perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekonomi Lingkungan
1. Ekonomi dan Lingkungan
Bahasan mengenai ekonomi lingkungan berangkat dari logika
sederhana bahwa lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari
ekonomi. Perubahan di salah satunya akan mempengaruhi lainnya.
Tidak ada keputusan ekonomi yang dibuat tanpa mempengaruhi
lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan artifisial.
Begitu pula sebaliknya, setiap perubahan lingkungan pasti akan
berdampak pada perekonomian.
Turner et al., (1994) mengatakan bahwa sistem ekonomi
dunia yang telah memberikan semua barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia modern saat ini, tergantung dan tidak dapat
beroperasi tanpa dukungan dari lingkungan ekologis, hewan,
tumbuhan, dan hubungan kesalingtergantungannya (disebut juga
sebagai biosphere) (Turner, et al.,1994:1).
Senada dengan itu, Hussein (2004) juga menyatakan bahwa
ekonomi memiliki ketergantungan terhadap lingkungan alam, bahkan
dalam hal memenuhi kebutuhan bahan mentah, pembuangan limbah
sisa, dan fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan, ekonomi sepenuhnya
tergantung pada lingkungan alam (Hussein, 2004: 3).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tietenberg (2006) melihat bahwa hubungan ekonomi dengan
lingkungan mempunyai kesesuaian dengan hukum thermodynamics
pertama – energy dan zat tidak bisa dibuat atau dihancurkan. Artinya
jumlah
material
yang masuk ke dalam
perekonomian
akan
terakumulasi dalam sistem atau kembali ke lingkungan sebagai
buangan (Tietenberg, 2006:15).
Field (2006) merangkumkan hubungan ekonomi dengan
lingkungan dengan menyatakan bahwa sistem perekonomian berada di
dalam, dan dilingkupi oleh alam (Field,2006: 22). Jika digambarkan,
secara sederhana hubungan tersebut adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1
Skema Hubungan Ekonomi dengan Lingkungan Alam
Notasi (a) Mewakili aliran dari bahan mentah yang masuk ke
sistem perekonomian. Kajian mengenai lingkungan dalam fungsinya
sebagai penyedia bahan mentah disebut dengan ekonomi sumber daya
alam. notasi (b) menggambarkan aliran residu dari aktivitas
perekonomian yang berdampak pada kualitas lingkungan. Kajian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengenai aliran residu perekonomian dan dampak yang dihasilkannya
pada lingkungan merupakan kajian yang disebut ekonomi lingkungan
(Field, 2006: 23).
Sekat pemisah antara ekonomi sumber daya alam dan
ekonomi
lingkungan
seringkali
masih
sangat
kabur.
Untuk
memperjelasnya, uraian dari Field, 2006 bisa dijadikan acuan
(Field, 2006: 23).
1.1Ekonomi Sumber Daya Alam
Ilmu ekonomi sumber daya alam adalah aplikasi dari
prinsip ekonomi dalam mengkaji tentang upaya ekstraksi dan
pemanfaatan sumber daya alam. Ekonomi sumber daya alam
melingkupi (Field, 2006:21):
(a) Ilmu ekonomi mineral: Berapa tingkat ekstraksi bijih mineral
yang tepat untuk ditambang? Bagaimana eksplorasi dan angka
cadangan merespon tingkat harga?
(b) Ilmu ekonomi kehutanan: Berapa tingkat pemanfaatan hasil
hutan
yang
tepat?
Bagaimana
kebijakan
pemerintah
mempengaruhi mempengaruhi tingkat pemanfaatan hasil
hutan oleh perusahaan penebangan kayu?
(c) Ilmu ekonomi bahari: Aturan macam apa saja yang bisa
dibuat untuk mengelola penangkapan ikan? Bagaimana
perbedaan
tingkat
persediaan ikan?
penangkapan
ikan
mempengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(d) Ilmu ekonomi pertanahan: Bagaimana orang-orang di sektor
swasta membuat keputusan terkait dengan pemanfaatan
tanah? Bagaimana hukum hak kepemilikan properti dan tata
guna lahan mempengaruhi alokasi ruang yang diperuntukan
untuk berbagai penggunaan?
(e) Ilmu ekonomi energi: Berapa tingkat ekstraksi sumber daya
minyak yang tepat? Seberapa sensitive penggunaan energy
terhadap perubahan dalam harga komoditas energi?
(f) Ilmu
ekonomi perairan: Bagaimana perbedaan hukum
pemanfaatan atas air mempengaruhi cara pemanfaatan air oleh
komunitas-komunitas yang berbeda?
