BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan oleh manusia dalam aktivitasnya (Todd, 1980; Sudarmadji, dkk., 2014; Santosa dan Adji, 2014). Airtanah adalah air yang berada pada zona jenuh air dan terletak pada suatu wadah (akuifer) dengan muka airtanah diatasnya (Darmanto, 2014; Irwana dan Puradimaja, 2015). Airtanah memiliki persentase satu perlima dari 3% sumber air tawar di bumi (Sudarmadji, dkk., 2014; Santosa dan Adji, 2014). Keberadaan airtanah pada setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan karakteristik genesis wilayahnya yang kemudian berpengaruh pada sifat fisik, kimia dan biologi airtanah (Santosa, 2004). Berdasarkan paparan karakteristik airtanah berupa kuantitas dan kualitas diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk menjaga keberlangsungan dalam jangka panjang. Upaya dalam menjaga kuantitas dan kualitas airtanah dilakukan dengan mengkaji kerentanan airtanah terhadap pencemaran (Aller, et al.,1987; Stigter, et al., 2005). Kerentanan airtanah terhadap pencemaran merupakan tingkat kerentanan airtanah terhadap pencemaran yang didasarkan kondisi hidrogeologi (Vrba dan Zoporozec, 1994). Pengertian tersebut menjelaskan bagaimana fungsi secara alami suatu lingkungan (kondisi hidrogeologi) memiliki kemampuan alami untuk melindungi airtanah terhadap pencemaran. Kerentanan airtanah terhadap pencemaran juga menekankan pada ancaman terhadap kualitas airtanah dan cara penilaian kerentanan (Aller, et al.,1987; Foster, 1988; Vrba dan Zoporozec, 1994). Ancaman terhadap kualitas airtanah dapat diketahui berdasarkan sumber pencemar baik fisik, kimia, dan biologi. Penilaian kerentanan airtanah terhadap pencemaran merupakan model dalam menginformasikan kondisi airtanah. Kerentanan airtanah dibedakan menjadi dua yaitu kerentanan airtanah intrinsik dan spesifik (Aller, et al.,1987; Stigter, et al., 2005; Widyastuti, dkk., 2006; Civita, 2010). Kerentanan airtanah intrinsik menekankan terhadap faktor 1 kondisi fisik (batuan, tanah, dan hidrogeologi) yang secara alami dalam melindungi airtanah terhadap pencemaran. Kerentanan spesifik menekankan pada keberadaan sumber pencemar. Berdasarkan kajian kerentanan airtanah intrinsik dan spesifik memiliki peran penting dalam memberikan informasi mengenai tingkat kerentanan airtanah secara alami dan akibat pengaruh aktivitas manusia. Kajian kerentanan airtanah terhadap pencemaran menjadi sangat penting dalam rangka melindungi airtanah baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga layak untuk dimanfaatkan masyarakat. Terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan kajian kerentanan airtanah menjadi penting yaitu variasi kondisi geologi dan geomorfologi, serta meningkatnya jumlah penduduk. Variasi kondisi geologi dan geomorfologi memiliki karakteristik sistem dan respon yang berbeda terhadap airtanah (Sutikno, 1992; Dragoni dan Sukhija, 2008; Santosa, 2010; dan Verstappen, 2014). Meningkatnya jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya pencemaran airtanah (Danaryanto, dkk., 2010), meningkatnya eksploitasi airtanah (Foster, 1988; Appelo dan Postma, 2005), dan meningkatkan perubahan penggunaan lahan (Ward, et al., 1985; Wicaksono dan Nurjani, 2013) Penjelasan teori permasalahan penting untuk kajian kerentanan airtanah dari aktivitas manusia dan variasi kondisi geologi dan geomorfologi juga terjadi di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya (Kecamatan Madukara, sebagian Banjarmangu dan Sigaluh). Variasi kondisi geologi Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya terdiri atas beberapa formasi yaitu Endapan Undak, Aluvial, Anggota Breksi Formasi Linggung, Formasi Peniron, dan Formasi Waturanda (Sudadi, 1985). Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya terbentuk akibat hasil pengaruh aktivitas geologi Perbukitan Lipatan Serayu Utara dan Selatan (Bemmelen, 1949; Verstappen, 2013). Jumlah penduduk pada lokasi kajian setiap tahun mengalami peningkatan (BPS, 2012). Hal tersebut diperkuat dengan keberadaan Perkotaan Banjarnegara (Anonim, 2011) yang berdampak pada meningkatnya dinamika pada wilayah disekitarnya (Langgeng dan Muta’ali, 2014). Dampak perkembangan Perkotaan Banjarnegara dan peningkatan jumlah penduduk terjadi peningkatan pencemaran airtanah pada lokasi kajian baik akibat kebocoran tangki septik dan saluran pembuangan air limbah (Bappeda, 2011). 2 Berdasarkan penjelasan permasalahan terkait kondisi geologi dan geomorfologi, serta aktivitas penduduk di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya perlu dilakukan kajian kerentanan airtanah terhadap pencemaran. Tahap awal dalam penilaian kerentanan airtanah di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya dilakukan dengan cara menentukan metode penilaian yang sesuai dengan kondisi lokasi kajian dan karakteristik metode penilaian tersebut. Metode penilaian kerentanan airtanah terdiri atas 3 metode menurut (Vrba dan Zaporotec, 1994; Widyastuti, dkk., 2006) : “HCS (hydrological complex and setting method); parametric system method : metode MS (matrix systems), RS (rating systems) dan PCSM (point count system models); dan analogical relations and numerical models”. Metode penilaian kerentanan airtanah khususnya dengan model PCSM banyak diaplikasikan karena menggunakan sistem yang mudah berdasarkan bobot dan skoring. Beberapa contoh metode PCSM adalah DRASTIC, GOD, SINTACS, SI dan DRAMIC (Wang, et al., 2007; Khemiri, et al., 2012). Berdasarkan hasil perbandingan metode SI dan DRASTIC (Stigter, et al., 2005) diperoleh hasil kerentanan airtanah dengan metode SI lebih mendekati perolehan nilai asli di lapangan. