TINJAUAN PUSTAKA Marigold (Tagetes erecta) Marigold (Tagetes erecta) sering disebut randa kencana, ades, tahi kotok. Marigold merupakan tanaman yang biasa ditanam di kebun atau halaman sebagai tanaman hias. Marigold dapat berfungsi sebagai tanaman herba dengan batang tegak, pecabangan tidak banyak dan tingginya 0,5-1 meter. Daun menyirip gasal, tajuk daun kedua sisi berjumlah 5-9 dengan panjang 5-9 cm dan bergerigi, di dekat tepi daun terdapat bintik-bintik kelenjar bulat. Bunga marigold merupakan bunga majemuk berwarna kuning, orange, atau kombinasi antar keduanya. Bonggol bunga bertangkai panjang dan ujung tangkainya membesar (Astuti, 2003). Gambar 1. Tanaman Marigold (Tagetes erecta) Sumber: Dokumentasi Penelitian (2011) Marigold memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai umur panen, sehingga cocok untuk ditanam berdampingan dengan tanaman pertanian lain. Selain itu, marigold dapat digunakan sebagai pagar dari tanaman pertanian lain (Girwani et al., 1990). Marigold merupakan tumbuhan tahunan yang dapat tumbuh pada tanah dengan pH netral di daerah yang panas, cukup sinar matahari dan drainase baik. Tanaman ini sangat mudah tumbuh dan berkembangbiak menggunakan biji. Tanaman ini diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Compositae, marga Tagetes, dan jenis Tagetes erecta (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). 3 Marigold juga mengandung beberapa mineral seperti Fe, Cu, Zn, Ca, dan Mg. Kandungan Fe pada marigold adalah 167 µg/gram (Broschat dan Kimberly, 2004). Marigold memiliki banyak kegunaan seperti anti nematoda dan sebagai fungisida. Marigold juga memiliki kandungan α terpinolene dan limonene yang berfungsi sebagai antibakteri. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai antinematoda, pestisida, bakterisida, dan fungisida karena kandungan bioaktifnya. Kandungan bioaktif yang terdapat pada tanaman ini adalah terpenoid, alkaloid, dan polietilena. Pigmen yang terkandung dalam marigold antara lain flavonoid dan karotenoid. Flavonoid merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan (Vasudevan et al., 1997). Menurut Lokaewmanee et al. (2011), penambahan marigold dalam pakan ayam petelur terbukti dapat meningkatkan warna kuning pada kuning telur. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar karotenoid, terutama xantofil pada marigold. Marigold dapat ditemukan hampir di seluruh daerah Indonesia. Selain itu, tanaman ini sangat mudah dikembangbiakkan di Indonesia sehingga berpotensi dijadikan pakan ternak. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam-ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya (Yuwanta, 2004). Fase pemeliharaan ayam petelur berdasarkan kebutuhan zat makanannya ada tiga yaitu fase starter mulai umur 0-6 minggu, fase grower mulai umur 6-18 minggu dan fase layer di atas umur 18 minggu (NRC, 1994). Kebutuhan zat makanan ayam harus terpenuhi sehingga ayam petelur dapat berproduksi dengan baik (Wahju,1997). Konsumsi pakan dan kebutuhan protein ayam petelur dipengaruhi oleh bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi, perkandangan, pemotongan paruh, luas ruang untuk ayam, air minum dingin dan bersih, tingkat penyakit dalam kandang dan kandungan energi dalam pakan (Wahju, 1997). Ayam ras petelur memiliki produksi telur per tahun yang tinggi yaitu 250-300 butir (Yuwanta, 2004). Pada tahun 2009, populasi ayam petelur di Indonesia mencapai 110 juta ekor (Dirjen Peternakan, 2011). 