(g) Ilmu ekonomi pertanian: Bagaimana para petani membuat
keputusan
mengenai
penerapan
aplikasi
konservasi
lingkungan dalam mengolah lahan mereka? Bagaimana
program pemerintah mempengaruhi pilihan petani dalam
mengambil keputusan tanaman panenan apa yang diusahakan
dan bagaimana untuk mengolahnya?
Cabang-cabang dari ilmu ekonomi sumber daya alam
tersebut biasa dibedakan ke dalam dua golongan: (1) golongan
sumber daya terbarukan: sumber daya kehidupan, seperti
perikanan, kehutanan, dan pertanian. (2) sumber daya tak
terbarukan: sumber daya yang tidak bisa atau tidak memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses untuk penambahan (replenishment), seperti mineral dan
minyak bumi.
1.2Ekonomi Lingkungan
Aktivitas
perekonomian
bisa dibagi ke dalam
dua
kelompok besar, produksi dan konsumsi. Produksi dan konsumsi
menghasilkan residu (sisa), baik yang berupa material, gas,
maupun energi. Residu yang dikeluarkan akan masuk kembali ke
lingkungan alam. Fokus dari ekonomi lingkungan adalah pada
aliran residu dari aktivitas perekonomian dan pengaruhnya pada
kualitas lingkungan alam (Field,2006: 21).
2.
Lingkungan Sebagai Aset Ekonomi dan Sosial
Dalam ekonomi lingkungan dilihat sebagai asset gabungan
yang menyediakan berbagai jasa. Lingkungan dianggap sebagai asset
yang khusus, hal ini karena lingkungan menyediakan sistem
pendukung kehidupan yang menyokong keberadaan manusia baik
secara
langsung
maupun
sebagai
penyedia
bahan
mentah
(Tietenberg, 2006: 14-15).
Sumber daya alam sebagai input diakui sebagai faktor
penting dalam ekonomi produksi. Begitu juga kualitas lingkungan,
kualitas lingkungan bisa dianggap sebagai aset produktif bagi
masyarakat.
Produktifitas
lingkungan
alam
bergantung
pada
kemampuannya untuk mendukung dan mensejahterahkan kehidupan
manusia, atau bisa juga dalam kerangka mencerna dan memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sumbangan untuk meminimisasi dampak produk buangan dan bahaya
lingkungan.
Kualitas aset lingkungan dipengaruhi secara langsung oleh
kuantitas dan tipe residual yang dihasilkan perekonomian. Dalam
kerangka mengenai adanya konsep trade-off antara output ekonomi
dan
kualitas
lingkungan
bisa
dijelaskan
menggunakan
kurva
kemungkinan produksi – Production Possibility Curves (PPC) seperti
dalam gambar 2.1 (Field,2006: 30).
Gambar 2.2
PPC
Kurva PPC menggambarkan dua variasi kombinasi yang bisa
diproduksi oleh masyarakat dengan tingkat teknologi dan sumber daya
tertentu. Dalam gambar 2.2 garis vertikal merupakan indeks dari
output berupa barang ekonomi yang diperdagangkan. Garis horizontal
merupakan indeks kualitas lingkungan yang diturunkan dari data pada
berbagai dimensi keadaan lingkungan. Sebagi contoh, pada tingkat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
produksi barang yang diperdagangkan di pasar sebesar
lingkungan akan berada di tingkat
kualitas
, pada tingkat produksi yang
lebih rendah ( ) kualitas lingkungan akan berada pada level yang
lebih tinggi ( ). Keadaan ideal yang menjadi tujuan dari setiap
komunitas masyarakat adalah merubah PPC hingga trade-off yang
terjadi lebih menguntungkan (Field,2006:30).
Dalam
mengukur
output
ekonomi
agregat
biasnya
pengukuran hanya dilakukan pada kuantitas barang pasar. Hal ini
terjadi karena barang pasar mudah untuk dihitung nilai agregatnya.
Kualitas lingkungan pada umumnya bukan merupakan barang pasar
(non-market), karena kualitas lingkungan tidak diperdagangkan secara
langsung dimana harga bisa dilihat.
B. Alat Analisis
1. Willingness To Pay (WTP)
Alat analisis yang digunakan untuk melakukan penilaian
kualitas lingkungan memiliki ide dasar sederhana dengan logika
bahwa setiap individu pasti mempunyai nilai preferensi (kesukaan)
untuk barang atau jasa. Permasalahannya adalah bagaimana membuat
ide tentang preferensi yang masih abstrak ini menjadi tampak jelas?
