ANALISIS TENTANG PERTENTANGAN NILAI POLITIK INTERNASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional oleh: ABDULLAH FIKRI ASHRI E 131 09 007 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014 i KATA PENGANTAR Hidup ini seperti orang yang bersandar di pohon kemudian bermimpi, bermimpi menjadi apapun yang diinginkan, tapi ketika terbangun lalu menyadari singkatnya mimpinya. Begitulah hidup, sangat pendek maka bermanfaatlah karena waktu yang singkat ini menentukan masa yang panjang (Buya Hamka) Masih jelas diingatanku ketika masih duduk dibangku SD, rasanya selalu bermimpi menjadi dewasa dimana dapat membeli yang diinginkan. Tapi, belum sempat bermimpi panjang tentang hal itu, kini hampir seperempat abad telah kujalani hidup. Satu masa yakni menjadi Mahasiswa baru saja terlalui. Entah apakah ini pertanda baik atau buruk, seperti ungkapan teman ketika sarjana “selamat menempuh the real kehidupan”, padahal menurutku kehidupan yang sama saja berada di bawah rezim neoliberal (matemija’). Tapi, intinya adalah hidup begitu singkat, maka setiap langkah hingga masa harus dimaknai dengan bermanfaat. Oleh karena itu gelar sarjana yang diraih ini merupakan kesyukuran sekaligus amanah. Kekayaan adalah rasa syukur bukan unsur materi, sehingga kesyukuran ini selalu terhaturkan kepada Allah S.W.T yang telah meniupkan roh, memberikan nikmat oksigen, kesehatan, keluarga, dan begitu banyak nikmat yang tidak ternilai dengan mata uang apapun di dunia ini. ii Kata pengantar ini seperti yang lainnya ‘pengantar’, maka saya ingin menuliskan ucapan bahagia dan terima kasih karena telah ‘mengantar’ kesarjanaan ini. Teruntuk ayah (Prof.Dr.Muhammad Ashri S.H, M.H) yang kekagumanku tak pernah berkurang secuilpun, yang telah mengajarkan kesabaran, tak pernah mengeluh, dan tempat diskusi maupun berdebat (khususnya PTN-BH, hehehe..), dan Mama (Dra. Afdaliah M.M) seorang ibu yang begitu energik dan sempurna melebihi malaikat untuk anak-anaknya, maaf selama ini sering membuatmu menunda tidur demi menungguku pulang. Terima kasih sedalam-dalamnya. Teruntuk Muhammad Haekal Ashri S.H, M.H seorang kakak yang ‘kejam’ nan perhatian, Rusydi Ashri selamat bermahasiswa, Munif Ashri tetaplah membaca Marx.hehehe, Untuk Nenek Opo, Mama Ayah, Bapak, dan Mama Aji sehat selalu. Teruntuk Nurul Fajri Husin S.IP Sang Kekasih yang selalu mengingatkan, mengajarkan, menjaga, dan sabar menghadapi diriku..heheheh…skripsi ini takkan selesai tanpa tips, trik, dan pesan rindu darimu.mari berjuang dan berdoa bersama slalu untuk esok, lusa, dan hari tua kita. Kepada Bapak Drs. Patrice Lumumba M.A sebagai pembimbing sekaligus guru yang mengajarkan bahwa teori (dasar) sangat penting. Terima kasih Pak atas semuanya (termasuk traktiran cotonya hehehe). Kepada Kak Isdah S.IP, M.A sebagai pembimbing II yang selalu memotivasi. Maaf selalu menyusahkan. Juga untuk para dosen Bu Puspa, Kak Gego (terima kasih banyak), Pak Adi, Pak Bur, Bu Seni, Pak Darwis, Pak Aspi, Pak Nasir dan staf pejuang Kak Rahma dan Bunda. Terima Kasih dan Sehat Selalu iii Teruntuk Rumah HIMAHI FISIP Unhas, ……tak ada kata, kalimat, atau bahkan naskah yang bisa menggambarkan dirimu. Begitu banyak pelajaran, kebahagiaan, perjuangan, keharuan yang engkau berikan. Untuk kakak-kakak kak iccang (tetaplah tegas sang guru), kak ekha (trims banyak), kak achong, kak gilang, kak syam (maaf kak), kak hasrul (sang inspirator), kak ridho (cepat sembuh matanya), kak rio, kak arkam yang mengajarkan persaudaraan, kak ari, kak radis, kak diba, kak ewing, kak Bob n kak Nitha (kekagumanku teriring), kak sawing (semangat bapak Dosen) dan senior lainnya yang begitu keren. Adik-adikku yang selalu mengingatkan bahwa menjadi kakak adalah amanah. Menjadi bagian dari rumah ini adalah kebaikan hidup..tetaplah menjadi rumah. Berbahagialah berHIMAHI. Teruntuk HI 09 alias angkatan rapuh, bersama kalian adalah kebahagiaan sekaligus iri dengan kemampuan kalian yang beragam. Terima kasih selalu menjadi tempat cerita, acara makan-makan, dan banyak lagi. Untuk perempuan yang luar biasa, Nurul Husin (SangKekasih), Cida (keep istiqomah), Inna (SangSekretaris), April (selamat!), Sary (Garda Terdepan HUMAS), Amdy (maha ielts), dilla (multitalent), Nany (K-Pop n Uang Kosan), Icha (teman pencerita kecil), Fatma (calon dosen), Ayu (bobo), Hutri (akbar), Wani (Mandiri), Dillah (Bandung), Ivon (Zack*), Dissa (women ji), Ditha (anak SMADA jie), Dwi (17WI), Fitri (semangat), Claudia (bundo), Chris (iya Fren), Manda (pemanah), dan Muspida (Abdesir), juga lelaki periang namun kesepian Fais (Taurus Boy), Satky (sumber berita terdepan mengaburkan),Langgam (seperti cool), Eky (Liverpool), Fikar (gokil), Vincen (ahli HP), Aldy (Ketua angkatan), Benji (temannya apip), Tyo n Ishaq (Kawan Seminar), Bama (sang diplomat), Syukron (Rajin Kuliah bro), Chalik (Master of Mandarin), Rahmat (Ustadz), Efri iv (bercermin di air terjuan). Dan terkhusus untuk Apip (ayok menjelajah n awet sm ayu yah), Riri (Sepupuku yang santai namun pemikir), Michael (nda tauma mau bilang apa, engkaulah sahabat tersabar yang sangat fokus jika sedang mengerjakan sesuatu, maaf tak menemanimu secara langsung, tetaplah menjadi Michael yang tentu saja ‘asyik’), terakhir untuk sang Yes Man Ridho Wirawan (terima kasih banyak atas semua ilmu dan semangatnya bro…wanita yang bersamamu nanti adalah wanita terbaik dan tercantik ‘menurutmu’)..terima kasih Angkatan Rapuh, tetaplah Rapuh, agar kita masih selalu saling menguatkan. Terindah Pengurus Harian HIMAHI FISIP Unhas 2011-2012, seingatku kita menamainya Pengurus On Time...terima kasih banyak atas kerjasama dan haru biru menjalani bahtera kepengurusan, sunggguh masa yang sangat indah..menahkodai kapal yang berisi banyak hal dan melalui ombak nan angin kencang mengajarkan kita bermanfaat. Selaku Ketua Himpunan Jutaan kebanggaan untuk kalian dan terima kasih telah bersama menjaga amanah. Entah harus membalasnya dengan apa. Teruntuk Adik-adik yang sungguh keren, eqi (DEMA jie), Evan (Kahima yang ceria), , radit (mahaguru drumer), ayu (Sangbendahara), ignas dan juned (sang pembaharu), mega, Fiqih, Fahmi, Maul, Nunu, dan adik-adik HI 2010 lainnya. Adik-adik yang sungguh slalu mengisi waktu dan pikiran tahun 2011, Hedar (Kahima yang pekerja keras, jaga kesehatan dik), Ayu Anastasya (teruslah membagi ilmu), Viko (harus lebih intens ya), Aji (tetaplah menjadi penjaga), Noufal (adik kritis yang butuh pendamping), Anti n Ida (partner DPO dan sungguh sang pejuang), Dina (harus berani!) Toso (teruslah senyum), Rindang (berceritalah), Ade (keep creative), Muthia (menulis!), Afni (teruslah Bicara), v Wiwin n Fitrah (teruslah menguatkan), dan adik adik 2011 lainnya semangat terus ya. Juga untuk Adik-adik HI 2012 yang begitu beragam. Rial (Kahima), Dian (teruslah membawa ceria), Dewe (maaf pancake durian), Amel (keep strong), Sirton (engkau telah berubah lbh keren), Gufron (teruslah memperjuangkan), Bayu (jaga anak anak), ama (kawan lari), nitha (yang diperjuangkan heheh), vivi (jangan marahi aji terus), yuli (hormat ketua genk), dan yang 2012 lainnya yang mantap. Terakhir untuk adik adik 2013 berkreasilah ophy, Hilda, torgib, ryan, jabal, dan lainnya. Terima kasih adik-adik. Teruntuk yang slalu berjuang LAW Unhas. maafkan aku atas underground movement ini. untuk kakak-kakak yang begitu patut diteladani Kak Maula (jaga kesehatan krn berjuang slalu), Kak Achong (mahaguru ristra), Kak Ullah (tetap mengingatkan), kak Hepta (selaluki memang lebih maju berapa langkah kak). Untuk Ellung direktur kami yang sangat membumi!, Enalz (adik yang slalu membuat hari luar biasa, pasti tergapai cuy), Iccang (lelaki cakep misterius), Athir (tetaplah menghangatkan), Deny (ditunggu tulisannya), Hendri (Mahaguru), Aman (pemikir hebat!), Hasti (srikandi LAW), Ama, fhera, syifa, Main, dan LAWers lainnya. Abadilah! Teruntuk KKN Miangas Pertama. Terimakasih Opa, Oma, Tya, saudaraku kak agus, ryan, abdi, dan seluruh pejuang Miangas. Kalian luara biasa. Semoga kita diberi kesempatan menginjakkan kaki di tanah surga tersebut. Teruntuk semua warga Sospol, terkhusus angkatan 2009 Uchenk, Chubo, Igar, Tamada, Alif, Adi, Enal, Rahmat, Cuna (Mahagurunya mahaguruku), Anto, dan vi semuanya terima kasih telah memberi warna dalam kehidupan kampus yang tanpa kalian akan jadi koridor kosong. Dinantikan ngopi selanjutnya! Teruntuk Mace Halifa dan almarhum pace, sari, mace suki, terima kasih menjadi tempat bersandar ketika lapar dan ketika merindukan indahnya makanan yang disajikan dengan cinta. Untuk pejuang di TK Bunga Asya, Bunda sang kepala sekolah yang bijak, Bu Ummu yang sungguh sabar, Bu Rany yang begitu semangat, Bu Erny yang begitu menyanyangi Kenli, dan Adik adik yang keren dan mengajarkan bahwa mengajar adalah belajar. maaf belum berkunjung. Terima kasih TK yang bahagia! Terakhir untuk Tenri (Thunder EN 125), engkaulah yang membesarkan dan menghidupi diriku sejak di MAN hingga sarjana. Maaf kadang ,melupakanmu juga untuk Laptopku yang menghasilkan karya hidup, thank you! Semoga karya skripsi ini dapat memberi setitik cerah di dunia yang mungkin digelapkan. Kemapanan adalah kesombongan, oleh karena itu skripsi ini jauh dari kemapanan maka diharapkan kritiknya. Selamat mengerinyitkan dahi. [email protected] Ketika harga Pangan selalu naik, Juni 2014 Abdullah Fikri Ashri vii ABSTRAK Abdullah Fikri Ashri, E131 09 007, dengan skripsi berjudul “Analisis Pertentangan Nilai Politik Internasional Dan Hukum Internasional”, di bawah bimbingan Patrice Lumumba selaku Pembimbing I dan Nur Isdah, selaku Pembimbing II pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakukltas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanuddin. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa apa yang mendasari terjadinya pertentangan nilai dalam politik internasional dan hukum internasioanal. Politik internasional mengandung nilai pengejaran power (kekuasaan), konfrontasi, dan dominasi sedangkan hukum internasional mengandung nilai aturan umum dan kepentingan bersama. Penelitian ini juga bertujuan menganalisa wujud pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional dalam satu dekade terakhir. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif yakni menganalisa dan memaparkan mengapa terjadi pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (library research) yaitu dengan mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas berupa buku, dokumen, jurnal, artikel, atau surat kabar. Adapun teknik analisis data yakni kualitatif, dimana penulis akan menjelaskan permasalahan berdasarkan data teoritis yang diperoleh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa yang mendasari tejadinya pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional adalah ambisi setiap negara dalam mengejar power (kekuasaan) yang terkandung dalam politik internasional bertentangan dengan aturan dalam hukum internasional. Wujud pertentangan politik internasional dan hukum internasional adalah diutamakannya kepentingan sepihak bertentangan dengan kepentingan bersama. Dalam politik internasional, kepentingan bersama dalam hukum internasional hanyalah dijadikan instrumen untuk mendapatkan dominasi atau menjaga dominasi negaranegara yang memiliki power lebih. Kepentingan bersama dalam hukum internasional dapat diabaikan demi kepentingan sepihak negara yang memiliki power. Kata Kunci: Politik Internasional, Hukum Internasional, Power, Aturan viii ABSTRACT Abdullah Fikri Ashri, E 131 09 007 in “Analize Contradiction of Values in International Politics and International Law”. With Patrice Lumumba as First Advisor and Nur Isdah as Second Advisor. This research aims to analize why contradiction of values occur in International Politics and International Law. International politics contain values struggle for power, confrontation, and domination. In other side, international law contain values of rules and collective interest. This research also aims to analize shape contradiction of values in International Politics and International Law. This is a descriptive research. The data used in this research from library research. This research utilize various datum from literature, books, official document, journal, newspaper which are organized by qualitative method. Through this research, it can be concluded that foundation why occur contradiction of values in international politics and international law because there are ambitions of states in international politics which contra with rules in international law. The rules are made to limit ambitions of states. In the fact ambitions of states can break the rules. In reality shape contradiction of values is international politics give priority to unilateral interest and international law give priority to collective interest. According to International Politics, collective interest in international law as an instrument to domination or keep domination of states with big power. Collective interest can break for unilateral states with more power. Keywords: International Politics, International Law, Power, Rules ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI ................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT .......................................................................................................... ix DAFTAR ISI ...........................................................................................................x BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................................9 D. Kerangka Konseptual .....................................................................10 E. Metode Penelitian...........................................................................16 BAB II. TELAAH PUSTAKA ..........................................................................18 A. Konsep tentang Politik Internasional .............................................18 B. Konsep tentang Hukum Internasional ............................................34 BAB III. GAMBARAN UMUM TENTANG NILAI - NILAI POLITIK INTERNASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL ................48 A. Nilai-Nilai Politik Internasional .....................................................48 1. Pengejaran Kekuasaan (Power) ...............................................48 2. Konfrontasi ...............................................................................52 3. Dominasi ..................................................................................56 B. Nilai-Nilai Hukum Internasional....................................................60 1. Aturan Umum ..........................................................................60 2. Kepentingan Bersama ..............................................................65 BAB IV. PERTENTANGAN NILAI - NILAI POLITIK INTERNASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL ...................................................71 A. Aturan versus Ambisi .....................................................................71 B. Kepentingan Sepihak versus Kepentingan Bersama ......................83 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN.............................................99 A. Kesimpulan ....................................................................................99 B. Saran-saran .....................................................................................99 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................101 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik Internasional merupakan salah satu kajian pokok dalam Hubungan Internasional. Politik Internasional hadir dengan mengkaji bagaimana interaksi antarnegara dalam memperjuangkan kepentingannya. Politik Internasional melihat fakta-fakta yang terjadi dalam situasi internasional. Hal ini dapat terlihat pada situasi internasional dimana negara saling berperang dan meningkatkan kekuatan khususnya pada bidang pertahanan keamanan. Interaksi antarnegara berputar pada persoalan perang dan peningkatan kekuatan yang berakhir untuk mencapai kekuasaan atau mendominasi negara yang lemah. Negara-negara akan terus memperjuangkan kepentingannya dan ketika perjuangannya terhalangi atau berbenturan maka perang menjadi suatu keharusan. Oleh karena perang tidak bisa dihindari, maka setiap negara harus siap dengan terus meningkatkan kekuatannya agar tidak menjadi lemah ataupun dominasi dari negara lain. Situasi internasional yang terus didominasi oleh peperangan mencapai klimaks pada masa Perang Dunia II. Dimana, pasca Perang Dunia II memunculkan dua kekuatan utama yakni Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet, karena kekuatan besar dahulu seperti Inggris, Perancis, Jerman, Austria, dan 1 Italia kemudian mengalami kemerosotan. Perkembangan ini kemudian diikuti dengan munculnya perang dingin. Politik internasional pada era perang dingin menghadirkan Blok persekutuan yang dikenal dengan sebutan Blok Barat dan Blok Timur yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai kekuatan besar dunia yang saling berlawanan. Amerika Serikat kemudian memiliki sekutu di kawasan Eropa Barat, sedangkan Uni Soviet didukung oleh RRC dan beberapa negara Eropa Timur. Amerika Serikat dan Uni Soviet saling mengejar kepentingannya demi mendapatkan kekuasaan. Hal ini merupakan wujud politik internasional saat itu. Politik internasional, seperti halnya semua politik, merupakan perjuangan untuk memperoleh kekuasaan.1 Politik Internasional merupakan anarki internasional. tidak ada pemerintahan dunia, yang ada hanyalah sistem negara berdaulat dan bersenjata berhadapan satu sama lain.2 Dalam artian, tidak ada otoritas tertinggi dan berwenang mengatur hubungan antarnegara. Hal ini jugalah yang menjadi dasar perilaku negara dalam berinteraksi dengan negara lain, sehingga negara dapat melakukan apa saja dengan kekuatan yang mereka miliki dalam rangka mencapai kekuasaan meskipun harus berkonflik. Apalagi dalam situasi internasional tidak ada sistem peraturan yang sepadan yang bisa memaksakan ketundukan negara- 1 Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Thompson. 2010. Politik Antarbangsa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal. 33 2 Robert Jackson dan Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 55-56 2 negara.3 Selain itu, tidak ada peraturan dan konsekuensi dalam interaksi negara untuk memperoleh kekuasaan. Oleh karena itu, konflik antarnegara tak dapat dihindarkan dalam Politik Internasional. Situasi politik internasional masih menempatkan negara sebagai aktor utama, meskipun aktor non-negara (perusahaan transnasional, organisasi nonpemerintah internasional, gerakan sosial internasional, individu, dan lainnya) ikut memengaruhi situasi politik internasional. Dalam politik internasional, aktor individu yakni Pemimpin negara juga memiliki peran penting. Saddam Husein dan Soekarno merupakan contoh individu yang berkuasa dan menentukan posisi negara yang dikuasai. Meskipun begitu, negara tetap menjadi aktor penting dalam politik internasional. Bukti bahwa negara masih aktor utama ialah ketika Amerika Serikat sebagai pelopor perang melawan terorisme (war on terrorism).4 Tindakan perang melawan terorisme inilah yang membuat Amerika Serikat dan sekutunya perang di Afganistan dan Irak. Amerika Serikat mampu mendominasi politik internasional dengan isu melawan terorisme, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), dan demokrasi . Situasi politik internasional pasca perang dingin telah menghadirkan Amerika Serikat sebagai satu-satunya kekuatan besar baik secara ekonomi ataupun politik. 3 Scott Burchill dan Andrew Linklater. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional. Bandung: Nusa Media. Hal. 98 4 Yulius P. Hermawan. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional (aktor, isu, dan metodologi). Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 3 3 Situasi politik internasional kini memunculkan kekuatan-kekuatan baru di dunia. Jika dahulu politik internasional didominasi Amerika Serikat, kini muncul kekuatan baru seperti RRC yang secara ekonomi mengalami kemajuan pesat bahkan kekuatan dalam bentuk aliansi seperti Brazil, Rusia, India, Cina (BRIC). Perlombaan senjata nuklir juga dilakukan oleh negara-negara seperti Suriah, Iran, Israel, Korea Utara, dan Pakistan. Amerika Serikat tidak lagi menjadi satusatunya kekuatan besar dunia. Kekuatan baru muncul untuk bersaing dan untuk menjadi yang paling dominan. Fenomena perlawanan terhadap Amerika Serikat itu nampak semakin kuat lagi, terutama datangnya krisis ekonomi global akhir 2008 ketika diselenggarakannya KTT Asia-Eropa di Beijing pada akhir 2008.5 Fenomena ini sekali lagi membuktikan bahwa negara-negara mengejar kekuasaan bahkan dalam bentuk konfrontasi. Demikian penggambaran perkembangan politik internasional. Di satu sisi, perilaku negara dalam mengejar kekuasaan telah berdampak pada perang yang tentu saja membawa kesengsaraan. Perang menelan jutaan korban, menghancurkan perekonomian, trauma, dan lainnya. Hal ini seharusnya tidak terjadi jika negara-negara menjunjung tinggi aturan atau norma-norma hubungan antarbangsa sebagaimana termaktub. Denga kata lain, negara-negara dalam hubungan internasional seharusnya bekerjasama dalam menjaga perdamaian karena perdamaian merupakan sesuatu yang normatif. Oleh karena itu seharusnya ada ikatan yang mengatur negara-negara dalam berinteraksi yakni 5 Ganewati Wuryandari. 