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa parameter DRASTIC yang sama sehingga memperbesar nilai perhitungan kerentanan airtanah terhadap pencemaran (konduktivitas hidraulik, tekstur tanah dan material penyusun zona tak jenuh) dan metode DRASTIC memiliki parameter yang banyak serta belum memasukan informasi mengenai pencemar (Rossen, 1994). Parameter SI yang digunakan untuk proses pengolahan kerentanan airtanah terhadap pencemaran adalah Depth to Water Table (D), Recharge (R), Akuifer Media (A), Topography (T) dan Land Use Factor (LU). Penelitian awal yang dilakukan oleh (Ribeiro, et al., 2003) ditekankan pada pencemaran nitrat oleh aktivitas pertanian di Portugal. Penelitian ini menggunakan konsep (Ribeiro, et al., 2003 dan Stigter, et al., 2006) dengan menggunakan parameter nitrat dalam mengkaji kerenatanan airtanah spesifik terhadap pencemaran. Metode SI dapat di terapkan di wilayah yang memiliki kondisi hidrogeologi yang beragam (Ribeiro, et al., 2003; Stigter, et al., 2006; Gaieb dan Hamza, 2013) karena merujuk pada 3 metode DRASTIC yang dirinci pada tiap jenis akuifer dan kondisi geologinya sehingga Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya dapat diaplikasikan menggunakan metode SI. 1.2. Perumusan Masalah Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya (Kecamatan Madukara, sebagian Banjarmangu dan Sigaluh) memiliki perencanaan wilayah sebagai wilayah pengembangan II (kawasan Perkotaan Banjarnegara) dengan fungsi penopang kegiatan wilayah berupa perdagangan dan jasa, industri, perikanan, pendidikan, pariwisata, pertanian lahan basah dan kering, sumberdaya energi, dan sumberdaya mineral (BPS, 2010). Hal tersebut berdampak pada meningkatnya aktivitas manusia yang tentunya memiliki potensi terhadap pencemaran, khususnya airtanah. Penelitian yang dilakukan (Bappeda, 2011) menunjukkan bahwa pendataan terkait tangki septik dan SPAL yang bocor menyebabkan beberapa area kajian khususnya Kecamatan Madukara, sebagaian Kecamatan Banjarmangu dan Sigaluh memiliki tingkat risiko tercemar yang bervariasi (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Area Berisiko Tercemar No Kecamatan Tingkat Risiko Rendah Sedang 1 Banjarnegara Tinggi Rendah 2 Banjarmangu Sedang Tinggi 3 Sigaluh Rendah Desa Argasoka, Ampelsari, Tlagawera, Cendana, dan Sokayasa Karangtengah, Wangon, Semampir, Sokanandi, Parakancanggah, Semarang, Krandegan, dan Kutabanjarnegara Jenggawur, Banjarkulon, dan Banjarmangu Rejasari, Kesenet, Kalilunjar, Sijeruk, Kendaga, Gripit, Pekandangan, Sigeblok, Paseh,Sipedang, Sijenggung, Beji, Prendegan, dan Majatengah Pringamba, Sawal, Panawaren, Tunggara, Randgan, Bojanegara, Bandingan, Prigi, Gembongan, Kemiri, Karangmangu, Wanacipta, Sigaluh, Singomerto, dan Kalibenda 4 Lanjutan Tabel 1.1 No Kecamatan 3 Sigaluh Tingkat Risiko Sedang Tinggi Rendah 4 Madukara Sedang Tinggi Desa Limbangan, Penawangan, Talunamba, Madukara, Kutayasa, Pekauman, Pagelak, Dawuhan, Bantarwaru, Sered, Petambakan, dan Rakitan Kenteng dan Rejasa Sumber : Bappeda (2011) Metode kajian EHRA oleh BAPPEDA berupa wawancara dengan pengambilan sampel dalam diambil dari 10% rumah tangga di Kabupaten Banjarnegara dengan total sampel 1.110 sampel. Berdasarkan data risiko area tercemar maka perlu dilakukan evaluasi terkait penyedia suplai air bersih dilokasi kajian yang bersumber dari airtanah dan mata air. Kebutuhan air bersih melalui PDAM dengan rincian menurut BPS (2010) jumlah pelanggan PDAM sebesar 5045 dengan jumlah air yang digunakan pada tahun tersebut sebesar 1.099.543 m3 untuk kawasan Perkotaan Banjarnegara dan sekitarnya. Sumber PDAM tersebut berasal dari Sungai Serayu dan Airtanah. Setiap tahun terjadi peningkatan pelanggang PDAM dari tahun 2011 ke 2012 (BPS, 2012) sehingga diperlukan kajian untuk menjamin kualitas airtanah untuk bahan baku air bersih. Kajian yang sesuai untuk mengetahui perlindungan airtanah dan memberikan informasi terkait potensi pencemaran adalah kerentanan airtanah terhadap pencemaran. Berdasarkan hasil rincian latar belakang dan urgensi Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan air bersih dari airtanah maka diperoleh pokok permasalahan penelitian yaitu : 1) Bagaimana sebaran kerentanan airtanah intrinsik dan spesifik terhadap pencemaran di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya? 2) Bagaimana kondisi kualitas airtanah berdasarkan kandungan Nitrat (NO3-) di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya untuk validasi kerentanan airtanah terhadap pencemaran? 5 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah penelitian dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut. 1) Mengetahui persebaran tingkat kerentanan airtanah intrinsik dan spesifik terhadap pencemaran di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya; 2) Mengetahui kondisi kualitas airtanah berdasarkan kandungan Nitrat (NO3-) di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya untuk validasi penilaian kerentanan intrinsik dan spesifik airtanah terhadap pencemaran; 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai ini, maka akan diperoleh manfaat sebagai berikut : 1) Manfaat teoritis, dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah. 2) Manfaat praktis, dapat menjadi tambahan informasi pengetahuan masyarakat untuk melindungi airtanah. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Sumberdaya Air Air merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan (Fetter, 2000; Todd dan Mays, 2005). Air dipandang penting karena jika tidak ada air maka tidak akan ada kehidupan (Sudarmadji, 2013). Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang terbarukan dengan ciri memiliki dinamika ruang dan waktu sesuai dengan siklus hidrologi (Suprayogi dkk., 2014). Berdasarkan dinamika, persebaran dan fungsinya maka sumberdaya air penting dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan air meningkat setiap tahun seiring dengan berkembanganya pembangunan (Santosa dan Adji, 2014). Peningkatan kebutuhan air diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan industri, pertanian, dan permukiman (Aller et al., 1978; Fetter, 2000). Hal tersebut tidak diikuti dengan kondisi kuantitas dan kualitas 6 yang semakin menurun tiap tahun (Effendi, 2003; Irawan dan Puradimaja, 2015). Berdasarkan pentingnya sumberdaya air maka perlu dilakukan kajian berbagai macam sumberdaya air dan karakteristiknya dalam memenuhi kebutuhan air. Sumberdaya air berdasarkan cabang ilmu hidrologi menurut Linsley et al., (1975) meliputi air meteorologis (Hydrometeorology), air permukaan (Potamology), airtanah (Geohydrology), air danau (Limnology) serta es dan salju (Cryology). Sumberdaya air tersebut dirinci distribusi dan persentasenya di bumi oleh Maidment, (1993, dalam Fitts, 2012). Berdasarkan rincian persentase distribusi air tawar (Tabel 1.2) maka sumberdaya air yang besar potensinya dan dapat dimanfaatkan dengan mudah adalah airtanah (30,1%). Tabel 1.2. Distribusi Air di Bumi Tampungan Air Persentase Air Keseluruhan (%) 96,5 Lautan 1,8 Es dan Salju Airtanah : 0,76 Tawar 0,93 Asin Air Permukaan : 0,007 Danau Air Tawar 0,006 Danau Air Asin 0,0008 Rawa 0,0002 Sungai 0,00012 Lengas Tanah 0,001 Atmosfer 0,0001 Biosfer Sumber : Maidment (1993, dalam Fitts, 2002) Persentase Air Tawar (%) 69,6 30,1 0,26 0,03 0,006 0,05 0,04 0,0003 Alasan mengapa airtanah banyak dimanfaatkan dijelaskan oleh Travis dan Etnier (1984) berupa keuntungan dan kerugian (Tabel 1.3). Berdasarkan tabel 1.3 airtanah merupakan sumberdaya yang sesuai untuk dijadikan sebagai bahan baku kebutuhan air bersih. Pendapat tersebut diperkuat oleh Rejekiningrum, dkk (2010) bahwa penggunaan airtanah lebih baik dan potensial digunakan karena kualitasnya baik, biaya pengelolaan rendah dan dapat diambil pada lokasi yang diinginkan. Ditambahkan oleh Maxwell (1979) bahwa ketersediaan air bersih khususnya 7 airtanah menjadi salah satu pengaruh penting dalam dinamika kondisi sosial ekonomi pada pulau-pulau kecil yang kekurangan ketersediaan air bersih (air permukaan dan air hujan). Tabel 1.3. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Airtanah Kerugian Keuntungan 1. 2. Perubahan kualitas airtanah relatif kecil; Keterdapatan airtanah cakupannya luas dan biaya pengelolaannya untuk pengaliran dan pendistribusian minim karena dapat diakses sendiri; 3. Airtanah memiliki kualitas yang sangat baik dan membutuhkan sedikit biaya untuk pengolahan; 4. Lahan diatas akuifer dapat dimanfaatkan baik untuk perumahan, pertanian, industri dan rekreasi; dan 5. Penggunaan airtanah lebih baik dibandingkan air permukaan karena tidak terpengaruh evapotranspirasi dan tidak memerlukan DAM. Sumber : Travis dan Etnier, 1984 1. Penggunaan airtanah dalam dapat memiliki konsentrasi tinggi dari parameter Ca, Mg, Mn, dan Fe, H2S, SO4, Cl, akibat dari kontak dengan batuan; 2. Penurapan airtanah yang berlebihan di wilayah pesisir menyebabkan terjadinya intrusi air laut; 3. Airtanah sulit untuk tercemar, Apabila airtanah tercemar maka sulit untuk untuk kembali ke kondisi awal; dan 4. Dekomposisi Anaerobik dari bahan organik yang menghasilkan CH4, NH3 dan H2S dapat mencemari airtanah. 1.5.2. Airtanah Airtanah merupakan air yang mengisi pori batuan atau tanah dalam suatu lapisan akuifer yang berada di bawah permukaan tanah (Rejekiningrum, dkk., 2010). Airtanah merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi yang keberadaannya berada pada zona jenuh air (Asdak, 2010; Hadisusanto, 2010). Airtanah merupakan tempat berkumpulnya air pada zona saturasi (Fetter, 2000). Airtanah merupakan air yang tersembunyi yang hanya bisa diamati melalui mata air dan sumur (Mazor, 2004). Berdasarkan pengertian airtanah di atas dapat disimpulkan bahwa airtanah merupakan bagian dari siklus hidrologi yang berada di bawah tanah yang berada pada lapisan tertentu (akuifer). Agihan vertikal airtanah merupakan pembagian secara vertikal dimensi airtanah. Agihan vertikal airtanah menurut Todd (1980) tersusun atas mintakan aerasi dan mintakat saturasi (Gambar 8 1.1). Mintakat aerasi terdiri atas mintakat lengas tanah, mintakat vadose tengah dan mintakat kapiler. Mintakat saturasi merupakan zona jenuh air dimana air pada zona ini dapat dimanfaatkan. Gambar 1.1. Agihan Vertikal Airtanah (Todd, 1980) Akuifer merupakan susunan batuan yang membentuk suatu perlapisan sehingga dapat mengalirkan dan menyimpan air (Todd, 1980; Mazor, 2004; Santosa dan Adji, 2014). Akuifer memiliki fungsi sebagai wadah dari air yang masuk ke dalam zona jenuh air dengan material berupa pasiran dan kerikil lepas (Todd, 1980). Selain akuifer terdapat pula formasi batuan yang memiliki variasi dalam menyimpan dan melalukan airtanah yaitu akuifug (formasi batuan yang tidak dapat menyimpan dan melalukan air), akuitard (formasi batuan yang dapat menyimpan dan melalukan air dalam jumlah yang terbatas),dan akuiklud (formasi batuan yang dapat meyimpan air tetapi hanya dapat melalukan dalam jumlah yang sangat kecil) (Irawan dan Puradimaja, 2015). Akuifer terdiri atas tiga klasifikasi menurut Todd (1980); Darmanto (2014) yaitu akuifer tertekan (confined aquifer), akuifer semi tertekan (Leaky aquifer), dan akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer) (Gambar 1.2). Akuifer tidak tertekan merupakan akuifer yang pada lapisan atas dibatasi lapisan permeabel (lapisan lolos 9 air) dan dibawahnya dibatasi lapisan impermeabel (lapisan yang kedap