Untuk melihat makna nilai kesukaan lebih jelas, maka perlu
dilakukan simplifikasi dimana konsep nilai kesukaan ini disempitkan
hingga bisa ditarik kesimpulan bahwa: nilai kesukaan individu atas
suatu barang atau jasa adalah setara dengan nilai kerelaan dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesanggupan dari individu tersebut untuk berkorban demi barang atau
jasa tersebut. Dengan demikian konsep ini dinamakan willingness to
pay (WTP) yang artinya kira-kira kerelaan untuk membayar
(Field, 2006: 43)
Hal yang perlu diperhatikan dalam melihat nilai WTP adalah
bagaimana membedakan nilai total dan nilai marginal dari WTP. Nilai
marginal WTP adalah nilai WTP terhadap pertambahan satu unit
konsumsi atas barang atau jasa. Nilai total WTP adalah jumlah nilai
WTP dari sejumlah unit barang yang dikonsumsi oleh individu.
Nilai marginal dari WTP memperlihatkan penurunan setiap ada
penambahan satu unit barang yang dikonsumsi, bentuk kurva yang
menurun ini biasa disebut kurva permintaan. “Kurva permintaan
individu memperlihatkan jumlah dari barang dan jasa yang individu
tersebut mungkin minta (beli dan konsumsi) dalam berbagai tingkat
harga” (Field, 2006:45).
Jadi kurva permintaan individu atau kurva marginal WTP
merupakan
rangkuman
dari
perilaku
konsumsi
individu
dan
kemampuan individu untuk konsumsi barang tersebut. Dengan
demikian kurva permintaan individu akan berbeda untuk setiap
individu, tergantung dari nilai kesukaan (preferensi) dan selera dari
tiap-tiap individu. Selera setiap individu akan tergantung dari banyak
hal, seperti keadaan psikologi, sejarah pribadi, dan banyak hal lain
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang sulit dijelaskan. Dengan demikian ada kemungkinan nilai WTP
berbeda-beda meskipun dalam individu yang sama.
WTP yang dijelaskan dimuka adalah WTP individu. Dalam
kasus WTP yang digunakan sebagai dasar untuk kebijakan publik,
penilaian kualitas lingkungan atau estimasi dari perilaku sebuah
kumpulan, WTP yang digunakan adalah WTP agregat.
Untuk melihat bagaimana melakukan agregasi atas nilai WTP
individu maka bisa dilihat dalam contoh sederhana berikut.
Gambar 2.3
Permintaan Agregat/ Kurva Willingness To Pay Marginal
Dalam sebuah kelompok terdapat tiga orang individu A, B, dan
C. Dengan tingkat harga sebesar $15 maka permintaan individu A
adalah 4 unit, permintaan individu B adalah 0 dan individu C adalah 3.
Nilai agregat dari semua individu pada tingkat harga $15 adalah 7 unit.
Pada tingkat harga $8 maka permintaan individu A adalah 10 unit,
individu B adalah 6 unit, dan individu C adalah 8 unit. Nilai agregat
ketiga
individu
pada
tingkat
harga
$8
adalah
24.
Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menghubungkan titik permintaan agregat pada harga $15 dan $8 maka
didapatkan kurva permintaan agregat (Field,2006: 48).
2. Benefit
Benefit (manfaat) adalah istilah teknis yang sering dipakai
ekonom untuk mengambarkan keadaan yang lebih baik. Contoh,
ketika kualitas lingkungan lebih baik maka masyarakat akan disebut
menerima manfaat, sebaliknya ketika keadaan leb ih buruk maka bisa
dimaknai bahwa nilai manfaat dari kualitas lingkungan mengalami
pengurangan (Field, 2006: 48).
Permasalahannya adalah bagaimana mengungkapkan nilai
benefit secara jelas dan terukur? Sifat antroposentris ilmu ekonomi
menjadikan pengukuran nilai benefit atas sesuatu diukur dari sudut
pandang manusia (individu), dengan demikian alat ukurnya adalah
kesediaan membayar (willing to pay) atau berkorban untuk menikmati
sesuatu atau menghindari sesuatu. Dengan kata lain nilai benefit yang
didapatkan sesorang atas sesuatu setara dengan jumlah yang mau
mereka bayarkan untuk menikmati sesuatu tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4
Willingness To Pay dan Nilai Benefit
Untuk lebih jelasnya hubungan konsep manfaat dan WTP bisa
digambarkan dengan contoh berikut. Ada dua kurva permintaan untuk
suatu barang. Manfaat yang ingin dilihat adalah manfaat ketika ada
tambahan kuantitas dari Q1 ke Q2. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa manfaat diukur dengan WTP, dan Total WTP
adalah area di bawah kurva permintaan. Ketika ada penambahan
kuantitas sebesar selisih (Q2-Q1) maka manfaat tambahan yang
didapat oleh kurva permintaan yang berada di bawah adalah area b,
dan manfaat total adalah area a+b (Field, 2006: 49).
