View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
STUDI NUMERIK SIFAT FISIS GAS MONOATOMIK MENGGUNAKAN METODA
MONTE CARLO
Muh. Rizal Rahman, Tasrief Surungan, Sri Suryani
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Tamalanrea, Makassar 90245
E-mail: [email protected]
Sari Bacaan
Studi numerik sifat fisis gas monoatomik unsur argon (Ar) telah dilakukan menggunakan
metoda Monte Carlo Algoritma Metropolis untuk menghitung energi dan panas jenisnya. Hasil
yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh jumlah partikel dan temperatur terhadap energi
total gas. Jumlah partikel menyebabkan penurunan energi potensial pasangan partikel gas
sementara temperatur menyebabkan kenaikan energi kinetik partikel gas. Energi total cenderung
menurun karena energi potensial pasangan cenderung negatif dibanding energi kinetik.
Sebaliknya, energi total cenderung naik karena energi potensial pasangan cenderung lebih kecil
dari energi kinetik. Nilai rata – rata panas jenis (Cv) yang diperoleh adalah 0,324 J/Kg, berbeda
secara signifikan dengan nilai eksperimen, yaitu 0,312 kJ/Kg26.
Kata kunci : Gas monoatomik, metoda Monte Carlo, Algoritma Metropolis, energi total, panas
jenis.
Abstract
Numerical Study of physical properties of monoatomic Argon (Ar) gas has been
conducted by using Monte Carlo Method with Metropolis Algorithm, in order to calculate its total
energy (H) and specific heat (Cv). The result shows that particle number and temperature influence
gas total energy. Particle number causes coupled potential energy decreases while temperature
causes gas kinetic energy increases. Total energy decreases because coupled potential energy is
negative compared by kinetic energy. On the other hand, total energy dominantly increases
because coupled potential energy is smaller than kinetic energy. The obtained average specific
heat value is 0,324 J/Kg, significantly different from experimental value, that is 0,312 kJ/Kg26.
Keywords: Monoatomic gas, Monte Carlo method, Metropolis Algorithm, total energy, specific
heat.
PENDAHULUAN
Gas adalah salah satu dari empat keadaan materi yang mendasar (padat, cair, gas, dan
plasma). Gas juga dapat didefinisikan sebagai suatu fase benda dalam ikatan molekul yang sangat
renggang pada suhu tertentu, biasanya merupakan titik uap suatu zat. Gas mempunyai kemampuan
untuk mengalir dan dapat berubah bentuk. Namun berbeda dari cairan yang mengisi pada besaran
volume tertentu, gas selalu mengisi suatu volume ruang, mereka mengembang dan mengisi ruang
di mana pun berada.
Gas merupakan sebuah sistem yang mengandung banyak partikel seperti sistem gas pada
keadaan standar, dalam 1 m3 gas mengandung kira – kira 3 x 1019 partikel. Untuk mendeskripsikan
sifat sistem seperti itu, maka diperlukan sifat rata – rata partikel sistem karena tidak mungkin
mengambil informasi sifat setiap partikel dalam sistem tersebut.
Penelitian ini dilakukan berangkat dari sifat rata – rata partikel tersebut dengan
menggunakan metode pendekatan statistik yang dikenal sebagai mekanika statistik atau
termodinamika statistik. Teori ini mula – mula dikembangkan oleh Boltzmann di Jerman dan
Gibbs di Amerika Serikat, kemudian dimodifikasi oleh Bose dan Einstein serta oleh Fermi dan
Dirac.
Sifat fisis gas pada pada studi ini berupa interaksi antarmolekul pada gas monoatomik
dari unsur Ar. Sifat fisis yang akan dihitung adalah energi total sistem yang terdiri atas energi
potensial antarmolekul dan energi kinetik dengan menggunakan metode Monte Carlo Algoritma
Metropolis serta kaitannya dengan pengaruh jumlah partikel dan temperatur.
GAS MONOATOMIK
Istilah monoatomik merupakan kombinasi dari kata “mono” dan “atom” yang berarti
atom tunggal. Istilah ini biasa dipakai untuk gas misalnya gas monoatomik. Gas monoatomik
terdiri dari atom tunggal dimana atom – atomnya tidak berikatan satu sama lain.
