BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan
(Depkes RI, 2007). Rumah sakit sebagai suatu unit pelayanan medis tentunya tak lepas
dari pengobatan dan perawatan penderita-penderita dengan kasus penyakit infeksi. Infeksi
yang muncul selama seseorang tersebut dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosokomial (Darmadi, 2008).
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
negara miskin dan yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih
menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2000
menunjukkan bahwa adanya infeksi nosokomial sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit di 14
negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik dengan Asia
Tenggara sebanyak 10% (Ducel,2002).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial di
rumah sakit, salah satunya adalah faktor lingkungan. Kualitas lingkungan di rumah sakit
menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Bakteri merupakan salah satu penyebab
dari berbagai infeksi yang ada di rumah sakit dan menyebabkan penyakit pada tubuh
manusia dan dapat hidup didalamnya. Pada umumnya mikroorganisme ini dapat bertahan
hidup disetiap tempat, dalam air, udara, tanah, makanan, lantai dan jaringan tubuh atau
benda mati lainnya (Utama, 2006).
Infeksi nosokomial berpotensi terjadi di semua rumah sakit, salah satunya adalah
Rumah Sakit Umum Puri Raharja Denpasar. Berdasarkan data awal, pemeriksaan bakteri
pada tiga ruang operasi dan satu Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum
Puri Raharja Denpasar melebihi nilai standar yakni pada Ruang Operasi 1 (20,77
CFU/m3); Ruang Operasi 2 (40,03 CFU/m3); Ruang Operasi 3 (25,47 CFU/m3); dan
Ruang ICU (225,03 CFU/m3). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1204/MENKES/SK/2004 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, bakumutu
konsentrasi maksimum mikro-organisme per m3 udara pada ruang operasi adalah 10
CFU/m3 sedangkan pada ruang ICU adalah 200 CFU/m3. Penelitian di Ruang ICU RS
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar, tahun 2009, menunjukkan bahwa Klebsiella
pneumonia adalah bakteri terbanyak (28,3%) yang berpengaruh terhadap tingginya
prevalensi infeksi nosokomial di Ruang ICU sehingga ada pengaruh yang cukup tinggi
antara bakteri pada udara terhadap kejadian infeksi nosokomial (Vinisia, 2010). Polusi
udara sebagai salah satu faktor terjadinya infeksi nosokomial dalam ruangan berhubungan
dengan bangunan itu sendiri, perlengkapan dalam ruangan kondisi bangunan, dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan perilaku orang-orang yang masuk ke ruangan seperti pada
perawat. Sumber dan cara penularan yang paling banyak adalah melalui tangan personil
kesehatan (Patricia dan Potter, 2005). Infeksi nosokomial ini tidak hanya mengenai pasien
saja, tetapi dapat juga mengenai seluruh personil rumah sakit yang berhubungan langsung
dengan pasien (Light, 2001).
Perawat berperan dalam pencegahan infeksi nosokomial, hal ini disebabkan
karena perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung
dengan pasien di rumah sakit. Perawat juga bertanggung jawab menjaga keselamatan
pasien selama dirawat di rumah sakit, salah satunya mencegah pasien dari infeksi
nosokomial. Infeksi nosokomial selain dapat terjadi pada pasien yang dirawat di rumah
sakit, dapat juga terjadi pada para petugas rumah sakit. Berbagai prosedur penanganan
pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien
(Nurmantono, 2005). Di unit perawatan intensif aktifitas perawat tinggi dan cepat, hal ini
sering menyebabkan perawat kurang memperhatikan teknik aseptik dalam melakukan
tindakan keperawatan (Patricia dan Potter, 2005). Salah satu tindakan invasif yang paling
sering dilakukan di rumah sakit adalah pemasangan infus. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Wayunah (2011) angka kejadian infeksi jarum infus pada rumah sakit swasta dan
pemerintah di Jakarta sebesar 38-73% dari total responden penelitian.
Kemampuan perawat sebagai pelaksana perawatan dipengaruhi oleh unsur
pengetahuan dan unsur sikap dalam memberikan pelayanan perawatan. Kedua unsur
tersebut akan mempengaruhi perilaku perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang tercermin pada pelaksana tindakan keperawatan. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Razi (2011) di RSUD Kota Langsa, Sumatra Utara menyatakan bahwa dari 22
responden yang berpengetahuan baik, 63,6% responden melaksanakan pencegahan
infeksi nosokomial artinya adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
pencegahan infeksi nosokomial.
