan yang terkadang tidak
memperhatikan bahwa kata-kata atau ilustrasi yang digunakan berlebihan sehingga dapat menyesatkan
konsumen. Disebutkan dalam Krisanto (2007), iklan dapat efektif dalam mempengaruhi dan
membujuk konsumen jika mempunyai kualitas diantaranya cukup atraktif atau menarik perhatian
konsumen dan mengambil bentuk secara visual. Akan tetapi, dalam menarik perhatian menggunakan
kata-kata hendaknya diperhatikan agar tidak menyebabkan penafsiran yang salah dari konsumen.
Penggunaan kata-kata superlatif juga dilarang karena tidak mungkin membandingkan produk dengan
semua produk sejenis dan secara subjektif menyimpulkan bahwa produk yang diiklankan adalah yang
terbaik dari yang lain.
Pelanggaran yang terjadi pada subkategori ini terutama penggunaan kata-kata yang berlebihan,
seperti yang tercantum dalam Tabel 5 di atas. Contoh pertama merupakan iklan dari kategori produk
susu dan analognya. Kalimat pertama pada iklan tersebut yang memberi informasi bahwa sapi-sapi
dipelihara dan dilayani layaknya hotel bintang 5 berlebihan, sedangkan kalimat kedua dengan kata
“higienis” tidak perlu disebutkan karena proses higienis, sanitasi, dan produksi yang baik merupakan
keharusan dalam proses produksi yang harus dipenuhi oleh produsen pangan. Kesalahan penggunaan
kata “higienis” juga terdapat pada contoh kelima yang berasal dari kategori ikan dan produk
perikanan, yaitu proses higienis, penggunaan kemasan yang higienis, hingga menghasilkan produk
yang higienis sudah merupakan suatu sesuatu yang harus dipenuhi oleh produsen pangan. Oleh
karena itu, iklan dengan kata-kata “higienis” atau “bersih” TMK untuk subkategori ini.
Contoh kedua yaitu iklan pangan kategori produk bakeri mencantumkan kalimat yang
berlebihan karena akan membuat konsumen salah tafsir mengenai ukuran wafer. Jika terdiri dari
ratusan lapis seharusnya ukuran wafer akan sangat besar. Kalimat tersebut dinilai menyesatkan
konsumen sehingga iklan TMK untuk subkategori (3) kelompok pelanggaran A. Contoh ketiga yaitu
iklan pangan kategori garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein tersebut mengandung
peryataan yang berlebihan dan menyesatkan karena memberi kesan mampu membuat segala masakan
menjadi lezat. Sedangkan contoh keempat berupa iklan pangan dari kategori serealia dan produk
serealia mencantumkan kata-kata “This is the best” yang bermakna superlatif serta kata-kata “Rasanya
kayak abis digoreng” yang dinilai berlebihan karena dapat memengaruhi persepsi konsumen seakanakan produk untuk disajikan dengan cara digoreng. Penggunaan kata-kata tersebut dapat menyesatkan
konsumen, sehingga iklan tersebut TMK untuk subkategori ini.
Pelanggaran untuk subkategori (4) pada kelompok pelanggaran A yaitu mengenai
penyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik, dan grafik untuk menyesatkan khalayak atau
47 menciptakan kesan yang berlebihan dan tak bermakna tidak ditemukan pada iklan yang dievaluasi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa industri pangan atau agen periklanan telah memahami bahwa istilah
ilmiah, statistik, atau grafik bukan untuk kemudian disalahgunakan hanya untuk menarik perhatian
konsumen terhadap produk. Diketahui bahwa semua iklan telah memenuhi peraturan pada
subkategori (4) yang diatur dalam Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No.
HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan.
Selanjutnya, terdapat 11 iklan (2,41% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi peraturan pada
subkategori (5) yang contohnya tercantum pada Tabel 6. Jika dilihat dari kategori pangan,
pelanggaran untuk subkategori ini 63,64% berasal dari kategori produk-produk susu dan analognya
dan 36,36% berasal dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Hal tersebut karena
produk dari dua kategori tersebut dapat dilengkapi zat gizi yang berhubungan dengan perkembangan
syaraf otak. Tidak ditemukan pernyataan sejenis pada kategori pangan lainnya.
Tabel 6. Contoh pelanggaran subkategori (5) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi
menggunakan pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan
atau meningkatkan IQ
1
Kode
Evaluasi
Iklan
003
2
3
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produkproduk susu
dan analognya
Susu UHT
040
Produkproduk susu
dan analognya
Susu bubuk
pertumbuhan
390
Produk
pangan untuk
keperluan gizi
khusus
Vitamin/
Suplemen
makanan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produk X membantu
tumbuh cerdas”
“Produk Y kini dengan
formula
baru
Wyeth
Biofactors
yang
disempurnakan
untuk
bantu
wujudkan
akal
pintarnya.”
“Berikan
multivitamin
lengkap
untuk
membuatnya
cerdas,
tumbuh tinggi, dan nafsu
makan terjaga”
Poin Pelanggaran
Memuat
keterangan mampu
membantu tumbuh
cerdas
Memuat
keterangan mampu
membantu
mewujudkan akal
pintar
Memuat
keterangan mampu
membuat cerdas
Adanya pernyataan pada iklan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan
atau meningkatkan IQ dilarang berdasarkan Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No.
HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan. Pencantuman pernyataan tersebut dilarang
karena zat gizi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kecerdasan. Dari Roesli (2000)
diketahui bahwa dua faktor penentu kecerdasan anak yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.
Faktor genetik menentukan potensi genetik atau bawaan yang diturunkan oleh orang tua. Faktor ini
tidak dapat dimanipulasi ataupun direkayasa. Faktor lingkungan adalah faktor yang menentukan
apakah faktor genetik akan dapat tercapai secara optimal. Secara garis besar, terdapat tiga jenis
kebutuhan untuk faktor lingkungan, yaitu kebutuhan untuk pertumbuhan fisik-otak (ASUH),
kebutuhan untuk perkembangan emosional dan spiritual (ASIH), dan kebutuhan untuk perkembangan
intelektual dan sosialisasi (ASAH). Gizi yang diperoleh dari makanan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan untuk pertumbuhan fisik-otak, yaitu untuk pertumbuhan jaringan. Oleh karena itu,
meskipun gizi penting dalam perkembangan otak anak, gizi bukan merupakan satu-satunya penentu
kecerdasan anak.
48 Contoh yang disebutkan dalam Tabel 6 ketiganya mengandung pernyataan bahwa dengan
mengonsumsi produk pangan yang diiklankan dapat meningkatkan kecerdasan. Hal tersebut
menyebabkan iklan dengan pernyataan tersebut TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran A.
Solusi untuk kasus pelanggaran tersebut, dapat digunakan pernyataan bahwa zat gizi tertentu mampu
menunjang perkembangan jaringan otak anak, tidak perlu mencantumkan kata-kata mampu
meningkatkan kecerdasan anak. Akan tetapi pencantuman pernyataan tersebut harus sesuai dengan
kandungan gizi produk dan memenuhi syarat pencantuman klaim fungsi gizi atau klaim fungsi lain
yang berlaku.
4.6.2 Kelompok pelanggaran B: Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan
Norma Kesusilaan dan Penggunaan Model Iklan Anak-Anak Berusia di
Bawah Lima Tahun
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap
kelompok pelanggaran B 100% untuk semua iklan yang dievaluasi pada ketiga media. Kelompok
pelanggaran B dibagi menjadi 2 subkategori, yaitu subkategori (1): iklan pangan yang dievaluasi
bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum, dan subkategori (2) iklan pangan
yang dievaluasi menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun. Tidak
ada satu pun iklan yang melanggar peraturan dalam subkategori (1). Hal tersebut berarti seluruh iklan
telah memenuhi peraturan yang ditetapkan dalam Pasal 44 ayat 2 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang
Label dan Iklan Pangan. Semua iklan yang dievaluasi telah memenuhi peraturan mengenai norma
kesusilaan, menunjukkan bahwa produsen pangan dan agen periklanan telah memahami pentingnya
mematuhi norma, khususnya norma kesusilaan. Norma kesusilaan adalah salah satu aturan yang
berasal dari akhlak atau hati nurani sendiri tentang apa yang baik dan apa yang buruk . Norma
kesusilaan bagi manusia dalam kehidupan masyarakat memegang peranan penting sebab manusia
dinilai baik dan buruk tergantung tingkah laku kesusilaan, terutama mengingat Indonesia menganut
budaya ketimuran yang menjunjung tinggi norma kesusilaan (Sudarsono, 2007). Oleh karena itu,
penting bagi pelaku iklan untuk mematuhi peraturan mengenai norma kesusilaan.
Penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun ditemukan pada beberapa
produk kategori produk-produk susu dan analognya. Akan tetapi, menurut Pasal 47 ayat 2 PP No. 69
Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan penggunaan model iklan anak-anak berusia lima tahun
diperbolehkan jika pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah 5 (lima)
tahun. Produk pada iklan tersebut diperuntukkan bagi anak usia 1-3 tahun, atau di bawah 5 tahun,
maka iklan tersebut MK terhadap peraturan dalam subkategori (2) kelompok pelanggaran B. Tidak
ditemukannya iklan yang melanggar peraturan tersebut menunjukkan pemahaman pelaku pangan
mengenai larangan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun. Dalam
penjelasan Pasal 47 ayat 2 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan disebutkan bahwa
ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pengeksploitasian anak dalam iklan pangan,
khususnya yang semata-mata menampilkan anak-anak dibawah lima tahun namun bukan untuk
pangan yang khusus anak-anak kelompok usia tersebut. Dalam konteks iklan pangan tersebut, dapat
saja menampilkan anak-anak berusia dibawah lima tahun, namun ditampilkan dalam suatu konteks
yang lebih luas, misalnya bersama keluarga.
49 4.6.3 Kelompok pelanggaran C: Larangan Iklan Pangan yang
Mendiskreditkan atau Merendahkan Baik Secara Langsung Maupun
Tidak Langsung Pangan Lain
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap
kelompok pelanggaran C yaitu 50% dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan
pada kelompok pelanggaran C berjumlah 449 iklan (98,25% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi),
yang artinya sejumlah iklan tersebut tidak mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya, 8 iklan (1,75% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi)
50% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran C. Dilihat dari kategori pangan, produk yang
melanggar kelompok pelanggaran C tersebut 75,00% (6 iklan) berasal dari kategori pangan garam,
rempah, sup, saus, salad, produk protein, 12,50% (1 iklan) berasal dari kategori pangan lemak,
minyak, dan emulsi minyak, dan 12,50% (1 iklan) berasal dari kategori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu. Prosentase terbanyak berasal dari kategori garam, rempah, sup, saus, salad,
produk protein karena iklan tersebut memiliki frekuensi kemunculan yang lebih banyak pada edisi
media yang dievaluasi. Pada dasarnya, semua iklan dari semua kategori pangan memiliki
kemungkinan yang sama dalam melakukan pelanggaran terhadap kategori ini. Akan tetapi, pada
evaluasi yang dilakukan, iklan dari kategori pangan lainnya telah 100% MK untuk kelompok
pelanggaran C.
Kelompok pelanggaran C diuraikan lagi dalam dua subkelompok pelanggaran, yaitu
subkategori (1): iklan pangan yang dievaluasi secara langsung atau tidak langsung merendahkan
barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya, dan
subkategori (2): iklan pangan yang dievaluasi dengan sengaja menyatakan seolah-olah makanan yang
berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi. Dari total 8 iklan yang
melanggar kelompok pelanggaran C, semuanya TMK untuk subkategori (1), dan MK untuk
subkategori (2). Tabel 7 menunjukkan contoh iklan yang melanggar ketentuan pada subkategori (1).
Tabel 7. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran C: iklan pangan yang dievaluasi
secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan kata
lain mendiskreditkan produk pangan lainnya
1
Kode
Evaluasi
Iklan
006
2
100
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Garam,
rempah, sup,
saus,
salad,
produk protein
Bumbu
kaldu
penyedap
Garam,
rempah, sup,
saus,
salad,
produk protein
Kaldu blok
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
Memuat
dua
gambar
mangkok,
mangkok
pertama berisi air kaldu
dengan warna kuning lebih
keruh bertuliskan Merk X
sedangkan mangkok kedua
berisi air kaldu dengan
warna kuning lebih jernih,
bertuliskan “yang lainnya”
“Produk Y padat akan
daging pilihan, rempahrempah dan bumbu alami
yang memberikan rasa
kaldu mantap dan tidak bisa
didapat
dari
bumbu
penyedap biasa.”
Poin Pelanggaran
Memuat
ilustrasi
yang
seolah-olah
merendahkan
produk kaldu lain
Memuat pernyataan
yang
seolah-olah
merendahkan
produk kaldu lain
50 Tabel 7. Lanjutan
Kode
Kategori
No. Evaluasi
Pangan
Iklan
3
174
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
4
338
Minuman,
termasuk
susu
Kata-kata atau ilustrasi
Poin Pelanggaran
yang menunjukkan
pelanggaran
Minyak
“Itu yang saya rasakan. Memuat pernyataan
goreng
Kalau
menggunakan yang
seolah-olah
minyak goreng lain, kita merendahkan
harus
terus
menerus produk
minyak
membolak-balikkan
goreng lain
makanan yang kita goreng
supaya tidak gosong, tapi
dengan Produk Z tidak
demikian.”
tidak Minuman sari “Sari buah asli, yang lain basa basi”
produk buah delima
merah
dan
anggur
Jenis
Pangan
Larangan mengenai iklan pangan yang dievaluasi secara langsung atau tidak langsung
merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya
diatur dalam Pasal 9 ayat 1 poin i UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal
47 ayat 1 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. Dalam bagian penjelasan Pasal 9
ayat 1 poin i UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 47 ayat 1 PP No. 69
Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan disebutkan bahwa larangan mendiskreditkan produk lain
bertujuan agar konsumen mempunyai kebebasan memilih berdasarkan pengetahuannya sendiri
terhadap suatu produk pangan tanpa dipengaruhi oleh iklan yang bersifat mendiskreditkan produk lain
sejenis. Iklan yang telah MK pada subkategori ini menunjukkan pemahaman terhadap peraturan
tersebut karena pada dasarnya tujuan iklan bukan untuk menjatuhkan produk lain tetapi untuk
memperkenalkan atau memberi informasi mengenai produk yang diiklankan. Solusi terhadap kasus
tersebut, pencantuman keunggulan produk dapat dilakukan tanpa perlu disertai pernyataan baik secara
langsung atau tidak langsung yang terkesan merendahkan produk lain.
Contoh pertama pada Tabel 7 merupakan iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus,
salad, produk protein Di dalam iklan tersebut terdapat ilustrasi yang secara tidak langsung
merendahkan produk kaldu merek lainnya yaitu menghasilkan air kaldu yang tidak kental, maka iklan
tersebut TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran C. Hal serupa terjadi pada contoh kedua,
yang memberikan pernyataan seakan-akan bumbu penyedap merek lain tidak mampu memberikan
rasa kaldu yang mantap. Testimoni yang tercantum pada contoh ketiga menunjukkan pendapat
subjektif yang seakan-akan merendahkan merek minyak goreng yang lain. Begitu pula dengan katakata yang terdapat pada contoh keempat, memberi kesan merendahkan produk minuman sari buah
merek lainnya. Segala bentuk ilustrasi, pernyataan, atau testimoni pada iklan yang secara langsung
atau tidak langsung merendahkan atau mendiskreditkan produk pangan lainnya menyebabkan iklan
tersebut TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran C.
Seluruh iklan yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan pada subkategori (2) kelompok
pelanggaran C yang melarang adanya iklan pangan yang dengan sengaja menyatakan seolah-olah
makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi. Larangan
tersebut diatur dalam Petunjuk Teknis Umum poin ke-13 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun
1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika,
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Hal tersebut menunjukkan
produsen pangan telah memahami bahwa pencantuman label gizi atau kandungan gizi pada label
51 pangan wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin,
mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Adanya pernyataan yang menyatakan seolaholah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi berarti
membandingkan produk dengan produk lain yang belum tentu wajib mencantumkan label gizi.
4.6.4 Kelompok pelanggaran D: Larangan Iklan Pangan yang Mengarah
Bahwa Pangan Seolah-Olah Sebagai Obat
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa 4 iklan (0,88% dari
keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran D.
Dilihat dari kategori pangan, produk yang melanggar kelompok pelanggaran D 75% berasal dari
kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, dan 25% dari kategori pangan produk-produk
susu dan analognya. Pada dasarnya tidak hanya pangan dari kategori tersebut yang memungkinkan
adanya kandungan zat gizi atau zat non gizi yang berguna bagi tubuh, dalam hal ini memiliki fungsi
zat gizi, fungsi lain atau fungsi penurunan risiko penyakit. Akan tetapi, seperti yang tercantum dalam
penjelasan Pasal 53 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, pangan berbeda dengan
obat dan masing-masing mempunyai karakter yang spesifik, yaitu pangan tidak menyembuhkan
sedangkan obat untuk penyembuhan. Pangan tidak dapat berfungsi sebagai obat sehingga
mengiklankan pangan sebagai obat merupakan perbuatan yang menipu konsumen. Larangan tersebut
diatur dalam beberapa peraturan, yaitu Pasal 53 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan
Pangan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-10 dan Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (h) Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman, Bab
IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan
Pangan.
Iklan yang telah memenuhi ketentuan pada kelompok pelanggaran D mengindikasikan telah
adanya pemahaman produsen pangan dan agen periklanan mengenai esensi peraturan tersebut, serta
telah adanya sosialisasi yang baik dari pemerintah mengenai aturan yang ditetapkan dalam PP,
Permenkes, dan SK KBPOM tersebut. Solusi mengenai kasus pelanggaran yang masih terjadi yaitu
pencantuman fungsi gizi atau fungsi kesehatan boleh dilakukan pada iklan dalam bentuk klaim sesuai
peraturan yang berlaku, akan tetapi tidak perlu mencantumkan keterangan bahwa pangan tersebut
mempu menyembuhkan atau menyehatkan karena akan memberik kesan seolah-olah berfungsi
sebagai obat. Tabel 8 memperlihatkan contoh iklan iklan yang melanggar ketentuan pada kelompok
pelanggaran tersebut.
Tabel 8. Contoh pelanggaran kelompok pelanggaran D: iklan pangan yang dievaluasi memuat
pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan seolaholah dapat berfungsi sebagai obat
1
Kode
Evaluasi
Iklan
028
2
046
No.
Kategori
Pangan
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Produk-produk
susu
dan
analognya
Jenis
Pangan
Minuman
serbuk
Susu
kolostrum
bubuk
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produk X membuat hidup
sehat secara alami terasa
mudah”
“Susu antibodi alami,
meningkatkan imunitas
tubuh, mempercepat masa
penyembuhan”
Poin pelanggaran
Memuat pernyataan
mampu membuat
hidup sehat
Memuat pernyataan
mampu
mempercepat masa
penyembuhan
52 Contoh pertama pada Tabel 8 tersebut alih-alih menyebutkan fungsi kesehatan, justru
memberikan pernyataan membuat hidup sehat atau dengan kata lain produk menyehatkan. Pernyataan
tersebut seolah-olah produk dapat berfungsi sebagai obat, maka iklan TMK untuk kelompok
pelanggaran D. Begitu pula dengan contoh kedua, iklan mengandung pernyataan mempercepat masa
penyembuhan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa yang dapat berfungsi menyembuhkan
adalah obat, bukan pangan, sehingga adanya pernyataan tersebut menyebabkan iklan TMK untuk
kelompok pelanggaran D.
4.6.5 Kelompok pelanggaran E: Larangan Iklan
Pencantuman Logo, Tulisan, atau Referensi
Pangan
Berkaitan
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap
kelompok pelanggaran E bervariasi, yaitu 50% MK, 75% MK, dan 100% MK. Jumlah iklan yang
100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran E berjumlah 433 iklan (94,75% dari
keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sebagian besar iklan yang dievaluasi telah memenuhi
peraturan yang berkaitan dengan pencantuman logo, tulisan, atau referensi. Selanjutnya, 2 iklan
(0,44% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 50% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran
E dan 22 iklan (4,81% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 75% memenuhi peraturan pada
kelompok pelanggaran E. Kelompok pelanggaran E diuraikan lagi dalam subkelompok pelanggaran
yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 9. Prosentase dalam tabel
tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran E, yaitu 24 iklan yang
memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran E.
Tabel 9. Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait pencantuman logo, tulisan, atau referensi
Subkelompok pelanggaran
(1) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan kata “halal” atau logo halal
(2) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan logo yang menyinggung
perasaan etnis atau kelompok sosial tertentu
(3) Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan
nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan
mengeluarkan sertifikat terhadap pangan
(4) Iklan pangan yang dievaluasi memuat referensi, nasehat, peringatan, atau
pernyataan dari tenaga kesehatan (antara lain dokter, ahli farmasi,
perawat, bidan), tenaga profesi lain (antara lain psikolog, ahli gizi, tenaga
analisis laboratorium), organisasi profesi, atau orang dengan profesi
keagamaan
Jumlah
22
0
%
91,67%
0,00%
3
12,50%
0
0,00%
Tabel 9 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok
pelanggaran E adalah iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan kata “halal” atau logo halal
(91,67%), selanjutnya yaitu iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan
nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap
pangan (12,50%). Iklan yang melanggar kelompok pelanggaran E seluruhnya MK untuk subkategori
(3) dan (4).
53 Bila dikelompokkan berdasarkan kategori pangan, prosentase tertinggi iklan yang tidak 100%
MK pada kelompok pelanggaran E berasal dari kategori pangan serealia dan produk serealia
(33,33%). Hal tersebut salah satunya terkait dengan frekuensi perulangan iklan produk tersebut pada
beberapa edisi media yang dievaluasi. Pelanggaran untuk kategori ini juga ditemukan pada kategori
pangan daging dan produk daging (29,17%), produk-produk susu dan analognya (8,33%), lemak,
minyak, dan emulsi minyak (8,33%), produk bakeri (8,33%), minuman, tidak termasuk produk susu
(8,33%), serta buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah
buaya), rumput laut, biji-bijian (4,17%). Sedangkan iklan dari kategori lainnya seluruhnya telah
memenuhi peraturan terkait pencantuman logo, tulisan, atau referensi.
Jika dilihat dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori (1) mengenai pencantuman
kata “halal” atau logo halal 31,82% berasal dari kategori daging dan produk daging, 31,82% dari
kategori serealia dan produk serealia, 9,09% dari kategori produk-produk susu dan analognya, 9,09%
dari kategori lemak, minyak, dan emulsi minyak, 9,09% dari kategori produk bakeri, dan 9,09% dari
kategori minuman, tidak termasuk produk susu. Prosentase terbanyak dari kategori daging dan
produk daging karena produk dari kategori tersebut yang rentan dengan kasus ketidakhalalan terkait
asal bahan dari hewan. Berdasarkan Pasal 25 Rancangan Undang Undang RI Tentang Jaminan
Produk Halal, bahan yang berasal dari hewan dihalalkan kecuali yang diharamkan berdasarkan syariat,
yaitu bangkai, darah, babi, dan hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Pemasang iklan
yang ingin meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut halal padahal pencantuman keterangan halal
tersebut cukup dilakukan pada label pangan. Larangan pencantuman kata “halal” pada iklan diatur
dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-7 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang
Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman, dan larangan pencantuman logo halal diatur
dalam Bab VI Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman
Periklanan Pangan. Contoh iklan yang melanggar subkategori (1) kelompok pelanggaran E dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran E: iklan pangan yang dievaluasi
mencantumkan kata “halal” atau logo halal
1
Kode
Evaluasi
Iklan
065
2
083
3
132
4
379
5
447
No.
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
Pencantuman logo halal
dari MUI
Mencantumkan
logo halal
Pencantuman logo halal
dari MUI
Mencantumkan
logo halal
Mie instan
Pencantuman logo halal
dari MUI
Mencantumkan
logo halal
Minuman
isotonik
Memuat tulisan halal
Mencantumkan
tulisan halal
Susu bubuk
pertumbuhan
“Produk X telah
mendapatkan sertifikat
halal dari MUI”
Mencantumkan
keterangan halal
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Daging
dan
produk daging
Sosis daging
sapi
dan
ayam
Margarin
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
Serealia dan
produk
serealia
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Produkproduk susu
dan analognya
Poin Pelanggaran
54 Contoh pertama, kedua, dan ketiga pada Tabel 10 berupa iklan yang mencantumkan logo halal
MUI, sedangkan contoh keempat dan kelima memuat kata-kata “halal”. Kedua kasus menyebabkan
iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran E. Solusi terhadap kasus tersebut, untuk
meyakinkan konsumen akan kehalalan produk, hendaknya produk yang telah memperoleh sertifikat
halal dari MUI hanya mencantumkan logo halal pada label produk, bukan pada iklan. Hal tersebut
untuk mencegah persepsi negatif konsumen akan iklan produk tanpa tulisan atau logo halal. Selain
itu, memungkinkan terjadinya penyalahgunaan pelaku pangan karena bisa saja produk yang
diiklankan belum mendapat sertifikasi halal dari MUI dan pengecekan atas kebenarannya sulit
dilakukan mengingat pada iklan tidak tercantum komposisi produk atau keterangan lengkap mengenai
kehalalan produk.
Seluruh iklan yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan pada subkategori (2) kelompok
pelanggaran E mengenai pencantuman logo yang menyinggung perasaan etnis atau kelompok sosial
tertentu. Larangan tersebut diatur dalam Bab II Ketentuan Umum Surat Keputusan Kepala Badan
POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan. Hal tersebut menunjukkan telah
adanya pemahaman mengenai peraturan tersebut bahwa dalam iklan dilarang menyinggung suku,
agama, ras, antar golongan (SARA).
Pelanggaran pada iklan untuk subkategori (3) mengenai adanya pernyataan dan/atau
menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat
terhadap pangan hanya terjadi pada 4 iklan dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi. Hal tersebut
menunjukkan telah adanya pemahaman dari pemasang iklan dan sosialisasi dari pemerintah mengenai
larangan tersebut. Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori tersebut 50%
berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, 25% dari kategori pangan buah dan
sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, bijibijian, dan 25% dari kategori pangan serealia dan produk serealia. Adanya pernyataan dan/atau
menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat
terhadap pangan pada iklan pangan dilarang berdasarkan Bab IX Ketentuan Umum Surat Keputusan
Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Pedoman Periklanan Pangan. Contoh pelanggaran iklan
yang dievaluasi terhadap peraturan dalam subkategori (3) kelompok pelanggaran E dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11. Contoh pelanggaran subkategori (3) kelompok pelanggaran E: iklan pangan
yang
dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga
yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan
No.
1
Kode
Evaluasi
Iklan
083
Kategori
Pangan
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
Jenis
Pangan
Margarin
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
Menampilkan nama dan
logo Pergizi Pangan dan
GAPMMI yang
mengeluarkan sertifikat
Penghargaan INOVASI
Produk Pangan Peduli Gizi
untuk produk yang
diiklankan.