Keadaan diatas beralasan secara logika, dimana individu yang
memiliki kurva permintaan tinggi akan memiliki kerelaan untuk
berkorban yang lebih tinggi dibanding dengan individu yang memiliki
kurva permintaan rendah karena manfaat yang dirasakan oleh individu
yang memiliki kurva permintaan tinggi dibandingkan dengan manfaat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dirasakan oleh individu yang memiliki kurva permintaan lebih
rendah.
3. Cost
Pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi cost (biaya)
atas suatu proyek atau kebijakan publik akan berbeda dengan
pendekatan yang digunakan oleh sektor swasta. Pada sektor swasta
cost didapatkan dengan cara yang merefksikan semua pengeluaran
langsung yang berkaitan dengan implementasi dan operasi dari proyek
tersebut. Pada sektor publik, nilai cost yang terkur merupakan nilai
atas kesempatan yang hilang. Selain itu, biaya dan internal dan
eksternal dari proyek harus dimasukan, tetapi tetap dalam kerangka
opportunity cost (Hussein, 2004: 182).
C. Analisis Lingkungan
1. Framework
1.1 Analisa Dampak
a. Analisa Dampak Lingkungan
Analisa
dampak
lingkungan
pada
intinya
merupakan
identifikasi dan kajian mengenai semua reaksi lingkungan yang
diakibatkan oleh sebuah kebijakan atau proyek. Analisa
dampak lingkungan tidak terbatas pada dampak secara ekologis
saja, tetapi juga dampak ekonomi (Field,2006: 110).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Analisa Dampak Ekonomi
Fokus dari analisa dampak ekonomi adalah penelusuran
dampak ekonomi dari program publik dan pengaruhnya
terhadap berbagai variable ekonomi (Field, 2006: 111).
c. Analisa Dampak Kebijakan
Analisa dampak kebijakan memfokuskan kajiannya pada
identifikasi dan estimasi secara komprehensif dan sistematis
atas segala dampak yang diakibatkan dari sebuah kebijakan
(Field, 2006:112).
1.2 Cost Effectiveness Analysis
Cost Effectiveness Analysis dilakukan untuk mengestimasi
biaya dari berbagai alternatif yang berbeda dengan tujuan
melakukan perbandingan diantara berbagai alternatif tersebut
(Field,2006:112).
1.3 Damage Assesment
Tujuan dari damage assestment adalah untuk mengestimasi
nilai dari kerusakan sumber daya, dengan demikian hasil dari
penilaian tersebut bisa dijadikan sumber data untuk proses
recovery (Field, 2006:114).
1.4 Benefit-Cost Analysis
Analisis Benefit-Cost (B/C) di sektor publik adalah padanan
dari analisis laba-rugi di sektor swasta. Alat analisis ini d igunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk membantu pembuatan kebijakan publik yang memiliki
output dan atau input non-market.
Dalam kerangka kerja analisis BC ada 4 tahap inti yang
tidak bisa dilewatkan (Field,2006: 116):
1. Menentukan secara jelas proyek atau program
2. Menjelaskan secara kualitatif input dan output dari
program atau proyek
3. Mengestimasi biaya sosial dan manfaat dari input dan
output tersebut
4. Membandingkan benefit dan cost
2. Benefit-Cost Analysis: Benefit
2.1 Fungsi Kerusakan: Aspek Fisik
Ketika
terjadi
penurunan
kualitas
lingkungan
atau
kerusakan lingkungan, nilai manfaat dari kualitas lingkungan akan
tercermin dari nilai yang dikeluarkan untuk upaya perbaikan
kembali atau penjagaan kualitas linkungan pada tingkat yang
diinginkan (Field, 2006: 136).