air). Akuifer tertekan merupakan akuifer yang dibatasi lapisan impermeabel pada bagian atas dan bawah. Akuifer semi tertekan merupakan akuifer yang dibatasi oleh lapisan semi permeabel pada bagian atas atau bawah. Akuifer tersusun atas berbagai material yang bervariasi menurut tipologinya. Tipologi sistem akuifernya menurut Todd (1980) terdiri atas lima klasifikasi yaitu endapan aluvial, material batu gamping, batuan beku vulkanik dan metamorf, batuan vulkanik, dan batu pasir. Klasifikasi akuifer di Indonesia menurut Irawan dan Puradimaja (2015) terdiri atas endapan gunungapi, endapan alluvial ,batuan sedimen, batuan kristalin dan metamorf,dan endapan glasial (Pegunungan Jayawijaya). (a) (b) (c) Gambar 1.2. Akuifer Tertekan (a), Akuifer Semi Tertekan (b), dan Akuifer Tidak Tertekan (c) (Rushton, 2004) 1.5.3. Karakteristik Akuifer Akuifer memiliki karakteristik dalam megalirkan atau menyimpan air. Terdapat empat sifat akuifer yang memiliki peranan penting dalam distribusi airtanah yaitu koefisien cadangan, porositas, permeabilitas, dan transmisibilitas Todd (1980). Karakteristik akuifer yang pertama porositas batuan. Porositas batuan Menurut terdiri atas porositas batuan sedimen, plutonik dan metamorf, dan batuan vulkanik (Fetter, 2000). Masing-masing karakteristik porositas batuan memiliki karakteristik yang berbeda. Porositas batuan sedimen 1-30%, batuan plutonik dan 10 metamorf 2-5 % dan jika lapuk 30-60%, dan batuan vulkanik (batuan basal 1-12%, batuan apung 87%, tuff 50%, endapan debu vulkanik tua 50%, dan lapukan endapan material vulkanik 60%) Karakteristik kedua adalah permeabilitas. Permeabilitas memiliki persamaan dengan hidraulik konduktivitas, namun permeabilitas lebih cenderung digunakan untuk permeabilitas intrinsik (Fitts, 2002). Hidraulik konduktivitas dapat diukur di laboratorium atau di lapangan. Konduktivitas Hidraulik memiliki nilai yang berbeda pada tiap jenis materialnya. Karaktersitik ketiga adalah Transmisibilitas. Transmisibilitas merupakan banyaknya air yang dapat mengalir pada suatu luasan penampang akuifer dengan gradien hidraulik 100% (Todd, 1980). Transmisibilitas merupakan fungsi hubungan perkalian antara permeabilitas dengan ketebalan akuifer (m2/hari). Karakteristik keempat merupakan Koefisien Cadangan. Koefisien cadangan merupakan spesific yield (untuk akuifer bebas) (Todd, 1980). Specific yield merupakan rasio antara volume air yang diambil dengan volume total batuan (Fetter, 2000). Hal tersebut juga dikaitkan dengan kebalikan dari spesific yield yaitu spesific retention yang merupakan rasio air yang tertahan saat pemompaan dengan volum total batuan. Keempat karakteristik akuifer tersebut memiliki peranan penting dalam mengetahui ilmu dasar mengenai airtanah. Berdasarkan ilmu dasar tersebut dapat dijadikan dasar untuk kajian kerentanan airtanah (kajian mendalam). 1.5.4. Kualitas Air Kualitas air merupakan suatu parameter yang ditujukan untuk mengetahui kondisi air sudah sesuai atau melebihi ambang batas kandungan kadar bahan tertentu, khususnya untuk pemanfaatan tertentu (Yudo, 2010; Agustiningsih, dkk., 2012). Peninjauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui kondisi air (fisik, kimia, dan biologi), membandingkan nilai kualitas air dengan baku mutu (tujuan peruntukan penggunaan air), dan menguji kelayakan sumberdaya air (Effendi, 2003). Kualitas air banyak mengalami perubahan khususnya melebihi batas ambang akibat aktivitas manusia (Damarany, 2009; Agustira, 2013). Berdasarkan paparan tujuan uji kualitas air dan permasalahan kualitas air maka kajian kualitas 11 air termasuk kajian penting, khususnya dalam mengkaji kerentanan airtanah untuk uji validasi (Aller, et al., 1987; Widyastuti, dkk., 2006). Kualitas airtanah merupakan tingkatan komposisi tertentu pada airtanah yang dikonsumsi (Hoehn, 2011). Pengertian tersebut berbeda dengan pengertian komposisi airtanah yang merupakan gambaran komposisi airtanah (khususnya hubungan dengan kondisi hidrogeologi) (Griffioen, 2004). Parameter kualitas air yang dapat digunakan untuk uji kualitas airtanah menurut Appelo dan Postma (2005) minimal harus terdapat unsur daya hantar listrik, empat unsur mayor kation (Na+, K+, Mg2+, dan Ca2+), dan empat unsur mayor anion (Cl-, HCO-3, SO42-, dan NO3-). Selain itu juga terdapat logam berat (Fe, Mn, Nt, Cu, Zn, dan Pb) menurut Srivasta dan Ramananthan (2008) yang menunjukkan pengaruh peningkatan kadar akibat aktivitas manusia. Terapan dari kualitas airtanah telah dilakukan oleh (Sudarmadji, 2013) dengan mengkaji kualitas mata air dengan parameter fisik (daya hantar listrik, kekeruhan, temperatur), kimia (pH, Cl-, HCO-3, CaCO3-, Ca2+, Mg2+,NO2-, NO3-, SO42-, NH3, dan Fe), dan Biologi (Coliform Total). Hasil dari uji kualitas air tersebut khususnya airtanah dapat dianalisis berdasarkan metode diagram batang, lingkaran, stiff, dan piper (Younger, 2007). Parameter kualitas air yang diuji dalam kerentanan airtanah adalah Nitrat (NO3). Parameter nitrat menunjukkan pencemaran yang diakibatkan oleh limbah domestik dan limbah industri (Darmanto, 2014) serta menunjukkan akibat aktivitas pertanian (Effendi, 2010; Sudarmadji, 2013). Hasil uji parameter nitrat digunakan sebagai validasi penilaian kerentanan airtanah (Ribeiro, 2003; Stigter, et al., 2005; Gaieb dan Hamza, 2013; Khemiri, et al., 2013; Bofekane dan Saighi, 2013). 1.5.5. Sumber Pencemar dan Pencemaran Airtanah Sumber pencemar terdiri atas dua jenis yaitu point source (suatu lokasi tertentu) dan non point (tersebar) (effendi, 2003; Fitts, 2000). Contoh sumber pencemar point source adalah limbah pabrik, cerobong asap indutri dan knalpot mobil. Contoh dari sumber pencemar non point source adalah limbah areal pertanian dan limbah permukiman. 