2008. Perkembangan Politik Internasional (dan pengaruhnya terhadap politik luar negeri Indonesia). Jakarta: LIPI. Hal. 9 4 hukum internasional. Hukum internasional sebagaimana semua hukum adalah untuk mengatur dan menertibkan hukum dalam masyarakat, yang dalam hal ini mayarakat internasional.6 Perhatian masyarakat internasional terhadap perdamaian di dunia memunculkan Hukum Internasional. Hukum Internasional tidak dapat dipisahkan dari perjalanan studi Hubungan Internasional yang fokus terhadap perdamaian. Pada awal perkembangan studi Hubungan Internasional, ekspansi Eropa dan kebutuhan untuk mengkodifikasi tatanan hubungan antarnegara (yang kemudian melahirkan Treaty Westphalia pada tahun 1648 dan Treaty Utrecht pada tahun 1713) membuat Hubungan Internasional lebih dekat dengan ilmu hukum. Pada tulisan Jeremy Bentham Principles of Morals and Legislations (1794) menekankan prinsip utilitarianisme, yakni keyakinan bahwa akal sehat bakal menuntut manusia untuk mengembangkan moralitas yang baik untuk patuh terhadap ketentuan dan aturan yang berlaku.7 Lahirnya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) merupakan bukti kemajuan menyangkut hukum internasional, meskipun akhirnya LBB gagal dalam mewujudkan perdamaian. Keinginan masyarakat internasional dalam menegakkan Hukum Internasional terus berlanjut. Munculnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan berbagai instrumen hukum antarnegara merupakan kekuatan baru dalam menegakkan Hukum Internasional, alasan utamanya adalah untuk mencegah 6 G. J. H. Van Hoof. 2000. Pemikiran Kembali Sumber-Sumber Hukum Internasional. Bandung: P.T. Alumni. Hal. 38 7 Op.cit, Yulius P. Hermawan. Hal. 4 5 bangsa-bangsa kembali menjadi korban keganasan perang dan ingin menempatkan hubungan internasional saat itu di atas dasar hukum bukan kekuasaan. Hubungan internasional yang ideal adalah hubungan-hubungan yang mengikuti rule of law, dalam hal ini norma-norma hukum internasional.8 Hal ini menandakan bahwa hukum internasional mengandung nilai normatif dalam artian hukum internasional mengandung ikatan moral. Nilai normatif inilah yang akan membangun hubungan internasional yang ideal yakni penuh perdamaian dan kerjasama antarnegara. Piagam PBB menandai satu langkah maju dalam pengembangan Hukum Internasional. Lahirnya PBB menjadi suatu era baru dalam hubungan internasional dalam rangka membangun kembali hubungan antarnegara. PBB menjadi organisasi gabungan negara-negara yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Sejak itu, negara-negara mulai membangun kerjasama baik dalam bidang politik, ekonomi, dan pertahananan keamanan. PBB juga mulai membangun perhatian terhadap martabat manusia dengan dibuatnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada tahun 1948. Hal ini merupakan pertanda baik dalam pengembangan hukum internasional.9 Hukum Internasional dibangun atas nilai kepentingan bersama sehingga pasti akan berpihak pada masyarakat internasional. Hukum internasional 8 Hata. 2012. Hukum Internasional (Sejarah dan Perkembangan Hingga Pasca Perang Dingin). Malang: Setara Press. Hal. 5 9 Ibid, Hal. 8 6 dipandang sebagai kesepakatan antara banyak pemegang kedaulatan atau negara. Hukum internasional kemudian berkembang melalui praktek kebiasaan negaranegara yang melahirkan kewajiban hukum (legal obligation) yang disebut opinion jurissive necessitas.10 Oleh karena itu Hukum Internasional harus ditaati negara-negara demi kepentingan bersama. Namun pada kenyataannya, banyak fenomena yang terjadi di dunia internasional aturan justru dilanggar oleh negara pemilik kekuatan terhadap negara lemah. Pada perkembangannya dewasa ini, wujud hukum internasional dapat terlihat seperti terbentuknya badan pengawas nuklir PBB untuk mengontrol kepemilikan senjata nuklir di beberapa negara seperti Iran, Korea Utara, dan Suriah. Hal ini sesuai dengan norma-norma internasional sebagai kendala pada perilaku nuklir, dan membentuk standar yang layak dikalangan sejumlah aktor.11 Tapi aturan tersebut tidak dihiraukan oleh negara-negara dan tetap membangun nuklir. Hukum internasional pada dasarnya bertentangan dengan politik internasional. Terdapat Nilai yang berbeda bahkan bertentangan antara politik internasional dan hukum internasional. Jika politik internasional mengutamakan kepentingan sepihak suatu negara, hukum internasional lebih mengutamakan kepentingan bersama. Fenomena yang menggambarkan realitas politik 10 Sefriani. 2011. Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam Perspektif Filsafat Hukum.http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/11%20Sefriani.pdf. Diakses pada tanggal 27 September 2013 pukul 12.20. WITA. 11 Budi Winarno. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS. Hal. 249 7 internasional tidak sesuai dengan idealitas hukum internasional. Oleh karena itu penting mengkaji hubungan politik internasional dan hukum internasional. Berdasar hal inilah, penulis mencoba menganalisa secara teoritis dan mengangkatnya ke dalam judul : “Analisis Tentang Pertentangan Nilai Politik Internasional dan Hukum Internasional”. B. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan paparan pada latar belakang pentingnya untuk mengkaji nilai politik internasional dan hukum internasional, maka jelas penulis membatasi pada ruang lingkup hubungan politik internasional dan hukum internasional yang bertentangan. Dalam artian bagaimana situasi internasional dibangun dari pandangan politik internasional dan hukum internasional. Mengingat semua bahasan tentang politik internasional dan hukum internasional, khususnya menyangkut substansi nilai yang dikandung masing-masing. Maka penulis hanya ingin fokus pada nilai-nilai substansial dari politik internasional dan hukum internasional serta pertentangannya. Nilai dalam tulisan ini mengacu pada sifatsifat (hal-hal) yang penting dan terkandung dalam politik internasional dan hukum internasional. Pertentangan di sini mengacu pada nilai yang terkandung memiliki perbedaan mendasar. Untuk memudahkan, maka penulis melihat hubungan politik internasional dan hukum internasional pada tahun 2003-2014 fenomena-fenomena 8 internasional yang dinamis. Untuk itu, penulis merumuskan dua pertanyaan pokok sebagai rumusan masalah, yaitu: 1. Apa yang mendasari terjadinya pertentangan nilai dalam politik internasional dan hukum internasional? 2. Bagaimanakah wujud pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitiaan Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisa mengapa terjadi pertentangan dalam politik nilai politik internasional dan hukum internasional. 2. Untuk menganalisa bagaimana wujud pertentangan internasional dan hukum internasional dewasa ini. Adapun kegunaan dari penelitian ini, yaitu: 1. Secara akademis, memberikan sumbangan pengetahuan dalam menganalisa bagaimana pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional. 2. Secara praktis, merupakan referensi ilmiah bagi para penstudi ilmu Hubungan Internasional dan Hukum Internasional terkhusus mengenai hubungan politik internasional dan hukum internasional. 9 D. Kerangka Konseptual Untuk membuat sebuah tulisan ilmiah, diperlukan landasan teori dan konsep yang jelas. Teori maupun konsep akan menjadi pijakan dasar penulis dalam menggambarkan dan menganalisa hubungan nilai politik internasional dan hukum internasional. Untuk memudahkan pengertian tentang judul skripsi ini maka penulis terlebih dahulu ingin menguraikan makna kata dalam judul yakni Nilai dan Pertentangan. Penulis berangkat dari asumsi bahwa nilai politik internasional dan hukum internasional bertentangan. Nilai di sini bukan bermakna ukuran seperti angka ataukah huruf. Nilai di sini juga tidak merujuk pada nilai suatu benda juga bukan bemakna nilai dalam kebudayaan. Nilai di sini bukan bermakna sebagaimana dalam ilmu ekonomi seperti nilai tukar. Secara harfiah nilai dalam bahasa inggris value dan latin valere berarti berguna, mampu, akan, berdaya, berlaku, kuat.12 R.B. Perry mengklasifikasikan nilai ke dalam delapan tipe yakni moral, estetik, ilmiah, religius, ekonomi, politis, legal, dan adat istiadat.13 Hal ini memberikan penjelasan bahwa terdapat nilai politik dan nilai hukum. Dalam tulisan ini penulis menggunakan nilai dalam politik internasional dan nilai dalam hukum internasional. Nilai merupakan preferensi terhadap pernyataan realitas tertentu dibanding realitas yang lainnya. Nilai memberikan harga relatif terhadap objek 12 13 Lorens Bagus.2005. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Hal. 713 Ibid, Hal. 714 10 dan kondisi.14 Artinya, nilai merupakan sifat-sifat yang terkandung yang diutamakan dari realitas yang lain dan nilai menjadi standar pedoman dalam melihat realitas internasional. Perang misalnya, dalam politik internasional merupakan standar pedoman yang nyata terjadi karena untuk mengejar kekuasaan. Oleh karena itu, nilai di sini merujuk pada substansi atau sifat-sifat yang terkandung dalam politik internasional dan hukum internasional. Oleh karenanya, nilai yang penulis maksud berkaitan dengan politik internasional dan hukum internasional secara teoritis maupun fenomenanya maka nilai sebagai ukuran angka maupun bermakna nilai budaya tidaklah relevan. Pertentangan (contradiction) dalam tulisan ini mengacu sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yakni perihal bertentangan; berlawanan.15 Pertentangan di sini merujuk pada nilai-nilai yang terkandung dalam politik internasional berlawanan (bertentangan) dengan nilai dalam hukum internasional. Pertentangan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keterkaitan antara politik internasional dan hukum internasional. Kata konflik dan perselisihan tidak relevan karena konflik dan perselisihan lebih mengarah pada proses benturan kepentingan antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok.16 Sedangkan dalam tulisan ini subjek yang bertentangan adalah studi Politik Internasional dan Hukum Internasional. 14 Walter S. Jones. 