Poin Pelanggaran
Menampilkan nama
dan logo
lembagayang
mengeluarkan
sertifikat terhadap
pangan
55 Tabel 11. Lanjutan
Kode
Kategori
No. Evaluasi
Pangan
Iklan
2
282
Buah
dan
sayur
(termasuk
jamur, umbi,
kacang
termasuk
kacang
kedelai, dan
lidah buaya),
rumput laut,
biji-bijian
3
317
Serealia dan
produk
serealia
Jenis
Pangan
Selai
strawberry
Sereal
gandum rasa
cokelat
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
Memuat logo dan nama
lembaga yang
mengeluarkan sertifikat
Food Safety, CODEX, dan
HACCP pada produk, yaitu
SAI Global.
“1 mangkuk Produk X =
Serat dalam 2 keping roti*”
“*Berdasarkan perhitungan
2 (dua) lembar roti tawar
kupas dengan berat 30
gram. Analisa dilakukan
oleh Laboratorium Analisis
dan Kalibrasi, Balai Besar
Industri Agro”
Poin Pelanggaran
Menampilkan nama
dan logo
lembagayang
mengeluarkan
sertifikat terhadap
pangan
Menampilkan nama
dan logo
lembagayang
melakukan analisis
terhadap pangan
Contoh pertama pada Tabel 11 yang merupakan produk dari kategori pangan lemak, minyak,
dan emulsi minyak menampilkan nama dan logo lembaga yang mengeluarkan sertifikat penghargaan
terhadap produk yang diiklankan, sedangkan contoh kedua memuat nama dan logo lembaga yang
mengeluarkan sertifikat Food Safety, CODEX, dan HACCP pada produk. Iklan tersebut TMK untuk
subkategori (3) kelompok pelanggaran E. Contoh ketiga juga TMK untuk subkategori tersebut karena
menyebutkan nama lembaga yang melakukan analisa terhadap produk yang diiklankan.
4.6.6 Kelompok pelanggaran F: Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan
Klaim Gizi, Manfaat Kesehatan dan Keamanan Pangan
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap
kelompok pelanggaran F bervariasi, yaitu 78% MK, 83% MK, 89% MK, 94% MK, dan 100% MK.
Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran F berjumlah 412 iklan
(90,15% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sebagian besar iklan yang dievaluasi
telah memenuhi peraturan yang berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan
pangan. Selanjutnya, 1 iklan (0,22% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 78% MK untuk
kelompok pelanggaran F, 1 iklan (0,22% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 83% MK untuk
kelompok pelanggaran F, 18 iklan (3,94% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 89% MK untuk
kelompok pelanggaran F, dan 25 iklan (5,47% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 94% MK untuk
kelompok pelanggaran F. Kelompok pelanggaran F diuraikan lagi dalam subkelompok pelanggaran
yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 12. Prosentase dalam tabel
tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran F, yaitu 45 iklan yang
memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran F.
56 Tabel 12. Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan
pangan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
Subkelompok pelanggaran
Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan memuat pernyataan
atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral,
atau zat penambah gizi lainnya
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan makanan
berkalori
Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan nilai khusus pada
makanan (misalkan nilai kalori)
Iklan pangan yang dievaluasi menyatakan bahwa makanan seolah-olah
merupakan sumber protein
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim kandungan zat gizi
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim “rendah ... (nama
komponen pangan)” atau “bebas ... (nama komponen pangan)”
Iklan pangan yang dievaluasi memuat klaim perbandingan zat gizi
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi zat gizi
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim untuk pangan olahan
yang diperuntukkan bagi bayi
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau
klaim penurunan risiko penyakit
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat
pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan
semua zat gizi esensial
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memanfaatkan
ketakutan konsumen
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menyebabkan
konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang
menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah,
mengobati atau menyembuhkan penyakit
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan informasi bebas bahan
tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan
menggunakan kata “bebas”, “tanpa”, “tidak mengandung” atau kata
semakna lainnya
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan
mineral
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari
satu vitamin atau mineral
Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan “dapat
membantu melangsingkan”
Jumlah
3
%
6,67%
0
0,00%
0
0,00%
0
0,00%
9
5
20,00%
11,11%
2
1
0
4,44%
2,22%
0,00%
5
11,11%
7
15,56%
0
0,00%
10
22,22%
0
0,00%
3
6,67%
3
6,67%
19
42,22%
0
0,00%
Tabel 12 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok
pelanggaran F adalah iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu
vitamin atau mineral (42,22%), selanjutnya iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang
menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar (22,22%), iklan
pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim kandungan zat gizi (20,00%), iklan pangan yang
dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat
memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial (15,56%), iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan
klaim “rendah ... (nama komponen pangan)” atau “bebas ... (nama komponen pangan)” (11,11%), dan
iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit
(11,11%). Prosentase yang sama terjadi untuk iklan yang melanggar subkategori iklan pangan yang
57 dievaluasi memuat pernyataan memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya
dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya, iklan pangan yang dievaluasi
mencantumkan informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan
menggunakan kata “bebas”, “tanpa”, “tidak mengandung” atau kata semakna lainnya, dan iklan
pangan yang dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan mineral yaitu masing-masing 6,67%.
Selanjutnya yaitu pelanggaran pada subkategori dan iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan
klaim yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau
menyembuhkan penyakit (2,22%) dan iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi zat
gizi (2,11%). Seluruh iklan yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan untuk subkategori (2), (3), (4),
(9), (14) dan (18).
Bila dikelompokkan berdasarkan kategori pangan, prosentase tertinggi iklan yang tidak 100%
MK pada kelompok pelanggaran F berasal dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya
(44,44%). Hal tersebut salah satunya terkait dengan tingginya frekuensi munculnya iklan produk
kategori tersebut pada media yang dievaluasi. Selain itu, tingginya pelanggaran dari kategori pangan
tersebut disebabkan oleh kecenderungan iklan kategori produk susu dan analognya dalam
pencantuman klaim gizi sebagai keunggulan produk meskipun pada prakteknya beberapa masih
melanggar ketentuan. Pelanggaran untuk kategori ini juga ditemukan pada kategori pangan produk
pangan untuk keperluan gizi khusus (17,78%), lemak, minyak, dan emulsi minyak (15,56%),
minuman, tidak termasuk produk susu (15,56%), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang
termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (2,22%), produk bakeri (2,22%),
dan kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (2,22%). Iklan dari kategori
pangan yang lain seperti es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), serealia dan
produk serealia, daging dan produk daging, ikan dan produk perikanan, makanan ringan siap santap
beberapa mengandung klaim terkait gizi atau kesehatan dan sebagian besar tidak menyertakan klaim
tersebut dalam iklan karena produsen menganggap keunggulan produk kategori tersebut bukan dari
segi tersebut untuk menarik konsumen. Oleh karena itu, seluruh iklan pangan dari kategori pangan
tersebut yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran terkait klaim gizi,
manfaat kesehatan, dan keamanan pangan.
Hanya ditemukan 3 iklan yang melanggar peraturan untuk subkategori (1) mengenai
pernyataan memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin,
mineral, atau zat penambah gizi lainnya dan terjadi pada iklan kategori pangan lemak, minyak, dan
emulsi minyak (66,67%) dan produk-produk susu dan analognya (33,33%). Pada Pasal 56 PP No. 69
Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-6 Peraturan Menteri
Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat
Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman disebutkan
bahwa iklan pangan boleh memuat pernyataan memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan
telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya apabila dalam pengelolaan
pangan tersebut benar dilakukan pengayaan zat yang dimaksud dan memenuhi persyaratan yaitu pada
sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit ½ dari jumlah yang
dianjurkan (RDA/AKG). Nilai AKG yang digunakan untuk evaluasi tercantum di tabel AKG pada
Lampiran 4 skripsi ini. Beberapa dari iklan yang dievaluasi mengandung pernyataan tersebut dan
memenuhi persyaratan sehingga MK untuk kategori tersebut, namun ada 3 iklan yang TMK, dan
sisanya tidak mengandung pernyataan tersebut. Masih adanya pelanggaran pada subkategori ini
disebabkan oleh produsen yang tidak paham dengan persyaratan tersebut, bahwa terdapat batas
minimal konsumsi untuk dapat mencantumkan pengayaan zat gizi tertentu pada produk. Contoh
pelanggaran terhadap subkategori ini dapat dilihat pada Tabel 13.
58 Tabel 13. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi
memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin,
mineral, atau zat penambah gizi lainnya
1
Kode
Evaluasi
Iklan
046
2
291
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produk-produk
susu
dan
analognya
Susu
kolostrum
bubuk
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
Margarin
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produk X juga diperkaya
dengan Kalsium, Omega 3,
Asam Folat, Low Fat, dan
Multivitamin agar makin
lengkap menjaga kesehatan
Anda”
“Margarin sehat ini
diperkaya dengan vitamin
A yang baik untuk mata”
Poin Pelanggaran
Memuat pernyataan
diperkaya vitamin
dan mineral tetapi
kandungan pada
produk di bawah
syarat minimal
yang ditetapkan
Memuat pernyataan
diperkaya vitamin
A tetapi kandungan
pada produk di
bawah syarat
minimal yang
ditetapkan
Contoh pertama mencantumkan pernyataan bahwa produk diperkaya dengan kalsium, omega
3, asam folat, low fat, dan multivitamin. Dari nutrition fact produk diketahui dalam pengelolaan
pangan tersebut benar dilakukan pengayaan zat yang dimaksud. Syarat klaim diperkaya adalah pada
sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit ½ dari jumlah yang
dianjurkan (RDA/AKG), dan berikut adalah penjelasannya:
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan kalsium = 35% AKG per sajian. Konsumsi wajar
per hari adalah 2 sajian, maka kandungan kalsium produk = 75%. Oleh karena lebih dari 50%
AKG, maka klaim MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan asam folat = 15% AKG per sajian. Konsumsi
wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan asam folat produk = 30%. Oleh karena kurang
dari 50% AKG, maka klaim TMK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B1 = 25% AKG per sajian. Konsumsi
wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B1 produk = 50%. Oleh karena tidak
kurang dari 50% AKG, maka klaim MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B2 = 25% AKG per sajian. Konsumsi
wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B2 produk = 50%. Oleh karena tidak
kurang dari 50% AKG, maka klaim MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B3 = 20% AKG per sajian. Konsumsi
wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B3 produk =40%. Oleh karena kurang
dari 50% AKG, maka klaim TMK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B6= 25% AKG per sajian. Konsumsi
wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B6 produk = 50%. Oleh karena tidak
kurang dari 50% AKG, maka klaim MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B12= 40% AKG per sajian. Konsumsi
wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B6 produk = 80%. Oleh karena tidak
kurang dari 50% AKG, maka klaim MK.
59 Untuk syarat kandungan omega 3 tidak diatur dalam tabel AKG, maka dianggap memenuhi ketentuan.
Akan tetapi, dari penjelasan tersebut diketahui ada beberapa zat gizi yang tidak memenuhi ketentuan,
yaitu kandungan asam folat dan vitamin B3 pada produk. Oleh karena itu, iklan produk pada contoh
pertama TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran F.
Contoh kedua pada Tabel 13 mengandung pernyataan bahwa produk diperkaya dengan vitamin
A. Dari nutrition fact produk diketahui dalam pengelolaan pangan benar dilakukan pengayaan
vitamin A. Berdasarkan nutrition fact kandungan vitamin A dalam produk 38% AKG per 100 g
bahan, sementara diketahui konsumsi wajar margarin per hari 25-30 g, sehingga kandungan vitamin A
yang dikonsumsi dari produk per hari 12,67% AKG. Syarat pernyataan diperkaya adalah pada
sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit ½ dari jumlah yang
dianjurkan (RDA/AKG). Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori ini karena kandungan
vitamin A produk kurang dari 50% AKG.
Tidak ditemukan pelanggaran untuk subkategori (2) kelompok pelanggaran F yaitu mengenai
iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan makanan berkalori. Pada Petunjuk Teknis
Umum poin ke-7 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat
Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan
Makanan dan Minuman disebutkan bahwa adanya pernyataan makanan berkalori pada iklan pangan
diperbolehkan dengan syarat makanan tersebut dapat memberikan minimum 300 Kcal per hari.
Terdapat satu iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang mengandung
pernyataan tersebut, yaitu terdapat kalimat “Energi, Zat Besi, Prebiotik Inulin: Nutrisi untuk
menunjang aktivitas dan bantu lindungi pencernaannya” yang maknanya sama dengan mengandung
energi atau berkalori. Syarat agar memenuhi ketentuan adalah makanan tersebut dapat memberikan
minimum 300 Kcal per hari. Dari nutrition fact produk diketahui energi total per sajian = 160 Kcal.
Konsumsi wajar produk per hari = 2 sajian, maka energi total per hari yang dapat diberikan produk =
320 kkal. Oleh karena produk mampu memberikan kalori lebih dari 300 Kcal per hari, maka iklan
tersebut MK untuk subkategori ini., sedangkan iklan lain tidak mengandung pernyataan tersebut
sehingga dianggap MK untuk subkategori (2) kelompok pelanggaran F.
Petunjuk Teknis Umum poin ke-14 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang
Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan boleh
memuat pernyataan nilai khusus pada makanan (misalkan nilai kalori) apabila nilai tersebut
seluruhnya berasal dari makanan tersebut (bukan sebagian diberikan oleh makanan lain yang dapat
dikonsumsi bersama-sama), seperti yang terdapat pada subkategori (3) kelompok pelanggaran F.
Tidak ditemukan iklan pangan yang memuat pernyataan tersebut sehingga dianggap seluruh iklan
yang dievaluasi telah MK untuk subkategori tersebut.
Subkategori (4) kelompok pelanggaran F bersumber pada Petunjuk Teknis Umum poin ke-15
Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat menyatakan bahwa makanan seolah-olah
merupakan sumber protein apabila memenuhi persyaratan yaitu 20% kandungan kalorinya berasal dari
protein dan atau jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung tidak kurang 10 gram protein.
Beberapa iklan yang dievaluasi mengandung pernyataan tersebut akan tetapi dari perhitungan
diketahui memenuhi persyaratan, yang contohnya dapat dilihat pada Tabel 14. Pemenuhan ketentuan
pada subkategori ini menunjukkan telah adanya pemahaman produsen dan sosialisasi yang baik
mengenai syarat yang harus dipenuhi jika akan mencantumkan pernyataan produk sebagai sumber
protein.
60 Tabel 14. Contoh iklan yang mengandung pernyataan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber
protein
1
Kode
Evaluasi
Iklan
025
2
159
3
357
No.
Kategori
Pangan
Buah
dan
sayur
(termasuk
jamur, umbi,
kacang
termasuk
kacang
kedelai, dan
lidah buaya),
rumput laut,
biji-bijian
Produk
pangan untuk
keperluan gizi
khusus
Produkproduk susu
dan analognya
Jenis
Pangan
Fruit
Soy
Minuman
bubuk dari
isolat protein
kedelai
Susu bubuk
pertumbuhan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Sumber yang baik untuk
protein”
“Profil asam amino yang
dapat membantu memenuhi
kebutuhan protein”
“Membantu memenuhi
nutrisi anak: protein”
Poin Pelanggaran
Memuat pernyataan
makanan sebagai
sumber protein
Memuat pernyataan
makanan seolaholah sebagai
sumber protein
Memuat pernyataan
makanan sebagai
sumber protein
Contoh pertama pada Tabel 14 yaitu iklan dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk
jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian yang
mencantumkan pernyataan bahwa produk pangan yang diiklankan merupakan sumber yang baik untuk
protein. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan kalori yang berasal dari protein hanya 12%
yaitu kurang dari 20%. Akan tetapi, 1 bar produk mengandung 4 gram protein. Konsumsi wajar per
hari 3-4 bar (mengingat produk merupakan camilan yang dapat dikonsumsi kapan saja, terutama
diantara jam makan), maka dalam jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung tidak kurang
10 gram protein, yaitu 12 – 16 gram protein, maka iklan MK untuk subkategori (4) kelompok
pelanggaran F.
Begitu pula dengan contoh kedua, iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi
khusus tersebut mengandung pernyataan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein.
Dari nutrition fact produk diketahui kandungan protein per sajian = 6 g. Konsumsi wajar produk per
hari 3 sajian (3x6 g = 18 g). Karena jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung lebih dari
10 gram protein, maka pernyatan tersebut MK untuk subkategori ini. Contoh ketiga pada tabel
tersebut adalah iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang juga
mencantumkan kalimat yang maknanya sama dengan keterangan bahwa makanan tersebut seolah-olah
merupakan sumber protein. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan protein per sajian = 5,9 g.
Konsumsi wajar produk per hari adalah 3 sajian (3x5,9 g = 17,7 g). Karena jumlah yang wajar
dikonsumsi per hari mengandung lebih dari 10 gram protein, maka pernyatan tersebut MK untuk
subkategori ini.
Terdapat 9 iklan (1,97% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK untuk
subkategori (5) kelompok pelanggaran F, yaitu mengenai pencantuman klaim kandungan zat gizi.
Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini 33,33% berasal dari kategori
pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus, 33,33% dari kategori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu, 22,22% dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya, dan 11,11%
61 dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein. Iklan yang MK untuk
subkategori ini sebagian mengandung klaim kandungan zat gizi tetapi memenuhi persyaratan, dan
sebagian sisanya tidak mengandung klaim kandungan zat gizi sehingga dianggap MK. Peraturan yang
mengatur subkategori (5) yaitu Pasal 9 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam
Label dan Iklan Pangan Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan klaim
kandungan zat gizi jika sesuai dengan persyaratan pada Lampiran 1 peraturan tersebut (persyaratan
“sumber” atau “tinggi”). Tabel 15 menunjukkan contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini.
Tabel 15. Contoh pelanggaran subkategori (5) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi
mencantumkan klaim kandungan zat gizi
Kode
Kata-kata atau ilustrasi
Poin Pelanggaran
Kategori
Jenis
No. Evaluasi
yang menunjukkan
Pangan
Pangan
Iklan
pelanggaran
1
035
Garam,
Saus tomat
“... bervitamin A dan C...”
Mencantumkan
rempah, sup,
klaim kandungan
saus,
salad,
vitamin
tetapi
produk protein
kandungan
zat
pada produk di
bawah
syarat
minimal
yang
ditetapkan
2
081
Minuman,
Jus buah dan “Tinggi serat”
Mencantumkan
tidak termasuk sayuran
“Kaya vitamin esensial A, klaim kandungan
produk susu
C, E, B1, dan B2”
serat dan vitamin
tetapi kandungan
zat pada produk di
bawah
syarat
minimal
yang
ditetapkan
3
298
Minuman,
Minuman
“... mengandung asam Mencantumkan
tidak termasuk cokelat
amino, protein, zat besi, klaim kandungan
produk susu
bubuk
kalsium,
magnesium, protein dan mineral
potasium dan sufur”
tetapi kandungan
zat pada produk di
bawah
syarat
minimal
yang
ditetapkan
4
356
Produk pangan Makanan
“Dilengkapi vitamin dan Mencantumkan
untuk
pendamping
mineral untuk mendukung klaim kandungan
keperluan gizi ASI bubuk pertumbuhan optimal”
vitamin
dan
khusus
instan
mineral
tetapi
kandungan
zat
pada produk di
bawah
syarat
minimal
yang
ditetapkan
Mencantumkan
5
362
Produk-produk Susu
ibu • Protein 24mg / 100g
susu
dan hamil
• Tinggi kalsium 1067mg / klaim kandungan
protein, vitamin,
analognya
100g
dan mineral tetapi
• Zat besi 25mg / 100g
kandungan
zat
• Kolin 224mg / 100g
• Asam folat 896mg / 100g pada produk di
bawah
syarat
minimal
yang
ditetapkan
62 Contoh pertama pada Tabel 15 yaitu iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus,
salad, produk protein yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi yaitu bervitamin A dan C.
Sementara itu, label produk tidak mencantumkan nutrition fact dan pada iklan tidak disebutkan
jumlah kandungan vitamin pada produk sehingga tidak dapat diketahui kebenaran mengenai klaim
tersebut dan iklan dianggap TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua
merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu yang mencantumkan
klaim kandungan zat gizi yaitu tinggi serat dan kaya vitamin esensial A, C, E, B1, dan B2 yang
pembahasannya diuraikan sebagai berikut:
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan serat pangan produk 5 g per 200 ml atau 2,5 g per
100 g. Persyaratan tinggi serat pangan menurut Lampiran 1 adalah 6 g per 100 g. Maka klaim tinggi
serat pangan pada iklan tersebut TMK.
• Syarat kaya atau “tinggi”vitamin menurut Lampiran 1 yaitu kandungan vitamin tidak kurang dari
15% Acuan Label Gizi (ALG) per 100 ml (dalam bentuk cair). Dari nutrition fact produk diketahui
kandungan vitamin A = 100% AKG per 200 ml = 300 RE per 100 ml. ALG vitamin A secara
umum = 600 RE. Kandungan vitamin A dalam produk = 50% ALG (lebih dari 15% ALG per 100
ml), maka klaim kandungan vitamin A pada iklan tersebut MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin C = 90% AKG per 200 ml = 40,5 mg per
100 ml. ALG vitamin A secara umum = 90 mg. Kandungan vitamin A dalam produk = 45% ALG
(lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin C pada iklan tersebut MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin E = 100% AKG per 200 ml = 7,5 mg per
100 ml. ALG vitamin A secara umum = 15 mg. Kandungan vitamin A dalam produk = 50% ALG
(lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin E pada iklan tersebut MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B1 = 50% AKG per 200 ml = 25% ALG
(lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin B1 pada iklan tersebut MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B2 = 45% AKG per 200 ml = 22,5% ALG
(lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin A pada iklan tersebut MK.
Salah satu klaim kandungan zat gizi pada iklan tersebut tidak memenuhi ketentuan maka iklan
dinyatakan TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Nilai ALG yang digunakan untuk
evaluasi tercantum pada Lampiran 5 skripsi ini.
Contoh ketiga merupakan iklan dari kategori pangan yang sama yaitu minuman, tidak termasuk
produk susu yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi berupa asam amino, protein, zat besi,
kalsium, magnesium, potasium dan sufur. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan protein = 1
g per 25 g = 4 g per 100 g. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber protein yaitu mengandung
tidak kurang dari 20 % ALG per 100 g. ALG protein secara umum = 60 g. Maka kandungan protein
pada produk = 6,66 % ALG. Karena kurang dari 20% ALG, maka klaim untuk kandungan protein
pada produk tersebut TMK. Nutrition fact produk tidak menyebutkan kandungan , zat besi, kalsium,
magnesium, potasium dan sufur. Begitu pula dengan iklan, tidak terdapat keterangan mengenai
kandungan zat-zat tersebut, maka klaim untuk kandungan zat gizi tersebut TMK dan dapat
disimpulkan iklan tersebut melanggar untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F.
Selanjutnya, contoh keempat merupakan iklan dari kategori pangan produk pangan untuk
keperluan gizi khusus yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi vitamin dan mineral, yang
pembahasannya diuraikan sebagai berikut:
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B1 = 0,05 mg per 100 g. Pada Lampiran I
disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG
vitamin B1 untuk anak usia 7-23 bulan = 0,5 mg. Maka kandungan vitamin B1 pada produk = 10 %
ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin B1 pada iklan tersebut TMK.
63 • Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B6 = 0,04 mg per 100 g. Pada Lampiran I
disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG
vitamin B6 untuk anak usia 7-23 bulan = 0,4 mg. Maka kandungan vitamin B6 pada produk = 10%
ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin B6 pada iklan tersebut TMK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin C = 2,9 mg per 100 g. Pada Lampiran I
disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG
vitamin C untuk anak usia 7-23 bulan = 40 mg. Maka kandungan vitamin C pada produk = 7,25%
ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin C pada iklan tersebut TMK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan niasin = 0,43 mg per 100 g. Pada Lampiran I
disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG
niasin untuk anak usia 7-23 bulan = 5 mg. Maka kandungan niasin pada produk = 8,6 % ALG.
Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin B3 pada iklan tersebut TMK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan zat besi = 4,3 mg per 100 g. Pada Lampiran I
disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG
zat besi untuk anak usia 7-23 bulan = 8 mg. Maka kandungan zat besi pada produk = 53,75 %
ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim kandungan zat besi pada iklan tersebut MK.
Oleh karena iklan tidak menyebut secara spesifik jenis vitamin yang dimaksud, perhitungan dilakukan
untuk semua vitamin yang tercantum pada nutrition fact produk. Beberapa klaim kandungan vitamin
pada iklan tersebut TMK, yaitu untuk vitamin B1, B6, B3, dan vitamin C maka iklan tersebut TMK
untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F.
Contoh kelima pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori pangan produk-produk susu
dan analognya yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi protein, zat besi, kolin, asam folat, dan
tinggi kalsium. Pembahasan untuk klaim tersebut adalah sebagai berikut:
• Syarat pencantuman kandungan kolin tidak diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.06.1.52.6635 Tentang Larangan Pencantuman
Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan Pada Label dan Iklan Pangan. Pembahasan hanya
dibatasi pada kandungan zat gizi yang diatur dalam peraturan tersebut.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan protein per 100 g = 24 mg.
Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber protein yaitu mengandung tidak kurang dari 20 % ALG
per 100 g. ALG protein untuk wanita hamil = 81 g. Maka kandungan protein pada produk = 0,03
% ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan protein pada iklan tersebut TMK.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan kalsium per 100 g = 1067
mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat tinggi mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 30 %
ALG per 100 g. ALG kalsium untuk wanita hamil = 950 mg. Maka kandungan kalsium pada
produk = 112,31 % ALG. Karena lebih dari 30% ALG, maka klaim tinggi kalsium pada iklan
tersebut MK.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan zat besi per 100 g = 25 mg.
Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG
per 100 g. ALG zat besi untuk wanita hamil = 33 mg. Maka kandungan zat besi pada produk =
75,76% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim kandungan zat besi pada iklan tersebut
MK.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan asam folat per 100 g = 896
mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 %
ALG per 100 g. ALG asam folat untuk wanita hamil = 600 mg. Maka kandungan asam folat pada
produk = 149,33% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim kandungan asam folat pada
iklan tersebut MK.
64 Salah satu klaim kandungan zat gizi pada iklan tersebut TMK, yaitu kandungan protein, maka iklan
TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Solusi untuk iklan yang masih melanggar
subkategori tersebut yaitu perlu dilihat kembali kesesuaian antara kandungan zat gizi pada produk
dengan batas minimal yang ditetapkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pencantuman klaim tersebut pada iklan. Hendaknya produsen tidak mencantumkan klaim kandungan
zat gizi pada iklan produk apabila tidak terdapat keterangan yang memadahi mengenai kandungan zat
gizi tersebut pada iklan atau pada nutrition fact di label produk.
Terdapat 5 iklan (1,09% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK untuk
subkategori (6) kelompok pelanggaran F, yaitu mengenai pencantuman klaim “rendah ... (nama
komponen pangan)” atau “bebas ... (nama komponen pangan)”. Berdasarkan kategori pangan, iklan
yang TMK untuk subkategori ini 40,00% berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi
minyak, 20,00% dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya, 20,00% dari kategori
pangan produk bakeri, dan 20,00% dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Iklan
yang MK untuk subkategori ini sebagian mengandung klaim “rendah ... (nama komponen pangan)”
atau “bebas ... (nama komponen pangan)” tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak
mengandung klaim tersebut sehingga dianggap MK. Peraturan yang mengatur subkategori (6) yaitu
Pasal 9 ayat 2 dan 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan
Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan klaim klaim “rendah ... (nama
komponen pangan)” atau “bebas ... (nama komponen pangan)” jika produk yang diiklankan berupa
pangan olahan yang telah mengalami proses tertentu sehingga kandungan zat gizi atau komponen
pangan tersebut menjadi rendah atau bebas dan harus sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur
dalam peraturan, yaitu pada Lampiran 1 peraturan tersebut. Tabel 16 menunjukkan contoh iklan yang
TMK untuk subkategori ini.