12 Pencemaran airtanah memiliki karaktersitik yang tak tampak, proses yang lama, dan pergerakan polutan yang lambat (Kovalevsky and Vrba, 2004). Sumber pencemaran airtanah menurut (Fitts, 2002) terbagi menurut ukuran dan bentuk dapat melalui pipa bawah tanah, septic tank, buangan limbah pabrik, limbah kimia, landfills dan pencemaran lain (aktivitas tambang, aktivitas pertanian, dan sumur injeksi). Pencemaran airtanah tersebut juga dipengaruhi oleh aliran dan pergerakan airtanah yang memberikan dampak terhadap menyebarnya bahan pencemar (Travis and Etnier, 1984; Appelo and Postma, 2005). 1.5.6. Sejarah Perkembangan Kerentanan Airtanah dan Konsep Kerentanan Airtanah Terhadap Pencemaran Sejarah pengenalan kerentanan airtanah pertama kali di Perancis oleh Margat pada tahun 1960 (Vrba and Zoporozec, 1994; Widyastuti, dkk., 2006). Margat menjelaskan bahwa secara alami kondisi lingkungan fisik memiliki kemampuan dalam melindungi airtanah dari bahan pencemar oleh aktivitas manusia. Konsep tersebut dikembangkan oleh Fereira (1997, dalam Widyastuti, dkk., 2006) bahwa kerentanan airtanah untuk tercemar dipertimbangkan dari risiko statis dan dinamis. Kedua konsep tersebut kemudian dikembangkan oleh Aller, et al., (1987) yang mengembangkan konsep kerentanan airtanah terhadap pencemaran dengan metode DRASTIC (intrinsik dan spesifik). Berikutnya pengembangan teori kerentanan airtanah dikembangkan oleh (Vrba and Zoporozec, 1994) dengan membuat buku acuan pemetaan kerentanan airtanah. Latar belakang berkembangnya kajian mengenai kerentanan airtanah terhadap pencemaran adalah semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan air sehingga diperlukan suplai air yang jumlahnya besar dan potensial khususnya airtanah (Aller, et al., 1987). Hal tersebut menjadi kekhawatiran dari peneliti apabila terjadi ekspolitasi penggunaan airtanah akan berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas airtanah dimasa yang akan datang (Aller, et al., 1987; Vrba and Zoporozec, 1994). Berdasarkan latar belakang tersebut banyak kajian kerentanan airtanah yang berkembang pada tiap negara contohnya Amerika (Aller, et al., 1987), Swedia (Rossen, 1994), Perancis (Margat, 1960), Italy (Civita, 2010), 13 dan Portugal (Ribeiro, et al., 2003). Masing-masing perkembangan kajian kerentanan tentunya memiliki karakteristik yang berbeda (Zoporozec, 1994; Civita, 2010). Latar belakang lain yang mendasari konsep kerentanan airtanah adalah penilaian terhadap perlindungan airtanah. Perlindungan airtanah merupakan kemampuan alami yang dimiliki airtanah sehingga dapat terhindar dari bahan pencemar baik secara alami maupun oleh aktivitas manusia (Aller, et al., 1987; Vrba dan Zoporozec, 1994; dan Widyastuti, dkk., 2006). Perlindungan airtanah dipengaruhi oleh ketebalan lapisan pelindung dan hidraulik konduktivitas serta dipengaruhi oleh proses mekanik, kimia fisik, dan mikrobiologi dalam membawa pencemar menuju airtanah (Kirsch, 2009). Kondisi filtrasi alami dan proses biogeokimia menjadi salah satu faktor penyebab masuknya sumber pencemar melalui permukaan sebelum masuk ke zona jenuh (Younger, 2007). Berdasarkan karakteristik perlindungan airtanah dan berbagai macam proses yang terjadi didalamnya maka diperlukan suatu penekanan dalam mengatur aktivitas pada area tertentu sesuai dengan kondisi kerentanan akuifernya sehingga dapat meminimalisasi risiko pencemaran airtanah (Price, 1996). Kerentanan airtanah sendiri menurut (Vrba and Zoporozec, 1994; Kumar, et al., 2014) menekankan faktor utama berupa kondisi hidrogeologi tanpa memperhatikan karakteristik polutan. Penilaian kerentanan airtanah memiliki fungsi untuk dasar pembuatan kebijakan untuk permasalahan airtanah (Vrba and Zoporozec, 1994). Berdasarkan pentingnya kerentanan airtanah terdiri dari kerentanan intrinsik dan spesifik (Aller, et al., 1987). kerentanan intrinsik merupakan kerawanan dari sistem akuifer baik dari sisi geometri dan hidrodinamik untuk menerima maupun menyalurkan air atau bahan pencemar sehingga memiliki dampak terhadap kualitas airtanah yang dilihat berdasarkan fungsi ruang dan waktu (Civita and Maio, 2004). Kerentanan intrinsik dipengaruhi oleh tiga faktor penting menurut Civita (2010) yaitu : a. Proses dan waktu yang dibutuhkan untuk berpindah air atau polutan dari zona tidak jenuh ke zona jenuh; b. Dinamika aliran pada zona jenuh yang mempengaruhi air atau pollutan; 14 c. Kondisi kemampuan pemulihan diri dari akuifer terhadap hasil sisa residu polutan. Kerentanan spesifik merupakan pengembangan dari kerentanan intrinsik yang memperhatikan sumber pencemar dan jenisnya (Margane, 2003; Widyastuti, 2006). Kerentanan spesifik meliputi kajian dari dampak potensial manusia dalam ruang dan waktu (Vrba and Zoporozec, 1994). Berdasarkan penjelasan kerentanan airtanah intrinsik dan spesifik keduanya memiliki fungsi yang penting. Fungsi kerentanan intrinsik sebagai dasar awal informasi potensial area tercemar berdasarkan kondisi hidrogeologi dan kerentanan spesifik yang mempertimbangkan sumber pencemar. Hasil kedua kerentanan tersebut dibandingkan dengan pengukuran kualitas air di lapangan sehingga diketahui ketepatan metode penilaian kerentanan airtanah (Ferreira dan Oliviera, 2003; Khemiri, et al., 2013; Bofekane dan Saighi, 2013). 