Satu – satunya unsur yang stabil dengan atom tunggal pada temperatur dan tekanan
standar (STP) adalah gas mulia1. Unsur yang termasuk gas mulia adalah helium, neon, argon,
kripton, dan radon. Gas mulia yang lebih berat dapat membentuk senyawa kimia sedangkan unsur
yang lebih ringan bersifat non-reaktif atau inert. Contohnya helium yang merupakan gas mulia
yang paling sederhana dan hanya mempunyai 2 elektron.
Semua unsur gas mulia berupa gas pada suhu kamar dan mendidih hanya beberapa derajat
di atas titik leburnya. Gas mulia mempunyai titik lebur serta titik didih yang sangat rendah. Titik
didih helium mendekati nol absolut (0 K). Titik didih hanya beberapa derajat di atas titik lelehnya.
Seperti yang telah diketahui, gas mulia terdapat sebagai atom tunggal. Gaya tarik – menarik
antaratomnya hanyalah gaya London (gaya dispersi) yang lemah. Oleh karena itu, gas mulia hanya
akan mencair atau menjadi padat jika energi partikelnya menjadi sangat lemah, yaitu pada suhu
yang sangat rendah. Dari atas ke bawah, seiring dengan bertambahnya massa atom relatif, gaya
dispersi makin besar dan titik leleh serta titik didihnya pun meningkat2.
PERSAMAAN GERAK LAGRANGE DAN HAMILTON
Persamaan gerak partikel dapat dinyatakan dengan persamaan Lagrange 1. Persamaan ini
meninjau energi kinetik dan energi potensial partikel tanpa perlu meninjau gaya yang beraksi pada
partikel. Energi kinetik partikel dalam koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi
potensial partikel yang bergerak dalam medan gaya konservatif adalah fungsi dari posisi. Jika
didefinisikan Lagrangian adalah selisih antara energi kinetik dan energi potensial yang dinyatakan
sebagai berikut.
(1)
β„’ =𝑇−𝑉
dan persamaan Lagrange dinyatakan sebagai,
𝑑
πœ•β„’
πœ•β„’
( ) − πœ•π‘ž = 0
𝑑𝑑 πœ•π‘žΜ‡
(2)
untuk gerak partikel di dalam medan gaya konservatif.3
Persamaan gerak partikel dapat juga dinyatakan dalam bentuk persamaan Hamilton
sebagai berikut
πœ•πΏ
(3)
𝐻 = ∑ π‘žπ‘–Μ‡
−𝐿
πœ•π‘žπ‘–Μ‡
𝑖
atau
(4)
𝐻 = 𝑇 + 𝑉
dimana T adalah energi kinetik dan 𝑉 adalah energi potensial yang merupakan fungsi dari q
(koordinat umum). Untuk sistem gerak partikel dalam ruang maka 𝑇 =
1
2π‘š
(𝑝π‘₯2 + 𝑝𝑦2 + 𝑝𝑧2 ) dan V
merupakan fungsi dari π‘žπ‘₯ , π‘žπ‘¦ , π‘žπ‘§ pada koordinat kartesian.
Persamaan Hamilton merupakan energi total dari sistem dengan syarat3:
ο‚· Transformasi ke koordinat umum tidak mengandung waktu
ο‚· Sistemnya konservatif .
Persamaan Hamilton dalam bentuk kanonik dinyatakan dengan4,
πœ•π»
πœ•π»
π‘žΜ‡ 𝑖 =
π‘‘π‘Žπ‘› 𝑝̇𝑖 =
πœ•π‘π‘–
πœ•π‘žπ‘–
(5)
POTENSIAL LENNARD-JONES
Potensial Lennard Jones merupakan model potensial standar yang digunakan dalam
simulasi molekuler untuk fluida sederhana dalam bentuk model matematika sederhana yang
mendeskripsikan interaksi antara atom – atom atau molekul – molekul netral10,11. Model ini
mendeskripsikan jumlah energi pasangan dari semua interaksi atom – atom tak terikat yang
mungkin. Model ini banyak digunakan karena kemudahan dalam penggunaannya 11.