Tabel 16. Contoh pelanggaran subkategori (6) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi
mencantumkan klaim “rendah ... (nama komponen pangan)” atau “bebas ... (nama
komponen pangan)”
1
Kode
Evaluasi
Iklan
083
2
273
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
Margarin
Produk pangan
untuk
keperluan gizi
khusus
Mie instant
rendah kalori
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produk margarine bebas
lemak trans ...” “Lezat
tanpa lemak jahat”
“Mie instant rendah lemak
& rendah garam”
Poin Pelanggaran
Mencantumkan
klaim bebas lemak
trans
tetapi
kandungan
zat
pada produk di
atas
batas
maksimal
yang
ditetapkan
Mencantumkan
klaim
rendah
lemak dan rendah
garam
tetapi
kandungan
zat
pada produk di
atas
batas
maksimal
yang
ditetapkan
65 Tabel 16. Lanjutan
Kode
Kategori
No. Evaluasi
Pangan
Iklan
3
340
Produk bakeri
4
352
Produkproduk susu
dan analognya
Jenis
Pangan
Oatmeal
cookies
Susu bubuk
pertumbuhan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“... serta rendah lemak ...”
“rendah gula”
Poin Pelanggaran
Mencantumkan
klaim
rendah
lemak
tetapi
kandungan
zat
pada produk di
atas
batas
maksimal
yang
ditetapkan
Mencantumkan
klaim rendah gula
tetapi kandungan
zat pada produk di
atas
batas
maksimal
yang
ditetapkan
Contoh pertama pada Tabel 16 yaitu iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi
minyak yang mencantumkan klaim bebas lemak trans. Produk telah telah mengalami proses tertentu
sehingga bebas lemak trans. Syarat bebas lemak trans menurut Lampiran I Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang
Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan adalah mengandung lemak trans tidak
lebih dari 0,1 g per 100 g (dalam bentuk padat), dan kandungan lemak trans pada produk diketahui 0 g
sehingga memenuhi. Akan tetapi, terdapat persyaratan lain yaitu harus memenuhi persyaratan rendah
lemak jenuh. Kandungan lemak jenuh pada produk harus tidak lebih dari 1,5 g per 100 g (dalam
bentuk padat), sedangkan diketahui kandungan lemak jenuh pada produk berdasarkan nutrition fact
adalah 7,4 g per 100 g maka klaim rendah lemak trans pada iklan produk tersebut TMK terhadap
subkategori (6) kelompok pelanggaran F.
Selanjutnya, contoh kedua pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori produk pangan
untuk keperluan gizi khusus yang mencantumkan klaim rendah lemak dan rendah garam. Syarat
rendah lemak berdasarkan Lampiran I yaitu kandungan lemak tidak lebih dari 3 g per 100 g (dalam
bentuk padat). Dari nutrition fact diketahui kandungan lemak pada produk 2,5 g per 100 g, maka
klaim rendah lemak pada iklan tersebut MK. Diketahui syarat rendah garam (natrium) berdasarkan
Lampiran I yaitu kandungan lemak tidak lebih dari 0,12 g per 100 g (dalam bentuk padat), sedangkan
berdasarkan nutrition fact kandungan lemak pada produk 0,15 g per 100 g, maka klaim rendah garam
pada iklan tersebut TMK. Oleh karena itu, iklan pada contoh kedua TMK untuk subkategori ini.
Contoh ketiga pada tabel yaitu iklan dari kategori pangan produk bakeri yang mencantumkan
klaim rendah lemak. Syarat klaim rendah lemak menurut Lampiran I yaitu mengandung lemak tidak
lebih dari 3 g per 100 g (dalam bentuk padat). Diketahui dari nutrition fact produk (varian raisins),
kandungan lemak = 4,1 g per 30 g produk = 13,67 g per 100 g. Kandungan lemak pada produk
melebihi 3 g per 100 g, maka klaim rendah lemak pada produk tersebut TMK. Contoh terakhir yaitu
iklan kategori produk-produk susu dan analognya yang mencantumkan klaim rendah gula. Syarat
pencantuman “rendah gula” menurut Lampiran I yaitu kandungan gula pada produk tidak lebih dari 5
g per 100 g. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan gula per sajian (35 kg) = 4 g = 11,43 g
per 100 g. Oleh karena kandungan gula lebih dari 5 g per 100 g, maka klaim tersebut TMK. Solusi
untuk iklan yang masih melanggar untuk subkategori (6) mengenai pencantuman klaim “rendah ...
66 (nama komponen pangan)” atau “bebas ... (nama komponen pangan)” yaitu hendaknya diperhatikan
kembali kesesuaian kandungan komponen pangan pada produk dengan batas maksimal kandungan
pada produk berdasarkan peraturan yang berlaku.
Subkategori berikutnya untuk kelompok pelanggaran F yaitu mengenai iklan pangan yang
dievaluasi memuat klaim perbandingan zat gizi. Dari keseluruhan iklan yang dievaluasi, hanya 2
iklan (0,44%) yang memuat sekaligus melanggar klaim tersebut yaitu dari kategori pangan produk
bakeri dan lemak, minyak, dan emulsi minyak. Ketentuan mengenai klaim tersebut diatur dalam Pasal
10 Ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan
Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan boleh memuat klaim perbandingan zat gizi apabila
pangan olahan yang dibandingkan adalah pangan sejenis, tetapi dengan varian yang berbeda dari
produsen yang sama, perbedaan kandungan dinyatakan dalam persentase, pecahan atau dalam angka
mutlak terhadap pangan sejenis, dan memenuhi persyaratan perbedaan relatif atau perbedaan mutlak.
Adanya pelanggaran terhadap subkategori ini menunjukkan perlunya pemahaman kembali para
pemasang iklan terhadap peraturan yang mengatur pencantuman klaim perbandingan zat gizi. Contoh
iklan yang melanggar subkategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Masih ditemukannya
pelanggaran pada subkategori ini menunjukkan perlunya
Tabel 17. Contoh pelanggaran subkategori (7) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi
memuat klaim perbandingan zat gizi
1
Kode
Evaluasi
Iklan
340
2
462
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produk bakeri
Oatmeal
cookies
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
Margarin
krim
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produk
X
juga
mengandung serat larut
lebih banyak dari beras dan
gandum. Selain itu cookie
ini
juga
mengandung
protein dua kali lebih
banyak daripada beras dan
20 persen lebih banyak dari
gandum.”
“Satu sendok makan produk
Y
mengandung
lemak
esensial Omega 3 dan
Omega 6 yang setara
dengan kandungan lemak
esensial pada 1 kg ikan
salmon”
Memuat
klaim
perbandingan
protein tetapi bukan
untuk
pangan
sejenis
Memuat
klaim
perbandingan lemak
esensial
tetapi
bukan untuk pangan
sejenis
Contoh pertama pada Tabel 17 merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri yang
mencantumkan klaim perbandingan zat gizi yaitu serat larut. Syarat klaim perbandingan zat gizi yaitu
pangan olahan yang dibandingkan adalah pangan sejenis, tetapi dengan varian yang berbeda dari
produsen yang sama. Dalam iklan disebutkan perbandingan produk dengan bahan pangan, maka
klaim tersebut TMK untuk subkategori (7) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua merupakan iklan
dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang mencantumkan klaim perbandingan zat
gizi yaitu lemak esensial. Seperti contoh sebelumnya, dalam iklan disebutkan perbandingan produk
dengan bahan pangan, sementara diketahui syarat klaim perbandingan zat gizi yaitu pangan olahan
67 yang dibandingkan adalah pangan sejenis, tetapi dengan varian yang berbeda dari produsen yang
sama. Oleh karena itu, iklan tersebut tidak memenuhi ketentuan pada subkategori tersebut.
Hanya ditemukan 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK
untuk subkategori (8) kelompok pelanggaran F (kode evaluasi 371), yaitu mengenai pencantuman
klaim fungsi zat gizi. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini berasal
dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya. Iklan yang MK untuk subkategori ini
sebagian mengandung klaim fungsi zat gizi tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak
mengandung klaim tersebut sehingga dianggap MK. Peraturan yang mengatur subkategori (8) yaitu
Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan
Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan klaim fungsi zat gizi jika pangan
olahan tersebut sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan “sumber” yang diatur dalam Lampiran 1
peraturan tersebut. Sebagian besar iklan yang dievaluasi telah memenuhi persyaratan dalam
subkategori ini yang menunjukkan telah adanya pemahaman dan sosialisasi yang cukup mengenai
peraturan klaim fungsi zat gizi.
Iklan yang melanggar ketentuan pada subkategori (8) ini mencantumkan klaim fungsi kolin
dalam pertumbuhan sel otak janin, fungsi asam folat dalam mengurangi risiko terjadinya cacat otak
dan kerusakan sumsum tulang belakang, fungsi kalsium dalam pembentukan tulang dan gigi, fungsi
zat besi dalam mencegah dan mengatasi anemia selama masa kehamilan, dan fungsi protein dalam
membantu membentuk jaringan dan memperbaiki sel yang rusak. Kalimat yang tertulis dalam iklan
tersebut yaitu: “Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi selama kehamilan, konsumsilah
produk X yang mengandung: Kolin: penting untuk pertumbuhan sel otak janin, asam folat:
mengurangi risiko terjadinya cacat otak dan kerusakan sumsum tulang belakang, tinggi kalsium: untuk
pembentukan tulang dan gigi, zat besi: mencegah dan mengatasi anemia selama masa kehamilan,
protein: dapat membantu membentuk jaringan dan memperbaiki sel yang rusak”. Pembahasan untuk
klaim pada iklan tersebut adalah sebagai berikut:
• Syarat pencantuman klaim fungsi zat gizi adalah pangan tersebut sekurang-kurangnya memenuhi
persyaratan “sumber”, sedangkan syarat pencantuman fugsi kolin dan sumber kolin tidak diatur
dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.00.06.1.52.6635 Tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan
Pada Label dan Iklan Pangan. Oleh karena pembahasan hanya dibatasi untuk zat yang diatur dalam
peraturan tersebut maka klaim untuk kolin dianggap MK.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan protein per 100 g = 24 mg.
Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber protein yaitu mengandung tidak kurang dari 20 % ALG
per 100 g. ALG protein untuk wanita hamil = 81 g. Maka kandungan protein pada produk = 0,03
% ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim fungsi protein pada iklan TMK.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan kalsium per 100 g = 1067
mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat tinggi mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 30 %
ALG per 100 g. ALG kalsium untuk wanita hamil = 950 mg. Maka kandungan kalsium pada
produk = 112,31 % ALG. Karena lebih dari 30% ALG, maka klaim fungsi kalsium pada iklan MK.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan zat besi per 100 g = 25 mg.
Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG
per 100 g. ALG zat besi untuk wanita hamil = 33 mg. Maka kandungan zat besi pada produk =
75,76% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim fungsi zat besi pada iklan MK.
• Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan asam folat per 100 g = 896
mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 %
68 ALG per 100 g. ALG asam folat untuk wanita hamil = 600 mg. Maka kandungan asam folat pada
produk = 149,33% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim fungsi asam folat pada iklan
MK.
Salah satu klaim fungsi zat gizi pada iklan tersebut tidak memenuhi ketentuan, yaitu pada klaim
fungsi protein, maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (8) kelompok pelanggaran F. Solusi dari
masih ditemukannya pelanggaran pada kategori ini adalah perlunya produsen pangan memperhatikan
kembali pencantuman klaim fungsi gizi pada iklan, apakah kandungan zat gizi yang dimaksud telah
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk kasus zat yang belum diatur dalam lampiran peraturan
tersebut, perlu adanya perbaharuan atau aturan tambahan agar disalahgunakan para pemasang iklan
dalam mencantumkan fungsi zat tersebut dalam iklan.
Tidak ditemukan pelanggaran untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran F mengenai
pencantuman klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi. Pasal 29 Ayat 1 Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun
2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan menyebutkan bahwa iklan
pangan dapat mencantumkan klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi apabila diatur
dalam peraturan lain. Beberapa iklan pangan yang berasal dari kategori produk pangan untuk
keperluan gizi khusus jenis makanan pengganti air susu ibu (MPASI) mengandung klaim tersebut,
akan tetapi diatur dalam peraturan lain yaitu pada klaim kandungan zat gizi atau klaim fungsi gizi,
maka iklan tersebut MK untuk subkategori ini.
Subkategori selanjutnya untuk kelompok pelanggaran F yaitu mengenai pencantuman klaim
fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit yang diatur berdasarkan Pasal 12, 13 Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun
2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Peraturan tersebut
menyebutkan bahwa iklan pangan yang mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko
penyakit apabila pangan diperuntukkan bagi anak berusia 1-3 tahun, harus diatur dalam peraturan lain,
dan jika bukan untuk kategori usia tersebut, maka klaim harus memenuhi persyaratan yang tercantum
pada Lampiran IV peraturan tersebut. Terdapat 5 iklan (1,09% dari total keseluruhan iklan yang
dievaluasi) yang TMK untuk subkategori (10) tersebut. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang
TMK untuk subkategori ini 60% berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu,
20% dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai,
dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, dan 20% dari kategori pangan produk bakeri. Iklan yang
MK untuk subkategori ini sebagian mengandung klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko
penyakit tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak mengandung klaim tersebut
sehingga dianggap MK. Pada dasarnya, produk dari semua kategori pangan memungkinkan
terjadinya pelanggaran pada subkategori ini terutama bagi produk yang menekankan fungsi dari zat
non gizi yang terkandung atau adanya fungsi penurunan risiko penyakit, akan tetapi belum memahami
syarat untuk pencantuman klaim tersebut. Tabel 18 menunjukkan contoh iklan yang TMK untuk
subkategori ini.
69 Tabel 18. Contoh pelanggaran subkategori (10) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang
dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit
1
Kode
Evaluasi
Iklan
279
2
305
3
340
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“... kaya serat ...”
“Selain
melancarkan
pencernaan,
Produk
X
membantu
kita
menyeimbangkan konsumsi
serat makanan dalam tubuh,
terutama bagi kita yang
cenderung
menyantap
makanan berlemak, kurang
minum air putih, ”
Buah
dan
sayur
(termasuk
jamur, umbi,
kacang
termasuk
kacang
kedelai, dan
lidah buaya),
rumput laut,
biji-bijian
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Tepung
agar-agar
instan
Minuman
Nata
De
Coco
“...kaya akan kebaikan serat
alami.”
Produk bakeri
Oatmeal
cookies
“Produk Y juga mengandung
serat larut lebih banyak dari
beras dan gandum. Serat
larut
diketahui
dapat
membantu
menurunkan
kadar
kolesterol
serta
mengurangi resiko penyakit
jantung”
Poin Pelanggaran
Mencantumkan
klaim fungsi serat
tetapi tidak sesuai
dengan syarat yang
ditentukan
Mencantumkan
klaim fungsi serat
tetapi tidak sesuai
dengan syarat yang
ditentukan
Mencantumkan
klaim fungsi serat
dalam penurunan
risiko
penyakit
tetapi tidak sesuai
dengan syarat yang
ditentukan
Contoh pertama pada Tabel 18 merupakan iklan dari kategori pangan buah dan sayur
(termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian
yang mencantumkan klaim fungsi serat pangan dalam melancarkan pencernaan. Syarat pencantuman
klaim fungsi serat pangan dalam memperlancar pencernaan dan membantu memudahkan buang air
besar menurut Lampiran IV yaitu pangan mengandung serat sekurang-kurangnya 3 g per sajian.
Diketahui berat produk per sajian 2 g dan pada nutrition fact tertulis kandungan serat pangan 2 g.
Oleh karena kandungan serat per sajian kurang dari 3 g maka klaim fungsi serat pada iklan tersebut
TMK. Begitu pula dengan klaim fungsi serat pada contoh kedua. Iklan yang berasal dari kategori
pangan minuman, tidak termasuk produk susu tersebut mengandung serat pangan 2 g per sajian
berdasarkan nutrition fact produk. Kandungan serat per sajian kurang dari batas minimal yang
ditentukan, maka klaim tersebut TMK dan iklan TMK untuk subkategori (10) kelompok pelanggaran
F.
Selanjutnya, terdapat 7 iklan (1,53 % dari dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang
TMK untuk subkategori (11) kelompok pelanggaran F mengenai mencantumkan klaim yang memuat
pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial.
Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini 71,43% berasal dari kategori
pangan produk-produk susu dan analognya dan 28,57% dari kategori produk pangan untuk keperluan
gizi khusus. Pangan yang mengandung atau dilengkapi dengan zat gizi yang bervariasi memiliki
kecenderungan untuk mencantumkan klaim tersebut, akan tetapi iklan yang memuat pernyataan
tersebut dilarang dalam Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam
70 Label dan Iklan Pangan Olahan. Hal tersebut disebabkan pernyataan tersebut memberi kesan bahwa
hanya dengan mengonsumsi produk tersebut semua kebutuhan zat gizi esensial akan terpenuhi
sehingga tidak perlu mengonsumsi pangan lain. Padahal, diperlukan konsumsi pangan dari sumber
yang bervariasi untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi tiap hari. Pernyataan tersebut juga tidak
didukung dengan keterangan lengkap nilai kandungan gizi produk pada iklan apakah seluruhnya telah
memenuhi 100% AKG. Contoh iklan yang melanggar ketentuan pada subkategori (11) dapat dilihat
pada Tabel 19.
Tabel 19. Contoh pelanggaran subkategori (11) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang
dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut
dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial
1
Kode
Evaluasi
Iklan
001
2
348
Produkproduk susu
dan analognya
Susu
hamil
3
367
Produk pangan
untuk
keperluan gizi
khusus
Biskuit bayi
makanan
pendamping
ASI
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produkproduk susu
dan analognya
Susu bubuk
pertumbuhan
ibu
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Produk
X
dengan
kandungan minyak ikan,
ekstrak buah& sayur, vit.B
kompleks,
prebiotik
kompleks akan melengkapi
nutrisinya secara lengkap
dan seimbang.”
“Produk
Y
yang
mengandung
nutrisi
lengkap untuk kebaikan
janin dan mama.”
“Produk Z dengan nutrisi
lengkap dan seimbang ...”
Poin Pelanggaran
Memuat
pernyataan mampu
melengkapi nutrisi
secara lengkap dan
seimbang
Memuat
pernyataan mampu
melengkapi nutrisi
secara lengkap
Memuat
pernyataan mampu
melengkapi nutrisi
secara lengkap dan
seimbang
Kalimat pada ketiga contoh di Tabel 19 tersebut memberi kesan bahwa dengan konsumsi
pangan tersebut mampu memenuhi kebutuhan semua zat gizi secara lengkap dan seimbang, atau
dengan kata lain menyatakan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat
gizi esensial. Oleh karena itu, ketiga contoh iklan tersebut TMK untuk subkategori (11) kelompok
pelanggaran F. Solusi untuk pelanggaran tersebut adalah mencantumkan keunggulan produk tidak
perlu dilakukan dengan menyebutkan bahwa produk mengandung nutrisi lengkap atau konsumsi
produk mampu memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial, akan tetapi cukup dengan
mencantumkan klaim kandungan zat gizi atau klaim fungsi zat gizi sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Semua iklan yang dievaluasi pada ketiga media telah memenuhi ketentuan pada subkategori
(12) kelompok pelanggaran F yaitu mengenai pencantuman klaim yang memanfaatkan ketakutan
konsumen. Larangan pencantuman klaim tersebut diatur dalam Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011
Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Tidak adanya pelanggaran dalam
subkategori ini menunjukkan telah adanya pemahaman yang baik dari para pelaku iklan bahwa
mamanfaatkan ketakutan konsumen untuk membujuk konsumen mengonsumsi produk bukan sesuatu
yang diperbolehkan. Hal tersebut terkait dengan hak konsumen atas kenyamanan, keamanan,
keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa serta hak untuk memilih barang dan jasa (Pasal 4
71 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Konsumen bebas untuk memilih barang
dan jasa tanpa adanya pengaruh iklan yang memanfaatkan ketakutan konsumen.
Pelanggaran untuk subkategori (13) kelompok pelanggaran F mengenai pencantuman klaim
yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar terjadi
pada 10 iklan (2,19% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Klaim tersebut dilarang menurut
Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan
Olahan. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini seluruhnya berasal dari
kategori pangan produk-produk susu dan analognya. Hal tersebut disebabkan adanya kecenderungan
konsumsi produk dari kategori tersebut (khususnya pada anak berusia di bawah 5 tahun) sebagai satusatunya sumber makanan dan mengesampingkan sumber makanan lain. Kecenderungan tersebut yang
dimanfaatkan produsen untuk menampilkan iklan yang mempengaruhi konsumen untuk mengonsumsi
produk dengan tidak benar. Contoh iklan yang melanggar ketentuan untuk subkategori tersebut dapat
dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Contoh pelanggaran subkategori (13) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang
dievaluasi mencantumkan klaim yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis
pangan olahan secara tidak benar
1
Kode
Evaluasi
Iklan
001
2
357
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produkproduk susu
dan analognya
Susu bubuk
pertumbuhan
Produkproduk susu
dan analognya
Susu bubuk
pertumbuhan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Jika ia tetap menghindari
beberapa makanan, Ibu
jangan khawatir, Produk X
akan melengkapi nutrisinya
secara
lengkap
dan
seimbang.”
“Hanya lahap dengan
makanan favoritnya saja?
Nutrisinya tetap bisa
tercukupi”
Poin pelanggaran
Memuat
pernyataan yang
dapat
menyebabkan
konsumen
mengonsumsi
produk susu secara
tidak
benar
(berlebihan)
Memuat
pernyataan yang
dapat
menyebabkan
konsumen
mengonsumsi
produk susu secara
tidak benar
(berlebihan)
Kalimat pada kedua contoh di Tabel 20 tersebut memberi kesan bahwa hanya konsumsi produk
tersebut dapat menggantikan fungsi makanan yang lain karena telah cukup memberikan nutrisi. Hal
ini terkait dengan subkategori (11) kelompok pelanggaran F mengenai pernyataan bahwa konsumsi
pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial. Kalimat yang dimuat pada
contoh tersebut dapat mempengaruhi konsumen untuk hanya memberikan produk susu formula
tersebut pada anak-anak dan mengesampingkan konsumsi produk pangan lain. Oleh karena itu, iklan
tersebut TMK untuk subkategori (13) kelompok pelanggaran F. Solusi dari pelanggaran terhadap
subkategori tersebut yaitu hendaknya klaim yang tercantum pada iklan tidak bersifat mempengaruhi
konsumen untuk mengonsumsi produk secara tidak benar. Pada kasus produk susu pertumbuhan
72 tersebut, konsumen yang merupakan anak berusia di bawah 5 tahun hendaknya mendapat asupan zat
gizi dari makanan lain untuk menunjang pertumbuhannya.
Subkategori berikutnya untuk kelompok pelanggaran F mengatur mengenai pencantuman
klaim yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau
menyembuhkan penyakit. Berdasarkan Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim
dalam Label dan Iklan Pangan Olahan klaim tersebut dilarang dimuat dalam iklan pangan. Hal
tersebut terkait kelompok pelanggaran D mengenai larangan iklan pangan yang mengarah bahwa
pangan seolah-olah sebagai obat. Dari Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan
Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan diketahui bahwa zat gizi adalah substansi pangan yang
memberikan energi, diperlukan untuk pertumbuhan perkembangan, dan atau pemeliharaan kesehatan,
yang apabila kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia dan
fisiologis tubuh, sedangkan komponen pangan adalah bahan atau substansi pangan yang digunakan
dalam pengolahan pangan dan terdapat dalam produk akhir meskipun sudah mengalami perubahan.
Pengertian tersebut berbeda dengan obat yang mengandung komponen yang dapat mencegah,
mengobati, atau menyembuhkan penyakit. Semua iklan yang dievaluasi dari ketiga media telah
memenuhi ketentuan dalam subkategori (14) kelompok pelanggaran F. Hal itu menunjukkan bahwa
pemasang iklan pada umumnya telah memahami peraturan mengenai larangan pencantuman klaim
yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau
menyembuhkan penyakit.
Ditemukan 3 iklan (0,66% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang melanggar
ketentuan dalam subkategori (15) kelompok pelanggaran F mengenai pencantuman informasi bebas
bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata “bebas”,
“tanpa”, “tidak mengandung” atau kata semakna lainnya. Bahan tambahan pangan yang dimaksud
meliputi: antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengemulsi,
pemantap dan pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan perisa, penguat rasa, dan
sekuestran.
Larangan tersebut diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor
HK.00.06.1.52.6635 tahun 2007 tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan
Pangan pada Label dan Iklan dan Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831
Tentang Pedoman Periklanan Pangan. Pencantuman informasi tersebut tidak diperbolehkan karena
memberi kesan bahwa suatu bahan tambahan pangan dilarang atau berbahaya untuk digunakan.
Menurut UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan pada Penjelasan Pasal 10 disebutkan bahwa
penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap
kesehatan manusia dapat dibenarkan karena hal tersebut memang lazim dilakukan. Namun,
penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan atau penggunaan bahan tambahan
pangan secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena dapat
merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan tersebut. Contoh
iklan yang TMK untuk subkategori (15) dapat dilihat pada Tabel 21.
73 Tabel 21. Contoh pelanggaran subkategori (15) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang
dievaluasi mencantumkan informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan
atau tulisan dengan menggunakan kata “bebas”, “tanpa”, “tidak mengandung” atau kata
semakna lainnya
1
Kode
Evaluasi
Iklan
279
2
353
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Buah
dan
sayur
(termasuk
jamur, umbi,
kacang
termasuk
kacang
kedelai, dan
lidah buaya),
rumput laut,
biji-bijian
Produk
pangan untuk
keperluan gizi
khusus
Tepung agaragar instan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“... tanpa bahan pengawet
...”
Makanan
pendamping
ASI bubuk
instan
“Produk X diproses tanpa
penambahan MSG,
pemanis dan pewarna
buatan serta pengawet”
Poin Pelanggaran
Mencantumkan
pernyataan bebas
bahan pengawet
Mencantumkan
pernyataan tanpa
MSG, buatan serta
pengawet
Contoh pertama pada Tabel 21 merupakan iklan dari kategori pangan buah dan sayur
(termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian
yang memuat peryataan bebas salah satu bahan tambahan pangan, yaitu bahan pengawet. Contoh
kedua merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus yang menyatakan
produk diproses tanpa penambahan bahan tambahan pangan, yaitu MSG, pemanis, pewarna buatan,
dan pengawet. Kedua contoh tersebut TMK untuk subkategori (15) kelompok pelanggaran F.
Diperlukan pemahaman dari pemasang iklan tersebut bahwa pada dasarnya penggunaan bahan
tambahan pangan diperbolehkan selama masih di bawah ambang batas yang ditentukan dalam
peraturan yang berlaku, oleh karena itu tidak perlu dicantumkan pernyataan bebas tambahan pangan
pada iklan. Konsumen akan mengetahui bahwa produk tidak mengandung bahan tambahan pangan
saat hendak membeli produk dan melihat komposisi pangan pada label produk.