1992. Logika Hubungan Internasional: Persepsi Nasional 1. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Hal. 276 15 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta: Balai Pustaka. Hal. 1040 16 Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 280 11 Pertentangan nilai yang dimaksud adalah nilai politik internasional bertentangan dengan nilai hukum internasional. Dalam Politik Internasional menurut aliran realisme terdapat nilai politik yakni mengejar kekuasaan (power), sedangkan dalam Hukum Internasional terdapat nilai-nilai umum yang membuat sistem normatif sehingga mendorong aktor-aktor untuk mengenali hak dan tanggung jawab bersama satu sama lain.17 Politik internasional, seperti halnya semua politik, merupakan perebutan kekuasaan. Apapun yang menjadi tujuan akhir kekuatan politik, kekuasaan selalu merupakan tujuan yang paling seketika. Para negarawan atau rakyat akhirnya dapat berusaha memperoleh kemerdekaan, keamanan, kemakmuran, atau kekuasaan itu sendiri melalui kekuatan yang ada dalam dirinya. 18 Politik internasional memiliki nilai kekuasaan (power) karena negara-negara berinteraksi atas dasar mencapai ataupun merebut kekuasaan dengan menggunakan kekuatannya. Misalnya, perang melawan terorisme yang diawali oleh Amerika Serikat. Akhirnya, Amerika Serikat hadir sebagai kekuatan besar yang memiliki kekuasaan di negara-negara yang dianggap teroris seperti Irak dan Afghanistan.19 Politik Internasional berbeda dengan politik domestik meskipun keduanya merupakan who gets what, when, and how. Politik Internasional merupakan studi mengenai who gets what, when, and how dalam arena 17 Lynn H. Miller. 2006. Agenda Politik Internasional (melukiskan perkembangan politik dunia yang luar biasa dramatis dijadikan referensi untuk mengetahui hiruk-pikuk politik internasional). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 72 18 Op.cit., Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Thompson. Hal. 33 19 Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 137 12 internasional.20 Lingkup domestik dan internasional tentu saja merupakan perbedaan politik domestik dan politik internasional. Jika dalam politik domestik ada otoritas tertinggi yang berwenang mengatur yakni Negara berdaulat itu sendiri. Akan tetapi dalam politik internasional tidak ada otoritas tertinggi. Joseph S. Nye, Jr. memberikan argumen pembeda politik domestik dan politik internasional: In a well-ordered domestic political system, the government has a monopoly on the legitimate use of force. In international politics, no one has a monopoly on the use of force. Because international politics is the realm of self-help, and some state are stronger than others, there is always a danger that they may resort to force. Domestic and international politics also differ in their underlying sense of community. in a well-ordered domestic society, a widespread sense of community gives rise to common loyalties, standard of justices, and views of what is legitimate authority. In international politics, divided peoples do not share the same loyalties. Any sense of global community is weak. People often disagree about what seems just and legitimate.21 Nye mengemukakan bahwa dalam politik domestik ada pemerintah yang menguasai dan terlegitimasi untuk menggunakan kekuatannya, tetapi dalam politik internasional tidak ada pemerintahan dunia yang memiliki kekuasaan dan terlegitimasi sehingga masing-masing negara akan menolong dirinya sendiri. Perbedaan kedua yakni dalam politik domestik terdapat kesamaan rasa loyalitas antar warganegara (nasionalisme), standar keadilan, dan kesamaan cara memandang otoritas. Akan tetapi dalam politik internasional perasaan 20 Patrick M. Morgan dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. 2006. Pengantar Hubungan Internasiona. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 40 21 Joseph S. Nye, Jr. 2009. Understending International Conflict (An Introduction to theory and History). New York: Pearson Longman. Hal. 4 13 masyarakat global lemah dan tidak memiliki kesamaan rasa loyalitas serta memiliki perbedaan pendapat. Bertentangan dengan nilai politik internasional, hukum internasional, seperti juga hukum lainnya, bersandar pada dasar moral dan praktis. Hukum internasional menghendaki adanya masyarakat yang bertanggungjawab dan teratur yang sangat mengabdi pada nilai-nilai persamaan minimal yang dipunyai bersama.22 Oleh karena itu hukum internasional dibentuk untuk kepentingan bersama sehingga negara-negara memiliki nilai-nilai bersama. Kepentingan bersama berdasarkan nilai-nilai persamaan sesuai dengan tujuan hukum internasional yakni menertibkan dan menciptakan perdamaian. Konfrontasi antarnegara dalam mengejar kekuasaannya telah mengakibatkan perang yang sangat tragis. Hukum internasional merupakan keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku dimana negara-negara terikat untuk menaatinya.23 Oleh karena itu hukum internasional sejatinya ada untuk membuat aturan umum untuk negara dalam mengejar kepentingannya. Sehingga, negara harus terikat dan menaati aturan umum tersebut agar negara dalam melakukan perjuangan mencapai kekuasaan dapat secara halal. Hukum internasional berbeda dengan hukum nasional. Joseph Nye, Jr. menyatakan “domestic law is generally obeyed and if not, the police and courts 22 23 Carlton Clymer, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 583 Op.cit., Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. Hal. 99 14 enforce sanctions against lawbreakers. International law, on the other hand rest on competing legal systems, and there is no common enforcement. 24 Menurut Nye dalam hukum internasional tidak ada ‘polisi internasional’ yang bisa memaksakan negara untuk menaati hukum internasional, sedangkan dalam hukum nasional ada polisi dan pengadilan yang dapat memaksa dan memberi sanksi terhadap pelanggar hukum. Pada dasarnya, hukum internasional memberikan batas-batas antara perilaku negara yang diperbolehkan dan yang dilarang. Dalam artian, negara harus menaati hukum internasional jika ingin perilakunya benar. Hukum internasional mengarahkan negara pada tujuan dan kesadaran akan nilai-nilai. Berdasarkan pengertian hukum internasional, nilai yang terkandung di dalamnya ialah nilai normatif yakni berpegang teguh pada norma yang mengandung keharusan dan nilai moral (nilai dalam hati nurani manusia). Sebaliknya, Kelompok realis memandang komitmen terhadap nilai-nilai normatif internasional merupakan hal yang mengada-ada, bahkan mungkin tidak tulus, dengan memperhatikan keengganan negara-negara untuk melepaskan pelaksanaan kekuasaan normalnya.25 Realitasnya, perdamaian dan keamanan bersama belum tercapai. Sehingga, politik internasional masih mempertanyakan keberadaan nilai normatif. Hal ini dikarenakan semua negara itu pertama-tama 24 25 Op.cit., Joseph S. Nye, Jr. Hal. 3 Op.cit., Lynn H. Miller. Hal. 160 15 dan yang paling utama adalah memikirkan diri mereka sepihak dalam mencapai kekuasaan. E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan tipe penelitian yang bersifat deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisa bagaimana pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional. dalam artian mengapa terjadi pertentangan nilai antara politik internasional dan hukum internasional. Penulis juga akan menggambarkan bagaimana wujud pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (library research) yaitu dengan mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas berupa buku, dokumen, jurnal, artikel, atau surat kabar. Adapun bahan-bahan tersebut diperoleh dari beberapa tempat, yaitu: a. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin. b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. c. Perpustakaan Pusat Universitas Fajar. 3. Teknik Analisis Data 16 Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif, dimana penulis akan menjelaskan permasalahan berdasarkan data teoritis yang diperoleh. Dalam hal ini penulis akan mengkaji secara teoritis nilai politik internasional yang bertentangan dengan hukum internasional. 4. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan oleh penulis yakni deduktifinduktif. Dalam hal ini penulisan secara deduktif yakni mengemukakan masalah secara umum yakni norma hukum internasional lalu menarik kesimpulan dari hal khusus yakni perilaku negara. sedangkan penulisan induktif yakni mengemukakan masalah perilaku negara lalu menarik kesimpulan secara umum dari kondisi politik internasional. 17 BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG NILAI-NILAI POLITIK INTERNASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL A. Nilai-Nilai Politik Internasional 1. Pengejaran Kekuasaan (Power) Politik internasional merupakan perjuangan untuk mencapai kekuasaan (struggle for power). Kekuasaan selalu menjadi tujuan akhir dan seketika.26 Apapun yang negara lakukan adalah untuk mengejar kekuasaan. Apakah interaksi itu berbentuk kerjasama atau konflik, intinya negara mengejar kekuasaan. Dalam organisasi internasional yang berisi kerjasama antarnegara masih terdapat pertentangan karena masing-masing negara mengejar kekuasaan. Hubungan antarnegara terjadi karena kekuasaan dan kepentingan nasional merupakan kekuatan utama dalam menggerakkan perpolitikan dunia. Politik internasional mengandung nilai pengejaran kekuasan. Kekuasaan sebagaimana telah dijelaskan merupakan pengaruh atau kontrol suatu negara terhadap negara lain. Negara sebagai pengejar kekuasaan (power) merupakan aktor yang paling penting dalam politik internasional. Negara merupakan entitas politik yang pasti 26 Op.cit., Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Thompson. Hal. 33 18 mengejar kekuasaan. Vaquez memaparkan asumsi dasar mengapa negara menjadi aktor pengejar kekuasaan:27 1. Politik mengandung suatu perjuangan untuk kekuasaan, dan untuk menjadi aktor politik seseorang atau kelompok tertentu haruslah memegang kekuatan politik yang signifikan (true by definition); 2. Dalam politik internaisonal, sejak sistem negara modern, hanya bangsabangsalah yang memegang kekuatan yang signifikan (empirical statement); 3. Sehingga, dalam politik internasional, hanya negaralah yang menjadi aktor-aktor (conclusion). Kekuasaan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri (end in itself) maupun sebagai alat untuk mencapai tujuan (means to an end).28 Dalam artian tindakan negara pada akhirnya untuk kekuasaan, dan negara tetap menggunakan kekuasaannya sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya atau bahkan menambah kekuasaannya. Perlombaan senjata nuklir antarnegara menjadi contoh aktual bahwa negara mengejar kekuasaan. Negara mengejar untuk memiliki nuklir dan menjaganya untuk tidak dimiliki negara lain seperti yang dilakukan Amerika Serikat terhadap kepemilikan nuklir Iran. Kepemilikan nuklir merupakan alat untuk mempertahankan posisi Amerika Serikat untuk tetap berkuasa. 