1.5.7. Metode-Metode Penilaian Kerentanan Airtanah terhadap Pencemaran Metode penilaian kerentanan yang dijelaskan oleh Vrba and Zoporozec (1994) diperkuat contoh metode tiap penilaian kerentanan airtanah yang dirangkum sesuai dengan (Tabel 1.4). Tiap metode memiliki spesifikasi dalam penilaian kerentanan airtanah menurut Vrba and Zoporozec (1994). HCS diterapkan pada area yang luas dan variasi kondisi lingkungan yang masih alami. MS, (RS), dan PCSM menggunakan sistem bobot dan skor pada tiap parameter kerentanan airtanah. AR menggunakan persamaan matematika dalam menilai kerentanan spesifik. Berdasarkan rincian metode penilaian kerentanan airtanah tersebut (Tabel 1.4) terdapat penelitian yang membandingkan beberapa metode. Penelitian pertama oleh Ferreira dan Oliviera (2003) membandingkan penilaian kerentanan airtanah metode EPPNA, DRASTIC, GOD, AVI, SINTACS, dan SI. Penelitian kedua oleh (Khemiri, et al., 2013) dengan membandingkan metode GOD, SI, SINTACS, dan DRASTIC. Penelitian ketiga dilakukan oleh Bofekane dan Saighi (2013) membandingkan metode DRASTIC, SI dan GOD dengan hasil validasi kualitas air metode DRASTIC yang paling cocok dengan kesamaan kerentanan hasil penilaian 15 (71%). Hasil pembandingan beberapa metode penilaian kerentanan airtanah tersebut memiliki hasil dan akurasi yang berbeda hal tersebut dipengaruhi dari kerincian parameter, spesifikasi metode dan kondisi fisik lokasi kajian. Tabel 1.4. Metode Penilaian Kerentanan Airtanah terhadap Pencemaran Metode PCSM MS Metode/Nama Peneliti DRASTIC/Aller, et al., (1986) SINTACS/Civita (1991) ISIS/De Regibus (1994) EPIC/ Doerfliger and Zwahlen (1997) Goossens dan Van Damme (1987), Minstry of Flemish Community (1986) Adam and Foster (1992) Carter et al., (1987) Palmer (1988) Lokasi Kajian USA Italy Swis Belgia Inggris Fenge (1976) Kolombia Method 1/Marcolongo dan Pretto (1987) Kanada Sotornokiova dan Vrba (1987) Italy Vilumsen, et al., (1989) Denmark RS Trojan and Perry (1988) AVI/Van Stempvoort, et al., (1993) Kanada Zoporozec and Schmidt (1987) USA GOD/ Foster (1987) Fried (1987), Zampetti (1983) AR Meinardi (1982) Belanda Method 2/Marcolongo dan Pretto (1987) Sumber : Gogu and Dessargues (2000); Civita and Maio (2004); Civita (2010) 1.5.8. Susceptibility Index (SI) Metode SI merupakan metode yang dikembangkan dari metode DRASTIC oleh Ribeiro (2000, dalam Ribeiro, 2003; Stigter, et al., 2005). Metode SI merupakan metode PCSM karena memiliki sistem pembobotan dan skoring yang sama dengan metode DRASTIC (Rossen ,1994; Widyastuti, 2006). Metode SI ditujukan untuk menilai kerentanan airtanah spesifik dengan validasi uji kualitas air menggunakan parameter Nitrat (Ribeiro, 2003; Stigter, et al., 2005). Metode SI oleh Ribeiro (2000, dalam (Ribeiro, 2003; Stigter, et al., 2005) digunakan untuk 16 penilaian kerentanan airtanah terhadap pencemaran pada wilayah pertanian di Portugal. Beberapa penelitian mencoba metode SI pada wilayah yang tidak dominan pertanian karena metode SI juga memiliki penilaian terhadap sumber pencemar selain dari pertanian (Ferreira dan Oliviera, 2004; Gaieb dan Hamza, 2013; Khemiri, et al., 2013; Bofekane dan Saighi, 2013). Beberapa sumber pencemar selain dari lingkup pertanian adalah lingkungan buatan manusia dan lingkungan alam. Hasil validasi uji kualitas airtanah dengan metode SI tidak terlampau jauh pada masing-masing penilaian kerentanan airtanah meskipun terkadang memiliki nilai yang dibawah hasil uji kualitas airtanah (Stigter, et al., 2005). Parameter yang digunakan dalam metode SI menurut Ribeiro (2000, dalam Ribeiro, 2003; Stigter, et al., 2005) tediri atas lima parameter yaitu : D : Depth of water (kedalaman muka airtanah) R : Recharge (imbuhan airtanah) A : Akuifer media (media akuifer) T : Topography (lereng) LU : Land use (penggunaan lahan) Setiap parameter tersebut memiliki nilai yang berbeda khususnya skor dan bobot. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pengaruh parameter terhadap pencemaran airtanah (Stigter, et al., 2005; Gaieb dan Hamza, 2013). 1.6. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai kerentanan airtanah telah banyak dilakukan dengan berbagai macam metode. Metode kerentanan airtanah memiliki karaktersitik yang berbeda tiap parameternya. Perbedaan parameter tersebut secara umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap wilayah isotropis dan anisotropis (zona yang materialnya tidak seragam baik melalui rekahan dengan ciri kecepatan dan arah airtanah tidak yang seragam) terkecuali pada wilayah karst. Metode pada wilayah isotropis yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah DRASTIC dan pada wilayah anisotropis (karst) adalah EPIC, PI dan COP. Berdasarkan kedua 17 wilayah zonasi peneliti menggunakan metode penilaian kerentanan airtanah pada wilayah isotropis dan anisotropis pada Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya. Peneliti juga merujuk pada penelitian sebelumnya di Indonesia (Tabel 1.5) sebagai acuan penelitian kerentanana airtanah terhadap pencemaran terkait aplikasi tiap metode pada wilayah isotropis dan anisotropis. Pemilihan lokasi kajian kerentanan airtanah di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya dilatarbelakangi oleh belum adanya penelitian tentang kerentanan airtanah. Pemilihan tempat tersebut menjadi salah satu unsur kebaharuan penelitian yang ditinjau dari segi lokasi dan pada lokasi tersebut memiliki variasi geologi yang beragam. Selain berupa kebaharuan lokasi peneliti menggunakan metode SI yang dikembangkan dari metode DRASTIC oleh Ribeiro, et al., (2003). Hal tersebut dikarenakan metode SI belum pernah dilakukan di Indonesia berdasarkan pengetahuan peneliti. Metode tersebut cocok digunakan pada wilayah yang Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya karena merupakan pengembangan metode DRASTIC. Perbedaan metode SI dengan metode yang sudah ada pada tabel 1.5 terkait dengan parameter validasi penilaian kerentanan airtanah yang menggunakan Nitrat (NO3-). Selain itu metode SI merupakan metode kerentanan airtanah spesifik karena terdapat parameter penggunaan lahan yang menjadi potensi sumber pencemar. Berdasarkan penelitian dengan metode SI di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya diharapkan dapat dikembangkan pada wilayah lain yang beragam kondisi geologinya. 