Gambar 2.2. Grafik Potensial Lennard Jones7
Bentuk umum potensial Lennard – Jones adalah
𝑛
12
𝜎
𝑉𝐿𝐽 (π‘Ÿπ‘–π‘— ) = 4πœ€ ∑ [( )
π‘Ÿπ‘–π‘—
𝑖,𝑗=1
6
𝜎
− ( ) ]
π‘Ÿπ‘–π‘—
(6)
Potensial Lennard-Jones model ini sering disebut potensial 12-6 karena pangkat 12 dan 6
yang ada pada persamaannya. Suku dengan pangkat 12 dan pangkat 6 masing – masing mewakili
energi potensial tolak dan energi potensial tarik. Konstanta σ dan 𝛆 mewakili sifat fisis dari
sistem yang dimodelkan8,9. Konstanta σ adalah jarak tertentu dimana energi potensial
antarpartikel bernilai nol, misalkan untuk helium σ = 2,57 Å. Sementara 𝛆 adalah kedalaman
1
sumur fungsi energi potensial pada π‘Ÿ = 26 σ (potensial pada posisi minimum). Dengan kata
lain, konstanta ini merupakan ukuran kekuatan interaksi lemah antara dua partikel.
METODA MONTE CARLO
Metoda Monte Carlo adalah metoda statistik yang digunakan untuk menghitung rerata
majelis (ensambel) dari suatu besaran fisis dalam mekanika statistik1. Ada dua jenis masalah yang
dikembangkan dengan metode ini. Pertama, masalah yang mempunyai sifat stokastik. Kedua,
masalah determinasi kompleks pada persamaan matematika tertentu yang tidak mudah
diselesaikan secara keseluruhan dengan metode determinasi langsung. Metode ini didasarkan pada
teori probabilitas. Dengan mengambil sejumlah sampel tertentu dari suatu sistem dan meneliti
sampel itu, dapatlah diperkirakan sistem itu secara keseluruhan dari sifat rata – rata yang terdapat
pada sampel tersebut.
Tujuan utama metode Monte Carlo pada penelitian ini adalah untuk memperoleh nilai dari
objek fisika yang diamati melalui sebuah sampel yang sesuai pada ruang konfigurasi (microstate)
sistem12. Konfigurasi sampel dibangkitkan secara acak melalui proses Markov, yang
membangkitkan konfigurasi baru berdasarkan konfigurasi umum.
Algoritma Metropolis
Ada begitu banyak algoritma yang digunakan dalam metode Monte Carlo yang salah
satunya adalah algoritma Metropolis. Algoritma Metropolis merupakan varian dari metoda Monte
Carlo, yaitu tidak memilih secara acak kemudian dibobot dengan exp(−πœ”/π‘˜π΅ 𝑇), namun memilih
distribusi dengan peluang exp(−πœ”/π‘˜π΅ 𝑇), dan membobotnya secara merata13.
Sejumlah N partikel diletakkan pada suatu distribusi sembarang, misalnya pada tiap kisi
yang beraturan. Kemudian tiap partikel secara berurutan dipindahkan. Pada setiap pemindahan
satu partikel, perubahan energi βˆ†ω dari distribusi itu dihitung.Jika βˆ†ω bernilai negatif berarti
terjadi penurunan energi akibat pemindahan satu partikel itu, maka pemindahan itu dibolehkan dan
partikel diletakkan pada posisi yang baru. Jika βˆ†ω bernilai positif, pemindahan diperbolehkan
dengan peluang exp(−πœ”/π‘˜π΅ 𝑇).
Pada umumnya dasar dari teknik pencuplikan terdiri dari titik pilihan secara acak dari
berbagai konfigurasi ruang dari sistem14. Jumlah yang besar dari sebaran partikel digenerasikan
secara acak untuk semua ukuran, kemudian energi rata – rata dikalkulasi dari data – data tersebut.