27 Vaquez dalam Shaummil Hadi. 2008. Third Debate dan Kritik Postivisme Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Jalasutra. Hal. 107 28 Jill Steans dan Lloyd Pettiford. 2009. Hubungan Internasional: Perspektif Dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 62 19 Negara akan melakukan apapun demi mencapai kekuasaan. Politik internasional digambarkan sebagai politik kekuasaan (power politics): suatu arena persaingan, konflik, dan perang antara negara-negara dimana masalahmasalah dasar yang sama dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup negara berulang sendiri terus-menerus.29 Pengejaran akan kekuasaan oleh negara dilakukan untuk bertahan hidup dan menolong dirinya (self-help). Jika tidak ingin dikuasai atau didominasi oleh negara lain, maka suatu negara harus mengejar kekuasaannya hingga bisa mendominasi. Oleh karena itu banyak negara yang meningkatkan keamanan nasionalnya untuk menjamin tidak ada negara yang berhasil mencapai posisi hegemoni atau dominasi keseluruhan, berdasarkan intimidasi, atau paksaan.30 Kekuasaan ini dapat digunakan dalam bentuk perintah (command), ancaman (coercion), wewenang, karisma orang atau jabatan atau gabungan dari mana saja untuk mempertahankan atau meningkatkan dominasinya. Politik internasional dapat didefenisikan dalam hal memengaruhi ‘kelompok-kelompok utama di dunia untuk memajukan tujuan dari beberapa kelompok menghadapi perlawanan kelompok lain.31 Hal ini menandakan bahwa politik internasional memiliki nilai mengejar kekuasaan. Negara yang memiliki kekuatan besar memiliki akses lebih untuk mengejar kekuasaan. Studi politik internasional mengasumsikan adanya negara nasional dengan kebijakan- 29 Op.cit., Georg Sorensen dan Robert Jackson. Hal. 88 Ibid., Hal. 5 31 Op.cit., Wright dalam Walter Carlsnaes, Hal. 363 30 20 kebijakan yang saling bertentangan, untuk menjaga independensinya maka negara mengandalkan kekuatan militer. Negara-negara dengan kekuatan militer yang kuat disebut ‘kekuatan besar’ dan dapat mendukung kebijakan luar negeri secara efektif.32 Kekuatan militer masih menjadi sarana untuk mengejar kekuasaan. Invasi Amerika Serikat ke Irak 2003, dan intervensi dalam bentuk militer di Timur Tengah yang sedang bergejolak beberapa waktu lalu merupakan contoh aktual pentingnya kekuatan militer. Hadirnya hukum internasional sebagai ‘aturan pelaksanaan’ dalam pengejaran kekuasaan negara merupakan batasan dalam perilaku negara. Hal normatif dan universal kini dianggap sebagai panduan perilaku negara. Namun, dalam sistem internasional yang anarki, hal tersebut tidak realistis. Dalam pandangan realisme, dasar normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara.33 Oleh karena itu kepentingan nasional dan kelangsungan hidup negara menjadi pedoman negara dalam berperilaku. Apapun tindakan negara adalah untuk mengejar kekuasaan (power). Kerjasama, aliansi militer, hingga perang adalah serangkaian tindakan yang akhirnya adalah kekuasaan atau dominasi. Keterlibatan negara dalam organisasi internasional (PBB) adalah untuk memperkuat powernya. Faktanya dalam PBB sekalipun yang menjunjung tinggi hukum internasional terdapat negara pemilik power lebih yakni pemilik hak veto. Hal ini membuktikan bahwa meskipun telah 32 33 Ibid., Op.cit., Georg Sorensen dan Robert Jackson. Hal. 89 21 dibatasi oleh aturan dalam bertindak tetap saja negara akan berusaha mengejar kekuasaannya. Jadi, pengejaran kekuasaan adalah salah satu nilai dalam politik internasional. 2. Konfrontasi Pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk berkonflik. Sigmund Freud menyatakan manusia memiliki dorongan agresif dan kemampuan untuk menjinakkan hal tersebut diragukan kemungkinannya. Manusia dibekali dengan nafsu dan dosa. Pembunuhan pertama di dunia dilakukan oleh Qabil atas Habil saudaranya merupakan contoh sejarah yang konkrit mengenai manusia yang saling berkonfrontasi dan menuruti dorongan agresifnya. Hobbes memandang manusia sebagai leviathan yakni manusia bagaikan serigala bagi yang lainnya yang akan berlawanan dan mengorbankan rivalnya. Hobbes menanmbahkan bahwa manusia akan merasa sedih jika saingannya berhasil dalam mencari kekayaan, kehormatan, atau hal baik lainnya.34 Manusia ingin merasa aman dalam mengejar kepentingannya sehingga sebisa mungkin tidak ada yang menghalanginya, jika ada maka konfrontasi adalah solusi terbaik. Keadaan alami bellum omnium contra omnes dimana keadaan perang setiap manusia mengharuskan setiap manusia berusaha menjaga kelangsungan hidupnya bahkan jika harus berperang. Begitupun dengan negara, konfrontasi merupakan hal yang harus ditempuh demi mencapai kekuasaan. 34 Shadia B. Drury diterjemahkan oleh Joost Kullit. 1986. Hukum Dan Politik (Bacaan Mengenai Pemikiran Hukum dan Politik). Bandung: Tarsito. Hal. 243 22 Negara harus sedapat mungkin berjuang karena negara membawa dan menjamin kelangsungan hidup manusia (warga negara). Dalam politik internasional, negara selayaknya manusia yang senantiasa memiliki hasrat untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan keamanannya. Konfrontasi antar negara merupakan gambaran konfrontasi antar manusia dalam memenuhi kepentingannya. Matthew menyatakan “Nation will rise against nation, and kingdom against kingdom, there will be famines and earthquakes in various palces”.35 Pernyataan ini menggambarkan esensi politik internasional dimana terjadi persaingan bahkan pertarungan untuk meraih kekuasaan dengan prinsip “war of all against all”. Dalam interaksi antar negara terdapat hubungan pengaruh dan respon dari perngaruh tersebut. Negara berinteraksi tentu saja memiliki tujuan yakni memengaruhi negara lain. Negara yang menjadi sasaran pengaruh tentu saja harus menentukan sikap atau respon baik secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi antarnegara dilakukan berdasarkan kepentingan nasional masing-masing negara, baik kepentingan yang inputnya berasal dari dalam ataupun luar negara yang bersangkutan.36 Kepentingan nasional menurut Wolfers secara minimum mencakup keutuhan wilayah suatu bangsa, kemerdekaan dan kelangsungan hidup nasional. Kelangsungan hidup nasional bergantung pada interpretasi negara-negara 35 36 Aleksius Jemadu. Hal. 19 Op.cit., Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. Hal. 40 23 yang menghadapi kondisi yang berlainan.37 Dalam hal ini, negara merumuskan kepentingan nasionalnya berdasarkan persoalan yang dihadapinya baik secara internal atau eksternal. Interaksi berdasar kepentingan nasional ini dilakukan demi mengejar kekuasaan (power). Bentuk interaksi antar negara berfokus pada tipe interaksi yang menonjol dalam antar dua negara atau lebih, tidak perduli isu apa yang terlibat. Kondisi dan karakteristik perilaku dasar dalam hubungan di antara negara-negara memiliki dua tipe umum yakni konflik dan kerjasama.38 Hal ini dapat terlihat dalam interaksi antarnegara dalam hal kerjasama internasional baik itu secara ekonomi, pendidikan, hingga militer. interaksi antarnegara yang bersifat konfliktual atau konfrontatif terlihat ketika terjadi persaingan ekonomi, persaingan senjata nuklir, dan lainnya. Holsti mendefenisikan konfrontasi sebagai suatu situasi dimana dua negara atau lebih saling mengancam atau menggunakan kekuatan (dalam bentuk lisan), tanpa kematian.39 Defenisi ini menandakan bahwa konfrontasi tidak selamanya berbentuk perang yang mengakibatkan korban jiwa, tapi konfrontasi dapat berupa saling mengancam seperti melalui diplomasi, konfrensi pers, dan perlombaan senjata melalui parade senjata militer. Fenomena internasional telah memberikan fakta pertentangan antarnegara. Konfrontasi antar Amerika Serikat dan Cina dalam bidang ekonomi ataupun menjaga keamanan Asia Timur, konfrontasi Amerika Serikat dengan Rusia dalam 37 Wolfers, dalam Robert L. Pfatzgraff, Jr dan James E. Dougherty. 1971. Contending Theories in International Relations. New York: JB. Lippncot CO. Hal. 55 38 Op.cit., K.J. Holsti diterjemahkan M. Tahir Azhary Jilid II, Hal. 169 39 Ibid., Hal. 172 24 kasus Timur Tengah, konfrontasi antarnegara mengenai kepemilikan nuklir merupakan beberapa fenomena bahwa politik internasional merupakan konfrontasi antarnegara. Dalam politik internasional, interaksi antar negara akan bersifat konfliktual karena adanya pertentangan (konfrontasi) kepentingan. Studi Politik Internasional mengasumsikan adanya negara nasional dengan kebijakan-kebijakan yang saling bertentangan menempatkan nilai tinggi pada menjaga independensi mereka, dan mengandalkan terutama pada kekuatan militer.40 Politik internasional merupakan wadah dimana kepentingan antar negara bertemu dan berlawanan. Setiap negara akan berusaha mendapatkan kekuasaan, sehingga ketika kepentingan itu bertemu maka interaksi yang terjadi bersifat konfrontasi. Konfrontasi ini adalah konsekuensi logis dari kondisi internasional yang anarki sehingga negara harus menjamin otonomi dan kelangsungan hidupnya. Kenyataan bahwa negara saling berkonfrontasi berarti negara lebih memerhatikan posisi kekuasaannya terhadap yang lain. Tipe umum interaksi adalah kerjasama dan konflik apapun bidang isunya. Kerjasama antarnegara berasal dari asumsi bahwa persoalan tertentu tidak dapat diatasi, atau sasaran tertentu tidak dapat dicapai dengan hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Kerjasama juga berangkat dari perkiraan bahwa kerjasama akan membawa dampak yang menguntungkan bila dibandingkan dengan hanya 40 Op.cit., Walter Carlsnaes, Hal. 363 25 mengandalkan kekuatan sendiri.41 Dalam hal ini kerjasama antarnegara terjadi jika manfaat yang diperoleh secara proporsional masih lebih banyak dibandingkan konsekuensi yang harus ditanggung. Jadi, kerjasama antarnegara dapat terjadi jika terdapat persamaan kepentingan dari masing-masing pihak. Tipe umum interaksi antarnegara selanjutnya adalah konflik. Pada dasarnya semua hubungan memiliki karakteristik konflik. Bahkan, dalam bagian kerjasama perdagangan akan timbul sejumlah ketidaksepakatan tertentu semisal permasalahan tarif, kuota, dan lainnya. Apalagi dalam bidang kerjasama organisasi internasional tentu saja akan terjadi pertentangan dalam pengambilan keputusannya. Konfrontasi terjadi jika kepentingan antarnegara berbenturan. Konfrontasi meliputi tindakan-ancaman dan hukuman yang bersifat diplomatik, propaganda, komersial, atau militer. Konfrontasi merupakan nilai dalam politik internasional. 