Subkategori (16) kelompok pelanggaran F mengatur mengenai pencantuman adanya vitamin
dan mineral berdasarkan Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (e) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386
tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika,
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Peraturan tersebut menyebutkan
bahwa iklan pangan dapat mencantumkan adanya vitamin dan mineral dengan syarat sejumlah
makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari
jumlah yang dianjurkan (AKG). Hasil evaluasi menunjukkan 3 iklan (0,66% dari total keseluruhan
iklan yang dievaluasi) TMK untuk subkategori tersebut. Iklan yang MK untuk subkategori ini
sebagian mencantumkan adanya vitamin dan mineral tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian
sisanya tidak mengandung pernyataan tersebut sehingga dianggap MK. Jika dilihat dari kategori
pangan, iklan yang TMK untuk subkategori tersebut 66,67% berasal dari kategori pangan lemak,
minyak, dan emulsi minyak, dan 33,33% dari kategori pangan produk bakeri. Pada dasarnya, iklan
dari semua kategori pangan yang mengandung vitamin dan mineral memiliki kemungkinan
pelanggaran terhadap subkategori ini. Hanya saja, produsen atau pemasang iklan yang telah mengerti
peraturan yang berlaku dan telah memperhitungkan kesesuaian kandungan vitamin dan mineral
74 dengan batas minimal yang ditetapkan mampu memenuhi ketentuan pada subkategori ini. contoh
iklan yang TMK untuk subkategori (16) dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Contoh pelanggaran subkategori (16) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang
dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan mineral
No.
1
Kode
Evaluasi
Iklan
291
2
340
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
Margarin
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Margarin yang difortifikasi
dengan vitamin A dapat
membantu mengoptimalkan
fungsi mata Anda.”
Produk bakeri
Oatmeal
cookies
“... dengan kandungan
vitamin dan mineral ...”
Poin Pelanggaran
Mencantumkan
adanya
vitamin
tetapi
kandungan
pada produk di
bawah syarat yang
ditetapkan
Mencantumkan
adanya vitamin dan
mineral tetapi
kandungan pada
produk di bawah
syarat yang
ditetapkan
Contoh pertama pada Tabel 22 merupakan iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan
emulsi minyak jenis margarin yang menyatakan adanya vitamin A. Syarat pencantuman adanya
vitamin dan mineral yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin
atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Berdasarkan nutrition fact
kandungan vitamin A dalam produk 38% AKG per 100 g bahan. Konsumsi wajar margarin dalam
satu hari yaitu 30 g, maka kandungan vitamin A dalam 30 g produk = 11,4% AKG. Karena kurang
dari 16,67% AKG, maka iklan TMK untuk subkategori (16) kelompok pelanggaran F.
Contoh kedua merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri jenis oatmeal cookies.
Pada nutrition fact produk tersebut tidak diketahui adanya kandungan vitamin pada produk,
sedangkan kandungan mineral, yaitu sodium 7% AKG. Sedangkan syarat pencantuman adanya
vitamin atau mineral yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin
atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Dalam sehari konsumsi
produk secara normal 2 sajian, maka total sodium yang mampu dipenuhi hanya 14% (kurang dari
16,67%), maka iklan tersebut TMK untuk subkategori ini. perlu diperhatikan kembali kesesuaian
antara kandungan vitamin dan mineral pada produk (yang tercantum pada nutrition fact) dengan batas
minimal yang ditentukan dalam peraturan.
Subkategori (17) kelompok pelanggaran F merupakan kelanjutan dari subkategori (16), yaitu
mengatur mengenai iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin
atau mineral. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (f) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994
tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan dapat
mencantumkan mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral apabila vitamin atau
mineral tersebut terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG). Hal tersebut berarti keseluruhan
kandungan vitamin dan mineral yang disebutkan harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam
subkategori (16), yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau
mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG).
75 Hasil evaluasi pada ketiga media menunjukkan pelanggaran untuk subkategori (17) kelompok
pelanggaran F terjadi pada 19 iklan (4,16% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Dilihat dari
kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori tersebut didominasi oleh kategori produk-produk
susu dan analognya (52,63%). Hal tersebut terkait frekuensi perulangan iklan kategori tersebut pada
media yang dievaluasi, dan pada umumnya iklan dari kategori pangan tersebut mengangkat
keunggulan produk dari kandungan zat gizi di dalamnya, termasuk vitamin dan mineral. Selanjutnya,
21,05% berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, 10,53% dari kategori produk
pangan untuk keperluan gizi khusus, 10,53% dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk
susu, dan 5,26% berasal dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein. Solusi
dari masih adanya pelanggaran untuk subkategori ini adalah perlu diperhatikan kembali apabila ingin
mencantumkan beberapa jenis vitamin dan mineral pada iklan, hendaknya diperhitungkan kesesuaian
seluruh vitamin dan mineral tersebut dengan batas minimal yang ditentukan. Apabila ada salah satu
zat yang TMK, iklan dianggap TMK untuk subkategori ini. Contoh iklan yang melanggar untuk
subkategori (17) dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Contoh pelanggaran subkategori (17) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang
dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral
Kode
Kata-kata atau ilustrasi
Poin Pelanggaran
Kategori
Jenis
No. Evaluasi
yang menunjukkan
Pangan
Pangan
Iklan
pelanggaran
1
035
Garam,
Saus tomat
“... bervitamin A dan C...”
Mencantumkan
rempah, sup,
adanya lebih dari
saus,
salad,
satu vitamin tetapi
produk protein
satu atau lebih
vitamin
tidak
terdapat
dalam
proporsi
yang
sesuai (AKG)
2
055
Lemak,
Margarin
“Dengan 8 vitamin ...”
Mencantumkan
minyak, dan
adanya lebih dari
emulsi minyak
satu vitamin tetapi
satu atau lebih
vitamin
tidak
terdapat
dalam
proporsi
yang
sesuai (AKG)
3
245
Minuman,
Minuman sari “Produk X mengandung Mencantumkan
tidak termasuk buah anggur
vitamin A, B1, B2, B3, dan adanya lebih dari
produk susu
B6 yang merupakan zat satu vitamin tetapi
gizi esensial serta sumber satu atau lebih
vitamin C.
Kandungan vitamin
tidak
mineral potassium juga terdapat
dalam
terdapat di dalamnya.”
proporsi
yang
sesuai (AKG)
4
357
ProdukSusu bubuk “Membantu
memenuhi Mencantumkan
produk susu pertumbuhan nutrisi anak: 12 vitamin adanya lebih dari
dan analognya
dan 10 mineral”
satu vitamin dan
mineral tetapi satu
atau
lebih
vitamin/mineral
tidak
terdapat
dalam
proporsi
yang sesuai (AKG)
76 Tabel 23. Lanjutan
Kode
Kategori
No. Evaluasi
Pangan
Iklan
5
367
Produk pangan
untuk
keperluan gizi
khusus
Jenis
Pangan
Biskuit bayi
makanan
pendamping
ASI
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Kalsium, vit C, dan zat
besi”
Poin Pelanggaran
Mencantumkan
adanya lebih dari
satu vitamin dan
mineral tetapi satu
atau
lebih
vitamin/mineral
tidak
terdapat
dalam
proporsi
yang sesuai (AKG)
Contoh pertama pada Tabel 23 merupakan iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup,
saus, salad, produk protein jenis saus tomat yang menyatakan adanya vitamin A dan vitamin C. Pada
label produk tidak mencantumkan nutrition fact, dan pada iklan tidak disebutkan jumlah kandungan
vitamin pada produk, maka kebenaran pernyataan tersebut tidak dapat dibuktikan dan iklan dianggap
TMK untuk subkategori (17) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua berasal dari kategori pangan
lemak, minyak, dan emulsi minyak jenis margarin yang menyebutkan adanya kandungan 8 vitamin.
Syarat pencantuman adanya vitamin dan mineral yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi
satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG).
Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin A = 35% AKG, vitamin B1 = 30% AKG,
vitamin B2 = 25% AKG, vitamin D = 15% AKG, vitamin E = 25% AKG, niasin = 30% AKG,
vitamin B12 = 15% AKG, dan asam folat = 20% AKG. Kandungan tersebut per sajian produk (25 g),
sementara diketahui konsumsi wajar margarin per hari 25-30 g (1 sajian). Vitamin D dan vitamin B12
tidak memenuhi persyaratan karena kurang dari 16,67% AKG. Oleh karena ada 2 vitamin yang tidak
terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG), maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (17)
kelompok pelanggaran F.
Selanjutnya, contoh ketiga merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk
produk susu jenis minuman sari buah anggur yang mencantumkan vitamin A, B1, B2, B3, B6, C, dan
mineral jenis potasium. Syarat klaim adanya vitamin dan mineral adalah mengandung tidak kurang
dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Dari nutrition fact diketahui kandungan vitamin A 35%
AKG, vitamin B1 30% AKG, B2 20% AKG, vitamin B3 15% AKG, vitamin B6 55% AKG, vitamin
C 50% AKG, mineral potassium 2% AKG. Kandungan vitamin B3 dan mineral potassium kurang
dari 16,67% AKG maka tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena ada vitamin dan mineral yang
tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG), maka iklan TMK untuk subkategori tersebut.
Contoh keempat yaitu iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya jenis susu
bubuk pertumbuhan yang mencantumkan adanya kandungan 12 vitamin dan 10 mineral. Diketahui
dari nutrition fact produk, kandungan vitamin yang dimaksud adalah vitamin A, D, E, K, C, folic acid,
panthotenic acid, biotin, thiamine, riboflavin, vitamin B6, niacin, dan vitamin B12. Sedangkan
kandungan mineral yang tertulis pada nutrition fact produk hanya 7, yaitu calcium, iodine, iron,
magnesium, zinc, selenium, dan kolin. Karena yang tercantum dalam nutrition fact produk hanya 7
mineral dan yang tertulis pada iklan 10 mineral, maka iklan TMK. Pada kasus tersebut produsen
perlu memperhatikan kembali kesesuaian pencantuman adanya vitamin dan mineral pada iklan dengan
kondisi faktual kandungan zat tersebut pada produk, dan apakah keterangan mengenai itu telah tertulis
pada nutrition fact di label produk.
77 Contoh terakhir iklan yang melanggar subkategori (17) berasal dari kategori produk pangan
untuk keperluan gizi khusus jenis biskuit bayi makanan pendamping ASI yang mencantumkan adanya
kalsium, vitamin C, dan zat besi. Pembahasan untuk contoh tersebut adalah sebagai berikut:
• Syarat pencantuman adanya mineral tersebut yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi
satu hari terdapat mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG).
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan kalsium = 65 mg per 21,4 g (2 keping biskuit).
AKG kalsium untuk anak usia 7-12 bulan = 400 mg. Maka kandungan kalsium pada produk =
16,25% AKG. Karena kurang dari 16,67% AKG, maka klaim adanya kalsium TMK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin C = 7,5 mg per 21,4 g (2 keping biskuit).
Nilai AKG vitamin C untuk anak usia 7-12 bulan = 40 mg. Maka kandungan vitamin C pada
produk = 18,75 % AKG. Karena lebih dari 16,67% ALG, maka klaim adanya vitamin C MK.
• Dari nutrition fact produk diketahui kandungan zat besi = 1,7 mg per 21,4 g (2 keping biskuit).
Nilai AKG zat besi untuk anak usia 7-12 bulan = 7 mg. Maka kandungan zat besi pada produk =
24,29% AKG. Karena lebih dari 16,67% AKG, maka klaim adanya zat besi MK.
Oleh karena ada mineral yang tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG), maka iklan TMK
untuk subkategori (17) kelompok pelanggaran F.
Subkategori terakhir pada kelompok pelanggaran F yaitu mengenai pencantuman pernyataan
“dapat membantu melangsingkan”. Diketahui dari Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (i) Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman bahwa
iklan pangan dapat mencantumkan pernyataan “dapat membantu melangsingkan” apabila nilai
kalorinya 25% lebih rendah dibandingkan dengan makanan sejenisnya. Dari keseluruhan iklan yang
dievaluasi tidak ada satu pun yang mengandung pernyataan tersebut, maka dianggap MK untuk
subkategori tersebut.
4.6.7 Kelompok pelanggaran G: Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan
Proses dan Asal Serta Sifat Bahan Pangan
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap
kelompok pelanggaran G bervariasi, yaitu 67% MK, 78% MK, 89% MK, dan 100% MK. Jumlah
iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran G berjumlah 419 iklan (91,68%
dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sebagian besar iklan yang dievaluasi telah
memenuhi peraturan yang berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan. Selanjutnya, 3
iklan (0,66% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 67% MK untuk kelompok pelanggaran G, 1
iklan (0,22% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 78% MK untuk kelompok pelanggaran G, dan
34 iklan (7,44% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 89% MK untuk kelompok pelanggaran G.
Kelompok pelanggaran G diuraikan lagi dalam subkelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan
yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 24. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan
yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran G, yaitu 38 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu
atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran G.
78 Tabel 24. Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait proses dan asal serta sifat bahan pangan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Subkelompok pelanggaran
Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa
pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah
Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa
pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar
Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa
dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu
Iklan pangan yang dievaluasi menyerupai atau dimaksudkan sebagai
pengganti jenis makanan tertentu
Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “segar”
Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “alami”
Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “murni”
Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “dibuat dari”
Iklan pangan yang dievaluasi memuat kalimat, kata-kata, pernyataan
yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah
berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan
Jumlah
0
%
0,00%
1
2,63%
0
0,00%
0
0,00%
2
7
3
15
17
5,26%
18,42%
7,89%
39,47%
44,74%
Tabel 24 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok
pelanggaran G adalah iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung memuat kalimat,
kata-kata, pernyataan yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan
dengan asal dan sifat bahan pangan (44,74%). Tingginya pelanggaran terhadap subkategori tersebut
selain disebabka kurangnya sosialisasi dan pemahaman akan peraturan mengenai poin tersebut,
kurang disebutkan secara spesifik mengenai kata-kata atau pernyataan seperti apa yang menyesatkan,
dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan.
Prosentase selanjutnya untuk pelanggaran kategori G yaitu untuk subkategori iklan pangan yang
dievaluasi memuat kata-kata “dibuat dari” (39,47%), iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata
“alami” (18,42%), iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata “murni” (7,89%), iklan pangan
yang dievaluasi memuat kata-kata “segar” (5,26%), dan iklan pangan yang dievaluasi memuat
pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar (2,63%). Seluruh
iklan yang dievaluasi telah MK untuk subkategori (1), (3) dan (4) pada kategori G.
Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk kelompok pelanggaran G mengenai
proses dan asal serta sifat bahan pangan didominasi oleh iklan dari kategori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu (42,11%). Hal tersebut disebabkan kecenderungan produk dari kategori
tersebut mengangkat kemurnian, kesegaran, dan bahan alami yang digunakan pada produk.
Meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan berbanding lurus dengan
kecenderungan konsumen menyukai produk dari bahan alami. Fenomena tersebut yang dimanfaatkan
produsen produk pangan untuk mengangkat pernyataan mengenai proses, asal, dan sifat bahan pada
iklan. Akan tetapi, dalam pencantumannya, sebagian masih belum memperhatikan ketentuan yang
berlaku. Selanjutnya, iklan yang TMK untuk kategori pelaggaran G berasal dari kategori pangan
produk bakeri (15,79%), garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (10,53%), produk pangan
untuk keperluan gizi khusus (10,53%), es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet)
(5,29%), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya),
rumput laut, biji-bijian (5,26%), daging dan produk daging (5,26%), produk-produk susu dan
analognya (2,63%), dan serealia dan produk serealia (2,63%). Kategori pangan lainnya seperti lemak,
minyak, dan emulsi minyak, ikan dan produk perikanan, dan makanan ringan siap santap seluruhnya
telah memenuhi ketentuan yang terkait dengan proses, asal, dan sifat bahan pangan.
79 Subkategori (1) kelompok pelanggaran G yaitu mengenai iklan pangan yang dievaluasi
memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan
alamiah yang diatur dalam Pasal 54 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan dan
Petunjuk Teknis Umum poin ke-11 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang
Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa
mengenai iklan pangan dapat memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan
seluruhnya dibuat dari bahan alamiah apabila pangan menggunakan bahan baku alamiah secara
keseluruhan. Dari keseluruhan iklan yang dievaluasi tidak ditemukan iklan yang mengandung
pernyataan tersebut, maka seluruh iklan dianggap MK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran
G.
Subkategori berikutnya yaitu subkategori (2) mengenai pencantuman pernyataan atau
keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar. Pasal 55 PP No. 69 Tahun 1999
Tentang Label dan Iklan Pangan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-12 Peraturan Menteri Kesehatan
No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa
iklan pangan dapat memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang
segar jika pangan tersebut dibuat dari bahan segar atau belum mengalami pengolahan. Dari hasil
evaluasi pada ketiga media ditemukan 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi)
yang melanggar ketentuan (kode evaluasi 017). Iklan tersebut berasal dari kategori pangan minuman,
tidak termasuk produk susu jenis minuman serbuk instan yang mencantumkan kata-kata “Raja
segarnya buah dunia..!”. Kata-kata tersebut seolah-olah memberi keterangan bahwa produk terbuat
dari buah segar, sementara produk tidak dibuat dari buah segar melainkan hanya menggunakan perisa
buah. Oleh karena itu iklan TMK untuk subkategori tersebut.
Tidak ditemukan pelanggaran pada kategori (3) kelompok pelanggaran G mengenai pernyataan
atau keterangan bahwa dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu. Berdasarkan Pasal 57 PP No.
69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-4 Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman
diketahui bahwa iklan pangan dapat memuat pernyataan atau keterangan bahwa dibuat atau berasal
dari bahan alamiah tertentu apabila pangan tersebut mengandung bahan alamiah yang disebutkan tidak
kurang dari pernyataan minimal yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dan standar yang
ditetapkan Menteri Kesehatan. Akan tetapi, dari keseluruhan iklan yang dievaluasi pada ketiga media
tidak ada yang mengandung pernyataan tersebut maka seluruh iklan tersebut dianggap MK untuk
subkategori (3) kelompok pelanggaran G.
Begitu pula dengan subkategori (4) mengenai iklan pangan yang menyerupai atau
dimaksudkan sebagai pengganti jenis makanan tertentu. Subkategori tersebut berdasar pada Petunjuk
Teknis Umum poin ke-5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman
Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan pangan yang menyerupai atau
dimaksudkan sebagai pengganti jenis makanan tertentu harus menyebutkan nama bahan yang
digunakan. Misalnya pernyataan susu kedelai, minuman dari sari kedelai yang dimaksudkan sebagai
pengganti susu, harus menyebutkan kedelai pada jenis produk di iklan. Tidak ditemukan pernyataan
tersebut pada iklan yang dievaluasi, oleh karena itu seluruh iklan tersebut dianggap MK untuk
subkategori (4) kelompok pelanggaran G.
80 Subkategori selanjutnya dari kelompok pelanggaran G yaitu subkategori (5) yang mengatur
mengenai iklan pangan yang memuat kata-kata “segar”. Berdasarkan Petunjuk Teknis Umum poin
ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman diketahui bahwa iklan pangan dapat memuat kata-kata “segar” apabila makanan tersebut
diproses, berasal dari satu ingredien, dan belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan. Kata
“segar” juga boleh digunakan dalam kalimat atau ilustrasi yang tidak terkait secara langsung dengan
pangan, misalnya: susu segar, daging segar, sayur segar. Pemakaian kata “segar” dapat dimaksudkan
untuk meminum minuman yang dingin. Hasil evaluasi terhadap iklan pangan menunjukkan bahwa
sebagian iklan memuat kata-kata “segar”, dan 2 iklan diantaranya (0,44% dari total keseluruhan iklan
yang dievaluasi) tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Sebagian besar iklan telah MK untuk
subkategori ini menunjukkan bahwa produsen telah memahami peraturan mengenai penggunaan kata
“segar” dalam iklan.
Iklan tersebut berasal dari kategori pangan produk bakeri jenis butter cookies (kode evaluasi
144) yang memuat kalimat “Lebih fresh lebih terjamin mutunya”. Penggunaan kata “fresh” sama
dengan “segar”, dan syarat penggunaan kata tersebut adalah makanan tersebut diproses, berasal dari
satu ingredien, dan belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan. Akan tetapi dalam
pembuatannya, produk tidak hanya terdiri dari satu ingredien. Dari label produk diketahui komposisi
produk tersebut yaitu: tepung terigu,mentega, kelapa, kismis, garam, baking powder, gula, telur,
vanilla, dan kayu manis bubuk. Dalam pembuatannya, penurunan mutu bahan juga terjadi secara
signifikan saat pemanggangan, maka penggunaan kata “fresh” tidak tepat, sehingga iklan TMK
terhadap subkategori (5) kelompok pelanggaran G. Sedangkan, contoh penggunaan kata “segar” yang
benar misalnya pada iklan kategori pangan produk-produk susu dan analognya jenis susu pasteurisasi
dan homogenisasi (kode evaluasi 152) yang memuat pernyataan “simply fresh”. Kata-kata “fresh”
atau “segar” dapat digunakan pada iklan dengan syarat makanan tersebut diproses, berasal dari satu
ingredien, dan belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan. Pada produk tersebut bahan
baku yang digunakan susu sapi dan mengalami proses pasteurisasi sehingga belum terjadi penurunan
mutu secara keseluruhan. Penggunaan kata “fresh” dalam iklan tersebut sudah tepat sehingga iklan
MK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran G.
Subkategori (6) kelompok pelanggaran G mengatur mengenai iklan pangan yang memuat katakata “alami”. Petunjuk Teknis Umum poin ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994
tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan yang dapat
memuat kata-kata “alami” jika pangan tersebut berupa bahan mentah, produk yang tidak dicampur dan
tidak diproses. Hasil evaluasi terhadap iklan pangan menunjukkan bahwa sebagian iklan memuat
kata-kata “alami”, dan 7 iklan diantaranya (1,53% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK terhadap
subkategori ini 85,71% berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, dan
14,29% dari kategori produk-produk susu dan analognya. Prosentase tertinggi terjadi pada iklan
kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu disebabkan oleh menjamurnya produk
minuman dengan fungsi kesehatan, dan adanya pernyataan “alami” mampu mendukung fungsi
tersebut. Akan tetapi, sebagian belum memahami bahwa penggunaan kata tersebut hanya untuk
produk berupa bahan mentah, produk yang tidak dicampur dan tidak diproses. Contoh iklan yang
TMK terhadap subkategori ini dapat dilihat pada Tabel 25.
81 Tabel 25. Contoh pelanggaran subkategori (6) kelompok pelanggaran G: iklan pangan yang
dievaluasi memuat kata-kata “alami”
No.
1
Kode
Evaluasi
Iklan
028
2
046
3
106
Kategori
Pangan
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Produk-produk
susu
dan
analognya
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Jenis
Pangan
Minuman
serbuk
Susu
kolostrum
bubuk
Minuman
Nata
De
Coco
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Alami, praktis, nikmat,
sehat”
“Susu antibodi alami”
“Nikmati manisnya yang
alami...”
Poin Pelanggaran
Penggunaan
“alami” yang
tepat
Penggunaan
“alami” yang
tepat
Penggunaan
“alami” yang
tepat
kata
tidak
kata
tidak
kata
tidak
Contoh pertama pada Tabel 24 merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk
produk susu jenis minuman serbuk yang memuat kata “alami”. Syarat pencantuman kata “alami”
adalah pangan tersebut harus berupa bahan mentah, produk yang tidak dicampur dan tidak diproses.
Akan tetapi produk dalam iklan tersebut telah mengalami pencampuran dan telah mengalami proses
pengeringan hingga menjadi serbuk. Penggunaan kata “alami” dalam iklan tersebut tidak tepat, maka
iklan TMK untuk subkategori (6) subkategori G. Pelanggaran juga terjadi pada contoh kedua yang
merupakan iklan dari kategori produk-produk susu dan analognya jenis susu kolostrum bubuk.
Produk susu tersebut telah mengalami pencampuran dan mengalami proses pengeringan hingga
menjadi bentuk bubuk. Penggunaan kata “alami” dalam iklan tersebut tidak tepat, maka iklan TMK
terhadap subkategori tersebut.
Contoh terakhir pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu jenis minuman nata de coco yang memuat kata “alami”. Kalimat tersebut
memberi keterangan bahwa rasa manis pada produk berasal dari bahan alamiah, yaitu gula. Syarat
penggunaan kata “alami” adalah bahan tersebut (gula) harus berupa bahan mentah, tidak dicampur dan
tidak diproses. Sementara dalam pembuatan produk, air gula dicampur dengan air kelapa dan
(NH4)2SO4 dan telah melalui proses pemanasan hingga gulanya larut dan kemudian disaring. Air gula
juga digunakan saat proses perendaman nata dan perebusan. Penggunaan kata “alami” dalam konteks
tersebut tidak tepat karena bahan yang dimaksud (gula) telah mengalami pencampuran dan proses
lain. Oleh karena itu, iklan tersebut TMK untuk subkategori (6) kelompok pelanggaran G.
Selanjutnya adalah subkategori (7) yang mengatur mengenai iklan pangan yang memuat katakata “murni”. Petunjuk Teknis Umum poin ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994
tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan dapat
memuat kata-kata “murni” jika produk tersebut tidak ditambah apa-apa. Hasil evaluasi terhadap iklan
pangan menunjukkan bahwa beberapa iklan memuat kata-kata “murni”, dan 3 iklan diantaranya
(0,66% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Ketiga iklan tersebut berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis
minuman Nata De Coco (salah satunya iklan kode evaluasi 106) yang memuat kalimat “...terbuat dari
air kelapa murni...”. Syarat penggunaan kata “murni” adalah bahan produk tidak ditambahkan apaapa. Kata-kata dalam iklan menunjukkan bahan yang murni adalah air kelapa, sedangkan dalam
proses pembuatannya ditambah dengan bahan lain seperti gula dan (NH4)2SO4. Penggunaan kata
“murni” tersebut tidak tepat sehingga iklan TMK terhadap subkategori tersebut.
82 Contoh penggunaan kata “murni” yang tepat contohnya pada iklan kategori buah dan sayur
(termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian
jenis tepung agar-agar instan (kode evaluasi 279) yang memuat kata-kata “Tepung agar-agar instan
murni ...”. Syarat penggunaan kata “murni” adalah produk tersebut tidak ditambah apa-apa. Dari
label diketahui komposisi produk hanya ekstrak rumput laut merah tidak ditambahkan apa-apa, maka
penggunaan kata “murni” sudah tepat dan iklan MK terhadap subkategori (7) kelompok pelanggaran
G. Solusi bagi iklan yang masih TMK untuk subkategori ini yaitu, produsen iklan yang hendak
mencantumkan kata “murni” dalam iklan sebagai keunggulan produk hendaknya memperhatikan
ketentuan yang berlaku bahwa kata tersebut hanya boleh digunakan untuk produk yang tidak
ditambahkan bahan apapun selain bahan utama.