2.2 Pengukuran Kerusakan
a. Dose Response Method: Metode ini diaplikasikan dengan
menghubungkan data fisiologis manusia dan hewan dengan
tekanan berupa polusi. Contohnya: level polusi tertentu
dihubungkan dengan dengan perubahan dalam output, lalu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perubahan output tersebut dinilai dengan harga pasar atau harga
bayangan (Turner et al., 1994: 114).
b. Replacement Cost: Teknik valuasi dari pendekatan ini
dilakukan dengan penilaian pasar mengenai biaya yang
dibutuhkan untuk restore (penempatan kembali) atau recovery
(penyembuhan)
atas
kerusakan
lingkungan
(Hussein, 2004: 149).
c. Mitigation Behaviour: Upaya pelembutan dampak ini diukur
dengan harga pasar melalui observasi terhadap upaya antisipasi
atas dampak lingkungan (Turner, et al., 1994: 116).
d. Opportunity Cost: Tidak ada usaha langsung yang dibuat untuk
menilai manfaat lingkungan dengan metode ini selain nilai
manfaat dari aktivitas, program, atau proyek akan member
peluang
terjadinya
kerusakan
lingkungan
(Turner et al., 1994: 116).
3. Willingness To Pay
Pada dasarnya, ada tiga jalan yang bisa digunakan dalam
mengungkap nilai willingness to pay
seseorang atas perbaikan
kualitas lingkungan (Field, 2006: 142):
1.
Melihat berapa besar pengeluaran seseorang untuk mengurangi
dampak dari buruknya kualitas lingkungan terhadap dirinya.
Artinya pengeluaran itu juga bisa menggambarkan kesediaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seseorang untuk menikmati kualitas lingkungan yang lebih
baik.
2.
Melihat nilai pasar dari barang atau jasa yang berada di dua
pasar dengan kualitas lingkungan berbeda. Kualitas lingkungan
yang lebih baik cenderung meningkatkan nilai pasar. Nilai dari
peningkatan inilah yang menggambarkan kesediaan seseorang
untuk membayar perbaikan kualitas lingkungan.
3.
Kedua cara diatas merupakan pendekatan tidak langsung dari
penaksiran WTP. Untuk cara ketiga adalah pendekatan
langsung yang dilakukan dengan survei atau menanyakan
langsung kesediaan seseorang untuk menikmati perubahan
kualitas lingkungan.
4. Willingness To Pay: Cara Tidak Langsung
4.1 Travel Cost Method: Logika dari metode ini sangat sederhana,
nilai manfaat dari suatu situs/ kawasan akan setara dengan biaya
perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengunjungi
situs tersebut. Metode ini sering digunakan di sektor turisme
(Turner et al., 1994: 116).
4.2 Hedonic Pricing Method: Dasar pemikiran dari metode ini adalah
fakta bahwa kualitas lingkungan akan mempengaruhi secara
langsung pada harga pasar dari barang atau jasa yang berkaitan
dengan lingkungan tersebut. Metode ini umum digunakan di sektor
properti (Turner et al., 1994: 120).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Willingness To Pay: Cara Langsung
Valuasi metode WTP dengan cara langsung dikenal sebagi
Metode contingent valuation (CV).
Metode ini termasuk di
dalam metode penilaian langsung karena dilakukan dengan survei
yang dicobakan untuk mengungkapkan respon seseorang secara
moneter terhadap perubahan kualitas lingkungan (Tietenberg,
2006: 38) Pendekatan ini disebut penelitian contingent (tertentu)
karena “metode ini mengupayakan agar seseorang menyatakan
tentang bagaimana seseorang tersebut akan bertindak ketika dia
dihadapkan
pada
berbagai
kemungkinan
tertentu”
(Field, 1994:148 dalam Irawan, 2001 : 10).
Metode CV didasarkan pada konsep sederhana dimana
bila ingin mengetahui nilai atas sumber daya yang tidak memiliki
nilai pasar, maka bisa dilakukan dengan bertanya mengenai nilai
tersebut secara langsung (Field, 2006: 149). Metode CV biasa
diterapkan pada penghitungan nilai lingkungan apabila teknik
pasar tidak bisa digunakan dalam penghitungan nilai lingkungan
(Dixon, 1996: 70 dalam Irawan 2001: 11). Berbeda dengan
penghitungan nilai melalui nilai pasar, metode CV berkaitan
dengan sebuah peristiwa hipotesis (hyphothetical event) tentang
peningkatan
dan
(Irawan, 2001: 11).
penurunan
kualitas
lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Cara paling mudah dalam untuk melakukan metode CV
adalah dengan bertanya mengenai nilai yang diberikan seseorang
terhadap perubahan tertentu dalam kualitas lingkungan. Cara lain
yang lebih kompleks dapat dilakukan dengan apakah seseorang
mau membayar sejumlah Rp. X untuk perubahan tertentu dalam
kualitas lingkungan (Tietenberg, 2006 : 39).