3. Dominasi Menurut Morgenthau pria dan wanita secara alami adalah manusia politik, mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memeroleh hasil dari kekuasaan. Manusia adalah animus dominandi manusia haus akan kekuasaan.42 Animus dominandi merupakan pencapaian keamanan politik untuk mempertahankan diri sendiri dan memeroleh kebebasan dari pihak lain. Dalam 41 Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional Kerangka Studi Analitis. Bandung: Binacipta. Hal.92 42 Op.cit., Georg Sorensen dan Robert Jackson. Hal. 99 26 artian setiap manusia selalu berusaha untuk memiliki dominasi bagi manusia lain dan sebaliknya setiap manusia selalu ingin merasa bebas dari kekangan. Dalam kehidupan bermasyarakat menurut Machiavelli dan Hobbes jika masyarakat ingin memperoleh wilayah politik yang bebas dari intervensi atau kendali pihak asing, mereka harus mengerahkan kekuatan mereka dan menyebarkan kekuatannya untuk tujuan tersebut. Oleh karena itu pengorganisasian yang paling memungkinkan adalah mengorganisaikan dirinya ke dalam negara yang kuat. Kekuasaan tertinggi ada di negara yang menjaga keamanan dan mempertahankan kepentingannya. Dalam konteks politik internasional, negara layaknya manusia yang selalu ingin memiliki dan mempertahankan dominasinya dan sebaliknya tidak didominasi. Negara akan berusaha untuk menjamin agar negara lain tidak berhasil mencapai hegemoni atas dominasi keseluruhan.43 Dalam artian setiap negara tidak akan membiarkan dirinya didominasi oleh negara lain. Pengejaran akan kekuasaan yang dapat menghasilkan konfrontasi semuanya bertujuan untuk mendapatkan dominasi. Kekuasaan esensinya adalah kemampuan untuk mengubah tingkah laku untuk mendominasi.44 Pada akhirnya dominasilah yang menjadi tujuan negaranegara. Dominasi suatu negara adalah kekuasaan yang dimiliki suatu pihak dan pihak lain tidak memilikinya. Jika suatu negara atau gabungan beberapa negara 43 44 Ibid., Hal. 5 Op.cit., Jill Steans dan Lloyd Pettiford. Hal. 62 27 mendominasi, maka ada negara atau gabungan negara yang menerima kekalahan. Oleh karena itu negara pasti akan meningkatkan kapabilitasnya agar dapat mendominasi. Morgenthau memaparkan tiga tujuan dominasi (kekuasaan) yang berupa imperialisme yang terorganisasi secara politis: yaitu suatu imperium dunia (world empire), imperium kontinental (continental empire), dan pengaruh lokal (lokal preponderance).45 Imperium dunia merupakan dominasi dunia yang melampaui batas-batas wilayah. Dorongan dominasi dunia akan tetap terpenuhi jika masih tersisa objek yang mungkin didominasi. Tujuan selanjutnya adalah dominasi kawasan yakni kekuasaan yang terbatas dalam batas wilayah suatu kawasan. Hal ini seperti Cina yang berusaha untuk mendominasi di kawasan Asia Timur. Tujuan ketiga adalah dominasi dalam lokasi yang terbatas (lokalisir). Setiap negara akan berpatokan pada ketiga tujuan dominasi diatas. Dominasi dunia dapat dilakukan oleh negara superpower yang memiliki kekuatan besar dibanding yang lain. Inggris dan Amerika Serikat menjadi contoh penguasa abad 19 dan 21. Sekarang dan di masa mendatang akan tetap terfokus pada pemeliharaan dominasi dan keutamaan AS dalam konstelasi politik Internasional. Sulit dibantah bahwa abad ke-20 adalah abad kelahiran hegemoni Amerika Serikat, meskipun disertai dengan adanya tantangan dari Uni Soviet. Dunia bahkan memasuki abad ke-21 dengan hadirnya satu negara dominan (AS), yang anggaran belanja militernya saja mencapai lebih dari 1/3 dari jumlah total anggaran belanja 45 Op.cit., Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Thompson. Hal. 74 28 militer dari 190 negara di muka bumi.46 Meskipun demikian kemajuan RRC menjadi kompetitor Amerika Serikat patut diperhitungkan. Negara lain juga berusaha menjadi dominan di dunia hanya saja power yang dimiliki masih kurang. Dominasi kawasan dilakukan oleh negara yang memiliki kekuatan lebih di suatu kawasan. RRC, Jepang, India, dan Korea Selatan berusaha mendominasi kawasan Asia. Bagi India, meskipun persepsi mengenai ancaman Cina mulai menurun, kepentingan untuk mengimbangi kehadiran Cina tetap menjadi elemen penting dalam strategi India di kawasan. Namun, India berharap Beijing mau mengakui peran positif New Delhi di kawasan, dan tidak menentang kehadiran India di Samudera Hindia maupun di kawasan Asia Tenggara.47 Dominasi dalam lokasi terbatas menjadi tujuan negara yang memiliki power terbatas pada lokasi tertentu. Oleh karena itu, setiap negara pasti akan bertujuan mendominasi sesuai dengan power yang dimilikinya. Dominasi juga dapat terlihat dalam organisasi internasional. Dominasi para penguasa dapat dipahami dalam bentuk memengaruhi pembuatan keputusan (decision-making) dan memveto keputusan (vetoing).48 Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembuatan kebijakan dominasi pasti akan terjadi. Dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa kebijkan didominasi oleh pemilik hak veto sehingga 46 Rizal Sukma. Dinamika Politik Global, Keamanan Internasional, Dan Peran Indonesia. http://indronet.files.wordpress.com/2007/06/dinamika.pdf. diakses 11 Maret 2014 Pukul 15.00 WITA 47 Ibid., 48 Peter Bachrach and Morton S. Baratz. 2000. Two Faces of Power. he Americun Political Science Review. Volume 56. Issue 4. http://www.columbia.edu/itc/sipa/U6800/readingssm/bachrach.pdf. diakses 6 Maret 2014 Pukul 21.00 WITA 29 PBB didominasi oleh negara pemilik hak veto. Hal ini menunjukkan dalam politik internasional terdapat nilai dominasi yang menjadi tujuan negara. B. Nilai-Nilai Hukum Internasional 1. Aturan Umum Hukum internasional mengandung nilai normatif dan kepentingan bersama. Norma-norma yang terkandung dalam hukum internasional kemudian harus dimanifestasikan dalam bentuk aturan-aturan. Aturan ini hadir agar negara dalam bertindak harus sesuai dengan rambunya (aturan). Sifat normatif hukum akan dapat terjelaskan dan dipatuhi jika dimanifestasikan dalam bentuk aturan. Sehingga negara dapat dengan jelas memahami rambu atau aturan hukum internasional. aturan umum ini harus tertulis dan konkrit. Pada dasarnya sebagaimana hukum, harus diterjemahkan dalam suatu bentuk formal. Hal ini karena hukum harus ditegakkan dengan jelas. Hans Kelsen memaparkan teori murni hukum (The Pure Theory of Law) yang meliputi negara dan hukum internasional. Friedman mengungkapkan dasar-dasar esensial dari pemikiran Kelsen yakni:49 a. Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan adalah untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan; b. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya; Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at. 2006. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Konstitusi Press. Hal. 9 49 30 c. Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif, bukan ilmu alam; d. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya kerja norma-norma hukum; e. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang khusus. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum yang nyata. Kelsen beranggapan bahwa hukum tidak sebatas suatu keharusan saja tanpa suatu keberlakuan. Artinya, pengetahuan normatif dalam hukum yang menyatakan seharusnya (hal ideal) harus ditegakkan. Oleh karena itu hukum harus ditata agar subyek hukum menyadari bahwa hukum adalah suatu kenyataan yang harus ditaati. Hukum adalah tata aturan (order) dan menjadi suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia. Aturan-aturan inilah yang harus ditegakkan dan dipatuhi oleh subyek hukum. Contoh aturan untuk tidak mencuri, berarti semua orang (subyek hukum) harus mematuhi aturan ini. Kelsen memandang ini sebagai validitas dalam hukum. Validitas adalah eksistensi norma secara spesifik. Suatu norma adalah valid merupakan suatu pernyataan yang mengasumsikan eksistensi norma dan norma itu memiliki kekuatan mengikat (binding force) terhadap orang yang perilakunya diatur.50 Jadi eksistensi hukum ada jika memiliki rambu-rambu pelaksanaan yang mengikat perilaku subjek hukum. Jika 50 Ibid.,hal. 36 31 aturan pelaksanaan tidak ada maka hukum hanya sebatas peringatan atau himbauan saja bukan keharusan untuk mematuhinya. Dalam konteks Internasional, hukum internasional juga memiliki aturan umum pelaksanaan. Hukum internasional menurut Oppenheim sebagai pakar hukum adalah hukum yang sesungguhnya (really law). Ada tiga syarat yang harus dipenuhi sehingga dikatakan hukum yang sebenarnya. Ketiga syarat dimaksud adalah adanya aturan hukum, adanya masyarakat, serta adanya jaminnan pelaksanaan dari luar (external power) atas aturan tersebut.51 Syarat pertama adanya aturan hukum terlihat adanya aturan hukum internasional. PBB dengan berbagai konvensinya seperti konvensi hukum laut, hukum diplomatik, hukum perang, hukum lingkungan, perjanjian internasional dan masih banyak lagi yang diatur hukum internasional. Syarat kedua adanya masyarakat internasional juga terpenuhi. Masyarakat internasional tersebut adalah negara-negara dalam lingkup bilateral, trilateral, regional, maupun universal. Perkembangan hukum internasional juga mulai mengatur subjek hukum bukan negara seperti individu, organisasi, dan perusahaan multinasional. Syarat ketiga adanya jaminan pelaksanaan juga terpenuhi yakni sanksi yang datang dari negara lain, organisasi internasional, maupun pengadilan internasional. sanksi tersebut dapat berupa tuntutan permintaan maaf (satisfaction), tuntutan ganti rugi (compensation/pecuniary), serta pemulihan 51 Op.cit., Sefriani, hal. 8 32 keadaan seperti kondisi semula (repartition). Adapun sanksi yang wujudnya kekerasan seperti pemutusan hubungan diplomatik, embargo, sampai perang. Secara global, bentuk hukum atau wujud hukum pada umumnya terbagi atas dua, yakni hukum tertulis dan tidak tertulis. Begitupun dengan hukum internasional, wujudnya dalam bentuk tertulis dan hukum internasional tidak tertulis atau yang disebut dengan hukum kebiasaan internasional (customary law).52 Intinya wujud hukum internasional tetap mengandung aturan-aturan baik yang tertulis maupun kebiasaan internasional. Berlakunya aturan ini tergantung ruang lingkupnya apakah secara