Subkategori (8) kelompok pelanggaran G mengatur mengenai iklan pangan yang memuat katakata “dibuat dari”. Petunjuk Teknis Umum poin ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun
1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika,
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan
dapat memuat kata-kata “dibuat dari” apabila produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu
bahan. Hasil evaluasi terhadap iklan pangan menunjukkan bahwa sebagian iklan memuat kata-kata
“alami”, dan 15 iklan diantaranya (3,28% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK terhadap
subkategori ini 26,67% berasal dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein,
26,67% dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, 13,33% buah dan sayur
(termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian,
13,33% daging dan produk daging, 6,67% serealia dan produk serealia, 6,67% produk bakeri, dan
6,67% dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Seluruh iklan dari kategori pangan
selain itu telah memenuhi ketentuan untuk subkategori (8). Pada dasarnya, iklan dari semua kategori
pangan memiliki kemungkinan yang sama untuk memuat kata-kata “dibuat dari”. Akan tetapi,
sebagian pemasang iklan tidak memahami aturan pencantuman kata-kata tersebut sehingga iklan tidak
memenuhi ketentuan. Contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Contoh pelanggaran subkategori (8) kelompok pelanggaran G: iklan pangan yang
dievaluasi memuat kata-kata “dibuat dari”
1
Kode
Evaluasi
Iklan
059
2
060
3
298
4
307
5
340
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Serealia dan
produk
serealia
Garam,
rempah, sup,
saus,
salad,
produk protein
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Daging
dan
produk daging
Corn flakes
Produk bakeri
Oatmeal
cookies
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Terbuat dari jagung asli...”
Bumbu
kaldu
penyedap
“Produk X yang dibuat dari
ekstrak daging sapi pilihan”
Minuman
cokelat
bubuk
Chicken
nugget
“... terbuat dari biji kakao
murni...”
“Chicken Nugget Y dibuat
dari daging ayam pilihan
...”
“Dibuat dari butiran oat ...”
Poin Pelanggaran
Penggunaan
“terbuat dari”
tidak tepat
Penggunaan
“dibuat dari”
tidak tepat
kata
yang
Penggunaan
“dibuat dari”
tidak tepat
Penggunaan
“dibuat dari”
tidak tepat
Penggunaan
“dibuat dari”
tidak tepat
kata
yang
kata
yang
kata
yang
kata
yang
83 Contoh pertama pada Tabel 26 merupakan iklan dari kategori pangan serealia dan produk
serealia jenis corn flakes yang memuat kata “terbuat dari jagung asli”. Syarat penggunaan kata
“dibuat dari” atau dalam hal ini sama dengan “terbuat dari” adalah pangan produk yang bersangkutan
seluruhnya terdiri dari satu bahan yang disebutkan. Akan tetapi, diketahui dari komposisinya pada
label, produk ini tidak hanya terbuat dari satu bahan yaitu jagung asli, melainkan juga gula, ekstrak
malt, garam, iodium, vitamin (A, B1, (Thiamin), B2 (Riboflavin), Niasin, Asid folik, B6, B12, C, E,
(Tokoferol)), mineral (zat besi), mengandung gluten dan kedelai, almond (biji pohon) dan susu.
Penggunaan kata “terbuat dari” dalam iklan ini tidak tepat, maka iklan TMK untuk subkategori (8)
kelompok pelanggaran G.
Contoh kedua merupakan iklan dari kategori garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein
jenis bumbu kaldu penyedap yang memuat kata “dibuat dari ekstrak daging sapi”. Syarat penggunaan
kata “dibuat dari” adalah pangan produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan yang
disebutkan. Akan tetapi, diketahui dari komposisinya, produk ini tidak hanya terbuat dari satu bahan
yaitu ekstrak daging sapi, melainkan juga garam, gula, penguat rasa (Mononatrium glutamat, asam
inosinat, asam guanilat), perisa daging sapi, bawang putih, bawang merah, pengatur keasaman, ekstrak
protein kedelai, merica. Penggunaan kata “dibuat dari” dalam iklan ini tidak tepat, maka iklan TMK
untuk subkategori tersebut.
Contoh selanjutnya pada tabel tersebut yaitu iklan dari kategori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu jenis minuman cokelat bubuk yang mencantumkan kata-kata “terbuat dari biji
kakao murni”. Syarat penggunaan kata “terbuat dari” yang dalam hal ini sama maknanya dengan
“dibuat dari” yaitu produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan, sedangkan dari label
diketahui komposisi produk: Gula, Bubuk Kakao, Krimer, Pengental, Perisa Vanili, Garam, yaitu
lebih dari satu bahan. Oleh karena itu, iklan TMK. untuk subkategori (8) kelompok pelanggaran G.
Contoh keempat merupakan iklan dari kategori pangan daging dan produk daging jenis chicken
nugget yang memuat kata-kata “dibuat dari daging ayam”. Syarat penggunaan kata-kata “dibuat dari”
yaitu produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan. Sedangkan dalam pembuatan
chicken nugget, bahan pembuatnya tidak hanya daging ayam, tetapi juga bahan lain seperti air, tepung,
dan bumbu-bumbu lain. Penggunaan kata “dibuat dari” tersebut tidak tepat, maka iklan TMK untuk
subkategori tersebut.
Contoh terakhir yaitu iklan dari kategori pangan produk bakeri jenis oatmeal cookies yang
memuat kata-kata “dibuat dari butiran oat”. Syarat penggunaan kata “dibuat dari” yaitu produk yang
bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan. Akan tetapi, dari label diketahui komposisi produk
(varian honey nuts): whole oats (whole oat flour, whole oat flakes), wheat flour, cane sugar, palm oil,
egg, soluble fiber (inulin), wheat bran, coconut, leaveners, skim milk, peanut, soy lecithin, whey
powder, almond, honey, iodized salt, natural flavors and silicon dioxide. Karena tidak hanya terdiri
dari satu bahan, maka penggunaan kata-kata “dibuat dari” tidak tepat dan iklan TMK terhadap
subkategori (8) kelompok pelanggaran G.
Subkategori terakhir dalam kelompok pelanggaran G yaitu mengenai iklan pangan yang
memuat kalimat, kata-kata, pernyataan, atau ilustrasi yang menyesatkan, dan atau menimbulkan
penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan. Subkategori tersebut diatur
dalam Bab V Ketentuan Umum Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang
Pedoman Periklanan Pangan. Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan bahwa terdapat 17 iklan
(3,72% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) TMK untuk subkategori tersebut. Dilihat dari
kategori pangan, pelanggaran tersebut didominasi oleh iklan dari kategori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu (52,94%). Hal tersebut di samping terkait frekuensi perulangan iklan jenis
84 tersebut di media yang dievaluasi, juga adanya kecenderungan penggunaan gambar buah-buahan pada
iklan produk minuman yang dalam komposisinya tidak benar-benar menggunakan buah tersebut
melainkan hanya perisa buah.
Pencantuman gambar tersebut dianggap menyesatkan atau
menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan maka tidak
memenuhi ketentuan. Selanjutnya, 17,65% berasal dari kategori pangan produk bakeri, 17,65%
produk pangan untuk keperluan gizi khusus, dan 11,76% dari kategori pangan es untuk dimakan
(edible ice, termasuk sherbet dan sorbet). Iklan dari kategori pangan selain itu telah memenuhi
ketentuan untuk subkategori (9). Contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini dapat dilihat pada
Tabel 27.
Tabel 27. Contoh pelanggaran subkategori (9) kelompok pelanggaran G: iklan pangan yang
dievaluasi memuat kalimat, kata-kata, pernyataan, atau ilustrasi yang menyesatkan, dan
atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan
1
Kode
Evaluasi
Iklan
017
2
027
3
048
4
051
5
356
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Minuman
serbuk instan
Es
untuk
dimakan
(edible
ice,
termasuk
sherbet
dan
sorbet)
Produk bakeri
Es krim
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
Penggunaan gambar buahbuahan,
diantaranya
mangga, strawberry, sirsak,
melon, jeruk, dan jambu.
Penggunaan gambar biji
kopi
Wafer stick
Penggunaan
gambar
strawberry dan biji kopi
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Sirup
Produk pangan
untuk
keperluan gizi
khusus
Makanan
pendamping
ASI bubuk
instan
Penggunaan gambar daun
pandan dan buah-buahan,
diantaranya:
kelapa,
strawberry, buah naga, dan
mangga.
Memuat gambar jeruk,
strawberry, apel, jagung,
ayam, pisang, dan padi.
Poin Pelanggaran
Memuat ilustrasi
yang menyesatkan
berkaitan dengan
asal bahan pangan
Memuat ilustrasi
yang menyesatkan
berkaitan dengan
asal bahan pangan
Memuat ilustrasi
yang menyesatkan
berkaitan dengan
asal bahan pangan
Memuat ilustrasi
yang menyesatkan
berkaitan dengan
asal bahan pangan
Memuat ilustrasi
yang menyesatkan
berkaitan dengan
asal bahan pangan
Contoh pertama pada Tabel 27 merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk
produk susu jenis minuman serbuk instan yang menampilkan gambar buah-buahan, diantaranya
mangga, strawberry, sirsak, melon, jeruk, dan jambu. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan
lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien
tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa buah dalam produk ini hanya berasal dari perisa,
bukan dari buah asli. Hal tersebut dapat diketahui dari komposisi yang tercantum pada label produk,
yaitu: gula, asam sitrat, natrium sitrat, natrium karboksimetil selulosa, perisa orange, konsentrat
orange, pewarna sunset yellow Cl No. 15985, pewarna tartazine Cl No. 19140, vitamin C, mineral
kalsium, pemanis buatan siklamat 0.17 g/sachet (ADI: 11 mg/kg berat badan), dan pemanis buatan
85 aspartam 0.03 g/sachet (ADI: 50 mg/kg berat badan). Pencantuman gambar buah menimbulkan
penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran G.
Contoh kedua pada tabel tersbeut merupakan iklan dari kategori pangan es untuk dimakan
(edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) jenis es krim yang menampilkan gambar biji kopi. Gambar
buah, sayuran, daging, dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan
bahan utama dalam ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa kopi dalam produk
ini hanya berasal dari perisa, bukan dari bahan asli. Pencantuman gambar biji kopi dalam iklan ini
menimbulkan penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran
G. Begitu pula dengan contoh selanjutnya yang merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri.
Iklan produk tersebut menampilkan gambar strawberry dan biji kopi. Gambar buah, sayuran, daging,
dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam
ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa strawberry dan kopi dalam produk ini
hanya berasal dari perisa, bukan dari bahan asli. Pencantuman gambar strawberry dan biji kopi dalam
iklan ini menimbulkan penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori ini.
Subkategori keempat pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu, jenis sirup yang menampilkan gambar daun pandan dan buah-buahan,
diantaranya: kelapa, strawberry, buah naga, dan mangga. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan
lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien
tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa coco pandan dalam produk ini hanya berasal dari
ekstrak kelapa dan ekstrak pandan, bukan dari buah kelapa dan daun pandan asli. Selain itu produk
tidak menggunakan bahan buah lain seperti yang tercantum dalam gambar. Hal tersebut dapat
diketahui dari label bahwa komposisi produk yaitu: Gula pasir, air, ekstrak kelapa, ekstrak pandan,
perisa cocopandan, pengatur keasaman, asam sitrat, pewarna (Ponceau 4R(Cl 16255)&Tartrazin(Cl
19140)). Pencantuman gambar daun pandan dan buah-buahan dalam iklan ini menimbulkan
penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran G.
Contoh terakhir pada tabel merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus
jenis makanan pendamping ASI bubuk instan yang memuat gambar jeruk, strawberry, apel, jagung,
ayam, pisang, dan padi. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan
bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu
sumber. Sedangkan dari label diketahui komposisi produk Nestle Cerelac Susu Tim Ayam dan Sayur:
Tepung beras, tepung kedelai, gula, daging ayam, maltodekstrin, campuran minyak nabati
(mengandung antioksidan askorbil palmitat), susu bubuk skim, bawang, mineral, pengemulsi lesitin
kedelai, bayam, wortel, premiks vitamin, minyak ikan (mengandung anti oksidan natrium askorbat
dan tokoferol), probiotik (Bifidobacterium lactis), perisa vanila. Produk tidak menggunakan bahan
buah-buahan seperti yang tercantum pada gambar, maka iklan TMK untuk subkelompok pelanggaran
tersebut.
4.6.8 Kelompok pelanggaran H: Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan
Penyertaan Undian, Sayembara, dan Hadiah
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa 49 iklan (10,72% dari total
keseluruhan iklan yang dievaluasi) TMK untuk kelompok pelanggaran H mengenai penyertaan
undian, sayembara, dan hadiah. Kelompok pelanggaran ini diatur dalam Bab VIII Surat Keputusan
Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.1831 Tentang Pedoman Periklanan Pangan yang menyebutkan
bahwa iklan pangan yang yang menyertakan undian, sayembara, atau hadiah langsung harus
86 memenuhi persyaratan yaitu secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis
dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan sayembara),
mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang
berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk hadiah langsung), dan pada
pencantuman hadiah langsung tidak mensyaratkan “selama persediaan masih ada” atau ungkapan lain
sejenisnya. Persyaratan tersebut perlu dipenuhi untuk mencegah adanya penipuan terhadap konsumen
dengan modus penyertaan undian, sayembara, dan hadiah.
Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK terhadap kategori H didominasi oleh iklan dari
kategori pangan produk-produk susu dan analognya. Hal tersebut terkait dengan tingginya prosentase
munculnya iklan dari kategori tersebut pada media yang dievaluasi. Selanjutnya, 12,24% dari
kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, 10,20% produk pangan untuk
keperluan gizi khusus, 8,16% produk bakeri, 4,08% lemak, minyak, dan emulsi minyak, dan 4,08%
dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu. Seluruh iklan pangan dari kategori
pangan lainnya telah memenuhi ketentuan kelompok pelanggaran H mengenai penyertaan undian,
sayembara, dan hadiah. Pada dasarnya, iklan pangan dari semua kategori pangan memiliki
kemungkinan yang sama untuk melanggar ketentuan kategori ini. Iklan yang dinyatakan MK,
sebagian menyertakan undian, sayembara, atau hadiah akan tetapi memenuhi persyaratan yang
ditentukan, dan sebagian yang lain tidak menyertakan undian, sayembara, atau hadiah sehingga
dianggap memenuhi ketentuan. Cukup tingginya prosentase iklan yang TMK untuk kelompok
pelanggaran H menunjukkan perlunya sosialisasi kembali oleh pemerintah mengenai persyaratan
penyertaan undian, sayembara, dan hadiah pada iklan pangan, dan kesadaran dari produsen pangan
atau agen periklanan untuk lebih teliti dan memberikan informasi lebih lengkap sesuai ketentuan yang
berlaku. Contoh iklan yang TMK untuk kelompok pelanggaran H dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Contoh pelanggaran kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian,
sayembara, dan hadiah
1
Kode
Evaluasi
Iklan
002
2
016
Garam,
rempah, sup,
saus,
salad,
produk protein
Bumbu
praktis
3
083
Lemak,
minyak, dan
emulsi minyak
Margarin
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produkproduk susu
dan analognya
Susu bubuk
pertumbuhan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
Pencantuman
hadiah
langsung dengan syarat
“*Persediaan terbatas”
Pencantuman sayembara
tanpa menyebutkan jenis
dan jumlah hadiah yang
ditawarkan serta cara-cara
penyerahannya
Pencantuman sayembara
dengan
kalimat
“....
Menangkan paket hadiah
menarik untuk 10 resep
terpilih”
Poin Pelanggaran
Pencantuman
hadiah langsung
yang
tidak
memenuhi syarat
Pencantuman
sayembara
yang
tidak
memenuhi
syarat
Pencantuman
sayembara
yang
tidak
memenuhi
syarat
87 Tabel 28. Lanjutan
Kode
Kategori
No. Evaluasi
Pangan
Iklan
4
338
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
5
349
Produk pangan
untuk
keperluan gizi
khusus
Jenis
Pangan
Minuman sari
buah delima
merah
dan
anggur
Vitamin
Suplemen
makanan
/
Kata-kata atau ilustrasi
Poin Pelanggaran
yang menunjukkan
pelanggaran
Pencantuman
hadiah Pencantuman
langsung dengan kalimat: hadiah
langsung
“Dapatkan
kesempatan yang
tidak
hadiah langsung ratusan memenuhi syarat
juta pulsa* dan sepeda
motor Honda Scoopy, iPad
2 serta Nexian Pad setiap
membeli Produk X! Hanya
Produk X minuman sari
buah pome dan anggur
yang asli bikin kamu seger
dan gak basi”
“*Pulsa elektronik
**Syarat dan ketentuan
berlaku”
Pencantuman
hadiah Pencantuman
dengan kalimat “Yuk join hadiah
langsung
di Produk Y dan dapatkan yang
tidak
hadiah menarik”
memenuhi syarat
Contoh pertama pada Tabel 28 merupakan iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan
analognya jenis susu bubuk pertumbuhan yang mencantumkan adanya hadiah langsung tetapi di
mensyaratkan “selama persediaan masih ada”. Oleh karena itu, iklan TMK untuk kelompok
pelanggaran H. Contoh kedua yaitu iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad,
produk protein jenis bumbu praktis. Iklan tersebut mencantumkan sayembara tetapi tidak
menyebutkan secara jelas dan lengkap mengenai jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan serta caracara penyerahannya, maka iklan TMK untuk kelompok pelanggaran tersebut. Contoh selanjutnya
merupakan iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak jenis margarin yang
mencantumkan sayembara. Pada iklan tersebut telah disebutkan syarat-syarat keikutsertaan tetapi
jenis dan jumlah hadiah tidak secara lengkap dicantumkan dalam iklan. Oleh karena itu, iklan
tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran H.
Contoh keempat pada tabel tersebut merupakan iklan dari ketegori pangan minuman, tidak
termasuk produk susu jenis minuman sari buah delima merah dan anggur. Pada pencantuman hadiah
langsung di iklan tersebut tertulis “syarat dan ketentuan berlaku” dan tidak terdapat keterangan yang
jelas mengenai itu, oleh karena itu dianggap memiliki makna yang sama dengan ungkapan “selama
persediaan masih ada” dan ungkapan-ungkapan sejenis yang lain. Oleh karena itu, iklan TMK
terhadap kelompok pelanggaran H. Contoh terakhir yaitu iklan dari kategori produk pangan untuk
keperluan gizi khusus jenis vitamin / suplemen makanan. Padalan tersebut pencantuman sayembara
di itidak secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah
yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya. Tidak disebutkan pula tanggal penarikan, cara
pengumuman pemenang, dan izin yang berlaku, maka iklan TMK untuk kelompok pelanggaran
tersebut.
88 4.6.9 Kelompok pelanggaran I: Larangan Iklan Pangan yang Mengandung
Bahan Tertentu atau Untuk Kelompok Orang Tertentu
Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap
kelompok pelanggaran I bervariasi, yaitu 80% MK dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100%
memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran I berjumlah 327 iklan (71,55% dari keseluruhan
iklan yang dievaluasi), yang artinya prosentase iklan yang telah memenuhi peraturan yang berkaitan
dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan lebih rendah daripada yang tidak memenuhi
ketentuan. Selanjutnya, 130 iklan (28,45% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 80% MK untuk
kelompok pelanggaran I. Tingginya prosentase iklan yang tidak memenuhi satu atau lebih ketentuan
pada pelanggaran I menunjukkan perlunya peninjauan kembali peraturan mengenai iklan pangan yang
mengandung bahan tertentu atau kelompok orang tertentu, apakah dinilai terlalu memberatkan pelaku
iklan, mengingat sebagian besar iklan melanggar ketentuan tersebut. Setelah dilakukan peninjauan
kembali, diperlukan sosialisasi dari pemerintah kepada produsen pangan dan agen periklanan
mengenai peraturan tersebut. Selain itu, diperlukan pula kesadaran dan pemahaman pemasang iklan
mengenai pentingnya mematuhi peraturan yang berlaku khususnya terkait dengan produk yang
mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu. Kelompok pelanggaran I diuraikan
lagi dalam subkelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada
Tabel 29. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok
pelanggaran G, yaitu 250 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada
kelompok pelanggaran G.
Tabel 29. Sebaran pelanggaran iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok
orang tertentu
Subkelompok pelanggaran
(1) Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan
yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu
pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak
(2) Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang
berusia sampai dengan 1 (satu) tahun
(3) Iklan yang dievaluasi menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan
yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus
(4) Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan
atau anak berumur dibawah lima tahun
(5) Iklan pangan yang dievaluasi dinyatakan khusus untuk penderita diabetes
Jumlah
123
%
49,20%
0
0,00%
0
0,00%
127
2,80%
0
0,00%
Tabel 29 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok
pelanggaran I adalah iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang
berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau
perkembangan anak-anak (50,40%). Prosentase selanjutnya untuk pelanggaran kategori I yaitu untuk
subkategori iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak
berumur dibawah lima tahun (2,80 %). Seluruh iklan pangan yang divaluasi dari ketiga media telah
memenuhi subkategori iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang
berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, iklan yang dievaluasi menyatakan bahwa pangan tersebut
adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus dan iklan pangan yang
dievaluasi dinyatakan khusus untuk penderita diabetes.
89 Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk kelompok pelanggaran I mengenai iklan
pangan yang mengandung bahan tertentu atau kelompok orang tertentu didominasi oleh iklan dari
kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (52,31%). Hal tersebut terkait
dengan tingginya frekuensi kemunculan iklan dari kategori pangan tersebut di media yang dievaluasi,
dan terkait dengan kecenderungan produk kategori tersebut menggunakan bahan berkadar tinggi yang
dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak
sehingga memiliki kemungkinan melanggar subkelompok pelanggaran (1). Selanjutnya yaitu iklan
dari serealia dan produk serealia(12,31%), minuman, tidak termasuk produk susu (9,23%), daging dan
produk daging (8,46%), produk bakeri (6,15%), kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus
(6,15%), es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) (4,62%), dan iklan dari kategori
pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya),
rumput laut, biji-bijian (0,77%). Seluruh iklan dari kategori selain itu, yaitu kategori pangan produkproduk susu dan analognya, lemak, minyak, dan emulsi minyak, ikan dan produk perikanan, serta
makanan ringan siap santap telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran I mengenai iklan
pangan yang mengandung bahan tertentu atau kelompok orang tertentu.
Subkategori (1) kelompok pelanggaran I mengatur mengenai iklan tentang pangan olahan
tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau
mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Berdasarkan Pasal 47 ayat 3 dan Pasal
52 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan diketahui bahwa iklan tentang pangan
olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan
atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak tidak boleh dimuat pada media
yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak dan iklan tersebut harus memuat peringatan tentang
dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk mencegah meluasnya konsumsi pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang
berkadar tinggi, misalnya monosodium glutamat (MSG), gula, lemak atau karbohidrat, yang dapat
membahayakan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak.
Berdasarkan hasil evaluasi, iklan yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang
dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak
berjumlah 123 (26,91% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) dan semuanya tidak memenuhi
ketentuan pada subkategori ini. Tingginya prosentase iklan yang melanggar menunjukkan perlu
adanya perlu adanya peninjauan kembali mengenai peraturan tersebut apakah dinilai memberatkan
pemasang iklan. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh tidak adanya peringatan tentang dampak
negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Pemasang iklan mempertimbangkan
ruang yang dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut, sedangkan penambahan ruang iklan akan
menambah biaya pemasangan iklan. Selain itu, adanya peringatan akan memberi kesan negatif
terhadap produk pangan. Konsumen yang hanya melihat iklan secara sekilas atau kurang mampu
memahami maksud peringatan tersebut akan memberikan interpretasi negatif, bahwa produk tersebut
mengandung bahan yang berbahaya bagi anak-anak, padahal apabila produk tersebut dikonsumsi
dengan tidak berlebihan tidak akan menimbulkan bahaya yang dimaksudkan. Hasil peninjauan
kembali tersebut hendaknya dapat disosialisasikan kepada produsen pangan selaku pemasang iklan
untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran.
Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori (1) didominasi oleh kategori
pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (56,35%). Hal tersebut selain terkait
tingginya frekuensi kemunculan dan perulangan iklan kategori tersebut di media yang dievaluasi,
produk dari kategori pangan tersebut memiliki kecenderungan menggunakan bahan berkadar tinggi
seperti penguat rasa jenis monosodium glutamat (MSG) yang dapat membahayakan dan atau
90 mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Selanjutnya, 12,70% berasal dari
kategori pangan serealia dan produk serealia, 9,52% minuman, tidak termasuk produk susu, 8,73%
daging dan produk daging, 6,35% produk bakeri, 4,76% dari kategori pangan es untuk dimakan
(edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), 0,79% produk pangan untuk keperluan gizi khusus, dan
0,79% dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai,
dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian. Contoh iklan pangan yang TMK untuk subkategori ini
dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran I: iklan tentang pangan olahan
tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan
dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak
1
Kode
Evaluasi
Iklan
009
2
3
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produk bakeri
Krekers
017
Minuman,
tidak termasuk
produk susu
Minuman
serbuk
instan
023
Es
untuk
dimakan
(edible
ice,
termasuk
sherbet
dan
sorbet)
Es krim
Kata-kata atau ilustrasi
Poin Pelanggaran
yang menunjukkan
pelanggaran
Dari
label
diketahui Iklan pangan olahan
komposisi produk: Tepung yang mengandung
terigu, minyak nabati, gula, MSG tetapi tidak
pati jagung, pengembang, memuat peringatan
garam,
protein
nabati, tentang
dampak
bubuk bawang, bumbu sapi, negatif
pangan
bumbu ayam, penguat rasa tersebut
bagi
Monosodium
Glutamat pertumbuhan dan
(MSG)
kesehatan anak
Dari
label
diketahui Iklan pangan olahan
komposisi produk: gula, yang mengandung
asam sitrat, natrium sitrat, siklamat tetapi tidak
natrium
karboksimetil memuat peringatan
selulosa, perisa orange, tentang
dampak
konsentrat orange, pewarna negatif
pangan
sunset yellow Cl No. 15985, tersebut
bagi
pewarna tartazine Cl No. pertumbuhan dan
19140, vitamin C, mineral kesehatan anak
kalsium, pemanis buatan
siklamat 0.17 g/sachet
(ADI: 11 mg/kg berat
badan), dan pemanis buatan
aspartam 0.03 g/sachet
(ADI: 50 mg/kg berat
badan).