Kegiatan pencegahan penularan infeksi di rumah sakit melibatkan semua petugas
kesehatan yang berada di lingkungan rumah sakit termasuk perawat. Salah satu strategi
yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah
peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan tersebut dalam metode
universal precaution atau kewaspadaan umum. Prinsip utama universal precaution
adalah: 1) Menjaga higiene sanitasi individu, 2) Higiene sanitasi ruangan dan 3) Sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan melalui lima kegiatan pokok yaitu: a)
Mencuci tangan guna mencegah infeksi nosokomial, b) Menggunakan alat pelindung diri
(APD) diantaranya sarung tangan, masker dan topi, c) Mengelola alat kesehatan bekas
pakai, d) Mengelola jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan e) Mengelola
limbah rumah sakit dan sanitasi ruangan (Depkes RI, 2007). Hasil penelitian yang
dilakukan Fuadi (2009) menemukan bahwa kurang dari 50% perawat yang ada di Rumah
Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh yang memiliki pengetahuan, sikap serta pengawasan
yang baik. Hasil penelitian lain di Jakarta menunjukan bahwa di Rumah Sakit Cipto
Mangkusumo (2002) penyebab dari terjadinya infeksi nosokomial yaitu petugas tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yaitu sebesar 85,7% (Razi,
2011).
Perilaku petugas kesehatan khususnya perawat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi upaya pencegahan infeksi nosokomial. Salah satu perilaku yang mampu
mencegah infeksi nosokomial termasuk meminimalisir jumlah bakteri yang ada di udara
di rumah sakit adalah penerapan universal precaution (Depkes RI 2007). Tindakan medis
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit dimaksudkan untuk tujuan
perawatan atau penyembuhan pasien. Tetapi, apabila tindakan tersebut dilakukan tidak
sesuai prosedur universal precaution maka akan berpotensi untuk menularkan penyakit
infeksi baik bagi pasien lain atau bahkan petugas itu sendiri (Depkes RI, 2008).
Penelitian terkait infeksi nosokomial pernah dilakukan di Bali khususnya di
Denpasar yaitu dilakukan oleh Paramitha (2014) di Rumah Sakit Dharma Yadnya
Denpasar. Penelitian tersebut belum melibatkan adanya variabel perilaku pencegahan
infeksi nosokomial perawat di rumah sakit tersebut. Selain itu, penelitian tentang infeksi
nosokomial belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum Puri Raharja karena
penerapan pencegahan infeksi nosokomial mulai difokuskan sejak terbentuknya tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dari bulan Agustus 2014. Survei pendahuluan
menunjukan bahwa dari delapan perawat di ruang rawat inap yang diwawancarai, hanya
tiga orang yang mengetahui universal precaution dalam upaya pencegahan infeksi
nosokomial. Selain itu dari hasil pengamatan awal, terdapat beberapa perawat tidak
mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan tidak mengganti sarung tangan setelah
melakukan tindakan dari satu pasien ke pasien lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian tentang pengetahuan dan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi
nosokomial.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fakta diatas, dapat dirumuskan masalah bahwa
jumlah bakteri pada tiga Ruang Operasi dan satu Ruang ICU Rumah Sakit Umum Puri
Raharja Denpasar ditemukan melebihi standar yang diperkenankan menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/2004 tentang Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit, sehingga memiliki risiko sebagai tempat penularan penyakit yang dapat
menimbulkan infeksi nosokomial. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut
adalah perilaku petugas kesehatan khususnya perawat.
1.3
Pertanyaan Penelitian
Adapun
pertanyaan
penelitian
berdasarkan
permasalahan
yang
timbul
“Bagaimanakah pengetahuan dan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial
di Rumah Sakit Umum Puri Raharja Denpasar?”
1.4
Tujuan
1.4.1
Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan perilaku
perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Puri Raharja
Denpasar.
1.4.2
Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui karakteristik perawat di Rumah Sakit Umum Puri Raharja
Denpasar.
2.
Mengetahui pengetahuan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di
Rumah Sakit Umum Puri Raharja Denpasar.
3.
Mengetahui perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di
Rumah Sakit Umum Puri Raharja Denpasar.
1.5
Manfaat
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:
1.5.1
Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai
bahan bacaan dan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.
1.5.2
Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan khususnya pada Rumah
Sakit Umum Puri Raharja Denpasar dalam menentukan kebijakan yang berhubungan
dengan penanggulangan infeksi nosokomial.
1.5.3
Manfaat bagi peneliti
Merupakan suatu pengalaman penting bagi peneliti dalam memperluas wawasan
keilmuwan khususnya mengenai infeksi nosokomial di RSU Puri Raharja Denpasar serta
peneliti dapat mengetahui langsung kenyataan yang terjadi melalui penelitian ini.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja yang
membahas mengenai pengetahuan dan perilaku perawat dalampencegahan infeksi
nosokomial di Rumah Sakit Umum Puri Raharja Denpasar.
Download