Walaupun begitu, teknik ini cenderung mengalami masalah yang sama secara eksak pada
pengambilan titik sampel yaitu sering mengambil daerah yang tidak penting dalam ruang fase. 15
Perubahan dari susunan partikel – partikel secara acak menghasilkan sebaran tertentu dan
pada temperatur tinggi susunan partikel terlihat lebih acak. Untuk menghindari masalah ini, pada
umumnya digunakan “Importance Sampling” yang hanya mencuplik data yang lebih penting dan
bekerja dengan mengaplikasikan bobot dari ruang mikro 14. Untuk mengaplikasikan bobot tersebut,
persamaan
πœ• ln 𝑍
(7)
⟨πœ”⟩ = π‘˜π΅ 𝑇 (
)
πœ•π‘‡
dimodifikasi menjadi
πœ”
Μ…=
∑𝑖 πœ”π‘– 𝑒 −π›½πœ”
𝑍
(8)
Jika prosedur simulasi dapat dimodifikasi maka probabilitas dalam ruang mikro menurut
Boltzmann16 :
𝑁𝑖 =
𝑒 −π›½πœ”π‘–
𝑍
(9)
dimana Ni adalah probabilitas dari sistem dalam ruang mikro, maka
πœ”
Μ…=
1
∑ πœ”π‘–
𝑁
(10)
𝑖
Konsep dari Algoritma Metropolis adalah perubahan probabilitas dari sistem yang ada
dalam ruang mikro25. Probabilitas transisi ini didasarkan pada berbagai kondisi keseimbangan
yang menerangkan bahwa probabilitas perpindahan dari sebuah ruang o yang lama ke ruang n
yang baru harus sebanding dengan probabilitas kebalikan dimana transisi terjadi.
Ekspresi ini secara matematik dapat ditulis17:
𝑡𝒐 𝝅 (𝒐 → 𝒏) = 𝑡𝒏 𝝅 (𝒏 → 𝒐)
(11)
dimana Ni adalah probabilitas yang terjadi di dalam ruang mikro dan 𝝅 merepresentasikan
probabilitas transisi seperti
𝝅 (𝒐 → 𝒏) = 𝜢(𝒏 → 𝒐) 𝒙 𝒂𝒄𝒄(𝒐 → 𝒏)
(12)
dimana 𝜢 merepresentasikan probabilitas generasi transformasi (𝒐 → 𝒏)dari semua kemungkinan
transformasi dan acc adalah probabilitas yang diterima dalam transisi ini.
Kemudian menggunakan persamaan – persamaan (9), (11), dan (12) untuk menemukan
perbandingan dari probabilitas yang diterima:
𝒂𝒄𝒄(𝒐 → 𝒏) 𝑁𝑛
=
= 𝑒 −𝛽(πœ”π‘› − πœ”π‘œ )
𝒂𝒄𝒄(𝒏 → 𝒐) π‘π‘œ
(13)
Ada beberapa cara untuk mengimplementasikan kondisi keseimbangan ini dan salah
satunya adalah Algoritma Metropolis. Generasi adalah ruang mikro coba (n) dari arus ruang mikro
(o), dengan ketetapan 𝜢 adalah sebuah konstanta. Kemudian, menerima ruang mikro coba yang
berpindah dengan sebuah probabilitas yang diberikan oleh18
𝒂𝒄𝒄(𝒐 → 𝒏) =
𝑡𝒏
𝑡𝒐
, ketika Nn< No
𝒂𝒄𝒄(𝒐 → 𝒏) = 𝟏, ketika Nn> No
(14)
(15)
Persamaan ini menjelaskan bahwa bagaimana ruang transisi n harus dipilih ketika dalam
orde ruang o sebagai syarat supaya algoritma dapat bekerja secara efektif.
METODE
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1.
2.
3.
Satu set komputer dengan sistem operasi Linux Ubuntu 14
Paket aplikasi compiler bahasa C/C++ (GNU Compiler dan General Collection Compiler
atau GCC).
Komputer yang mampu menjalankan pemrograman parallel (Hugrid UNHAS,
http://www.hugrid.unhas.ac.id)
Studi ini menggunakan metode Monte Carlo algoritma Metropolis. Metode ini merupakan
metode numerik non deterministik dimana konfigurasi suatu sistem tergantung pada sistem
sebelumnya. Dalam analisis sistem gas, sistem dipandang sebagai sekumpulan posisi partikel
dalam 3 dimensi yang menghasilkan konfigurasi partikel. Probabilitas konfigurasi ini bergantung
pada konfigurasi sebelumnya.