global, regional, atau secara khusus. Kehadiran PBB menandakan bahwa masalah aturan hukum internasional merupakan suatu hal yang harus dipatuhi bersama. Bangsa-bangsa sadar bahwa PBB bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban internasional dan untuk mencapainya digunakan cara-cara damai sesuai dengan prinsip keadilan dan hukum internasional. Secara garis besar terdapat prinsip-prinsip dalam Piagam PBB. Segala upaya akan dilakukan untuk mempertahankan persamaan kedaulatan semua negara, penghormatan integritas teritorial dan kemerdekaan politik, penyelesaian sengketa dengan cara damai sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional dan keadilan, hak unutk menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain, penghormatan atas HAM, dan kerjasama internasional menyelesaikan permasalahan di bidang ekosob.53 52 53 Alma Manuputy, dkk. 2008. Hukum Internasional. Depok: Rech-ta. Hal. 33 Op.cit., Hata. Hal. 46 33 Prinsip inilah yang mendasari aturan umum hukum internasional sebagai wujud hukum internasional. Dewasa ini aturan umum hukum internasional terus berkembang sesuai situasi internasional. Permasalahan senjata pemusnah massal atau nuklir telah diatur oleh hukum internasional. Negara yang tidak menjadi anggota perjanjian proliferasi nuklir Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapons (NPT), dilarang mengembangkannya. Permasalahan baru oleh rambu-rambu hukum internasional juga mengenai intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention). Kebutuhan untuk melakukan campur tangan termasuk dengan cara militer bertujuan untuk menyelamatkan jiwa manusia yang terancam oleh kekerasan di suatu wilayah negara, baik oleh tindakan pemerintahnya ataupun oleh kelompok etnis yang berkonflik. Aturan umum hukum internasional mencakup berbagai bidang. Aturan dalam hal kemanusiaan dapat terlihat dari Declarations of Human Rights untuk mengakkan Hak Asasi Manusia (HAM), dalam bidang ekonomi ada aturan perdagangan dan moneter, dalam bidang lingkungan pun telah diatur. Tidak hanya itu hukum internasional juga mengatur negara-negara yang sedang mengalami persengketaan. Jadi hukum internasional memiliki aturan umum pelaksanaan agar negara dalam bertindak memiliki batasan-batasan yang jelas. 34 2. Kepentingan Bersama Hukum dibutuhkan untuk menertibkan kehidupan dalam bermasyarakat. Sederhananya, hukum ada untuk kebaikan bersama. Thomas Aquinas menegaskan bahwa hukum adalah penataan pemikiran demi kebaikan bersama, yang dipublikasikan oleh mereka yang peduli kepada ketertiban masyarakat: quaedam rationalis ordination ad bonum commune, ab eo qui cura cummunitatis habet promulgate.54 Hukum juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan sosial dalam masyarakat, menyelaraskan perbedaan kepentingan yang muncul, mengatur alokasi sumberdaya yang terbatas, menyeimbangkan, dan mengarahkan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan masyarakat yang lebih besar.55 Hukum adalah cerminan kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat. Oleh karena itu hukum mengandung norma dan kesamaan nilai-nilai. Terdapat tiga nilai dasar dalam hukum menurut Franz Magnis-Suseno:56 a. Kesamaan; hukum bisa eksis jika bisa menjamin kesamaan. Kesamaan dalam artian sama kedudukannya di hadapan hukum bukan berdasarkan siapa yang kuat dan siapa yang lemah. Ada kriteria 54 Op.cit., Johnny Ibrahim. Hal. 3 Ibid., Hal. 9 56 Franz Magnis-Suseno. 1988. Etika Politik-Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: PT Gramedia. Hal. 114 55 35 objektif yang berlaku bagi semua, bukan menurut siapa yang lebih mampu memaksakan kehendaknya (pemilik kekuasaan). b. Kebebasan; hukum mencegah si kuat dari mencampuri dan mendominasi kehidupan yang lemah. Artinya, hukum secara hakiki harus melindungi kebebasan yang ada dibawah atau lemah. Hukum berdasarkan pengakuan bersama dan tidak berdasarkan paksaan. c. Kebersamaan; hukum adalah institusionalisasi kebersamaan manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang secara hakiki harus hidup bersama, maka diperlukan tatanan normatif bagi perilakunya. Kebersamaan disini bermakna bahwa kita semua bertanggungjawab atas kita semua, jadi tidak boleh ada diantara kita yang dibiarkan saja menderita, apalagi yang dikorbankan demi kepentingan yang lain. Dalam hukum internasional, tidak ada negara yang memiliki derajat lebih tinggi dibanding negara lain. Negara berada pada posisi sejajar. Hal ini berdasarkan nilai kesamaan dalam hukum. Jadi jika ada negara yang melanggar maka sanksinya tidak boleh dibeda-bedakan berdasarkan power negara tersebut. Semua negara memiliki kesamaan dalam menegakkan hukum internasional. Nilai kebebasan dalam konteks hukum internasional ialah tidak ada kepentingan suatu negara yang mendominasi negara lain. Tidak boleh ada negara yang memaksakan kehendaknya terhadap negara lain. Kedudukan tertinggi adalah masyarakat internasional. Masyarakat internasional yang membuat aturan dalam hukum internasional. Hukum internasional dibuat untuk menertibakan hubungan antar 36 negara maupun aktor bukan negara. Terdapat nilai kebersamaan sehingga hukum internasional tidak berpihak pada kepentingan satu atau sekelompok negara, tetapi kepentingan bersama. Oleh karena itu salah satu nilai dalam hukum internasional adalah kepentingan bersama. Kepentingan bersama antarnegara akan menghasilkan kesepakatan dalam bertindak. Para kepala negara dan pemerintahan bersepakat bahwa hubunganhubungan internasional pada abad XXI harus didasarkan nilai-nilai esensial berikut:57 1. Kebebasan: kaum laki-laki dan perempuan mempunyai hak hidupnya masing-masing dan bebas dari siksaan dan ketidakadilan. Pemerintah demokratis berdasar kehendak rakyat jaminan terbaik hak-hak ini; 2. Persamaan: tak seorangpun dapat dicegah menikmati hasil-hasil pembangunan yang dicapai; 3. Solidaritas: harus diciptakan keadilan sosial. mereka yang tidak beruntung harus mendapatkan bantuan dari mereka yang beruntung; 4. Menghargai alam: pengelolaan sumber-sumber alam harus dilakukan dengan penuh kebijakan untuk masa depan; 5. Tanggung jawab bersama: tanggung jawab bersama dalam pengelolaan pembangunan sosial ekonomi dan urusan perdamaian keamanan internasional, dimana PBB berperan sentral. 57 Op.cit. Hata. Hal. 47 37 Nilai kepentingan bersama ini dapat dilihat dari negara-negara yang mengadakan perjanjian internasional. perjanjian internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja sebagai salah satu sumber hukum internasional juga sumber hukum primer dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul antarnegara. Perjanjian internasional dapat memberikan pengaturan yang lebih tepat dank arena itu dipandang lebih efektif untuk mengatur hubungan kerjasama antar subjek hukum internasional dan memfasilitasi kepentingan masyarakat internasional.58 Jadi, hukum internasional berdasarkan sumbernya yakni perjanjian internasional dapat memfasilitasi kepentingan bersama. Menurut pendekatan sosiologis dalam hukum internasional, masyarakat bangsa selaku makhluk sosial selalu membutuhkan interaksi satu dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Betapapun majunya suatu negara, tidak dapat hidup sendiri. Dalam berinteraksi inilah masyarakat internasional membutuhkan aturan hukum untuk member kepastian hukum pada apa yang dilakukan. Pada akhirnya aturan (hukum internasional) akan memberikan keteraturan, keadilan, dan kedamaian. Menurut aliran ini hukum internasional dibangun atas kepentingan dan kebutuhan bersama akan ketertiban dan kepastian hukum dalam melakukan hubungan satu sama lain.59 Hubungan timbal balik dan saling membutuhkan antarnegara diberbagai bidang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus-menerus 58 Muhammad Ashri. 2012. Hukum Perjanjian Internasional (dari pembentukan hingga akhir berlakunya). Makassar: Arus Timur. Hal. 2 59 Op.cit., Sefriani. Hal. 14 38 antarnegara. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan demikian. Hukum internasional menghendaki adanya masyarakat internasional yang bertanggungjawab dan teratur yang sangat mengabdi pada nilai-nilai persamaan minimal yang dipunyai bersama. Kepentingan memelihara dan mengatur hubungan yang bermanfaat ini merupakan suatu kepentingan bersama. Hukum internasional yang paling baik ialah yang mampu melaksanakan sendiri, yaitu, bilamana negara-negara tersebut menyadari bahwa ini adalah demi kepentingan dan keuntungan bersama.60 Kepentingan bersama antarnegara dapat dilihat dengan terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB beranggotakan hampir seluruh negara, bahkan PBB menjadi acuan untuk kedaulatan suatu negara. Pengakuan (recognized) suatu negara dapat dilihat jika negara tersebut anggota PBB. Kepentingan bersama dalam mengembangkan dan menegakkan hukum internasional dijewantahkan dalam PBB. Seandainya tidak ada kepentingan bersama maka tidak akan terbentuk PBB dan berkembang dengan beranggotakan hampir seluruh negara. Hukum internasional tidak mengikat salah satu atau sekelompok negara saja, tetapi mengikat negara-negara. Triepel memaparkan bahwa hukum internasional itu mengikat bagi negara, bukan hanya karena kehendak mereka satu per satu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama, 60 Op.cit., Carlton Clymer, dkk. Hal. 588 39 yang lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara, untuk tunduk pada hukum internasional.61 Menegakkan hukum internasional menjadi keharusan karena hukum internasional adalah hasil dari kesepakatan bersama. Hukum internasional tidak hanya berupa aturan-aturan, tapi lebih dari itu, hukum internasional mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis. Oleh karena itu seperti telah dijelaskan ada kesamaan dan kebersamaan di dalamnya. Hukum internasional mewadahi kepentingan bersama. Kepentingan akan adanya wadah kerjasama dalam bidang perdagangan misalnya diatur oleh hukum perdagangan internasional. kepentingan untuk menjunjung tinggi HAM diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Kepentingan akan perdamaian oleh negara-negara di atur oleh hukum internasional yang membatasi penggunaan senjata nuklir dan agresi militer, bahkan kepentingan untuk menjaga alam diatur oleh hukum internasional seperti Protokol Kyoto. Pertemuan negara-negara dalam KTT G-20 dimana dunia tidak lagi dikuasai satu atau aliansi negara-negara berfokus pada aturan hukum, keamanan bersama, menjunjung martabat manusia, serta tata kelola pemerintahan akuntabel.62 61 Op.cit., Mochtar Kusumaatmadja. Hal. 50 Rene L Pattiradjawane. Tatanan Dunia Tidak Dikuasai Sendiri. Koran Harian Kompas Edisi Kamis 5 September 2013 62 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pertentangan nilai politik internasional dan hukum internasional didasari atas pertentangan antara ambisi dalam politik internasional dan aturan dalam hukum internasional. Ambisi untuk mendapatkan kekuasaan hingga dominasi menjadi landasan dalam politik internasional, sedangkan aturan umum menjadi landasan hukum internasional dalam mengekang ambisi dan mengatur tindakan negara-negara. Ambisi suatu negara dapat melanggar aturan umum dalam hukum internasional. 