EKONOMI PASAR SOSIAL TERBUKA (Pasar bebas Vs Sosialisasi) Ketika buku An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, yang lebih dikenal sebagai The Wealth of Nations terbit, Adam Smith, yang bukan seorang ekonom, mungkin tidal menduga bahwa pemikirannya akan berpengaruh besar di kemudian hari. Mungkin bukan suatu kebetulan bila buku itu muncul bersamaan dengan kemerdekaan Amerika Serikat (1776), yang lalu menjadi negara pelaksana utama teori Adam Smith. Sebab, Adam Smith pernah bertemu Benjamin Franklin (1706 – 1790), seorang diplomat, pengarang, ilmuwan Amerika Serikat yang dikenal sebagai the first civilized American, yang ikut merumuskan Declaration of Independence. Teori Adam Smith mengatakan, secara alami tiap manusia akan selalu memperoleh dorongan untuk dapat meningkatkan kehidupannya agar lebih baik bagi dirinya sendiri. Ini tidak berarti bila manusia lalu melupakan tugasnya sebagai (misalnya) penganut agama, dengan seperangkat tanggung jawab social yang harus dipenuhi, atau harus bersikap “patriotic”, sebagai seorang nasionalis atau warga negara yang baik. Semakin besar manusia memperoleh kebebasan untuk mewujudkan kebahagiaannya, semakin cepat ia menemukan kebahagiaan itu. Masyarakat yang sehat, menurut Adam Smith, adalah masyarakat yang memungkinkan warganya melakukan hal-hal yang baik bagi dirinya sendiri. Inilah dasar falsafah individualisme yang menjadi landasan prinsip demokrasi, ekonomi pasar, dan hak asasi manusia sebagaimana kita kenal sekarang. Bandingkan dengan deklarasi kemerdekaan AS, yang terjadi bersamaan terbitnya buku itu, bahwa AS mendeklarasikan diri sebagai negara yang menghormati kemerdekaan dan kebebasan dengan hak alami untuk dapat hidup, menikmati kemerdekaan dan memperoleh kebahagiaan (free and independent citizen, with a natural right to life, liberty and the pursuit of happiness). Kebetulankah kemiripan itu? Agaknya tidak. USA dibangun oleh imigran Eropa, yang melarikan diri untuk memperoleh “kemerdekaan”. Teori Adam Smith seorang Skotlandia merupakan pemikiran “revoluasioner” tatkala itu, menggantikan konsep lama yang menempatkan gereja dan raja-raja memiliki hak “prerogatif” yang besar atas kehidupan msayarakat. Ada kesamaan latar belakang sejarah antara teori Adam Smith dan motivasi imigran Eropa yang lalu membentuk USA. Karena itu lahirlah negara dan paham sekularisme, yang memisahkan agama (gereja) dan negara, baik di Eropa maupun di USA. Meski pandangan seperti itu sudah dianggap “revolusioner”, p[andangan itu masih termasuk “moderat”. Bandingkan dg teori yg dikembangkan Karl Mark yang lalu menjadi motivasi timbulnya revolusi Bolshewijk di Rusia, yang melahirkan negara komunis di Rusia (1917) dan belahan dunia lainnya. Agama tidak hanya harus dipisahkan dari negara, tetapi haruis dianggap sbg “candu”. Hak prerogatif gereja dan raja-raja lalu digantikan Partai Komunis. Indifidualisme, kemerdekaan, kebebasan pribadi direnggut atas nama “rakyat” dan lahirlah istilah “demokrasi rakyat” yang ternyata amat otoriter. Bukan suatu kebetulan bila kedua pemikiran itu (falsafah indifidualisme dan komunisme) menimbulkan “dikotomi” yangamat tajam pada masyarakat dunia. Selama lebih setengah abad kedua faham itu telah menimbulkan perang dingin yang memisahkan dunia menjadi dua blok besar. Bila falsafah indifidualisme, dengan segenap perangkat ekonomi dan politiknya (baca :kapitalisme, ekonomi pasar, dan demokrasi) lalu memenangkan pertarungan, sebabnya karena falsafah indifidualisme lebih memiliki sifat universal dan manusiawi dibandingkan dengan komunisme. Apakah kita di Indonesia harus mengikuti prinsip-prinsip indifidualisnme, kapitalisme, ekonomi pasar, dan demokrasi sebagaimana adanya yang dianut dinegara-negara barat? Ekonomi pasar/kapitaslime dalam bentuknya kini berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat. Ciri utama adalah timbulnya kesenjangan antara kaya dan miskin, baik pada internal suatu negara maupun antar negara. Pemain basket Michael Jordan berpenghasilan sampai $ 40 juta/th, namun disaat yang sama kita melihat orang-orang homeless yang hidup diemperan took/antrean panjang orang miskin untuk memperoleh makanan (food stamp) di USA atau ada Bill Gates yang pendapatanya melebihi Jordan, namun ada sekitar 40 juta rakyat USA yang tidak tercakup program asuransi kesehatan karena tidak mampu membayar iuran. Demikia juga bila kita lihat peta pendapatan bruto/GDP negara maju dan berkembang. Kesenjangan itu akan semakin melebar. Namun, ekonomi pasar merupakan fenomena kemanusiaan. Masyarakat tradisionalpun memiliki “pasar”. Di sana dalam bentuk sederhna, “kompetisi” sebagaimana dalam ekonomi pasar modern yang kita kenal kini. Yang perlu dicegah adalah ekonomi pasar tidak boleh bersifat “ekploitatif”, tidak sehat karena semangat indifidualisme berlebihan, yang cenderung hanya mementingkan diri sendiri, yang sebenarnya tidak sesai dengan semangat yang dicanagkan Adam Smith dimana tanggungjawab social indifidual harus tetap melekat.