Prosedur simulasi program yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti langkah –
langkah sebagai berikut :
3.
4.
Menetapkan konfigurasi awal sistem dan menghitung energi Vπ‘œ ada posisi acak dalam
kotak simulasi
Mengubah konfigurasi inisial sistem dengan memindahkan partikel pada posisi tertentu
kemudian mencatat koordinatnya dan menghitung energi V𝑛 sistem
Menghitung selisih energi βˆ†V = V𝑛 − π‘‰π‘œ
Jika βˆ†π‘‰ ≤ 0, konfigurasi diterima
5.
Jika βˆ†π‘‰ ≥ 0, hitung perbandingan probabilitasnya
6.
Bandingkan
1.
2.
7.
𝑁𝑛
π‘π‘œ
dengan jumlah random r. Jika π‘Ÿ ≤
𝑁𝑛
π‘π‘œ
𝑁𝑛
π‘π‘œ
= 𝑒 −𝛽(βˆ†π‘‰)
, maka terima konfigurasi baru. Jika
tidak, tetap pada konfigurasi awal.
Mengulangi langkah 2 – 6 sampai jumlah keadaan mikro mencapai 500 ribu keadaan
dengan set parameter untuk tiap eksekusi program :
a. Jumlah partikel divariasikan mulai dari 5, 10, 15, 20 dan 25 partikel untuk volume
kotak simulasi 10 Å dan T = 298 K
b. Nilai T divariasikan mulai dari 298 K, 348 K, 398 K, 448 K dan 498 K untuk
volume kotak simulasi 10 Å dan jumlah partikel 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Energi Total
Energi total (𝐻) terdiri dari energi potensial rata – rata dan energi kinetik sistem. Energi
total dihitung setelah mendapatkan nilai energi potensial rata – rata pada simulasi ini dengan
rumus sebagai berikut.
(16)
𝐻 = πΈπ‘˜ + 𝑉̅𝐿𝐽
Energi potensial rata – rata, 𝑉̅𝐿𝐽 , merupakan besaran yang dihitung dari keadaan mikro
yang dibangkitkan melalui sejumlah N partikel pada sebuah sampel
Energi tersebut dihitung dengan rumus sebagai berikut
𝑉̅𝐿𝐽 =
𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3 + β‹― + 𝑉𝑛
π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘˜π‘’π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Žπ‘› π‘šπ‘–π‘˜π‘Ÿπ‘œ
(17)
V1, V2, V3, ..., dan Vn masing – masing adalah energi potensial dari keadaan mikro yang diterima
melalui algoritma Metropolis.
Pada setiap konfigurasi yang diterima, telah dihitung nilai energi potensial. Nilai itulah
yang dijumlahkan dan dirata – ratakan seperti yang dibahas di atas. Jumlah keadaan mikro yang
dibangkitkan pada simulasi ini mencapai 500 ribu keadaan dan yang diterima mencapai 90 %. Hal
itu sesuai dengan tujuan metode Monte Carlo yaitu memperoleh nilai dari objek fisika yang
diamati melalui sebuah sampel yang sesuai pada ruang konfigurasi (microstate) sistem. Sebelum
merata – ratakan nilai energi potensial yang diperoleh, grafik hubungan antara jumlah keadaan
mikro dan energi potensial telah mencapai keadaan equilibrium seperti gambar 4.1. Hal ini
merupakan syarat menghitung energi potensial rata – rata sistem14.
Gambar 4.1. Grafik hubungan jumlah keadaan mikro dengan energi sistem dalam keadaan
equilibrium
Energi kinetik (Eπ‘˜ ) dihitung dengan rumus
Eπ‘˜ =
dimana
3
π‘π‘˜ 𝑇
2 𝐡
(18)
N = jumlah partikel, k = konstanta Boltzmann dan T = temperatur.
Setelah melakukan simulasi pada temperatur 298 K, diperoleh data energi seperti pada
tabel berikut.