Komposisi es krim: krim, Iklan pangan olahan
skim, air, gula dan stabilizer yang mengandung
gula dalam kadar
tinggi tetapi tidak
memuat peringatan
tentang
dampak
negatif
pangan
tersebut
bagi
pertumbuhan
dan
kesehatan anak
91 Tabel 30. Lanjutan
Kode
Kategori
No. Evaluasi
Pangan
Iklan
4
194
Serealia dan
produk
serealia
5
307
Daging
dan
produk daging
Jenis
Pangan
Mie Instan
Chicken
nugget
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
Dari label diketahui
komposisi produk: tepung
terigu, minyak sayur,
garam, pengental, pengatur
keasaman, pewarna
(tartrazine Cl 19140), zat
besi
Bumbu:
Garam, gula, penguat rasa
(mononatrium glutamat),
perisa ayam,bubuk lada,
perisa soto, daun bawang,
bubuk cabe
Minyak: Minyak sayur dan
bawang merah, bawang
goreng
Dari
label
diketahui
komposisi produk: daging
ayam,
minyak
nabati,
tepung roti (mengandung
pewarna : tartrazine cl
19140, kuning fcf cl 15985,
ponceau cl 16255, caramel
), air, tepung batter, gula,
protein nabati, bumbubumbu, garam, pati jagung,
penguat rasa (mononatrium
glutamate),
Sekuestran
(natrium tripolifosfat )
Poin Pelanggaran
Iklan pangan olahan
yang mengandung
MSG tetapi tidak
memuat peringatan
tentang dampak
negatif pangan
tersebut bagi
pertumbuhan dan
kesehatan anak
Iklan pangan olahan
yang mengandung
MSG tetapi tidak
memuat peringatan
tentang
dampak
negatif
pangan
tersebut
bagi
pertumbuhan
dan
kesehatan anak
Contoh pertama pada Tabel 30 merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri jenis
krekers yang dari komposisinya diketahui mengandung penguat rasa Monosodium Glutamat (MSG)
yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak.
Dari Cahyadi (2008) diketahui bahwa penelitian John Olney pada tahun 1969 menyebutkan bila dalam
dosis tinggi (0,5g/kg/berat badan/hari) atau dalam dosis yang lebih tinggi, MSG diberikan kepada
cindil atau anak tikus putih, akan mengakibatkan kerusakan beberapa sel saraf khususnya di bagian
otak yang disebut dengan hypotalamus. Penelitian berikutnya yang dilaporkan adalah bila MSG
disuntikkan di bawah kulit pada cindil tikus dan pada bayi monyet, akan timbul pula gejala kerusakan
sel saraf otak dengan akibat anak tikus dan anak monyet tersebut menjadi pendek dan gemuk, serta
mengalami kerusakan retina mata. Penggunaan MSG dalam pangan bayi di Amerika Serikat pada
tahun 1970 yang dikurangi dari 500 mg/kg berat badan menjadi 130 mg/kg berat badan dalam 4,5 ons
pangan bayi ternyata tidak begitu berpengaruh untuk mengurangi kerusakan otak bayi. Berbagai
penelitian yang kemudian dilakukan hasilnya sebagian bertentangan dan sebagian mendukung hasil
penelitian Olney tersebut. Meskipun akibat dan gejala yang ditimbulkan akibat konsumsi MSG pada
manusia belum cukup lengkap untuk dapat disimpulkan, pembatasan asupan MSG pada anak-anak
perlu dilakukan untuk meminimalisir efek negatif yang mungkin terjadi mengingat anak-anak lebih
sensitif terhadap bahan dengan kadar tinggi.
92 Media yang digunakan oleh iklan pada contoh pertama tersebut tidak secara khusus ditujukan
untuk anak-anak, akan tetapi iklan tersebut tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan
tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak, maka iklan TMK terhadap subkategori (1) kelompok
pelanggaran I. Begitu pula dengan contoh keempat dan kelima yang dari komposisinya diketahui
mengandung penguat rasa jenis MSG. Contoh keempat merupakan iklan dari kategori pangan serealia
dan produk serealia jenis mie instan, dan contoh kelima dari kategori pangan daging dan produk
daging jenis chicken nugget. Kedua contoh tersebut TMK untuk subkategori ini karena tidak memuat
peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak akibat
adanya kandungan MSG.
Contoh kedua pada tabel tersebut merupakan iklan yang berasal dari kategori pangan
minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman serbuk instan. Dari komposisinya diketahui
bahwa produk mengandung bahan yang berkadar tinggi yaitu pemanis buatan jenis siklamat yang
dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak.
Cahyadi (2008) menyebutkan bahwa meskipun tingkat kemanisan siklamat cukup tinggi, bahan
tersebut mampu membahayakan kesehatan. Hasil penelitian pada tikus yang diberikan siklamat dan
sakarin menunjukkan terjadinya kanker kemih. Hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksiamin
bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, ekskresinya melalui urin dapat merangsang pertumbuhan
tumor. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menimbulkan atropi, yaitu
terjadinya pengecilan testikular dan kerusakan kromosom. Walaupun pemanis sintetis tersebut
terdapat dalam jumlah yang masih di bawah batas minimum, berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan tahun 1988 jumlah tersebut hanya ditujukan untuk produk yang rendah kalori atau untuk
penderita diabetes, bukan untuk konsumsi umum apalagi untuk anak-anak. Hal tersebut karena anakanak lebih rentan terhadap bahan yang berkadar tinggi. Media yang digunakan iklan pada contoh
kedua tersebut tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi iklan tersebut tidak memuat
peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Oleh
karena itu, iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran I.
Contoh ketiga pada tabel tersebut merupakan iklan pangan dari kategori pangan es untuk
dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) jenis es krim. Secara umum, komposisi bahanbahan pembuat es krim adalah sebagai berikut: 10-16% lemak susu (milkfat), 9-12% padatan susu
bukan lemak (milk solids-non-fat, MSNF), 12-16% pemanis, 0,2-0,5% penstabil (stabilizer) dan
pengemulsi (emulsifier), dan 55-64% air (Parlina 2011). Es krim, selain mengandung susu, umumnya
tinggi gula. Gula inilah yang menyebabkan es krim menjadi tinggi kalori hingga nutrisi jadi tidak
seimbang. Jumlah kalori yang cukup tinggi ini bila masuk ke tubuh anak terus menerus, berpotensi
memicu obesitas. Media yang digunakan tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi
iklan tersebut tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan
kesehatan anak. Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran I.
Subkategori (2) kelompok pelanggaran I mengatur mengenai iklan tentang pangan yang
diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun. Pasal 47 ayat 4 PP No. 69 Tahun
1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyebutkan bahwa iklan tentang pangan yang diperuntukkan
bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun hanya boleh dimuat pada media cetak khusus
tentang kesehatan dan telah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, serta pada iklan tersebut
terdapat keterangan bahwa pangan yang bersangkutan bukan pengganti ASI. Persetujuan Menteri
Kesehatan yang dimaksud dalam ayat ini hanya merupakan persetujuan bagi materi iklan, agar dapat
lebih terseleksi mengenai penyebarluasan informasi mengenai pangan yang diperuntukkan bagi bayi,
dan semata-mata dilakukan untuk lebih meningkatkan penggunaan air susu ibu. Dari evaluasi yang
dilakukan, tidak terdapat iklan di ketiga media tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang
93 berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, maka keseluruhan iklan dianggap MK untuk subkategori (2)
kelompok pelanggaran I.
Subkategori selanjutnya untuk kelompok pelanggaran I yaitu mengenai iklan pangan yang
menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan
diet khusus. Pasal 49 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyebutkan bahwa
iklan pangan yang menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang
yang menjalankan diet khusus harus mencantumkan unsur-unsur dari pangan yang mendukung
pernyataan tersebut serta memuat kandungan gizi pangan serta dampak yang mungkin terjadi apabila
pangan tersebut dikonsumsi oleh orang lain yang tidak menjalankan diet khusus. Dari evaluasi yang
dilakukan, tidak terdapat iklan di ketiga media yang menyatakan bahwa pangan tersebut adalah
pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus, maka keseluruhan iklan
dianggap MK untuk subkategori (3) kelompok pelanggaran I.
Subkategori (4) kelompok pelanggaran I mengatur iklan tentang pangan yang diperuntukkan
bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun. Pasal 51 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label
dan Iklan Pangan menyebutkan bahwa iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau
anak berumur dibawah lima tahun harus memuat keterangan mengenai peruntukkannya dan memuat
peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Yang dimaksud
dengan pangan yang diperlukan bagi bayi dalam ketentuan ini adalah makanan pendamping ASI
seperti bubur bayi, namun tidak termasuk pangan pengganti Air Susu Ibu yang lazim disebut susu
formula bayi. Hal tersebut terkait dengan penyebarluasan informasi mengenai pangan yang
diperuntukkan bagi bayi, dan semata-mata dilakukan untuk lebih meningkatkan penggunaan Air Susu
Ibu.
Berdasarkan hasil evaluasi, iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak
berumur dibawah lima tahun berjumlah 7 iklan (1,53% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi)
dan semuanya tidak memenuhi ketentuan pada subkategori ini. Tingginya prosentase iklan yang
melanggar menunjukkan perlu adanya perlu adanya peninjauan kembali mengenai peraturan tersebut
apakah dinilai memberatkan pemasang iklan. Pelanggaran tersebut terutama disebabkan oleh tidak
adanya peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Pemasang
iklan mempertimbangkan ruang yang dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut, sedangkan
penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Selain itu, adanya peringatan akan
memberi kesan negatif terhadap produk pangan. Konsumen yang hanya melihat iklan secara sekilas
atau kurang mampu memahami maksud peringatan tersebut akan memberikan interpretasi negatif,
bahwa produk tersebut berdampak negatif bagi kesehatan anak, padahal apabila produk tersebut
dikonsumsi dengan tidak berlebihan dan tidak secara keseluruhan menggantikan peran ASI, tidak
akan menimbulkan dampak negatif tersebut. Hasil peninjauan kembali tersebut hendaknya dapat
disosialisasikan kepada produsen pangan selaku pemasang iklan untuk meminimalisir terjadinya
pelanggaran. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK terhadap subkategori (4) berasal dari
kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Hal tersebut terkait tingginya frekuensi
kemunculan dan perulangan iklan dari kategori produk tersebut, dan produk tersebut ditujukan bagi
bayi dan/atau anak-anak berusia di bawah lima tahun. Contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini
dapat dilihat pada Tabel 31.
94 Tabel 31. Contoh pelanggaran subkategori (4) kelompok pelanggaran I: iklan tentang pangan yang
diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun
1
Kode
Evaluasi
Iklan
353
2
367
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produk
pangan untuk
keperluan gizi
khusus
Makanan
pendamping
ASI bubuk
instan
Produk
pangan untuk
keperluan gizi
khusus
Biskuit bayi
makanan
pendamping
ASI
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Diperuntukkan bagi bayi
berusia 8 bulan lebih,...”
Produk diperuntukkan bagi
bagi bayi di atas 8 bulan.
Poin Pelanggaran
Iklan
diperuntukkan bagi
bayi dan atau anak
berumur dibawah
lima tahun tetapi
tidak
memuat
peringatan
mengenai dampak
negatif
pangan
yang bersangkutan
bagi kesehatan
Iklan
diperuntukkan bagi
bayi dan atau anak
berumur dibawah
lima tahun tetapi
tidak
memuat
peringatan
mengenai dampak
negatif
pangan
yang bersangkutan
bagi kesehatan
Contoh pertama pada Tabel 31 merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan
gizi khusus jenis makanan pendamping ASI bubuk instan yang diperuntukkan bagi bayi berusia 8
bulan ke atas. Iklan tersebut telah memuat keterangan peruntukannya, hanya saja tidak memuat
peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Oleh karena itu,
iklan TMK untuk subkategori (4) kelompok pelanggaran I. Contoh terakhir merupakan iklan dari
kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis biskuit bayi makanan pendamping ASI.
Produk diperuntukkan bagi bayi di atas 8 bulan, tetapi tidak memuat keterangan peruntukannya dan
tidak memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Oleh
karena itu, iklan TMK untuk subkategori ini.
Subkategori terakhir pada kelompok pelanggaran I mengatur mengenai iklan pangan yang
dinyatakan khusus untuk penderita diabetes. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (j) Peraturan Menteri
Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat
Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman
menyebutkan bahwa iklan pangan yang dinyatakan khusus untuk penderita diabetes harus tidak
mengandung karbohidrat atau jika mengandung karbohidrat berat pada komposisinya harus sangat
kurang dibandingkan dengan makanan sejenisnya untuk penderita diabetes dan tidak boleh
menyatakan tidak mengandung gula. Pada iklan yang dievaluasi dari ketiga media tidak ditemukan
iklan pangan yang dinyatakan khusus untuk penderita diabetes. Oleh karena itu, keseluruhan iklan
yang dievaluasi dianggap MK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran I.
95 4.6.10 Kelompok pelanggaran Produk Pangan Kategori Khusus
Dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi, 143 iklan (31,29%) yang termasuk dalam produk
kategori khusus. Produk kategori khusus yang diatur dalam ketentuan ini meliputi hasil olah susu
jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan “filled milk”, pengganti air susu ibu (PASI)
atau susu bayi atau infant formula, vitamin, makanan pelengkap (food suplement) dan mineral,
makanan diet, dan minuman beralkohol.
A. Kategori Khusus Produk Hasil Olah Susu (susu krim penuh, susu kental manis, susu skim
dan “Filled Milk”)
Kategori khusus produk hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim
dan “filled milk” dibagi menjadi dua subkategori. Subkategori (1) diatur diatur dalam Pasal 7 ayat 1
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.03.1.23.11.11.09657 tahun 2011 Tentang Persyaratan Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi
dalam Pangan Olahan yang menyebutkan bahwa untuk produk hasil olah susu jenis formula lanjutan
dilarang mencantumkan klaim kesehatan tentang DHA dan ARA pada iklan. Formula lanjutan adalah
formula yang diperoleh dari susu sapi atau hewan lain dan/atau bahan yang berasal dari tumbuhtumbuhan yang semuanya telah dibuktikan sesuai untuk bayi usia lebih dari 6 (enam) sampai 12 (dua
belas) bulan dan anak usia 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua
iklan dari kategori khusus hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan
“filled milk” jenis susu formula lanjutan tidak mencantumkan klaim kesehatan tentang DHA dan ARA
sehingga MK untuk subkategori (1).
Subkategori (2) untuk kategori khusus produk hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu
kental manis, susu skim dan “filled milk” diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-1 Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa untuk iklan produk jenis 1 (susu krim penuh) harus
mencantumkan spot peringatan yang berbunyi “Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah
6 bulan”, sedangkan untuk produk jenis 2 (susu kental manis, susu skim dan “filled milk”) tidak boleh
diiklankan untuk bayi berusia sampai dengan 12 bulan dan harus mencantumkan spot peringatan yang
berbunyi “Perhatian! Tidak cocok untuk bayi”.
Berdasarkan hasil evaluasi, iklan yang termasuk produk hasil olah susu jenis susu krim penuh,
susu kental manis, susu skim dan “filled milk” berjumlah 111 (24,29% dari total keseluruhan iklan
yang dievaluasi) dan semuanya tidak memenuhi ketentuan pada subkategori ini. Iklan tersebut berasal
dari kategori produk-produk susu dan analognya jenis susu bubuk pertumbuhan dan susu UHT untuk
anak. Tingginya prosentase iklan yang melanggar menunjukkan perlu adanya perlu adanya
peninjauan kembali mengenai peraturan tersebut apakah dinilai memberatkan pemasang iklan.
Pelanggaran tersebut disebabkan oleh tidak adanya pencantuman spot peringatan yang berbunyi
“Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan” pada iklan produk hasil olah susu
jenis 1, dan tidak adanya pencantuman spot peringatan yang berbunyi “Perhatian! Tidak cocok untuk
bayi” pada iklan produk hasil olah susu jenis 2. Pemasang iklan mempertimbangkan ruang yang
dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut, sedangkan penambahan ruang iklan akan menambah
biaya pemasangan iklan. Adanya keterangan peruntukan produk (untuk anak-anak dengan range usia
tertentu) dianggap sudah cukup menjelaskan bahwa produk tersebut tidak cocok untuk bayi. Hasil
96 peninjauan kembali tersebut hendaknya dapat disosialisasikan kepada produsen pangan selaku
pemasang iklan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran.
B. Kategori Khusus Produk Pengganti Air Susu Ibu (PASI) atau Susu Bayi (Infant Formula)
Subkategori (1) kategori khusus produk pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi (infant
formula) berdasar pada Petunjuk Teknis Khusus poin ke-2 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386
tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika,
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan
pengganti Air Susu Ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula hanya boleh dimuat dalam media
jurnal kesehatan. Seluruh iklan produk pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi (infant formula)
yang dievaluasi seluruhnya dimuat dalam majalah dan bukan pada jurnal kesehatan. Oleh karena itu,
seluruh iklan dari kategori khusus B TMK untuk subkelompok pelanggaran (2). Hal tersebut
menunjukkan perlunya sosialisasi dari pemerintah kepada produsen pangan kategori khusus pengganti
air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula mengenai larangan pemuatan iklan di media
selain jurnal kesehatan. Selain itu, diperlukan pengawasan dari pemerintah apabila masih ada iklan
dari produk kategori khusus yang masih beredar di media selain jurnal kesehatan.
Subkategori (2) berdasar pada Pasal 7 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.11.11.09657 tahun 2011 Tentang Persyaratan
Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi dalam Pangan Olahan yang menyebutkan larangan
pencantuman klaim kesehatan tentang DHA dan ARA pada iklan produk formula bayi atau formula
lanjutan. Formula bayi adalah formula sebagai pengganti air susu ibu (ASI) untuk bayi sampai umur
6 (enam) bulan yang secara khusus diformulasikan untuk menjadi satu-satunya sumber gizi dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping air susu
ibu (MPASI). Formula lanjutan adalah formula yang diperoleh dari susu sapi atau susu hewan lain
dan/atau bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang semuanya telah dibuktikan sesuai untuk bayi
usia lebih dari 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan dan anak usia 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap iklan di ketiga media tidak ditemukan iklan produk
pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula. Hal tersebut menunjukkan telah
adanya sosialisasi yang baik terkait peraturan pada subkategori pertama yaitu produk kategori khusus
ini hanya boleh diiklankan pada media jurnal kesehatan. Media yang digunakan dalam evaluasi
adalah majalah maka tidak diperkenankan adanya iklan produk kategori khusus tersebut.
C. Kategori Khusus Produk Vitamin
Berdasarkan hasil evaluasi, iklan yang termasuk produk vitamin berjumlah 22 (4,81% dari total
keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang memiliki compliance bervariasi terhadap peraturan pada
kategori khusus C untuk produk vitamin. 4 iklan (18,18% dari keseluruhan iklan produk vitamin yang
dievaluasi) 100% MK terhadap peraturan kategori khusus C, 12 iklan (54,55% dari keseluruhan iklan
produk vitamin yang dievaluasi) 75% MK, 5 iklan (22,73% dari keseluruhan iklan produk vitamin
yang dievaluasi) 50% MK, dan 1 iklan (4,55% dari keseluruhan iklan produk vitamin yang dievaluasi)
25% MK terhadap peraturan kategori khusus C. Tingginya iklan produk vitamin yang tidak 100%
MK terhadap peraturan tersebut menunjukkan perlunya sosialisasi dari pemerintah kepada produsen
produk pangan kategori khusus vitamin mengenai keharusan pemenuhan peraturan kategori khusus
97 pada iklan. Kategori khusus C dibagi menjadi 4 subkategori yang sebarannya pada iklan yang
dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 32. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang
tidak 100% MK kategori khusus C, yaitu 18 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih
subkategori pada kelompok pelanggaran khusus C.
Tabel 32. Sebaran pelanggaran iklan pangan kategori khusus produk vitamin
Subkelompok pelanggaran
(1) Iklan vitamin dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan
tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan
dan menyusui, serta lanjut usia
(2) Iklan terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan
makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada
keadaan di mana gizi makanan sudah cukup
(3) Iklan memberi kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet
muda, kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin
(4) Iklan memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa
penggunaan vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan
nafsu makan, dan pertumbuhan, mengatasi stres, ataupun peningkatan
kemampuan seks
Jumlah
18
%
81,82%
2
9,09%
1
4,55%
4
18,18%
Tabel 32 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kategori khusus
produk vitamin yaitu iklan vitamin dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh
tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia
(81,82%), selanjutnya yaitu iklan memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa
penggunaan vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan, dan
pertumbuhan, mengatasi stres, ataupun peningkatan kemampuan seks (18,18%), iklan terkesan
memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak
dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup (9,09%), dan iklan memberi
kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda, kecantikan) dapat tercapai hanya
dengan penggunaan vitamin (4,55%).
Subkategori (1) untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan vitamin dalam
konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah
sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (a)
Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman menyebutkan bahwa iklan kategori vitamin harus dalam konteks sebagai suplemen
makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan
menyusui, serta lanjut usia. 81,82% dari iklan kategori khusus vitamin yang dievaluasi TMK untuk
subkategori ini. Iklan tersebut tidak mencantumkan keterangan yang menunjukkan bahwa vitamin
merupakan suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi,
masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia. Hal tersebut terkait dengan ruang pada iklan yang
dibutuhkan untuk memuat keterangan tersebut. Pemasang iklan mempertimbangkan bahwa
penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Selain itu, adanya keterangan
konteks tersebut menjadi pertimbangan produsen karena dapat berisiko kurangnya permintaan akan
produk vitamin jika hanya dikonsumsi pada keadaan tubuh tertentu. Solusi untuk pelanggaran
tersebut, hendaknya dilakukan sosialisasi kembali oleh pemerintah mengenai pentingnya pencantuman
keterangan konteks tersebut untuk mencegah konsumsi yang berlebihan akan produk kategori khusus
98 vitamin. Contoh iklan kategori khusus produk vitamin yang MK untuk subkategori (1) yaitu iklan
dengan kode evaluasi 351 yang mencantumkan kalimat “Berikan bila perlu untuk menjaga daya tahan
tubuh si buah hati”. Kalimat tersebut mengandung keterangan bahwa produk sebagai suplemen
makanan pada keadaan tubuh tertentu, maka iklan MK untuk subkategori tersebut.
Subkategori (2) untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan yang terkesan
memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak
dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup. Petunjuk Teknis Khusus
poin ke-4 (b) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat
Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan
Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan kategori khusus produk vitamin tidak boleh
terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin
mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup. Hal tersebut untuk
mencegah persepsi konsumen yang salah dan mengakibatkan konsumsi produk vitamin dengan tidak
benar atau berlebihan dengan anggapan mampu menggantikan fungsi makanan. Dari hasil evaluasi
diketahui 9,09% dari iklan kategori khusus vitamin yang dievaluasi TMK untuk subkategori ini.
Masih adanya iklan yang TMK menunjukkan perlunya pemahaman kembali oleh produsen produk
vitamin terhadap peraturan subkategori (2). Contoh iklan yang TMK untuk subkategori (2) dapat
dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Contoh pelanggaran subkategori (2) kategori khusus produk vitamin: iklan terkesan
memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau
vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup
1
Kode
Evaluasi
Iklan
080
2
343
No.
Kategori
Pangan
Jenis
Pangan
Produk pangan
untuk
keperluan gizi
khusus
Produk pangan
untuk
keperluan gizi
khusus
Vitamin /
Suplemen
makanan
Vitamin /
Suplemen
makanan
Kata-kata atau ilustrasi
yang menunjukkan
pelanggaran
“Minum Produk Vitamin X
setiap hari saat sahur dan
berbuka, daya tahan tubuh
tetap terjaga.”
“Mulailah
rutin
mengonsumsi
Produk
Vitamin Y dan miliki kulit
cantik yang sehat untuk
kini dan nanti”.
Poin Pelanggaran
Iklan
memberi
anjuran
untuk
mengonsumsi
vitamin setiap hari
Iklan
memberi
anjuran
untuk
mengonsumsi
vitamin secara rutin
Contoh pertama pada Tabel 33 merupakan produk vitamin yang memuat kalimat yang anjuran
untuk meminum produk vitamin setiap hari. Kalimat tersebut memberi kesan bahwa vitamin mutlak
dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup. Oleh karena itu, iklan TMK
untuk subkategori (2) kategori khusus produk vitamin. Begitu pula dengan contoh kedua yang
merupakan produk vitamin yang memuat kalimat anjuran untuk rutin mengonsumsi produk vitamin
setiap hari, maka iklan tersebut TMK untuk kategori (2).
Subkategori (3) untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan yang memberi
kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda, kecantikan) dapat tercapai hanya
dengan penggunaan vitamin. Larangan adanya kesan tersebut diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus
poin ke-4 (c) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat
Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan
Makanan dan Minuman. Larangan tersebut terkait dengan pemeliharan kesehatan (umur panjang,
99 awet muda, kecantikan) yang dapat diraih tidak hanya dengan konsumsi vitamin tetapi juga pola
makan yang mendukung dan perawatan lain (misalnya perawatan kecantikan). Pelanggaran terhadap
subkategori ini ditemukan pada 1 iklan (5,56% dari iklan kategori khusus vitamin yang dievaluasi).
Iklan tersebut (kode evaluasi 343) memuat kalimat sebagi berikut: “Sumber vitamin yang baik
memancarkan kecantikan kulit yang baik pula. Mulailah rutin mengonsumsi Produk Vitamin X dan
miliki kulit cantik yang sehat untuk kini dan nanti.” Kalimat tersebut memberi kesan bahwa hanya
dengan konsumsi produk vitamin tersebut secara rutin mampu memiliki kulit yang cantik dan sehat.
Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori (3) kategori khusus produk vitamin.
Subkategori terakhir untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan yang
memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat
menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan, dan pertumbuhan, mengatasi stres,
ataupun peningkatan kemampuan seks. Larangan adanya informasi tersebut diatur dalam Petunjuk
Teknis Khusus poin ke-4 (d) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman
Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga dan Makanan dan Minuman. Hal tersebut disebabkan ketidaksesuaian dengan fungsi vitamin
secara umum. Dari Ghufran (2010) diketahui fungsi vitamin secara umum yaitu sebagai bagian dari
enzim atau koenzim sehingga dapat mengatur berbagai proses metabolisme, mempertahankan fungsi
berbagai jaringan tubuh, memengaruhi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru, dan membantu
dalam pembuatan zat-zat tertentu dalam tubuh.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 4 iklan (18,18% dari iklan kategori khusus vitamin yang
dievaluasi) TMK untuk subkategori tersebut. Iklan tersebut memuat kalimat “Berikan multivitamin
lengkap untuk membuatnya cerdas, tumbuh tinggi, dan nafsu makan terjaga”. Kalimat tersebut
memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat
meningkatan nafsu makan dan mempengaruhi pertumbuhan. Oleh karena itu, iklan tersebut TMK
untuk subkategori (4) kategori khusus produk vitamin.
D. Kategori Khusus Produk Makanan Pelengkap (Food Suplement) dan Mineral
Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan hanya ada 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan
iklan yang dievaluasi) yang termasuk dalam kategori khusus produk makanan pelengkap (food
suplement) dan mineral. Kategori ini diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-5 Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang
menyebutkan bahwa iklan kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral
harus bermaksud untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan makanan pelengkap dan mineral,
misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, serta lanjut usia. Hal tersebut untuk
mencegah konsumsi yang berlebihan akan produk suplemen dan mineral.
Iklan kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral yang
dievaluasi berasal dari kategori pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis minuman
energi (suplemen makanan) (kode evaluasi 294). Tidak terdapat keterangan konteks iklan sebagai
pencegahan dan mengatasi kekurangan makanan pelengkap dan mineral, maka iklan TMK untuk
kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral. Hal tersebut terkait
dengan ruang pada iklan yang dibutuhkan untuk memuat keterangan tersebut. Pemasang iklan
mempertimbangkan bahwa penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Selain
itu, adanya keterangan konteks tersebut menjadi pertimbangan produsen karena dapat berisiko
100 kurangnya permintaan akan produk suplemen jika hanya dikonsumsi pada keadaan tubuh tertentu.