2. Wujud pertentangan politik internasional dan hukum internasional adalah diutamakannya kepentingan sepihak bertentangan dengan kepentingan bersama. Dalam politik internasional, kepentingan bersama dalam hukum internasional hanyalah dijadikan instrument untuk mendapatkan dominasi atau menjaga dominasi negara-negara yang memiliki power lebih. Kepentingan bersama dalam hukum internasional dapat diabaikan demi kepentingan sepihak negara yang memiliki power. B. Saran-Saran 1. Perlu pengkajian mendalam mengenai aturan hukum internasional, diharapkan tidak menjadi instrumen politik negara yang memiliki kuasa dan 41 merugikan negara yang lemah. Hukum internasional harus memperhatikan politik internasional, begitupun sebaliknya politik internasional diharapkan sesuai dengan aturan hukum internasional. 2. Hukum internasional harus dikembalikan pada hakikatnya yang mengakomodasi kepentingan bersama masyarakat internasional demi kebaikan bersama, bukan hanya untuk kepentingan negara yang memiliki power lebih seperti yang selama ini terjadi. 42 DAFTAR PUSTAKA Ashri, Muhammad. 2012. Hukum Perjanjian Internasional (dari pembentukan hingga akhir berlakunya), Makassar: Arus Timur. Ashri, Muhammad dan Samuddin, Rapung. 2013. Hukum Internasional Dan Hukum Islam Tentang Sengketa Dan Perdamaian, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Asrudin dan Suryana, Mirza Jaya. 2009. Refleksi Teori Hubungan Internasional (dari tradisional ke kontemporer), Yogyakarta: Graha Ilmu. Asshiddiqie, Jimly dan Safa’at, M. Ali. 2006. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Konstitusi Press. Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bertens, K. 2011. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Bona Sihombing, Frans. 1984. Ilmu Politik Internasional (teori, konsep, dan sistem), Jakarta Timur: Ghalia Indonesia. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Burchil, Scott dan Linklater, Andrew. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional. Bandung: Nusa Media. Byers, Michael. 2003. Custom, Power, and Power of Rules: International Relations and Customary International Law, Melbourne: Cambridge University Press. Carlsnaes, Walter, dkk. 2013. Handbook Hubungan Internasional, Bandung: Nusa Media. Drury, Shadia B. diterjemahkan oleh Joost Kullit. 1986. Hukum Dan Politik (bacaan mengenai pemikiran hukum dan politik), Bandung : Tarsito. Edkins, Jenny dan Williams, Nick Vaughan. 2013. Teori-Teori Kritis –Menantang Pandangan Utama Studi Politik Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Elias, Juanita dan Sutch, Peter. 2007. The Basics International Relations, New York: Routledge. FX, Adji Samekto. 2009. Negara dalam dimensi Hukum Internasional. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Griffiths, Martin dan O’Callaghan, Terry. 2002. International Relations: The Key Concepts, London: Routledge. 43 Hadi, Shaummil. 2008. Third Debate dan Kritik Postivisme Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: Jalasutra. Hara, Abubakar Eby. 2011. Pengantar Analisis Politik Luar Negeri; dari Realisme sampai Konstruktivisme, Bandung: Nuansa. Hata. 2012. Hukum Internasional (Sejarah dan Perkembangan Hingga Pasca Perang Dingin), Malang: Setara Press. Holsti, K.J. diterjemahkan M. Tahir Azhary. 1988. Politik Internasional Kerangka Untuk Analisis (Edisi Keempat Jilid 1), Jakarta: Erlangga. Holsti, K.J. diterjemahkan M. Tahir Azhary. 1988. Politik Internasional Kerangka Untuk Analisis (Edisi Keempat Jilid II ), Jakarta: Erlangga. Hoof, G. J. H. Van. 2000. Pemikiran Kembali Sumber-Sumber Hukum Internasional, Bandung: P.T. Alumni. Ibrahim, Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia. Irianto, Sulistyowati dan Shidarta. 2011. Metode Penelitian Hukum (Konstelasi dan Refleksi), Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik,Yogyakarta: Graha Ilmu. J. Padelford, Norman. 1976. The Dinamics of International Politics (third edition), United State of America: Macmillan Publishing Co., inc. Jutersonke, Oliver. 2010. Morgenthau, Law and Realism, Newe York: Cambridge University Press. Juwana, Hikmahanto. 2010. Hukum Internasional Dalam Perspektif Indonesia Sebagai Negara Berkembang, Jakarta: PT Yarsif Watampone. Kammerholfer, Jorg. 2011. Uncertainty in International Law- A Kelsen Perspective-, New York: Routledge. Kusumaatmadja, Mochtar dan Agoes, Etty R. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT Alumni. Kusumohamidjojo, Budiono. 1987. Hubungan Internasional Kerangka Studi Analitis, Bandung: Binacipta. 44 Losco, Joseph dan Williams, Leonard. 2005. Political Theory –Kajian Klasik dan Kontemporer Edisi Kedua, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. L. Pfatzgraff, Jr, Robert dan E. Dougherty, James. 1971. Contending Theories in International Relations, New York: JB. Lippncot CO. Magnis-Suseno, Franz. 1988. Etika Politik-Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: PT Gramedia. Manuputy, Alma dkk. 2008. Hukum Internasional, Depok: Rech-ta. Mas’oed. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES. Mertokusumo, Sudikno. 1986. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty. Miller, Lynn H. 2006. Agenda Politik Internasional (melukiskan perkembangan politik dunia yang luar biasa dramatis dijadikan referensi untuk mengetahui hiruk-pikuk politik internasional). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Morgenthau, Hans J. dan Thompson, Kenneth W. 2010 .Politik Antarbangsa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Nasution, Dahlan. 1984. Perang atau Damai Dalam Wawasan Politik Internasional, Bandung: Remadja Karya. Nye, Joseph S. Jr. 2009. Understending International Conflict (An Introduction to theory and History). New York: Pearson Longman. P. Hermawan, Yulius. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Mochamad. 2006. Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rise, Thomas and Sikkink, Kathryn in Thomas J. Biersteker, dkk. 2007. International Law and International Relations (Bridging theory and practice), New York: Routledge. Rodee, Carlton Clymer dkk. 2006. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers. S. Jones, Walter. 1992. Logika Hubungan Internasional: Persepsi Nasional 1. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Shaw, Malcom N. QC. 2013. Hukum Internasional –terjemahan edisi keenam- . Bandung: Nusamedia. Sefrina. 2011. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. 45 Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Steans, Jill dan Pettiford, Llyod. 2009. Hubungan Internasional (Perspektif dan Tema). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta: Balai Pustaka. Varma , S.P. 1995. Teori Politik Modern. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada. Weber, Cynthia. 2001. International Relation Theory, London and New York: Routledge. Winarno, Budi. 2011.Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: CAPS. Witana, Radhika. 2008. Power, Politics, Law: International Law and State Behavior During International Crisis, Boston: Martinus Nijhoff Publishers. Wuryandari, Ganewati. 2008. Perkembangan Politik Internasional (dan pengaruhnya terhadap politik luar negeri Indonesia), Jakarta: LIPI. Jurnal dan Koran D. Lipschutz, Ronnie. 2005. Power, Politics and Global Civil Society. Journal of International Studies. Vol. 33 No. 3. California: Millenium. Jailani, Abdulkadir. 2005. Hukum Internasional Pasca Perang Irak: Legalisasi Politik Internasional Dan Politisasi Hukum Internasional, Jurnal Hukum Internasional-Indonesian Journal of International Law, Vol. 2 No. 2. Depok: LPHI FHUI. Slaten, Kevin. 2009. The Decline of U.S. Hegemony: Regaining International Consent. Journal of Politics and International Affairs. Vol III Issue I. Ohio: The Undergraduate Political Science Organizations The Ohio State University. _____. 2014. KTT Nuklir Dibuka Hari Ini-Upaya Mencegah Terorisme Nuklir Belum Cukup-. Koran Harian Kompas. Edisi Selasa 25 Maret 2014. _____. 2014. Ukraina, Permainan Belum Selesai. Koran Harian Kompas. Edisi Selasa 1 April 2014. _____. 2013. Nasib Afganistan Ditentukan. Koran Harian Kompas. Edisi Jumat 22 November 2013. _____. 2013. Opsi Militer Mulai Terbuka-Pemerintahan Obama Dapat Lampu Hijau Komite Senat-. Koran Harian Kompas. Edisi Jumat 6 September 2013. 46 Hardiman, F Budi. Tangan-Tangan Kotor. Koran Harian Kompas. Edisi Kamis 10 Oktober 2013. Kuncahyono, Trias. Krisis Suriah-China Seperti Biasa-. Koran Harian Kompas. Edisi Kamis 5 September 2013. Kuncahyono, Trias. Krisis Mesir-Hukuman Mati-. Koran Harian Kompas. Edisi Selasa 25 Maret 2014. L Pattiradjawane, Rene. Tatanan Dunia Tidak Dikuasai Sendiri. Koran Harian Kompas Edisi Kamis 5 September 2013. Website: Bachrach, Peter and S. Baratz, Morton. 2000. Two Faces of Power. he Americun Political Science Review. Volume 56. Issue 4. http://www.columbia.edu/itc/sipa/U6800/readings-sm/bachrach.pdf. diakses 6 Maret 2014 Pukul 21.00 WITA Carty, Anthony, Critical International Law: Recent Trends in the Theory of International Law, European Journal of International Law, diakses di www.ejil.org/journal/Vol2/No.4/art2.html , pada tanggal 12 Februari 2014. Koskenniemi, Martu, Hierarchy in International Law: A Sketch, European Journal of International Law, diakses di www.ejil.org/journal/Vol8/No.4/art2.html , Diakses pada tanggal 12 Februari 2014. Sefriani. 2011. Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam Perspektif Filsafat Hukum. .http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/11%20Sefriani.pdf. Diakses pada tanggal 27 September 2013 pukul 12.20. WITA. Sukma, Rizal. Dinamika Politik Global, Keamanan Internasional, Dan Peran Indonesia. http://indronet.files.wordpress.com/2007/06/dinamika.pdf. diakses 11 Maret 2014 Pukul 15.00 WITA. 47