Pada dasarnya metode CV menilai perubahan tertentu
dalam kualitas lingkungan dengan menanyakan dua jenis
pertanyaan berikut (Field, 2006):
1.
Apakah anda bersedia membayar (WTP) sejumlah Rp X tiap
periode untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan.
2.
Apakah anda bersedia menerima (WTA) sejumlah Rp X
untuk kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan
Dalam Metode CV dikenal empat macam cara untuk
mengajukan pertanyaan kepada responden (Fauzi, 2004 dalam
Pramesi 2008: 77), yaitu:
1.
Permainan
lelang
(bidding
game),
responden
diberi
pertanyaan secara berulang-ulang tentang apakah mereka
ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa
dinaikan atau diturunkan tergantung respon pada pertanyaan
sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap
diperoleh.
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Pertanyaan terbuka, responden diberikan kebebasan untuk
menyatakan nilai moneter untuk suatu proyek perbaikan
lingkungan.
3.
Payment Card, nilai lelang dengan cara menyakan responden
apakah mau membayar pada kisaran tertentu dari nilai yang
ditentukan
sebelumnya.
Nilai
in i
ditunjukan
kepada
responden dengan kartu.
4.
Model referendum tertutup, responden diberi suatu nilai
rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.
Analisis dengan Metode CV memiliki kelebihan dalam
fleksibilitas dan mudah untuk dilaksanakan untuk menilai
lingkungan
yang
memiliki
cakupan
sangat
luas.
(Field, 2006: 151). Tetapi disamping itu, metode CV juga
memiliki kesulitan tersendiri karena responden sangat potensial
untuk memberikan jawaban yang bias baik berupa penilaian yang
terlalu tinggi (upper estimate) maupun penilaian terlalu rendah
(under estimate) terhadap perubahan kualitas lingkungan. Ada
empat jenis bias yang mungkin ditimbulkan dari metode CV
(Tietenberg,2006 : 39) :
1.
Strategic bias, bias ini terjadi karena responden memiliki
kepentingan
khusus
yang
terkait
dengan
jawaban
pertanyaan tersebut. Sehingga jawaban dari responden tidak
menggambarkan penilaian sebenarnya melainkan penilaian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dipengaruhi motif untuk melindungki kepentingan
mereka.
2.
Information Bias, bias ini terjadi karena responden tidak
memiliki
pengetahuan
memadai
atau
tidak
punya
pengalaman terkait dengan atribut yang ditanyakan dalam
penelitian.
Akibatnya
jawaban
responden
tidak
menggambarkan penilaian sebenarnya melainkan karena
ketidaklengkapan informasi.
3.
Starting-poin bias, bias ini terjadi karena instrumen survei
yang digunakan untuk mewawancarai berupa rentang jarak
kemungkinan yang sudah dikenal. Cara untuk menjelaskan
rentang jarak yang tercermin dalam kuesioner akan sangat
mempengaruhi jawaban dari responden. Rentang jarak Rp.0
sampai Rp. 100.000 mungkin akan menghasilkan respon
yang berbeda jika dibandingkan dengan rentang jarak Rp.
10.000 sampai Rp. 100.000, meskipun sebenarnya tidak ada
respon dalam rentang Rp. 0 sampai Rp.10.000
4.
Hypothetical bias, bias ini terjadi karena pembangunan
hipotesis
perubahan
kualitas
lingkungan
yang
tidak
sempurna sehingga rentan direspon secara tidak sempurna
juga oleh responden.
Karena metode CV ini sangat rentan menimbulkan bias
penilaian, maka satu-satunya cara untuk meminimalisasi bias
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut adalah melaui setiap tahapan yang harus metode CV ini
dengan cermat hingga bisa diungkapkan nilai willingness to pay
yang memiliki bias yang minim
6. Benefit Cost Analysis: Cost
6.1 Persepektif Biaya: Isu Umum
Analisis cost bisa dilakukan dalam berbagai level kebijakan
dan proyek. Level-level tersebut adalah (Field, 2006: 160-161):
1.
Level komunitas tunggal atau proyek lingkungan tunggal, cost
pada level ini hanya didasarkan pada biaya dan spesifikasi
pembangunan (engineering).
2.
Level industri, penghitungan cost dalam level ini lebih rumit
dibanding level sebelumnya. Hal ini disebabkan karena
diperlukan
prediksi
dengan
akurasi
yang
dapat
dipertanggungjawabkan atas bagaimana pihak industri akan
bereaksi atas perubahan kebijakan mengenai lingkungan.
3.