Tabel 4.1. Data Energi potensial rata – rata, energi kinetik dan energi total untuk variasi jumlah
partikel
Jumlah
Partikel
5
10
15
20
25
𝑉̅𝐿𝐽
Eπ‘˜
𝐻
(J)
-0,614168E-23
-2,7563E-23
-6,30681E-23
-10,8216E-23
-13,925E-23
(J)
3,1001E-23
6,2002E-23
9,30031E-23
12,4004E-23
15,5005E-23
(J)
2,48593E-23
3,44391E-23
2,9935E-23
1,5788E-23
1,57553E-23
Simulasi juga dilakukan pada temperatur yang berbeda – beda dengan jumlah partikel 5
dan diperoleh nilai energi seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.2. Data Energi potensial rata – rata, energi kinetik dan energi total untuk variasi
temperatur
Temperatur (K)
298
348
398
448
498
𝑉̅𝐿𝐽
Eπ‘˜
(J)
3,1001E-23
3,62025E-23
4,1404E-23
4,66056E-23
5,18071E-23
(J)
-0,614E-23
-0,588E-23
-0,580E-23
-0,577E-23
-0,550E-23
𝐻
(J)
2,48593E-23
3,03235E-23
3,56043E-23
4,08363E-23
4,63047E-23
Hubungan jumlah partikel dan temperatur terhadap energi sistem dapat dilihat pada grafik
berikut.
20
15
Energi (E-23 J)
10
5
Ek
0
5
10
15
20
25
<V>
-5
-10
H
Gambar 4.2. Grafik hubungan jumlah partikel dengan energi sistem
Pada gambar 4.2 di atas, energi total sistem mengalami kenaikan pada jumlah partikel 5
-15
dan 10. Kemudian, cenderung menurun pada jumlah partikel 15, 20 dan 25. Sementara itu, grafik
hubungan temperatur terhadap energi total pada gambar 4.3 menunjukkan nilai energi total naik
-20
secara linear.
Jumlah Partikel
Gambar 4.2. Grafik hubungan jumlah partikel dengan energi sistem
Energi total cenderung menurun pada gambar 4.2 diakibatkan oleh energi potensial yang
cenderung negatif dari energi kinetik. Sebaliknya pada gambar 4.3 nilai energi total naik secara
linear seiring dengan bertambahnya nilai temperatur. Faktor temperatur mempengaruhi nilai energi
kinetik sistem. Semakin besar temperatur, maka semakin besar energi kinetik sistem dan pada
akhirnya mempengaruhi nilai energi total sistem. Hal serupa juga terjadi pada pertambahan jumlah
partikel yang diikuti oleh kenaikan energi kinetik.
6
5
H (E-23 J)
4
3
Ek
H
2
<V>
1
0
298
348
-1
398
448
498
Temperatur (K)
Gambar 4.3. Grafik hubungan temperatur dengan energi sistem
Panas jenis, sebagaimana diketahui adalah besaran fisis yang menyatakan jumlah panas
yang diperlukan untuk menaikkan temperatur6. Panas jenis dari sistem dinyatakan sebagai berikut:
𝐢𝑣 =
x 10
-26
𝐻2 − 𝐻1
π‘š (𝑇2 − 𝑇1 )
(4.4)
Nilai panas jenis (Cv) yang diperoleh pada simulasi dengan jumlah partikel 5 ( m = 33,18
Kg ) dan variasi temperatur disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.3. Data energi total dan panas jenis
Temperatur (K)
298
348
398
448
498
𝐻
(J)
2,48593E-23
3,03235E-23
3,56043E-23
4,08363E-23
4,63047E-23
cv
(J/Kg K)
0,329363366
0,329363366
0,318315019
0,315367667
0,329624500
Berdasarkan tabel data panas jenis untuk variasi temperatur di atas, dilakukan pengujian
kebenaran simulasi dengan membandingkan nilai kapasitas panas gas argon yang dihasilkan dalam
simulasi dengan kapasitas panas gas argon yang telah diperoleh secara eksperimen yaitu 0,312
kJ/Kg K6.