18 Tabel 1.5. Penelitian Sebelumnya Mengenai Kerentanan Airtanah No 1 Peneliti, tahun, judul M. Widyastuti, Sudarto Notosiswoyo, dan Komang Anggayana, 2006, Pengembangan Metode DRASTIC untuk Prediksi Kerentanan Airtanah Bebas Terhadap Pencemaran di Sleman. 1. 2. 3. 4. 2 Abdi Suprayitno, 2011, 1. Kerentanan Airtanah di Daerah Kecamatan 2. Godean Kabupaten Sleman Daerah Istimewa 3. Yogyakarta. 3 Wayan Andi F.G, Dian 1. Sisinggih, dan Very Dermawan, 2013, Studi 2. Kerentanan Airtanah Terhadap Kontaminan di Cekungan Airtanah (CAT) 3. Negara Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Tujuan Mengetahui sebaran masing-masing parameter DRASTIC Mengetahui sebaran penggunaan lahan yang menjadi sumber pencemaran airtanah Mengetahui sebaran tingkat kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran Mengevaluasi kerentanan airtanah bebas terhadap pencemaran Mengetahui zona kerentanan airtanah terhadap proses pencemaran airtanah Mengetahui zona kerentanan airtanah terhadap proses pemompaan airtanah Mengkombinasikan peta kerentanan airtanah terhadap proses pencemaran dan pemompaan di Kecamatan Godean. Mengevaluasi kerentanan airtanah CAT Negara Mengetahui faktor yang yang dominan dalam kerentanan dan mengembangkan CAT Negara Mendukung upaya konservasi dan pengelolaan airtanah di Kabupaten Jembrana. Metode DRASTIC dan Penggunaan Lahan Ringkasan hasil 1. Kerentanan statis dilokasi kajian terdapat dua klasifikasi yaitu kerentanan tinggi (66,79%) dan kerentanan sangat tinggi (28,18%). 2. Kerentanan dinamis pada lokasi kajian terdiri atas dua klasifikasi yaitu kerentanan tinggi (57,42%) dan kerentanan sangat tinggi (37,67%) Simpel Vertical Vulnerability (SSV) 1. Hasil kerentanan airtanah terhadap proses pencemaran terdiri atas dua klasifikasi yaitu tinggi dan sangat tinggi 2. Hasil kerentanan airtanah terhadap pemompaan terdiri atas kerentanan cukup tinggi dan tinggi. DRASTIC SINTACS dan 1. Metode DRASTIC menghasilkan kerentanan sedang (99,772%) dan tinggi (0,227%) 2. Metode SINTACS menghasilkan kerentanan sedang (68,73%) dan tinggi (31,27%) 3. Metode yang sesuai dengan lokasi kajian adalah SINTAC 19 Lanjutan Tabel 1.5 No 4 Peneliti, Judul, Tahun Tujuan Metode Vrita Tri Aryuni, 2010, 1. Menganalisis sebaran tingkat Modifikasi Kajian Kerentanan kerentanan pencemaran airtanah USGS Pencemaran Airtanah 2. Menganalisis kualitas airtanah pada Bebas (Studi Kasus di berbagai tingkat kerentanan Daerah Resapan Air pencemaran airtanah bebas Potensi Sedang pada 3. Menganalisis kualitas airtanah bebas Lereng Merapi Bagian pada berbagai penggunaan lahan. Selatan. Ringkasan Hasil 1. Hasil penilaian kerentanan airtanah pada keseluruhan lokasi kajian memiliki klasifikasi kerentanan sedang dan kerentanan tinggi terdapat pada Kecamatan Sleman, Pakem, sebagian Ngaglik, Cangkringan, Ngemplak, Turi, Tempel, sebagian Mlati, dan Seyegan 2. Metode modifikasi USGS cocok pada lokasi kajian. 5 Dhoni Wicaksono dan Emilya Nurjani, 2013, Kajian Kerentanan Airtanah Bebas Terhadap Pencemaran di Kawasan Pesisir Parangtritis Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. 1. Kerentanan statis dengan metode DRASTIC diperoleh klasifikasi sangat rendah (2,23%), rendah (5,24%), sedang (13,67%), tinggi (54,42%), dan sangat tinggi (24,44%) 2. Kerentanan dinamis menggunakan metode HAI diperoleh klasifikasi sangat rendah (0,23%), rendah (21,05%), sedang (53,03%), tinggi (12,42%), dan sangat tinggi (13,28%) 6 Abdelmadjid Boufekane 1. Membandingkan metode kerentanan DRASTIC, dan Omar Saighi, 2013, airtanah terhadap pencemaran di iklim GOD, SI, dan Assessment of mediteran. SINTACS Groundwater Pollution by Nitrates Using Intrinsic Vulnerability Methods : A Case Study of The Nil Valley Groundwater. 1. Menerapkan model keretanan DRASTIC dan airtanah bebas untuk mengetahui Human Activity potensi pencemaran berdasarkan Index (HAI) kondisi fisik lahan yang dibandingkan dengan kadar fosfat. 1. Metode DRASTIC yang paling cocok dengan akurasi 71%, SI 63%, GOD 54%, dan SINTACS kurang sesuai. 20 Lanjutan Tabel 1.5 No 7 8 9 Peneliti, Judul, Tahun Tujuan Luis Ribeiro, Elizabete 1. Perencanaan dan manajemen Serra, Eduardo Parlata, sumberdaya airtanah. Joao Nascimento, 2003, Nitrate pollution in Hardrock Formation: Vulnerability and Risk Evaluation by Geomathematical Methods in SerpaBrinches Aquifer, South Portugal. Sinda Gaieb dan M 1. Mengkaji kualitas airtanah pada Hafedh Hamza, 2013, wilayah yang aktivitas pertaniannya Assessing Vulnerability to intensif menggunakan metode SI. Agricultural Pollution of Groundwater Bou Arada Laroussa According to SI Method Applied by GIS. Stigter T Y, L Ribeiro, dan 1. Membandingkan dan mengevaluasi A M M Carvalho Dill, metode DRASTIC dan SI 2005, Evaluation of an Intrinsic and Spesific Vulnerability Assessment Method in Comparition with Groundwater Salinisation and Nitrate Contamination Levels in two Agricultural Regions in the South of Portugal. Metode SI (Susceptibility Index) Ringkasan Hasil 1. Hasil kerentanan diperoleh metode SI dan uji kualitas air memiliki hubungan yang kuat diantara keduannya. SI (Susceptibility Index) 1. Validasi kerentanan airtanah metode SI diperoleh 71% dan dapat diapplikasikan. SI (Susceptibility Index) dan DRASTIC 1. Metode SI lebih cocok dibandingkan DRASTIC karena terdapat parameter yang bernilai sama (konduktivitas hidraulik, media zona tak jenuh, dan tekstur tanah). 