Solusi untuk pelanggaran tersebut, hendaknya dilakukan sosialisasi kembali oleh pemerintah
mengenai pentingnya pencantuman keterangan konteks tersebut untuk mencegah konsumsi yang
berlebihan akan produk kategori khusus suplemen.
E. Kategori Khusus Produk Makanan Diet
Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan hanya ada 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan
iklan yang dievaluasi) yang termasuk dalam kategori khusus produk makanan diet. Kategori khusus E
ini dibagi menjadi 8 subkategori, yaitu:
(1) Iklan berupa makanan diet rendah natrium. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (a) Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet rendah natrium MK apabila kadar
natrium pada pangan tersebut tidak lebih dari setengah kandungan natrium yang terdapat pada
produk normal yang sejenis, dan tidak lebih dari 120 mg/100g produk akhir.
(2) Iklan berupa makanan diet sangat rendah natrium. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (b)
Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet sangat rendah natrium MK apabila
kadar natrium tidak lebih dari 40 mg/100 g produk akhir.
(3) Iklan berupa makanan diet kurang kalori. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (c) Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet kurang kalori MK apabila mengandung
tidak lebih dari setengah jumlah kalori produk normal jenis yang sama.
(4) Iklan berupa makanan diet rendah kalori. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (d) Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetik berupa makanan diet rendah kalori MK jika mengandung
tidak lebih dari 15 kalori pada setiap porsi rata-rata dan tidak lebih dari 30 kalori pada jumlah
yang wajar dimakan setiap hari.
(5) Iklan berupa makanan diet kurang laktosa. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (e) Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet kurang laktosa MK jika diperoleh
dengan cara mengurangi jumlah laktosa dengan membatasi penggunaan bahan-bahan yang
mengandung laktosa.
(6) Iklan berupa makanan diet rendah laktosa. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (f) Peraturan
Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan
Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet rendah laktosa MK jika mengandung
laktosa tidak lebih dari 1/20 bagian dari produk normal.
(7) Iklan berupa makanan diet bebas gluten. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (f) Peraturan Menteri
Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat
Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman
101 menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet bebas gluten MK jika diperoleh dari serealia yang
dihilangkan glutennya.
Iklan yang termasuk kategori khusus produk makanan diet yang dievaluasi berasal kategori
pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis mie instan rendah kalori (kode evaluasi 273).
Iklan tersebut memuat kalimat “Mie instant rendah lemak & rendah garam”. Berdasarkan peraturan
pada subkategori (1) syarat makanan diet rendah natrium yaitu kadar natrium pada pangan tersebut
tidak lebih dari setengah kandungan natrium yang terdapat pada produk normal yang sejenis, dan
tidak lebih dari 120 mg/100g produk akhir. Diketahui kandungan natrium produk pada produk akhir
150 mg/100g, maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (1) kategori khusus E. Iklan tersebut
hanya memuat keterangan rendah garam, oleh karena itu dianggap MK untuk subkategori lainnya dan
memiliki compliance 86% terhadap kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan
mineral.
F. Kategori Khusus Produk Minuman Keras (Minuman Beralkohol)
Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan hanya tidak ada satu pun iklan yang termasuk
dalam kategori khusus produk minuman keras (minuman beralkohol). Hal tersebut terkait dengan
segmentasi pembaca majalah dan tabloid yaitu wanita, ibu rumah tangga, dan pasangan muda yang
bukan merupakan konsumen utama produk tersebut.
4.7
Tinjauan Peraturan dengan Tingkat Pelanggaran Tinggi
Subkelompok pelanggaran dengan jumlah pelanggaran tertinggi yaitu subkelompok 1
kelompok pelanggaran I mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahanbahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau
perkembangan anak-anak. Diketahui 123 iklan (26,91% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi)
tidak memenuhi ketentuan pada poin peraturan ini. Dasar dari subkelompok pelanggaran tersebut
adalah Pasal 47 ayat 3 dan Pasal 52 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan yang
menyebutkan bahwa iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang
berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau
perkembangan anak-anak tidak boleh dimuat pada media yang secara khusus ditujukan untuk anakanak dan iklan tersebut harus memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi
pertumbuhan dan kesehatan anak. Seluruh iklan yang tidak memenuhi ketentuan terhadap
subkelompok pelanggaran ini dimuat pada media yang tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak,
akan tetapi iklan tersebut tidak mencantumkan peringatan tentang dampak negatif pangan bagi
pertumbuhan dan kesehatan anak.
Kewajiban adanya peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan
kesehatan anak dimaksudkan untuk mencegah meluasnya konsumsi pangan olahan tertentu yang
mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi, misalnya monosodium glutamat (MSG), gula, lemak
atau karbohidrat, yang dapat membahayakan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan
anak-anak. Akan tetapi, pemerintah selaku pembuat peraturan hendaknya meninjau kembali apakah
peraturan tersebut yang pada dasarnya bertujuan melindungi konsumen dinilai memberatkan
pemasang iklan. Hal tersebut diperkuat dengan fakta tingginya pelanggaran terhadap poin peraturan
tersebut. Produsen selaku pemasang iklan dalam hal ini mempertimbangkan ruang yang dibutuhkan
102 untuk memuat peringatan tersebut dan kesan negatif yang dapat ditimbulkan akan adanya peringatan
tersebut pada iklan pangan. Konsumen yang hanya melihat iklan secara sekilas atau kurang mampu
memahami maksud peringatan tersebut akan memberikan interpretasi negatif, bahwa produk tersebut
mengandung bahan yang berbahaya bagi anak-anak, padahal apabila produk tersebut dikonsumsi
dengan tidak berlebihan tidak akan menimbulkan bahaya yang dimaksudkan.
Peninjauan kembali oleh pemerintah dalam hal ini dapat dilakukan dengan merevisi isi
peraturan, menambahkan keterangan pada penjelasan peraturan, atau meningkatkan sosialisasi
terhadap poin peraturan tersebut. Revisi dapat dilakukan apabila dinilai tidak perlu mencantumkan
dampak peringatan negatif pada iklan, cukup pada label saja. Penambahan keterangan pada
penjelasan dapat dilakukan untuk memperjelas sejauh mana dampak negatif yang perlu dicantumkan,
apakah dapat dilakukan dengan mencantumkan anjuran konsumsi produk. Sedangkan peningkatan
sosialisasi dapat dilakukan jika dinilai poin peraturan sudah cukup jelas dan representatif. Sosialisasi
secara spesifik terhadap poin peraturan tersebut dapat ditingkatkan untuk sebagai sarana informasi,
penyamaan persepsi dan interpretasi antara pemerintah dengan pelaku industri sebagai pemasang
iklan. Adanya solusi tersebut diharapkan mampu meminimalisir pelanggaran iklan pangan terhadap
poin peraturan tersebut.
Subkelompok pelanggaran dengan tingkat pelanggaran tertinggi selanjutnya yaitu
subkelompok (2) kelompok pelanggaran kategori khusus produk hasil olah susu jenis susu krim
penuh, susu kental manis, susu skim dan “filled milk”, yaitu sebanyak 111 iklan (24,29% dari total
keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi ketentuan untuk subkelompok tersebut. Peraturan
yang menjadi dasar ketentuan tersebut adalah Petunjuk Teknis Khusus poin ke-1 Peraturan Menteri
Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat
Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang
menyebutkan bahwa iklan produk jenis 1 (susu krim penuh) harus mencantumkan spot peringatan
yang berbunyi “Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan”, dan iklan produk jenis
2 (susu kental manis, susu skim dan “filled milk”) tidak boleh diiklankan untuk bayi berusia sampai
dengan 12 bulan dan harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi “Perhatian! Tidak cocok
untuk bayi”. Keseluruhan iklan produk jenis 1 tidak mencantumkan spot peringatan tersebut.
Keseluruhan iklan produk jenis 2 tidak diiklankan untuk bayi berusia sampai dengan 12 bulan tetapi
tidak mencantumkan spot peringatan yang dimaksud.
Maksud dari peraturan yang mewajibkan pencantuman spot keterangan tersebut pada dasarnya
untuk melindungi konsumen (dalam hal ini bayi) agar tidak mendapat asupan gizi yang tidak sesuai.
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi, akan tetapi penggunaan pengganti air susu
ibu (PASI) berupa susu formula untuk bayi tidak dapat dihindarkan ketika bayi tidak dapat
mengkonsumsi ASI dengan cukup karena berbagai kondisi dan keadaan. Produk susu formula
tersebut diformulasikan khusus sehingga memiliki kandungan seperti ASI. Karena kekhususannya,
disepakati bahwa semua susu formula yang diproduksi harus memiliki kandungan zat gizi sesuai
CODEX STAN 72 tahun 1981. Susu formula sangat berbeda dengan susu sapi murni, meski bahan
baku susu formula dari susu sapi. Dalam susu formula, ada tambahan nutrisi yang sudah terukur dan
disesuaikan dengan gizi yang dibutuhkan bayi (Anonim 2009). Konsumsi produk susu selain susu
formula pada bayi sangat tidak dianjurkan karena mampu menimbulkan gangguan saluran cerna,
gangguan perilaku dan gangguan organ tubuh lainnya. Gejala seperti malabsorbsi, alergi, intoleransi
ataupun penyakit metabolik dapat terjadi pada bayi jika memperoleh asupan gizi yang tidak sesuai.
Pelanggaran terhadap poin peraturan tersebut disebabkan oleh pertimbangan dari produsen
sebagai pemasang iklan mengenai ruang yang dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut,
sedangkan penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Beberapa iklan jenis
103 ini telah mencantumkan peringatan tersebut dengan cara lain, yaitu penulisan keterangan peruntukan
produk (untuk anak-anak dengan range usia tertentu). Akan tetapi, iklan tersebut masih dianggap
TMK mengingat poin peraturan menyebutkan bahwa spot peringatan harus berbunyi “Perhatian!
Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan” untuk produk jenis susu krim penuh dan
“Perhatian! Tidak cocok untuk bayi” untuk produk susu kental manis, susu skim dan “filled milk”.
Solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir pelanggaran yang terjadi terhadap poin
pelanggaran tersebut adalah perlu adanya peninjauan kembali oleh pemerintah. Peninjauan dapat
dilakukan dengan merevisi peraturan yang ada atau meningkatkan sosialisasi terhadap poin peraturan
yang telah ada. Revisi yang dimaksud adalah mempertimbangkan kembali isi peraturan apakah
pencantuman peringatan tidak cocok untuk bayi harus dilakukan sama persis sesuai dengan bunyi
yang tertulis pada poin peraturan, atau apakah boleh dilakukan dengan cara lain, seperti pencantuman
peruntukan produk. Pencantuman peruntukan produk (untuk anak range usia tertentu) pada dasarnya
sudah memberikan keterangan bahwa produk susu tersebut tidak cocok untuk bayi. Apabila
berdasarkan pertimbangan lain pencantuman peringatan harus sama persis dengan poin peraturan,
perlu adanya sosialisasi kembali dari pihak Menteri Kesehatan selaku pembuat peraturan kepada
produsen selaku pemasang iklan. Sosialisasi tersebut dimaksudkan sebagai sarana informasi dan
penyamaan persepsi mengenai poin peraturan tersebut secara spesifik.
4.8
Sebaran Kelompok pelanggaran Pada Setiap Kategori Pangan
Berikut ini adalah hasil analisa terhadap jenis kelompok pelanggaran untuk setiap kategori
pangan. Pembahasan hanya dilakukan untuk kategori pangan yang ada pada iklan yang dievaluasi di
ketiga media.
4.8.1
Kategori Pangan Produk-Produk Susu dan Analognya
Iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang ditemukan pada ketiga
media yang dievaluasi berjumlah 149 iklan (32,60% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi).
Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya
dapat dilihat pada Gambar 10. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak
100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada
kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori
pangan produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi (149 iklan).
104 % Iklan yang melanggar
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
75.17%
6
6.71%
20.13%
12.75%
34%
0.67%1.3
0.667%
Kategorri Pelanggaraan
Gambar 100. Sebaran prrosentase pelaanggaran pad
da iklan kateggori pangan prroduk-produk
k susu dan
analognya
Dari grafik pada Gambar 10 diketahui baahwa sebagiann besar iklann dari kategori pangan
produk-prodduk susu dan analognya yang
y
dievaluaasi (75,17%) TMK untuk kelompok peelanggaran
khusus, yaittu kategori khhusus produk hasil olah sussu jenis susu krim
k
penuh, ssusu kental manis,
m
susu
skim dan “filled
“f
milk”. Pelanggarann tersebut diisebabkan oleeh tidak adannya pencantu
uman spot
peringatan yang
y
berbunyii “Perhatian! Tidak
T
cocok untuk
u
bayi beerumur di baw
wah 6 bulan” pada
p
iklan
produk hasill olah susu jennis 1 (susu kriim penuh), daan tidak adanyya pencantumaan spot pering
gatan yang
berbunyi “P
Perhatian! Tidak cocok untuuk bayi” padaa iklan produkk hasil olah suusu jenis 2 (su
usu kental
manis, susu skim dan “filled milk”). Selanjutnya,
S
20,13%
2
iklan dari kategori pangan produ
uk-produk
susu dan analognya
a
yaang dievaluassi TMK untu
uk kelompokk pelanggarann H berkaitaan dengan
penyertaan undian,
u
sayem
mbara, dan haddiah. Pelangg
garan tersebutt disebabkan ooleh penyertaaan undian,
sayembara, atau hadiah langsung padda iklan yang tidak memennuhi persyaraatan. Persyarratan yang
dimaksud addalah secara jelas dan lenggkap menyebu
utkan syarat-syyarat keikutseertaan, jenis dan
d jumlah
hadiah yanng ditawarkaan, serta caara-cara pen
nyerahannya (untuk unddian dan saayembara),
mencantumkkan tanggal penarikan
p
dan cara pengum
muman pemenaangnya serta m
menyebutkan izin yang
berlaku (unttuk undian dann sayembara) atau periode/m
masa berlaku (untuk hadiahh langsung).
Selannjutnya, 12,755% iklan darri kategori paangan produkk-produk susuu dan analog
gnya yang
dievaluasi TMK
T
untuk keelompok pelannggaran F berrkaitan dengann klaim gizi, m
manfaat keseh
hatan, dan
keamanan pangan. Peelanggaran teerbanyak terh
hadap kelom
mpok pelangggaran F terjaadi untuk
subkategori (13) (6,71% dari total ikllan kategori pangan
p
tersebuut) dan (17) (6,71% dari total
t
iklan
kategori panngan tersebutt yang dievalluasi). Subk
kategori (13) yaitu mengennai iklan pan
ngan yang
mencantumkkan klaim yanng menyebabkkan konsumen
n mengkonsum
msi suatu jeniis pangan olah
han secara
tidak benar,, sedangkan subkategori
s
(117) mengenaii iklan pangann yang mencaantumkan meengandung
lebih dari saatu vitamin ataau mineral.
Proseentase selanjuutnya, 6,71% iklan dari kattegori pangann produk-prodduk susu dan analognya
a
yang dievaluuasi TMK unntuk kelompok pelanggaran
n A berkaitann dengan pengggunaan kata-kata atau
ilustrasi yanng berlebihan. Pelanggaraan terbanyak (4,70%
(
dari total
t
iklan kattegori pangan
n tersebut)
terjadi untukk subkategorii (5), yaitu ikklan memuat pernyataan bahwa produk pangan terseebut dapat
meningkatkaan kecerdasann atau meninggkatkan IQ, keemudian subkaategori (3) meengenai adany
ya ilustrasi
peragaan maaupun kata-kaata yang berleebihan sehingg
ga dapat menyyesatkan konssumen (2,01%
% dari total
iklan kategoori pangan tersebut), dan suubkategori (1)) yaitu iklan menggunakan
m
kata-kata seperti aman,
105 tidak berbahhaya, tidak mengandung
m
risiko atau efek sampingaan (0,67% daari total iklan
n kategori
pangan terseebut). Sebannyak 1,34% ikklan dari kateegori pangan dari
d kategori pangan produ
uk-produk
susu dan analognya
a
yaang dievaluassi TMK untu
uk kelompokk pelanggarann E berkaitaan dengan
pencantumaan, logo, tulissan, atau refferensi. Pelaanggaran terssebut terjadi untuk subkattegori (1)
mengenai peencantuman kata
k “halal” ataau logo halal.
Pelannggaran untukk kategori D berkaitan den
ngan iklan panngan yang m
mengarah bahw
wa pangan
seolah-olah sebagai obatt juga terjadi pada 0,67% iklan kategoori pangan prroduk-produk susu dan
analognya yang
y
dievaluuasi. 0,67% dari kategorri pangan terrsebut juga T
TMK untuk kelompok
pelanggarann G berkaitan dengan prosees, asal, dan sifat
s
bahan. Iklan
I
tersebut melanggar su
ubkategori
(6) yaitu meengenai pengggunaan kata-kata “alami” yaang tidak sesuuai dengan persyaratan yan
ng berlaku.
Seluruh iklaan dari kategori pangan produk-produk
k susu dan annalognya telahh memenuhi ketentuan
untuk kelom
mpok pelangggaran B berkaaitan dengan norma kesussilaan dan peenggunaan mo
odel iklan
anak-anak berusia
b
di baw
wah lima tahunn dan kelomp
pok pelanggarran C berkaitaan dengan iklaan pangan
yang mendisskreditkan ataau merendahkaan pangan lain
n baik secara langsung mauupun tidak lan
ngsung.
4.8.2 Kaategori Pan
ngan Lemak, Minyak,, dan Emullsi Minyak
% Iklan yang melanggar
Iklann dari kategorri pangan lem
mak, minyak, dan emulsi minyak
m
yang ditemukan paada ketiga
media yangg dievaluasi berjumlah
b
18 iklan (3,94%
% dari total keseluruhan
k
iiklan yang diievaluasi).
Setiap iklann tersebut dappat TMK untuuk satu atau lebih
l
kelompook pelanggaraan, yang prossentasenya
dapat dilihaat pada Gambbar 11. TMK
K untuk tiap kelompok
k
pelaanggaran dalaam hal ini berarti tidak
100% MK untuk kelom
mpok pelangggaran tersebu
ut (melanggarr satu atau lebih subkategori pada
kelompok pelanggaran
p
tersebut). Proosentase terseebut dihitung berdasarkan jumlah iklan
n kategori
pangan lemaak, minyak, daan emulsi minnyak yang diev
valuasi (18 ikklan).
38.89%
%
40%
%
35%
%
30%
%
25%
%
20%
%
15%
%
10%
%
5%
%
0%
%
11.11%
11.11%
5.56%
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Kategorri Pelanggaraan
Gambar 111. Sebaran proosentase pelannggaran pada iklan kategorri pangan lem
mak, minyak, dan
d emulsi
minyak
Dari grafik pada Gambar
G
11 dikketahui bahwaa sebagian bessar iklan dari kategori pang
gan lemak,
minyak, dann emulsi minyyak yang dievaaluasi (38,89%
%) TMK untuuk kelompok ppelanggaran F berkaitan
dengan klaim
m gizi, manfa
faat kesehatann, dan keaman
nan pangan. Pelanggaran tterbanyak terjjadi untuk
subkategori (17) mengennai iklan panggan yang men
ncantumkan mengandung
m
llebih dari sattu vitamin
106 atau mineral (21,05% dari total iklan kategori pangan tersebut), kemudian subkategori (1) mengenai
iklan pangan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin,
mineral, atau zat penambah gizi lainnya (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut),
subkategori (6) mengenai pencantuman klaim “rendah ... (nama komponen pangan)” atau “bebas ...
(nama komponen pangan)” (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (16)
mengenai pencantuman adanya vitamin dan mineral (10,53% dari total iklan kategori pangan
tersebut), dan subkategori (7) mengenai pencantuman klaim perbandingan zat gizi (5,26% dari total
iklan kategori pangan tersebut).
Selanjutnya, diketahui 22,22% dari seluruh iklan kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi
minyak yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo,
tulisan, atau referensi. Pelanggaran tersebut terjadi untuk subkategori (1) mengenai pencantuman kata
“halal” atau logo halal (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan untuk subkategori (3)
mengenai iklan pangan yang memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas
lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan (10,53% dari total
iklan kategori pangan tersebut). 11,11% dari seluruh iklan kategori pangan lemak, minyak, dan
emulsi minyak yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan
undian, sayembara, dan hadiah. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh penyertaan undian, sayembara,
atau hadiah langsung pada iklan yang tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud
adalah secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah
yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan sayembara), mencantumkan
tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk
undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk hadiah langsung).
Dari gambar tersebut terlihat bahwa prosentase selanjutnya, 5,56% dari seluruh iklan kategori
pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran C
berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pelanggaran tersebut terjadi untuk subkategori (1) mengenai iklan
pangan yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan
kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya. Dapat disimpulkan pula bahwa seluruh iklan dari
kategori pangan produk-produk susu dan analognya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok
pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, kategori B
berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima
tahun, kategori D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai
obat, kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, dan kelompok
pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok
orang tertentu.
4.8.3
Kategori Pangan Es Untuk Dimakan (Edible Ice, Termasuk Sherbet dan
Sorbet)
Iklan dari kategori pangan es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) yang
ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 6 iklan (1,31% dari total keseluruhan iklan
yang dievaluasi). Seluruh iklan dari kategori pangan tersebut yang dievaluasi dari ketiga media telah
100% memenuhi ketentuan untuk semua kelompok pelanggaran, kecuali kelompok pelanggaran I
berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu.
Iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (1) kelompok pelanggaran I mengenai iklan
107 tentang panngan olahan tertentu
t
yang mengandung
g bahan-bahann yang berkaadar tinggi yaang dapat
membahayaakan dan atau menggangguu pertumbuhan
n dan atau perkembangan aanak-anak, yaaitu dalam
hal ini kanduungan gula paada produk kaategori pangan
n tersebut.
4.8.4 Kaategori Pan
ngan Buah
h dan Say
yur (Termaasuk Jamu
ur, Umbi, Kacang
Teermasuk Kacang
K
Ked
delai, dan Lidah
L
Buayya), Rump
put Laut, dan
d BijiBijjian
% Iklan yang melanggar
Hanyya ditemukan 6 iklan (1,31%
% dari total keeseluruhan ikllan yang dievaaluasi) yang merupakan
m
iklan dari kaategori pangaan buah dan sayur
s
(termasu
uk jamur, umbbi, kacang terrmasuk kacan
ng kedelai,
dan lidah buuaya), rumputt laut, dan bijii-bijian. Setiaap iklan tersebbut dapat TMK
K untuk satu atau lebih
kelompok pelanggaran, yang prosentassenya dapat diilihat pada Gambar 12. TM
MK untuk tiap kelompok
pelanggarann dalam hal inni berarti tidakk 100% MK untuk
u
kelomppok pelanggarran tersebut (m
melanggar
satu atau leebih subkateggori pada kellompok pelan
nggaran terseebut). Prosenntase tersebutt dihitung
berdasarkann jumlah iklann kategori panngan buah dan
n sayur (term
masuk jamur, uumbi, kacang
g termasuk
kacang kedeelai, dan lidahh buaya), rumpput laut, dan biji-bijian
b
yangg dievaluasi (66 iklan).
3
33.33%
35%
%
30%
%
25%
%
20%
%
15%
%
10%
%
5%
%
0%
%
166.67%
16.67%
1
16.677%
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Kategorri Pelanggaraan
Gambar 122. Sebaran prrosentase pelaanggaran padaa iklan kategoori pangan buaah dan sayur (termasuk
jamur, umbbi, kacang term
masuk kacang
g kedelai, dann lidah buaya)), rumput lautt, dan bijibijian
Dari grafik pada Gambar
G
12 dikketahui bahwaa 33,33% iklann dari kategorri pangan terseebut TMK
untuk kelom
mpok pelangggaran G berkkaitan dengan
n proses, asall, dan sifat bbahan, yaitu melanggar
m
subkategori (8) mengenaii penggunaan kata-kata “diibuat dari” yang tidak tepatt. Selanjutnya, 16,67%
klan dari kaategori pangann buah dan saayur (termasu
uk jamur, umbbi, kacang terrmasuk kacan
ng kedelai,
dan lidah buuaya), rumputt laut, dan bijji-bijian yang dievaluasi TMK untuk keelompok pelan
nggaran F
berkaitan deengan klaim gizi, manfaatt kesehatan, dan
d keamanann pangan. Peelanggaran terrjadi pada
subkategori (10) mengennai pencantum
man klaim fu
ungsi lain ataau klaim penuurunan risiko
o penyakit
(16,67% daari total iklann kategori paangan tersebut) dan subkaategori (15) m
mengenai pen
ncantuman
informasi beebas bahan taambahan panggan berupa pernyataan dann atau tulisann dengan men
nggunakan
kata “bebass”, “tanpa”, “tidak
“
mengaandung” atau kata semaknna lainnya (16,67% dari total
t
iklan
kategori panngan tersebut).
108 Selannjutnya diketaahui 16,67% iklan dari kaategori pangann buah dan ssayur (termasuk jamur,
umbi, kacanng termasuk kacang
k
kedelaii, dan lidah bu
uaya), rumputt laut, dan bijii-bijian yang dievaluasi
TMK untukk kelompok pelanggaran
p
E berkaitan deengan pencanntuman, logo, tulisan, atau referensi,
yaitu melannggar ketentuuan pada subkkategori (3) iklan
i
pangan yang memuaat pernyataan
n dan/atau
menampilkaan nama, logo, atau identitaas lembaga yan
ng melakukann analisis dan m
mengeluarkan
n sertifikat
terhadap panngan. Prosenntase jumlah yang
y
sama, yaaitu 16,67%%
% iklan dari kaategori pangaan tersebut
TMK untukk kelompok peelanggaran I berkaitan
b
deng
gan iklan panggan yang mengandung bahaan tertentu
atau untuk kelompok
k
oraang tertentu, yaitu
y
melanggaar subkategorri (1) mengenaai iklan tentan
ng pangan
olahan tertenntu yang menngandung bahhan-bahan yan
ng berkadar tinnggi yang dappat membahay
yakan dan
atau menggaanggu pertumb
mbuhan dan ataau perkembangan anak-anakk.
Dappat disimpulkaan pula bahwa seluruh iklaan dari kategoori pangan buaah dan sayur (termasuk
jamur, umbi, kacang term
masuk kacangg kedelai, dan
n lidah buayaa), rumput lauut, dan biji-biijian telah
memenuhi ketentuan
k
unttuk kelompokk pelanggaran
n A berkaitann dengan pengggunaan kata--kata atau
ilustrasi yanng berlebihan, kategori B beerkaitan dengan norma kessusilaan dan penggunaan model
m
iklan
anak-anak berusia
b
di baw
wah lima tahunn, kelompok pelanggaran
p
C berkaitan denngan iklan pan
ngan yang
mendiskrediitkan atau merrendahkan panngan lain baik
k secara langsuung maupun ttidak langsung
g, kategori
D berkaitann dengan iklaan pangan yaang mengarah
h bahwa panngan seolah-oolah sebagai obat, dan
kelompok pelanggaran H berkaitan denngan penyertaan undian, sayyembara, dan hadiah.
ngan Sereallia dan Pro
oduk Serealia
4.8.5 Kaategori Pan
% Iklan yang melanggar
Iklann dari kategorri pangan serealia dan pro
oduk serealia yang ditemukkan pada ketiga media
yang dievaluuasi berjumlahh 24 iklan (5,225% dari total keseluruhan iklan yang diievaluasi). Seerealia dan
produk serealia yang dim
maksud meruppakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umb
bi, kacang
dan empuluur (bagian dallam batang taanaman), tidak
k termasuk prroduk bakeri dari kategorii 07.0 dan
tidak termassuk kacang daari kategori 04.2.1
0
dan 04.2.2. Setiap ikklan tersebut dapat TMK untuk
u
satu
atau lebih keelompok pelannggaran, yangg prosentaseny
ya dapat dilihaat pada Gambbar 13. TMK untuk tiap
kelompok pelanggaran
p
dalam hal ini berarti
b
tidak 100% MK unntuk kelompook pelanggaraan tersebut
(melanggar satu atau lebbih subkategoori pada kelom
mpok pelangggaran tersebutt). Prosentase tersebut
dihitung beerdasarkan juumlah iklan kategori pan
ngan produk-produk susu dan analognya yang
dievaluasi (224 iklan).