KESIMPULAN
Studi numerik sifat fisis gas monoatomik dari unsur argon (Ar) telah dilakukan
menggunakan metoda Monte Carlo Algoritma Metropolis untuk menghitung energi total (H) dan
panas jenis (cv) gas Argon. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya pengaruh jumlah
partikel dan temperatur terhadap energi total gas. Jumlah partikel menyebabkan penurunan energi
potensial pasangan partikel gas sementara temperatur menyebabkan kenaikan energi kinetik
partikel gas. Energi total cenderung menurun karena energi potensial pasangan cenderung negatif
dibanding energi kinetik. Sebaliknya, energi total cenderung naik karena energi potensial pasangan
cenderung lebih kecil dari energi kinetik. Nilai panas jenis (Cv) yang diperoleh rata – rata sebesar
0,324 J/Kg, masih belum mendekati nilai eksperimen dengan baik yaitu 0,312 kJ/Kg6.
SARAN
Jumlah maksimal partikel yang bisa digunakan pada studi ini masih sangat sedikit
sehingga diperlukan jumlah yang lebih banyak. Oleh karena itu, volume kotak simulasi juga perlu
disesuaikan dengan penambahan jumlah partikel agar nantinya diperoleh jumlah yang ideal untuk
menghitung energi total gas dan panas jenis dengan menggunakan metoda Monte Carlo Algoritma
Metropolis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tasrief Surungan. 2011. Diktat Kuliah Fisika Statistik. Jurusan Fisika FMIPA,
Universitas Hasanuddin
2. Stote, R., et all. CHARMM Molecular Dynamics Simulations,
http://www.ch.embnet.org/MD_tutorial/
3. Bansawang B.J.. 2013. Diktat Kuliah Mekanika. Makassar: Jurusan Fisika
FMIPA, Universitas Hasanuddin
4. Helbert Goldstein. 1950. Classical Mechanics.Addison-Wesley Publishing
Company,INC.Massachusetts, USA
5. Hafsemi Rafsenjani, dkk. 2013. Metode Lagrange dan Mekanika Hamilton
6. Wira Bahari Nurdin, Rian Andrianto.2012.Simulasi Sifat Fisis Model
Molekuler Dinamik Gas Argon dengan Potensial Lennard-Jones.Jurusan
Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin: Makassar
7. http://atomsinmotion.com/book/chapter5/md (30 November 2015, 16 56 wita)
8. Anuj Chaudhri.2005. Molecular Dynamics Study of Argon Flow in a Carbon
Nanotube
9. F.Cuadros.1995. A New Procedure for Determining Lennard Jones
Interaction Parameters. Departamento de Fisica, Universidad Catolica del
Norte, Antofagasta, Chile
10. Morgan Groves, B.S. 2012. Molecular Dynamics: Hooke-Lennard-Jones
Hybrid Method.Graduate Faculty of Texas Tech University
11. Peter Atkins and Julio de Paula. 2006. Physical Chemistry for the Life
Sciences. W.H. Freeman and Company, New York, NY,.
12. Aree Witoelar. 2002. Perancangan dan Analisa Simulasi Dinamika Molekul
Ensambel Mikrokanonikal dan Kanonikal dengan Potensial Lennard Jones.
Departemen Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri ITB
13. Gould H. And Tobochnik J. 1986. An Introduction to Computer simulation
Method. Application to Physical System, Department of Physics Clarck
University and Department of Physics Kalamadzoo College.
14. http://chryswoods.com/intro_to_mc/part1/running.html (5 Mei 2016, 21.27
Wita)
15. Hasenbursch M. 2002. Monte Carlo Studies of The Three Dimensional Ising
Model. Institut Fur Physic Humboldt Universitat zu Berlin Imvalidenstr.
110D-10115 ed. Germany: Berlin,
16. Ketut Parsa. 2015. Sifat – sifat Fisis Gas
Mulia.www.academia.edu/5621851/Sifat gas mulia
17. Ali Lukman. 2006. Pemakaian Metode Simulasi Monte Carlo Pada Model
Ising Dua Dimensi.Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Hasanuddin:
Makassar
18. Coddington P. 2002. Distributed and High Performance Computing. Monte
Carlo Simulation of The Isimg Model [Serial online] March-June:7045
[Internet] Avalaible from: URL: http: /
[email protected]
Download