Level nasional, dalam level ini penghitungan cost sangat rumit
karena tingkat keterkaitan antar sektor sangat tinggi. Untuk
mendapatkan nilai cost akan dibutuhkan data makro ekonomi
dan
model
agregasi
(Field,2006: 162).
yang
canggih
dan
kompleks
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6.2 Konsep Biaya
a. Opportunity Cost, opportunity cost dari penggunaan sumber
daya tertentu akan ditentukan oleh nilai kesempatan hilang
tertinggi yang dimungkinkan jika sumber daya tersebut
digunakan untuk alternatif kepentingan lain (Field, 2006: 163).
b. Biaya Lingkungan, kebijakan pengurangan atau eliminasi
residu perekonomian sebenarnya merupakan sebuah bentuk
pengalihan media, dengan kata lain ada sumber daya lain yang
dikorbankan. Contohnya residu dari reaktor nuklir tidak bisa
dikurangi atau dihilangkan, melainkan harus dinetralisasi
dengan air selama ribuan tahun (Field, 2006: 163).
c. Biaya Pelaksanaan, kebijakan lingkungan tidak b isa berjalan
sendiri. Ada sumber daya yang harus disediakan untuk
memastikan
kelancaran
kebijakan
lingkungan
(Field, 2006: 164).
D. Peneltian Sebelumnya
Aplikasi contingent valuation (CV) telah luas d igunakan dalam
berbagai studi lingkungan, termasuk yang berkaitan dengan sektor
transportasi perkotaan.
Wipulanusat dan Herabat (2007) memanfaatkan aplikasi CV untuk
melihat preferensi masyarakat atas perbaikan kualitas berkendaraan di
jalan raya Bangkok (Wipulanusat dan Herabat, 2007: 1). Wang et al.,
(2004) mengaplikasikan survei CV untuk melihat preferensi masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atas berbagai rancangan kebijakan untuk menurunkan tingkat polusi yang
berasal dari sepeda motor di Kota Bangkok (Wang et al., 2004: 3).
Lambert.,et al.,(2000) memanfaatkan survei CV untuk mengukur manfaat
dari program pengurangan kebisingan lalu lintas (Lambert et al.,2000:1).
Dalam melakukan survei CV ada beberapa hal yang harus
diperhatikan. Pertama adalah ukuran sampel. Mitchell dan Carlson (1989)
menyarankan bahwa berdasarkan toleransi statistik, jumlah sampel yang
sesuai
adalah
antara
200-2500
jumlah
sampel
(Vaughan dan Darling, 2000: 1)
Kedua, adalah rancangan kuesioner. Kuesioner harus dirancang
sedemikian rupa dalam rangka meminimisasi bias. Bias-bias tersebut
adalah strategic bias, information bias, starting-point bias, hypothetical
bias (Tietenberg, 2006: 39).
Strategic bias terjadi ketika responden memiliki kepentingan
khusus yang terkait dengan jawaban pertanyaan tersebut. Dampaknya
jawaban tidak menggambarkan penilaian sebenarnya melainkan penilaian
yang
dipengaruhi
motif
untuk
melindungi
kepentingan
mereka
(Tietenberg, 2006:39). Antisipasi untuk meminimisasi strategic bias bisa
dilihat dalam penelitian estimasi biaya lingkungan dari lalu lintas jalan
yang dilakukan Centre for Transport Ressearch on environmental and
health Impact and Policy (TRIP). Caranya adalah dengan memilih
responden secara cermat.
Responden yang menjadi sampel dibatasi
dengan hanya memasukan penduduk yang bertempat tinggal dekat di tepi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jalan. Ketika memilih penduduk setempat, WTP dari orang yang bekerja
di tepi jalan, pejalan kaki, dan pengendara sepeda angin yang tidak
dimasukan ke dalam valuasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya upper estimation akibat kepentingan individu dari responden
tersebut (TRIP, 2003: 8).
Information bias terjadi manakala responden tidak memiliki
pengetahuan memadai atau tidak punya pengalaman terkait dengan atribut
yang ditanyakan dalam penelitian. Akibat dari ketidaklengkapan informasi
tersebut, responden tidak memberikan penilaian objektif sebenarnya
(Tietenberg,2006: 39). Nilai yang didapat dari survei CV akan tergantung
dari tingkat informasi yang dimiliki responden dan informasi yang
disediakan dalam survei (Pate dan Loomis, 1997 dalam Raje et al., 2002:
392) Untuk meminimisasi information bias, penelitian dari Raje et al.,
(2002) mengenai perbaikan layanan air bersih pemerintah, melakukannya
dengan cara menyediakan informasi mendetail bagi responden mengenai
kondisi layanan bersih saat ini, rencana perbaikan layanan ke depan,
termasuk juga biaya eksplorasi dan distribusi air di masa depan. Dengan
demikian kemungkinan terjadinya information bias bisa diminimisasi
(Raje, et al., 2002: 392).