4 Gambar 2. Ayam Petelur tipe Hy line Brown Sumber: Hy line (2009) Ayam yang dipelihara saat ini termasuk ke dalam spesies Gallus domesticus, sedangkan yang liar ada empat spesies yaitu (1) Gallus gallus (the Red Jungle Fowl), (2) Gallus layafetti (the Ceylon Jungle Fowl), (3) Gallus someratti (the Grey Jungle Fowl), dan (4) Gallus varius (the Javan Jungle Fowl). Galur atau strain yang ada sekarang dapat berasal dari satu bangsa. Ayam petelur terdapat tiga jenis yaitu ayam petelur tipe ringan, medium dan tipe berat. Umumnya, ayam petelur tipe ringan berasal dari bangsa White Leghorn. White Leghorn dapat berproduksi hingga 201 butir/tahun. Ayam petelur tipe medium berasal dari bangsa Rhode Island Red, Australorp dan Barred Plymouth Rock. Ayam petelur tipe medium ini dapat berproduksi sekitar 180 butir/tahun. Ayam petelur tipe berat berasal dari bangsa New Hampshire, White Plymouth Rock dan Cornish. Ayam petelur tipe ini dapat berproduksi telur sekitar 146 butir/tahun (Amrullah, 2004). Gambar 2 merupakan salah satu jenis ayam tipe medium yaitu Hy line Brown. Ayam ini mampu menghasilkan 320 butir telur dan memiliki masa produksi selama 74 minggu (Amrullah, 2004). Kebutuhan Nutrien Ayam Petelur Pakan ayam petelur merupakan campuran dari berbagai bahan pakan yang digunakan. Bahan pakan yang biasa digunakan untuk pakan ayam petelur adalah jagung, dedak, bungkil kedelai, tepung ikan, serta sumber mineral seperti CaCO3 dan premix. Ayam petelur umur 18 minggu sampai saat pertama kali bertelur membutuhkan energi 5 metabolis sebanyak 2900 kkal/kg dengan kandungan protein kasar sebesar 20% (Lesson dan Summers, 2005). Kebutuhan nutrien ayam petelur tipe produksi tipe produksi terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Ayam Petelur Tipe Produksi Umur 18-32 Minggu Nutrien Jumlah Nutrien Jumlah Konsumsi pakan (g/ekor/hari) 95 Vitamin A (IU) 8000 Protein Kasar (%) 19 Vitamin D3 (IU) 3500 Energi Metabolis (kkal/kg) 2900 Vitamin E (IU) 50 Kalsium (%) 4,2 Vitamin K (IU) 3 Pospor tersedia (%) 0,5 Biotin (mg) 100 Natrium (%) 0,18 Cholin (mg) 400 Asam linoleat (%) 1,8 Mn (mg) 60 Metionin (%) 0,45 Fe (mg) 30 Lisin (%) 0,86 Cu (mg) 5 Iodine (mg) 1 Zn (mg) 50 Selenium (mg) 0,3 Sumber: Leeson dan Summers, 2005 Tabel 2. Kebutuhan Nutrien Ayam Ras Petelur (Layer) Nutrien Jumlah Protein Kasar (%) 16 Energi Metabolis (kkal/kg) 2650 Lemak Kasar (%) Maks 7 Serat Kasar (%) Maks 7 Kalsium (%) 3,25 – 4,25 Pospor (%) 0,60 - 1,00 Sumber: SNI, 2006 6 Darah Gambaran Umum Darah merupakan cairan yang berfungsi membawa zat-zat nutrien dan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh, mengangkut bahan-bahan sisa hasil metabolisme dari sel kembali ke jantung untuk dibuang melalui paru-paru dan ginjal (Adriani et al., 2010). Sekitar 55% dari volume darah yang beredar merupakan cairan dan sisanya 45% merupakan benda-benda darah (Ganong, 2008). Darah terdiri atas sel-sel darah atau korpuskel dan cairan darah. Sel-sel darah terdiri atas sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Darah memiliki berbagai fungsi seperti: a. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh b. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh c. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh d. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat eksresi e. Alat pengukur getah hormon dari kelenjar buntu f. Menjaga temperatur tubuh g. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku, serta h. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh (Adriani et al., 2010). Pembentukan darah pada unggas dimulai pada hari ke 2-3 tahap embrionasi di intraembriyonic mesenchyme. Sel stem limfoid muda berpindah ke yolk sac diantara hari ke 2 dan ke 7 embrionasi dan pertama kali ditemukan pada yolk sac pada hari hari ke 7. Eritroid dan sel stem trombosit juga berkumpul di yolk sac. Puncak proses hematopoesis pada unggas adalah sekitar 10-15 hari dari tahap embrionasi (Schalm, 2010). Proses pembentukan darah disebut hematopoetis. Teori pembentukan darah, baik darah merah ataupun darah putih, dimulai dengan adanya sistem retikulo endotetial sebagai induk. Induk asal-usul darah adalah sel mesenkim dari sistem retikuloendotetial. Masenkim kemudian berdeferensiasi menjadi tiga kelompok yaitu sel-sel retikulum, endotelium spesialis dan lipoblast. Sel-sel darah terbentuk dari retikulum sel dan endotelium spesialis, sedangkan lipoblast tidak menghasilkan darah, akan tetapi menghasilkan selsel lemak (Adriani et al., 2010). Skema hematopoeisis terdapat pada Gambar 3. 7 Pembentukan darah juga memerlukan beberapa nutrien seperti protein dan mineral Fe. Fungsi protein antara lain sebagai komponen protein darah, albumin dan globulin, sebagai komponen fibrinogen dan tromboplastin dalam proses pembekuan darah, dan sebagai komponen dari hemoglobin (Widodo, 2005). Mineral Fe diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Fungsi utama mineral besi adalah untuk transpor oksigen oleh hemoglobin (Sediaoetama, 2006). Kekurangan nutrien tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pembentukan darah. Kekurangan protein dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah, karena protein merupakan bahan dasar dalam erythropoiesis (proses pembentukan eritrosit) (Praseno, 2005). Kekurangan mineral Fe akan menyebabkan anemia dikarenakan hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen yang disebut dengan deoxyhemoglobin (Adriani et al., 2010). Sel darah merah pada unggas memiliki umur sekitar 28-35 hari (Schalm, 2010). Gambar 3. Skema Hematopoiesis Sumber : Anonim (2012) Eritrosit Eritrosit merupakan sel darah merah yang membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel ini berbentuk bikonkaf yang dibentuk di sumsum tulang belakang (Ganong, 2008). Fungsi utama sel darah merah adalah untuk membawa hemoglobin 8 untuk membawa oksigen dari paru-paru serta nutrien untuk diedarkan ke jaringan tubuh. Sel darah merah juga mempunyai kandungan carbonic anhydrase, yang merupakan enzim yang mengkatalis reaksi dapat balik antara karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi asam karbonat (H2CO3). Enzim tersebut dapat mempercepat reaksi balik antara karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi asam karbonat (H2CO3), menjadi seribu kali lebih cepat. Reaksi yang cepat tersebut memungkinkan air dalam darah membawa CO2 dalam jumlah yang besar dalam bentuk ion bikarbonat dari jaringan ke paru-paru. Ion tersebut kembali diubah kembali menjadi bentuk CO2 dan dikeluarkan ke udara sebagai produk gas. Hemoglobin dalam sel darah merah merupakan buffer yang baik untuk mempertahankan keseimbangan keseluruhan darah (Guyton dan Hall, 2010). Gambar 4. Bentuk sel darah merah Sumber: Lasantha (2011) Eritrosit merupakan produk erythropoiesis dan proses tersebut terjadi dalam sumsum tulang merah (medulla asseum rubrum) yang antara lain terdapat dalam berbagai tulang panjang. Erythropoiesis membutuhkan bahan dasar berupa protein dan bebagai aktivator. Beberapa aktivator erythropoiesis adalah mikromineral berupa Cu, Fe dan Zn (Praseno, 2005). Mineral Cu, Fe dan Zn berperan dalam metabolisme protein, khususnya Cu akan berperan dalam pembentukan protein kolagen, Fe berperan dalam pembentukan senyawa heme dan Zn berperan dalam pembentukan protein pada umumnya (Swenson, 1984). Eritrosit pada unggas intinya terletak di tengah dan berbentuk oval. Eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin dan hematokrit, selain itu juga dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, aktivitas, nutrien, produksi telur, volume darah, panjang hari, faktor iklim dan suhu lingkungan. Skema 9 pembentukan eritosit (eritropoeisis) terdapat pada Gambar 5. Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), jumlah eritosit normal pada ayam adalah 2,0-3,2 juta/mm3. Gambar 5. Skema Erythropoeisis Sumber: Weiss et al. (2005) Hemoglobin Hemoglobin merupakan pigmen merah pembawa oksigen dalam darah merah. Hemoglobin merupakan protein yang berbentuk molekul bulat dan terdiri atas empat subunit. Tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptidapolipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globulin dari molekul hemoglobin. Ada dua pasang polipeptida di setiap molekul hemoglobin (Ganong, 2008). Sintesis hemoglobin dimulai saat proerythroblasts dan berlanjut sampai tahap reticulocyte dari sel darah merah. Ketika reticulocyte meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, proses pembentukan hemoglobin terus berlanjut hingga sel darah merah menjadi dewasa. Rendahnya oksigen dalam darah menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan eritrosit (Guyton dan Hall, 2010). Pembentukan hemoglobin membutuhkan beberapa nutrien seperti protein, terutama glisin, dan mineral besi (Adriani et al., 2010). 10 Gambar 6. Pembentukan Hemoglobin Sumber: (Schalm, 2010) Gambar 6 menyajikan proses pembentukan hemoglobin. Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh oksigen, pH, suhu, dan konsentrasi 2,3bifosfogliserat (2,3-BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ akan berkompetisi dengan O2 untik berkaitan dengan hemoglobin dengan oksigenasi sehingga afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida (Ganong, 2008). Berat molekul hemoglobin berkisar 66.000-69.000. Adanya inti dalam sel darah merah unggas menyebabkan kadar hemoglobinnya menjadi lebih rendah dari mamalia. Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) kadar hemoglobin pada ayam yang normal berkisar antara 7,3-10,9 g%. Hematokrit Hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) adalah persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Pada hewan normal, PCV sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar, 1986). Nilai hematokrit dapat diperolah dengan mensentrifuse darah, setelah ditambahkan antikoagulan (Junquiera, 1997). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Selain itu, nilai hematokrit juga 11 dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran sel. Volume sel mungkin mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma (hemodilition) atau penurunan air plasma (hemoconcentration) tanpa mempengaruhi jumlah selnya. Nilai hematokrit juga akan bertambah jika terjadi keadaan hipoksia atau polisitemia yaitu jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan dengan jumlah normal (Guyton dan Hall, 2010). Mangkoewidjojo dan Smith (1988) menyatakan bahwa nilai hematokrit normal pada ayam berkisar antara 24%-43 %. MCV (Mean Corpuscular Volume) Definisi MCV merupakan ukuran volume eritrosit secara internasional yang mengukur besar rata-rata sel darah merah. Nilai MCV didapatkan dengan cara membagi persentase hematokrit dengan jumlah sel darah merah (Adriani et al., 2010). MCV mengkategorikan sel darah merah berdasarkan ukuran. Sel yanng mempunyai ukuran normal disebut normositik, sel yang mempunyai ukuran kecil disebut mikrositik dan sel yang mempunyai ukuran besar disebut makrositik. Ukuran sel darah merah ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan anemia. Pada anemia normositik sel darah merah berukuran normal dan MCV normal, pada anemia mikrositik sel darah merah berukuran kecil dan MCV menurun serta pada anemia makrositik sel darah merah berukuran besar dan MCV meningkat (Rahman, 2007). Bounous dan Stedman (2000) menyatakan bahwa nilai MCV normal pada ayam adalah 90-140 fl. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) Nilai MCHC adalah besarnya konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam sel darah merah. Ukuran ini diperoleh dengan membagi kadar hemoglobin dengan persentase hematokrit. Besaran MCHC mengkategorikan sel darah berdasarkan konsentrasi hemoglobin. Sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut normokromik, sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah disebut hipokromik (Rahman, 2007). Menurut Bounous dan Stedman (2000), nilai MCHC normal pada ayam adalah 26%-35%. 12 Leukosit Leukosit atau sering disebut dengan sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang dapat bergerak. Sel darah putih sebagian dibentuk di sumsum tulang belakang (granulosit dan monosit serta sebagian limfosit) dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfa (limfosit dan sel plasma). Setelah pembentukan, sel darah putih masuk ke dalam peredaran darah dan menuju ke bagian tubuh dimana sel darah putih dibutuhkan (Guyton dan Hall, 2010). Morfologi leukosit sangat beragam antar spesies unggas. Keragaman ini dapat dilihat dari penampakan morfologi granula, warna eosinofil, dan bentuk granula heterofil pada setiap spesies unggas. Melalui identifikasi deferensiasi leukosit, dapat diketahui status ketahanan ternak terhadap penyakit. Benda darah leukosit, yaitu berupa heterofil dan limfosit, juga dapat dijadikan indikator stress pada unggas (Schalm, 2010). Gambar 7. Sel Darah Putih dan Deferensiasinya Sumber: Fakhrizal (2009) Jumlah sel darah putih sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, stres, penyakit, dan pemberian pakan atau obat tertentu sel darah putih akan bekerja bersamasama melalui dua cara untuk mencegah penyakit yaitu (1) dengan benar-benar merusak bahan yang menyerbu melalui proses fagositosis dan (2) dengan membentuk antibodi dan limfosit yang peka, salah satu atau keduanya dapat menghancurkan atau membuat penyerbu tidak aktif (Guyton dan Hall, 2010). Pada ayam, jumlah leukosit normal berkisar antara 16-40 ribu/mm3 (Mangkoewidjojo dan Smith, 1988). Ganong (1998) membagi leukosit berdasarkan ada tidaknya granul menjadi dua, yaitu leukosit granuler 13 dan leukosit agranuler. Leukosit granuler terdiri atas heterofil, eosinofil dan basifil. Leukosit agranuler terdiri atas limfosit dan monosit. Heterofil merupakan bagian terbesar dari granulosit unggas (Schlam, 2010). Menurut Day dan Schultz (2010), fungsi utama dari sel ini adalah penghancur bahan berbagai produk bakteri, berbagai produk yang dilepaskan oleh sel rusak dan produk reaksi kekebalan. Heterofil berfungsi dalam merespon adanya infeksi dan mampu ke luar dari pembuluh darah menuju daerah infeksi untuk menghancurkan benda asing dan membersihkan sisa jaringan yang rusak (Ganong, 1998). Heterofil bekerja secara cepat sehingga dikenal sebagai first line defense, yaitu sistem pertahanan pertama. Heterofil juga mampu melakukan pinositosis, selain fagositosis. Kombinasi antara fagositosis dan pinositosis dalam heterofil disebut endositosis (Day dan Schultz, 2010). Limfosit merupakan jenis leukosit unggul pada darah unggas, termasuk ayam petelur (Schalm, 2010). Limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti limfa, tonsil, timus dan bursa fabricius. Peningkatan limfosit antara lain disebabkan terjadinya penurunan heterofil (sifatnya relatif), leukimia limfositik, inflamasi kronis (infeksi bakteri, virus, fungi, dan protozoa) pengeluaran epinefrin, defesiensi korkostreoid (hypoadrenokorticism), neoplasia (Dharmawan, 2002; Jackson, 2007). 14