70%
60%
50%
40%
30%
20% 12.50%
10%
0%
A
B
6
66.67%
33.33%
4.17%
C
D
E
F
G
H
I
Kategorri Pelanggaraan
uk serealia
Gambar 133. Sebaran proosentase pelannggaran pada iklan kategorii pangan sereaalia dan produ
109 Dari grafik pada Gambar 13 diketahui bahwa sebagian besar iklan dari kategori pangan serealia
dan produk serealia (66,67%) TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan
yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu, yaitu melanggar subkategori
(1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar
tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anakanak. Selanjutnya, 33,33% iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia TMK untuk
kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi. Pelanggaran
untuk kategori tersebut terjadi pada subkategori (1) mengenai pencantuman kata “halal” dan logo
halal (29,17% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (3) iklan pangan yang
memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan
analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan (4,17% dari total iklan kategori pangan
tersebut).
Kemudian dari gambar tersebut diketahui 12,50% dari kategori pangan serealia dan produk
serealia TMK untuk kelompok pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi
yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (3) mengenai iklan yang memuat ilustrasi peragaan
maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen. 4,17% iklan dari kategori
pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan,
yaitu melanggar subkategori (8) mengenai penggunaan kata “dibuat dari” yang tidak tepat pada iklan.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia
seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran B berkaitan dengan norma
kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok
pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain
baik secara langsung maupun tidak langsung, kategori D berkaitan dengan iklan pangan yang
mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim
gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, dan kelompok pelanggaran H berkaitan dengan
penyertaan undian, sayembara, dan hadiah.
4.8.6
Kategori Pangan Produk Bakeri
Iklan dari kategori pangan produk bakeri yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi
berjumlah 33 iklan (7,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat
TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 14.
TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok
pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut).
Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan produk bakeri yang dievaluasi
(33 iklan).
110 % Iklan yang melanggar
2
24.24%
25%
18.18%
20%
12.12%
%
15%
10%
9.09%
6.06%
%
3.03%
5%
0%
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Kategorri Pelanggaraan
Gam
mbar 14. Sebaaran prosentasse pelanggaran
n pada iklan kategori
k
pangaan produk bak
keri
Dari grafik pada Gambar
G
14 dikketahui bahwaa 24,24% iklann dari kategorri pangan prod
duk bakeri
TMK untukk kelompok peelanggaran I berkaitan
b
deng
gan iklan panggan yang mengandung bahaan tertentu
atau untuk kelompok
k
oraang tertentu, yaitu
y
melanggaar subkategorri (1) mengenaai iklan tentan
ng pangan
olahan tertenntu yang menngandung bahhan-bahan yan
ng berkadar tinnggi yang dappat membahay
yakan dan
atau mengganggu pertum
mbuhan dan attau perkembaangan anak-annak. Selanjuttnya, 18,18% iklan dari
kategori panngan tersebut TMK
T
untuk kelompok
k
pelaanggaran G beerkaitan dengaan proses, asall, dan sifat
bahan. Pelaanggaran terhhadap kategorri G yaitu terjjadi pada subbkategori (9) m
mengenai iklaan pangan
yang memuuat kalimat, kata-kata,
k
pernnyataan yang menyesatkann, dan atau m
menimbulkan penafsiran
p
yang salah berkaitan denngan asal dann sifat bahan pangan (9,099% dari total iklan katego
ori pangan
tersebut), suubkategori (5)) mengenai peenggunaan kata-kata “segarr” yang tidak tepat (6,06%
% dari total
iklan kategoori pangan terrsebut), dan subkategori
s
(8) mengenai penggunaan kkata-kata “dib
buat dari”
yang tidak teepat (3,03% dari
d total iklann kategori pang
gan tersebut).
Selannjutnya, dari gambar
g
tersebbut diketahui 12,12% iklann dari kategorii pangan terseebut TMK
untuk kelom
mpok pelangggaran H berrkaitan dengaan penyertaann undian, saayembara, daan hadiah.
Pelanggarann tersebut diseebabkan oleh penyertaan
p
un
ndian, sayembbara, atau hadiiah langsung pada
p
iklan
yang tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan yang
y
dimaksuud adalah seccara jelas dan
n lengkap
menyebutkaan syarat-syarrat keikutsertaaan, jenis dan
n jumlah hadiiah yang ditaw
warkan, serta cara-cara
penyerahannnya (untuk undian dan sayembara), mencantum
mkan tanggal penarikan dan cara
pengumumaan pemenangnnya serta menyyebutkan izin
n yang berlakuu (untuk undiaan dan sayem
mbara) atau
periode/massa berlaku (unntuk hadiah lanngsung). Dap
pat dilihat darii gambar terseebut bahwa 9,09% iklan
dari kategoori pangan produk
p
bakerii TMK untu
uk kelompok pelanggarann A berkaitaan dengan
penggunaann kata-kata ataau ilustrasi yanng berlebihan
n, yaitu melannggar subkateggori (3) meng
genai iklan
pangan yanng memuat ilustrasi peragaan maupu
un kata-kata yang berlebbihan sehing
gga dapat
menyesatkann konsumen.
Proseentase selanjjutnya, 6,06%
% dari kategori pangan tersebut TM
MK untuk kelompok
pelanggarann E berkaitann dengan peencantuman, logo, tulisann, atau referensi, yaitu melanggar
m
subkategori (1) mengenaii pencantumann kata-kata “h
halal” dan logoo halal. Kemuudian, 3,03% iklan dari
kategori panngan produk bakeri TMK untuk kelom
mpok pelanggaaran F berkaiitan dengan klaim
k
gizi,
manfaat kessehatan, dan keamanan
k
panngan, yaitu melanggar
m
subkategori (6) m
mengenai pen
ncantuman
klaim “renddah ... (nama komponen
k
paangan)” atau “bebas
“
... (nam
ma komponenn pangan)” (3,03% dari
total iklan kategori
k
pangaan tersebut), subkategori
s
(7
7) mengenai pencantuman
p
kklaim perband
dingan zat
gizi (3,03% dari total iklaan kategori paangan tersebut), subkategorri (10) mengenai pencantum
man klaim
111 fungsi lain atau
a klaim pennurunan risikoo penyakit (3,0
03% dari totall iklan kategorri pangan terssebut), dan
subkategori (16) mengennai pencantum
man adanya vitamin
v
dan mineral.
m
Iklann dari katego
ori pangan
produk bakeeri seluruhnyaa telah memennuhi ketentuan
n untuk kelom
mpok pelanggaaran B berkaitan dengan
norma kesuusilaan dan peenggunaan moodel iklan an
nak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok
pelanggarann C berkaitan dengan iklann pangan yang
g mendiskrediitkan atau meerendahkan paangan lain
baik secara langsung maaupun tidak laangsung, dan kelompok pelanggaran D berkaitan den
ngan iklan
pangan yangg mengarah baahwa pangan seolah-olah seebagai obat.
4.8.7 Kaategori Pan
ngan Dagin
ng dan Prod
duk Dagingg
Iklann dari kategorii pangan daging dan produk daging yangg ditemukan ppada ketiga media
m
yang
dievaluasi berjumlah
b
11 iklan (2,41%
% dari total keseluruhan
k
ikklan yang dieevaluasi). Daaging dan
produk daging yang dim
maksud termaasuk daging unggas
u
dan daging
d
hewann buruan. Seetiap iklan
tersebut dappat TMK untuuk satu atau lebih
l
kelompo
ok pelanggaraan, yang prosentasenya dap
pat dilihat
pada Gambaar 15. TMK untuk
u
tiap keloompok pelang
ggaran dalam hal ini berartii tidak 100% MK
M untuk
kelompok pelanggaran
p
teersebut (melannggar satu ataau lebih subkkategori pada kelompok peelanggaran
tersebut). Prosentase
P
terssebut dihitungg berdasarkan
n jumlah iklann kategori panngan daging dan produk
daging yangg dievaluasi (111 iklan).
% Iklan yang melanggar
100.00%
100%
%
90%
%
80%
%
70%
%
60%
%
50%
%
40%
%
30%
% 18.18%
20%
%
10%
%
0%
%
A
B
63.64%
18.18%
C
D
E
F
G
H
I
Katego
ori Pelanggarran
Gambar 15. Sebaran prrosentase pelaanggaran padaa iklan kategorri pangan dagiing dan produ
uk daging
Dari grafik pada Gambar 15 diketahui
d
bahw
wa 100% iklaan dari kateggori pangan daging dan
produk dagiing TMK untuuk kelompok pelanggaran
p
I berkaitan denngan iklan panngan yang meengandung
bahan tertenntu atau untukk kelompok orang
o
tertentu,, yaitu melangggar subkateggori (1) meng
genai iklan
tentang panngan olahan tertentu
t
yang mengandung
g bahan-bahann yang berkaadar tinggi yaang dapat
membahayaakan dan atau mengganggu pertumbuhan
n dan atau perkkembangan annak-anak. Seelanjutnya,
63,64% iklaan dari kategoori pangan terrsebut TMK untuk
u
kelomppok pelanggarran E berkaitaan dengan
pencantumaan, logo, tulisaan, atau referrensi, yaitu melanggar
m
subkkategori (1) m
mengenai pen
ncantuman
kata-kata “hhalal” dan loggo halal. 18,118% iklan darri kategori panngan tersebut TMK untuk kelompok
pelanggarann A berkaitan dengan pengggunaan kata-kata atau ilustrrasi yang berleebihan, yaitu melanggar
m
subkategori (1) mengenaai penggunaann kata-kata seeperti aman, tidak berbahaaya, tidak meengandung
112 risiko atau efek sampingan dan tidak terdapat keterangan yang lengkap tentang kata-kata tersebut
(18,18% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (3) mengenai iklan pangan yang
dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan
konsumen (18,18% dari total iklan kategori pangan tersebut).
Selanjutnya, diketahui 18,18% iklan dari kategori pangan daging dan produk daging TMK
untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar
subkategori (8) mengenai penggunaan kata-kata “dibuat dari” yang tidak tepat. Iklan dari kategori
pangan produk bakeri seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran B berkaitan
dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun,
kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan
pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, kelompok pelanggaran D berkaitan dengan
iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, kelompok pelanggaran F
berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, dan kelompok pelanggaran H
berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah.
4.8.8
Kategori Pangan Ikan dan Produk Perikanan
Terdapat 8 iklan (1,75% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang merupakan iklan
dari kategori pangan ikan dan produk perikanan. Kategori pangan ikan dan produk perikanan yang
dimaksud adalah termasuk pula moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil. Seluruh
iklan dari kategori pangan tersebut yang dievaluasi dari ketiga media telah 100% memenuhi ketentuan
untuk semua kelompok pelanggaran, kecuali kelompok pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan
kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (3) mengenai penggunaan
ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen.
4.8.9
Kategori Pangan Garam, Rempah, Sup, Saus, Salad, dan Produk Protein
Iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein yang ditemukan
pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 94 iklan (20,57% dari total keseluruhan iklan yang
dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang
prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 16. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini
berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori
pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori
pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein yang dievaluasi (94 iklan).
113 % Iklan yang melanggar
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
75.53%
7.45%
A
6.38%
B
C
% 4.26%
1.06%
D
E
F
G
6.38%
H
I
Kategorri Pelanggaraan
Gambar 166. Sebaran prrosentase pelaanggaran padaa iklan kategoori pangan garram, rempah, sup, saus,
salad, dan produk
p
proteinn
G
16 dikketahui bahwaa sebagian bessar iklan dari kkategori pang
gan garam,
Dari grafik pada Gambar
p
(75,73%
%) TMK untuuk kelompok ppelanggaran I berkaitan
rempah, supp, saus, salad, dan produk protein
dengan iklaan pangan yanng menganduung bahan terrtentu atau unntuk kelompook orang terteentu, yaitu
melanggar subkategori
s
(11) mengenai iklan
i
tentang pangan olahaan tertentu yanng mengandun
ng bahanbahan yang berkadar tingggi yang dapaat membahayaakan dan atau menggangguu pertumbuhan
n dan atau
perkembanggan anak-anakk. Selanjutnnya, 7,45% ik
klan dari kattegori pangann tersebut TM
MK untuk
kelompok pelanggaran A berkaitan denngan penggun
naan kata-kataa atau ilustrasii yang berlebiihan, yaitu
melanggar subkategori
s
(33) mengenai iklan pangan
n yang dimuatt dengan ilusstrasi peragaan
n maupun
kata-kata yaang berlebihann sehingga dappat menyesatk
kan konsumenn.
Selannjutnya, dari gambar
g
tersebbut diketahui 6,38% iklan dari
d kategori ppangan garam
m, rempah,
sup, saus, salad,
s
dan prooduk protein TMK untuk kelompok
k
pellanggaran C bberkaitan den
ngan iklan
pangan yanng mendiskredditkan atau merendahkan
m
pangan
p
lain baik
b
secara laangsung mau
upun tidak
langsung, yaitu melanggaar subkategorri (1) mengen
nai iklan panggan yang secaara langsung atau tidak
langsung merendahkan
m
b
barang
dan/attau jasa lain atau dengann kata lain m
mendiskreditkaan produk
pangan lainnnya. 6,38% dari
d kategori pangan
p
tersebu
ut TMK untukk kelompok ppelanggaran H berkaitan
dengan penyyertaan undiann, sayembara,, dan hadiah. Pelanggaran tersebut disebbabkan oleh penyertaan
p
undian, sayeembara, atau hadiah langsuung pada iklan
n yang tidak memenuhi peersyaratan. Peersyaratan
yang dimakksud adalah seecara jelas daan lengkap menyebutkan syarat-syarat kkeikutsertaan, jenis dan
jumlah haddiah yang dittawarkan, serrta cara-cara penyerahannyya (untuk unndian dan saayembara),
mencantumkkan tanggal penarikan
p
dan cara pengum
muman pemenaangnya serta m
menyebutkan izin yang
berlaku (unttuk undian dann sayembara) atau periode/m
masa berlaku (untuk hadiahh langsung).
Diketahui pula bahhwa 4,26% ikklan dari kategori pangan garam,
g
rempah, sup, saus, salad, dan
produk prottein TMK unttuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan
d
prosess, asal, dan siifat bahan,
yaitu melannggar subkateegori (8) menngenai penggunaan kata-kkata “dibuat ddari” yang tid
dak tepat.
Selanjutnya,, 1,06% iklaan dari kateggori pangan tersebut TMK
K untuk kelompok pelan
nggaran F
berkaitan deengan klaim gizi,
g
manfaat kesehatan,
k
daan keamanan pangan,
p
yaitu melanggar su
ubkategori
(5) mengennai mencantum
mkan klaim kandungan
k
zaat gizi (1,06%
% dari total iklan katego
ori pangan
tersebut) daan subkategorri (17) mengenai pencantu
uman menganndung lebih dari satu vitaamin atau
mineral (1,006% dari totall iklan kategorri pangan terssebut). Iklan dari
d kategori ppangan garam
m, rempah,
sup, saus, salad, dan produk
p
proteein seluruhny
ya telah mem
menuhi ketenntuan untuk kelompok
pelanggarann B berkaitan dengan normaa kesusilaan dan
d penggunaaan model iklaan anak-anak berusia di
114 bawah lima tahun, kelom
mpok pelangggaran D berkaaitan dengan iklan
i
pangan yang mengarrah bahwa
pangan seollah-olah sebaggai obat, dan kelompok
k
pellanggaran E berkaitan
b
denggan pencantum
man, logo,
tulisan, atauu referensi.
4.8.10 Kaategori Pan
ngan Produ
uk Pangan Untuk Kep
perluan Gizzi Khusus
% Iklan yang melanggar
Iklann dari kategorri produk panngan untuk keeperluan gizi khusus
k
yang ditemukan paada ketiga
media yangg dievaluasi berjumlah
b
50 iklan (10,94%
% dari total keseluruhan iiklan yang diievaluasi).
Setiap iklann tersebut dappat TMK untuuk satu atau lebih
l
kelompook pelanggaraan, yang prossentasenya
dapat dilihaat pada Gambbar 17. TMK
K untuk tiap kelompok
k
pelaanggaran dalaam hal ini berarti tidak
100% MK untuk kelom
mpok pelangggaran tersebu
ut (melanggarr satu atau lebih subkategori pada
kelompok pelanggaran
p
tersebut). Proosentase terseebut dihitung berdasarkan jumlah iklan
n kategori
produk panggan untuk kepperluan khususs yang dievalu
uasi (50 iklan)).
40.00%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
16.00%
8
8.00%
16.000%
10.00%
8.000%
Kategorri Pelanggaraan
da iklan kateggori produk pangan untuk keperluan
Gambar 177. Sebaran prosentase pelanggaran pad
khusus
G
17dikketahui bahwa sebagian besar iklan dari kkategori produ
uk pangan
Dari grafik pada Gambar
MK untuk kelo
ompok pelangggaran khusuus, yang dirincci sebagai
untuk keperrluan khusus (40,00%) TM
berikut: 36,000% dari totaal iklan kategoori pangan terrsebut melangggar subkateggori (1) katego
ori khusus
vitamin yaittu iklan vitam
min tersebut tidak mengan
ndung kontekks sebagai suuplemen makaanan pada
keadaan tubbuh tertentu, misalnya
m
keadaan sesudah sakit/operasi,
s
m
masa
kehamillan dan menyu
usui, serta
lanjut usia, 4,00%
4
dari total iklan kateggori pangan teersebut melannggar subkateggori (2) katego
ori khusus
vitamin yaiitu iklan terssebut terkesann memberikaan anjuran bahwa vitaminn dapat men
nggantikan
makanan (suubtitusi), atauu vitamin mutllak dibutuhkaan sehari-hari pada keadaann di mana gizii makanan
sudah cukupp, kemudian 2,00% dari tootal iklan kattegori pangan tersebut mellanggar subkaategori (3)
kategori khuusus vitamin yaitu iklan teersebut memb
beri kesan baahwa pemelihharaan kesehattan (umur
panjang, aw
wet muda, kecantikan) dapaat tercapai han
nya dengan peenggunaan vitamin, 8,00%
% dari total
iklan kategoori pangan terssebut melangggar subkatego
ori (4) kategorri khusus vitam
min yaitu iklaan tersebut
memberi innformasi seccara langsungg atau tidak
k langsung bahwa
b
pengggunaan vitam
min dapat
menimbulkaan energi, keebugaran, penningkatan nafsu makan, dan
d
pertumbuuhan, mengatasi stres,
ataupun penningkatan kem
mampuan sekks, 2,00% darri total iklan kategori
k
panggan tersebut melanggar
m
115 subkategori (1) kategori khusus makanan pelengkap (food suplement) dan mineral yaitu iklan tersebut
tidak mengandung keterangan yang bermaksud untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan
makanan pelengkap dan mineral, misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, serta
lanjut usia, dan 2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (1) kategori
khusus makanan diet yaitu mengenai iklan makanan rendah natrium.
Selanjutnya, 16,00% iklan dari kategori tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan
dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu.
Pelanggaran terhadap kelompok pelanggaran I terjadi pada subkategori (4) mengenai iklan tentang
pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun yaitu tidak memuat
keterangan mengenai peruntukkannya atau tidak memuat memuat peringatan mengenai dampak
negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan sehingga TMK (14,00% dari total iklan kategori
pangan tersebut), subkategori (1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung
bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan
atau perkembangan anak-anak (2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut).
Dari gambar tersebut juga diketahui bahwa 16,00% iklan dari kategori produk pangan untuk
keperluan khusus TMK untuk kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat
kesehatan, dan keamanan pangan, yaitu melanggar subkategori (5) mengenai pencantuman klaim
kandungan zat gizi (6,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (11) mengenai
pencantuman klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan semua zat gizi esensial (4,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (15)
mengenai pencantuman informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan
dengan menggunakan kata “bebas”, “tanpa”, “tidak mengandung” atau kata semakna lainnya (4,00%
dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (17) mengenai adanya pernyataan mengandung
lebih dari satu vitamin atau mineral (4,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori
(6) mengenai pencantuman klaim “rendah ... (nama komponen pangan)” atau “bebas ... (nama
komponen pangan)” (2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut).
Selanjutnya, 10,00% iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan khusus TMK untuk
kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Pelanggaran
tersebut disebabkan oleh penyertaan undian, sayembara, atau hadiah langsung pada iklan yang tidak
memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah secara jelas dan lengkap menyebutkan
syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya
(untuk undian dan sayembara), mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman
pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa
berlaku (untuk hadiah langsung). 8% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok
pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar
subkategori (5) mengenai adanya pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan
kecerdasan atau meningkatkan IQ.
Prosentase selanjutnya, 8,00% iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan khusus TMK
untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar
subkategori (9) mengenai pencantuman kalimat, kata-kata, pernyataan yang menyesatkan, dan atau
menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan (6,00% dari total
iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (8) mengenai penggunaan kata-kata “dibuat dari”
yang tidak tepat (2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut). Iklan dari kategori pangan garam,
rempah, sup, saus, salad, dan produk protein seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok
pelanggaran B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di
bawah lima tahun, kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan
116 atau merenddahkan pangann lain baik seccara langsung maupun tidakk langsung, keelompok pelan
nggaran D
berkaitan deengan iklan paangan yang mengarah
m
bahw
wa pangan seoolah-olah sebagai obat, dan kelompok
pelanggarann E berkaitan dengan
d
pencanntuman, logo,, tulisan, atau referensi.
4.8.11 Kaategori Pan
ngan Minum
man, Tidak
k Termasuk
k Produk S
Susu
% Iklan yang melanggar
Iklann dari kategorii pangan minuuman, tidak teermasuk prodduk susu yang ditemukan paada ketiga
media yangg dievaluasi berjumlah
b
57 iklan (12,47%
% dari total keseluruhan iiklan yang diievaluasi).
Setiap iklann tersebut dappat TMK untuuk satu atau lebih
l
kelompook pelanggaraan, yang prossentasenya
dapat dilihaat pada Gambbar 18. TMK
K untuk tiap kelompok
k
pelaanggaran dalaam hal ini berarti tidak
100% MK untuk kelom
mpok pelangggaran tersebu
ut (melanggarr satu atau lebih subkategori pada
kelompok pelanggaran
p
tersebut). Proosentase terseebut dihitung berdasarkan jumlah iklan
n kategori
pangan minuuman, tidak teermasuk produuk susu yang dievaluasi (577 iklan).
30%
25%
20%
15% 10.53%
10%
5%
0%
A
B
28.07%
2
21.05%
%
12.28%
1.75%
C
5.26%
%3.51%
D
E
%
3.51%
F
G
H
I
Kategorri Pelanggaraan
Gambar 188. Sebaran prrosentase pelaanggaran padaa iklan kategoori pangan miinuman, tidak
k termasuk
produk susuu
G
18 diketahui
d
bahw
wa 28,07% ikklan dari kateegori pangan minuman,
Dari grafik pada Gambar
tidak termassuk produk suusu TMK untuuk kelompok pelanggaran G berkaitan ddengan proses,, asal, dan
sifat bahan, yaitu melangggar subkateggori (9) meng
genai pencantuuman kalimatt, kata-kata, pernyataan
p
yang menyeesatkan, dan atau menimbbulkan penafssiran yang sallah berkaitan dengan asal dan sifat
bahan panggan (15,79% dari total iklan
i
kategorri pangan teersebut), subkkategori (6) mengenai
penggunaann kata “alamii” yang tidakk tepat (10,5
53% dari totaal iklan kateegori pangan tersebut),
subkategori (8) mengenaii penggunaan kata-kata “dib
buat dari” yanng tidak tepatt (7,02% dari total iklan
kategori panngan tersebutt), subkategori (7) mengeenai penggunaaan kata “muurni” yang tiidak tepat
(5,26% darii total iklan kategori panggan tersebut),, dan subkateegori (2) menngenai pernyaataan atau
keterangan bahwa
b
pangann tersebut dibuuat dari bahan
n yang segar.
Selannjutnya, 21,055% iklan dari kategori pan
ngan minumann, tidak termaasuk produk susu
s
TMK
untuk kelom
mpok pelangggaran I, yaituu melanggar subkategori (1)
( mengenaii iklan tentan
ng pangan
olahan tertenntu yang menngandung bahhan-bahan yan
ng berkadar tinnggi yang dappat membahay
yakan dan
atau menggganggu pertum
mbuhan dan atau perkemb
bangan anak--anak. 12,288% iklan dari kategori
pangan terseebut TMK unttuk kelompokk pelanggaran F berkaitan dengan klaim ggizi, manfaat kesehatan,
k
dan keamannan pangan, yaaitu melanggaar subkategorii (5) mengenaai pencantumaan klaim kand
dungan zat
117 gizi (5,26% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (8) mengenai pencantuman klaim
fungsi zat gizi (5,26% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori (17) mengenai
adanya pernyataan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral (3,51% dari total iklan kategori
pangan tersebut). 10,53% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran A
berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori
(3) mengenai adanya ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat
menyesatkan konsumen (8,77 % dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (1)
mengenai penggunaan kata-kata seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek
sampingan yang tidak disertai keterangan yang lengkap tentang kata-kata tersebut (1,75 % dari total
iklan kategori pangan tersebut).
Selanjutnya diketahui 5,26% iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu
TMK untuk kelompok pelanggaran D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan
seolah-olah sebagai obat, 3,51% iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu
TMK untuk kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi,
yaitu melanggar subkategori (1) mengenai pencantuman kata “halal” atau logo halal, dan 3,75% iklan
dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu TMK untuk kelompok pelanggaran H
berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh
penyertaan undian, sayembara, atau hadiah langsung pada iklan yang tidak memenuhi persyaratan.
Persyaratan yang dimaksud adalah secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan,
jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan
sayembara), mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta
menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk
hadiah langsung).
Prosentase selanjutnya, 1,75% iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk
susu TMK untuk kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau
merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu melanggar subkategori
(1) mengenai iklan pangan yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau
jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya. Iklan dari kategori pangan
tersebut seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran B berkaitan dengan
norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun.
4.8.12 Kategori Pangan Makanan Ringan Siap Santap
Hanya ditemukan 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang merupakan
kategori pangan makanan ringan siap santap. Iklan tersebut telah 100% memenuhi ketentuan untuk
seluruh kelompok pelanggaran.
118 
Download