Starting point bias biasanya disebabkan oleh pertanyaan atau
perilaku dari pewawancara tentang tingkat nilai WTP yang diperkirakan.
Jika pertanyaan mengenai nilai WTP ditanyakan dalam bentuk nilai yang
meningkat, menurun, atau rentang jarak, jawaban dari responden akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangat dipengaruhi oleh nilai mulanya (starting point) (OECD, 1995: 88).
Untuk meminimisasi starting point bias, The Blue Ribbon panel dalam
Giraud et al.,(2001) menyarankan penerapan pertanyaan referendum
dengan menanyakan kepada responden mengenai kesediannya membayar
sebesar nilai terberi (given value) untuk barang dan jasa terberi (given
goods and service). Dengan demikian konsistensi nilai dari respon
responden bisa dijaga (Giraud, et al., 2001: 332). Selain referendum,
teknik
open ended question (pertanyaan terbuka) juga bisa dilakukan
(OECD, 1995: 85).
Hypothetical bias biasanya terjadi karena responden dihadapkan
pada even yang berupa rencana, bukan kejadian aktual. Karena mereka tak
harus benar-benar membayar nilai yang diberikan, respon dari responden
akan cenderung berbeda dibanding ketika mereka harus membayarnya
secara sungguhan (Tietenberg, 2006:39). Upaya minimisasi jenis b ias ini
dipengaruhi secara total oleh design kuesioner dan perilaku dari
pewawancara.
Setelah upaya minimisasi b ias dilakukan, yang perlu diperhatikan
adalah analisa data. OECD, 1995 menyarankan nilai WTP lebih baik
diungkapkan dalam model pilihan diskrit (OECD, 1995:86). Raje, et al.,
memilih model regresi logistik (Raje, et al.,2002: 93), Irawan memilih
model probit bertingkat (Irawan, 2001: 21), dan Wang,et al., memilih
model probit bertingkat (Wang, et al., 2001: 10). Analisa data dalam
penelitian ini akan mengikuti pola yang diterapkan oleh Irawan (2001)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya, respon WTP harus ditabulasi silang dengan faktorfaktor sosial ekonomi dan faktor penentu lainnya. Untuk melakukannya,
perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besaran
nilai WTP maksimal. Wang, et al., memasukan faktor-faktor sosial
ekonomi (umur, pendapatan, jumlah anggota keluarga) dan faktor-faktor
non sosial ekonomi (lama kepemilikan sepeda motor, harga bahan bakar,
jarak tempuh harian, biaya perjalanan per minggu, dan biaya perawatan
sepeda motor) ke dalam faktor-faktor yang mempengaruhi besaran nilai
WTP untuk menghilangkan polusi sepeda motor di Bangkok (Wang, et al.,
2004:18). Gupta dan Mythili memasukan pendapatan, tingkat pendidikan,
pekerjaan, tujuan pemanfaatan, dan opini sebagai faktor-faktor yang
mempengaruhi besaran nilai WTP atas upaya perbaikan kualitas air di
Danau Powai, India (Gupta dan Mythili, 2007:10-11). Santagata dan
Signorelo mengidentifikasi bahwa faktor-faktor sosial ekonomi (jenis
kelamin, umur, pendidikan,jumlah anggota keluarga tingkat pengeluaran)
beserta dengan pengetahuan, pengalaman kunjungan dalam satu tahun
terakhir memebrikan pengaruh terhadap besaran nilai WTP atas upaya
perbaikan manajemen di National Musei Aperti, Napoli (Santagata dan
Signorelo, 1998: 8).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka
penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian yang akan d icari jawabannya.
Pertanyaan tersebut adalah:
1.
Berapakah nilai WTP pengguna angkutan umum, berikut dengan
probabilitasnya, untuk pelayanan BRT Koridor I di Surakarta?
2.
Apakah faktor-faktor sosial ekonomi mempengaruhi besaran nilai
WTP pengguna angkutan umum untuk BRT Koridor I di Surakarta?
3.
Apakah
perilaku
masyarakat
dalam
melakukan
mobilitas
mempengaruhi besaran nilai WTP untuk BRT koridor I di Surakarta?
Download