2. Metode SI lebih baik dibandingkan DRASTIC dalam mengkaji kerentanan airtanah karena menggunakan parameter penggunaan lahan. 21 Lanjutan Tabel 1.5 No 10 11 Peneliti, Judul, Tahun Tujuan Mohammed Hafedh 1. Membandingkan hasil metode SI dan Hamza, Abdellatif, DRASTIC dalam mengkaji Mohammed Ajmi, dan kerenetanan airtanah terhadap Ayed Added, 2010, pencemaran Validity of the Vulnerability Methods DRASTIC and SI Applied by GIS Technique to the Study of Diffuse Agricultural Pollution in two Phreatic Aquifers of a Semi-Arid Regions. Indra Agus Riyanto, 2016, 1. Mengetahui persebaran tingkat Kerentanan Intrinsik dan kerentanan airtanah intrinsik dan Spesifik Airtanah spesifik terhadap pencemaran Terhadap Pencemaran di berdasarkan metode SI di Kecamatan Kecamatan Banjarnegara Banjarnegara dan sekitarnya; dan Sekitarnya. 2. Mengetahui kondisi kualitas airtanah berdasarkan kandungan Nitrat (NO3-) di Kecamatan Banjarnegara dan sekitarnya untuk validasi kerentanan airtanah Metode Ringkasan Hasil SI (Susceptibility 1. Keakuratan metode DRASTIC di peroleh Index) dan nilai pada lokasi satu (36,67%) dan lokasi DRASTIC dua (70%) 2. Keakuratan metode SI diperoleh nilai pada lokasi satu (53,84%) dan lokasi dua (71,79%) Metode SI (Susceptibility Index) 1. Kerentanan airtanah intrinsik diperoleh luasan kelas rendah 2.063 Ha, sedang 187 Ha, dan tinggi 4.700 Ha. Kerentanan airtanah spesifik diperoleh luasan rendah 1.965,49 ha, sedang 2.357,34 ha, dan tinggi 2.631,87 ha 2. Hasil validasi kerentanan airtanah metode SI dengan parameter nitrat diperoleh 53,65% (intrinsik) dan 56% (spesifik) 22 1.7. Kerangka Pemikiran Parameter geologi, geomorfologi dan iklim suatu wilayah memiliki dampak terhadap kondisi lingkungan yang terbentuk di dalamnya. Perbedaan karakteristik lingkungan juga berdampak pada proses-proses dan dinamika yang terjadi didalamnya. Salah satu kajian yang memiliki karakteristik yang berbeda dari variasi geologi, geomorfologi dan curah hujan adalah airtanah. Parameter tersebut mempengaruhi keterdapatan, distribusi dan karakteristik airtanah. Kondisi airtanah yang terdapat pada suatu wilayah yang alami juga tidak lepas dari potensi pencemaran. Bahan Pencemaran secara alami berasal dari prosesproses alam yang tingkat bahanya tidak sebesar pencemaran akibat aktivitas manusia. Pencemaran airtanah yang diakibatkan oleh manusia diakibatkan oleh penggunaan lahan yang memiliki dampak lingkungan terhadap airtanah. Hal tersebut berdampak pada menurunnya kualitas dan kuantitas airtanah. Untuk mengetahui kondisi airtanah salah satu metode penilaiannya melalui kerentanan airtanah. Penilaian kerentanan airtanah terbagi menjadi kerentanan intrinsik dan spesifik. Kedua penilaian parameter kerentanan tersebut memiliki parameterparameter yang berdasarkan kondisi fisik secara alami dan sumber pencemar. Parameter kerentanan airtanah intrinsik yang terdiri atas parameter media akuifer, kedalaman airtanah, imbuhan airtanah dan topografi memberian kontribusi dalam perlindungan airtanah terhadap pencemaran secara alami khususnya distribusi, waktu tempuh dan kecepatan polutan menuju airtanah. Parameter kerentanan spesifik meliputi penggunaan lahan. Penggunaan lahan menjadi sumber potensi bahan pencemar yang mengancam perlindungan airtanah. Parameter kerentanan airtanah tersebut sesuai dengan metode SI karena yang menekankan pada kerentanan airtanah spesifik. Metode SI merupakan pegembangan metode DRASTIC sehingga hasil yang diperoleh lebih representatif dalam menilai kerentanan airtanah spesifik. Hasil penilaian kerentanan airtanah secara teori akan dibandingkan dengan kualitas airtanah di lokasi kajian untuk mengetahui ketepatan 23 penilaian kerentanan airtanah baik intrinsik dan spesifik sebagai bentuk validasi (Gambar 1.3). 1.8. Batasan Istilah Airtanah bebas (airtanah tidak tertekan) merupakan airtanah yang muka airtanahnya mengalami perubahan yang tergantung oleh musim dan keberadaanya pada lapisan permeabel dibagian atas dan impermeabel pada bagian bawah (Sukandarrumidi, dkk., 2014) Cekungan airtanah merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis dengan proses yang ada di dalamnya berupa pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan airtanah berlangsung (Anonim, 2008) Isotropis merupakan zona yang memiliki material penyusun akuifer yang sama dengan kecepatan dan arah airtanah yang seragam ke segala arah (Irawan dan Puradimaja, 2015) Anisotropis merupakan zona yang memiliki material penyusun akuifer yang beragam dengan kecepatan dan arah airtanah yang tidak seragam (Irawan dan Puradimaja, 2015) Kerentanan airtanah intrinsik merupakan kerentanan airtanah yang diakibatkan oleh faktor alami berdasarkan kondisi hidrogeologi (Widyastuti, dkk., 2006) Kerentanan airtanah spesifik merupakan kerentanan airtanah yang menekankan pada jenis sumber pencemar dan memiliki perbedaan perhitungan tiap jenis sumber pencemar (Szonyi and Fule, 1998) Parameter Nitrat (NO3-) memberikan ciri terjadi pencemaran oleh aktivitas manusia (Sudarmadji, 2013) khususnya aktivitas pertanian dan perkotaan (Zhang, et al., 1998) Peta kerentanan airtanah merupakan media untuk menginformasikan karakteristik perlindungan akuifer terhadap pencemaran (Younger, 2007) Susceptibility Index merupakan metode penilaian kerentanan airtanah spesifik dengan parameter uji nitrat (Ribeiro, et al., 2003) 24 PENGGUNAAN LAHAN GEOLOGI DAN GEOMORFOLOGI MEDIA AKUIFER KEDALAMAN AIRTANAH TOPOGRAFI IMBUHAN AIRTANAH SUMBER PENCEMAR PERLINDUNGAN AIRTANAH KERENTANAN AIRTANAH INTRINSIK KUALITAS AIRTANAH KERENTANAN AIRTANAH SPESIFIK (SI) VALIDASI KERENTANAN AIRTANAH Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran 25